bab i pendahuluan a. latar belakang...

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran Islam dalam budaya populer masyarakat Indonesia dirasa bukanlah hal yang baru lagi. Dalam dunia hiburan misalnya, tidak sedikit program televisi yang menggambarkan Islam dan bahkan memasukan Islam kedalam segala jenis program. Dunia pertelevisian masih mempertahankan acara talk show bertajuk agama yang terkadang terkesan menggurui seperti Mamah dan AA beraksi di Indosiar, Kata Ustadz Solmed di SCTV, dan Assalamualikum Ustadz di RCTI, namun mulai banyak program-program dengan tema non Islam, namun seperti sengaja “diIslamkan”, sebagai contoh trend acara travelling biasa dibawakan dengan gaya seperti seorang backpacker atau traveller kelas menengah keatas berubah dengan tampilan pembawa acara yang menggunakan hijab namun dengan gaya yang trendy. Lambat laun program travelling ini juga berkembang menjadi travelling muslim seperti yang ditunjukan pada acara muslim traveller di NET TV. Tidak hanya masuk ke program travelling, Islam juga dikemas dalam tampilan seperti berita seperti program Berita Islam Masa Kini dan Berita Islami Siang di Trans TV. Program ini dikemas secara sangat Islami, mulai dari pembawaan pembawa acara yang menggunakan baju koko serta hijab, penggunaan tag line berbau Islami, hingga penyajian berita yang hanya berbicara seputar Islam. Tidak hanya itu, Islam juga sering kali dimasukan sebagai tema utama dalam ftv ataupun sinetron-sinetron di televisi. Sebut saja beberapa sinetron seperti Tukang Bubur Naik Haji di RCTI, 3 Semprul Mengejar Cinta 3 di SCTV, Cerita Tuhan dan Rahasia Tuhan di Trans TV, Islam dalam beberapa sinetron diatas dikemas dengan gaya yang lebih ringan serta dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, bahkan dikemas dengan gaya komedi seperti ditampilkan pada 3

Upload: votuyen

Post on 09-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehadiran Islam dalam budaya populer masyarakat Indonesia dirasa

bukanlah hal yang baru lagi. Dalam dunia hiburan misalnya, tidak sedikit program

televisi yang menggambarkan Islam dan bahkan memasukan Islam kedalam

segala jenis program. Dunia pertelevisian masih mempertahankan acara talk show

bertajuk agama yang terkadang terkesan menggurui seperti Mamah dan AA

beraksi di Indosiar, Kata Ustadz Solmed di SCTV, dan Assalamualikum Ustadz di

RCTI, namun mulai banyak program-program dengan tema non Islam, namun

seperti sengaja “diIslamkan”, sebagai contoh trend acara travelling biasa

dibawakan dengan gaya seperti seorang backpacker atau traveller kelas menengah

keatas berubah dengan tampilan pembawa acara yang menggunakan hijab namun

dengan gaya yang trendy. Lambat laun program travelling ini juga berkembang

menjadi travelling muslim seperti yang ditunjukan pada acara muslim traveller di

NET TV. Tidak hanya masuk ke program travelling, Islam juga dikemas dalam

tampilan seperti berita seperti program Berita Islam Masa Kini dan Berita Islami

Siang di Trans TV. Program ini dikemas secara sangat Islami, mulai dari

pembawaan pembawa acara yang menggunakan baju koko serta hijab,

penggunaan tag line berbau Islami, hingga penyajian berita yang hanya berbicara

seputar Islam. Tidak hanya itu, Islam juga sering kali dimasukan sebagai tema

utama dalam ftv ataupun sinetron-sinetron di televisi. Sebut saja beberapa sinetron

seperti Tukang Bubur Naik Haji di RCTI, 3 Semprul Mengejar Cinta 3 di SCTV,

Cerita Tuhan dan Rahasia Tuhan di Trans TV, Islam dalam beberapa sinetron

diatas dikemas dengan gaya yang lebih ringan serta dikaitkan dengan kehidupan

sehari-hari, bahkan dikemas dengan gaya komedi seperti ditampilkan pada 3

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

2

Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam media

dapat dikatakan menjadi salah satu gejala munculnya post Islamisme di Indonesia.

Post-Islamisme sendiri merupakan sebuah terminologi yang menurut Asef

Bayat sebagai sebuah gerakan yang didasari oleh keinginan masyarakat untuk

mengekspresikan diri setelah merasakan tekanan. Dalam tulisannya, Bayat

mengatakan:

Remarkable social and intelecual trends and movements expressed in religiously innovative

discourses by youth, students, women, and religious intelectuals who called for democracy,

individual rights, tolerance, and gender equality, as well as the separation as religion from

state. Yet instead of throwing away religious sensibilities altogether, they set it to push for

an inclusive religiosity one which came to subvert the Islam of officialdom. (Bayat, What Is

Post Islamism, 2005)

Meskipun Bayat menggunakan post Islamisme untuk menjelaskan

perubahan politik yang terjadi pada negara yang mengalami transisi pemerintahan

dari pemerintahan Islamis radikal menuju moderat, Heryanto mengatakan bahwa

konsep post Islamisme Bayat juga dapat digunakan untuk melihat perubahan

kultur yang terjadi pada masyarakat pada masa post Islamisme dengan berbagai

modifikasi dan penyesuaian. Heryanto mengatakan bahwa,

Post Islamisme yang bersifat kultural, yang mencakup baik budaya tinggi elite intelektual

maupun budaya rendah yang menemukan ekspresinya pada hiburan dan gaya hidup

populer sehari-hari (Heryanto, Identitas dan Kenikmatan, 2015)

Masa post Islamisme di Indonesia dapat dikatakan berawal atas

ketidakpuasan masyarakat atas politik Islam yang dilakukan oleh partai

berdasarkan syariah serta mengoreksi modernisasi yang terjadi dibawah orde baru.

Pada masa akhir pemerintahannya, Soeharto mendadak mengubah startegi

politiknya dengan mengajak kelompok Islam dari berbagai golongan untuk masuk

ke pemerintahannya. Berubahnya strategi politik Soeharto dicurigai sebagai upaya

untuk menyelamatkan kekuasaannya dan meraih simpati masyarakat. Pada masa

itu, banyak kelompok-kelompok Islam yang berhasil menduduki pemerintahan

dan berusaha memasukan praktik-praktik Islam dalam kebijakan pemerintah,

menghukum segala sesuatu yang menghina Islam dan melegalkan segala praktik-

praktik yang mengatas namakan Islam. Fenomena ini berlanjut hingga tahun

2000, di mana kelompok milisi yang mengatasnamakan Islam mulai melakukan

diskriminasi terhadap kelompok-kelompok non-Islam dan bahkan terhadap

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

3

kelompok Islam minoritas, kelompok yang dinilai tidak sejalan dengan ajaran

Islam yang disetujui oleh pemerintah. Tidak hanya terjadi perubahan dalam

bidang pemerintahan, terdapat juga perubahan yang cukup besar dalam

pertelevisian. Sebagai contoh pada tahun 1989 s.d 1999 program di RCTI lebih

banyak bertema sekuler hanya terdapat satu program yang bertajuk Islam yakni

program Renungan Malam (Wikipedia). Pada tahun 2000 s.d 2010 terdapat

peningkatan dengan hadirnya tujuh program bertajuk Islam yakni

Assalamualaikum Ustadz, sebuah program talk show yang berusaha melihat

masalah dari sudut pandang Islam, pada era ini mulai muncul sinetron yang

bernuansa Islam yaitu Baim Anak Sholeh, Emen Anak Pesantren, serta PadaMu

Ku Bersimpuh, selain itu muncul pula program lainnya seperti Soleha serta

Taqwa. Fenomena ini sangat berbeda dengan keadaan pertelevisian dewasa ini.

Hanya untuk tahun 2016 saja RCTI telah memiliki lima program bertajuk Islam

yakni Assalamualikum Ustadz, Hafiz 2016, Preman Pensiun, Tukang Bubur Naik

Haji, dan Ngantri ke Surga (RCTI). Selain itu bertambahnya program-program

yang bertajuk Islami, sekarang juga muncul program-program bertemakan Islam

dengan konsep yang berbeda. Berkembang dari talk show bertemakan Islam serta

sinetron yang disusupi nilai-nilai agama Islam kini banyak varian baru program

bertema Islam seperti ajang pencarian tokoh Islam seperti Hafiz 2016 di RCTI

serta Putri Muslimah 2016 di Indosiar. Tidak hanya ajang pencarian tokoh,

muncul pula program yang membahas mengenai kehidupan selebritis yang

memiliki citra keIslaman modern seperti Laudya Cinthya Bella. Laudya sendiri

diberikan satu program khusus berjudul Diari Laudya Cinthya Bella di Trans TV.

