psikologi personel

129
BAB I PENGANTAR Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) bersama-sama dengan semua bidang khusus lainnya dalam psikologi mempunyai tujuan untuk mencapai pemahaman yang lebih baik mengenai perilaku manusia. Apa yang memisahkan Psikologi Industri dan Organisasi dari bidang lain fokusnya adalah pada perilaku orang-orang dalam lingkungan organisasi. Fokus ini menyebabkan Psikologi Industri dan Organisasi memiliki beberapa tujuan yang sama dengan studi manajemen, terutama dengan bidang-bidang yang disebut perilaku organisasi dan manajemen personalia. Psikologi Industri dan Organisasi mengetengahkan kesejahteraan manusia melalui berbagai penerapan psikologi pada semua tipe organisasi yang menghasilkan barang dan jasa, seperti misalnya perusahaan manufaktur, perusahaan dagang, serikat buruh atau asosiasi dagang, dan badan-badan publik. Psikologi Industri dan Organisasi melibatkan pengembangan dan penerapan teori dan metodologi psikologi pada masalah-masalah individu, kelompok pekerja dan organisasi dalam lingkungan suatu organisasi. Eksperimen Hawthorne Dilakukan di Western Electric Company, di Hawthorne, Illinois , oleh Fritz Roethlisberger, Elton Mayo, William Dickson, dkk (1939). Penelitian ini mulai dengan mempelajari akibat dari aspek- aspek fisik dari lingkungan kerja terhadap efisiensi pekerja. Para peneliti mencari jawaban terhadap pertanyaan- pertanyaan seperti: Apa akibatnya terhadap produksi apabila intensitas lampu penerangan ditingkatkan? Apakah suhu panas udara dan kelembaban mempengaruhi produksi? Apa yang terjadi jika diadakan jam-jam istirahat? Untuk kepentingan penelitian ini, sekelompok pekerja perempuan (lajang) ditempatkan dalam satu ruangan, Di mana kondisi kerja mereka (perakitan telepon) dapat dikendalikan dengan cermat. Mereka dapat diamati dari dekat, dan keluaran hasil kerja mereka dapat diukur. Perlakuan yang diberikan bermacam-macam, pada selang waktu yang telah ditentukan pada setiap kondisi kerja, dan diperiksa apa akibat perlakuan tersebut pada keluaran. Juga dibuat rekaman-rekaman, seperti misalnya temperatur dan kelembaban 1

Upload: suryana-sumantri

Post on 30-Jun-2015

1.388 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Psikologi personel

BAB I

PENGANTAR

Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) bersama-sama dengan semua bidang khusus lainnya dalam psikologi mempunyai tujuan untuk mencapai pemahaman yang lebih baik mengenai perilaku manusia. Apa yang memisahkan Psikologi Industri dan Organisasi dari bidang lain fokusnya adalah pada perilaku orang-orang dalam lingkungan organisasi. Fokus ini menyebabkan Psikologi Industri dan Organisasi memiliki beberapa tujuan yang sama dengan studi manajemen, terutama dengan bidang-bidang yang disebut perilaku organisasi dan manajemen personalia. Psikologi Industri dan Organisasi mengetengahkan kesejahteraan manusia melalui berbagai penerapan psikologi pada semua tipe organisasi yang menghasilkan barang dan jasa, seperti misalnya perusahaan manufaktur, perusahaan dagang, serikat buruh atau asosiasi dagang, dan badan-badan publik. Psikologi Industri dan Organisasi melibatkan pengembangan dan penerapan teori dan metodologi psikologi pada masalah-masalah individu, kelompok pekerja dan organisasi dalam lingkungan suatu organisasi.

Eksperimen HawthorneDilakukan di Western Electric Company, di Hawthorne, Illinois, oleh Fritz

Roethlisberger, Elton Mayo, William Dickson, dkk (1939). Penelitian ini mulai dengan mempelajari akibat dari aspek-aspek fisik dari lingkungan kerja terhadap efisiensi pekerja. Para peneliti mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa akibatnya terhadap produksi apabila intensitas lampu penerangan ditingkatkan? Apakah suhu panas udara dan kelembaban mempengaruhi produksi? Apa yang terjadi jika diadakan jam-jam istirahat?

