bab i pendahuluan 1.1 latar...

33
Hal | 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor yang semakin penting karena memberi manfaat ekonomi bagi penduduk. Dampak yang ditimbulkan pariwisata terhadap perekonomian bukan hanya berasal dari pengeluaran wisatawan tetapi juga dari penciptaan lapangan pekerjaan serta pengembangan sarana dan prasarana. Pariwisata secara global menyumbang 9% gross domestic product (GDP) atau USD 6 triliun, menciptakan 120 juta pekerjaan langsung dan 125 juta pekerjaan tak langsung di bidang pariwisata (WEF, 2013). Di suatu negara, pariwisata berdampak terhadap peningkatan produksi barang kebutuhan wisatawan; tumbuhnya usaha jasa layanan pariwisata dan jasa akomodasi; peluang pekerjaan bagi masyarakat lokal; peningkatan pendapatan masyarakat lokal; meningkatnya aksesibilitas jalan dan jasa transportasi; dan bertambahnya layanan utilitas air bersih, listrik, dan telekomunikasi. Manfaat pariwisata cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan permintaan pariwisata dunia. Dari tahun 1995 sampai tahun 2014, jumlah kedatangan wisatawan dunia mempunyai tren meningkat (UNWTO, 2015). DKI Jakarta telah ditetapkan sebagai salah satu dari 50 destinasi wisata nasional oleh pemerintah Indonesia (Kemensetneg, 2011). Kemudian, konsep perencanaan pariwisata di area tersebut ditetapkan di dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025 yang disusun melalui pendekatan komprehensif berkaitan dengan seluruh aspek, termasuk elemen sosial-ekonomi, lingkungan, dan kelembagaan (Pemprov DKI Jakarta, 2012). Pola pemanfaatan ruang untuk jalur wisata terdiri dari tiga jalur, yaitu jalur barat, jalur tengah dan jalur timur. Jalur barat meliputi Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta, Kota Tua, Gajah Mada-Hayam Wuruk, Taman Merdeka, Kebun Jeruk, Thamrin-Sudirman, Senayan, Kebayoran, Tanah Abang. Jalur tengah meliputi Menteng-Kuningan,

Upload: trinhtu

Post on 11-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Hal | 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata merupakan sektor yang semakin penting karena memberi manfaat

ekonomi bagi penduduk. Dampak yang ditimbulkan pariwisata terhadap

perekonomian bukan hanya berasal dari pengeluaran wisatawan tetapi juga dari

penciptaan lapangan pekerjaan serta pengembangan sarana dan prasarana.

Pariwisata secara global menyumbang 9% gross domestic product (GDP) atau

USD 6 triliun, menciptakan 120 juta pekerjaan langsung dan 125 juta pekerjaan

tak langsung di bidang pariwisata (WEF, 2013). Di suatu negara, pariwisata

berdampak terhadap peningkatan produksi barang kebutuhan wisatawan;

tumbuhnya usaha jasa layanan pariwisata dan jasa akomodasi; peluang pekerjaan

bagi masyarakat lokal; peningkatan pendapatan masyarakat lokal; meningkatnya

aksesibilitas jalan dan jasa transportasi; dan bertambahnya layanan utilitas air

bersih, listrik, dan telekomunikasi. Manfaat pariwisata cenderung meningkat

sejalan dengan peningkatan permintaan pariwisata dunia. Dari tahun 1995 sampai

tahun 2014, jumlah kedatangan wisatawan dunia mempunyai tren meningkat

(UNWTO, 2015).

DKI Jakarta telah ditetapkan sebagai salah satu dari 50 destinasi wisata

nasional oleh pemerintah Indonesia (Kemensetneg, 2011). Kemudian, konsep

perencanaan pariwisata di area tersebut ditetapkan di dalam Peraturan Daerah

Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025 yang disusun melalui pendekatan

komprehensif berkaitan dengan seluruh aspek, termasuk elemen sosial-ekonomi,

lingkungan, dan kelembagaan (Pemprov DKI Jakarta, 2012). Pola pemanfaatan

ruang untuk jalur wisata terdiri dari tiga jalur, yaitu jalur barat, jalur tengah dan

jalur timur. Jalur barat meliputi Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta, Kota Tua, Gajah

Mada-Hayam Wuruk, Taman Merdeka, Kebun Jeruk, Thamrin-Sudirman,

Senayan, Kebayoran, Tanah Abang. Jalur tengah meliputi Menteng-Kuningan,

Hal | 2

Ragunan-Jagakarsa. Jalur timur meliputi Ancol Kelapa Gading, Kemayoran,

Kalapa Gading-Pulo Gadung, Jatinegara-Manggarai, Senen-Pasar Baru-Lapangan

Banteng-Gambir, Taman Mini Indonesia Indah, dan Cibubur-Condet. Dari ke tiga

jalur tersebut, terdapat delapan objek wisata unggulan, yaitu: (1) Taman Impian

Jaya Ancol, (2) Taman Mini Indonesia Indah, (3) Kebon Binatang Ragunan, (4)

Monumen Nasional, (5) Museum Nasional, (6) Museum Satria Mandala, (7)

Museum Sejarah Jakarta, dan (8) Pelabuhan Sunda Kelapa (Disparbud, 2012).

Namun DKI Jakarta menghadapi persoalan utama yang dapat memengaruhi

pengembangan daya saing pariwisata Jakarta, yakni kemacetan lalu lintas sebesar

(53,77%), disusul masalah banjir (19,13%) dan kesejahteraan masyarakat (5,52%)

(Puskapol UI, 2012). Sumber daya alam dan lingkungan hidup di Jakarta

mempunyai 5 persoalan, yaitu: (1) peningkatan konsumsi bahan bakar minyak; (2)

peningkatan produksi sampah; (3) banjir dan sistem drainase yang kurang baik;

(4) tingkat pencemaran tinggi; dan (5) belum optimalnya penataan ruang dan

peruntukan lahan. Rendahnya kualitas lingkungan hidup menjadi lebih buruk

karena pengaruh kesenjangan ekonomi, selain itu, jumlah dan pertumbuhan

penduduk tidak sebanding dengan daya tampung wilayah, dan rendahnya sikap

positif tentang kesehatan dan pencemaran lingkungan (BPLHD, 2013).

Masalah penting lain yang dihadapi DKI Jakarta adalah dalam lima tahun,

rata-rata pertumbuhan kunjungan wisatawan DKI Jakarta hanya mencapai 1,2%.

Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan kunjungan

wisata nasional sebesar 2,02% (BPS, 2011), dan lebih rendah dari rata-rata

pertumbuhan kunjungan wisatawan dunia sebesar 6,51% (UNWTO, 2011). Di

samping itu, DKI Jakarta juga menemui masalah dalam mencapai sasaran

pertumbuhan ekonomi sektor pariwisata sebesar 7% sampai 8% (Pemprov DKI

Jakarta, 2012). Untuk itu, rata-rata pertumbuhan 1,2% tersebut tergolong masih

sangat rendah.

Rendahnya petumbuhan jumlah wisatawan DKI Jakarta disebabkan

rendahnya daya saing destinasi wisata. Salah satu batasan daya saing destinasi

wisata adalah kemampuan penyediaan barang dan jasa yang lebih baik dibanding

Hal | 3

dengan destinasi wisata lain (Murphy, Pritchard, dan Smith, 2000). Daya saing

destinasi wisata sangat penting karena pada tingkat lebih luas, aspek ini

berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi (Alina dan Catalina, 2009).

Kurangnya kualitas dan daya saing pelayanan di dalam kota Jakarta menyebabkan

buruknya citra destinasi wisata kota tersebut, hal ini sesuai dengan pendapat

Murphy, Pritchard, dan Smith (2000) bahwa kualitas pelayanan merupakan

elemen penting dari citra dan daya saing kawasan pariwisata. Studi empiris

menyatakan bahwa citra pariwisata merupakan indikator penting dari tinggi

rendahnya kualitas pelayanan kawasan pariwisata (Lee, 2009).

Daya saing destinasi wisata DKI Jakarta rendah juga disebabkan oleh kualitas

pelayanan sumber daya manusia yang kurang memuaskan. Kemacetan lalu lintas

kota yang terjadi dikarenakan oleh pelayanan aksesibilitas yang tidak memenuhi

kebutuhan penduduk dan wisatawan. Banyaknya polusi di wilayah kota Jakarta

karena tidak tegasnya pelaksanaan peraturan pembangunan termasuk peraturan

lingkungan hidup. Lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat kurang terlibat

dalam peningkatan daya saing kawasan pariwisata dan iklim usaha pariwisata.

