bab i pendahuluan 1.1 latar...

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Translation atau terjemahan Bahasa Inggris, baik dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia atau sebaliknya akhir-akhir ini sedang sangat dibutuhkan atau sangat populer. Hal ini mungkin disebabkan meningkatnya kesadaran masyarakat bahwa Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional sangat diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Karena populernya terjemahan dewasa ini, seorang penerjemah seharusnya mampu menganalisis bahasa sumber dengan baik karena hal ini lah yang paling utama demi tersampaikannya terjemahan yang benar (Nababan, 2008: 3). Ada dua macam translation yang umum kita temui, yakni tertulis dan lisan. Dalam terjemahan lisan, ada istilah interpreter dan juga dubbing atau sulih suara. Lisa Ho melalui Abbas (2008) menyatakan bahwa dubbing adalah mengganti audio bahasa sumber (bahasa asing bersangkutan) dengan bahasa sasaran. Sulih suara atau dubbing sekarang ini banyak sekali kita temui di negara kita, seperti film, drama atau kartun anak-anak. Dari ketiga hal itu, kita amati kartun anak-anak lah yang paling banyak di sulih suara di Indonesia. Hal itu mungkin desebabkan oleh beberapa faktor, seperti misalnya pihak penyiaran ingin memberikan pesan-pesan moral yang positif kepada anak-anak Indonesia melalui hal yang sifatnya tidak menggurui dan dapat menghibur anak-anak. Dari banyaknya kartun anak-anak tersebut, kartun produksi perusahaan Amerika Serikat yang bernama Nickelodeon nampaknya yang paling banyak

Upload: lyminh

Post on 08-Jun-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Translation atau terjemahan Bahasa Inggris, baik dari Bahasa Inggris ke

Bahasa Indonesia atau sebaliknya akhir-akhir ini sedang sangat dibutuhkan atau

sangat populer. Hal ini mungkin disebabkan meningkatnya kesadaran masyarakat

bahwa Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional sangat diperlukan di era

globalisasi seperti saat ini. Karena populernya terjemahan dewasa ini, seorang

penerjemah seharusnya mampu menganalisis bahasa sumber dengan baik karena

hal ini lah yang paling utama demi tersampaikannya terjemahan yang benar

(Nababan, 2008: 3). Ada dua macam translation yang umum kita temui, yakni

tertulis dan lisan. Dalam terjemahan lisan, ada istilah interpreter dan juga dubbing

atau sulih suara.

Lisa Ho melalui Abbas (2008) menyatakan bahwa dubbing adalah

mengganti audio bahasa sumber (bahasa asing bersangkutan) dengan bahasa

sasaran. Sulih suara atau dubbing sekarang ini banyak sekali kita temui di negara

kita, seperti film, drama atau kartun anak-anak. Dari ketiga hal itu, kita amati

kartun anak-anak lah yang paling banyak di sulih suara di Indonesia. Hal itu

mungkin desebabkan oleh beberapa faktor, seperti misalnya pihak penyiaran ingin

memberikan pesan-pesan moral yang positif kepada anak-anak Indonesia melalui

hal yang sifatnya tidak menggurui dan dapat menghibur anak-anak.

Dari banyaknya kartun anak-anak tersebut, kartun produksi perusahaan

Amerika Serikat yang bernama Nickelodeon nampaknya yang paling banyak

2

mendapat pusat perhatian. Selain genre film nya yang bervariasi, karakter tokoh-

tokohnya pun sangat kuat dan mudah dihafal oleh anak-anak. Sebut saja kartun

Spongbob Squarepants, karakter sang pemeran utama, Spongebob, Patrick,

ataupun Squidward sangat kuat. Bahkan setiap judul yang ditayangkan

menghadirkan wawasan budaya untuk anak-anak. Tampilan umum kartun yang

tidak terlalu anak-anak pun turut membuat orang dewasa senang melihat tingkah

karakter-karakter dalam kartun tersebut. Singkatnya, penggemar kartun ini pun

datang dari berbagai kalangan, hampir setiap orang mengenal tokoh kartun yang

satu ini.

Namun ada masalah yang sebenarnya ringan tapi serius apabila dianggap

sepele. Apabila diamati dengan sungguh-sungguh, ada banyak sekali kesalahan

dubbing dari Bahasa Inggris ke Indonesia dari kartun Spongebob tersebut.

Masalah pertama yang muncul tentu saja essensi dari bahasa yang tidak

tersampaikan dengan benar, karena hanya diterjemahkan sekenanya. Contoh yang

penulis dapatkan diantaranya,

Mr. Krab : “Aren't you happy for me” (S.S Eps “Selling Out”

00.03.06)

Tuan Krab : (“Tidakkah kau ikut senang?”)

Tuan Krab : (?) “Kau senang denganku kan, Spongebob?”

Hal itu tentu saja telah merubah makna dari ujaran tersebut. Mulanya

ujaran itu merupakan ekspresi untuk mengajak orang lain turut berbahagia, justru

malah menanyakan apakah Spongebob senang (menyukai) nya atau tidak. Contoh

kesalahan yang lain adalah istilah yang diartikan secara literal ke dalam Bahasa

3

Indonesia, padahal secara konteks maupun budaya, sangat tidak cocok apabila

istilah tersebut diartikan secara literal.

“good noodle” (S.S Eps “New Student Starfish” 00.03.31)

(“bintang kelas” atau “murid yang berprestasi”)

(?) “mie baik”.

