bab i pendahuluan a. konteks penelitian

20
1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Berawal dari al-Qur’an, yang berkisah tentang potret drama fenomenologi dan positivisme, yaitu dua paradigma keilmuan yang saling berhadapan, ditokohkan oleh nabi Hidir ‘alaihi salam yang berdiri di atas nalar intuisif subjektif, sementara nabi Musa ‘alaihi salam yang berdiri di atas nalar rasionalitas objektif 1 . Aktifitas transformasi keilmuan kedua nabi ini, diinformasikan oleh al-Qur’an, surat al-Kahfi, ayat 66 sampai ayat 82, dan berakhir dengan tidak berlangsungnya proses transformasi, yang disebabkan ketidak sabaran nabi Allah Musa ‘alaihi salam, terhadap syarat yang di berikan oleh nabi Allah Hidir ‘alaihi salam, sehingga nabi Allah Hidir ‘alaihi salam sampai berkata “inilah perpisahan antara aku dengan kamu, aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak sabar terhadapnya 2 , hal ini menandakan bahwa rasa hormat dan kepatuhan seorang murid terhadap guru merupakan kewajiban. Falsafah pendidikan Islam mengajarkan kepada peserta didik untuk bersikap ramah dan santun kepada sesama dan kepada gurunya, sehingga 1 M. Hasyim Syamhudi, Epistemologi Keilmuan Islam dalam Positivisme Nabi Allah Musa As dan Fenomenologi Nabi Allah Hidir As,(Probolinggo: Jurnal Afkarina, Volume 2 Nomor I, IAI Nurul Jadid, 2012), 100. 2 Al-Qur’an, 18:78.

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Berawal dari al-Qur’an, yang berkisah tentang potret drama fenomenologi

dan positivisme, yaitu dua paradigma keilmuan yang saling berhadapan,

ditokohkan oleh nabi Hidir ‘alaihi salam yang berdiri di atas nalar intuisif

subjektif, sementara nabi Musa ‘alaihi salam yang berdiri di atas nalar

rasionalitas objektif1. Aktifitas transformasi keilmuan kedua nabi ini,

diinformasikan oleh al-Qur’an, surat al-Kahfi, ayat 66 sampai ayat 82, dan

berakhir dengan tidak berlangsungnya proses transformasi, yang disebabkan

ketidak sabaran nabi Allah Musa ‘alaihi salam, terhadap syarat yang di berikan

oleh nabi Allah Hidir ‘alaihi salam, sehingga nabi Allah Hidir ‘alaihi salam

sampai berkata “inilah perpisahan antara aku dengan kamu, aku akan

memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak sabar

terhadapnya2”, hal ini menandakan bahwa rasa hormat dan kepatuhan seorang

murid terhadap guru merupakan kewajiban.

Falsafah pendidikan Islam mengajarkan kepada peserta didik untuk

bersikap ramah dan santun kepada sesama dan kepada gurunya, sehingga

1M. Hasyim Syamhudi, Epistemologi Keilmuan Islam dalam Positivisme Nabi Allah Musa

As dan Fenomenologi Nabi Allah Hidir As,(Probolinggo: Jurnal Afkarina, Volume 2 Nomor I, IAI

Nurul Jadid, 2012), 100. 2Al-Qur’an, 18:78.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

2

pendidikan Islam menandaskan bahwa ilmu peserta didik tidak akan bermanfaat

kelak, apabila seorang peserta didik tidak menghargai dan menghormati gurunya3.

Selain narasi yang dijelaskan dalam al-Qur’an tentang taat kepada guru,

kemudian dilanjutkan hadits Nabi Muhammad shallallah ‘alaihi wa sallam, yang

membahas tentang manusia dilahirkan secara fitrah4, ada perbedaan pendapat

tentang arti fitrah, pertama mengatakan bahwa fitrah itu potensi yang sudah ada

sejak lahir, fitrah berarti asal kejadian, bawaan sejak lahir5. Kedua ada yang

mengatakan bahwa fitra itu suci, Walaupun ada perbedaan namun maksudnya

sama, tetap yang membentuk jati diri seseorang selain diri mereka sendiri adalah

orang tua dan lingkungannya.

Dari kedua dalil naqli tersebut, adalah salah satu alasan atas terpilihnya

tema tesis ini, sebab, dewasa ini, etika dalam dunia pendidikan sudah mulai

memudar, untuk menghindari hal itu, agar potensi etika yang dibawa sejak lahir

berkembang dengan sempurna, maka perlu adanya pendidikan, baik secara formal

atau non formal, sebab manusia adalah makhluk lemah, yaitu mkhluk yang dapat

dipengaruhi, sehingga dapat dididik (homo-educable) dan adalah makhluk yang

belum siap menghadapi kehidupan, sehingga harus dididik (homo-educandum)6.