Untuk kepentingan penelitian ini, sekelompok pekerja perempuan (lajang) ditempatkan dalam satu ruangan, Di mana kondisi kerja mereka (perakitan telepon) dapat dikendalikan dengan cermat. Mereka dapat diamati dari dekat, dan keluaran hasil kerja mereka dapat diukur. Perlakuan yang diberikan bermacam-macam, pada selang waktu yang telah ditentukan pada setiap kondisi kerja, dan diperiksa apa akibat perlakuan tersebut pada keluaran. Juga dibuat rekaman-rekaman, seperti misalnya temperatur dan kelembaban ruangan, jam-jam istirahat, jam kerja lebih pendek, makan siang bebas, jenis serta banyaknya makanan yang dimakannya pada pagi, siang dan malam hari. Ini dilakukan selama kurun waktu dua setengah tahun , berton-ton bahan yang dikumpulkan dan dianalisis. Hasil yang diperoleh dari data yang dikumpulkan ini menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan, seperti misalnya kurun waktu istirahat yang lebih pendek, kurun waktu yang lebih panjang, sepekan lima hari kerja, diperkenalkan upah insentif kelompok, lalu pengubahan kembali pada kondisi semula. Hasil penelitian sangat menakjubkan para peneliti dan manager pabrik Hawthorne. Ditemukan bahwa kondisi sosial dan psikologik dari lingkungan kerja secara potensial mempunyai arti lebih penting, daripada kondisi kerja fisik. Hasilnya untuk setiap perubahan perlakuan, produksinya naik : menunjukkan bahwa produksi bertambah dari periode ke periode dalam suatu garis yang hampir tidak terputus. Hasil yang paling menakjubkan terjadi ketika semua perubahan ditiadakan, yaitu produksi tetap naik.

1

Page 2: Psikologi personel

Hal ini membenarkan hasil dari suatu eksperimen sebelumnya yang menaikkan atau menurunkan tingkat terangnya lampu secara konsisten selalu mempunyai dampak positif pada produktivitas, kecuali untuk satu perlakuan di mana para pegawai diminta untuk bekerja di ruang yang setengah gelap. Apakah yang menimbulkan perbaikan produksi, kehadiran dan semangat tinggi yang diamati dalam ruang perakitan telepon di Western Electric tersebut. Satu alasan mengenai kenaikan produktivitas yang berkelanjutan itu terletak dalam lingkungan sosial yang diubah. Suatu kelompok pekerja biasa, yang mengerjakan tugas berstatus rendah dan rutin dengan sedikit atau tanpa pengakuan, telah ditransformasikan menjadi kelompok orang-orang penting. Kesehatan jasmani dan kesejahteraan mereka menjadi masalah keprihatinan yang besar. Roethlisberger mengamati bahwa apa yang menjadi pendapat, harapan, dan ketakutan mereka, pada penelitian ini dicoba untuk diketahui. Mereka pun ditanyai oleh para peneliti, secara simpatik dan panjang lebar mengenai reaksi-reaksi mereka terhadap kondisi kerja. Mereka mengganti seorang mandor yang lebih berorientasi pada produksi dengan pengamat terlatih yang memberikan simpati akan kebutuhan mereka. Mereka dapat bercerita apa saja sesuka hati mereka, dan mereka sendirilah yang menentukan kuota produktivitas mereka. Kenaikan produksi karena efek-efek ini merupakan akibat yang wajar dengan mengistimewakan individu-individu, untuk diberi perhatian khusus. Gejala inilah yang dikenal sebagai Hawthorne effect yang merupakan perubahan-perubahan perilaku yang ditimbulkan melalui perlakuan berupa pemberian perhatian yang istimewa dan khusus. Keterangan alternatif lainnya dalam eksperimen itu adalah bahwa perbaikan itu disebabkan oleh meningkatnya peran serta dalam keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kerja yang diberikan kepada para pegawai.Penjelasan dini mengenai hasil studi tersebut, berpusat pada lingkungan sosial dari tempat kerja, yang sebelumnya tidak memperoleh perhatian khusus dalam psikologi industri dan organisasi. Sejak penelitian tersebut terjadi perubahan pada studi perilaku mengenai orang yang bekerja maupun dalam praktek manajemen.Meskipun semua aspek eksperimen Hawthorne dipertanyakan, dan ditemukan banyak ketidak cermatan, makna historis dari studi ini untuk psikologi INDUSTRI DAN ORGANISASI tidaklah dipermasalahkan. Studi-studi itu memusatkan perhatian pada lingkungan-lingkungan sosial di tempat kerja, mengubah praktek manajemen menjadi cara-cara yang tetap kita pakai sekarang dan merangsang sejumlah besar riset yang berharga, yang relevan dengan perilaku orang di tempat kerja. Eksperimen Hawthorne dan debat-debat yang timbul kemudian mencerminkan karakter riset dan teori yang dinamis dan berkembang dalam psikologi industri dan organisasi.

