bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/49068/2/bab i.pdfsetiap institusi sosial...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki kekayaan
alam dan budaya. Bali memiliki daya tarik tersendiri dengan pesona etnik yang
memuat sosial budaya masyarakat yang khas, dimana simbol-simbol serta
mengandung nilai, norma, dan tradisi termuat dalam tubuh masyarakat Bali.
Masyarakat Bali meyakini bahwa agama adalah budaya dan budaya adalah
agama. Kontruksi seperti ini merupakan hasil proses adaptasi terhadap alam
yang diolah untuk keberlangsungan hidup yang biasanya terimplementasikan
melalui kegiatan bertani yang kemudian dengan teguh memegang prinsip untuk
memelihara keberlanjutan.
Bali telah mengokohkan kebudayaan sebagai dasar pembangunan,
termasuk dalam hal pertanian yang berbasis kelembagaan. Kelembagaan
pertanian sangat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian itu sendiri,
utamanya yang terletak di pedesaan akan bermanfaat untuk pengembangan
sosial ekonomi petani, aksesibilitas pada modal, aksesibilitas pada informasi
pertanian, infrastuktur, pasar, dan inovasi pada pertanian. Keberadaan dari
kelembagaan pertanian juga akan mempermudah bagi pemerintah dan
pemangku kepentingan lain dalam memberikan penguatan serta memfasilitasi
petani.
2
Kelembagaan (social institution) merupakan keseluruhan pola ideal,
organisasi, maupun aktivitas yang berpusat pada lingkungan kebutuhan dasar
masyarakat yang selalu bertujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
masyarakat sehingga Lembaga tersebut memiliki fungsi. Institusi sosial juga
merupakan konsep yang berpadu dengan struktur, yang berarti tidak saja
melibatkan pola aktivitas yang lahir melalui segi sosial guna memenuhi
kebutuhan manusia, tetapi juga pola organisasi guna melaksanakannya
(Roucek dan Warren dalam Anantanyu, 2011:102).
Setiap individu memiliki kebutuhan fisiologis (physiological need), dan
untuk memperoleh kebutuhan tersebut setiap kelompok dimana individu
berkumpul dalam suatu organisasi sosial atau kelembagaan akan
mengembangkan institusi agar para anggotanya dapat memperoleh kebutuhan
fisiologis. Institusi itu hadir sebagai hasil dorongan kebudayaan dari setiap
kelompok untuk melayani anggotanya yang ingin memperoleh empat
kebutuhan dasar (instrumental needs) yaitu economy, social control,
education, dan political organization. Setiap institusi sosial tersebut memiliki
personel, seperangkat norma, nilai, aktivitas, teknologi, serta fungsi (Murphy
dalam Liliweri, 2014: 2-3).
Kelembagaan petani adalah lembaga petani yang berada di kawasan
institusi lokal yang berupa organisasi keanggotaan atau kerjasama yaitu petani-
petani yang tergabung dalam kelompok kerjasama. Kelembagaan ini meliputi
pengertian yang luas, yaitu selain mencakup pengertian organisasi petani, juga
aturan main (role of game) atau aturan perilaku yang menentukan pola tindakan
3
dan hubungan sosial, termasuk kesatuan sosial sebagai wujud kongkrit dari
lembaga itu sendiri (Uphoff dalam Anantanyu, 2011: 102).
Kelembagaan petani tertua yang terdapat di Bali sekaligus sebagai
sebuah warisan budaya adalah kelembagaan organisasi “subak”. Subak
merupakan organisasi petani lahan basah yang mendapatkan air irigasi dari satu
sumber bersama, memiliki satu atau lebih pura bedugul yang digunakan untuk
memuja Dewi Sri, sebagai manifestasi Tuhan selaku Dewi kesuburan, serta
memiliki kebebasan untuk mengatur rumah tangganya sendiri, maupun dalam
berhubungan dengan pihak luar (Sutawan, 1986).
Subak juga merupakan perkumpulan para petani tradisional sebagai
pengelola irigasi sawah dalam suatu kawasan tertentu yang memiliki sumber
air tertentu, pura, dan otonom (Windia dkk, 2015). Kemudian, Korn (dalam
Sirtha, 2016: 1) meninjau subak melalui tiga aspek yaitu: 1) aspek religius
dalam wujud pura subak sebagai tempat krama (warga) subak melakukan
persembahyangan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) aspek sosial berupa
kegiatan krama subak dalam rapat yang mengatur pembagian air, pola tanam,
upacara, dan kekayaan subak; 3) aspek fisik berupa bangunan-bangunan,
kekayaan materiil seperti tanah persawahan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan Gusti Nata selaku
pemandu di Musium Subak Kabupaten Tabanan Bali dikatakan bahwa subak
sebenarnya sudah ada sejak tahun 882 M yang ditemukan pada sebuah prasasti
yang bernama Prasasti Sukawana. Pada prasasti tersebut terdapat sebuah kata
“huma” yang artinya sawah dan kata “perlak” yang artinya tegalan. Pada
sebuah prasasti bebetin di tahun 989 M juga disebutkan kata “undagi lancang,
4
undagi batu, dan undagi pengarung”. Dimana makna dari kata-kata tersebut
adalah tukang mencari batu, tukang membuat perahu, dan tukang membuat
naungan atau terowongan air.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur kehidupan bertani dalam bercocok
tanam padi di Bali, banyak dimuat di dalam Sastra Purana Sri dan Aji Pari.