3Moh Dahlan, Nilai-nilai Humanis, Kultural, dan Filosofis dan Falsafah Pendidikan KH.

Abdur Rahman Wahid, (Probolinggo: Jurnal Afkarina, Volume 2 Nomor I, IAI Nurul Jadid, 2012),

80. 4John Locke (1632-1704) berpikir bahwa bayi ketika lahir ibarat kertas yang masih putih

bersih dan akan tumbuh serta berkembang, namun dalam islam konsep itu bersifat second opinion,

dalam hadits yang diriwayat oleh Abi Ya’la, Tabrani dan Baihaqi dari Aswad bin Abi Ya’la, Kullu

mauludin yuladu ‘ala a’-fitrah hatta yu’arrobu ‘anhu lisanihi faabwahu yuhawwidanihi aw

yunashshironihi aw yumajjisanihi, artinya setiap anak dilahirkan atas kesempurnaan potensinya

(fitrah), termasuk bahasa yang ia katakan, maka ayah ibunyalah yang menjadikan anak tersebut

menjadi yahudi, nasrani, dan majusi. Lihat di M. Hasyim Syamhudi,Epistimologi, 109. 5M. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an,(Bandung, PT. Mizan Pustaka, 2014), 44. 6Ahmad Syamsu Rizal, Ilmu Sebagai Subtansi Esensial dalam Epistemologi Pendidikan

Islam, (Jurnal Pendidikan Agama Islam –Ta’lim Vol. 1 – 2016), 1.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

3

Menurut hemat peneliti, dalam mengharapkan pendidikan yang dijalani

oleh manusia lebih terarah, terutama pada bidang etika, maka tempat mereka yang

tepat adalah madrasah, pesantren, atau lembaga yang menyelenggrakan

pendidikan, terutama madrasah yang kurikulumnya dibentuk sesuai dengan

kebutuhan peserta didik, namun tetap mempertahankan pendidikan etika. Jika

tidak demikian, maka etika yang diajarkan oleh pendidik akan pudar, lebih-lebih

masa sekarang adalah era globalisasi, tentu derasnya globalisasi akan

menggilasnya, sebab dalam era globalisasi, perubahan secara menyeluruh di

segala bidang tidak terelakkan7, kehadiran globalisasi tentunya membawa

pengaruh terhadap suatu negara tidak terkecuali Indonesia.

Berbicara tentang globalisasi, yang merupakan ancaman besar terhadap

keberlangsungan etika, terdapat pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif

dari globalisasi adalah semakin cepatnya penguasaan teknologi, meningkatnya

kreatifitas ruang berkarya oleh kalangan usia muda dan remaja. Sedangkan

pengaruh negatifnya adalah mendorong para remaja untuk melupakan aturan-

aturan agamanya, terkikisnya norma adat dan budaya lokal yang telah diwariskan

oleh pendahulunya, termasuk etika.

Kata kunci dari globalisasi adalah kompetisi, ia akan memberi peluang,

dan fasilitas yang luar biasa kepada siapa saja yang mau dan mampu

memanfaatkannya, untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan

manusia seutuhnya8. Yang keluar sebagai pemenang dalam era globalisasi adalah

yang terbaik dari sisi kualitas produk, pelayanan, teknologi, pengetahuan,

7Pius A. Partanto dkk. Kamus Ilmiyah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), 203. 8M. Mastuhu, Sistem Pendidikan Nasional Visioner (Tanggerang: Lentera Hati, 2017), 49-

50.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

4

jaringan, integritas dan akuntabilitas. Untuk menjadi pemenang, Indonesia masih

dibawah negara-negara maju, masih banyak yang menjadi konsumen, dan senang

menikmati produk globalisasi, juga masih banyak manusia yang terlena dengan

mengikuti keinginannya dengan menghalalkan segala cara, yang mengakibatkan

karakter anak bangsa menjadi rapuh, mudah terjerumus dalam trend budaya yang

membuat mereka lupa segalanya, serta tidak memikirkan akibat yang

dihasilkannya, walaupun hal itu bukan mayoritas manusia Indonesia, namun

kehawatiran itu nyata.

Selain itu, terdapat pula fenomena-fenomena yang wajib menjadi

perhatian, hal yang memprihatinkan bagi orang banyak, terutama praktisi

pendidikan, antara lain adalah ; dekadensi moral, kenakalan remaja, serta

merosotnya norma adat dan kesopanan, ironisnya hal ini tidak terjadi dikalangan

masyarakat awam saja, namun juga sudah merambah pada kepribadian para

profesional, tokoh masyarakat, para pelajar, para pendidik, bahkan hingga para

pemimpin bangsa ini.

