bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.ums.ac.id/65121/3/bab i.pdfstruktur pelapisan batuan,...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air di bumi sekitar dua pertiganya adalah berupa es yang terdapat di kutub bumi dan sebagian besar sisanya adalah berwujud air bawah tanah yang bergerak turun sampai kedalaman antara 200-600 m dibawah permukaan tanah (Indarto,2010). Air tanah apabila dilihat secara fisik saja lebih layak dibandingan segala jenis air permukaan. Air yang layak untuk konsumsi sangat diperlukan terutama untuk konsumsi rumah tangga saat ini. Salah satu sumber air bersih yaitu berasal dari air tanah. Air tanah banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik, irigasi, dan industri . Air yang mengalami infiltrasi kemudian menjadi air tanah dapat berkaitan dengan keberadaan mata air. Mata air (spring) adalah air tanah yang muncul ke permukaan tanah secara terkonsentrasi sebagai suatu aliran air yang mengalir (Todd dan Mays, 2005). Mata air yang muncul ke permukaan bumi merupakan suatu cerminan dari adanya air tanah yang keluarnya dipengaruhi oleh faktor geomorfologi. Mata air berdasarkan sebab terjadinya diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: mata air yang dihasilkan oleh tenaga non gravitasi (non gravitational spring) dan tenaga gravitasi (gravitational spring) (Todd dan Mays, 2005). Mata air umumnya berwarna jernih namun apabila mata air tersebut berada pada daerah karst akan memiliki kandungan kesadahan yang sangat tinggi. Hidrogeomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari keberadaan air tanah yang dipengaruhi oleh faktor geomorfologi (Brown, 1995 dalam Rahmandya, 2016). Adanya perbedaan dari potensi mata air di setiap wilayah karena disebabkan adanya perbedaan geomorfologi. Air tanah dikaji dengan menerapkan faktor geomorfologi seperti kondisi relief, struktur pelapisan batuan, litologi dan stratigrafi sangat menentukan

Upload: trandiep

Post on 30-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air di bumi sekitar dua pertiganya adalah berupa es yang terdapat di

kutub bumi dan sebagian besar sisanya adalah berwujud air bawah tanah yang

bergerak turun sampai kedalaman antara 200-600 m dibawah permukaan

tanah (Indarto,2010). Air tanah apabila dilihat secara fisik saja lebih layak

dibandingan segala jenis air permukaan. Air yang layak untuk konsumsi

sangat diperlukan terutama untuk konsumsi rumah tangga saat ini. Salah satu

sumber air bersih yaitu berasal dari air tanah. Air tanah banyak dimanfaatkan

untuk kebutuhan domestik, irigasi, dan industri .

Air yang mengalami infiltrasi kemudian menjadi air tanah dapat

berkaitan dengan keberadaan mata air. Mata air (spring) adalah air tanah yang

muncul ke permukaan tanah secara terkonsentrasi sebagai suatu aliran air

yang mengalir (Todd dan Mays, 2005). Mata air yang muncul ke permukaan

bumi merupakan suatu cerminan dari adanya air tanah yang keluarnya

dipengaruhi oleh faktor geomorfologi. Mata air berdasarkan sebab terjadinya

diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: mata air yang dihasilkan oleh tenaga non

gravitasi (non gravitational spring) dan tenaga gravitasi (gravitational

spring) (Todd dan Mays, 2005). Mata air umumnya berwarna jernih namun

apabila mata air tersebut berada pada daerah karst akan memiliki kandungan

kesadahan yang sangat tinggi.

Hidrogeomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari keberadaan air tanah yang dipengaruhi oleh faktor geomorfologi

(Brown, 1995 dalam Rahmandya, 2016). Adanya perbedaan dari potensi mata

air di setiap wilayah karena disebabkan adanya perbedaan geomorfologi. Air

tanah dikaji dengan menerapkan faktor geomorfologi seperti kondisi relief,

struktur pelapisan batuan, litologi dan stratigrafi sangat menentukan

2

keberagaman kuantitas dan kualitas air tanah (Sutikno, 1992).

Hidrogeomorfologi karst menunjukkan bagaimana kotrol dari hidrogeologi

bersama dengan kondisi geologi yang mempengaruhi pembentukan

geomorfologi karst. Namun terminologi ini berlaku sebaliknya dalam aplikasi

untuk penelitian air tanah, yaitu bagaimana kontrol dari geomorfologi dan

geologi mempengaruhi sebaran akuifer karst, kemunculan mata air karst.

Karst merupakan suatu medan dengan kondisi hidrologi yang khas

sebagai akibat dari batuan yang mudah larut dan memiliki porositas sekunder

yang berkembang baik (Ford dan Williams, 2007). Indonesia memiliki

persebaran ekosistem karst yang membentang luas. Karst memiliki potensi

kekayaan alam yang khas. Contohnya mata air dan beberapa hewan endemik.

Karst identik dengan daerah kering dan kekurangan air tetapi sebenarnya

karst merupakan daerah yang kaya akan sumber air. Sumber airnya hanya

saja tersembunyi di bawah tanah. Kawasan karst sering terkesan hanya

sebagai lahan gersang dan berbatu, sehingga tidaklah mengherankan batulah

yang dianggap sebagai potensi yang menggiurkan dari kawasan karst (Eko

Haryono, 2001). Kawasan karst menjadi surmberdaya yang potensial untuk

mendukung kehidupan karena kekayaan yang berlimpah dan di sisi lain

rentan akan kerusakan akibat ulah manusia sejak saat itu. Perkembangan

dalam jangka panjang kawasan ini terus mengalami gangguan oleh

eksploitasi untuk kepentingan ekonomi, sehingga perlu usaha untuk

melindungi demi kelestarian fungsi kawasan itu sendiri (Sutikno, 1997).