Untuk mewujudkan kawasan pariwisata yang mempunyai daya saing secara

berkelanjutan, diperlukan keseimbangan pengembangan permintaan dan

penawaran. Menurut Organsisasi Pariwisata Dunia atau United Nations World

Tourism Organization, pariwisata berkelanjutan didefinisikan sebagai suatu

pengembangan pariwisata yang seimbang antara aspek lingkungan, ekonomi,

sosial budaya dari pengembangan pariwisata, sehingga dapat menjamin manfaat

jangka panjang bagi masyarakat (UNWTO, 2007). Daya saing dan keberlanjutan

sebuah kawasan pariwisata ini mempunyai hubungan timbal balik yang saling

mendukung iklim usaha dan keberlanjutan lingkungan (WEF, 2014; Alina dan

Catalina, 2009; Kline, 2007) serta berkontribusi terhadap kesejahteraan

masyarakat (Ritchie dan Crouch, 2000; Dwyer dan Kim, 2003; Gomezelj dan

Mihalic, 2008; Hassan, 2000; Yoon, 2002; Goffi, 2013).

Umumnya usaha mencapai keseimbangan pengembangan permintaan dan

penawaran secara berkelanjutan dihadapkan pada persoalan konflik kepentingan.

Hal | 4

Pemenuhan permintaan yang lebih besar dari kapasitas penawaran dapat

mengancam keberlanjutan lingkungan, tetapi penawaran dengan sedikit

permintaan dapat mengancam pendanaan keberlanjutan lingkungan. Oleh karena

itu, diperlukan pengembangan pariwisata yang seimbang antara permintaan dan

penawaran. Alur pengembangan pariwisata nasional dan kawasan pariwisata

daerah dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Pengembangan Pariwisata Nasional dan Kawasan Pariwisata Daerah

Persoalan terkait dengan kawasan pariwisata DKI Jakarta adalah rendahnya

daya tarik wisata, kurangnya kualitas aksesibilitas, sumber daya manusia,

penegakan hukum, pemasaran, kesadaran lingkungan, pelayanan kelembagaan,

dan pembinaan iklim usaha. Kompleksitas persoalan yang dihadapi memerlukan

solusi yang tepat agar daya saing dan keberlanjutan lingkungan kota terjaga.

Tanpa perencanaan pengembangan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang

dihadapi DKI Jakarta sebagai destinasi wisata, dikhawatirkan daya saing akan

melemah sehingga menurunkan keberlanjutan lingkungan dan kawasan itu sendiri.

Hal | 5

Persoalan yang ada di DKI Jakarta sebagian besar berada di wilayah kota.

Kepulauan Seribu memiliki karakter daya tarik wisata yang tidak mencerminkan

DKI Jakarta sebagai kota bisnis dan pariwisata. Kepulauan Seribu memiliki

karakter yang sangat jauh berbeda, yaitu sebagai destinasi wisata kepulauan

ataupun wisata bahari.

Oleh karena itu, sebagai langkah perencanaan pengembangan kawasan

pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kota Jakarta, diperlukan

satu model strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan

berkelanjutan yang di masa mendatang diharapkan dapat menjadi salah satu

model pengembangan kawasan pariwisata bagi kota-kota lain di Indonesia.

1.2 Pemilihan Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pada kriteria penentuan lokasi

penelitian kawasan pariwisata sebagai berikut:

(1) mendukung tercapainya tujuan penelitian, dapat melakukan verifikasi

informasi dan memberi nilai tambah pengembangan kawasan pariwisata;

(2) ketersediaan, kesesuaian, dan kelengkapan data yang dibutuhkan.

(3) sumber data dapat terdefinisikan dengan baik sesuai kebutuhan data;

(4) ketersediaan sampel cukup besar dan bervariasi sehingga dapat dipilih secara

objektif untuk mendukung pengembangan model penelitian;

(5) adanya faktor daya saing di lokasi kawasan pariwista;

(6) terdapat potensi daya tarik wisata yang mewakili karakter suatu daerah;

(7) mempunyai jumlah kunjungan wisatawan relatif besar;

(8) adanya kebijakan iklim usaha pariwisata dari pemerintah;

(9) adanya kebijakan daya saing dan keberlanjutan lingkungan dari pemerintah;

(10) kawasan pariwisata yang mempunyai karakter bisnis dan pariwisata.

Berdasarkan kriteria tersebut, bila ditinjau dari seluruh 50 DPN dan 222

KPPN di Indonesia, kawasan pariwisata DKI Jakarta khususnya dalam kota

Jakarta dipilih sebagai lokasi penilitian berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:

Hal | 6

(1) kota Jakarta memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, sehingga diharapkan

dapat mencakup sebagian besar kriteria komponen pariwisata yang ada di

Provinsi DKI Jakarta dan kota lain di Indonesia;

(2) kota Jakarta mewakili potensi daya tarik provinsi DKI Jakarta sehingga lokasi

penelitian tidak termasuk Kepulauan Seribu mempunyai karakter bisnis dan

pariwisata. Kepulauan Seribu mempunyai karakter daya tarik wisata

kepulauan dan wisata bahari yang sangat berbeda dengan mayoritas daya

tarik wisata Provinsi DKI Jakarta;

(3) hasil penelitan berdasarkan kriteria yang dimiliki kota Jakarta diharapkan

dapat dijadikan model untuk dicontoh di berbagai kota berkarakter bisnis dan

pariwisata di Indonesia.

Dilihat dari sudut pandang metode penelitian, lokasi penelitian yaitu kota

Jakarta dipilih secara purposive agar tujuan penelitian dapat tercapai.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang linkup penelitian meliputi wilayah, substansi dan pembahasan dalam

penelitian ini.

1) Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah kawasan pariwisata Jakarta

yaitu Taman Impian Jaya Ancol, Kota Tua Jakarta, Kelapa Gading,

Monumen Nasional, Pasar Tanah Abang, dan Senayan City, Kota

Kasablanka, Taman Mini Indonesia Indah, Kebun Binatang Ragunan,

dan Situ Babakan.

2) Ruang lingkup substansi penelitian ini adalah kepariwisataan terkait

dengan strategi pengembangan kawasan pariwisata.

3) Ruang lingkup pembahasan difokuskan pada analisis pengembangan

satu model strategi pengembangan kawasan pariwisata. Pembahasan

meliputi identifikasi dan analisis faktor-faktor penting yang

berpengaruh signifikan terhadap peningkatan daya saing dan

keberlanjutan kawasan pariwisata berdasarkan perspektif pemangku

kepentingan, yaitu pengunjung dan pakar pariwisata. Tahap terakhir

Hal | 7

adalah mengembangkan model strategi pengembangan kawasan

pariwisata di dalam kota sebagai destinasi bisnis dan pariwisata.

Selanjutnya, implementasi atau pelaksanaan model strategi tersebut

diserahkan kepada pihak pengelola kawasan pariwisata dan Pemprov

DKI Jakarta.

1.4 Definisi dan Konsep Pengembangan Kawasan Pariwisata yang Berdaya

Saing dan Berkelanjutan

Definisi Pengembangan Kawasan Pariwisata Yang Berdaya Saing Dan

Berkelanjutan adalah pengembangan kawasan pariwisata yang bertujuan untuk

menyediakan produk dan jasa pariwisata yang mampu bersaing secara efektif di

pasar pariwisata (Hassan, 2000; Ritchie dan Crouch, 2000, Dwyer dan Kim, 2003;

WEF, 2013), memiliki nilai lebih untuk wisatawan dan potensial wisatawan,

bermanfaat bagi keberlanjutan komunitas sosial, ekonomi, budaya, dan

lingkungan (Lundberg, 2011; ETB, 1987).

Konsep daya saing banyak diadaptasi dari teori ekonomi untuk industri atau

perusahaan (Porter, 1980, 1990; Alina dan Catalina, 2009) yang mendefinisikan

daya saing secara umum sebagai kemampuan bersaing perusahaan atau industri

atau negara secara berkelanjutan untuk meningkatkan produk dan proses dalam

rangka menciptakan keunggulan bersaing. Untuk pariwisata, daya saing destinasi

wisata adalah kemampuan penyediaan barang dan jasa yang lebih baik dibanding

destinasi lain (Murphy, Pritchard, dan Smith, 2000). Definisi lain adalah daya

saing adalah faktor-faktor yang mempu menciptakan penambahan nilai produk

(Alina dan Catalina, 2009; Dwyer dan Kim, 2003).

Sementara itu, definisi pengembangan berkelanjutan adalah “pengembangan

yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi

mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri” (WCED, 1987).