Sementara itu dunia pendidikan yang merupakan pusat pembentukan

generasi penerus bangsa, kasus-kasus yang tidak semestinya terjadi malah

merajalela, seperti bertindak curang yang berupa contek-mencontek, mencontoh

pekerjaan teman, serta mencontoh dari buku pelajaran dalam pelaksanaan ujian,

hal ini merupakan pekerjaan yang sudah biasa. Bahkan menjadi rahasia umum

dalam pelaksanaan Ujian Akhir Sekolah (UAS), seperti Ujian Nasional (UN)

ditengarai beberapa guru memberi kunci jawaban kepada siswa.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

5

Begitu pula, kriminalisasi terhadap guru, juga tidak lama kita

mengalaminya, pada tahun 2016 bapak Muhammad Samhudi, guru Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Raden Rahmat, kecamatan Balongbendo, kabupaten

Sidoarjo. Ia adalah seorang guru yang mencubit salah seorang peserta didiknya,

karena tidak mengikuti ibadah sholat Dhuha, pada tanggal 3 Februari 2016,

pendidik itu dibawa ke meja hijau, bapak Muhammad Samhudi dilaporkan oleh

orang tua murid yang dicubit, sebab tidak terima atas hukuman yang diberikan,

dan bapak Muhammad Samhudi dituntut pidana penjara enam bulan dengan

percobaan selama satu bulan,9.

Tidak hanya itu, beberapa tahun lalu, ada kepala sekolah tertangkap basah,

mencuri satu set soal-soal UN pada tahun 2011, karena takut peserta didiknya

tidak lulus, seorang kepala sekolah SMA ini berani mencuri soal fisika, kemudian

menugasi guru bidang studi untuk menjawab soal-soal yang tertulis pada naskah

itu, dengan rencana, hasil jawabannya akan diberikan kepada para peserta

didiknya10. fenomena ini seperti gunung yang ada di dalam lautan, yang tampak

hanya puncaknya saja.

Beberapa contoh kasus di atas merupakan indikasi merosotnya etika yang

baik, seharusnya dunia pendidikan menjunjung tinggi etika yang baik demi

terwujudnya manusia yang bermoral.

Namun demikian pemerintah tidak tinggal diam, dengan harapan baik,

pemerintah Indonesia mengambil langkah untuk menghadapi pengaruh

9Achmad Faizal, "Guru yang Cubit Murid dituntut Hukuman 6 Bulan Penjara", https://

regional.kompas.com. 14, Juli 2016. 10Muchlas Samami, dkk. Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung, PT Remaja

Rosdakarya, 2011) , 5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

6

globalisasi, itu diantaranya adalah : pertama, mengirim kader-kader tebaik bangsa

ke negara-negara maju, untuk menyerap pengetahuan dan teknologi mereka,

kemudian pulang kampung untuk mengembangkan pengetahuan dan teknologi di

negri sendiri. Kedua, menggalakkan penelitian dan pengembangan di semua

lembaga dan semua bidang untuk menghasilkan temuan-temuan baru yang orisinil

dan spektakuler. Ketiga, memperkokoh karakter bangsa, khusunya kader-kader

muda yang baru aktif di bangku sekolah dan kuliah sebagai calon pembaharu

masa depan bangsa11.

Yang sangat menjadi perhatian dalam usaha pemerintah adalah, karakter

bangsa, dikarenakan pengaruh arus globalisasi yang tidak hanya berdampak

positif pada negri, pemerintah memperkokoh karakter bangsa.

Ketika karakter bangsa ini lemah, maka tidak menutup kemungkinan akan

jadi bulan-bulanan negara yang maju, yang siap menghadapi tantangan

globalisasi, dan melakukan akselerasi dalam segala bidang, sehingga masyarakat

negara ini akan semakin tertindas, di dalam maupun di luar negri, menjadi budak

di negri sendiri, di jajah sumber daya alam dan manusianya secara tidak

manusiawi.

Karakter yang dibentuk pada masa sekarang ini, pada umumnya masih

bersifat kognitif, sebagai pengetahuan saja, atau hafalan dalam otak, tidak sampai

pada tingkat penghayatan nilai-nilai, apalagi samapai pada tingkat menjadikan

nilai-nilai itu sebagai kometmen pribadi di dalam kehidupan sehari-hari12.

11Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah

(Jokjakarta, DIVA Perss, 2011) 6-7 12Salahuddin Wahid, Transformasi Pesantren Tebuireng, Menjaga Tradisi di Tengah

Tantangan (Malang : UIN MALIKI Perss, 2011), 86.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

7

Tentu cukup banyak lulusan lembaga pendidikan yang berakhlak baik,

tetapi juga tidak kalah banyaknnya yang tidak menggunakan akhlak yang baik.

Sehingga dianggap sangat perlu, bagi lembaga pendidikan untuk meningkatkatkan

perhatian terhadap komponen karakter dalam pembelajarannya, agar bisa

menghasilkan alumni yang menjadi warga negara yang baik, percaya diri,

bertanggung jawab, punya motivasi kuat, siap bekerja keras, ikhlas, jujur,

sederhana, rendah hati, berwawasan luas, saling percaya dan mampu bekerja

sama, serta tidak ketinggalan manjadi pemimpin atas diri sendiri atau orang lain,

yang efektif, kuat dalam menghadapi masalah yang terjadi.

Sesuai hadis nabi yang ditulis di awal, bahwa pembentuk fitrah manusia

untuk menjadi baik, selain faktor diri sendiri adalah orang tua dan lingkungan,

tidak heran pada masa lalu pendidikan etika itu tidak hanya dirumah saja, tapi di

jalan, di pasar, dimanapun seorang anak berada, ia selalu dikontrol tentang

etikanya oleh orang tua dan masyarakat, serta tokoh masyarakatnya.

Pada era globalisasi, lingkungan tidak begitu berpartisipasi dalam

membentuk etika anak orang lain, kehidupan selalu memikirkan individu masing-

masing, oleh sebab itu orang tua membebankan masalah ini kepada para pendidik,

dengan demikian para pendidik mempunyai tanggung jawab besar dalam

pembentukan karakter peserta didik di lingkungan sekolah, sedangkan orang tua

membentuk anak mulai dari dalam kandungan sampai dewasa di luar jam sekolah,

dengan memberikan pemahaman dan penghayatan, tentang nilai-nilai karakter

yang baik sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidpupan sehari-sehari.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

8

Selain mempuyai kemampuan membagikan ilmu pengetahuan, pendidik

diharapkan mampu menanamkan pendidikan karakter pada peserta didiknya. Oleh

sebab itu, pendidik yang berkarakter yang dibutuhkan. Pendidik yang berkarakter

bukan hanya pendidik yang mampu mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi,

tetapi juga mampu memberi conto nilai-nilai yang diperlukan untuk mengarungi

hidupnya. Hal ini berarti tidak hanya memiliki kemampuan bersifat intelektual,

namun juga memiliki kemampuan secara emosional dan spiritual, sehingga

pendidik mampu membuka hati peserta didik untuk belajar, dan selanjutnya ia

mampu menjalani hidup dalam masyarakat dengan baik.

Sebagai potret peserta didik sekaligus pendidik yang berkarakter, KH.

Hasyim Asy’ari merupakan tokoh yang patut dikaji, baik karya ilmiyahnya dalam

kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim, ataupun amaliyah yang dicontohkan olehnya,

yang berkaitan dengan atika, seperti yang banyak dikisahkan dalam novel karya

Aguk Irawan, berjudul Penakluk Badai, biografi KH.Hasyim Asy’ari , dan dua

novel yang berkaitan dengan KH. Muhammad Hasyim Asy’ari yaitu Sang

Mujtahid Islam Nusantara, novel biografi Ky. Wahid Hasyim dan Peci Miring,

Novel KH, Abdur Rahman Wahid (Gus Dur) serta beberapa buku pendukung

lainya.

Kalau kita pelajari tentang KH. Muhammad Hasyim Asy’ari melalui

buku-buku di atas dan beberapa sumber lain, dapat ditemukan potret peserta didik

dan pendidik yang ideal, baik bidang etika maupun kehausannya terhadap ilmu

pengetahuan, kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, serta senangnya

mengajarkan ilmu pengetahuan.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

9

Perjalanan KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dalam hal etika dapat dibagi

menjadi beberapa bagian, yaitu ; Pertama sebagai seorang peserta didik, KH.