Masalah kedua, pesan atau ide dari kartun yang tidak tersampaikan dengan

benar sehingga akan menimbulkan kesalah pahaman pada para penggemar kartun

tersebut. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa tujuan dari kartun salah satunya

adalah untuk menyampaikan pesan, kalau sulih suara yang disajikan tidak sama

dengan inti dari pesan yang akan disampaikan, maka pesan tersebut akan menjadi

sia-sia. Kartun sebagai media audio-visual diharapkan tidak hanya bisa dinikmati

gambarnya saja, akan tetapi komunikasi yang dilakukan para tokoh juga harus

dapat dipahami. Terlebih lagi penggemar kartun ini datang dari berbagai

kalangan, terutama anak-anak yang sudah harus mulai diajarkan bahasa yang

benar.

Fungsi dari dubbing adalah menginterpretasikan ujaran dari bahasa sumber

(SL) ke dalam bahasa target (TL). Tentu saja hal itu tidak dapat dilakukan dengan

cara menerjemahkan kata per kata, karena dalam tiap-tiap ujaran mengandung

konteks, budaya, dan implikasi-implikasi tertentu. Jadi, dubbing yang ideal adalah

dubbing yang dapat menyampaikan makna yang dimaksud oleh pembicara sesuai

dengan konteks yang ada dalam pembicaraan tersebut.

Dari penjabaran kasus di atas, penulis tertarik untuk membuat penelitian

yang menggunakan teori Penerjemahan atau Translation, Konteks, dan

4

Sosiolingustik sebagai alat untuk meneliti. Alasan penulis memilih teori-teori di

atas adalah karena penelitian ini lebih terfokus pada analisis penerjemahan sebuah

ujaran atau arti dari hasil sulih suara Bahasa Inggris ke Indonesia. Objek

penelitian ini adalah kartun Spongebob Square Pants mengingat kartun ini lah

yang sedang sangat populer akhir-akhir ini, dan juga dinikmati banyak kalangan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, terdapat tiga masalah

yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana tipe kesalahan dan terjemahan yang benar pada sulih

suara dalam kartun Spongebob Squarepants?

2. Mengapa terjadi kesalahan pada sulih suara dalam kartun Spongebob

Squarepants?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk membatasi penelitian dan agar lebih terarah serta berjalan

dengan baik, maka perlu kiranya dibuat batasan masalah. Adapun ruang

lingkup permasalahan yang akan dibahas yaitu, penulis hanya

menganalisis kesalahan dubbing yang terdapat pada kartun Spongebob

Squarepants yang ditayangkan oleh Global TV.

5

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah dengan

mencapai tujuan yang dinyatakan di bawah ini:

1. Mendeskripsikan tipe kesalahan yang terdapat pada sulih suara

dalam kartun Spongebob Squarepants serta perbaikan

terjemahannya.

2. Menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan yang

terdapat pada sulih suara dalam kartun Spongebob Squarepants.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat, baik secara

teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis, pengetahuan mengenai

penerjemahan dalam Bahasa Inggris akan memberikan keuntungan sebagai

berikut:

1. Penelitian ini dapat memberikan gambaran yang berkaitan dengan

aspek-aspek kebahasaan, terutama penerjemahan dan konteks demi

menghasilkan terjemahan yang baik.

2. Penelitian ini kiranya dapat memberikan sumbangan bagi

perkembangan ilmu bahasa, khususnya dalam pragmatik dan

sosiolinguistik yang cakupan bahasannya meliputi percakapan,

penerjemahan, dan kaitannya dengan konteks dan komunikasi sosial.

6

Sementara itu, penelitian ini juga memberikan manfaat praktis

sebagai berikut:

1. Penelitian ini dapat digunakan untuk melengkapi penelitian yang

terdahulu dan menambah wawasan serta informasi bagi peneliti lain

yang tertarik untuk mengkaji ilmu bahasa, khususnya yang

berhubungan dengan terjemahan.

2. Penelitian ini juga bermanfaat untuk melengkapi pengetahuan

mengenai pola-pola terjemahan atau sulih suara yang menggunakan

Bahasa Inggris dalam kartun atau film dan pengetahuan mengenai

aspek-aspek yang digunakan dalam menerjemahkannya

1.6 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai analisis sulih suara (dubbing) atau terjemahan

ini baru beberapa kali dilakukan. Diantaranya adalah Kusumastuti dengan

penelitiannya yang berjudul “Analisis Subtitling dan Dubbing Film Kartun

Dora the Explorer Seri Wish Upon A Star: Kajian Teknik Penerjemahan dan

Kualitas Terjemahan”, Abbas dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh

Penggunaan “Dubbing” Bahasa Suroboyoan Dalam Film Suroboyoan Di Jtv

Terhadap Minat Menonton Masyarakat Surabaya”, Hastuti, et. al dalam

penelitiannya yang berjudul “Analisis Terjemahan Film Inggris - Indonesia:

Studi Kasus Terjemahan Film “Romeo And Juliet” (Kajian Tentang Strategi

Penerjemahan)”, serta Farahsani dalam skripsi nya yang berjudul

7

“Investigating the Translation of Expressive Utterances in Some American

Popular Films.

Dalam Penelitiannya, Kusumastuti menekankan pada teknik yang

digunakan dalam sulih suara kartun Dora the Explorer, alas an memilih teknik

tersebut, serta menganalisis kualitas terjemahan atau sulih suara dalam kartun

tersebut. Penelitian ini memberi rekomendasi agar latar belakang target

audience dan tujuan film yang diterjemahkan menjadi dua hal yang penting

untuk diperhatikan ketika proses menerjemahkan film berlangsung. Dengan

demikian, proses penerjemahan film tidak hanya menjadi kegiatan mereduksi

teks sumber ke dalam dua baris teks subtitle atau mengalih-suarakan ke dalam

bahasa sasaran, melainkan juga sebagai sarana bagi pemirsa untuk benar-benar

menonton film dalam arti yang sesungguhnya: memahami terjemahan tanpa

mengurangi keasyikan menonton film.