Pengembangan pariwisata berkelanjutan adalah pengembangan yang

memerhatikan hubungan 3 komponen lingkungan kegiatan pariwisata, yaitu:

pengunjung, penduduk, dan lingkungan tempat wisata (ETB, 1991) yang

Hal | 8

bermanfaat bagi keberlanjutan komunitas sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan

(Lundberg, 2011; ETB, 1987).

Sejumlah studi lain telah pula memberikan konsep daya saing destinasi

pariwisata (Hassan, 2000; Ritchie dan Crouch, 2000; Buhalis, 2000; Govers, Go,

dan Kumar, 2007; Gomezelj dan Mihalic, 2008; Dwyer dan Kim, 2003; WEF,

2013). Studi terdahulu umumnya meneliti masalah indikator daya saing dan

keberlanjutan lingkungan. Namun suatu konsep model daya saing dan

berkelanjutan lingkungan yang dihasilkan secara empiris dan menghasilkan model

yang memiliki bobot elemen yang terukur dengan pengujian dan validasi masih

sangat sedikit. Hasil studi terdahulu bukan merupakan suatu model strategi

pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan dari

hasil analisis manfaat, peluang, biaya, dan risiko berdasarkan penilaian pakar

pariwisata terkait pemasaran, pengembangan produk, dan lingkungan. Selain itu,

model yang telah ada tidak mempunyai urutan prioritas strategi alternatif

pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Variabel dalam disertasi ini disusun berdasarkan variabel-variabel yang ada

pada studi terdahulu (Hassan, 2000; Ritchie dan Crouch, 2000; Buhalis, 2000;

Govers, Go, dan Kumar, 2007; Gomezelj dan Mihalic, 2008; Dwyer dan Kim,

2003; WEF, 2013). Para pakar pariwisata sangat membantu dalam merancang,

menyeleksi, menilai variabel daya saing dan keberlanjutan kawasan pariwisata

yang dapat memperkuat daya saing dan keberlanjutan kawasan pariwisata yang

berdampak pada manfaat keberlanjutan komunitas sosial, ekonomi, budaya

penduduk, dan lingkungan (Lundberg, 2011; ETB, 1987).

Dari sisi permintaan, pengunjung membutuhkan lingkungan tempat wisata

yang memiliki kualitas pelayanan kawasan pariwisata yang secara terus menerus

ditingkatkan. Elemen kualitas pelayanan tempat wisata terdiri atas daya tarik

wisata, prasarana dan sarana, dan sumber daya manusia. Kualitas pelayanan

tempat fisik wisata memberi pengaruh kepada citra yang berimplikasi pada

pengembangan daya saing pariwisata (UN-WTO, 2004). Namun pengembangan

kawasan pariwisata dari sisi daya saing atas permintaan saja tidak cukup karena

harus diimbangi oleh keberlanjutan lingkungan kawasan dan komunitas sosial,

Hal | 9

ekonomi, budaya. Sehingga, diperlukan penelitian yang menggabungkan

keseimbangan sisi permintaan dan penawaran. Agar dapat menjamin

pengembangan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan, penelitian

disertasi ini dirancang sebagai penelitian gabungan: (1) penelitian permintaan; dan

(2) penelitian keseimbangan permintaan dan penawaran.

Pada persiapan penelitian tahap pertama, diskusi kelompok terfokus

diselenggarakan untuk mengidentifikasi elemen daya saing dan keberlanjutan

kawasan pariwisata berdasarkan studi daya saing dan keberlanjutan destinasi

pariwisata terdahulu yang diikuti oleh sektor pemerintah, swasta, dan pakar

bidang pariwisata. Identifikasi elemen model daya saing berdasarkan permintaan

pengunjung terdiri atas:

1) Daya tarik wisata,

2) Prasarana dan sarana,

3) Sumber daya manusia,

4) Kualitas pelayanan kawasan pariwisata,

5) Citra kawasan pariwisata, dan

6) Daya saing usaha pariwisata.

Pada persiapan penelitian tahap kedua, kelompok diskusi terfokus

diselenggarakan lagi dengan materi konsep pengembangan kawasan pariwisata

yang berdaya saing dan keberlanjutan, studi terdahulu, dan hasil penelitian tahap

pertama. Hasil kelompok diskusi terfokus berupa identifikasi klaster tujuan,

klaster aspek, klaster masalah, klaster solusi dan klaster strategi dari kerangka

kerja ANP. Klaster tujuan berisi tujuan penelitian. Klaster masalah terdiri atas

masalah-masalah yang dihadapi kawasan pariwisata setiap aspek. Klaster solusi

terdiri atas solusi yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah seitap aspek.

Klaster aspek terdiri atas:

- Objek dan daya tarik wisata,

- Aksesibilitas,

- Sumber daya manusia,

- Regulasi,

- Pemasaran,

Hal | 10

- Lingkungan,

- Kelembagaan, dan

- Iklim usaha,

Untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing

dan berkelanjutan, dibutuhkan strategi. Definisi strategi adalah alat yang sangat

penting untuk mencapai tujuan yang diinginkan unit bisnis (Kotler dan Keller,

2012), keunggulan bersaing (Porter, 2007), berupa keputusan penawaran produk

atau jasa di pasar tertentu (Mintzberg, 1994). Dalam konteks pariwisata, strategi

adalah alat yang sangat penting untuk mencapai tujuan terwujudnya

pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing di pasar pariwisata. Dalam

penelitian ini, klaster strategi terdiri atas strategi alternatif, yaitu :

1) Peningkatan kualitas sumber daya manusia,

2) Peningkatan komitmen pemangku kepentingan,

3) Peningkatan kualitas pelayanan prima,

4) Peningkatan pemasaran, dan

5) Pengembangan pariwisata berkelanjutan.

Elemen model penelitian tahap pertama dan kedua digunakan untuk

menyusun pertanyaan dan hipotesis penelitian. Metode penelitian campuran

kemudian akan dibahas pada Bab III. Sedangkan pengaruh elemen dan atribut

masing-masing tahap penelitian dibahas pada Bab V dan Bab VI.

1.5 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kebijakan pengembangan pariwisata nasional, diperlukan

pengembangan kawasan pariwisata daerah yang seimbang antara permintaan dan

penawaran, sehingga konflik kepentingan pengembangan kawasan pariwisata

dapat diatasi. Baik permintaan maupun penawaran pengembangan kawasan

pariwisata daerah memerlukan manajemen dari pemerintah maupun swasta.

Citra pariwisata meliputi keberlanjutan lingkungan, keamanan dan

keselamatan, kebersihan dan kesehatan, pemasaran, dan preferensi harga. Untuk

mendukung iklim usaha pariwisata dan permintaan pengembangan kawasan

Hal | 11

pariwisata, dibutuhkan kemudahan izin usaha, dana usaha pariwisata, kerja sama

pariwisata, sarana dan prasaran usaha pariwisata, informasi dan promosi usaha

pariwisata.

Sisi penawaran pariwisata meliputi daya tarik wisata alam, buatan, dan

budaya. Untuk mendukung pengembangan kawasan pariwisata, diperlukan sarana

dan prasarana transportasi udara, laut, dan darat. Sedangkan untuk mendukung

penawaran kualitas pelayanan kawasan pariwisata, sangat perlu dikembangkan

sumber daya manusia termasuk kompentensi, sikap, keramahan, etika, dan

kesopanan. Salah satu cara meningkatkan SDM adalah memerhatikan

pengembangan jumlah dan mutu sekolah ataupun kursus pariwsata.

Dalam pengembangan kawasan pariwisata daerah, diperlukan model strategi

pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Baik

masalah maupun usulan solusinya dapat dikelompokkan ke dalam delapan aspek,

yaitu objek dan daya tarik wisata, aksesibilitas, SDM, regulasi, pemasaran,

lingkungan, kelembagaan, dan iklim usaha. Ditinjau dari segi penawaran, Jakarta

merupakan pusat kebudayaan dan pusat wisata buatan. Dari aksesibilitas atau

transportasi nasional dan internasional, kawasan-kawasan pariwisata di Jakarta

menjadi salah satu pusat singgah wisatawan. Sumber daya manusia merupakan

aspek yang memengaruhi peningkatan permintaan dan penawaran kawasan

pariwisata.

Pelestarian dan keberlanjutan pengembangan kawasan pariwisata dijaga

dengan penerapan regulasi lingkungan. Pemasaran sebagai unsur penentu

permintaan menjadi aspek kunci peningkatan citra dan kunjungan wisatawan.