Bahkan muncul program berita yang hanya membahas mengenai Islam seperti

Berita Islam Masa Kini serta Berita Islami Siang di Trans TV. Maraknya

program-program bertema Islam di televisi seolah ingin mendekatkan khalayak

terhadap ajaran-ajaran Islam.

Islamisasi di tingkat pemerintahan tidak hanya menjadi penyebab utama

munculnya masa post Islamisme di Indonesia, modernisasi juga memiliki peranan

penting atas munculnya post Islamisme. Modernisasi muncul sebagai titik awal

pemicu gerakan mendefiniskan ulang beberapa aspek keagamaan yang dinilai

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

4

terlalu konservatif. Walaupun tidak terorganisasi dengan baik, gerakan ini lebih

banyak dianut oleh generasi muda yang hendak berpartisipasi penuh dalam dunia

modern tanpa harus dinilai meninggalkan keimanan mereka oleh pemeluk Islam

konservatif. Gerakan ini berusaha mendefinisikan arti menjadi muslim modern,

berusaha melepaskan diri dari kecenderungan Islam yang eksklusif dan kelompok-

kelompok yang mengatasnamakan Islam untuk melakukan kekerasan. Generasi

muda yang menganut gerakan ini juga berharap dapat menikmati selera

kebudayaan mereka, menikmati pendidikan prestige, dan gengsi namun sambil

membanggakan keagamaan mereka. Perkembangan media massa juga

memberikan kontribusi dalam penyebaran gerakan baru ini, salah satunya dengan

kemunculan bintang dakwah televisi (televangelist).

Kemajuan media massa memberikan ruang gerak bagi gerakan ini. Tidak

seperti kaum konservatif yang melakukan dakwah melalui tradisi tatap muka

seperti tradisi yang sudah dilakukan sejak lama, gerakan ini banyak

memanfaatkan media massa untuk melakukan dakwah, sehubungan dengan

kebutuhan generasi muda akan media massa. Salah satu dampak gerakan baru

yang paling terasa ini adalah dengan kemunculan jenis pendakwah baru,

pendakwah televisi (televangelist). Tren ini dimulai dengan kemunculan AA

Gym, Jefry al-Buchori, dan pemuka agama lainnya yang masuk ke dunia

pertelevisia untuk melakukan dakwah. Seiring dengan berjalannya waktu, tren ini

tidak lagi hanya dilakukan oleh pemuka agama yang memang telah mendalami

ilmu agama melalui pendidikan formal, tren ini juga menghasilkan pendakwah

versi baru, selebritas yang tidak m emiliki latar belakang agama kini dapat leluasa

menamai dirinya sebagai pendakwah masa kini.

Tidak hanya memunculkan cara berdakwah yang baru, gerakan ini juga

berusaha melakukan penyebaran agama Islam melalui film. Islamisasi yang

dilakukan melalui gerakan ini tidak melulu dengan cara mengabarkan Islam

dengan ayat-ayat suci namun lebih kepada penerapan agama dalam kehidupan

sehari-hari dalam budaya modern. Film bertemakan Islam sebenarnya bukanlah

hal yang baru lagi. Film bertemakan Islam pertama yang diproduksi merupakan

Tauhid yang diproduksi pada tahun 1964 (film indonesia). Pada tahun 1982 dibuat

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

5

film bertemakan Islam kedua yang berjudul Titian Serambut Dibelah Tujuh karya

Chaerul Umam. Film bertemakan Islam sempat berhenti diproduksi hingga

diproduksi lagi pada tahun 2008. Film ketiga ini, Ayat-ayat Cinta karya Hanung

Bramantyo, sekaligus sebagai penanda mulainya trend film bertemakan Islam di

dunia perfilman Indonesia yang langsung disusul dengan Ketika Cinta Bertasbih

dan Perempuan Berkalung Sorban.

Berbeda dengan film Islami sebelum masa post Islamisme dimulai di

Indonesia, film-film bertemakan Islami setelah masa Soeharto lebih menekankan

nilai modernitas yang disandingkan dengan agama. Film-film ini lebih cenderung

berakhir dengan salah satu tokohnya masuk Islam, dan terjadi penegasan

hubungan positif dengan Islam tak terbatas pada tokoh-tokoh di dalam layar

(Paramaditha, Passing and Conversion Narratives: Ayat-Ayat Cinta and Muslim

Performativity in Contemporary Indonesia, 2010). Tidak hanya itu, film Islami

post Islamisme juga lebih banyak bercerita mengenai anak muda yang berhasil

dalam kehidupannya, namun juga tetap mengamalkan praktik agama dalam

kehidupan sehari-hari. Tak jauh berbeda dengan dunia pertelevisian, dunia

perfilman pun tak luput dari trend “Islam” ini. Mulai banyak film-film karya

sineas muda yang mengangkat tema Islam. Islam dalam film ini ditampilkan

dengan berbagai cara, tidak melulu ditampilkan dengan gaya menggurui, namun

juga seringkali ditampilkan sebagai gaya hidup anak muda yang lebih ringan atau

bahkan muncul di selipan film komedi. Berikut ini adalah daftar judul film

bertemakan Islam karya sineas Indonesia sejak tahun 2008 hingga 2015,

Tahun Judul Film

2008 3 Doa 3 Cinta, Syahadat Cinta, Mengaku Rasul: Sesat, Kun Fayakuun,

Ayat-Ayat Cinta, Cinta Setaman.

2009 Emak Ingin Naik Haji, Ketika Cinta Bertasbih 2, Ketika Cinta

Bertasbih, Perempuan Berkalung Sorban.

2010 Dalam Mihrab Cinta, Mafia Insyah, Sang Pencerah, Dibawah Langit.

2011 Hafalan Shalat Delisa, Sajadah Ka‟bah, Kehormatan di Balik

Kerudung, Semesta Mendukung, Masih Bukan Cinta Biasa, Baik-Baik

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

6

Sayang, Khalifah, Lovely Man, Rindu Purnama.

2012 Mata Tertutup, Cinta Tapi Beda, Bidadari-Bidadari Surga, Denok dan

Gareng, Sang Martir, Rumah di Seribu Ombak, Cinta Suci Zahrana,

Love is Brondong, Negeri 5 Menara, Ummi Aminah, KTPnya si Islam

Bro….

2013 Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, 99 Cahaya di Langit Amerika,

Hati ke Hati, Malam Seribu Bulan, Moga Bunda disayang Allah, La

Tahzan, Bismillah Aku Mencintaimu, Sang Kiai.

2014 Assalamualaikum Beijing, Kukejar Cinta ke Negeri Cina, 99 Cahaya di

Langit Eropa: Final Edition, Haji Backpacker, Aku, Kau, dan KUA,

Hijabers in Love, Ma‟rifat Cinta, Hijrah Cinta, Seputih Cinta Melati,

Ketika Tuhan Jatuh Cinta, 99 Cahaya di Langit Eropa: Part 2, Mentari

dari Kurau.

2015 Bulan Terbelah di Langit Amerika, Harim di Tanah Haram, Bait Surau,

Air Mata Surga, Air Mata Fatimah, Surga yang Tak Dirindukan,

Mencari Hilal, Ayat-Ayat Adinda, Guru Bangsa Tjokroaminoto, Ada

Surga di Rumahmu, Penjuru 5 Santri, Hijab.

Tabel 1. 1. Daftar Film Bertemakan Islam. Sumber: filmindonesia.or.id

(http://filmindonesia.or.id/movie#.VvUcpdJ97IV)

Penggambaran Islam ala gerakan baru ini tentunya diadopsi oleh banyak

sineas di Indonesia, hal ini disebabkan oleh tingginya keinginan masyarakat

“Islam” melihat potret Islam di dunia modern. Salah satu film Islami yang

menggunakan konsep Islamisasi ala gerakan baru ini adalah film Ketika Mas

Gagah Pergi karya Firman Syah (kmgpthemovie, 2015). Film yang diangkat dari

novel berjudul sama karya Helvy Tiana Rosa ini bercerita mengenai perubahan

kehidupan Islami seorang adik yang didahului dengan perubahan kehidupan

Islami sang kakak. Gagah, sang kakak, seorang pemuda modern yang berhasil

mengalami hidayah yang membuatnya berubah dari sekedar Islam biasa menjadi

seorang penganut Islam yang soleh dan selalu mengamalkan agamanya.