Sementara itu, Abbas dalam penelitiannya membahas mengenai

pengaruh penggunaan (dubbing) Bahasa Suroboyoan dalam Film Suroboyoan

di JTV terhadap minat menonton masyarakat Surabaya, serta mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya minat menonton Film

Suroboyoan. Abbas berpendapat bahwa ada banyak kontroversi dari para

pemirsa mengenai sulih suara dalam film yang didubbing dengan bahasa

Suroboyoan. Beberapa da yang menganggap pembodohan karena masyarakat

tidak diijinkan mengetahui bahasa asing, serta ada yang menganggap bahwa

bahasa yang di-dubbing terkesan aneh dan tidak sesuai.

8

Hastuti, et al, dalam penelitiannya, mengkaji tentang kesepadanan

makna terjemahan film “Romeo and Juliet” ditinjau dari konteks situasi dan

konteks budaya yang meliputi teks tersebut, dan strategi penerjemahan apa

sajakah yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan film

“Romeo and Juliet”. Sementara tujuan penelitian ini adalah untuk

mengidentifikasi makna kalimat-kkalimat yang ada dalam subtitling film

“Romeo and Juliet” serta menganalisis tingkat kesepadanannya berdasarkan

konteks situasi dan konteks budaya yang melingkupi teks tersebut. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa makna sebuah teks ditentukan oleh konteks

yang melingkupi teks tersebut, baik konteks situasi maupun konteks budaya.

Ada tiga komponen yang menyelubungi konteks situasi yakni, field (isi),

mode/channel (teks lisan/tulis) dan tenor/relation (hubungan antara

pembicara-pendengar/pemirsa). Sementara makna sebagai budaya

menganggap bahwa budaya dan bahasa berbeda satu sama lainnya maka

makna linguistik suatu bahasa ditentukan oleh konteks budaya di mana

peristiwa bicara itu terjadi. Dengan demikian, pemahaman lintas budaya

harus dimiliki oleh penerjemah agar ia mampu menyampaikan pesan dari

bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.

Berkaitan dengan kesalahan menerjemahkan, Farahsani

menghubungkan teori pragmatik dengan tuturan ekspresif. Penelitian ini

mengkaji tentang kesalahan penerjemahan dari Bahasa Inggris ke Bahasa

Indonesia di dalam film-film populer Amerika. Tujuan dari penelitian ini

adalah mendapatkan hasil terjemahan dialog yang lebih baik berdasarkan

9

konteks. Data penelitian ini diklasifikasikan menjadi empat macam: tindak

tutur literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung, dan tindak tutur

tidk lansung. Ia berpendapat bahwa aspek kebudayaan juga perlu diperhatikan

karena adanya perbedaan kebudayaan antara bahasa sumber dan bahasa

sasaran.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dapat disimpulkan bahwa

penelitian mengenai analisis kesalahan dalam sulih suara atau dubbing dari

Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dalam film serial belum banyak

dilakukan. Penelitian-penelitian di atas telah membahas mengenai analisis

terjemahan dari segi subtitle, sedangkan dari segi dubbing masih sangat

terbatas.

Selain itu, dari tinjauan pustaka di atas pula, penelitian mengenai

dubbing hanya dalam satu seri atau satu genre saja. Dalam penelitian

Kusumastuti misalnya, hanya terfokus dalam satu seri dalam kartun Dora the

Explorer, sedangkan dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis

kesalahan dalam beberapa seri Spongebob Squarepants. Selain itu, analisis

kesalahan penerjemahan, yang dalam penelitian ini fokus pada sulih suara dan

suara (dubbing) untuk serial anak-anak masih sangat jarang dilakukan, dengan

pertimbangan anak-anak yang tidak akan terlalu memperhatikan kesalahan

tersebut. Padahal, seperti yang telah dikatakan Kusumastuti (2010) terjemahan

yang baik dan benar akan memudahkan anak-anak dalam menangkap pesa

dari film yang ditontonnya.

10

1.7 LandasanTeori

1.7.1 Teori Penerjemahan

Secara harfiah, translation, yang dalam Bahasa Indonesia berarti

terjemahan adalah mengalihbahasakan suatu objek tertentu dari bahasa

aslinya ke dalam bahasa tertentu. Bassnett (2002: 12) mengatakan bahwa

bidang ini juga digunakan sebagai media dalam mempelajari bahasa asing.

Menurut Bassnett, ada beberapa hal yang harus dicapai saat melakukan

terjemahan, yaitu:

1. Mengubah sumber/objek dari bahasa awal (Source Language)

ke dalam target bahasa yang diinginkan (Target Language) dan

memastikan bahwa makna nya akan sama.

2. Struktur bahasa dari Source Language akan dijaga akan tetapi

juga tetap memperhatikan struktur bahasa Target Language

agar struktur bahasa dari Target Language tidak terganggu oleh

Source Language.

Newmark dalam bukunya juga berpendapat bahwa ada beberapa kriteria

yang perlu diperhatikan sebelum menerjemahkan teks, yaitu:

1. Maksud dari teks: Seorang penerjemah harus paham maksud

dari teks bahasa sumber yang diterjemahkannya.

2. Niat seorang penerjemah: Apakah seorang penerjemah ingin

menyampaikan emosi atau ajakan yang sama seperti pada

bahasa sumber, ataukah ia ingin menyampaikan kandungan

11

budaya yang ada pada bahasa sumber, ataukah ingin

menyampaikan sesuatu pada pembaca secara eksplisit?