Kawasan bentukan asal karst cenderung mengalami degradasi dari waktu ke

waktu akibat proses antropogenik. Potensi sumberdaya karst yang sering

dimanfaatkan untuk kehidupan manusia sering sekali menimbulkan konflik

kepentingan. Konflik tersebut seperti contohnya pembangunan pabrik semen

dan penambangan batu gamping secara berlebihan. Salah satu contoh karst di

Indonesia yaitu Pegunungan Kendeng. Pegunungan Kendeng membentang

dari Tuban ke arah timur melalui Lamongan, Gresik dan hampir keseluruhan

Pulau Madura. Sedangkan jalur Rembang sendiri terdiri dari pegunungan

lipatan berbentuk Antiklinorium yang memanjang ke arah Barat-Timur, dari

3

kota Purwodadi melalui Blora, Pati, Jatirogo, dan Tuban. Gambar 1.1 berikut

ini menunjukkan contoh bukti dari penambangan batu gamping di Desa

Beketel Kecamatan Kayen

Gambar 1.1Penambangan Bukit Karst di Desa Beketel Kecamatan Kayen

Sumber : Data Lapangan, 2018

Interpretasi Peta bentukan asal Kecamatan Kayen 1: 25.000 terdapat

dua jenis bentukan asal di daerah penelitian yaitu bentukan asal karst dan

bentukan asal fluvial. Kecamatan ini termasuk dalam Kawasan Lindung

Geologi Sukolilo yang meliputi Kecamatan Sukolilo, Kecamatan

Tambakromo dan Kecamatan Kayen. Kecamatan Kayen bagian selatan

merupakan wilayah yang dilewati pegunungan kendeng meliputi Desa

Beketel, Purwokerto, Duren Sawit, Sumbersari, sebagiannya dilewati hingga

Desa Slungkep, Brati dan Jimbaran. Beberapa desa tersebut juga memiliki

kontur yang sangat rapat apabila dilihat dari peta topografi sehingga banyak

sekali ditemui lereng yang terjal pada daerah tersebut. Data pada peta geologi

menunjukkan bahwa terdapat 7 formasi geologi yang menyusun wilayah ini

antara lain yaitu Aluvial, Anggota Selorejo, Formasi Ledok, Formasi Lidah,

Formasi Mundu, Formasi Ngrayong dan Formasi Wonocolo. Formasi geologi

tersebut merupakan suatu formasi endapan aluvial dan endapan sedimen dari

batu gamping. Semua formasi tersebut selain formasi aluvial merupakan

4

suatu formasi batu gamping yang identik dengan struktur perlapisan dan

lubang pelarutan.

Akuifer di Kecamatan Kayen memiliki aliran berupa celahan, rekahan

dan saluran air tanah melalui zona celahan, rekahan, dan saluran pelarutan

dengan debit sumur beragam dan beberapa sumber mata air dengan debit

yang cukup besar (Buku Putih Sanitasi Pati, 2012). Batuan penyusun daerah

penelitian terdiri dari dua jenis yaitu batu gamping pasiran dan batu gamping

klastik, menyebar dan memanjang membentuk perbukitan dari karst Sukolilo

hingga Kecamatan Kayen dan Tambakromo. Batu gamping pasiran dan batu

gamping klastik berada pada stuktur geologi Formasi Wonocolo yang identik

dengan struktur perlapisan dan lubang pelarutan. Kedua jenis batu gamping

tersebut merupakan sumber utama banyaknya mata air yang ada di Karst

Kecamatan Kayen. Penyebabnya karena batu gamping memiliki sifat

porositas dan permeabilitas yang tinggi sehingga kemampuan melewatkan

dan meloloskan air juga tinggi.

Data sumber air untuk air bersih dan air minum menunjukkan terdapat

4 desa menggunakan mata air untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya.

Keempat desa tersebut berada pada wilayah Pegunungan Kendeng dengan

lereng yang terjal sehingga air tanah sulit untuk dimanfaatkan. Desa yang

berada pada daerah yang cenderung datar menggunakan sumur untuk

memenuhi kebutuhan air minum dan air bersihnya. Desa Sundoluhur

merupakan salah satu desa yang menggunakan air kemasan untuk memenuhi

kebutuhan air minum karena desa ini seringkali mengalami bencana

kekeringan dan air tanahnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan air

bersih saja. Kecamatan Kayen tidak seluruhnya dilewati Pegunungan

Kendeng hanya beberapa desa saja dan desa lainnya termasuk wilayah

dataran yang merupakan daerah endapan aluvial, jadi tidak semua wilayah di

kecamatan ini dapat ditemukan mata air. Adapun tabel 1.1 dapat menjelaskan

sumber air pada setiap desa di Kecamatan Kayen berikut ini :

5

Tabel 1.1 Banyaknya Desa Menurut Sumber Air Untuk Air Bersih Dan Air

Minum

No Nama Desa Sumber air untuk air

minum

Sumber air untuk air

bersih

1. Jimbaran Sumur Sumur

2. Duren Sawit Mata Air Mata Air

3. Slungkep Sumur Sumur

4. Beketel Mata Air Mata Air

5. Purwokerto Mata Air Mata Air

6. Sumbersari Sumur Sumur

7. Brati Mata Air Mata Air

8. Jatiroto Sumur Sumur

9. Kayen Sumur Sumur

10. Trimulyo Sumur Sumur

11. Srikaton Sumur Sumur

12. Pasuruhan Sumur Sumur

13. Pesagi Sumur Sumur

14. Rogomulyo Sumur Bor/ Pompa Sumur Bor/ Pompa

15. Talun Sumur Sumur

16. Boloagung Sumur Sumur

17. Sundoluhur Air Kemasan Sumur

Sumber : Statistik Potensi Desa Kecamatan Kayen 2014 (BPS)

Mata air di Kecamatan Kayen yang berada di desa Beketel dan

beberapa desa lainnya selain dimanfaatkan warga untuk memenuhi kebutuhan

air juga dimanfaatkan untuk obyek wisata. Beberapa obyek wisata yang

terkenal yaitu wisata Goa Pancur, Goa Boyo, wisata telaga Terpus, dan

beberapa wisata bukit lain yang menampakkan keindahan alam bukit karst.