Kelembagaan dan iklim usaha juga mendukung kelangsungan pengembangan

kawasan pariwisata. Dengan demikian, kawasan-kawasan pariwisata DKI Jakarta

ini mempunyai fungsi sebagai salah satu model kawasan pariwisata di dalam kota

dengan berbagai masalah sarana dan prasarana, lingkungan hidup, sumber daya

manusia, dan kualitas atraksi wisata dan citra. Peningkatan kebijakan dan

pengembangan kawasan pariwisata memerlukan strategi utama dan pendukung.

Model hasil penelitian secara lebih luas diharapkan menjadi peluang replikasi

model pengembangan kawasan pariwisata untuk kota-kota lain yang mempunyai

Hal | 12

karakter dan permasalahan yang mirip dengan kota Jakarta yaitu sebagai kota

bisnis dan pariwisata. Kota yang saat ini telah mempunyai persoalan ataupun

dikemudian hari diprediksi akan mempunyai persoalan yang mirip dengan

persoalan kota Jakarta seperti kurangnya ketersediaan prasarana dan prasarana,

rendahnya kesadaran lingkungan hidup, dan rendahnya komitmen pemangku

kepentingan (stakeholder) diharapkan dapat menerapkan model hasil penelitian

ini.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2030 DKI Jakarta

yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1

Tahun 2012, kawasan pariwisata mempunyai pengaruh penting dalam aspek

pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, dan

daya dukung lingkungan hidup, serta keamanan. Strategi penataan ruang antara

lain pengembangan kawasan pariwisata dalam skala regional, nasional, dan

internasional dengan membangun prasarana bertaraf internasional dan revitalisasi

kawasan Kota Tua, kawasan wisata belanja, kawasan pariwisata terbuka untuk

umum.

Berkenaan dengan kualitas lingkungan, meskipun telah diatur dalam

Peraturan Bersama Gubernur DKI Jakarta, Kepala Kepolisian, Kepala Kejaksaan,

dan Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa tentang

Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu, masih dijumpai masalah

lingkungan hidup di kota Jakarta yang kurang mendukung pengembangan

pariwisata. Peningkatan jumlah wisatawan dapat mengakibatkan pertambahan

jumlah bangunan pendukung pariwisata, berkurangnya resapan air, peningkatan

polusi udara, peningkatan jumlah sampah, kemacetan lalu lintas, pertambahan

lingkungan kumuh, banjir karena pencemaran lingkungan. Bila hal ini tidak

ditangani dengan baik, dikhawatirkan akan menurunkan citra Jakarta sebagai

destinasi wisata, termasuk kawasan-kawasan wisata di dalamnya yang pada

gilirannya akan melemahkan daya saing dan menghambat pertumbuhan

kunjungan wisata.

Hal | 13

Menurut teori pertukaran sosial (social excange theory), pembangunan akan

diterima masyarakat apabila mempunyai dampak postitif, dengan kata lain,

manfaat yang diterima lebih besar dibanding pengorbanan atau biaya yang

dikeluarkan. Masyarakat cenderung menolak dampak negatif dan menerima

dampak positif pariwisata (McGehee dan Andereck, 2004; Wang dan Pfister,

2006). Agar pengembangan suatu kawasan pariwisata mempunyai manfaat

berkelanjutan, terlebih dahulu diperlukan model strategi pengembangan kawasan

pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Berdasarkan keberlanjutan permintaan dan penawaran dalam pengembangan

kawasan pariwisata, diperlukan pengembangan permintaan dan penawaran secara

simultan. Pengembangan kawasan pariwisata yang hanya berorientasi pada

peningkatan permintaan yang menghasilkan peningkatan jumlah kunjungan

wisatawan tetapi dalam jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan

lingkungan. Di sisi lain, pengembangan kawasan pariwisata yang hanya

menitikberatkan pada penawaran dalam jangka panjang mengakibatkan

pengeluaran untuk penawaran lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang

dalam jangka panjang memengaruhi keberlanjutan lingkungan kawasan dan

keberlanjutan manfaat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan

permintaan dapat dilakukan dengan peningkatan daya saing, sedangkan

pengembangan penawaran dilakukan dengan peningkatan keberlanjutan

lingkungan. Agar dapat diperoleh hasil yang optimal, dalam strategi

pengembangan kawasan pariwisata harus melibatkan daya saing dan

keberlanjutan secara simultan.

Hal | 14

Sumber : Analisis Sendiri

Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran Kebutuhan Model Strategi Pegembangan

Kawasan Pariwisata yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan

1.6 Perumusan Masalah

Prinsip pengembangan daya saing pariwisata yang berkelanjutan antara lain

adanya keberlanjutan penggunaan elemen-elemen daya saing, yang terdiri atas

sumber daya alam dan budaya, penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan

sumber daya manusia, partisipasi para pemangku kepentingan, lingkungan hidup,

pemasaran, kelembagaan, regulasi, dan pemenuhan kebutuhan masyarakat, serta

kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Berdasarkan elemen daya saing

tersebut, dibuat kajian dalam satu model komprehensif dan saling terkait sebagai

dasar rekomendasi pengembangan kawasan-kawasan pariwisata di Jakarta.

Hal | 15

Sebagian penelitian berfokus pada faktor utama yang memengaruhi daya

saing destinasi wisata. Namun, penelitian model daya saing destinasi mempunyai

penekanan yang berbeda dan tanpa pengujian yang tepat (Goffi, 2013). Masih

sedikit model pengembangan daya saing kawasan-kawasan pariwisata di dalam

sebuah destinasi pariwista perkotaan dengan berbagai kompleksitas elemen dan

kendalanya yang dilakukan. Salah satunya adalah model indeks daya saing

pariwisata antar negara dikembangkan oleh World Economic Forum (2013) berisi

peringkat daya saing 140 negara yang dimutakhirkan setiap dua tahun. Oleh

karena itu, penelitian disertasi ini dalam rangka pengembangan satu model strategi

pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan

berdasarkan perspektif permintaan dan penawaran dari pemerintah dan swasta

dalam sebuah kota besar seperti Jakarta.

Kemudian, untuk menentukan strategi pengembangan kawasan pariwisata

yang melibatkan variabel yang kompleks, dibutuhkan satu penyederhanaan sistem

yaitu dengan pemodelan, sebuah model yang dapat mengakomodasi kompleksitas

variabel. Model dapat dijadikan contoh untuk kasus lain yang mempunyai variabel

sama meskipun untuk lokasi yang berbeda. Misalnya, model strategi

pengembangan kawasan pariwisata DKI Jakarta dapat berperan sebagai contoh

model bagi kawasan pariwisata di daerah lain di Indonesia yang memiliki atau

akan memiliki persoalan yang sama, seperti masalah objek dan daya tarik wisata,

aksesibilitas, sumber daya manusia, regulasi, pemasaran, lingkungan hidup,

kelembagaan, dan iklim usaha, demikian pula kota yang mempertimbangkan

masalah sikap penerimaan masyarakat terhadap dampak pembangunan kawasan

pariwisata. Sikap tersebut berhubungan dengan teori pertukaran sosial untuk

pariwisata, yaitu pengembangan kawasan pariwisata diterima oleh masyarakat

karena pengorbanan lebih sedikit dibandingkan dengan besarnya manfaat positif

dan ditolak oleh masyarakat karena pengorbanan lebih banyak dibandingkan

manfaat positifnya.

Hal | 16

Gambar 1.3 Hubungan Pariwisata Jakarta, Daya Saing dan Model Simbolik

Agar lebih banyak manfaat bagi kesejahteraan masyarakat, diperlukan

peningkatan faktor-faktor daya saing kawasan pariwisata. Perencanaan

pengembangan sebuah kawasan pariwisata berkaitan langsung dengan teori

pengembangan daya saing pariwisata. Dukungan pengembangan daya saing dan

keberlanjutan kawasan pariwisata diperlukan dalam rangka meningkatkan manfaat

positif pengembangan kawasan pariwisata. Dalam sebuah model strategi

pengembangan, diperlukan identifikasi dan analisis terhadap variabel yang secara

signifikan memengaruhi pengembangan sebuah model strategi pengembangan

kawasan yang berdaya saing dan berkelanjutan. Variabel tersebut dapat

diidentifikasi antara lain berdasarkan pendapat pengunjung dan pakar pariwisata

yang kemudian dibuat hasil analisa yang dapat digunakan pada strategi

pengembanan kawasan pariwisata lain yang mempunyai variabel yang sama.