Subak jika dilihat dari unsur pemujaan (Pura) diklasifikasi sebagai Pura
Swagina (Fungsional), dengan demikian subak merupakan suatu bentuk ikatan
profesi sebagai petani sawah. Paparan terkait subak ini memberikan ciri tentang
keberadaan subak sebagai organisasi profesi petani sawah, yang terbentuk dari
kesadaran sendiri, mengusahakan, melakukan pengaturan air, melakukan
pengaturan bercocok tanam, dan lain-lain. Dijiwai pula oleh agama yang dianut
dan perkembangannya melalui suatu proses yang panjang, secara turun
temurun dan sambung-menyambung yang lanjut mentradisi hingga saat ini.
Sistem subak sebagai lembaga sosial, setidaknya dapat memainkan
beberapa fungsi penting yang beragam (multi-functional roles). Fungsi subak
diklasifikasikan menjadi fungsi internal dan eksternal. Adapun fungsi internal
subak adalah sebagai pelaksana kegiatan ritual, pendistribusian air irigasi,
penanganan konflik, pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan fisik lainnya.
Sedangkan fungsi eksternal subak yaitu sebagai penyangga atau pendukung
ketahanan pangan, pelestari kebudayaan, pelestari lingkungan, dan penyangga
nilai-nilai tradisional. (Sudarta dan Dharma, 2013).
Perkembangan modernisasi seperti saat ini tidak dapat dipungkiri
bahwa kini subak telah benar-benar mengalami desakan dan keterancaman.
Sistem irigasi yang berlandaskan sosio-kultural seperti halnya subak memang
5
memiliki kelemahan juga seperti ketidakmampuannya dalam melawan
intervensi yang datang dari eksternal (Pusposutardjo dan Wardhana, 1997: 13).
Prof. I Wayan Windia (dalam Suriyani, 2015) seorang guru besar
pertanian Universitas Udaya menyatakan bahwa persawahan di Bali saat ini
mengalami compang-camping karena banyak terjadi alih fungsi lahan. Hal ini
menyebabkan banyak sarana irigasi yang mengalami kerusakan dan tidak
berfungsi secara efektif. Pernyataan tersebut memperkuat bahwa fungsi-fungsi
vital subak lambat laun cukup mengalami pelemahan. Lahan pertanian terus
mengalami pengalihan fungsi lahan akibat semakin berkembang pesatnya
pariwisata di Bali dan pertumbuhan jumlah penduduk di Bali.
Pelemahan terhadap fungsi subak dapat di bagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Makro
Konteks makro disini adalah problematika yang disebabkan oleh
berkembangnya arus globalisasi dan kapitalisme di Indonesia. Problematika
tersebut memberikan dampak kepada kebijakan pemerintah baik pusat
maupun daerah yang berkomitmen untuk menjadikan Bali sebagai salah
satu destinasi wisata dunia terbesar di Asia melalui program pariwisatanya.
Tentu saja pada akhirnya menyebabkan pesatnya pertumbuhan jumlah
penduduk dan wisatawan asing di Bali. Kemudian, kini Bali juga
menggencarkan pembangunan untuk menopang pariwisata dalam bidang
sarana dan prasarana pendukung secara fisik seperti jalan, hotel, villa,
swalayan, restoran, perumahan, lahan kavlingan, dan sebagainya.
Konsekuensinya adalah sumber daya alam, termasuk lahan pertanian dan
air menjadi korban.
6
2. Mikro
Konteks mikro yang dimaksud adalah problematika yang disebabkan
oleh pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, membuat pemuda Bali
lebih tertarik kepada sektor non pertanian. Sehingga hal tersebut berdampak
kepada eksistensi subak yang kini semakin terdesak dan terancam. Tak
sedikit pula petani yang beralih profesi ke non-petani karena merasa bahwa
sektor pariwisata lebih menjanjikan.
Fenomena ini pun telah meluas hingga ke Kabupaten Jembrana. Subak
yang terdapat di Kabupaten Jembrana menurut pemaparan dari informan
Kelian Subak Gede Jembrana adalah terdiri dari subak lahan basah (sawah)
sebanyak 14 subak, dan subak pertanian dilahan tegalan/kering (subak abian)
sebanyak 11 subak. Subak di Jembrana kini mengalami pengalihan fungsi lahan
yang lebih banyak digunakan untuk pembang unan infrastruktur perumahan.
Dalam catatan I Ketut Wisada (dalam Antara Bali News, 2015) dinyatakan
bahwa pada tahun 2002 luas lahan pertanian di Kabupaten Jembrana mencapai
13 ribu hektar, namun pada tahun 2011 hanya tinggal 6.856 hektar.
Berdasarkan data ini, dalam kurun waktu sepuluh tahun saja, lahan pertanian
di Kabupaten Jembrana menyusut sekitar 50 persen. Kemudian (dalam Radar
Bali, 2017) dinyatakan pula bahwa pada awalnya luas lahan sawah tercatat
6.856 hektare, namun dari data hasil survei terakhir pada tahun 2016 lalu
terdata 6.775 hektar.