3. Pembaca dan latar teks tersebut: Hal ini akan membantu

penerjemah untuk menentukan tingkat keformalan, emosi, dan

tingkat tutur yang harus digunakan dalam menerjemahkan.

4. Kualitas terjemahan dan otoritas teks: Apabila teks yang akan

diterjemahkan termasuk well-written atau penulisnya sangat

diakui di bidang itu, maka seorang penerjemah harus mengikuti

apa yang penulis itu ingin sampaikan.

Selain criteria dalam menerjemahkan, ada dua metode dalam

menerjemahkan menurut Newmark:

1. Penerjemahan Komunukatif: Dimana penerjemah berusaha

untuk menghasilkan pengaruh yang sama pada pembaca di

bahasa target (TL) dan pembaca pada bahasa sumber (SL).

2. Penerjemahan Semantik: Dimana penerjemah berusaha untuk

menghasilkan konteks terjemahan pada TL dengan

memperhatikan struktur sintaksis dan semantiknya.

Ada dua macam terjemahan yang disebutkan oleh Larson (1984 melalui

Nadar 2007: 11), yaitu:

1. Terjemahan berdasarkan bentuknya: Terjemahan ini adalah

terjemahan literal, atau terjemahan kata per kata dari SL ke TL.

Hal ini biasanya dilakukan dalam penelitian linguistik untuk

mengetahui kesetaraan kata dalam sebuah teks.

12

2. Terjemahan berdasarkan maknanya: Contoh dari terjemahan ini

adalah terjemahan idiomatic. Yang penting dari terjemahan ini

adalah bagaimana makna yang ingin disampaikan dalam SL

dapat tersampaikan dengan baik pada TL. Tidak hanya

menerjemahkan kata-per kata saja.

Pada dasarnya, menerjemahkan kata-per kata tidak akan bisa

menghasilkan makna yang baik, karena pesan dan maksud dari SL ke TL

tidak akan tersampaikan dengan baik. Ini lah yang terjadi pada

penerjemahan kartun Spongebob Squarepants yang akan penulis teliti.

Oleh karena itu, penerjemah sekarang lebih sering menggunakan

terjemahan idiomatik.

Dubbing merupakan bagian dari translation Lisa Ho melalui Abbas

(Tanpa Tahun) menyatakan bahwa dubbing adalah mengganti audio

bahasa sumber (bahasa asing bersangkutan) dengan bahasa sasaran..

Dubbing biasanya bersifat audio-visual seperti nyanyian atau film.

1.7.2 Pergeseran Makna dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris

` Menurut Simatupang (1999), dalam proses menerjemahkan bahasa

sumber ke bahasa sasaran paling sedikit ada dua hal yang terjadi, yaitu

pergeseran di bidang struktur dan pergeseran di bidang semantik atau

makna.

13

1.7.2.1. Pergeseran Bentuk atau Struktur

Simatupang melalui Felistyana (2008: 21)

menyatakan bahwa pergeseran bentuk yang dapat terjadi

antara lain sebagai berikut :

1. Pergeseran pada Tataran Morfem

Pergeseran yang terjadi dari tataran morfem ke

tataran kata terlihat dalam contoh berikut.

Impossible (Bahasa Inggris)

Tidak mungkin (Bahasa Indonesia)

Morfem im- pada impossible dalam Bahasa

Inggris mengalami pergeseran menjadi tataran kata

yaitu tidak pada tidak mungkin dalam Bahasa

Indonesia. Im merupakan morfem (morfem terikat),

yang kemudian bergeser menjadi kata (morfem bebas),

yaitu tidak.

2. Pergeseran pada Tataran Sintaksis

Jenis pergeseran ini dapat berupa pergeseran

dari kata ke frase, pergeseran frase ke klausa,

pergeseran dari tataran klausa ke kalimat dan

pergeseran dari tataran kalimat ke wacana. Selain itu,

pergeseran bahkan dapat terjadi dari tataran kata ke

tataran kalimat. Contoh berikut memperlihatkan

14

pergeseran-pergeseran pada tataran sintaksis.

a. Pergeseran dari kata ke frase.

Girl (Bahasa Inggris)

Anak perempuan (Bahasa Indonesia)

Girl yang merupakan kata mengalami

pergeseran menjadi tataran frase dalam Bahasa

Indonesia, yaitu anak perempuan.

b. Pergeseran dari frase ke klausa.

After reading the letter, (...)

Setelah dia membaca surat itu, (...)

Frase dalam Bahasa Inggris, after

reading the letter, mengalami pergeseran

menjadi klausa dalam Bahasa Indonesia, yaitu

setelah dia membaca surat itu.

c. Pergeseran dari klausa ke kalimat.

Her unusual voice Suaranya yang luar biasa

and singing style dan gayanya bernyanyi

thrilled her fans, memikat para penggemarnya

who reacted by screaming, Mereka memberikan

reaksi

crying and clapping. dengan berteriak-teriak

15

dan bertepuk tangan.

Klausa dalam Bahasa Inggris, who reacted

by screaming, crying and clapping, mengalami

pergeseran tataran menjadi kalimat dalam Bahasa

Indonesia, yaitu mereka memberikan reaksi dengan

berteriak-teriak dan bertepuk tangan.

3. Pergeseran Kategori Kata

Selain pergeseran pada tataran struktur,

pergeseran pada kategori kata pun dapat terjadi pada

proses penerjemahan. Contohnya, pergeseran dari

nomina ke adjektiva berikut ini.

He is in good health (Bahasa Inggris)

Dia dalam keadaan sehat (Bahasa Indonesia)

Kata health dalam Bahasa Inggris termasuk ke

dalam kategori nomina, sedangkan kata sehat dalam

Bahasa Indonesia merupakan adjektiva. Jadi,

penerjemahan kata health menjadi sehat mengalami

pergeseran kategori kata, yaitu nomina ke adjektiva.