Beberapa literatur lain telah memperkenalkan konsep model daya saing

destinasi wisata (Hassan, 2000; Heath, 2002; Ritchie dan Crouch, 2000; Dwyer

dan Kim, 2003; Gomezelj dan Mihalic, 2008; Yoon, 2002). Sebagian besar

penelitian berfokus pada efektifitas dan efisiensi peningkatan daya saing suatu

destinasi wisata agar dapat menciptakan produk yang kompetitif sehingga dapat

bersaing di pasar nasional dan global. Elemen-elemen daya saing seharusnya

sasuai dengan permintaan pasar yang beragam (Gunn, 2002; Inskeep, 1991) yang

berkaitan dengan perencanaan, pengembangan, dan keberlanjutan. Sisi permintaan

dan penawaran menimbulkan persoalan kepentingan yang harus dipecahkan oleh

Hal | 17

para pemangku kepentingan. Permasalahannya adalah bagaimana agar kedua sisi

tersebut seimbang dan berlangsung terus menerus dalam memberikan dampak

positif pendapatan masyarakat dan meminimalkan dampak negatif kerusakan

lingkungan. Solusi dari persoalan tersebut diambil sebagai dasar penyusunan

strategi pengembangan destinasi wisata yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Kerangka pemikiran yang berdasarkan literatur di atas menjelaskan bahwa

pengembangan destinasi wisata adalah usaha mempertemukan permintaan dengan

penawaran dan mengatasi masalah yang timbul secara berkelanjutan. Oleh karena

itu, pada tahap pertama, permintaan wisatawan dan penawaran kawasan

pariwisata perlu diketahui, kemudian pada tahap kedua ditentukan strategi

pengembangan agar kawasan mampu memiliki daya saing dan berkelanjutan.

Apabila disederhanakan, berdasarkan kerangka pemikiran, perumusan masalah

dapat digambarkan dalam dua tahap.

Tahap pertama adalah perumusan masalah yang akan diteliti berdasarkan

permintaan menurut perspektif pengunjung kawasan-kawasan pariwisata yaitu :

a. peningkatan daya tarik wisata berpengaruh terhadap kualitas pelayanan

kawasan pariwisata;

b. peningkatan sarana dan prasarana berpengaruh terhadap kualitas

pelayanan kawasan pariwisata;

c. peningkatan sumber daya manusia berpengaruh terhadap kualitas

pelayanan kawasan pariwisata;

d. peningkatan kualitas pelayanan pariwisata berpengaruh terhadap citra

kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan;

e. peningkatan kualitas pelayanan kawasan pariwisata berpengaruh

terhadap daya saing usaha pariwisata;

f. peningkatan citra kawasan pariwisata berpengaruh terhadap daya saing

usaha pariwisata.

Hal | 18

Gambar 1.4 Perumusan Masalah

Tahap kedua adalah perumusan masalah yang akan diteliti berdasarkan

keseimbangan permintaan dan penawaran menurut perspektif pemangku

kepentingan. Perumusan masalah tahap kedua terkait dengan 8 aspek penting

dalam pengembangan kawasan pariwisata yang memerlukan strategi

pengembangan yaitu :

a. peningkatan kualitas sumber daya manusia;

b. peningkatan komitmen pemangku kepentingan;

c. peningkatan kualitas pelayanan prima;

d. peningkatan pemasaran;

e. pengembangan pariwisata berkelanjutan.

Pengembangan kawasan pariwisata yang sesuai dengan kosep pengembangan

kawasan pariwisata yang berdaya saing tersebut harus melibatkan analisis kriteria

manfaat, peluang, biaya dan risiko. Terkait dengan kriteria ini, diperlukan

peningkatan komitmen pemangku kepentingan. Sedangkan untuk meningkatakan

manfaat antara lain diperlukan peningkatan pemasaran. Strategi tersebut penting

dikarenakan tujuan pengembangan kawasan pariwiasata selain produk pariwisata

harus mampu bersaing secara efektif di pasar pariwisata tetapu juga harus

memiliki manfaat berkelanjutan terhadap perekonomian. Disamping itu

pengembangan kawasan pariwisata juga memperhatikan keberlanjutan komunitas

Hal | 19

sosial, budaya dan lingkungan yang sangat berkaitan dengan strategi peningkatan

kualitas sumber daya manusia dan pengembangan pariwisata berkelanjutan.

1.7 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian Tahap I. Dalam pengembangan kawasan pariwisata

yang berdaya saing dan berkelanjutan:

a. Apakah daya tarik wisata berpengaruh positif terhadap peningkatan

kualitas pelayanan kawasan pariwisata?

b. Apakah sarana dan prasarana berpengaruh positif terhadap peningkatan

kualitas pelayanan kawasan pariwisata?

c. Apakah sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap peningkatan

kualitas pelayanan kawasan pariwisata?

d. Apakah kualitas pelayanan kawasan pariwisata berpengaruh positif

terhadap peningkatan citra kawasan pariwisata?

e. Apakah kualitas pelayanan kawasan pariwisata berpengaruh positif

terhadap daya saing usaha pariwisata?

f. Apakah citra kawasan pariwisata berpengaruh positif terhadap daya

saing usaha pariwisata?

Yang dimaksud dengan berpengaruh positif dalam penelitian ini adalah satu

atribut berpengaruh terhadap atribut lain dalam pengembangan kawasan

pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Pertanyaan penelitian Tahap II. Dalam keputusan strategi pengembangan

kawasan parwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan :

a. Pada prioritas ke berapa dan berapa besarnya pengaruh peningkatan

kualitas sumber daya manusia terhadap alternatif strategi pengembangan

kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan?

b. Pada prioritas ke berapa dan berapa besarnya pengaruh peningkatan

komitmen pemangku kepentingan terhadap alternatif strategi

Hal | 20

pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan

berkelanjutan?

c. Pada prioritas ke berapa dan berapa besarnya pengaruh peningkatan

kualitas pelayanan prima terhadap alternatif strategi pengembangan

kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan?

d. Pada prioritas ke berapa dan berapa besarnya pengaruh peningkatan

pemasaran terhadap alternatif strategi pengembangan kawasan

pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan?

e. Pada prioritas ke berapa dan berapa besarnya pengaruh pengembangan

pariwisata berkelanjutan terhadap alternatif strategi pengembangan

kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan?

1.8 Hipotesis Penelitian

Dari sisi permintaan, hipotesis diusulkan dan model struktural diuji untuk

menentukan pengaruh daya tarik wisata, prasarana dan sarana, serta sumber daya

manusia terhadap kualitas pelayanan kawasan pariwisata.

Daya tarik wisata menarik untuk dikunjungi karena memengaruhi kualitas

kawasan pariwisata. Sediaan sumber daya alam, buatan, dan budaya yang ada

memengaruhi penyediaan produk berupa jasa atau pelayanan daya tarik wisata.

Prasarana, sarana pariwisata dan transportasi yang tersedia memengaruhi

kualitas pelayanan kawasan pariwisata dalam hal kemudahan wisatawan

melakukan perjalanan wisata. Prasarana dan sarana merupakan produk pelayanan

yang mendukung kualitas pelayanan dari sisi kemudahan wisatawan dalam

melakukan perjalanan wisata.

Sumber daya manusia memberi pengaruh terhadap kualitas pelayanan

terutama di dalam kawasan pariwisata. Jasa pariwisata dilayani langsung oleh

sumber daya manusia.

Kualitas pelayanan kawasan pariwisata yang holistik adalah terintegrasinya

kualitas pelayanan daya tarik wisata, sarana dan prasarana, serta sumber daya

Hal | 21

manusia. Dengan kata lain, kualitas pelayanan kawasan pariwisata dalam hal ini

bukan hanya kualitas pelayanan sumber daya manusia saja tetapi kualitas

pelayanan kawasan pariwisata dalam arti yang lebih luas yaitu kualitas pelayanan

daya tarik wisata, prasarana dan sarana, aksesibilitas, dan sumber daya manusia.

Kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pengunjung termasuk kualitas daya tarik

wisata yang ingin dikunjungi, aksesibilitas sampai dengan pelayanan sumber daya

manusianya.

Pelayanan kawasan pariwisata yang terintegrasi memengaruhi daya saing

usaha pariwisata dan citra. Diduga semakin berkualitas pelayanan kawasan

pariwisata, semakin tinggi daya saing usaha dan citra pariwisata. Secara umum

daya saing usaha dipengaruhi oleh citra produknya. Dalam konteks kawasan

pariwisata, daya saing usaha pariwisata dipengaruhi oleh citra produk wisata yang

disediakan oleh kawasan pariwisata. Kerangka kerja penelitian dapat dilihat pada

Gambar 1.5.

Gambar 1.5 Kerangka Kerja Penelitian

Hipotesis Tahap I adalah sebagai berikut:

H1: Daya tarik wisata berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan

kawasan pariwisata.

H2: Sarana dan prasarana berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan

kawasan pariwisata.

Hal | 22

H3: Sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan

kawasan pariwisata.