Data tersebut menunjukkan telah terjadi penyempitan luas lahan sawah
yang diakibatkan oleh pengalihan penggunaan lahan sawah menjadi lahan
bukan sawah atau lahan bukan untuk kegiatan pertanian. Sebagian besar
7
disebabkan karena industri pariwisata, pembangunan perumahan, pembuatan
kavlingan, maupun toko-toko. Kelian Subak Gede Jembrana sesuai dengan
pemaparannya pada saat wawancara, menyatakan jika sudah berusaha untuk
berdialog kepada pihak Pemerintah Kabupaten Jembrana terkait maraknya
pengalihan fungsi lahan di Kecamatan Jembrana. Namun, kurang mendapatkan
respon yang baik terkait permasalahan alih fungsi tersebut. Pengalihan fungsi
lahan yang marak terjadi di wilayah Subak Gede Jembrana seringkali tidak bisa
ditahan, hal tersebut dikarenakan adanya kepentingan politik yang bermain di
berbagai pihak baik masyarakat, pemerintah, dan investor.
Berada di tengah lemahnya kontrol subak oleh kepungan kapitalisme
dan arus globalisasi, terdapat Subak Babakan Bayu yang hingga kini masih
tetap eksis. Ditunjukkan melalui tiga keistimewaan yaitu: pertama, Subak
Babakan Bayu masih tetap eksis dengan menjalankan fungsi-fungsi yang
dimilikinya. Kedua, Subak Babakan Bayu masih mampu untuk menjalankan
kelembagaan dengan didasarkan kepada prinsip Tri Hita Karana. Prinsip yang
bermakna tiga penyebab kebahagiaan bagi umat hindu di Bali yaitu
Parakhyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), Pawongan (Hubungan
manusia dengan manusia), dan Palemahan (hubungan manusia dengan alam).
Ketiga, Subak Babakan Bayu memiliki krama (warga) subak yang
multikultural. Dimana cukup jarang dapat ditemui perbedaan agama di dalam
suatu kelembagaan organisasi subak di Bali. Walaupun terjadi perbedaan,
krama subak senantiasa harmonis dan bertoleransi dalam menjalankan
keorganisasian subak dan mensejahterakan kehidupan bersama selama ini.
8
Bertahannya Subak Babakan Bayu dalam menjaga eksistensinya di
tengah maraknya industrialisasi di Jembrana, serta banyaknya subak lainnya
yang telah mengalami pelemahan nilai-nilai dan fungsi subak, membuat
peneliti tertarik untuk memahami lebih dalam tentang bagaimana sistem
kelembagaan organisasi subak di Subak Babakan Bayu. Apabila mengetahui
maupun memahami lebih dalam terkait sistem kelembagaan subak, maka ini
akan berkontribusi besar dalam bidang tata kelola air (water governance)
sehingga dapat mengantisipasi konflik antara masyarakat dengan pemerintah,
ataupun antara organisasi kelembagaan subak dengan investor.
Memahami terkait kelembagaan dalam bidang tata kelola air di suatu
daerah merupakan hal yang sangat penting karena memiliki dampak kepada
kesejahteraan masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh Horton dan Hunt
(dalam Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2004: 216) bahwa kelembagaan
memang merupakan suatu sistem hubungan sosial terorganisir yang dianggap
penting oleh masyarakat karena menjadi wadah mereka untuk mencapai suatu
tujuan bersama. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan difokuskan kepada
“Sistem Kelembagaan Organisasi Subak (Studi di Subak Babakan Bayu
Sangkaragung, Kabupaten Jembrana Bali).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalahnya adalah:
bagaimana sistem kelembagaan organisasi subak di Subak Babakan Bayu
Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali?
9
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dalam tentang sistem
kelembagaan organisasi subak di Subak Babakan Bayu Sangkaragung,
Kabupaten Jembrana, Bali.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini secara umum terbagi ke dalam dua kategori,
yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan sosiologi, teori sistem sosial oleh Niklas Luhmann, dan teori
kelembagaan baru (new instutional theory) oleh Richard W. Scott yang
menjadi landasan teori untuk mengkaji tentang sistem kelembagaan organisasi
subak di Subak Babakan Bayu Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali.
Harapan dari penelitian ini yaitu mampu memberikan kajian dan analisis secara
komprehensif berdasarkan keilmuan sosiologi yang nantinya dapat bermanfaat
untuk banyak pihak.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Manfaat bagi pemerintah
Hasil penelitian tentang sistem kelembagaan organisasi subak di Subak
Babakan Bayu Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali ini harapannya dapat
dijadikan rujukan, pertimbangan, dasar di dalam membuat kebijakan yang
10
berkaitan dengan pertanian di Jembrana Bali. Sehingga kelembagaan subak di
Jembrana akan tetap eksis sebagai warisan budaya Bali.
1.4.2.2 Manfaat bagi civitas akademika
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi
mahasiswa dan dosen sosiologi khususnya, sebagai penunjang keilmuan dan
mempertajam analisis terkait topik-topik yang diangkat dalam penelitian.