1.7.2.2 Pergeseran Makna/ Semantis

Menurut Simatupang melalui Felistyana (2008: 24),

pergeseran di bidang semantik terjadi karena perbedaan

16

sudut pandang dan budaya penutur bahasa-bahasa yang

berbeda. Pergeseran di bidang makna ini pun

mengakibatkan bahwa tidaklah selalu mungkin

memindahkan makna yang terdapat di dalam teks atau

bahasa sumber ke dalam teks atau bahasa sasaran secara

tepat atau utuh. Berikut adalah jenis-jenis pergeseran di

bidang semantik menurut Simatupang.

1. Pergeseran dari Makna Generik ke Makna Spesifik

dan Sebaliknya

Pergeseran terjadi karena padanan yang sangat

tepat sebuah kata di dalam bahasa sumber tidak

terdapat di dalam bahasa sasaran. Misalnya, kata

bahasa sumber mempunyai makna generik dan padanan

kata tersebut dalam bahasa sasaran tidak mengacu

kepada makna yang generik tetapi kepada makna yang

lebih spesifik, atau sebaliknya. Contohnya,

penerjemahan kata leg atau foot dalam Bahasa Inggris

menjadi kaki dalam Bahasa Indonesia. Pergeseran yang

terjadi adalah pergeseran dari makna spesifik menjadi

makna yang generik. Dalam Bahasa Indonesia, konsep

leg dan foot diungkapkan dengan satu kata yang

bermakna lebih generik, yaitu kaki.

17

Pergeseran makna yang lebih generik ke makna

yang lebih spesifik atau sebaliknya yang mungkin

terjadi dalam proses penerjemahan tidak terbatas pada

kelas kata nomina saja, akan tetapi meliputi kelas kata

verba, adjektiva dan yang lainnya.

2. Pergeseran Makna karena Perbedaan Sudut

Pandang Budaya

Pergeseran (atau perbedaan) makna juga terjadi

karena perbedaan sudut pandang dan budaya penutur

bahasa-bahasa yang berbeda. Contohnya, ”The space-

ship travelled deep into space” mendapat padanan yang

mengalami pergeseran makna karena perbedaan sudut

pandang budaya, yaitu ”Kapal ruang angkasa itu

terbang jauh ke ruang angkasa”. Orang Inggris

menghubungkan ruang angkasa dengan kedalaman,

sedangkan orang Indonesia dengan ketinggian atau

kejauhan. Oleh karena itu, terjadi pergeseran dari

makna kata deep dengan jauh.

1.7.3 Konteks

Pragmatik mengkaji mengenai konteks yang ada dalam ujaran-

ujaran, dimana makna dari sebuah ujaran tergantung pada suatu konteks

18

tertentu. Mey (1993: 98) menyebutkan bahwa pentingnya sebuah

konteks adalah untuk menghindari ambiguitas dalam bahasa, baik secara

tertulis maupun secara oral. Konteks bersifat dinamis, bukan statis:

Konteks harus dipahami sebagai sesuatu yang terdapat di sekitar penutur,

dalam arti luas, yang memungkinkan para penutur dalam proses

komunikasi untuk berinteraksi, dan membuat ekspresi linguistik tersebut

dapat dimengerti dalam interaksi mereka.

Mey (1993: 98) juga menyatakan bahwa konteks sangat berbeda

dari bahasa ke bahasa. Hal ini sering terlihat dalam kasus-kasus di mana

ketika terdapat instruksi yang sama muncul berdampingan dalam dua

atau lebih bahasa, terdapat perbedaan yang signifikan, baik dalam

pemilihan kata-kata maupun panjang pesan. Konteks bukan hanya

merupakan referensi atau pemahaman mengenai sesuatu, namun konteks

juga dapat memberikan tuturam kita makna yang lebih dalam. Selain itu,

konteks juga juga sangat penting dalam menentukan nilai yang tepat

untuk fenomena seperti praduga, implikatur, dan seluruh rangkaian

konteks berorientasi fitur.

Cutting (2008) menyatakan bahwa ada tiga jenis konteks, yaitu

situational context (konteks situasional), background knowledge context

(konteks berdasarkan pengetahuan penutur), dan co-textual context

(konteks di dalam wacana).

19

1. The Situational Context

Situational context adalah konteks yang hadir secara fisik, yaitu di

dalam situasi di mana interaksi berlangsung. Dalam konteks ini, para

penutur hanya membicarakan mengenai sesuatu yang dapat mereka

lihat atau mengerti ketika percakapan dilaksanakan.

2. The Background Knowledge Context

Background knowledge context dapat berupa konteks kultural

(pengetahuan umum yang sudah ada dalam pikiran kebanyakan

orang, biasanya mengenai kehidupan) maupun interpersonal (spesifik

dan mungkin pengetahuan pribadi tentang sejarah penutur itu

sendiri).

a) Konteks kultural

Dalam konteks ini, penutur dan lawan tutur menetapkan

bahwa mereka adalah bagian dari kelompok yang sama, sehingga

mereka beranggapan bahwa hal yang mereka maksud sudah

diketahui oleh anggota kelompok (Sperber dan Wilson: 1995).