Potensi alam karst sangatlah memiliki banyak manfaat untuk warga

sekitarnya seperti salah satu contohnya sebagai komoditas perekonomian

dengan adanya obyek wisata alam karst. Manfaat adanya sumber mata air

juga sangat dirasakan warga di 4 desa di Kecamatan Kayen ini. Pemanfaatan

6

mata air ini hanya sebatas di 4 desa tersebut dan desa di sekitarnya belum

optimal memanfaatkan. Mata air belum bisa digunakan untuk mengatasi

kekeringan, walaupun semua mata air bersifat parennial atau mengalir

sepanjang tahunnya. Pemanfaatan dari adanya potensi batu gamping juga

menjadi permasalahan pada wilayah ini yaitu adanya penambangan batu

gamping. Eksploitasi batu gamping dapat menyebabkan potensi lain hilang

seperti contohnya hilangnya mata air. Pengkajian mata air diperlukan agar

diketahui potensi karst dan penambangan batu gamping yang merusak

lingkungan tidak akan berlanjut.

Berdasarkan beberapa masalah tersebut, adanya kelengkapan

inventarisasi potensi sumberdaya air diperlukan untuk mengkaji sejauh mana

potensi dan karakteristik mata air yang ada dengan menggunakan pendeketan

hidrogeomorfologi. Beberapa masalah yang diuraikan pada latar belakang

tersebut maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul: “

Kajian Hidrogeomorfologi Mata Air Di Kawasan Karst Kecamatan

Kayen Kabupaten Pati Jawa Tengah “.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, perlu adanya pengkajian

mengenai karakteristik dan distribusi mata air dengan pendekatan

hidrogeomorfologi, dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. bagaimanakah pola persebaran dan karakteristik mata air di Kecamatan

Kayen berdasarkan pendekatan hidrogeomorfologi?, dan

b. apa faktor hidrogeomorfologi yang memepengaruhi pemunculan mata

air di lokasi penelitian ?.

7

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan penelitian maka tujuan penelitian dapat

ditentukan sebagai berikut :

a. menentukan pola persebaran dan karakteristik mata air di Kecamatan

Kayen berdasarkan pendekatan hidrogeomorfologi, dan

b. mengkaji faktor hidrogeomorfologi yang mempengaruhi pemunculan mata

air.

1.4 Kegunaan Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi manfaat teoritis dan

manfaat praktis berikut ini.

1. Manfaat teoritis

a. Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana

menambah khasanah dalam pengembangan ilmu bagi kajian ilmu

geografi yang berkaitan dengan mata air dan kaitannya dengan

pendekatan hidrogeomorfologi.

b. Digunakan sebagai sarana informasi oleh peneliti yang lain untuk

penelitian selanjutnya yang sejenis.

2. Manfaat praktis

a. Dapat bermanfaat sebagai suatu acuan dan masukan yang berkaitan

dengan potensi mata air untuk pemanfaatan dan pengelolaan mata air di

kawasan karst Kecamatan Kayen bagi pemerintah daerah setempat.

b. Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi kepada

masyarakat daerah setempat agar kelestarian dari kekayaan kawasan

karst semakin terjaga.

8

1.5 Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya

1.5.1 Telaah Pustaka

A. Hidrologi Karst

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya

(cairan,gas, padat) pada, dalam, dan diatas permukaan tanah (Asdak, 2001).

Definisi karst yaitu medan dengan kondisi hidrologi yang khas sebagai akibat

dari batuan yang mudah larut dan memiliki porositas sekunder yang

berkembang biak (Ford dan Williams, 2007). Ilmu hidrologi secara umum kita

belajar mengenai suatu distribusi air di permukaan bumi baik itu di atmosfer, di

permukaan tanah, atau di bawah permukaan tanah.

Belajar tentang hidrologi maka tidak akan lepas dari siklus hidrologi.

Namun kali ini tidak membahas mengenai siklus hidrologi secara umum,

karena sifatnya, fokus dari hidrologi karst adalah bukan pada air permukaan

tetapi pada air yang tersimpan di bawah tanah pada sistem-sistem drainase

bawah permukaan karst (Adji dan Haryono, 2004). Sistem hidrologi yang ada

pada wilayah karst akan memiliki sistem yang berbeda pada sistem hidrologi

wilayah non karst yang sistem hidrologinya terlihat sangat jelas dari pola

aliran sungai di atas permukaan. Sistem hidrologi secara umumnya sumber air

utamanya berupa curah hujan kemudian dari air hujan tersebut terjadilah

distribusi air ke permukaan bumi melalui beberapa cara yaitu air lolos

(throughfall), aliran batang (steamflow). Selanjutnya aliran permukaan yang

terbagi menjadi beberapa distribusi air lagi seperti menjadi air larian, evaporasi

dan infiltrasi. Siklus hidrologi secara umum disajikan pada gambar 1.2 berikut.

9

Gambar 1.2 Siklus Hidrologi Secara Umum

Sumber : Todd dan Mays, 2005

Dari gambar 1.3 berikut ini terlihat bahwa karena sifat batuan karbonat

yang mempunyai banyak rongga percelahan dan mudah larut dalam air, maka

sistem drainase permukaan tidak berkembang dan lebih didominasi oleh sistem

drainase bawah permukaan. Penyebabnya tidak terlepas dari sifat porositas

batuan gamping. Kenampakan drainase bawah permukaan contohnya yaitu

adanya sistem pergoaan yang terkadang berair dan dikenal sebagai sungai

bawah tanah, selanjutnya akan disebut sebagai air tanah karst.

Gambar 1.3 Drainase Bawah Permukaan di Daerah Karst

Sumber : eccentrix.com dalam Adji dan Haryono, 2004

10

B. Air Tanah dan Akuifer

Karst dikenal sebagai suatu kawasan yang unik dan dicirikan oleh

topografi eksokarst seperti lembah karst, doline,uvala, polje, karren, kerucut

karst dan berkembangnya sistem drainase bawah permukaan yang jauh lebih

dominan dibandingkan dengan sistem aliran permukaannya (Adji dkk, 1999).

Air tanah merupakan air yang berasal dari ilfiltrasi permukaan tanah yang

menempati rongga-rongga batuan dalam lapisan geologi. Air tanah

merupakan salah satu kajian dalam ilmu hidrologi.