Terutama yang berkenaan dengan sistem kelembagaan organisasi subak di
Subak Babakan Bayu Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali.
1.4.2.3 Manfaat bagi anggota subak dan masyarakat
Hasil penelitian ini diharap kan dapat memberikan pengetahuan
maupun rujukan kepada petani sebagai anggota Subak Babakan Bayu di
Jembrana Bali. Penelitian ini juga di harapkan dapat menjadi sumber
pengetahuan bagi masyarakat secara umum, sehingga kesadaran untuk tetap
memegang teguh filosofi Tri Hita Karana dapat terjaga serta dapat
mempertahankan eksistensi subak itu sendiri.
1.5 Definisi Konsep
1.5.1 Sistem
Sistem merupakan kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sistem menggambarkan suatu kejadian-
kejadian dan kesatuan yang nyata, seperti tempat, benda, dan orang-orang yang
betul-betul ada dan terjadi (Jogiyanto, 2005: 2).
11
1.5.2 Kelembagaan Organisasi
Kelembagaan adalah suatu pola organisasi yang berfungsi untuk
memenuhi berbagai keperluan manusia, yang lahir dengan adanya berbagai
budaya sebagai satu ketetapan untuk digunakan secara tetap, dengan tujuan
untuk memperoleh konsep kesejahteraan masyarakat, dan melahirkan satu
struktur yang dilakukan dengan menegakkan sanksi sosial. Kelembagaan
harus dapat memastikan bahwa sistem lingkungan dan sosial memiliki
stabilitas jangka panjang (Roucek dan Warren, 1984: 122 dan Bruce Tonn,
Mary English, dan Cheryl Travis, 2010: 167).
1.5.3 Subak
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali, Nomor
02/PD/DPRD/1972 tentang irigasi (pasal 4) yang dimaksud dengan subak
adalah masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio-agraris-religius,
yang secara historis didirikan sejak dahulu kala dan berkembang terus sebagai
organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain untuk
persawahan dari suatu sumber air di dalam suatu daerah.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
Penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif menurut Bogdan dan Taylor adalah sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan
individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh
12
mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi
perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan (Moleong, 2007:4).
Penggunaan penelitian kualitatif relevan untuk menggambarkan
permasalahan penelitian yang diambil, serta dapat mendeskrisikan secara utuh
apabila menggunakan jenis penelitian kualitatif dimana jenis penelitian ini
mampu menggambarkan sebuah fenomena sosial secara holistic (menyeluruh)
utamanya yang terkait dengan penelitian ini yaitu mengenai Sistem
Kelembagaan Organisasi Subak (Studi di Subak Babakan Bayu, Sangkaragung,
Kabupaten Jembrana, Bali).
1.6.2 Pendekatan Penelitian
Penelitian yang memfokuskan kepada sistem kelembagaan organisasi
subak di Subak Babakan Bayu, Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali ini
merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan etnografi. Pendekatan
etnografi ini merupakan salah satu model penelitian yang mempelajari dan
mendeskripsikan peristiwa budaya, yang menyajikan pandangan hidup subjek
yang menjadi objek studi. Deskripsi tersebut diperoleh oleh peneliti dengan
cara berpartisipasi secara langsung dan lama terhadap kehidupan sosial subjek
penelitian (Duranti dalam Hanifah, 2010).
Etnografi merupakan potret suatu masyarakat yang mendeskripsikan
tentang keyakinan, bahasa, nilai-nilai, ritual, adat-istiadat, dan tingkah laku
sekelompok orang yang berinteraksi dalam suatu lingkungan sosial-ekonomi,
organisasi, religi, politik, dan geografis. Analisis etnografi bersifat induktif dan
dibangun berdasarkan perspektif orang-orang yang menjadi partisipan
penelitian (Fettermgn dalam Hanifah, 2010: 3).
13
Sumber: (Spradley dalam Hanifah, 2010: 13)
Gambar 1.1 Siklus Penelitian Etnografi
Penelitian etnografi berlangsung secara tidak linier, melainkan dalam
bentuk siklus. Berbagai tahapan dalam penelitian dengan pendekatan etnografi
seperti pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi, dilakukan secara
simultan dan bisa diulang-diulang. Menurut Spradley (dalam Hanifah,
2010:13-14) siklus penelitian etnografi mencakup enam langkah yaitu:
pemilihan proyek etnografi, pengajuan pertanyaan, pengumpulan data,
perekaman data, analisis data, dan penulisan laporan. Adapun pada penelitian
ini akan menggambarkan secara komprehensif dan memahami terkait sistem
kelembagaan organisasi Subak Babakan Bayu, Sangkaragung, Kabupaten
Jembrana, Bali.
Asking
ethnographic
questions
Making an
ethnographic
record
Selecting an
ethnographic
project
Writing an
ethnographic
Collecting
ethnographic data
Analyzing
ethnographic data
14
1.6.3 Lokasi Penelitian
Penelitian tersebut dilaksanakan di Subak Babakan Bayu, Kelurahan
Sangkaragung, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali. Pemilihan
tempat penelitian ini karena Subak Babakan Bayu merupakan salah satu Subak
di Kabupaten Jembrana yang memiliki keistimewaan. Pertama, Subak Babakan
Bayu masih tetap eksis dengan menjalankan fungsi-fungsi yang dimilikinya.