Muhammad Hasyim Asy’ari adalah potret peserta didik yang edial, tergambar

dalam teladan-teladan yang dicontohkannya dalam kehidupan mencari ilmu,

diantaranya : 1) Ia sejak kecil gigih mencari ilmu, seperti seseorang yang haus

terhadap ilmu pengetahuan dan tak pernah hilang dahaganya13, mulai dari kecil

sampai menjadi pendidik. berpindah-pindah tempat untuk mencari ilmu, mulai

dari Wonokoyo Probolinggo sampai ke Timur Tengah, itu pun tidak berhenti

belajar sampai beliau meninggal. 2) sebagai peserta didik ia beretika sangat baik,

patuh, hormat terhadap guru dan keluarga gurunya, salah satu kepatuhan dan

penghormatan kepada gurunya, ia tidak segan-segan melakukan apa saja untuk

sang kiayi14, hingga pada suatu pagi, cincin milik Nyai Kholil15 jatuh di kakus16,

ia rela mengambil didalamnya17.

Kedua, sebagai pendidik KH. Muhammad Hasyim Asy’ari juga

merupakan potret yang ideal, ditandai dengan :1) sangat sayang kepada peserta

didik, hingga dalam suatu kisah, ketika belanda yang meminta seorang santrinya

untuk dibunuh18, sebagai ganti maling yang terbunuh, sebab mencuri di Pesantren

Tebuirnag19 padahal itu hanya fitnah, beliau tidak rela memberikan salah satu

santrinya, walaupun ancamannya adalah pesantren yang beliau pimpim akan

13Aguk Irawan, Penakluk Badai, Novel Biografi Ky. Hasyim Asy’ari (Yogyakarta:Qalam

Nusantara, 2016), 207. 14Sebutan guru dalam dunia pesantren 15Istri Kiayi Kholil, guru dari K Hasyim Asy’ari ketika belajar di Bangkalan, Madura.. 16Tempat pembuangan kotoran manusia. 17Aguk Irawan, Penakluk Badai, 99. 18Aguk Irawan, Penakluk Badai, 342. 19Lembaga pendidikan yang dirintis oleh K Hasyim As’ari

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

10

dibakar, dan ternyata benar Pesantren Tebuireng dibakar oleh belanda. 2) Gigih

dalam menyebarkan ilmu, hal ini yang ia tampakkan dalam satu kisah, pilihan

KH. Muhammad Hasyim Asy’ari terhadap daerah Tebuireng yang dijadikan

pesantren tempat perjuangannya menyebarkan ilmu, padalah sudah menjadi

rahasia umum, bahwa daerah itu merupakan kawasan yang sangat najis dan kotor,

kumuh dan serba hitam, yang di dalamnya banyak dihuni manusia-manusia bejat,

yang datang dari segala penjuru, seperti pemabuk, pelacur, penjudi, pembegal dan

status kotor lainnya, sebuah desa terkenal dengan lembah hitam atau daerah

hitam20. 3) Kemudian kesabaran yang sangat luar biasa, kisah ini terjadi setelah

komplotan preman dan opsir Hindia Belanda mengobrak-abrik, menghancurkan

dan membakar hanguskan Pesantren Tebuireng, sebab tidak mau memberikan

seorang santrinya sebagai pengganti maling yang terbunuh di pesantren

Tebuireng, KH. Muhammad Hasyim Asy’ari tetap membangun kembali

Pesantren tersebut21.

Ketiga KH. Muhammad Hasyim Asy’ari mampu menunjukkan etika yang

baik, terhadap peserta didiknya yang dahulu ketika remaja pernah menjadi

gurunya, kisah ini tergambar dalam kisah berebut menjadi murid. Ketika KH.

Kholil Bangkalan ngaji kepada KH. Muhammad Hasyim Asy’ari , di Pesantren

Tebuireng di bulan Romadlon, ia mampu memperlakukan KH. Kholil sebagai

guru sekaligus muridnya22. Kisah ini akan diperjelas kembali di bab berikutnya.

20Aguk Irawan, Penakluk Badai, 230. 21Aguk Irawan, Penakluk Badai, 365. 22“ketika kiai hasyim dan kiai kholil berebut menjadi murid”https:// www.goole.co.id/

amp/s/amp.tirto.id/-cqeK, 14 Desember 2018.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

11

Kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim termasuk rujukan primer dalam

penelitian ini, secara keseluruhan terbagai menjadi delapan bab yang

dikelompokkan dalam 4 bahasan pokok yaitu ; 1) Keutamaan ilmu dan ulama’

serta pembelajaran. 2) Adab peserta didik terhadap diri sendiri, terhadap pendidik

dan terhadap pelajaran. 3) Adab pendidik terhadap diri sendiri, terhadap pelajaran,

dan terhadap peserta didik. 4) Adab penggunaan literatur yang merupakan alat

belajar. Pembahasan ini merupakan landasan pokok dalam menyusun karakter-

karakter yang harus dimiliki oleh peserta didik dan pendidik untuk diamalkan

dalam kehidupan sehari-hari.