Sistem hidrologi karst banyak dijumpai sungai bawah tanah. Secara

definitif, air pada sungai bawah tanah dapat disebut sebagai air tanah merujuk

pada definisi air tanah bahwa air tanah merupakan air yang mengisi celah

atau pori-pori/ rongga antar batuan dan bersifat dinamis (Todd dan

Mays,2005). Air tanah karst juga merupakan air yang mengisi

batuan/percelahan yang banyak terdapat pada kawasan ini, walaupun

karakteristiknya sangat berbeda dibandingkan dengan karakteristik air tanah

pada kawasan lain. Sistem hidrologi karst terdapat tiga kompoen utama yaitu

akuifer, sistem hidrologi permukaan, dan sistem hidrologi bawah permukaan

(Jankowski,2001 dalam Fahad Nuraini 2012).

Akuifer dapat diartikan suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi

satuan geologi yang permeable baik yang terkonsolidasi maupun yang tidak

terkonsolidasi dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran

konduktivitas hidrolik (K) sehingga dapat membawa air dalam jumlah

(kuantitas) yang ekonomis (Kodoatie dan sjarief, 2005). Berdasarkan

kedudukannya dalam formasi geologi terdapat 3 jenis akuifer yaitu akuifer

bebas, akuifer semi tertekan dan akuifer tertekan (Todd dan Mays, 2005).

Faktor pertama yang mempengaruhi pembentukan akuifer yaitu asal usul

genesis bentang lahan terutama hasil geomorfologinya. Faktor kedua yaitu

lingkungan pengendapan dari batuan dasarnya. Kondisi lingkungan

pengendapan akan memberikan struktur dan ukuran batuan hasil proses

sedimentasi, yang pada akhirnya membentuk stratigrafi akuifer tertentu

11

(Santosa dan Adji, 2014). Lokasi pengendapan yang berbeda akan

mempengaruhi sistem akuifer dan hidrogeokimia air tanah.

Akuifer sebagai formasi geologi berdasarkan batuan penyusunnya

terbagi menjadi dua yaitu akuifer batuan dasar dan akuifer aluvial. Batuan

dasar dari geomorfologi karst yaitu batu gamping. Batu gamping yang

mengandung CaCO3 tinggi akan mudah larut, sehingga bentukan asal karst

akan semakin berkembang pada batuan dengan kandungan CaCO3 tinggi

(Pramono dan Ashari, 2014) . Banyak ditemukan mata air besar di wilayah

akuifer gamping karena batu gamping mengandung kalsium karbonat terlarut

sehingga air tanah di kawasan karst memiliki tingkat kesadahan yang tinggi.

Adanya pelarutan batu gamping menyebabkan batuan memiliki pori-pori

yang semakin besar yang disebabkan oleh ketirisan batuan. Pori-pori tersebut

semakin berkembang sehingga membentuk suatu rongga yang besar, maka

terbentuklah waduk air tanah yang besar.

Gambar 1.3 bagian atas permukaan tanah diasumsikan memiliki tiga

komponen daerah tangkapan air yaitu dari formasi karst itu sendiri, daerah

lain non karst yang berdekatan, dan masukan dari bagian atas formasi karst

atau masukan langsung secara vertikal (White 1998 dalam Adji dan Haryono,

2004). Sebagian air hujan akan mengalami evaporasi dan sisanya akan masuk

kedalam akuifer sebagai limpasan allogenic, limpasan internal dan infiltrasi

rekahan- rekahan kecil. Hujan yang masuk harus menjenuhkan tanah dan

zone rekahan/epikarst sebelum masuk ke zona vadose. Sungai yang terputus

dan masuk melalui ponor pada lembah doline yang akan membentuk lorong

conduit yang akan berkembang menjadi pipa vadose. Selanjutnya aliran air

yang ada diatas formasi karst langsung menuju zona vadose melalui lorong

vertikal. Aliran air tersebut akan bergabung di lereng conduit dengan aliran

masukan lainnya. Ada pula yang berubah menjadi mata air, apabila

dipengaruhi oleh topografi dan geologi.

12

Gambar 1.4 Sistem aliran internal pada akuifer karst (White,1988 dalam Adji dan

Haryono, 2004)

C. Bentuklahan

Ilmu geomorfologi merupakan suatu ilmu yang dasarnya mengkaji

tentang bentuk lahan. Bentuk lahan adalah suatu kenampakan tertentu yang

berbeda dan memiliki ciri khas tertentu di setiap permukaan bumi yang

merupakan suatu hasil dari proses geomorfologi. Bentuk lahan terbentuk secara

kontruksional yang diakibatkan oleh tenaga endogen dan dipengaruhi oleh

pengaruh luar berupa tenaga eksogen. Air, angin, dan gletser sebagai agen yang

merubah batuan atau tanah membentuk bentang alam yang bersifat

destruksional dan menghasilkan bentuk-bentuk alam darat tertentu atau

landform (Noor, 2011). Masing-masing dari bentuk lahan dicirikan oleh

adanya perbedaan dalam hal relief, litologi, struktur dan proses geomorfologi.

Unit geomorfologi dirinci menjadi bentang lahan kemudian dirinci lagi

menjadi unit bentuk lahan yang selanjutnya terakhir dirinci menjadi unit

medan. Bentuk lahan dibagi menjadi 2 yaitu bentuk lahan mayor dan dirinci

lagi menjadi bentuk lahan minor. Karst atau solusional merupakan suatu

contoh bentuk lahan mayor yang memiliki rincian lagi berupa bentuk lahan

13

minor karst. Karst termasuk bentukan asal yang mana pembentukannya

didominasi oleh proses pelarutan dari batuan karbonat atau batu gamping.

Berikut ini tabel 1.2 merupakan tabel rincian bentuk lahan dari bentukan asal

karst:

Tabel 1.2 Rincian bentuklahan asal karst dan Fluvial (Vans Zuidam,1983)

K Kode Unit Karakteristik

K1 Karst Plateus Topografi bergelombang – bergelombang

kuat dengan sedikit depresi hasil pelarutan

dan lembah mengikuti kekar.

K2 Karst/Denudation Slope and Hills

Topografi dengan lereng menengah – curam,

bergelombang kuat – berbukit, permukaan

tak teratur dengan kemungkinan dijumpai

lapis, depresi hasil pelarutan dan sedikit

lembah kering.