Kedua, Subak Babakan Bayu masih mampu untuk menjalankan kelembagaan
dengan didasarkan kepada prinsip Tri Hita Karana. Ketiga, Subak Babakan
Bayu memiliki krama (warga) subak yang multikultural. Selain itu, penelitian
ini juga akan dilakukan di Musium Subak di daerah Kabupaten Tabanan untuk
mendapatkan data yang lebih komprehensif.
1.6.4 Teknik Penentuan Subjek Penelitian
Valid dan akuratnya sebuah data maupun informasi di dalam suatu
penelitian kualitatif ditentukan pula oleh Teknik penentuan subjek penelitian
yang tepat. Subak Babakan Bayu terdiri dari 110 krama subak dengan 60 umat
Hindu dan 50 umat Muslim. Krama Subak Babakan Bayu terdiri atas pengurus
subak dan anggota/ warga subak (bukan pengurus subak). Adapun di dalam
penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016: 85). Adapun kriteria yang akan
dijadikan subjek penelitian, yaitu:
1. Kelian dan wakil kelian Subak Babakan Bayu. Pemilihan subjek penelitian
tersebut dikarenakan atas pertimbangan bahwa kelian/wakil kelian subak
15
adalah tokoh pemimpin dalam subak yang berkemungkinan besar
mengetahui seluruh kejadian yang berkaitan dengan tema penelitian.
2. Pengurus Subak Babakan Bayu seperti sekretaris dan bendahara subak.
Pemilihan subyek ini dikarenakan atas pertimbangan bahwa pengurus
subak pasti memahami bagaimana tugas pokok serta sistem kelembagaan
di Subak Babakan Bayu.
3. Pihak Pemangku Subak Babakan Bayu. Pemilihan subyek penelitian ini
atas pertimbangan bahwa Pemangku dapat membantu peneliti untuk
memberikan data terkait aspek kultural-kognitif serta sistem kelembagaan
organisasi subak di Subak Babakan Bayu data pada penelitian ini menjadi
lebih akurat dan komprehensif.
4. Krama Subak Babakan Bayu. Pemilihan subyek penelitian ini atas
pertimbangan bahwa krama subak dapat membantu peneliti untuk
memberikan data terkait sistem kelembagaan organisasi subak di Subak
Babakan Bayu sehingga data pada penelitian ini menjadi lebih akurat dan
komprehensif.
5. Kelian Subak Gede Jembrana. Pemilihan subyek ini dikarenakan atas
pertimbangan bahwa Kelian Subak Gede Jembrana pasti memahami
kondisi serta sistem kelembagaan di Subak secara keseluruhan khususnya
yang berada di Kecamatan Jembrana.
6. Pemandu musium subak di Kabupaten Tabanan. Pemilihan subjek
penelitian ini atas pertimbangan bahwa pemandu musium lebih
mengetahui terkait sejarah dan segala hal terkait dengan subak sejak awal.
Adapun rincian subjek penelitian dalam bentuk tabel sebagai berikut:
16
Tabel 1.1 Rincian Subjek Penelitian
No Status Jumlah
1 Kelian subak 1
2 Wakil kelian subak 1
3 Sekretaris subak 1
4 Bendahara subak 1
5 Pemangku subak 1
6 Krama subak 1
7 Kelian Subak Gede Jembrana 1
8 Pemandu Musium Subak 1
Jumlah Total 8
Alasan dipilihnya subjek penelitian tersebut karena subjek penelitian
yang telah ditentukan tersebut memiliki relevansi dan informasi untuk
mendukung diperolehnya data penelitian secara holistic dan komprehensif
berkaitan dengan permasalahan penelitian yang diangkat dalam penelitian ini,
yaitu Sistem Kelembagaan Organisasi Subak (Studi di Subak Babakan Bayu,
Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali).
1.6.5 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua
klasifikasi, yaitu data primer dan data sekunder yang akan dipaparkan sebagai
berikut.
17
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung tanpa
melalui perantara ataupun sumber lainnya. Data primer didapatkan melalui
teknik pengumpulan data yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.
Adapun dalam penelitian ini, menggunakan data primer yang didapatkan
melalui observasi langsung dan wawancara yang terkait dengan sistem
kelembagaan organisasi subak di Subak Babakan Bayu, Sangkaragung,
Kabupaten Jembrana Bali.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung
atau melalui perantara media tertentu. Pada penelitian ini, data sekunder
yang digunakan yaitu berupa hasil penelitian terdahulu, foto-foto, buku,
berita online maupun offline, serta dokumen resmi yang berkaitan dengan
sistem kelembagaan organisasi subak di Subak Babakan Bayu,
Sangkaragung, Kabupaten Jembrana Bali.
1.6.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama di
dalam penelitian, sebab tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standart data yang ditetapkan (Sugiyono,
2010: 401). Dalam etnografi, pengumpulan data dilakukan dengan prosedur
yang beragam (multiple procedures) dan intensitas prosedur-prosedur tersebut
bervariasi sesuai dengan tipe etnografi yang dilakukan.