Kemudian Madrasah Aliyah Thoyyib Hasyim Jorongan, kecamatan Leces,

kabupaten Probolinggo, propinsi Jawa Timur, menjadi pilihan untuk diteliti,

sebagai laboratorium dalam studi Kasus, sebab Madrasah tersebut merupakan

salah satu pendidikan pesantren yang mengembangkan ilmu pengetahuan, namun

tetap konsisten mempertahankan etika yang baik, sebagaimana pesantren-

pesantren di negeri ini, yang banyak mengadopsi model pendidikan yang

ditawarkan oleh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari melalui sistem pesantren yang

didirikannya dengan jargon, “al-Muhafadhu ‘ala qodim as-sholih wa al-akhdu bi

al-jadid al-alshlah”, Artinya menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil

tradisi baru yang lebih baik. Kalimat ini merupakan jawaban KH.Hasyim Asy’ari,

ketika ditanyakan oleh beberapa ulama’ termasuk Ky. Asy’ari (ayah KH.Hasyim

Asy’ari), tentang Madrasah Syalafiyah Syafi’iyah, yang didirikannya dengan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

12

kurikulum yang tidak lazim di dunia pesantren pada masa itu, yaitu diisi dengan

mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan Geografi23.

Uraian-uraian di atas sangat menarik untuk diangkat, sebab ada korelasi

atau benang merah antara Madrasah modern sekarang dengan madrasah yang

didirikan oleh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari , baik kurikulum ataupun etika

dalam dunia pendidikan, maka dengan demikian penelitian ini berjudul

“Implementasi Uswatun Hasanah KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dalam

Membangun Etika Guru dan Siswa di MA. Thoyyib Hasyim Jorongan Leces

Probolinggo”, dengan harapan, konsep yang dijalankan dalam kehidupan KH.

Muhammad Hasyim Asy’ari tentang nilai-nilai etika dapat menjadi contoh bagi

lembaga pendidikan. sehingga etika pendidik dan peserta didik tetap bertahan dan

tidak pudar, akibat diterjang oleh arus globalisasi yang berdampak negatif.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan konteks penelitian yang sudah dipaparkan diatas, maka

penelitian ini difokuskan :

1. Bagaimana uswatun hasanah perspektif KH. Muhammad Hasyim Ays’ari?

2. Bagaimana Implementasi uswatun Hasanah, dalam membangun etika guru dan

sisiwa, di Madrasah Aliyah Thoyib Hasyim Jorongan Leces Probolinggo

menurut kajian historis KH. Muhammad Hasyim Asy’ari ?

23Aguk Irawan, Penakluk Badai, 311.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

13

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mencari jawaban atas persoalan-persoalan di atas, dan beberapa tujuannya adalah

sebagai berikut:

1. Ingin memahami uswatun hasanah perspektif KH. Muhammad Hasyim

Ays’ari.

2. Ingin mengetahui Implementasi uswatun Hasanah, dalam membangun etika

guru dan sisiwa, di Madrasah Aliyah Thoyib Hasyim Jorongan Leces

Probolinggo menurut kajian historis KH. Muhammad Hasyim Asy’ari .

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memeberikan manfaat, baik

kedalam kehidupan masyarakat, khususnya di dunia pendidikan dan untuk

khazanah keilmuan, harapan itu antara lain:

1. Memberikan sumbangan pemikiran, terhadapan kehidupan pemikiran moral

pada masyarakat, utamanya dalam dunia pendidikan

2. Memberikan masukan, terhadap kemajuan pemikiran etika dalam dunia

pendidikan, untuk tetap eksis ditengah-tengah derasnya arus globalisasi.

3. Sebagai tahap awal bagi penulis, penelitian tentang moral, khususnya etika

pendidik dan peserta didik, yang akan dikembangkan dalam penelitian lebih

lanjut oleh peneliti.

4. Semoga menjadi pedoman bagi Madrasah Aliyah Thoyyib Hasyim, dalan

menjalankan tugas di dunia pendidikan.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

14

E. Penelitian Terdahulu dan Orisinalitas Penelitian

Dalam diskursus studi etika pendidik dan peserta didik, tidak terkecuali

tokoh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari , tidak luput menjadi kajian. Sebagai

usaha menghindari adanya pengulangan kajian yang sama, di bawah ini

dipaparkan beberapa hasil karya terdahulu, dari sisi persamaan dan perbedaan

dengan kajian ini, sejauh kemampuan peneliti dalam melacak hasil karya

terdahulu, diantara beberapa penelitian terdahulu yang membahas tokoh KH.