Misalnya adalah dalam kartun Spongebob Squarepants yang

sedang penulis bahas di dalam penelitian ini. Seperti contoh pada

episode “New Student Starfish” yang telah dijelaskan di latar

belakang, dalam sebuah scene Spongebob dan Patrick sedang

berada di dalam ruang kelas. Ketika mereka bercakap-cakap

mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sekolah, tanpa harus

20

memberikan penjelasan mengenai sebuah istilah, mereka sudah

memahami satu sama lain karena mereka berada dalam satu

kelompok yang sama. Contohnya dalam kasus “good noodle”

yang telah penulis jabarkan sebelumnya. Spongebob tidak perlu

menjelaskan makna dari “good noodle” karena keduanya sudah

paham mengenai makna kata tersebut secara konteks nya.

b) Konteks interpersonal

Pengetahuan interpersonal adalah pengetahuan yang

diperoleh melalui interaksi verbal atau kegiatan bersama, dan

pengalaman yang sebelumnya terjadi, termasuk pengetahuan

pribadi mengenai lawan tutur. Inilah sebabnya mengapa referensi

dalam konteks interpersonal bisa begitu jelas, implisit dan

minim. Contohnya, dalam sebuah situasi pada kartun Spongebob

Squarepants, Squidward sedang menonton acar TV dan seolah-

olah sedang berbincang dengan pembawa acara program tersebut.

Pembawa acara tersebut adalah satu spesies yang sama dengan

Squidward (seekor cumi-cumi), jadi mereka seolah mengetahui

apa yang terjadi pada Squidward. Sehingga pembawa acara

tersebut mengatakan

”Happiness is just a suction cup away” (S.S Eps

“Squidville” 00.02.41)

(“Kebahagiaan sudah di depan mata”) diibaratkan hanya

satu tegukan dari cangkir.

21

(?) “Kebahagiaan hanyalah sebuah penyedot”.

Penerjemah kartun itu seolah tidak mengerti pengetahuan

pribadi mengenai Squidward yang telah lama sekali menderita

tinggal bersebelahan dengan Spongebob. Sehingga penerjemah

hanya menerjemahkanTerjemahan ini sangat merubah esensi dari

maksud yang ingin diutarakan. Bahkan terjemahan dari penerjemah

kartun tersebut hamper tidak mempunyai arti.

3. The Co-Textual Context

Konteks co-tekstual adalah konteks dari teks itu sendiri.

Para penutur beranggapan bahwa setiap orang dalam percakapan

tersebut memiliki pengetahuan yang cukup mengenai apa yang

mereka bicarakan.

1.7.4 Sosiolinguistik Interaksional

Penelitian mengenai analisis kesalahan terjemahan ini juga

melibatkan Sosiolinguistik. Hal ini dikarenakan data terjemahan yang

dipakai dalam penelitian ini adalah, dimana percakapan adalah

penggunaan bahasa yang dilakukan pada kehidupan sosial manusia

sehari-hari. Jadi, kegiatan percakapan berhubungan erat dengan tata

bahasa, struktur sosial, dan pola budaya (Cutting, 2008: 32).

Sosiolinguistik interaksional berfokus pada fakta bahwa kelompok

sosial memiliki cara sendiri untuk mengungkapkan makna dengan

bahasa mereka. Gumperz (1982) mengatakan bahwa bahasa

22

berhubungan dengan konteks melalui 'isyarat kontekstualisasi'. Ini

adalah fitur linguistik yang menunjukkan bahwa aspek konteks relevan

dengan apa yang dimaksud penutur dan hanya memahami makna

sepenuhnya ketika pendengar akrab dengan seluruh konteks, karena ia

adalah anggota dari kelompok sosial. Jadi, bahasa dan interaksi sosial

adalah dua hal yang berhubungan erat terutama dalam kehidupan sosial

manusia. Contohnya untuk kata umpatan yang digunakan dalam serial

kartun ini, disesuaikan dengan latar/setting nya, seperti yang tampak

pada contoh berikut:

Mrs. Puff: [thinking] Oh, Neptune. Another year with him! Barnacles!

Dirty barnacles! I've got to do something to save

myself. (S.S “No Free Rides 00:01:44)

Kata barnacles pada dialog Ny. Puff itu merupakan sebuah

ungkapan kekesalan karena harus bertemu dengan Spongebob lagi tahun

depan. Barnacles merupakan sejenin hewan di laut yang mempunyai

fisik yang buruk dan kotor. Sehingga, padanan kata yang sesuai dengan

kata tersebut seharusnya juga merupakan sebuah umpatan dalam Bahasa

Indonesia. Oleh karena itu, terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia dari

kalimat itu seharusnya menjadi:

Ny. Puff: Oh Neptunus. Satu tahun lagi bersamanya! Sial! Sungguh sial!

Aku harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan diriku.

Akan tetapi, penerjemah seolah tidak mengerti konteks sosial yang

23

ada pada kartun ini dan diterjemahkan secara harfiah menjadi:

Ny. Puff: (?) Oh Neptunus. Satu tahun lagi bersamanya! Rajungan!

Rajungan Kotor! Aku harus melakukan sesuatu untuk

menyelamatkan diriku.

1.7.5 Spongebob Squarepants

Gambaran umum mengenai Spongebob Squarepants bisa banyak

ditemukan di beberapa situs internet. Salah satu situs internet yang dapat

memberikan gambaran jelas mengenai kartun ini adalah situs

www.wikipedia.com. Berdasarkan dari wikipedia, SpongeBob

SquarePants adalah sebuah serial animasi yang paling populer

di Nickelodeon. Pada awalnya serial kartun ini ditayangkan pada

tahun 1999 di Amerika Serikat dan dicipta oleh Stephen Hillenburg, seorang

animator dan ahli biologi laut, dan diterbitkan oleh perusahaannya, United

Plankton Pictures Inc. Seri kartun ini ditayangkan di Malaysia menerusi

saluran Nickelodeon dan TV3, dan juga melalui saluran TV9 yang telah

diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.