K3 Karstic/ Denudational Hilss and

Mountains

Topografi dengan lereng menengah sangat

curam, berbukit, pegunungan, lapis, depresi

hasil pelarutan,cliff, permukaan berbatu.

K4 Labyrint or Starkarst Zone Topografi dengan lereng curam – sangat

curam, permukaan sangat kasar dan tajam

dan depresi hasil pelarutan yang tak teratur

K5 Conical Karst Zone Topografi dengan lereng menengah – sangat

curam, bergelombang kuat – berbukit,

perbukitan membundar bentuk conic &

pepino & depresi polygonal (cockpits &

glades).

K6 Tower Karst Hills or Hills Zone/

Isolated Limestone Remnant

Perbukitan terisolir dengan lereng sangat

curam – amat sangat curam (towers, hums,

mogots atau haystacks).

K7 Dataran Aluvial Karst Topografi datar – hampir datar mengelilingi

sisa batugamping terisolasi / zona perbukitan

menara karst atau perbukitan normal atau

terajam lemah.

K8 Karst Border/ Marginal Plain Lereng hampir datar – landai, terajam dan

jarang atau sangat jarang banjir.

K9 Major Uvala/ Glades Sering ditemukan depresi polygonal atau

hasil pelarutan dengan tepi lereng curam

menengah – curam, jarang banjir

14

Sumber : Vans Zuidam, 1983 dalam miakurnia2205.blogspot.com

D. Hidrogeomorgologi

Hidrogeomorfologi merupakan suatu ilmu yang menggabungkan 2

ilmu menjadi satu yaitu Ilmu Hidrologi dan Ilmu Geomorfologi. Definisi

K10

Poljes Bentuk depresi memanjang dan luas, sering

berkembang pada sesar dan kontak litologi,

sering banjir oleh air sungai, air hujan &

mata air karst.

K11 Dry Valleys (Major) Lembah dengan lereng landai curam –

menengah, sering dijumpai sisi lembah yang

curam – sangat curam, depresi hasil pelarutan

(ponors) dapat muncul.

K12 Karst Canyons/ Collapsed Vallyes Lembah berlereng landai curam – menengah

dengan sisi lembah sangat curam – teramat

curam, dasar lembah tak teratur dan jembatan

dapat terbentuk.

Bntuk Lahan Asal Fluvial

F1 Rivers beds

Hampir datar, topografi teratur dengan

garis batas permukaan air yang bervariasi

mengalami erosi dan bagian yang

terakumulasi.

F2 Lakes Tubuh air.

F3 Flood plains Hampir datar, topografi tidak teratur,

banjir musiman.

F4 Fluvial levees, alluvial ridges

and point bar

Topografi dengan lereng landai,

berhubungan erat dengan peninggian

dasar oleh akumulasi fluvial.

F5 Swamps, fluvial basin Topografi landai-hampir landai (swamps,

tree vege-tation)

F6 Fluvial terraces Topografi dengan lereng hampir datar-

landai, tersayat lemah-menengah.

F7 Active alluvial fans

Lereng landai-curam menengah, biasanya

banjir dan berhubungan dengan

peninggian dasar oleh akumulasi fluvial.

F8 Inactive alluvial fans

Lereng curam-landai menengah, jarang

banjir dan pada umumnya tersayat lemah-

menengah.

F9 Fluvial-deltaic

Topografi datar tidak teratur lemah, oleh

karena banjir dan peninggian dasar oleh

fluvial, dan pengaruh marine

15

ilmu hidrologi secara lebih khusus yaitu ilmu bumi yang mempelajari sifat

dan karakteristik air, kejadian, distribusi, dan gerakan air (Indarto,2010).

Ilmu geomorfologi memiliki definisi yaitu bagian dari ilmu kebumian

yang mengkhususkan pada telaah bentukan asal yang menyusun

permukaan bumi dengan penekanan pada evolusinya dari waktu ke waktu

yang berhubungan dengan lingkungan tempat hidup manusia. Pengertian

dari ilmu hidrogeomorfologi sendiri yaitu suatu studi yang berhubungan

dengan pergerakan air tanah yang dikontrol oleh kondisi geomorfologi

(Brown, 1995 dalam Rahmandya 2016).

Bentukan asal suatu wilayah dapat mengontrol keberadaan air

tanah pada wilayah tersebut. Terdapat 4 aspek yang mempengaruhi

bentukan asal yaitu morfologi (morfostruktur, morfoaransemen,

morfolokronologi,dll) , struktur geomorfologi, proses geomorfologi dan

material penyusun. Material penyusun bentukan asal karst yaitu batuan

sedimen jenis non klastik yaitu batu gamping. Keempat aspek tersebut

dapat mempengaruhi respon suatu lingkungan terhadap keberadaan air

tanah. Baik pada sistem pergerakan air tanah atau pada potensi air

tanahnya.

Hidrogeomorfologi digunakan untuk menjelaskan mengenai faktor

keberadaan air tanah yang dilihat dari segi geomorfologi lingkungan

tersebut. Kondisi geologi akan mempengaruhi kerakteristik akuifer seperti

jenis akuifer, ketebalan akuifer, permeabilitas akuifer dan umur batuan

sehingga mempangaruhi gerakan, kuantitas, dan kualitas air tanah

(Santosa, 2006). Bentukan asal yang berbeda akan memiki jenis batuan

yang berbeda. Perbedaan itu menyebabkan akuifer dari jenis batuan

sehingga potensi air tanah pada setiap wilayah tidak akan sama.

Munculnya air tanah ke permukaan bumi karena suatu sebab disebut

dengan mata air. Penyebab keluarnya air tanah ke permukaan bumi itu

dipengaruhi oleh aspek geomorfologi yaitu berupa topografi, gravitasi,

struktur geologi, dan lain-lain.

16

E. Mata Air Karst

Mata air karst menurut (White, 1988 dalam Adji dan Haryono

(2004) adalah air yang keluar dari akuifer karst terutama pada cavities

hasil pelarutan di permukaan atau bawah permukaan bumi. Penyebab

munculnya mata air ke permukaan bumi. Alasan tersebut berupa adanya

tenaga yang mengakibatkan munculnya mata air ke permukaan bumi.