Perkembangan Psikologi Industri dan OrganisasiPsikologi adalah studi mengenai perilaku manusia. Bermula dalam

laboratorium psikologi di Leipzig (Jerman – Eropa) pada tahun 1879 melalui penggunaan metode eksperimen untuk mencari hukum-hukum yang diyakini mengatur perilaku. Pengalaman dan keyakinan telah diperoleh melalui metode eksperiman tersebut, mereka mulai memperluas dan menganekaragamkan pengetahuan baru ini dan mengembangkan metodologi mereka sendiri.

2

Page 3: Psikologi personel

Secara bertahap, mereka mulai memperluas studi perilaku ke lingkungan alami maupun laboratoris. Dewasa ini, sejumlah besar penerapan pada bidang-bidang khusus, dengan karakteristiknya sendiri, membentuk suatu disiplin ilmu yang kita sebut Psikologi.

American Psychological Association (APA) didirikan tahun 1892 dan sekarang mempunyai lebih dari 40 divisi untuk minat-minat khusus ini. --- Divisi 14 adalah himpunan Psikologi Industri dan Organisasi (Society for Industrial and Organizational Psychology, Inc.). Himpunan ini juga merupakan afiliasi dari American Psychology Society (APS) dan didirikan secara terpisah sebagai suatu organisasi nirlaba, yang tujuannya dirumuskan sebagai berikut: “mengetengahkan kesejahteraan manusia melalui berbagai penerapan psikologi pada semua tipe organisasi yang menghasilkan barang dan jasa, seperti misalnya perusahaan manufaktur, perusahaan dagang, serikat buruh atau asosiasi dagang, dan badan-badan publik”. Maksud mendirikan himpunan ini adalah ilmiah professional, dan untuk tujuan pendidikan, serta tidak untuk perolehan keuntungan (Society for Industrial and Organizational Psychology, Inc., 1986). Specialty Guidelines for the Delivery of Services by Industrial/Organizational Psychologists, mendefinisikan jasa yang ditawarkan oleh psikolog dalam divisi 14 sebagai berikut: ”Jasa psikologi industri/organisasi melibatkan pengembangan, penerapan teori dan metodologi psikologi pada masalah-masalah organisasi dan masalah individu-individu serta kelompok dalam lingkungan organisasi”. (APA, 1981: 666)Definisi ini dengan jelas mencerminkan status psikologi INDUSTRI DAN ORGANISASI dewasa ini, para anggotanya mempunyai suatu kegiatan, baik yang mengarah ke riset maupun praktek. Sebagai anggota atau bagian dari suatu disiplin ilmiah yang diakui, para anggotanya mengembangkan teori dan metodologi psikologi dan sebagai praktisi, menerapkan apa yang dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah atau menciptakan pembaharuan (inovasi) dalam lingkungan organisasi. Tahun-tahun awal Psikologi Industri

Ilmu ini baru dimulai pada pergantian abad yang lalu, cabang ilmu ini disebut sebagai psikologi industri, dan lingkupnya jauh lebih sempit daripada definisi dalam Specialty Guidelines ( APA, 1981). Induk psikologi industri dalam sepertiga pertama abad 20 mungkin disimpulkan oleh judul dari salah satu buku ajar terdini dalam bidang itu : Psychology of Industrial Efficiency (Munsterberg, 1913), yang sangat memprihatinkan efisiensi dalam tempat kerja, mereka yakin bahwa metode seleksi pegawai, metode pelatihan, serta strategi desain pekerjaan dan tata letak kerja yang lebih baik merupakan kunci untuk mencapai efisiensi ini. Walter Dill Scott, adalah seorang psikolog yang merintis dalam upaya-upaya ini. Ia melakukan riset psikologi dalam bidang rekrutmen melalui iklan, seleksi dan penempatan para sales, dan dalam menguji serta mengelompokkan calon-calon perwira Angkatan Darat (Scott, 1911).