Di Indonesia serial ini dipopulerkan oleh Lativi (sekarang tvOne),

kemudian hak tayang acara-acara yang diproduksi oleh Nickelodeon dibeli

oleh Global TV. Kartun ini diciptakan oleh seorang ahli biologi laut dan

animator Stephen Hillenburg dan lalu dirilis melalui perusahaannya United

Plankton Pictures Inc. Serial ini settingnya berada di Samudra Pasifik di

kota Bikini Bottom.

24

Kartun ini sebenarnya tidak hanya ditujukan untuk anak-anak saja.

Beberapa episode memang ditujukan untuk anak-anak, seperti episode dengan

judul New Student Starfish dan episode Picture Day yang menggambarkan

kehidupan siswa siswi yang menuntut ilmu di sekolah, atau episode The

Donut of Shame yang menggambarkan persahabatan antara Spongebob dan

sahabat karibnya, Patrick. Di sisi lain, beberapa episode memang

menunjukkan bahwa kartun ini tidak hanya ditujukan untuk anak-anak saja.

Contohnya pada episode Help Wanted, jalan ceritanya menunjukkan

Spongebob yang sedang mencari pekerjaan baru. Mencari pekerjaan sudah

tentu identik dengan orang dewasa. Episode Enemy in Law yang juga

menggambarkan hubungan percintaan. Jadi bisa disimpulkan bahwa kartun

ini tidak hanya ditujukan untuk anak-anak, namun untuk semua golongan.

1.7.5.1 Tokoh dan Karakter dalam Kartun Serial Spongebob

Squarepants

Pembahasan mengenai film atau serial tidak akan lengkap

tanpa membahas tokoh-tokoh dan karakter di dalamnya. Berikut

adalah nama-nama tokoh utama dan karakter atau watak mereka

dalam kartun serial Spongebob Squarepants

1. SpongeBob SquarePants: tokoh utama dalam kartun ini yang

berbentuk spon berwarna kuning. Spongebob tinggal di dalam

rumah berbentuk nanas di dalam laut. Dia juga memelihara

seekor siput yang bernama Gary. Merupakan koki di Krusty

25

Krab yang terkenal dengan makanannya Krabby Patty.

2. Squidward Tentacles: seekor gurita yang tinggal di dalam

kepala Pulau Easter. Sangat benci pada Spongebob dan

Patrick yang suka mengganggunya. Dia mempunyai seorang

saingan yang juga seekor gurita bernama Squilliam Fancyson.

Ia merupakan kasir di Krusty Krab yang pemalas, sangat

menyukai dansa, dan sempat pindah rumah karena rumahnya

dihancurkan Spongebob dan Patrick di salah satu episode.

3. Patrick Star : Teman akrab Spongebob yang

berbentuk Bintang laut. Patrick tinggal di bawah batu. Patrick

merupakan penduduk paling bodoh di Bikini Bottom.

4. Eugene H. Krabs (Tuan Krabs): pemilik restoran Krusty

Krab yang hanya memikirkan soal uang (dia dikatakan sangat

serakah dan pelit). Spongebob dan Squidward bekerja

kepadanya.

5. Sandy Cheeks (Sandy si Tupai): seekor tupai yang tinggal di

dalam laut. Sandy menyukai karate, dikatakan suka meminum

saus yang amat pedas dan juga aksi-aksi stunt. Nama asli

Sandy adalah Sandra "Sandy" Cheeks. Dia tinggal di sebuah

kubah anti-air yang mempunyai sebatang pohon besar.

6. Gary: Seekor siput peliharaan Spongebob. Berbunyi seperti

kucing dan merupakan siput yang bijak. Gary tidak suka

kepada Squidward.

26

7. Sheldon J. Plankton: pemilik restoran Chum Bucket. Amat

terobsesi dengan Krabby Patty sehingga sanggup mencuri

resepnya (tapi tak pernah menang).

1.8 Hipotesis

Kesalahan-kesalahan yang ada pada dubbing ini akan dijabarkan

dalam bentuk tabel. Tabel ini akan mengklasifikasikan kesalahan dubbing

berdasarkan jenis-jenis kesalahannya. Sehingga akan terlihat di bagian

mana dan seberapa besar tingkat kesalahannya.

Berdasarkan teori dari Larson mengenai macam-macam

terjemahan, hipotesis sementara penelitian ini adalah kesalahan-kesalahan

yang terjadi pada dubbing serial Spongebob Squarepants disebabkan oleh

tidak pahamnya penerjemah pada pemilihan padanan kata dari SL ke TL,

serta tidak pahamnya penerjemah pada makna yang ingin disampaikan

dalam SL. Sementara itu berdasarkan teori Cutting mengenai konteks dan

pengertian percakapan sebagai penggunaan bahasa yang dilakukan pada

kehidupan sosial manusia sehari-hari yang berhubungan erat dengan tata

bahasa, struktur sosial, dan pola budaya, kesalahan penerjemahan dari segi

konteks disebabkan tidak paham nya penerjemah pada konsep konteks

dimana percakapan itu berlangsung. Hal ini mengakibatkan penerjemah

masih menggunakan struktur yang ada di bahasa target pada bahasa

sumber sehingga terjadi kekacauan makna yang terjadi, karena makna

yang diterjemahkan tidak sesuai konteks dan tujuan dari sebuah ujaran.

27

Terjemahan yang benar nantinya adalah terjemahan yang dilakukan

dengan melihat bentuk dan maknanya, sesuai teori dari Larson mengenai

penerjemahan berdasarkan bentuk dan makna nya. Selain itu, konteks dan

faktor-faktor yang mendukung pembicara saat ujaran atau percakapan

tersebut dilakukan juga akan menjadi faktor penting dalam

menerjemahkan sesuai teori dari Cutting mengenai konteks. Hal ini tentu

saja harus dilakukan agar tidak terjadi kesalahan pada terjemahan dari

bahasa sumber ke bahasa target. Dengan melakukan revisi terjemahan,

diharapkan tidak terjadi lagi adanya kebingungan-kebingungan.