Perubahan yang terjadi pada sang kakak membuat Gita, sang adik, awalnya jengah

namun pada akhirnya terpengaruh dengan keIslaman sang kakak, Gita akhirnya

berubah menjadi seorang gadis muslim yang taat. Dari seorang gadis modern yang

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

7

kasar menjadi seorang gadis muslimah sabar dan santun dan bahkan

menggunakan jilbab. Terlepas dari konten film yang sesuai dengan konsep Islami

post Islamisme, film ini terbukti dapat menarik perhatian masyarakat Islam di

Indonesia. Walaupun hanya mampu menarik 141.800 penonton selama

pemutarannya, film ini berhasil mendapatkan sumbangan sebanyak

Rp305.987.265 atau terbilang tiga ratus lima juta sembilan ratus delapan puluh

tujuh ribu dua ratus enam puluh lima rupiah dari 405 orang donatur

(kmgpthemovie, 2015).

Tidak hanya mendapatkan dukungan yang terbilang tinggi melalui materi,

film ini ternyata memiliki dukungan yang kuat dari masyarakat yang berbasis

“Islam”. Hal ini terlihat dari tingginya permintaan masyarakat terhadap film ini.

Walaupun pada masa tayang perdana film ini hanya mampu meraih 141.800

penonton, film ini kembali diputar di bioskop berkat permintaan yang tinggi dari

khalayak (Rosa, 2016). Film ini kembali diputar dengan program nobar di 100

kota bekerjasama dengan FLP (Forum Lingkar Pena) dan KOPFI (Komunitas

Pencinta Film Indonesia). Program ini dimulai sejak 21 Januari 2016 dan terus

berlanjut hingga akhir Maret ini. Berikut ini adalah data perolehan penonton nobar

film Ketika Mas Gagah Pergi untuk Bulan Januari,

No Tanggal Lokasi Jumlah

Penonton Komunitas

1 21

Januari Mandala 21 Malang 200 -

2 21

Januari Citra 21 Semarang 350 ACT, ODOJ

3 22

Januari

Ciwalk XXI

Bandung 500 Pemprov Jabar

4 24

Januari Mandala 21 Malang 148 LMI

5 28

Januari

XXI A Yani Mega

Mall Pontianak 45 -

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

8

Tabel 1. 2. Data Perolehan Penonton Film Ketika Mas Gagah Pergi Per Januari. Sumber:

kopfi.id (http://www.kopfi.id/tentang-komunitas/data-nobar-januari-2016/)

Dari tabel 2 diatas dapat dilihat tingginya jumlah penonton film Ketika

Mas Gagah Pergi berlanjut bahkan setelah film ini turun dari bioskop. Tidak

hanya itu, kegiatan nonton bareng film Ketika Mas Gagah Pergi masih

berlangsung setelah bulan Januari di berbagai kota seperti pada tanggal 31 Januari

di Jambi dengan penonton sebanyak 633 orang (Arnoldy, 2016), pada tanggal 3

Februari di Kaltim (KALTIM POST, 2016), pada tanggal 8 Februari di Bogor

dengan penonton sebanyak 1000 orang (Hazliansyah, 2016), pada tanggal 21

Februari di Kuta (Fievent, 2016), pada tanggal 11-13 Maret diadakan acara

KMGP Week di CGV Blitz Jakarta (Syahid, 2016), pada tanggal 13 Maret di Riau

(Indra, Pekan Life, 2016), pada tanggal 20 Maret di Batam dengan 500 penonton

(batampos.co.id, 2016), pada tanggal 16-17 April di Ternate (Guritno, 2016), pada

tanggal 2 Oktober di Pekanbaru (Indra, Nonton Bareng Aktor Hamas Syahid

Izzudin, 2016), bahkan film Ketika Mas Gagah Pergi akan diputar di 20 Negara

mulai pada bulan Mei (Anggie, 2016).

Hal menarik dari data diatas adalah walaupun tidak berhasil di bioskop,

film ini justru berhasil menarik perhatian masyarakat diberbagai daerah hingga

saat ini. Dari data diatas peneliti tertarik untuk melihat bagaimana penonton

berbasis Islam ini memaknai identitas Islam pada masa post-Islamisme yang

terdapat dalam film Ketika Mas Gagah Pergi.

6 28

Januari

Studio 21 mall

Panakukkang 700

Pesantren Darul Istiqomah,

FKCA Sulsel, BSMI,

Relindo

7 31

Januari

Cinemaxx PCC

Ponorogo 222

Ibu-Ibu Majlis Taklim Al

Hijroh

8 31

Januari

XXI A Yani Mega

Mall Pontianak 205

LDK assyifa, Salimah,

Giya Dakwah. MM

9 31

januari

XXI Ciputra Seraya

Pekanbaru 466

ACT, BSMI, FLP,

KAMMI. AMARAH, GEN

ELOK, ODOJ

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian

ini adalah bagaimana resepsi khalayak terhadap identitas Islam dalam film Ketika

Mas Gagah Pergi.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana khalayak memaknai

identitas Islam yang terdapat dalam film Ketika Mas Gagah Pergi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana

teori-teori komunikasi yang ada dapat diterapkan dalam penelitian ini. Analisa

yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan

tentang teori dalam ilmu komunikasi. Penelitian ini juga diharapkan dapat

memberikan gambaran mengenai resepsi khalayak terhadap identitas Islam yang

dilakukan dalam film Ketika Mas Gagah Pergi

E. Kerangka Pemikiran

E.1. Khalayak dan Model encoding-decoding Stuart Hall

Khalayak dan media dapat dikatakan sebagai kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. Dalam proses komunikasi, media berperan sebagai komunikator

sedangkan khalayak berperan sebagai komunikan. Komunikan disini

dimaksudkan sebagai pihak yang memroses konten media dan mendapatkan efek

dari konten media tersebut. Definisi khalayak sendiri sudah mulai pudar dan

bergeser sesuai dengan kebutuhan penelitian. Biocca mengatakan bahwa telah

terjadi pergeseran makna dari istilah khalayak pada riset komunikasi baik dari sisi

humaniora dan ilmu sosial (Biocca, 1988).

Khalayak sendiri dapat dilihat sebagai istilah yang dimaknai secara

kolektif sebagai “penerima” dari proses komunikasi massa yang beruntun (source,

channel, message, receiver, effect). Khalayak sendiri dapat diartikan sebagai

pembaca, penonton, atau pendengar dari produk media (Schramm, 1954). Berbeda

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

10

dengan Schramm yang mengartikan istilah khalayak secara harfiah, McQuail

melihat bahwa khalayak dapat diartikan sebagai produk dari konteks sosial, dapat

diartikan sebagai memiliki kesamaan nilai-nilai kultural; pemahaman; dan juga

kebutuhan informasi, dan juga hasil dari respons pada pola tertentu dari media.

Terkadang khalayak memiliki dua standar itu bersamaan, kondisi ini terjadi

apabila media yang digunakan menarik bagi kategori sosial tertentu atau

penduduk dari suatu daerah (1997).