Pengaruh praktis dari psikologi industri dipercepat oleh masuknya Amerika dalam Perang Dunia I. Kebutuhan militer yang mendesak untuk mengelompokkan dan menugasi sejumlah besar personil yang baru ke situasi perang menuntut pengujian individu pada suatu skala baru. Pada PD. I (1914) para psikolog di Amerika Serikat mendapat tugas untuk mengembangkan tes inteligensi yang digunakan untuk menyeleksi anggota tentaranya.

3

Page 4: Psikologi personel

Tes yang dikembangkan dikenal dengan nama Army Alpha Test (untuk yang dapat membaca) dan Army Beta Test (untuk mereka yang buta aksara). Selain itu, data uji kecerdasan, psikomotor, minat dan kepribadian yang dikumpulkan selama waktu tersebut memberikan bahan untuk pengembangan suatu uji coba pada tahun-tahun berikutnya, terutama bagi mereka yang berminat dalam pengukuran karakteristik manusia. Psikometri berkembang dengan sangat pesat. Tes-tes psikologik mulai digunakan dalam seleksi tenaga kerja oleh perusahaan.

Tahun-tahun antara Perang Dunia I dan II: 1920 – 1940Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam dasawarsa 1920 – 1930, mengubah

dunia kerja yang akhirnya memperluas lingkup psikologi industri dan organisasi. Dalam kurun waktu itu terjadi depresi besar, meskipun dampak dari peristiwa-peristiwa ini tidak segera dirasakan pada psikologi industri dan organisasi. Pada awalnya kegiatan serikat buruh lebih diperhatikan oleh para manajer daripada para psikolog, dan kebanyakan orang tampaknya berpikir bahwa pengangguran yang meluas dari depresi semata-mata merupakan masalah pemerintah. Bahkan eksperimen Hawthorne tidak memperoleh perhatian yang meluas dari para psikolog ketika laporan pertamanya muncul pada tahun 1939. Amerika Serikat memasuki Perang Dunia II pada tahun 1941 dan keprihatinan-keprihatinan yang sangat praktis mendapatkan prioritas utama.

Psikologi Industri dan Perang Dunia II Perang Dunia II memberikan suatu ketegangan yang sangat besar pada

fungsi-fungsi personil militer. Orang-orang yang baru direkrut dalam jumlah besar harus diberi tugas sedemikian rupa sehingga mereka akan mampu menunjukkan kinerja kerja yang memuaskan. Banyak yang harus dilatih dalam waktu yang sangat pendek untuk bisa menggunakan peralatan yang sangat canggih. Di dalam negeri kaum perempuan pergi bekerja untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh para suami, ayah, saudara laki-laki dan teman mereka. Organisasi sipil meminta bantuan dalam pelatihan anggota angkatan kerja yang tidak berpengalaman ini.

Perang Dunia II menantang sumberdaya psikologi industri, tantangan yang tidak pernah ada sebelumnya. Masalah seleksi, penempatan dan pelatihan, baik sipil maupun militer, lebih besar, lebih rumit dan lebih mendesak. Pada waktu yang sama kemajuan teknologi menciptakan suatu tuntutan kritis bagi psikolog untuk mampu mengkoordinasikan kemampuan manusia dan kemampuan mesin.

Psikologi Industri dan Organisasi dewasa iniPara psikolog industri dan organisasi dewasa ini tertarik pada semua

aspek interaksi antara individu dan organisasi, efisiensi industri dan masalah-masalah mulai dari rekrutmen, seleksi dan penempatan, pelatihan, kinerja individual dan kelompok, kepuasan dan kesejahteraan pegawai. Ditambah rekayasa faktor-faktor manusia dan kepedulian psikologi yang menonjol dalam eksperimen Hawthorne. Kepedulian ini mencakup motivasi pekerja, kepuasan kerja, kepemimpinan, dan pengaruh kelompok pada perilaku pekerja secara individu.

4

Page 5: Psikologi personel

Tes-tes psikologik selain digunakan untuk seleksi tenaga kerja juga digunakan untuk penyuluhan dan bimbingan kejuruan dalam rangka rehabilitasi (jika tenaga kerja mengalami cacat dalam pekerjaan dan harus pindah kerja) dan pengembangan karier tenaga kerja (mutasi dan promosi). Selain masalah-masalah tradisional, merekapun mempelajari penyalahgunaan obat oleh pekerja, perilaku konsumen, jalur karir, masalah-masalah khusus dari pekerja minoritas, dan sejumlah besar pertanyaan dan masalah lain.