Terdapat 2 jenis mata air yang diklasifikasikan berdasarkan sebab

terjadinya yaitu mata air yang dihasilkan oleh tenaga non gravitasi (non

gravitational spring) dan tenaga gravitasi (gravitational spring) (Todd

dan Mays, 2005). Jenis mata air yang tergolong non gravitasi yaitu: mata

air vulkanik, mata air celah, mata air hangat dan mata air panas

(Sudarmadji,2013). Mata air jenis gravitasi sendiri dikelompokkan

menjadi beberapa tipe yaitu :

1. Mata air depresi adalah mata air yang terbentuk karena muka air

tanah terpotong oleh permukaan tanah

2. Mata air kontak adalah mata air yang terjadi bila lapisan lolos air

yang menyimpan air terletak di atas lapisan kedap air dan

selanjutnya muka air tanah terpotong oleh permukaan tanah

3. Mata air artesis adalah mata air yang munculnya disebabkan oleh

tekanan air dari akuifer tertekan atau singkapan batuan melalui celah

di dasar lapisan kedap air

4. Mata air pada batuan kedap adalah mata air yang muncul pada

saluran tabular atau pada retakan batuan kedap air

5. Mata air rekahan adalah mata air yang muncul karena adanya saluran

di dalam batuan seperti adanya alur lava atau alur pelarutan, adanya

rekahan batuan yang kedap air yang berhubungan dengan air tanah.

Sebab lain yang menyebabkan munculnya mata air selain gravitasi yaitu

topografi, struktur geologi, dll (Sudarmadji, 2013)

Mata air karst berasal dari rekahan (kekar) batuan yang

merupakan jalan masuk air yang membentuk drainase vertikal sehingga

17

memungkinkan sungai bawah tanah dan pelarutan yang terkonsentrasi

dari akuifer (Pramono dan Ashari, 2014). Proses pelarutan menyebabkan

terbentuknya rongga sehingga terbentuk alur bawah tanah yang dapat

mengalirkan seluruh debit aliran. Ditemukannya istilah sungai hilang di

daerah karst, yang dimaksud sungai hilang yaitu sungai yang aliran

permukaannya terputus. Sungai di daerah karst tidak mengalami

perkembangan di permukaan tetapi hilang di bawah tanah melalu gua

(cave spring) dan kemudian muncul lagi permukaan tanah. Berikut ini

gambar 1.5 menyajikan ilustrasi bagaimana terjadinya sungai hilang di

daerah karst.

Gambar 1.5 Proses terputusnya sungai permukaan

Sumber: widocepekawarih.com

Mata air karst memiliki keunikan yang tidak dijumpai pada mata

air biasanya. Keunikannya yaitu mata air karst memiliki debit yang sama,

suhu yang sama dan tingkat kesadahan yang sama pula. Perbedaan

tingkat karakteristik dari keunikan mata air tergantung dari tingkat

kartifikasi suatu wilayah. Semakin sedikit mata air, maka jumlah debit

yang keluar semakin besar. Jumlah mata air yang sedikit mengakibatkan

distribusi air tanah akan semakin banyak.

18

1.5.2 Penelitian Sebelumnya

Annisa Mutia Indayu Rahmandya (2016) dalam penelitiannya yang

berjudul Kajian Hidrogeomorfologi Mata Air di Sub-Das Ngrancah, Kulon

Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta mengemukakan bahwa kajian mengenai

karakteristik dan distribusi mata air dapat menggunakan pendekatan

hidrogeomorfologi. Daerah kajian menggunakan sumberdaya mata air sebagai

pengganti air tanah untuk pemenuhan kebutuhan penduduk dan sebagai suplai

air pada DAS sehingga perlu dilakukan penelitian. Tujuan penelitian ini yaitu

menentukan karakteristik dan pola sebaran mata air di daerah penelitian, dan

faktor hidrogeomorfologi apa yang mengontrol sebaran mata air di Sub-DAS

Ngrancah. Cara pengumpulan datanya yaitu dengan pengukuran langsung di

lapangan dan olah data sekunder seperti peta dan penelitian terdahulu. Metode

pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dalam

pengamatan mata air di wilayah. Hasil dari penelitian ini yaitu pola sebaran

mata air menyebar pada bagian barat daya serta selatan DAS dan pola

mengelompok pada bagian timur, timur laut dan utara DAS. Karakteristik

menurut debit termasuk mata air yang berada pada kelas V hingga kelas VIII.

Pola mata air menyebar disebabkan oleh retakan-retakan lokal pada batuan

andesit dan perubahan lereng. Pola mata air yang mengelompok disebabkan

oleh perubahan lereng yang sangat besar dan kontak batuan antara Formasi

Kebobutak, Andesit Tua dan Formasi Jonggrangan.

Langgeng Wahyu Santosa (2006) pada studi penelitiannya mengenai

Kajian Hidrogeomorfologi Mata Air di Sebagian Lereng Barat Gunungapi

Lawu mengemukakan persebaran mata air di daerah kajian menggunakan

pendekatan hidrogeomorfologi. Salah satu wilayah yang memiliki potensi mata

air yaitu wilayah gunungapi, sedangkan Gunungapi Lawu merupakan

gunungapi strato tua yang mempunyai potensi mata air yang cukup tinggi.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik dan pola agihan

mata air pada setiap morfologi di sebagian lereng barat Gunungapi Lawu.

Metode yang digunakan yaitu pengukuran langsung di lapangan secara

19

systematic sampling dan didukung pula dengan data hasil-hasil penelitian

terdahulu. Hasil dari penelitian ini yaitu persebaran mata air tidak membentuk

sabuk mata air seperti gunungapi strato pada umumnya yang disebabkan oleh

adanya erosi dan gerakan massa yang intensif. Mata air yang muncul pada

daerah penelitian sebagian besar dikontrol oleh sesar Gunungapi Lawu dan

sesar-sesar lain yang diperkirakan berukuran kecil-kecil relatif tegak lurus

dengan sesar utama Lawu.