Menurut Ardianto (Ardianto, Komala, & Karlinah, 2007) terdapat enam

karakteristik khalayak, yakni;

1. Khalayak pada umumnya terdiri atas individu-individu yang memiliki

pengalaman yang sama dan terpengaruh oleh hubungan sosial dan

interpersonal yang sama. Individu tersebut memilih media yang digunakan

berdasarkan kebiasaan dan kesadaran sendiri

2. Khalayak memiliki jumlah yang besar. Khalayak dalam jumlah yang besar

ini dapat dijangkau dengan relatif cepat oleh media, namun tidak mampu

diraih dengan menggunakan komunikasi tatap muka atau interpersonal

3. Khalayak bersifat heterogen. Individu-individu dalam audiens mewakili

berbagai kategori sosial

4. Khalayak bersifat heterogen. Individu-individu dalam audiens mewakili

berbagai kategori sosial

5. Khalayak bersifat anonim. Meskipun institusi media mengetahui

karakteristik khalayak yang dituju, namun media tidak mengetahui secara

pasti identitas khalayak tersebut

6. Khalayak bersifat tersebar, baik dalam konteks ruang dan waktu.

Terlepas dari keenam karakteristik yang disebutkan diatas, khalayak sendiri pada

umumnya dapat dibagi menjadi kedua kelompok besar, yakni khalayak pasif dan

khalayak aktif. Khalayak pasif digambarkan sebagai khalayak yang menerima apa

saja yang diberikan oleh media. Pesan yang diberikan diproses begitu saja tanpa

adanya penyaringan sehingga kelompok ini cenderung lebih mudah untuk

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

11

dipengaruhi oleh media dalam penerimaan pesan. Khalayak pasif tidak berusaha

memahami pesan media, mereka juga lebih cenderung sebagai penikmat dan tidak

memiliki kuasa atas pesan media. Berbeda denga khalayak pasif, khalayak aktif

memiliki kontrol akan pesan media. Kelompok ini cenderung lebih kritis dalam

memaknai pesan media, tidak hanya itu mereka juga melakukan penyaringan atas

pesan media. Mereka cenderung memilih media yang hendak mereka nikmati

sesuai dengan minat mereka. khalayak aktif juga cenderung berusaha untuk

memberikan makna pada pesan media sesuai dengan latar belakang mereka,

seperti pengalaman, pengetahuan, kultural dan sebagainya. Proses pemaknaan

pesan media oleh khalayak aktif memungkinkan khalayak aktif untuk

memproduksi makna dari pesan media (Burton, 2005). Makna baru yang dibuat

oleh khalayak aktif merupakan hasil pemaknaan mereka berdasarkan pengetahuan

dan pengalaman khalayak (Ross & Nightingale, 2003). David Croteau dan

William Hoynes mengatakan terdapat tiga arah dasar yang menjadi dasar

khalayak media dikatakan sebagai khalayak aktif;

1. Interpretasi individual: makna dalam suatu teks media tidak sepenuhnya

tetap. Didalamnya terdapat makna ganda atau dikenal dengan istilah

polisemi. Pesan media dapat dimaknai lain oleh khalayak dalam teks

media, khalayak secara individual mengambil kesenangan, kenyamanan,

kegembiraan, atau jajaran luas simulasi intelektual maupun emosional.

Khalayak menggunakan aktivitas interpretif dalam derajat tertentu setiap

bertemu dengan teks media.

2. Interpretasi dalam konteks: khalayak selain menjalani kehidupan sebagai

individu juga tidak bisa lepas dari kehidupan sosial. Maka dari itu

khalayak juga berhubungan dengan teks media dalam latar sosial. Dalam

pembicaraan sehari-hari dapat tak terduga seberapa banyak pembicaraan

hyang dilakukan mengenai media.

3. Aksi kolektif: pada dasarnya khalayak tidak selalu setuju dengan pesan

media. Khalayak yang menolak pesan media seringkali mengubah pesan

media untuk kedepannya. Khalayak tidak jarang melakukan aksi (protes

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

12

publik, boikot terhadap produk media yang spesifik, kampanye publisitas,

kemarahan khalayak luas, menekan pengiklan untuk menarik dukungan

finansial, surat terbuka, serta melobi (lobying) kongres untuk aksi

pemerintah dalam menolak pesan media. (Croteau, Hoynes, & Milan,

2012).

Keaktifan khalayak tidak hanya dapat dilihat melalui proses pemkanaan

khalayak terhadap pesan media. Keaktivan khalayak dapat dilihat juga melalui

konsep aktivitas khalayak Biocca (1988), yakni;

1. Selectivity. Khalayak dapat dikatakan aktif apabila khalayak melakukan

perencanaan penggunaan media, pemilihan media yang akan dikonsumsi

dan tidak. Perencanaan penggunaan media ini biasanya menunjukkan pola

pemilihan media khalayak

2. Utilitarianism. Dalam konsep ini khalayak menunjukan perwujudan dari

preferensinya

3. Intentionality. Khalayak aktif berdasarkan definisi ini terlibat dalam

kognitif aktif memroses informasi dan pengalaman baru. Biasanya terlihat

dari banyaknya media yang berbeda yang dikonsumsi

4. Resistance to influence. Konsep keaktifan disini menekankan pada batasan

yang diterapkan khalayak tehadap pengaruh atau pengetahuan yang tidak

diinginkan. Khalayak tetap memegang kontrol dan tidak terpengaruh

5. Involvement. Secara umum, semakin khalayak hanyut pada pengalaman

media, semakin khalayak terlibat dalam proses komunikasi massa.

Keterlibatan ini bisa dilihat sebagai indikasi “talk back” ke media.

Levy dan Windahl (1985) mengatakan bahwa keaktifan khalayak tidak hanya

berhenti dengan perencanaan penggunaan media saja, namun juga bisa dilihat dari

ekspektasi dan pilihan khalayak sebelumnya, atau aktivitas dan pengalaman

selama mengonsumsi media, atau situasi setelah terpapar media seperti terjadinya

transfer pengalaman atau kepuasan yang diperoleh dari media ke kehidupan

pribadi dan kehidupan sosial.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

13

Encoding/Decoding

Dalam model encoding dan decoding, Stuart Hall menjelaskan bagaimana proses

khalayak memberikan pemaknaan terhadap pesan media serta mencoba

memetakan posisi khalayak terhadap media sesudah proses pemaknaan. Esensi

utama dari thesis Hall adalah khalayak dari berbagai lapisan kesulitan untuk

mengartikan bahasa media, oleh karena itu Hall menggunakan sistem kode.

Sistem makna yang ditawarkan oleh Hall adalah sistem yang berkaitan dengan

tanda-tanda visual dan lisan dan bahasa tulisan (tanda-tanda linguistik) ke posisi

ideologi yang berbeda di mana order budaya dilegitimasi atau diperebutkan

(Philo, 2008). Kode yang dimaksud dalam sistem makna Hall merujuk kepada

“maps of meaning” di mana semua lapisan kultural di klasifikasikan; dan bisa juga

merujuk pada “maps of social reality” di mana kode-kode tersebut memiliki

makna sosial, praktik dan penggunaan, dan kekuasaan serta kepentingan

didalamnya. Dapat diartikan bahwa kode-kode tersebut terkadang tidak hanya

menggunakan makna denotasi sesungguhnya namun juga bisa menggunakan

makna konotasi sesuai dengan kebutuhan media terhadap pesan yang ingin

disampaikan.

Hall menganggap kode-kode yang dihasilkan oleh media tersebut

sesungghnya berkaca dari keadaan sosial yang ada di masyarakat, atau disebut

dengan hegemonic viewpoint. Hegemonic viewpoint yang dimaksud

menggambarkan bagaimana media menggunakan kode-kode yang dianggap

“natural”, “tak terhindarkan”, dak orders sosial yang diterima oleh masyarakat.

Hall mengatakan bahwa media akan melakukan encoding dengan pandangan ini,

bahasa dan visual yang digunakan akan menggambarkan keadaan sosial yang

sebenarnya terjadi.

Stuart Hall mengatakan bahwa diskursus pesan media memiliki posisi

penting dalam proses encoding dan decoding tidak hanya disajikan dari sisi

produsen saja, melainkan juga merupakan hasil observasi produsen atas

responden. Phillip Elliot dalam Stuart Hall mengatakan bahwa khalayak

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

14

merupakan komunikator sekaligus komunikan dari pesan media. Konsumsi media

atau resepsi media sendiri merupakan sebuah momen dari proses produksi pesan

oleh media dalam skala yang lebih besar, walaupun hal ini dianggap lebih

predominan karena dianggap sebagai “point of departure for the realization” dari

pesan. Oleh karena itu produksi dan resepsi pesan dari media tidaklah identik

namun mereka berkaitan satu sama lain, mereka merupakan pesan yang dibedakan

oleh hubungan sosial dari proses komunikasi secara keseluruhan.