H4: Kualitas pelayanan kawasan pariwisata berpengaruh positif terhadap

citra kawasan pariwisata.

H5: Kualitas pelayanan kawasan pariwisata berpengaruh positif terhadap

daya saing usaha pariwisata.

H6: Citra kawasan pariwisata berpengaruh positif terhadap daya saing usaha

pariwisata.

Kawasan pariwisata dapat berdaya saing dan berkelanjutan bila didukung

oleh solusi masalah yang dihadapi oleh aspek-aspek: objek dan daya tarik wisata,

aksesibilitas, sumber daya manusia, regulasi, pemasaran, lingkungan,

kelembagaan, dan iklim usaha. Setiap aspek mempunyai masalah dan usulan

solusinya. Untuk mencapai tujuan penelitian, dalam rangka memberikan solusi

masalah yang dihadapi sesuai dengan masing-masing aspek, diperlukan strategi

alternatif. Strategi alternatif peningkatan kualitas sumber daya manusia,

peningkatan komitmen pemangku kepentingan, peningkatan kualitas pelayanan

prima, peningkatan pemasaran, dan pengembangan pariwisata berkelanjutan

bertujuan untuk mencapai pengembangan kawasan kawasan pariwisata yang

berdaya saing dan berkelanjutan. Agar tujuan pengembangan kawasan pariwisata

yang berdaya saing dan berkelanjutan dapat diwujudkan, diduga ada urutan

prioritas dan persentase bobot strategi alternatif.

Hipotesis Tahap II adalah sebagai berikut:

H7: Ada bobot strategi alternatif peningkatan kualitas sumber daya manusia,

peningkatan komitmen pemangku kepentingan, peningkatan kualitas

pelayanan prima, peningkatan pemasaran, dan pengembangan

pariwisata berkelanjutan terhadap pengembangan kawasan pariwisata

yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Hal | 23

1.9 Keaslian Penelitian

Penelitian terdahulu terkait dengan penelitian ini adalah model

pengembangan daya saing destinasi wisata yang melibatkan 3 faktor utama, yaitu:

sumber daya alam dan buatan, faktor pendukung, dan komitment terhadap

lingkungan hidup. Seluruh model yang terdahulu melibatkan ketiga hal tersebut

dengan perbedaan pada pengelompokan elemen daya saing pariwisata. Ritchie

dan Crouch (2000) mengembangkan model daya saing destinasi pariwisata yang

mempunyai elemen lengkap. Model dikembangkan berdasarkan elemen daya

saing yang ada pada Strategi Bersaing oleh Porter (1996) seperti faktor pendukung

dan sumber daya, manajemen, kebijakan, perencanaan dan pengembangan,

kualifikasi dan perkuatan faktor penentu, lingkungan mikro keunggulan

komparatif, dan lingkungan makro keunggulan kompetitif. Elemen-elemen model

strategi pengembangan daya saing lengkap dan kompleks. Namun, strategi

keunggulan bersaing dari model ini bersifat sangat umum tidak spesifik terhadap

satu kawasan pariwisata. Model Ritchie dan Crouch hanya mempunyai satu arah

pengembangan dan tidak membahas besarnya hubungan antar elemen daya saing

terhadap model pengembangan daya saing destinasi wisata yang dibentuk.

Pada saat yang hampir besamaan, dilakukan pemodelan daya saing destinasi

wisata oleh Hassan (2000) yang menekankan masalah komitmen keberlanjutan

lingkungan sebagai salah satu dari empat elemen daya saing pariwisata. Keempat

elemen tersebut adalah permintaan, keunggulan komparatif, struktur industri, dan

komitmen terhadap lingkungan hidup. Keempat elemen hanya mempunyai satu

arah dukungan serentak kepada daya saing pasar pariwisata. Model

pengembangan daya saing destinasi wisata ini juga bersifat umum tanpa

mengukur besarnya nilai kontribusi keempat elemen terhadap daya saing pasar.

Demikian pula, di dalam setiap elemen tidak ditemukan nilai kontribusi dan

besarnya hubungan antar sub elemen daya saing pariwisata terhadap model

pengembangan daya saing destinasi wisata yang pada gilirannya dapat digunakan

untuk menentukan strategi pengembangan daya saing destinasi wisata.

Hal | 24

Berdasarkan model pengembangan daya saing destinasi wisata Dwyer dan

Kim (2003), terdapat 2 kelompok elemen yaitu sumber daya dan manajemen.

Sumber daya meliputi alam, warisan budaya, sumber daya buatan, faktor

pendukung. Manajemen meliputi manajemen pemerintah dan industri. Baik

kelompok sumber daya maupun manajemen dipengaruhi oleh kondisi situasional

dan permintaan. Pada setiap kelompok, terdapat hubungan timbal balik antar

elemen yang kemudian mendukung terbentuknya daya saing destinasi wisata.

Namun pada model tersebut, tidak dijelaskan besarnya nilai kontribusi kelompok

dan elemen-elemen daya saing dalam masing-masing kelompok tidak mempunyai

nilai kontribusi terhadap daya saing destinasi wisata. Setiap elemen daya saing

mempunyai prioritas sama sehingga strategi pengembangan destinasi wisata dapat

dilakukan tanpa prioritas

Model pengembangan daya saing destinasi pariwisata Gomezelj dan

Mihalic (2008) diadaptasi dari model Dwyer dan Kim (2003). Pada model ini,

terdapat hubungan 2 kelompok elemen pembetuk model. Kelompok pertama

terdiri atas elemen sumber daya alam dan budaya, sumber daya buatan, dan

sumber daya pendukung. Kelompok kedua terdiri atas elemen manajemen

destinasi wisata, kondisi permintaan, kondisi situasional. Hubungan timbal balik

antar elemen terjadi di masing-masing kelompok dan tanpa memiliki peringkat

prioritas elemen pengembangan daya saing destinasi wisata.

Model daya saing pariwisata dalam bentuk tabel yang mempunyai elemen

paling lengkap adalah model World Econoic Forum (WEF, 2013). Model tersebut

digunakan untuk menghasilkan indeks daya saing pariwisata suatu negara. Setiap

elemen daya saing memiliki skor tetapi tidak menjelaskan hubungan antar elemen.

Model WEF bersifat sangat umum dalan membandingkan daya saing antar negara

namun keakuratan skor indikator daya saing dapat menjadi perdebatan. Salah satu

contoh adalah skor aspek kebudayaan Indonesia lebih rendah dibanding skor

kebudayaan Singapura, sementara diketahui bahwa ragam budaya Indonesia jauh

lebih banyak dibandingkan ragam budaya Singapura. Meski begitu, indeks daya

saing WEF penting karena dapat dijadikan acuan peringkat daya saing pariwisata

Hal | 25

antar negara dengan kelemahan bahwa skor indikatornya tidak objektif dan dapat

diperdebatkan.

Model struktural strategi daya saing destinasi wisata (Yoon, 2002)

ditentukan bedasarkan variabel dampak pengembangan pariwisata, sikap terhadap

lingkungan, identitas tempat wisata, preferensi pengembangan atraksi wisata, dan

dukungan terhadap daya saing destinasi wisata. Metode yang digunakan adalah

sebuah metode kuantitatif yaitu structural equation modeling. Hasil analisis

menyatakan bahwa ada hubungan positif antara persepsi pemangku kepentingan

terhadap manfaat dampak pariwisata dengan pengembangan atraksi wisata, ada

hubungan positif antara sikap pemangku kepentingan dengan pengembangan

atraksi wisata, dan ada hubungan positif antara identitas tempat wisata dengan

pengembangan atraksi wisata. Elemen daya saing yang mempunyai nilai

kontribusi terbesar terhadap pengembangan atraksi wisata adalah dampak

pengembangan pariwisata disusul oleh sikap terhadap lingkungan, dan identitas

tempat wisata. Hasil penelitian berfokus pada pengembangan atraksi wisata untuk

mendukung strategi daya saing wisata. Penelitian Yoon tidak menganalisis

berbagai aspek, permasalahan, solusi dan strategi pengembangan daya saing

kawasan pariwisata. Strategi pengembangan daya saing destinasi wisata berkaitan

dengan aspek kuantitatif dan aspek kualitatif yang kompleks.