Farid Ibrahim (2015) telah melakukan penelitian untuk skripsinya yang

berjudul Inventarisasi Karakteristik Mata Air Di Sebagian Lereng Selatan

Gunung Api Slamet Kabupaten Banyumas Melalui Pendekatan Penginderaan

Jauh menyebutkan bahwa kemunculan mata air dipengaruhi oleh beragam

faktor fisik lahan seperti kemiringan lereng, formasi batuan, penutup lahan

seperti indikasi sabuk mata air. Tujuan dari penelitian ini yaitu 1) menganalisis

karakteristik mata air di sebagian lereng Gunungapi Slamet berdasarkan

parameter fisik lahan, 2) Memetakan potensi pemunculan mata air di lereng

selatan Gunungapi Slamet melalui pendekatan penginderaan jauh dan Sistem

Informasi Geografis. Metode yang digunakan yaitu survey lapangan dengan

teknik pengambilan sampel berupa stratified purposive sampling dimana

satuan lahan sebagai stratanya. Hasil dari penelitian ini yaitu menunjukkan

bahwa di lokasi penelitian sangat potensial akan sumber mata air dengan 4 tipe

kemunculan yaitu mata air vulkanik, mata air depresi, mata air kontak dan mata

air rekahan

Penelitian Yuli Priyana dan Agus Anggoro Sigit (2002) yang berjudul

Karakteristik Air Tanah Dan Sistem Penyediaan Air Bersih Di Lereng Timur

Gunungapi Merapi bertujuan untuk mengetahui karakteristik air tanah pada

setiap satuan (unit) morfologi dan mengetahui sistem penyediaan air bersih

pada setiap satuan (unit) morfologi. Metode penelitian yang digunakan yaitu

metode survey dengan melakukan pengamatan, pengukuran, dan pencatatan

fenomena di lapangan. Sedangkan metode pengambilan sampel menggunaka

metode areal sampling, yaitu dengan membagi areal berdasarkan atas unit

morfologi. Hasil dari penelitian ini yaitu potensi air tanah pada setiap unit

20

morfologi terdapat perbedaan, unit morfologi yang paling potensial adanya

kandungan unsur air tanah dan kedalaman air tanah yang berbeda-beda.

Sistem penyediaan air bersih yang bersumber pada air tanah dari sumur

gali merupakan sistem yang paling dominan, sumber lain penyediaan air bersih

pada daerah ini juga menggunakan air tanah dari mata air dan air hujan serta air

sungai digunakan oleh masayarakat pada daerah unit-unit morfologi tertentu.

Banyak sekali penelitian yang berkaitan tentang mata air. Namun

penelitiannya berbeda-beda dengan karakteristik serta permasalahan mata air

yang diangkat juga berbeda. Penelitian ini juga mengkaji mengenai mata air

namun perbedaannya penelitian ini menggunakan pendekatan

hidrogeomorfologi yang belum banyak dikaji. Dari keempat penelitian

diatas terdapat dua penelitian menggunakan parameter yang sama dan

pendekatan yang sama dengan penelitian ini namun daerah kajian dan

variabel dari karakteristik hidrogeomorfologinya berbeda. Penelitian ini

mengambil lokasi penelitian di Kecamatan Kayen Kabupaten Pati.

Kecamatan tersebut memiliki potensi karst yang cukup melimpah tetapi

masih sedikit sekali penelitiannya. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian lain dapat dilihat di tabel 1.3 berikut ini.

21

Tabel 1.3 Ringkasan Penelitian Sebelumnya

Nama Peneliti,

Tahun

Judul Tujuan Metode Hasil

Annisa Mutia

Indayu

Rahmandya

(2016)

Kajian

Hidrogeomorfologi

Mata Air di Sub-Das

Ngrancah, Kulon Progo,

Daerah Istimewa

Yogyakarta

Menentukan karakteristik serta

pola sebaran mata air di daerah

penelitian. Dan faktor

hidrogeomorfologi apa yang

mengontrol sebaran mata air di

Sub-DAS Ngrancah

Survey lapangan

dan olah data

sekunder seperti

peta dan

penelitian

terdahulu

Pola sebaran mata airnya menyebar dan mengelompok.

Karakteristik menurut debit termasuk mata air yang berada

pada kelas V hingga kelas VIII. Pola menyebar disebabkan

oleh retakan-retakan lokal pada batuan andesit dan

perubahan lereng. Pola mengelompok karena perubahan

lereng yang sangat besar dan kontak batuan antara Formasi

Kebobutak, Andesit Tua dan Formasi Jonggrangan.

Langgeng Wahyu

Santosa (2006)

Kajian

Hidrogeomorfologi

Mata Air di Sebagian

Lereng Barat Gunungapi

Lawu

Untuk mengetahui karakteristik

dan pola agihan mata air pada

setiap morfologi di sebagian

lereng barat Gunungapi Lawu

Survey lapangan

dan didukung

pula dengan data

hasil-hasil

penelitian

terdahulu

Persebaran mata air tidak membentuk sabuk mata air seperti

gunungapi strato pada umumnya yang disebabkan oleh

adanya erosi dan gerakan massa yang intensif. Mata air yang

muncul pada daerah penelitian sebagian besar dikontrol oleh

sesar Gunungapi Lawu dan sesar-sesar lain yang

diperkirakan berukuran kecil-kecil relatif tegak lurus dengan

sesar utama Lawu.

Farid Ibrahim

(2015)

Inventarisasi

Karakteristik Mata Air

Di Sebagian Lereng

Selatan Gunung Api

Slamet Kabupaten

Banyumas Melalui

Pendekatan

Penginderaan Jauh

1) menganalisis karakteristik

mata air di sebagian lereng

Gunungapi Slamet berdasarkan

parameter fisik lahan, 2)

Memetakan potensi pemunculan

mata air di lereng selatan

Gunungapi Slamet melalui

pendekatan penginderaan jauh

dan Sistem Informasi Geografis

Survey lapangan Lokasi penelitian sangat potensial akan sumber mata air

dengan terdapat 4 tipe kemunculan yaitu mata air depresi,

mata air kontak, mata air rekahan dan mata air vulkanik.