Muhammad Hasyim Asy’ari , adalah:

1. Tesis Khairan Efendi, (2010), STAI NH, Selat Panjang, yang berjudul, Studi

Pendidikan Akhlak, Studi atas Pemikiran KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dan

Hamka, penelitian ini menjelaskan tentang konsep-konsep pendidikan akhlak

yang ditawarkan oleh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dan Hamka. Penelitian

ini untuk menbandingkan konsep pendidikan akhlak yang dikemukakan oleh

KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dan Hamka.

2. Tesis Rohinah M. Noor (2008), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berjudul

Sistem Nilai dan Pendidikan (Studi Pemikiran KH. Muhammad Hasyim

Asy’ari) penelitian ini menjelaskan, mengungkapkan tentang pemikiran KH.

Muhammad Hasyim Asy’ari yang meliputi pendekatan moral dan etika dalam

pendidikan Islam, pengelolaan sistem pendidikan, kurikulum dan sumber

belajar, metode pengajaran, proses belajar mengajar dan evaluasi, serta dampak

dan kontribusi pemikiran KH. Muhammad Hasyim Asy’arisebagai

pengembangan pendidikan Islam.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

15

3. Tesis Mukani, (2005), IAIN Sunan Ampel Surabaya, dengan judul, Pemikiran

Pendidikan KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dan Relevansinya dengan solusi

Problematika Pendidikan pada Masa Sekarang. Penelitian ini dilakukan untuk

menjelaskan tentang konsep manusia dan ilmu dalam pendidikan, orientasi

pendidikan, materi pelajran, interaksi guru dan siswa dan pengaruh lingkungan

pendidikan.

Tabel 1.1 Orisinalitas Penelitian

N

o

Nama Peneliti Judul dan

Tahun

Persamaan Perbedaan

1 Khairan Efendi, Studi

Pendidikan Akhlak, Studi

atas Pemikiran KH.

Muhammad Hasyim

Asy’ari dan Hamka, 2010

Mengkaji

pemikiran

pendidikan akhlak

KH. Muhammad

Hasyim Asy’ari

Dikomparasikan

dengan pemikiran

pendidikan akhlak

Hamka

2 Rohinah M. Noor, Sistem

Nilai dan Pendidikan

(Studi Pemikiran KH.

Muhammad Hasyim

Asy’ari, 2008

tentang pemikiran

KH. Muhammad

Hasyim Asy’ari

yang meliputi

pendekatan moral

dan etika dalam

pendidikan Islam

Ada pembahasan

pengelolaan sistem

pendidikan,

kurikulum dan

sumber belajar,

metode pengajaran,

proses belajar

mengajar dan

evaluasi, serta

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

16

dampak dan

kontribusi pemikiran

KH. Muhammad

Hasyim

Asy’arisebagai

pengembangan

pendidikan Islam.

3 Mukani, Pemikiran

Pendidikan KH.

Muhammad Hasyim

Asy’ari dan Relevansinya

dengan solusi

Problematika Pendidikan

pada Masa Sekarang,

2005

Mengkaji

pemikiran KH.

Muhammad

Hasyim Asy’ari

menjelaskan tentang

konsep manusia dan

ilmu dalam

pendidikan, orientasi

pendidikan, materi

pelajran, interaksi

guru dan siswa dan

pengaruh lingkungan

pendidikan.

4 Mo Rofiq, Implementasi

Uswatun Hasanah KH.

Muhammad Hasyim

Asy’ari dalam

Membangun Etika Guru

dan Siswa, Study Kasus di

MA. Thoyyib Hasyim

Mengkaji

pemikiran

pendidikan KH.

Muhammad

Hasyim Asy’ari

tentang etika dalam

dunia pendidikan.

Kajian ini

difokuskan pada

Implementasi

Uswatun Hasanah

KH. Muhammad

Hasyim Asy’ari, di

MA. Thoyyib

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

17

Jorongan Tahun Pelajaran

2019/2020.

Hasyim Jorongan

Leces Probolinggo

F. Definisi Istilah

Agar menghindari adanya penafsiran yang tidak terarah, maka perlu

menguraikan beberapa istilah, mengenai judul tesis ini, dan judulnya adalah

Implementasi Uswatun Hasanah KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dalam

Membangun Etika Guru Dan Siswa Study Kasus di MA. Thoyyib Hasyim

Jorongan Probolinggo Tahun Pelajaran 2019/2020, dan berikut ini adalah uraian-

uraian istilah mengenai judul di atas.