Stuart Hall juga mengatakan ada kemungkinan terjadi perbedaan

pemaknaan di khalayak. Posisi sosial memiliki peran dalam perbedaan pemaknaan

tersebut. Stuart Hall mengidentifikasi terdapat tiga posisi pembacaan dalam

decoding, antara lain:

1. Dominant reading: khalayak dalam posisi yang menyerupai posisi media.

Khalayak sepenuhnya berbagi kode teks, menerima dan mereproduksi

preferred reading.

2. Negotiated reading: khalayak berbagi sebagian kode teks. Secara garis

besar menerima preffered reading, namun tidak sepenuhnya. Khalayak

menyandingkan dengan wacana lain, berdasarkan posisinya sendiri yang

umumnya mengandung kontradiksi.

3. Oppositional reading: khalayak dalam posisi ini berlawanan dengan kode

dominan. Khalayak memahami preffered reading namun tidak berbagi

kode teks dan cenderung menolaknya dan mengajukan pandangan

alternatif.

E.2 Identitas

Teori identitas memiliki banyak pengertian tergantung dengan konteks

penggunaan namun secara umum identitas dapat dilihat sebagai kondisi di mana

individu memiliki kesamaan, shared value, dengan kelompok atau lingkungannya

serta identitas sosial yang bersifat ideologis terbentuk dari identitas individu.

Dalam teori identitas, identitas terbentuk melalui proses kategorisasi diri di mana

citra diri seseorang bersifat refleksif sehingga dapat dilihat sebagai objek dan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

15

dapat dikategorikan, diklasifikasikan, atau dilabeli dengan cara tertentu yang

sebagai relasi dari kategori atau klasifikasi sosial lainnya (Turner, Hogg, Oakes,

Reicher, & Wetherell, 1987). Weeks dalam Barker mengatakan bahwa identitas

berbicara mengenai kesamaan dan perbedaan, tentang aspek personal dan sosial,

tentang kesamaan seseorang dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan

seseorang dari yang lain (Barker, 2008).

Dalam buku Modernity An Introduction to Modern Societies, Hall

mengatakan terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami

identitas. “I shall distinguish three very different conceptions of identity: those of

the (a) Enlightment subject, (b) sociological subject, and (c) post-modern subject

(Hall, Held, Hubert, & Thompson, 1996).

Pendekatan enlightment subject berdasarkan akan pemahaman bahwa

manusia pada dasarnya memiliki identitas yang relatuif tetap dan statis. Pada

konsep ini Hall menjelaskan bahwa manusia memiliki kesadaran, kapasitas akal

dan tin dakan yang sepenuhnya berpusat pada dirinya. Identitias ini adalah subjek

yang didapatkan secara alami semenjak lahir dan bersifat individualis. Sebagai

contoh identitas ini bisa diidentifikasi melalui konsep “his” adalah identitas laki-

laki.

Pendekatan kedua yang ditawarkan Hall adalah pendekatan social

construcion of reality. Pendekatan kedua ini merupakan gagasan sosiologi klasik

yang mengacu pada pemikiran Mead dan Coley. Manusia adalah diri yang tidak

mungkin lepas dari lingkungannya, karena diri dari setiap manusia adalah hasil

konstruksi atas indiviu dengan lingkungan sosial di mana ia hidup. Identitas dalam

pendekatan sosiologis ini berusaha memberikan jembatan kesenjangan konsep

antara personal dengan public world. Identitas manusia penuh dengan simbol dan

nilai karena sebagai subjek, manusia tidak bersifat otonom dan hasil imternalisasi

antara “Ia” dengan lingkungannya. Untuk menemukan identitasnya manusia

senantiasa berinteraksi dan melakukan pertukaran nilai dengan lingkungan

masyarakatnya.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

16

Pendekatan ketiga melihat identitas sebagai post-modern subject.

Pendekatan ketiga ini dianggap sebagai pendekatan kekinian yang melihat

identitas secara lebih terbuka dan berubah sesuai dengan keadaan. Adanya diri

dan adanya lingkungan memungkinkan terjadinya pergeseran, oleh karenanya

identitas adalah sesuatu yang tidak tetap, terfragmentasi, dan menyesuaikan

berbagai kebutuhan. Inilah yang kemudian mengilhami munculnya konsep

identitas pada pendekatan ketiga sebagai post modern subject. Identitas adalah

moveable feast, berubah bentuk dan bertransformasi sesuai dengan sistem di mana

identitas tersebut berada. Setiap diri memiliki peluang untuk menunjukan identitas

yang berbeda pada kondisi yang berbeda pula. Identitas diri memang menjadi hal

yang sifatnya kodrati, akan tetapi ketika harus berhadapan dengan sistem dan nilai

yang bergerak dalam masyarakat, identitas inipun akan berubah-ubah sehingga

tidak ada identitas yang dianggap statis untuk satu diri ketika berhadapan dengan

berbagai sistem kemasyarakatan.

Stella Ting-Toomey (1999) mengatakan identitas adalah “the reflective

self-conception or self-image that we each derive from our cultural, ethnic, and

gender socialization process. It acquaired via our interaction with others in a

particular situations.” Ting-Toomey melihat bahwa identitas merupakan refleksi

diri terhadap dirinya dan lingkungannya. Adapun Ting-Toomey melihat identitas

terbagi menjadi dua yakni Primary identity dan Situational Identity.

Primary Identity terdiri dari 4 identitas yakni cultural identity, ethnic

identity, gender identity, dan personal identity. Adapun primary identity berisikan

atribut-atribut diri yang membedakan individu dengan yang lainnya. situational

identiy terdiri dari role identity, relational identity, facework identity, dan

symbolic interaction identity. Tipe identitas yang tergabung dalam situational

identity merupakan identitas yang adaptif dan dapat berubah sewaktu-waktu

tergantung tujuan interaksi, kebutuhan individu, peran, status, dan aktivitas yang

sedang terjadi dalam situasi yang sedang terjadi. Dibandingkan dengan primary

identity, situational identity kurang stabil dan mudah dipengaruhi oleh situasi

eksternal yang kemudian di internalisasikan oleh individu. Walaupun

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

17

diidentifikasi sebagai 2 tipe, primary identity dan situational identity saling

memengaruhi satu sama lain (Ting-Toomey, 1999, p. 29).

Tidak hanya menentukan posisi individu dalam masyarakat, identitas juga

menentukan bagaimana pola perilaku individu di masyarakat. Burke mengatakan

bahwa

An identity is a set of meanings applied to the self in social role or situation defining what it

means to be who one is (Burke and Tully 1977) this set of meanings serves as a standard of

reference for who one is. When an identity is activated, a feedback loop is established.

Dari pernyataan Burke diatas dapat dilihat bahwa identitas merupakan

sekumpulan makna yang diinternalisasikan oleh individu dan dijadikan referensi

dalam pola perilaku individu di masyarakat. Adapun proses penginternalisasian

terbagi menjadi 4, yakni standar atau nilai-nilai internal yang dimiliki individu,

stimuli dari lingkungan atau situasi sosial (termasuk pujian atau penerimaan dari

masyarakat, persepi mengenai nilai diri yang diterima di masyarakat,dll), proses

pengkomparasian antara nilai individu (standar) dengan stimuli dari lingkungan,

hasil dari pengkomparasian yang diwujudnyatakan melalui perilaku dalam

masyarakat.

Dilihat dari proses penginternalisasian diatas dapat dilihat bahwa proses

penginternalisasian makna menjadi identitas seseorang dimulai dengan

memodifikasi output, atau perilaku yang dihasilkan setelah melakukan proses

pengkomparasian, terhadap keadaan sosial dalam upaya untuk mengubah standar

nilai individu. Secara singkat, proses penginternalisasian makna ini dapat

diartikan dengan proses pencocokan antara stimuli dari masyarakat dengan

standar nilai individu.

E.3. Identitas Islam dalam film

Identitas seringkali menjadi tema yang diangkat dalam berbagai konten

media, begitu juga dalam dunia perfilman. Representasi atas suatu identitas dalam

dunia sering diangkat menjadi tema karena ilm dianggap sebagia medium yang

seusai untuk mengkonstruksi realitas yang dalam hal ini adalah identitas

berdasarkan fakta social yang ada dimasyarakat. “Film becomes a wilder market

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

18

of culture when it traced as a „recorder of reality‟ and hence a valueable tool”

(Miller, 1992).