Banyak psikolog industri dan organisasi dewasa ini melakukan riset yang berkaitan dengan suatu lembaga akademis. Bekerja dalam suatu lingkungan akademi seperti ini memberikan rangsangan pada minat teoretis maupun masalah praktis organisasi. Rangsangan ini telah membantu maupun memperkuat sifat dasar mendua teoretis-terapan dari psikologi industri dan organisasi. Merekapun mengenali bahwa teori, riset dan praktek tidak dapat dipisahkan. Teori-teori tidak berguna kecuali bila dapat diuji, dan pengujian suatu perilaku kerja harus dilakukan dalam suatu lingkungan kerja.

Psikologi Industri dan Organisasi bersama-sama dengan semua bidang khusus lain dalam psikologi mempunyai tujuan untuk mencapai pemahaman yang lebih baik mengenai perilaku manusia. Apa yang memisahkan psikologi industri dan organisasi dari bidang lain adalah, fokusnya pada perilaku orang-orang dalam lingkungan organisasi. Selanjutnya, fokus ini menyebabkan psikologi industri dan organisasi mempunyai beberapa tujuan yang sama dengan studi manajemen, terutama dalam bidang-bidang yang disebut perilaku organisasi dan manajemen personalia.

Psikologi Industri dan Organisasi - Perilaku Organisasi Perilaku Organisasi (OB: Organizational Behavior) adalah penerapan

psikologi, sosiologi, antropologi dan bidang-bidang yang terkait pada suatu studi organisasi dan orang-orang yang berada di dalamnya. Beberapa akar tertentu sama dengan psikologi industri dan organisasi, namun kedua disiplin itu berbeda dalam tekanan dan dalam konteks akademik. Sumbangan yang diberikan psikologi dan psikologi sosial pada OB adalah sekitar 50 %. Sosiologi, antropologi memberikan sumbangan selebihnya kepada OB, dengan demikian dapatlah dipahami bahwa banyak yang berpendapat bahwa Psikologi Industri dan organisasi sama dengan Perilaku Organisasi (OB).Perilaku Organisasi adalah suatu bidang khusus dalam manajemen sebagai suatu disiplin akademis. Kaum terpelajar dan praktisinya memberikan tekanan yang relatif lebih besar pada variabel-variabel organisasi, misalnya interaksi dengan anggota kelompok, antar pemimpin dan bawahannya, antar organisasi dengan dirinya dibandingkan psikolog industri dan organisasi, yang tekanan utamanya tetap pada variabel individu. Misalnya, dengan tujuan-tujuan khusus, seperti untuk seleksi, penempatan, pelatihan dan pengembangan, juga dalam interaksi dengan lingkungan fisiknya (peralatan, mesin-mesin dan ruang kerja). Bagaimanapun pembedaan ini samasekali tidak ketat dan kuat/teguh. Dalam praktek hampir mustahil untuk mempelajari orang-orang tanpa memperhatikan lingkungan dan sebaliknya. Assosiasi Psikologi Amerika secara formal mengakui saling hubungan ini (pada tahun 1973). Pada waktu itu penamaan psikologi industri digantikan oleh istilah yang sekarang digunakan secara baku yaitu: Psikologi Industri dan Organisasi

5

Page 6: Psikologi personel

Psikologi Industri dan organisasi - Manajemen Personalia Istilah personalia (personnel) merujuk ke kumpulan pegawai dalam