1. Uswatun Hasanah

Setalah dicari kata Uswatun Hasanah dalam Al-Qur’an, Maka ditemukan

tiga ayat24, kesemuanya dalam bahasa indonesia diterjemahkan suri teladan

yang baik, salah satunya adalah surat Al-Ahzab ayat 21 “Sesungguhnya telah

ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi

orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia

banyak menyebut Allah, dan dalam ayat-ayat tersebut tidak ada perbedaan, kata

uswatun Hasanah diartikan suri tauladan yang baik.

2. KH. Muhammad Hasyim Asy’ari

KH. Muhammad Hasyim Asy’ari adalah salah satu tokoh yang sangat

cinta terhadap pendidikan, Selain itu KH. Muhammad Hasyim Asy’ari

bersama rekan-rekannya mendirikan Nahdlatul Ulama’ (NU), organisasi Islam

24Al-Qur’an ; 60:4, 33:21, 60:6

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

18

terbesar di Indonesia yang sampai saat ini mempunyai banyak cabang istimewa

di beberapa negara negara di dunia, organisasi yang banyak juga bergerak

dalam bidang pendidikan.

Dan inilah KH. Muhammad Hasyim Asy’ari yang dimaksud dalam

penelitian ini, yaitu seorang tokoh dari Jombang yang mendirikan Pesantren

Tebuireng dan Nahdlatul ‘ulama (NU).

3. Etika

Kata Etika, akhlak, budi pekerti, moral, satu makna dengan kata adab25,

walaupun kata adab jarang dipakai, harapannya adalah subtansi dan cakupan

maknanya tidak tereduksi oleh globalisasi yang melanda dunia26.

Secara bahasa etika dan etik berdampingan di kamus bahasa Indonesia,

etik berarti nilai yang mengenai benar dan salah yang dianut suatu masyarakat,

sedangkan etika adalah ilmu yang mengkaji tentang yang baik dan yang buruk

dan tentang hak dan kewajiban moral27.

Lalu bagaimana dengan istilah akhlak? Dalam kamus lengkap bahasa

Indonesia akhlak berarti kelakuan, tabiat, tingkah laku28. Kata akhlak walaupun

berasal dari bahasa Arab tidak ditemukan dalam al-Qur’an, namun dalam

25Kata adab sendiri, dahulu sering dipakai bahkan dapat ditemukan dalam salah satu

rumusan Pancasila : “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, dalam literatur agama juga banyak

ditemukan, salah satu diantaranya adalah sabda Nabi Muhammad Saw, “Addabani Rabbi fa

ahsana ta’dibi. Yang berarti Allah Swt. telah mendidik, memperluhur budi pekerti dan

memberikan sifat-sifat terpuji nabi Muhammad Saw. sehingga sungguh indah dan terpuji sikap

dan kelakuan beliau. 26M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, Hidup bersama Al-Qur’an, (Bandung, PT.

Mizan Pustaka, 2013), 201. 27Lailah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Planata), 160. 28Lailah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 16.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

19

bentuk mufrad (bentuk tunggal) terdapat dalam surat al-Qalam ayat 429, Wa

innaka la’alla khuluqin ‘adhim, yang artinya Sesungguhnya engkau

(Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung.

Etika menurut sementara pakar, adalah kumpulan asas atau nilai-nilai yang

berkaitan dengan sopan santun, pokok bahasannya adalah tingkah laku

lahiriyah manusia, yang berada dalam kontrolnya, tingkah laku tersebut dapat

berupa sikap, ucapan atau penampilan seseorang yang ditujukan kepada orang

lain30.

4. Guru

Dalam kamus bahasa Indonesia guru berarti orang yang pekerjaannya atau

profesinya mengajar31, sedangkan pendidik berasal dari kata dasar didik atau

mendidik yang berarti memberi ajaran atau tuntunan mengenai tingkah laku

kesopanan dan kecerdasan pikiran32. Dalam penelitian ini guru dan pendidik

adalah sinonim, yaitu orang yang aktifitasnya memberikan pelajaran dan

membimbing tingkah laku kesopanan, dan terkadang penulis menyebutnya

Kiai.

5. Siswa

Sebenarnya kata siswa dan murid adalah satu arti, dalam bahasa Indonesia

kata murid berarti siwa33. Sedangkat kata murid berasal dari bahasa arab yaitu

dari kata dasar aroda – yuridu, yang artinya ingin, dan kata itu dijadikan

isimfail yang kemudian memiliki arti orang yang ingin atau orang yang

29M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung, PT. Mizan Pustaka, 2007), 253. 30M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, 312. 31Lailah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 209. 32Lailah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 125 33Lailah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 426.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

20

mempunyai keinginan, Terkadang penulis menyebutnya sebagai peserta didik

dalam penelitian ini, murid, siswa dan peserta didik adalah sinonim.