Dalam dunia perfilman Indonesia sendiri identitas keagamaan mengalami

kebangkitan pada tahun 2008. Gejala kebangkitan film dengan identitas

keagamaan terlihat dari kemunculan film Ayat-Ayat Cinta. Film ini berhasil

menarik 3.581.947 penonton dan masih merupakan film keagamaan dengan nilai

penonton tertinggi hingga saat ini (Data penonton, 2011). Kesuksesan film Ayat-

Ayat Cinta berusaha diikuti oleh sineas film lainnya hingga saat ini. Film ini

menggambarkan identitas Islam secara eksplisit sebagai hubungan muamalat yang

terjadi dalam Islam. Hubungan yang sesuai dengan muamalat itu diekspresikan

melalui penggambaran hubungan laki-laki yang berpoligami, bagaimana laki-laki

yang harus berpoligami tidak semata-mata melakukannya karena keinginan

pribadi, tapi ada ketentuan-ketentuan dalam Islam yang harus dipenuhi, seperti

restu dari isteri, keadilan, dan sebagainya. Belum lagi isu-isu lain yang cukup

penting dalam Islam ketika berhadapan dengan umat lainnya maupun golongan

Islam lainnya.

Isu-isu keIslaman yang diangkat oleh film-film setelah ayat-ayat cinta

semakin beragam. Tidak hanya melihat dari sisi perkawinan seperti ayat-ayat

cinta, sineas juga mengangkat tentang gender menurut Islam seperti dalam film

Perempuang Berkalung Surban. Muncul perbedaan penggambaran identitas Islam

dalam setiap film yang mengangkat Islam sebagai identitas. Fenomena ini dapat

terjadi karena seperti identitas, konsep identitas sendiri dalam banyak kajian sosial

berkaitan dengan keIslaman adalah salah satu yang cukup cair dan debatable.

Menurut Abd al-Wahab el-Effendi dalam Claydon (Claydon, 2007),

peneliti senior Center for the Sttudy of Democracy Universitas Westminster,

secara fundamental identitas Islam teridentitfikasi dalam tiga hal yakni Shahada,

Sharia, dan Umma.

1. Shahada. “Ada satu Allah dan Muhammad adalah nabinya”. Pernyataan

ini adalah bentuk deklarasi keimanan seseorang terhadap Allah dan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

19

Muhammad sebagai nabinya. Deklarasi ini juga sebagai pertanda

seseorang telah masuk Islam dan tunduk pada pengajaran Islam. Bacaan

ini sifatnya tetap dan non-negotiable.

2. Sharia. Allah berdaulat, semua muslim harus tunduk pada perintah-Nya.

Hukum Sharia dimaknai sebagai “Firman Allah yang tak tergantikan”.

Melalui hukum Syariah ini pulalah semua informasi yang berkaitan

dengan kehidupan manusia termasuk menegenai nilai-nilai sosial, tujuan

hidup, dan lifestyle diatur.

3. Umma. Komunitas muslim seluruh dunia adalah hal yang penting untuk

mengembangkan identitas sebagai umat Islam. Mereka yang bersyahadat

dianggap sebagai saudara yang terhubung dan harus didoakan dalam setiap

ritual ibadah. Dalam pandangan sama-sama sebagai umat Allah inilah

mereka menganggap dirinya setara. Untuk itulah dalam konteks

persaudaraan sebagai umat Islam ini mereka selalu berusaha untuk

mengingatkan satu sama lain.

Senada dengan el-Effendi, Mehmet (Mehmet, 1990) mengatakan identitas

Islam sebagai gaya hidup seorang umat sebagai seorang hamba (pilgrim)

menjalani kehidupannya di dunia untuk mempersiapkan kehidupan sebenarnya di

akhirat. Oleh karena itu dalam menjalani kehidupan di dunia deorang muslim

harus melakukan amal-amal yang nantinya akan ditimbang pada Final Day of

Judgement untuk masuk ke akhirat. Amalan ini meliputi hal-hal yang sifatnya

ibadah (prayer) dan muamalat (inter personal relations). Identitasnya sebagai

umat Islam dilihat dari bagaimana dia menjalankan hal-hal yang sifatnya

peribadatan.

Dari sisi konten media The Umma dan The Sharia sebagaimana

didefinisikan oleh dl-Effendi merupakan bahasan yang paling sering muncul.

Identitas Islam digambarkan sebagai relasi antara umat Islam dalam hubungan

sosial serta pengaplikasian hukum syariah dalam kehidupan sehari-hari cukup

menarik untuk diangkat dalam narasi. Secara konseptual, konsep The Umma dan

The Sharia ini terwadahi pula dalam konsep muamalat yang dijelaskan Mahmed.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

20

Dalam film Indonesia sendiri konsep Umma dan Sharia banyak diangkat

sebagai salah satu isu. Seperti dalam film Perempuan Berkalung Sorban, film ini

mengangkat isu kesetaraan gender yang secara tidak langsung menampilkan

gender identity dalam konteks Islam. Bagaimana seorang perempuan yang berasal

dari latar belakang keluarga muslim yang lekat dengan lingkungan pesantren

berusaha mendobrak tatanan ajaran pesantren yang patriarkal dan menuntut

kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu isu-isu seputar mahram

menjadi bumbu cerita yang menarik karena topik percintaan dalam film ini terjadi

antara paman dengan ponakannya, yang dalam ajaran Islam ada ketentuan

berkaitan dengan mahram.

Salah satu isu berkaitan dengan identitas Islam diangkat pula melalui film

Ketika Mas Gagah Pergi. Film ini berusaha mendefinisikan bagaimana seorang

muslim seharusnya menjalani hidupnya, tidak hanya menjalankan ibadah namun

seorang muslim juga harus memiliki akhlak dan hubungan muamalah yang sesuai

dengan aturan Islam. Film ini bercerita mengenai proses hijrah karakter utama,

seorang pemuda metropolitan bernama Gagah yang memahami Islam sebatas

menjalankan ibadah. Setelah mengalami proses hijrah Gagah berubah menjadi

seorang pemuda yang berusaha melepaskan diri dari norma-norma sosial yang

tidak sesuai dengan ajaran Islam seperti menolak untuk bersentuhan dan

melakukan kontak mata dengan lawan jenis selain keluarga, mengajak adik

perempuan serta ibunya untuk menggunakan kerudung sesuai dengan hukum

shariah, bahkan rela melewatkan liburan demi membangun taman bacaan untuk

anak yang tidak mampu. Tidak hanya itu film ini juga mengangkat isu lain seperti

dakwah serta interaksi dengan umat lainnya maupun umat agama lain.

Dalam perkembangannya isu identitas dalam film Islami memang

menyentuh isu yang cukup luas. Isu-isu berkaitan dengan hukum syariah dan

muamalat memang masih menjadi acuan utama untuk menggambarkan bagaimana

Islam dalam suatu film. Akan tetapi, sebagaimana dikatakan oleh Hall bahwa

identitas adalah post modern subject, cara orang untuk melihat dan

mengidentifikasi identitas Islam dalam film pun mengalami pergeseran.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

21

Hariyadi dalam papernya yang berjudul Islamic Films and Identity : The

Case of Indonesian Muslim Youth (Hariyadi) mencoba memetakan bagaimana

kalangan muda di Indonesia melihat film-film Islam yang tayang di layar lebar

Indonesia. Hasil dari tulisannya menunjukkan analisis yang menarik. Mengutip

Turner, “Film text is not unitary in its meaning, but rather is a sort of battlefield

for competing and contradicting ideas” (Turner G. , 2009). Pertarungan ide dalam

narasi film itu sendiri mendorong identitas Islam mengalami pergeseran ketika

diangkat dalam film. Dari pemetaan yang dilakukannya dengan melakukan

wawancara mendalam untuk respondennya, Hariyadi mengatakan bahwa terdapat

beberapa karakteristik identitas Islam yang ditemukannya dalam film Indonesia

hari ini. Pertama, semua perempuan yang digambarkan sebagai perempuan Islam

dalam perfilman Indonesia hari ini adalah perempuan yang mengenakan jilbab.

Hal ini merujuk pada konsep Islam secara Syariah bahwa sebagai umat Islam pun

berpakaian ada hukum dan aturan yang harus ditaati. Jika perempuan aturan yang

ditentutan oleh Islam adalah mengenakan hijab. Hal ini pulalah yang kemudian

diangkat dalam film. Secara tidak langsung, melalui temuan dari Hariyadi ini bisa

dikatakan bahwa fashion, dalam Islam adalah The Sharia sebagaimana konsep

Islam yang dikemukakan oleh el Effendi.