suatu organisasi. Para pegawai sebagai tenaga kerja merupakan fokus dari psikologi industri dan organisasi, yang sekaligus juga fokus dari manajemen. Perbedaan utama terletak pada kondisi di mana manusia sebagai tenaga kerja dipelajari. Perilaku manusia dipelajari dalam kaitannya dengan manajemen. Bagaimana manusia sebagai tenaga kerja dapat dikelola secara efektif, merupakan pertanyaan dasar. Banyak topik-topik sama yang dibahas oleh Psikologi Industri dan Organisasi serta manajemen seperti seleksi tenaga kerja, pelatihan, motivasi, kepemimpinan. Manajemen sumber daya manusia membahas seleksi dalam proses keseluruhan penerimaan tenaga kerja. Seluruh proses harus berlangsung seefisien dan seefektif mungkin. Dalam proses ini manajer sumber daya manusia dibantu oleh psikolog yang memastikan bahwa seleksi menghasilkan tenaga kerja yang memiliki kecakapan, ketrampilan, sikap dan ciri-ciri kepribadian lain yang diperlukan oleh pekerjaan. Manajemen sumber daya manusia mengelola manusia sebagai tenaga kerja, di mana prinsip efisiensi (biaya dan waktu yang diperlukan serendah dan sesingkat mungkin) dan efektivitas (sasaran paling tepat dengan mutu paling baik) perlu diperhatikan. Pada psikologi industri dan organisasi, manusia sebaga tenaga kerja lebih dipusatkan pada cara yang absah untuk memperoleh tenaga kerja yang memiliki ciri-ciri yang dipersyaratkan untuk pekerjaan tertentu. Pada Psikologi Industri dan Organisasi, perilaku tenaga kerja dipelajari untuk dapat mengenali kepribadiannya dalam rangka proses seleksi dan penempatan, proses pelatihan dan pengambangan, interaksi tenaga kerja dengan lingkungan fisik dan sosial. Penguasaan di bidang psikologi Industri dan organisasi akan sangat membantu seorang sarjana psikologi yang bekerja sebagai manajer sumber daya manusia. Tidaklah heran kalau perusahaan dalam mencari seorang manajer sumber daya manusia akan menyebutkan dalam iklannya sebagai salah satu syarat bahwa calon haruslah seorang sarjana psikologi/psikolog, khususnya psikologi industri dan organisasi karena banyak bagian dari tugas manajer sumber daya manusia yang memerlukan pengetahuan psikologi industri dan organisasi.

Jadi kita dapat menyaksikan bahwa sukar untuk menarik garis tegas yang memisahkan materi subyek psikologi industri dan organisasi dari bidang-bidang yang berhubungan. Psikologi Industri dan Organisasi tetap merupakan suatu disiplin akademis yang terpisah dan beridentitas, namun psikologi industri dan organisasi tidak terkungkung oleh garis batas yang tegas, baik dalam riset maupun dalam kegiatan terapannya.

Psikologi Industri dan Organisasi di Indonesia

Psikologi sebagai ilmu, baru dikenal dan dikembangkan di Indonesia sekitar tahun 1950-an. Ketika kemerdekaan Indonesia diakui secara resmi oleh Belanda akhir tahun 1949, terdapat kegiatan-kegiatan psikologis dengan menggunakan tes-tes psikologi yang dilakukan oleh:

6

Page 7: Psikologi personel

a. Balai Psychotechniek dari Kementrian Pendidikan, Pengajaran & Kebudayaan RI, yang mengadakan seleksi siswa untuk masuk ke sekolah menengah kejuruan teknik, serta pengukuran psikometris untuk keperluan penjurusan sekolah.

b. Pusat Psikologi Angkatan Darat di Bandung, yang menyelenggarakan seleksi dan penjurusan bagi para anggotanya, berdasarkan pengukuran psikometris.

Pada tanggal 3 Maret 1953, di bawah pimpinan Prof. Dr. Slamet Imam Santoso, didirikan Lembaga Pendidikan Asisten Psychologi, dan Balai Psychotechniek dari Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan RI dilebur ke dalamnya menjadi bagian Psikologi Kejuruan dan Perusahaan. Lembaga Pendidikan Psikologi berkembang menjadi Jurusan Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan tahun 1960 menjadi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Bagian Psikologi Kejuruan dan Perusahaan sekarang menjadi Bagian Psikologi Industri dan Organisasi. Psikologi industri yang merupakan cabang dari psikologi yang ketika itu hanya menerapkan penggunaan tes dalam rangka seleksi dan penjurusan sekolah sejak itu berubah menjadi ilmu yang dapat dikembangkan teorinya melalui penelitian-penelitian.Pengembangan psikologi Industri dan Organisasi juga dipelopori oleh Bagian Psikologi Industri dan Organisasi dari dua Fakultas Psikologi lainnya, yaitu Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran yang berdiri pada 2 September 1961. Diawali dengan Jurusan Psikologi Industri dan Niaga, kemudian berubah menjadi Jurusan Psikologi Industri dan Organisasi, dan sekarang Bagian Psikologi Industri dan Organisasi UNPAD. Yang kedua adalah Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, berdiri 8 Januari 1965. Pada akhir tahun 2002 terdapat 4 (empat) Fakultas Psikologi pada Universitas Negeri (Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Airlangga), serta program studi Psikologi sebagai bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Universitas Sumatera Utara, serta kurang lebih tiga puluh Fakultas (atau masih berstatus program studi) Psikologi swasta yang masing-masing memiliki Bagian Psikologi Industri dan Organisasi.