Penelitian ini bertujuan untuk membangun model strategi pengembangan

kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Dua metode penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif SEM pada tahap

pertama, dan metode kualitatif ANP pada tahap kedua penelitian. Kelemahan

metode kuantitatif SEM dapat ditutupi dengan metode kuanlitatif ANP. Penelitian

tahap pertama digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis elemen

pengembangan daya saing kawasan pariwisata berdasarkan perspektif pengunjung

yang mencerminkan pelayanan yang diharapkan oleh sisi permintaan yang

hasilnya digunakan sebagai masukan penelitian tahap kedua. Penelitian tahap

kedua untuk mengidentifikasi dan menganalisis aspek, baik kuantitatif maupun

kualitatif yang mencakup sisi permintaan dan penawaran berdasarkan evaluasi

pakar pariwisata. Penelitian ini juga menentukan besarnya nilai relatif elemen

Hal | 26

daya saing kawasan pariwisata dalam membentuk model yang akan dihasilkan.

Penelitian ini menganalisis berbagai aspek, permasalahan, solusi dan strategi

pengembangan daya saing kawasan pariwisata. Aspek bersifat kuantitatif dan

kualitatif yang kompleks dianalisis dalam penelitian ini untuk membangun model

strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Berdasarkan penelitian terdahulu, penelitian ini mengisi kesenjangan

penelitian (research gap) terkait besarnya nilai kontribusi setiap elemen atau

indikator daya saing serta nilai kontribusi setiap alternatif strategi dalam

perumusan model strategi pengembangan kawasan pariwisata dengan mengambil

kasus spesifik yang belum pernah ada yaitu pengembangan kawasan pariwisata

yang berdaya saing dan berkelanjutan Jakarta. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode kuantitatif SEM dan metode kualitatif ANP. Pemilihan strategi

dengan pendekatan alternatif strategi pengembangan kawasan pariwisata dengan

metode pengambilan keputusan multi kriteria ANP. Sedangkan kriteria diambil

berdasarkan indeks daya saing pariwisata WEF dan elemen-elemen penelitian

terdahulu tersebut.

1.9 Kebaruan Penelitian

Kebaruan penelitian (novelty) terletak pada pengembangan satu model

strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan bekelanjutan

berdasarkan keseimbangan sisi permintaan dan penawaran. Disamping itu, model

strategi ini memiliki elemen-elemen pengembangan kawasan pariwisata yang

terukur sehingga memudahkan pengambil keputusan dalam menentukan strategi

utama. Strategi pengembangan dapat dipilih untuk model maupun bagian model

yang telah mempertimbangkan dampak manfaat, peluang, biaya dan risiko

pengembangan kawasan pariwisata. Penelitian dilakukan dengan prosedur dan

metode yang relatif baru, yaitu metode kuantitatif Structural Equation Modeling

(SEM) dan metode kualitatif Analytic Network Procces (ANP).

Penelitian ini dilakukan di dalam kota yang terkenal sebagai kota bisnis dan

pariwisata. Masalah yang diteliti bersifat aktual dan strategis yaitu tentang

Hal | 27

peningkatan daya saing kawasan pariwisata di dalam kota yang padat penduduk

dan sebagai satu kota pusat transportasi nasional. Hasil penelitian

mempertimbangkan elemen-elemen daya saing yang kompleks baik berdasarkan

kajian literatur, perspektif wisatawan, penilaian profesional, evaluasi akademisi,

perspektif asosiasi pariwisata sehingga metode yang digunakan mampu

menganalisis kompleksitas variabel peningkatan daya saing sebuah kawasan

pariwisata.

Untuk memperoleh kebaruan, diperlukan penelitian state of the art yang

didefinisikan sebagai penelitian sesuai dengan perkembangan seperti perangkat,

prosedur, proses, teknik yang modern pada waktu tertentu (Merriam webster,

2015) serta memiliki tinjauan pustaka dan analisis penelitian menggunakan data

primer dan desk-top survey (Avellino, 2012; Le, 2014). Dalam penelitian ini,

teknik dan prosedur pengambilan data permintaan pasar adalah teknik purposive

sampling untuk metode penelitian Structural Equation Modeling (SEM) yang

relatif baru dan mulai sering digunakan untuk bidang pariwisata. Kemudian,

dilakukan wawancara mendalam serta diskusi terfokus untuk metode penelitian

kualitatif Analytic Network Procces (ANP). Untuk menganalisis data penelitian,

digunakan perangkat keras komputer, dan perangkat lunak LISREL 8.81 untuk

analisis SEM dan perangkat lunak Super Decision versi 2.0 untuk analisis ANP;

kedua perangkat lunak tersebut relatif masih baru. Dengan kata lain, prosedur dan

proses penelitian sesuai dengan metode penelitian yang saat disertasi ini disusun

masih relatif baru. Selain itu, dokumen-dokumen yang dijadikan referensi

meliputi hasil penelitian berupa disertasi, tesis, skripsi, buku, jurnal, laporan, dan

statistik.

Model pengembangan daya saing dan keberlanjutan destinasi pariwisata

terdahulu tidak menunjukkan urutan prioritas pengembangan, uji kecocokan

model, dan uji hubungan antar variabel. Di samping itu, model terdahulu kurang

dapat diaplikasikan untuk menentukan strategi pengembangan kawasan

pariwisata. Persoalan lain adalah masih sedikit model yang memberikan nilai

pada elemen pengembangan kawasan pariwisata. Besarnya nilai elemen daya

saing sangat diperlukan dalam mendapatkan urutan prioritas dalam menentukan

Hal | 28

strategi dan kebijakan pengembangan kawasan pariwisata. Masih sedikit model

pengembangan daya saing destinasi wisata perkotaan yang memiliki pembobotan

variabel latennya (Budi, 2015).

Dengan identifikasi nilai kontribusi elemen model pengembangan kawasan

pariwisata, para pemangku kepentingan dapat berkerjasama secara sinergis

berdasarkan urutan elemen pengembangan yang perlu lebih dahulu

dikembangkan. Banyak penelitian hanya berfokus secara parsial pada penawaran

seperti ekowisata, potensi, daya tarik wisata, aksesibilitas, dan fasilitas pendukung

sediaan destinasi wisata. Banyak pula penelitian pariwisata yang berfokus pada

permitaan dan faktor pendukungnya seperti pemasaran intensif, kepuasan

wisatawan. Masih jarang penelitian yang menggabungkan permintaan yang

melibatkan kompleksitas variabel laten dan penawaran yang melibatkan

kompleksitas atribut kualitatif. Pada umumnya, penelitian terdahulu menghasilkan

model pengembangan daya saing pariwisata yang mempunyai variabel dan sub

variabel relatif sedikit dan kadang tanpa urutan prioritas variabel untuk strategi

pengembangannya. Padahal, urutan prioritas elemen model pengembangan

kawasan pariwisata dapat berubah apabila melibatkan dampak manfaat, peluang,

biaya dan risiko (benefits, opportunities, costs, risks atau BOCR). Oleh karena itu,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan model untuk menentukan

strategi pengembangan suatu kawasan pariwisata yang berdaya saing di dalam

sebuah kota bisnis dan pariwisata secara berkelanjutan dengan

mempertimbangkan BOCR. Penelitian ini juga secara terintegrasi melibatkan sisi

permintaan dan penawaran, tidak seperti penelitian terdahulu yang sebagian besar

hanya melihat dari sisi permintaan, atau penawaran, atau berfokus pada elemen

kuantitatif atau elemen kualitatif.

Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan pada tahun 1970 sampai 1980

berfokus pada manajemen (WTO, 1973), identifikasi fase pengembangan

(Thurot,1973; Miossec,1977), kawasan berdasarkan karakter wisatawan

(Plog,1973), daur hidup kawasan pariwisata (Butler, 1980), dan persyaratan

pengembangan (Reime dan Hawkins, 1979). Dari tahun 1981 sampai 1990

sebagai contoh, penelitian hanya memfokuskan pada konsep batas kegiatan dalam

Hal | 29

kawasan pariwisata (Gormsen, 1981), konsep pemgembangan berkelanjutan

(WCED,1987), identifikasi jenis usaha pariwisata indonesia (UU No. 9, 1990),

dan pengembangan kawasan ekowisata (Ceballos-Lascurain, 1990). Periode tahun

1991 sampai tahun 2000, sebagai contoh, berfokus pada konsep keberlanjutan

kawasan pariwisata (ETB,1991), keberhasilan kerjasama agrowisata (Cooper,

Fletcher, Gilbert, Shepherd and Wanhill,1998), perencanaan kawasan pariwisata

oleh pemerintah pusat dan daerah, swasta (UN-WTO, 1994; Butler,1996),

keunggulan bersaing bidang bisnis (Porter,1990), daya saing dan lingkungan

(Poon, 1993), atribut fasilitas, aksesibilitas, kualitas pelayanan, harga, citra,

lingkungan, daya tarik wisata (Go & Govers,1999), efek skala dan lokasi

pariwisata terhadap (Nuryanti, 1998) manfaat pariwisata terhadap perekonomian

(Prideaux,2000; Murphy, Pritchard &Smith (2000). Selanjutnya, dari tahun 2001

sampai tahun 2010, penelitian berfokus pada daya saing destinasi wisata (Ritchie

dan Crouch, 2000; Dwyer dan Kim, 2003; Gomezelj dan Mihalic, 2008; Hassan,

2000; Yoon, 2002; Dwyer , 2003), peran iklim usaha terhadap pengembangan

pariwisata (Kline, 2007), pelayanan wisatawan lintas budaya (Lu, et al, 2007),

strategi pemasaran taman nasional (Meilani, 2008), evaluasi atribut daya saing

wisata (Crouch, 2008), uji citra dan efek pelayanan destinasi terhadap kunjungan

masa mendatang (Lee, 2009), perilaku penduduk terhadap keberlanjutan

komunitas pariwisata (Choi & Murray,2010), strategi pemasaran parwisata

berdasarkan sumber daya dan kemampuan pemasaran (Wu, et.al., 2010).