Identitas Islam yang kedua menurut Hariyadi adalah “Islamic identity is

that all aspects of life should be dedicated to worship God.” Semua hal yang

dilakukan oleh umat Islam, semata-mata dilakukan untuk mendapatkan restu dari

Tuhannya. Hal ini dalam film-film Islam di Indonesia muncul dalam bentuk hal-

hal yang sifatnya ibadah, bagaimana seorang umat melakukan shalat, puasa,

bersedekah, dan hal-hal baik lainnya yang menunjukkan ketaatannya sebagai

seorang Umat kepada Tuhannya.

F. Kerangka Konsep

F.1. Identitas

Dalam penelitian ini peneliti akan memadukan teori identitas Ting

Toomey dan juga Burke untuk melihat bagaimana responden melakukan

penginternalisasian nilai identitas Islam yang diangkat oleh film KMGP. Stella

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

22

Ting-Toomey (1999) mengatakan identitas adalah “the reflective self-conception

or self-image that we each derive from our cultural, ethnic, and gender

socialization process. It acquaired via our interaction with others in a particular

situations.” Ting-Toomey melihat bahwa identitas merupakan refleksi diri

terhadap dirinya dan lingkungannya. Adapun Ting-Toomey melihat identitas

terbagi menjadi dua yakni Primary identity dan Situational Identity.

Primary Identity terdiri dari 4 identitas yakni cultural identity, ethnic

identity, gender identity, dan personal identity. Adapun primary identity berisikan

atribut-atribut diri yang membedakan individu dengan yang lainnya. situational

identiy terdiri dari role identity, relational identity, facework identity, dan

symbolic interaction identity. Tipe identitas yang tergabung dalam situational

identity merupakan identitas yang adaptif dan dapat berubah sewaktu-waktu

tergantung tujuan interaksi, kebutuhan individu, peran, status, dan aktivitas yang

sedang terjadi dalam situasi yang sedang terjadi. Dibandingkan dengan primary

identity, situational identity kurang stabil dan mudah dipengaruhi oleh situasi

eksternal yang kemudian di internalisasikan oleh individu.

Untuk melihat bagaimana responden melakukan penginternalisasian nilai

yang didapat dari film KMGP, peneliti akan menggunakan tahapan

penginternalisasian nilai oleh Burke yang terdiri dari, standar atau nilai-nilai I

nternal yang dimiliki individu, stimuli dari lingkungan atau situasi sosial

(termasuk pujian atau penerimaan dari masyarakat, persepsi mengenai nilai diri

yang diterima di masyarakat,dll), proses pengkomparasian antara nilai individu

(standar) dengan stimuli dari lingkungan, hasil dari pengkomparasian yang

diwujudnyatakan melalui perilaku dalam masyarakat (Burke, 1991).

F.2. Identitas Islam dalam Film

Konsep identitas Islam yang akan digunakan dalam penelitian ini

merupakan perpaduan konsep identitas Islam dari Abd al-Wahab el-Effendi dan

Mahmet. Penggabungan konsep ini dilakukan karena ketiga konsep identitas ini

peling merepresentasikan identitas Islam yang digambarkan dalam film Ketika

Mas Gagah Pergi.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

23

Konsep identitas Islam Menurut Abd al-Wahab el-Effendi dalam Claydon

(Claydon, 2007) terdiri dari konsep Shahada, Sharia, dan Umma. Dalam

penelitian ini konsep shahada tidak digunakan karena tidak ada penggambaran

karakter dalam film Ketika Mas Gagah Pergi yang mengucapkan kalimat

syahadat. Konsep yang digunakan adalah konsep Sharia dan Umma.

1. Sharia. Allah berdaulat, semua muslim harus tunduk pada perintah-Nya.

Hukum Sharia dimaknai sebagai “Firman Allah yang tak tergantikan”.

Melalui hukum Syariah ini pulalah semua informasi yang berkaitan

dengan kehidupan manusia termasuk menegenai nilai-nilai sosial, tujuan

hidup, dan lifestyle diatur. Dalam film Ketika Mas Gagah Pergi konsep

sharia digambarkan secara kuat pada karakter Mas Gagah setelah

mengalami proses hijrah. Mas Gagah mulai menjaga pola interaksinya

terhadap lawan jenis dan mulai mengajak ibu dan adiknya untuk

menggunakan kerudung yang sesuai dengan hukum shariah. Mas Gagah

juga menunjukan perubahan dalam perilaku seperti mulai mengucapkan

salam sebelum masuk ke ruangan, mulai meninggalkan hiburan duniawi

dan mendekatkan diri pada literatur Islam dan mendengarkan nasyid. Mas

Gagah juga digambarkan sebagai karakter yang memiliki rasa kepedulian

yang tinggi, ia bahkan merelakan dana liburannya untuk membangun

taman bacaan untuk anak-anak yang kurang mampu. Penggambaran

karakter Gagah yang memiliki kepedulian yang tinggi sesuai dengan

konsep Mehmet di mana muslim melakukan amalan sebagai penerapan

dari gaya hidup sebagai hamba.

2. Umma. Komunitas muslim seluruh dunia adalah hal yang penting untuk

mengembangkan identitas sebagai umat Islam. Mereka yang bersyahadat

dianggap sebagai saudara yang terhubung dan harus didoakan dalam setiap

ritual ibadah. Dalam pandangan sama-sama sebagai umat Allah inilah

mereka menganggap dirinya setara. Untuk itulah dalam konteks

persaudaraan sebagai umat Islam ini mereka selalu berusaha untuk

mengingatkan satu sama lain. Dalam film Ketika Mas Gagah Pergi konsep

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

24

umma digambarkan dengan karakter Mas Gagah yang mulai bergabung

dengan umat muslim lainnya untuk melakukan kajian atau liko. Tidak

hanya melakukan kajian karakter Gagah juga terus berusaha mengingatkan

satu sama lain, melakukan dakwah, untuk terus berusaha menjadi muslim

yang baik. Penggambaran proses mengingatkan satu sama lain tidak hanya

digambarkan melalui karakter Gagah namun juga digambarkan melalui

karakter Yudi. Kedua karakter ini menggambarkan semangat untuk

melakukan dakwah namun disajikan dengan cara yang berbeda. Karakter

Gagah digambarkan melakukan dakwah secara personal seperti saat dia

mengingatkan adiknya untuk menggunakan kerudung syar‟i, mengajak

adiknya untuk ikut ke kajian atau acara pernikahan, dan bahkan melakukan

dakwah kepada 3 preman. Berbeda dengan Dakwah yang digambarkan

melakukan dakwah dengan pendekatan personal, karakter Yudi

digambarkan melakukan dakwah di tempat-tempat umum dengan khalayak

yang tidak tetap seperti di bus Transjakarta. Tidak hanya itu dalam film

Ketika Mas Gagah Pergi juga digambarkan toleransi seperti pada adegan

Gagah diolok-olok temannya karena menumbuhkan jenggot namun ia

emmberikan pengertian kepada temannya dan tidak menyalahkan mereka

yang tidak berjenggot. Toleransi juga digambarkan oleh karakter Yudi

yang menolong umat beragama lain. Penggambaran toleransi ini sesuai

dengan konsep muamalat Mehmet.

F.3. Khalayak

Tipe khalayak dalam penelitian ini akan terbagi menjadi 3 posisi yaitu

dominant, negotiated, dan oppositional (Hall, Held, Hubert, & Thompson, 1996).

Adapun syarat dari ketiga posisi adalah:

1. Khalayak yang memiliki posisi dominant adalah khalayak yang memiliki

pemahaman mengenai konsep shariah dan umma dengan baik dan

memiliki kecenderungan untuk menjalankannya dalam kehidupan sehari-

hari.

2. Khalayak yang memiliki posisi negotiated adalah khalayak yang memiliki

pemahaman mengenai konsep shariah dan umma namun juga memiliki

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

25

pemahaman sendiri atau penafsiran sendiri mengenai konsep shariah dan

umma. Khalayak tipe ini cenderung mengaplikasikan pengertiannya

sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

3. Khalayak yang memiliki posisi opposition memiliki pemahaman mengenai

konsep shariah dan umma namun khalayak ini memiliki pemahaman

sendiri dan menolak untuk mengaplikasikan pemahaman ini dalam

kehidupan sehari-hari.