18
Adapun untuk penelitian ini, peneliti akan bersama dengan subjek
penelitian dalam waktu yang relatif lama. Peneliti akan membuat catatn-catatan
lapangan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi langsung,
wawancara, maupun dokumentasi terhadap kegiatan-kegiatan kebudayaan para
subjek penelitian, dan pengamatan atas artifak serta simbol-simbol. Adapun
beberapa teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu:
1. Observasi
Observasi menurut S. Margono diartikan sebagai Observasi merupakan
sebuah kegiatan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi dapat dilakukan
secara langsung maupun secara tidak langsung (Zuriah, 2009: 173).
Penelitian ini menggunakan observasi secara langsung bersama dengan
subyek yang diteliti atau dalam suatu peristiwa tersebut. Observasi dalam
penelitian ini, pertama kali dilakukan pada tanggal 15 hingga 18 Januari 2019
dengan cara mengamati lokasi lahan subak sekaligus melakukan wawancara
dengan informan Ketut Deler selaku Kelian Subak di Sawe Dauh Tukad di
wilayah Kelurahan Dauhwaru Kecamatan Jembrana. Kemudian dilanjutkan
dengan bertemu dengan informan Ketut Jendra sebagai Kelian Subak Gede
Jembrana. Hasil observasi dapat diketahui bahwa lahan subak di Kecamatan
Jembrana saat ini telah banyak mengalami pengalihan fungsi lahan.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, diketahui pula bahwa terdapat
salah satu subak di Kecamatan Jembrana yang menjadi subak terbaik dan unik
karena memiliki krama yang multikultural. Oleh sebab itu, observasi pun
19
pindah ke Subak Babakan Bayu, Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan
Jembrana, Bali.
Observasi kedua, dilaksanakan pada tanggal 15 Maret 2019 dengan cara
mengamati lokasi penelitian di Subak Babakan Bayu, Kelurahan
Sangkaragung. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan wawancara dengan
informan Ketut Suarba selaku Kelian Subak Babakan Bayu. Kemudian, pada
pukul 13.00 WITA dilanjutkan dengan mengikuti rapat pengurus Subak
Babakan Bayu. Hasil observasi tersebut dapat diketahui bahwa Subak Babakan
Bayu merupakan subak yang multikultural dan memiliki sistem administrasi
yang baik. Subak Babakan Bayu juga merupakan salah satu subak percontohan
yang telah direkomendasikan untuk di perkenalkan ke tingkat Internasional
oleh pemerintah provinsi Bali. Musyawarah merupakan cara pengurus subak
untuk mencapai kesepakatan dalam setiap tindakan yang dilakukan di subak.
Observasi ketiga, observasi dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2019
dengan mengikuti persiapan upacara Ngebekin atau upacara persiapan panen
padi di rumah Kelian Subak Babakan Bayu dan dilanjutkan ke lokasi pura balai
subak. Persiapan upacara Ngebekin dilakukan dengan cara membuat berbagai
macam banten (sesajen) dan memasang perlengkapan di Pura Subak.
Observasi selanjutnya dilaksanakan dengan cara mengikuti kegiatan
silaturahmi krama subak pada malam hari di tanggal 19 Maret 2019. Seluruh
pengurus subak baik umat muslim dan hindu, serta pihak pengurus Kelurahan
Sangkaragung di undang dalam kegiatan tersebut. Membangun hubungan yang
harmonis antar umat beragama dan saling toleransi telah ditunjukkan oleh
Subak Babakan Bayu.
20
Observasi keempat, dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2019 di Balai
Subak Babakan Bayu. Observasi ini dilakukan dengan cara mengamati proses
upacara Ngebekin di Pura Subak. Namun, yang mengikuti upacara ini hanya
umat Hindu saja dengan di pimpin oleh seorang mangku serta menggunakan
banten dan beberapa alat pemujaan. Upacara ini dilaksanakan dengan tujuan
mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan dan Dewa-dewa yang dipercayai
karena telah diberikan kenikmatan dan kelancaran hingga tahap panen padi.
Observasi kelima, dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2019 di
Musholah Subak Babakan Bayu. Observasi ini dilakukan dengan cara
mengikuti langsung proses Upacara Selametan yang dilakukan oleh seluruh
krama (anggota) Subak Babakan Bayu yang beragama muslim. Upacara ini
dihadiri oleh sekitar 50 orang krama subak dan dipimpin langsung oleh Wakil
Kelian Subak. Selametan ini memiliki tujuan sebagai bentuk rasa syukur
kepada Tuhan karena telah memberikan kenikmatan dan kelancaran dari awal
hingga siap panen. Selametan juga memiliki syarat khusus yaitu setiap krama
subak harus membawa makanan yang berisikan ayam kampung bakar, dan
nasi. Kemudian, setelah tahlil di bacakan, seluruh krama subak muslim pun
mengadakan makan bersama.
Setelah beberapa kali melakukan pertemuan, observasi, dan
wawancara akhirnya dapat ditentukan bahwa menarik untuk meneliti terkait
sistem kelembagaan organisasi subak dan memfokuskan lokasi pada Subak
Babakan Bayu di wilayah Sangkaragung, Kecamatan Jembrana, Kabupaten
Jembrana Bali.