Selanjutnya, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015, penelitian hanya

berfokus pada indeks daya saing pariwisata antar negara (WEF, 2013), misalnya

kerjasama kawasan rekreasi kunci keberhasilan (Binotto & Akahoshi, 2013),

model struktural pengembangan daya saing kawasan pariwisata Jakarta (Budi,

2015), strategi pengembangan daya saing kawasan Kota Tua Jakarta (Budi, 2015),

model pengembangan citra kawasan pariwisata Jakarta (Budi, 2015), dan wisata

belanja Jakarta (Budi, 2015). Bagan perkembangan penelitian dari tahun 1970

sampai tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 1.6.

Hal | 30

Sumber : Hasil Analisis Sendiri

Gambar 1.6 State of The Art Penelitian

Suatu state of the art review tentang keberlanjutan pariwisata berfokus pada

pengembangan, keberlanjutan pariwisata, penerapannya pada lingkungan manusia

dan lingkungan fisik. Suatu proses state of the art tinjauan pengetahuan dan

penelitian hendaknya berfokus pada perbedaan, persoalan, aplikasi dan

kekurangannya (Butler, 2007). Untuk mendapatkan penelitian yang state of the

art, penilitian harus mencakup perkembangan terkini tentang topik yang relevan,

menentukan kontribusi penelitian, menentukan novelty penelitian, memastikan

tidak ada duplikasi dan plagiarisme, dan menggunakan sumber jurnal

(Dharmawan, 2015). Sejalan dengan hal tersebut, penelitian ini berfokus pada

perkembangan terkini dari topik yang relevan, menentukan kontribusi penelitian

berupa pengembangan model, menentukan kebaruan model strategi

pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Dalam

mencapai tujuan penelitian, dipastikan tidak ada duplikasi, plagiarism penelitian

Hal | 31

dan dengan merujuk pada sumber jurnal, prosiding, buku, dan sumber luar

jaringan maupun dalam jaringan.

Tabel 1.1 Rencana Pelaksanaan Penelitian

Langkah Koleksi Data Analisis Data

Langkah I Desk Research : Analisis Tinjauan Pustaka

Tinjauan Pustaka Model Pengembangan Daya Saing Kawasan Pariwisata.

Referensi artikel jurnal, disertasi, tesis, skripsi, laporan statistik

Tinjauan pustaka, perbandingan, perbedaan, kekurangan konsep daya saing kawasan sebagai destinasi wisata

Gambaran umum lokasi penelitian termasuk kawasan pariwisata

Data artikel jurnal, tesis, skripsi, laporan, statistik, rencana tata ruang wilayah, rencana pembangunan

Analisis deskriptif data terkoleksi untuk gambaran umum lokasi penelitian

Langkah II Survei Lapangan Analisis Deskriptif dan Multivariat

Pemodelan struktural daya saing kawasan pariwisata berdasarkan sisi permintaan, yaitu perspektif pengunjung

Koleksi data profil dan tingkah laku responden menggunakan teknik purposive sampling dengan instrumen kuesioner

Analisis deskriptif profil dan tingkah laku konsumen yaitu wisatawan sebagai responden

Pemodelan struktural daya saing kawasan pariwisata berdasarkan sisi permintaan yaitu perspektif pengunjung

Koleksi data menggunakan teknik purposive sampling dengan instrumen kuesioner

Hubungan dan kontribusi antar variabel laten (tak teramati) dan indikatornya

Uji model struktural, t-test, Goodness of Fit (GOF)

Data dan penyajian data siap dianalisis

Analisis hasil dan pembahasan model struktural SEM

Langkah III Survei Lapangan Multiple Criteria Decision Making

Pemodelan dengan metode ANP strategi pengembangan kawasan pariwisata

Kepada para pakar dengan wawancara mendalam (in depth-interview) dan kuesioner

Digunakan Analitic Network Process (ANP)

Analisisi Benefits, Opportunities, Cost, and Risk (BOCR) strategi pengembangan kawasan pariwisata

Data dan penyajian data siap di analisis

Digunakan analisis ANP BOCR

Langkah IV Gabungan Langkah I, II, III Pengambilan Keputusan

Penentuan strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan

Penggabungan hasil dan Pembahasan Langkah I, II dan III

Pengambilan keputusan kriteria prioritas strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan

Langkah V Pengambilan keputusan Metode ANP BOCR

Kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan

Data hasil multi kriteria Langkah IV

Hasil peringkat prioritas kriteria strategi

Sumber : Adaptasi dari Le (2014)

Hal | 32

Penelitian dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitan

utama disertasi ini, dengan 5 langkah pengumpulan data dengan masing-masing

tujuan untuk : (1) tinjauan literatur; (2) pemodelan struktural SEM; (3) pemodelan

dengan metode ANP BOCR; (4) pengambilan keputusan strategi utama, dan; (5)

pengambilan kesimpulan dan saran.

1.11 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan satu model

strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Sedangkan secara khusus penelitian ini ditujukan untuk : (a) menentukan pilihan

strategi yang paling optimal dalam rangka mengembangkan daya saing dan

keberlanjutan kawasan pariwisata; (b) mamahami pengaruh dan keterkaitan

elemen-elemen pengembangan kawasan pariwisata sebagai kriteria dalam

menentukan alternatif strategi utama dan strategi pendukung.

Untuk mencapai tujuan umum dan khusus penelitian tersebut, maka tujuan

anatara disusun yaitu : (1) menganalisis permintaan pengunjung terhadap daya

tarik wisata, sarana dan prasarana, sumber daya manusia yang mempengaruhi

kualitas pelayanan kawasan, citra kawasan dan daya saing usaha pariwisata; (2)

mengidentifikasi aspek-aspek pengembangan kawasan pariwisata berdasarkan

keseimbangan permintaan dan penawaran; (3) melakukan analisis masalah, usulan

solusi masalah dan skenario strategi standar, realists, optimistis, dan pesimistis;

(4) pengambilan keputusan strategi utama dan strategi pendukung yang paling

baik dan optimal bagi terwujudnya kawasan pariwisata yang berdaya saing dan

berkelanjutan.

1.12 Manfaat Penelitian

Penelitian memberikan kontribusi teoritis dan praktis pengembangan

kawasan pariwisata. Penelitian memberikan manfaat pada pengetahuan teoritis,

yaitu memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan satu model strategi

Hal | 33

pengembangan kawasan pariwisata, sebagai koreksi terhadap teori peningkatan

daya saing destinasi wisata yang telah ada pada literatur. Hal ini dicapai dengan

menguji secara empiris berdasarkan perspektif wisatawan dan penilaian para

pakar pariwisata tentang aspek-aspek pengembangan daya saing kawasan-

kawasan pariwisata dalam suatu kota berkarakter kota tujuan bisnis dan

pariwisata.

Dari sudut pandang teoritis:

(1) sebagai salah satu acuan pengembangan ilmu pengetahuan;

(2) sumbangan teori tentang model strategi pengembangan kawasan pariwisata

yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Dari sudut pandang praktis:

(1) sebagai referensi perencanaan dan pengembangan daya saing destinasi wisata

yang berdaya saing dan berkelanjutan;

(2) menjadi sumber yang reliabel bagi para praktisi untuk perencanaan strategis

dan penyusunan program demi memperkuat daya saing destinasi wisata;

(3) sebagai acuan penyempurnaan kebijakan pengambangan kawasan pariwisata

dalam kota, pembinaan sosial, budaya, ekonomi, hukum, lingkungan hidup,

dan kelembagaan, sehingga dapat mendukung daya saing dan keberlanjutan

kawasan pariwisata.