22

Yuli Priyana dan

Agus Anggoro

Sigit (2002)

Karakteristik Air Tanah

Dan Sistem Penyediaan

Air Bersih Di Lereng

Timur Gunungapi

Merapi

Untuk mengetahui karakteristik

air tanah pada setiap satuan

(unit) morfologi dan mengetahui

sistem penyediaan air bersih

pada setiap satuan (unit)

morfologi.

Survey lapangan Potensi air tanah pada setiap unit morfologi terdapat

perbedaan, unit morfologi yang paling potensial adanya

kandungan unsur air tanah dan kedalaman air tanah yang

berbeda-beda. Sistem penyediaan air bersih yang bersumber

pada air tanah dari sumur gali merupakan sistem yang

paling dominan, sumber lain penyediaan air bersih pada

daerah ini juga menggunakan air tanah dari mata air dan air

hujan serta air sungai digunakan oleh masayarakat pada

daerah unit-unit morfologi tertentu.

Trya Desiana

Dewi (2018)

Kajian

Hidrogeomorfologi

Mata Air di Kawasan

Karst Kecamatan Kayen

Kabupaten Pati Jawa

Tengah

Menentukan karakteristik serta

pola sebaran mata air di daerah

penelitian. Dan faktor

hidrogeomorfologi apa yang

mempengaruhi sebaran dan

karakteristik mata air.

Survey lapangan

dan didukung

pula dengan data

hasil-hasil

penelitian

terdahulu

Pola sebaran mata air menggerombol di bagian selatan dan

timur. Karakteristik debit mata air berada dalam kelas III

hingga V, sifat pengeliran mata air berjenis parennial,

menurut tenaga pemunculannya termasuk mata air gravitasi

dengan jenis mata air depresi dan rekahan. Kualitas fisik dan

kimia mata air menurut PERMENKES/Per IX/ 1990 layak

untuk air bersih. Faktor pemunculan mata air dikarenakan

bentuk batuan penyusun formasi geologi berupa batu pasir

dan batu gamping, rekahan batuan gamping dan perubahan

lereng. Dan akibat struktur geologi berupa lipatan antiklinal

dan sesar.

23

1.6 Kerangka Penelitian

Sistem hidrologi yang ada pada wilayah karst akan memiliki sistem

yang berbeda pada sistem hidrologi wilayah non karst yang terlihat sangat jelas

dari pola aliran sungai diatas permukaan . Ciri khas yang sangat kompleks pada

hidrologi karst yaitu berupa sungai atau danau yang berada pada tubuh batuan,

sehingga tidak terlihat dibagian permukaan. Karena sifat batuan karbonat

mempunyai banyak rongga percelahan dan mudah larut dalam air, maka sistem

drainase permukaan tidak berkembang dan lebih didominasi oleh sistem

drainase bawah permukaan. Akuifer gamping memiliki tingkat permeabilitas

yang sangat tinggi sehingga batuan juga ikut larut yang selanjutnya akan

membentuk rongga yang sering dilihat menjadi sebuh goa. Rongga tersebut

selain membentuk goa juga akan mengakibatkan munculnya air dari hasil

pelarutan yang disebut mata air. Munculnya mata air tidak hanya dipengaruhi

oleh sistem hidrologi karst tetapi juga dipengaruhi oleh faktor geomorfologi

lingkungan tersebut.

Daerah yang memiliki topografi yang curam dan memiliki lereng yang

terjal akan mengalami masalah yaitu sulitnya mendapatkan air tanah. Sehingga

warga sulit mendapatkan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.

Namun untuk warga yang tinggal di wilayah karst dengan topografi yang

berbukit tidak perlu khawatir untuk itu. Walaupun karst apabila dilihat secara

fisik saja bisa dikatakan merupakan wilayah dengan tanah yang tandus dan

sulit air. Tetapi hal tersebut tidaklah benar, karena karst sebenarnya daerah

yang memiliki sumber air yang melimpah. Hanya saja air tersebut kebanyakan

tidak muncul ke permukaan, melainkan membentuk drainase sungai bawah

tanah karena karakteristik batuannya yang berbeda dengan bentukan asal yang

lain. Warga yang tinggal di sekitar wilayah bukit karst sangat susah

memanfaatkan air tanah untuk dijadikan sumber air. Namun hal tersebut

tidaklah menjadi masalah yang sangat besar. Daerah karst banyak dijumpai

mata air, sehingga warga beralih menggunakan mata air untuk dijadikan

sumber air utama. Karena hal tersebut maka harus diketahui karakteristik dari

24

mata air mulai dari kualitas dan kuantitasnya. Agar mata air bisa dimanfaatkan

secara terus menerus dan potensi karst tersebut masih tetap lestari.

1.7 Batasan Operasional

Siklus Hidrologi adalah suatu siklus yang secara alamiah menunjukkan

gerakan air di permukaan bumi.

Air tanah adalah air yang mengisi celah atau pori-pori/ rongga antar batuan

dan bersifat dinamis (Todd dan Mays, 2005).

Karst yaitu medan dengan kondisi hidrologi yang khas sebagai akibat dari

batuan yang mudah larut dan memiliki porositas sekunder yang

berkembang biak (Ford dan Williams, 2007).

Mata air karst adalah air yang keluar dari akuifer karst terutama pada

cavities hasil pelarutan di permukaan atau bawah permukaan bumi

(White dalam Adji dan Haryono 2004)

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya

(cairan,gas, padat) pada, dalam, dan diatas permukaan tanah (Asdak,

2001).

Geomorfologi yaitu ilmu tentang bebagai bentukan asal di permukaan bumi

di atas maupun di bawah permukaan laut dengan pendekatan studinya

pada asal, sifat, proses, perkembangan, susunan material dan

kaitannya dengan lingkungan (Pramono dan Ashari, 2014)

Hidrogeomorfologi yaitu suatu studi yang berhubungan dengan pergerakan

air tanah yang dikontrol oleh kondisi geomorfologi (Brown, 1995

dalam Rahmandya 2016).

Bentuk lahan adalah suatu kenampakan tertentu yang berbeda dan memiliki

ciri khas tertentu di setiap permukaan bumi yang merupakan suatu

hasil dari proses geomorfologi.