21
2. In-Depth Interview (Wawancara)
Esterberg mendefinisikan interview (wawancara) sebagai pertemuan
dua orang atau lebih dengan melakukan pertukaran ide maupun informasi
melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan kepada suatu makna
dalam topik tertentu (Sugiyono, 2012: 317). Wawancara dalam penelitian ini
dilakukan secara tidak terstruktur dengan mewawancarai subjek penelitian
yang telah ditentukan sebelumnya. Subjek penelitian yang dimaksud adalah
kelian Subak Gede Jembrana, kelian dan wakil kelian subak Babakan Bayu,
sekretaris dan bendahara Subak Babakan Bayu, pemangku Subak Babakan
Bayu, krama Subak Babakan Bayu, dan pihak pendamping musium subak
Kabupaten Tabanan.
Wawancara tidak terstruktur bertujuan untuk membuat pembicaraan
peneliti dengan subjek penelitian mengalir secara alami dan membangun kesan
bahwa diantara peneliti dan subjek penelitian tidak ada jarak atau berstatus
sama. Peneliti dan subjek penelitian melakukan wawancara dengan saling
bertatap muka dengan tanpa menggunakan pedoman wawancara secara
terstruktur. Pelaksanaan wawancara terlihat dalam kehidupan sosial yang
relatif lama, dengan demikian ciri khas wawancara mendalam.
Wawancara awal untuk pertama kali dilaksanakan pada tanggal 15
Januari 2019 kepada informan Ketut Deler sebagai Kelian Subak Dauhwaru,
Kecamatan Jembrana di lokasi sawah garapannya. Hasil wawancara tersebut
dapat diketahui bahwa beberapa petani banyak yang mengeluh dan perpindah
mata pencaharian akibat pesatnya alih fungsi lahan sawah. Kelian subak pun
22
mengaku bahwa ia sudah berusaha bicara kepada Pemerintah Kabupaten
namun tidak mendapat respon dan kebijakan yang diharapkan.
Wawancara kedua, dilaksanakan pada tanggal 16 Januari 2019 dengan
informan Ketut Jendra selaku Kelian Subak Gede Jembrana. Wawancara
tersebut membahas seputar profil Kelian Subak Gede Jembrana, sejarah subak,
kondisi subak di Kecamatan Jembrana, dan sistem kelembagaan di subak di
Jembrana. Setelah beberapa kali melakukan wawancara dengan Kelian Subak
Gede Jembrana, dapat deketahui bahwa terdapat salah satu subak di
Kecamatan Jembrana yang menjadi subak terbaik dan unik karena memiliki
krama yang multikultural. Oleh sebab itu, penelitian pun diputuskan untuk
difokuskan ke Subak Babakan Bayu, Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan
Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali.
Pada tanggal 15 Maret 2019 dilaksanakan wawancara bersama
informan Ketut Suarba selaku kelian subak di Balai Subak Babakan Bayu,
Kelurahan Sangkaragung. Wawancara tersebut membahas terkait dengan profil
kelian subak, kondisi Subak Babakan Bayu, dan sistem kelembagaan Subak
Babakan Bayu. Wawancara tersebut dapat diketahui bahwa Informan Ketut
Suarba telah menjadi kelian subak hampir 4 periode atau selama 20 tahun.
Hingga kini belum ada kelian lain yang dipercaya mampu menggantikannya.
Bahkan krama subak mengatakan bahwa mereka menginginkan informan
tersebut menjadi kelian subak seumur hidup.
Pada tanggal 16 Maret 2019 dilanjutkan dengan melakukan wawancara
kepada infoman Sarmin selaku wakil ketua Subak Babakan Bayu di rumah
informan. Wawancara tersebut dapat diketahui bahwasanya informan telah
23
menjadi wakil kelian subak menemani informan Ketut Suarba selama 20 tahun.
Wawancara tersebut juga menunjukkan bahwa telah banyak pengurus subak
yang mengeluh dan menginginkan untuk segera digantikan karena usia mereka
telah mencapai lansia sehingga banyak penyakit yang dirasakan. Subak
babakan bayu memang didominasi oleh para lansia, sehingga hal itu pula yang
dikhawatirkan oleh kelian dan wakil kelian subak terkait dengan regenerasi
subak di masa depan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif
dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subyek
sendiri atau oleh orang lain tentang subyek. Dalam teknik dokumentasi data-
data yang diperoleh adalah berupa pengambilan foto-foto dari lokasi penelitian
seperti pada saat melakukan wawancara. Data dokumentasi ini digali dengan
maksud untuk melengkapi data yang diperoleh sebelumnya. Dokumentasi
digunakan dalam suatu penelitian karena terdapat banyak hal yang terkandung
dalam dokumen sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk menguji,
menafsirkan, maupun meramalkan (Moleong, 2002:161). Penggunaan data
dokumentasi dalam penelitian ini berupa:
1. Awig-awig dan perarem Subak Babakan Bayu
2. Hasil-hasil notulensi rapat
3. Laporan pertanggungjawaban
4. Surat-surat
5. Penghargaan-penghargaan
24
6. Foto-foto kegiatan
7. Catatan inventaris subak, dan lain sebagainya.
1.6.7 Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori,
menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Sumber : (Spradley dalam Hanifah, 2010: 17)
Gambar 1.2 Siklus Analisis Data Etnografi Menurut Spradley
Analisis data penelitian etnografi merupakan bagian dari alur penelitian
maju bertahap. Alur penelitian maju bertahap adalah suatu proses yang dimulai
Analisis
Domain
Pengamatan
terpilah
Pengamatan
Terfokus
Analisis
Taksonomi
Analisis tema
Analisis
Komponen
Pengamatan
deskriptif
25
dari menetapkan subjek penelitian, hingga menulis sebuah etnografi (Spradley
dalam Batuadji, 2009). Analisis dan interpretasi data dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan empat bentuk yaitu: analisis domain, analisis
taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema kultural.
1. Analisis Domain
Analisis domain dilakukan terhadap data yang diperoleh melalui
pengamatan berperanserta/ wawancara atau pengamatan deskriptif yang
terdapat dalam catatan lapangan, yang dapat dilihat di buku lampiran.
Pengamatan deskriptif berarti mengadakan pengamatan secara menyeluruh
terhadap sesuatu yang ada di dalam latar penelitian (Moleong, 2002: 149-
150).
2. Analisis Taksonomi
Setelah selesai dalam menganalisis domein, maka selanjutnya
dilakukan pengamatan dan wawancara terfokus berdasarkan fokus yang
sebelumnya telah dipilih oleh peneliti. Oleh hasil pengamatan terpilih
dimanfaatkan untuk memperdalam data yang telah ditemukan melalui
pengajuan sejumlah pertanyaan kontras. Data hasil wawancara terpilih
dimuat dalam catatan lapangan yang terdapat pada buku lampiran
(Moleong, 2002: 150).
3. Analisis Komponensial
Setelah analisis taksonomi, dilakukan wawancara atas pengamatan
terpilih untuk memperdalam data yang telah ditemukan melalui pengajuan
26
sejumlah pertanyaan kontras. Data hasil wawancara terpilih dimuat dalam
catatan lapangan yang terdapat pada buku lampiran (Moleong, 2002: 150).
4. Analisis Tema Kultural
Analisis tema merupakan seperangkat prosedur untuk memahami
secara holistik pemandangan yang sedang diteliti, sebab setiap kebudayaan
terintegrasi dalam beberapa jenis pola yang lebih luas (Moleong, 2002:
151). Analisis tema juga merupakan upaya mencari benang merah yang
mengintegrasikan lintas domain yang ada (Sugiyono, 2014:264).
Selanjutnya dilakukan interpretasi data sebagai upaya untuk memperoleh
arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang
sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara
meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi
akurat yang diperoleh dari lapangan (Moleong, 2002: 151).
1.6.8 Uji Keabsahan Data
Validitas atau keabsahan menjadi aspek ketepatan antara data yang
terjadi pada objek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Data
yang valid merupakan data yang tidak berbeda antara data yang sesungguhnya
terjadi pada objek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti.
Keabsahan data penelitian kualitatif dapat dibuktikan dengan melakukan uji
kredibilitas data. Menurut pendapat Sugiyono, terdapat lima tahapan pengujian
kredibilitas yaitu sebagai berikut:
27
1. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan yaitu peneliti kembali untuk melakukan
pengamatan, dan wawancara dengan sumber data yang lama maupun yang
baru. Perpanjangan pengamatan ini juga memberikan dampak kepada
terjalinnya hubungan yang semakin akrab atau tidak ada jarak lagi antara
peneliti dengan subjek penelitian, semakin terbuka, saling mempercayai
sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.
2. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan
urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan
meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat melajukan pengecekan kembali
apakah data tersebut salah atau tidak, serta peneliti dapat memberikan deskripsi
data yang akurat dan sistematis.
3. Trianggulasi
Trianggulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dan berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai
waktu. Dengan demikian pada penelitian ini menggunakan trianggulasi waktu,
dimana waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Untuk itu dalam
rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan wawancara,
observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji
menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang sehingga
sampai ditemukan kepastian datanya.
28
4. Analisis Kasus Negatif
Kasus negatif merupakan kasus yang berbeda dengan hasil penelitian
pada saat tertentu. Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari
data yang bertentangan atau berbeda dengan hasil temuan, yang berarti data
yang telah ditemukan dapat dipercaya. Tetapi jika masih saja menemukan data
yang bertentangan, maka peneliti mungkin akan merubah temuannya.
5. Mengadakan Member Check
Member check adalah suatu proses pengecekan data yang didapatkan
oleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan dari pelaksanaan member check
yaitu untuk mengatahui kevalidan data. Apabila data yang diperoleh oleh
peneliti tidak disepakati oleh pemberi data dan perbedaan tersebut terlalu
tajam, maka peneliti harus merubah temuannya dan menyesuaikan dengan apa
yang diberikan atau disampaikan oleh pemberi data yang dalam hal ini adalah
subjek penelitian (Sugiyono, 2012: 368-376).