G. Metodologi Penelitian

G.1. Metodologi

One of the main premises of reception analysis has been that audience research, in oreder

to construct a valid account of the reception, uses, and impact of media, must become

audience-cum-content analysis…by contrast, reception analysis subbmit that texts and

theory recipients are complementary elements of one area of inquiry which thus addresses

both the discursive and the social aspects of communication. In two words, reception

analysis assumes that there can be no “effect” without “meaning”. (Jensen & Jankowski,

1991, p. 135)

Bila dilihat dari penjelasan diatas, Jensen mengatakan bahwa analisis resepsi

tidak hanya semata melihat pesan apa yang didapatkan khalayak dari konten

media, namun juga melihat bagaimana proses khalayk memaknai konten media

sehingga menghasilkan pemahaman dan nilai baru di khalayak. Dalam proses

pemaknaan tersebut, khalayak dipengaruhi banyak aspek seperti kultural, dan latar

belakang khalayak sendiri. Dengan metode ini peneliti dituntut untuk dapat

memahami konteks konten film Ketika Mas Gagah Pergi serta memahami

“konteks” dari anggota komunitas Sahabat Mas Gagah yang akan dijadikan objek

dalam penelitian ini. Pemahaman peneliti akan kedua konteks tersebut dibutuhkan

guna mengintrepetasi data yang dihasilkan nantinya.

G.2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah khalayak film Ketika Mas Gagah Pergi.

Khalayak yang menjadi objek dari penelitian ini adalah Khalayak yang sudah

membaca novel Ketika Mas Gagah Pergi dan khalayak yang hanya menonton

saja. Pemilihan objek ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan resepsi

antara khalayak yang sudah membaca sebelumnya dengan khalayak yang hanya

menonton saja.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

26

G.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini akan menggunakan beberapa metode.

Metode pertama yang digunakan adalah survey menggunakan teknik sampel

sesuai kuota. Sampel sesuai kuota merupakan teknik pengambilan sampel sesuai

kuota dilakukan dengan keleluasan peneliti untuk menemui respondennya sesuai

dengan kriteria tertentu yang ada dalam rancangan penelitiannya (Prajarto, 2009).

Dalam penelitian ini peneliti menentukan sampel yang diinginkan adalah;

1. Beragama Islam

2. Umur :17-40 tahun

Peneliti membatasi umur responden antara 17-40 tahun karena peneliti

hendak melihat bagaimana penononton usia muda dan produktif

memaknai penggambaran Islam modern yang digambarkan sebagai anak

muda pada film Ketika Mas Gagah Pergi

3. Pernah membaca novel KMGP atau tidak

4. Intensitas menonton film religi

Peneliti hendak melihat perbedaan resesi dari responden yang suka

menonton film religi, hanya menonton film-film tertentu, atau yang

menonton dengan motif lainnya.

5. Latar belakang budaya informan

Peneliti hendak melihat bagaimana latar belakang budaya responden

memengaruhi pembentukan resepsi pada responden. Dalam penelitian ini,

responden yang dibutuhkan akan diklasifikasikan menjadi 3 kategori,

mereka yang berpendidikan hingga S1, mereka yang bekerja, serta mereka

yang lebih banyak meghabiskan waktu dirumah. Pengkategorian ini

dimaksudkan untuk melihat perbedaan resepsi yang diterima oleh

responden.

6. Keaktifan dalam organisasi Islam

Responden yang dibutuhkan akan dikategorikan menjadi 3 yaitu mereka

yang aktif dalam organisasi Islam, menjadi pengurus dan mengikuti isu

terkini mengenai Islam, mereka yang mengikuti organisasi Islam namun

tidak terlalu aktif, dan mereka yang sama sekali tidak terikat. Pembagian

ketiga kategori ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana keaktivan

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

27

responden dalam organisasi keagamaan memengaruhi pembentukan

resepsi.

Kriteria diatas dipilih oleh peneliti mengingat peneliti ingin melihat bagaimana

anggota penonton meresepsi nilai-nilai Islam versi post Islamisme yang diusung

oleh film Ketika mas Gagah Pergi. Peneliti akan mengambil 8 sampel,

pengelompokan akan dilakukan berdasarkan apakah khalayak sudah membaca

novel KMGP sebelum menonton atau tidak. Kedua kelompok tersebut masing-

masing akan diisi oleh 4 orang, yakni 1 mahasiswa laki-laki, 1 mahasiswa

perempuan, 1 pria berumur diatas 30 tahun, dan 1 perempuan berusia diatas 30

tahun.

Setelah mendapatkan sampel yang diinginkan peneliti akan melakukan

wawancara mendalam serta observasi untuk melihat bagaimana proses pemaknaan

terjadi dan melihat kemungkinan implementasi nilai yang ditangkap pada

kehidupan sehari-hari sampel.

G.4. Teknik Analisis Data

Setelah melakukan wawancara mendalam kepada objek, hasil wawancara

akan dianalisis menggunakan analisis resepsi. Analisis resepsi merupakan analisis

yang melakukan komparasi analisis tekstual wacana media dan wacana audiens

yang hasil interpretasinya merujuk pada konteks, seperti latar belakang kultural.

Dalam resepsi khalayak dipandang sebagai khalayak interpretif yang akan selalu

memproduksi makna dan pemaknaan teks yang disampaikan media, tidak hanya

sebagai individu yang pasif (McQuail, Audience Analysis, 1997). Fokus utama

dari analisis resepsi adalah perbedaan pemaknaan khalayak dan hubungannya

dengan latar belakang tertentu.

Untuk menganalisis data, hasil wawancara akan ditranskrip dan data yang

ditemukan akan dikelompokan. Data-data tersebut akan dikelompokan kedalam

beberapa bagian, yaitu eksposur, penerimaan, negosiasi, keterbukaan, serta

internalisasi makna. Data yang diperoleh dari informan nantinya akan

dikelompokan untuk melihat perbandingan antar khalayak yang diteliti.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110799/potongan/S1-2017... · 2 Semprul Mengejar Cinta 3. Fenomena berkembangnya konten Islami dalam

28

Menurut Strauss dan Corbin, analisis data tidak hanya digunakan untuk

mendefinisikan suatu fenomena, namun juga berfungsi untuk memberikan

pemahaman yang mendalam mengenai suatu fenomena secara utuh. Dengan

demikian peneliti dapat lebih sensitif dalam melihat fenomena (Strauss & Corbin,

1998). Strauss dan Corbin sendiri membagi teknik analisis data menjadi tiga

bagian, yakni; Open Coding, Axial Coding, Selective Coding.

Pada tahap open coding (Strauss & Corbin, 1998, p. 121), peneliti

diharapkan dapat melakukan konseptualisasi, mengkategorikan data dan

mengembangkan kategori sesuai dengan dimensi yang dibutuhkan baru setelah itu

menghubungkan kategori melalui hipotesis. Pada tahap melakukan

konseptualisasi, peneliti melakukan pengelompokan data yang sejenis dan

melakukan kategorisasi terhadap kelompok-kelompok data tersebut. Setelah

dikelompokan dan di kategorisasikan, data tersebut akan dispesifikan sesuai

dengan konsep dan dimensi yang dibutuhkan. Melalui prsoses spesifikasi dan

dimensi data akan menunjukan pola-pola tertentu yang dapat dijadikan sebagai

fondasi dan struktur awal.

Setelah melakukan kategorisasi data pada tahan open coding, selanjutnya

data dianalisis dengan axial coding (Strauss & Corbin, 1998, p. 142). Pada tahap

ini peneliti akan melakukan coding sesuai dengan poros dari kategorisasi untuk

menambahkan struktur ke data. Dalam tahap ini paradigma digunakan sebagai alat

analisis untuk mengorganisasikan data dan menghubunkan struktur-struktur data.

Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengembangkan kategori secara sistematis

serta menghubungkan kategori. Pada tahap ini penting untuk diingat bahwa

menemukan bagaimana kategori terhubung satu sama lain.

Tahap terakhir adalah melakukan selective coding (Strauss & Corbin,

1998, p. 161). Pada tahap ini peneliti melakukan pengeintgrasian data sesuai

degan konsep serta menyempurnakan data untuk membentuk suatu kesimpulan.