1.9 Metode Penelitian

Sebuah studi dilakukan untuk mendapatkan hasil yang akan dicapai

dengan menggunakan metode ilmiah yang obyektif daripada subyektif.

Penggunaan metode ilmiah yang objektif berlaku juga untuk penelitian di

bidang pragmatik. Ketepatan penggunaan metode menentukan

keberhasilan sebuah penelitian. Sudaryanto (1993: 1) berpendapat bahwa

metode adalah cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan

penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri adalah serangkaian kegiatan

ilmiah yang meliputi periode pencarian, penemuan dan pemecahan

masalah. Periode pemecahan masalah melibatkan beberapa tahapan, yaitu

penyediaan data, analisis data, dan presentasi hasil analisis data. Data

fenomena bahasa khusus langsung terkait dengan masalah tersebut

(Sudaryanto. 1993: 5-8).

28

1.9.1 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah rekaman dan

transkrip kartun Spongebob Squarepants. Percakapan dalam kartun ini

menggunakan Bahasa Inggris dan berlatar di Samudra Pasifik, dan sebuah

kota di dasar laut bernama Bikini Bottom. Semua karakter dalam kartun situasi

ini berdialek American English. kartun ini ditayangkan pada

tahun 1999 di Amerika Serikat dan dicipta oleh Stephen Hillenburg, seorang

animator dan ahli biologi laut, dan diterbitkan oleh perusahaannya, United

Plankton Pictures Inc. . Sampai saat ini Spongebob Squarepants sudah

mencapai musim 9 dengan jumlah episodenya 189..Penulis mendapatkan dari

situs video non-komersial YouTube dan dari toko yang menjual VCD kartun

ini. Selain itu, transkrip dari kartun ini penulis ambil dari situs google. Film

tersebut kemudian dilihat untuk mengklarifikasi kecocokan antara isi transkrip

dengan rekaman percakapan yang dilakukan dan untuk menandai bagian-

bagian dari informasi dalam rekaman percakapan yang memiliki kesalahan

sulih suara.

1.9.2 Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah rekaman percakapan antara

karakter-karakter dalam kartun Spongebob Squarepants yang telah disulih

suarakan ke dalam Bahasa Indonesia dan ditayangkan di Global TV, serta

kartun Spongebob Squarepants dengan bahasa asli, yaitu Bahasa Inggris.

Kemudian data dari dua bahasa tersebut akan dibandingkan untuk

29

membuktikan adanya kesalahan terjemahan dalam dubbing kartun

tersebut. Hak siar kartun ini adalah milik perusahaan bernama Nickelodeon

yang berlokasi di Amerika Serikat.

Kartun ini menceritakan tentang kehidupan binatang-binatang di

laut dengan karakter mereka yang disesuaikan dengan karakter manusia

yang tentinya unik dan berbeda-beda.. Percakapan yang ada dalam kartun

ini pun juga disesuaikan dengan kebudayaan masyarakat di Amerika

Serikat.

1.9.3 Metode Analisis Data dan Penyajian Hasil Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode simak yang

digunakan untuk menyimak penggunaan bahasa dalam metode observasi. Data

penelitian adalah rekaman video kartun Spongebob Squarepants yang

diklarifikasikan dengan transkripsi rekaman percakapan tersebut. Setelah itu

itu, konteks dalam setiap situasi juga harus diperhatikan untuk menentukan

tepat atau tidaknya terjemahan itu dan menentukan dalam tipe apa kesalahan

terjemahan itu. Untuk mendukung benar atau tidaknya makna atau terjemahan

yang ada, penulis juga menggunakan kamus yang berlisensi seperti Oxford

Dictionary atau Cambridge Dictionary

Analisis kemudian dilakukan dengan menggunakan teknik dasar

dari metode simak yaitu teknik sadap untuk menyadap setiap dialog yang

terjadi dalam kartun tersebut. Adapun teknik lanjutan yang digunakan adalah

teknik catat. Penulis menggunakan teknik lanjutan ini karena penulis harus

30

mengklarifikasi rekaman video tersebut dengan transkrip percakapannya.

Selanjutnya, penulis menggunakan metode padan translasional. Metode padan

translasional digunakan untuk mengidentifikasi satuan kebahasaan dalam

bahasa tertentu berdasarkan satuan kebahasaan dalam bahasa lain (Baryadi:

2015). Penulis menggunakan metode ini untuk menetukan apakah terjemahan

yang digunakan dalam dubbing kartun tersebut benar atau salah. Selanjutnya,

penyajian hasil analisis data disajikan dengan kaidah deskriptif yaitu

pemaparan data melalui kata-kata, bukan dengan lambang atau simbol

tertentu.

1.10 Sistematika Penyajian

Bab I adalah pendahuluan, yang meliputi: latar belakang pemilihan

subjek penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis, metode penelitian dan sistematika

penyajian.

Bab II akan mendeskripsikan tipe kesalahan yang ada terdapat pada

sulih suara dalam kartun Spongebob Squarepants serta perbaikan

terjemahannya

Bab III akan menjelaskan pengaruh kesalahan yang terdapat pada

sulih suara dalam kartun Spongebob Squarepants

Bab IV akan merangkum keseluruhan kesimpulan tentang macam-

macam kesalahan, pengaruh penyebab kesalahan, dan bagaimana cara untuk

membuat terjemahan yang lebih baik, serta memberikan saran untuk penelitian

lebih lanjut.