Perkembangan psikologi Industri dan Organisasi tidak berlangsung tanpa masalah. Psikologi Industri dan Organisasi yang telah maju di negara-negara Barat memberikan bahan pengetahuan yang sangat banyak kepada perkembangan psikologi di Indonesia. Hasil penelitian, teori yang berkembang, metodologi dan perangkat peralatannya yang canggih tersedia bagi Indonesia untuk digunakan. Di satu pihak, Indonesia beruntung karena tidak perlu lagi bersusah payah untuk mendapatkan temuan-temuan guna menunjang berkembangnya teori, karena ada teori, aturan dan prinsip psikologi yang berlaku secara universal. Metodologi yang canggih dapat pula kita gunakan. Di lain pihak Indonesia harus tetap cermat mengenali teori, aturan dan prinsip psikologi mana yang lebih ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Hal ini terutama berlaku bagi alat-alat penelitian dan pengukuran. Tes-tes psikologik selain diterjemahkan, perlu pula diadaptasi dengan kondisi Indonesia. Masalah lain yang dihadapi ialah peluang yang terbatas untuk mengembangkan psikologi industri dan organisasi. Suatu ilmu dapat berkembang jika diadakan penelitian-penelitian dasar dan terapan, serta jika ada peluang untuk menerapkan teori yang telah ada. Peluang, baik untuk penelitian maupun untuk penerapan ilmu, masih kurang besar selama ini, sehingga pengembangan

7

Page 8: Psikologi personel

psikologi Industri dan Organisasisebagai ilmu masih belum dapat dikatakan berarti. Faktor-faktor utama yang membatasi peluang adalah dana (dana penelitian sulit diperoleh dan kalaupun ada hanya sedikit), tenaga peneliti dan penerapan psikologi (sarjana psikologi) yang kurang memiliki kesediaan dan kesiapan untuk mengadakan penelitan, kurang kesiapannya untuk bekerja menerapkan psikologi di bidang pelatihan dan pengembangan tenaga kerja dan organisasi, Kalaupun ada yang melakukan, masih sedikit jumlahnya. Demikian pula kesediaan dan kemampuan perusahaan untuk menggunakan jasa-jasa psikologi masih terbatas.Secara umum dapat dikatakan bahwa kemungkinan-kemungkinan untuk mengembangkan psikologi dan industri di Indonesia sebagai ilmu telah dikenal dan dipahami, tetapi pelaksanaannya belum dapat dilakukan sepenuhnya. Psikologi Industri dan Organisasi di Indonesia dewasa ini masih merupakan ilmu terapan dengan kegiatan utamanya pada pelaksanaan pemeriksaan psikologi (yang secara popular dikenal dengan istilah ‘psikotes’) dengan tujuan seleksi dan penempatan, penyuluhan dan bimbingan kejuruan, dan pengembangan karier. Bidang terapan yang lain adalah bidang pelatihan. Sudah cukup banyak sarjana psikologi terlibat dalam menyusun dan melaksanakan program-program pelatihan di perusahaan. Bidang terapan lain yang masih kurang dilakukan ialah bidang konsultasi organisasi/perusahaan. Ada beberapa sarjana psikologi yang bekerja sebagai konsultan dalam perusahaan, dan beberapa sarjana psikologi lainnya bekerja pada lembaga manajemen negeri/swasta sebagai konsultan. Kegiatan para sarjana psikologi di bidang organisasi, psikologi kerekayasaan dan penelitian perilaku konsumen, pada permulaan abad ke 21 ini, belum dapat dikatakan banyak (Munandar, 2001)

8

Page 9: Psikologi personel

BAB II

ANALISIS JABATAN

PengantarOrganisasi merupakan sistem sosial yang dibentuk dan dirancang untuk

mencapai hal-hal yang tidak dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri. Baik dalam bentuk organisasi yang menghasilkan suatu produk maupun jasa. Produk atau jasa atau keduanya merupakan keluaran dari suatu organisasi. Produk dan jasa itu merupakan hasil ujung dari ribuan tugas yang dilakukan oleh anggota-anggota organisasi. Suatu tugas merupakan sebagian dari suatu kerja yang dibebankan untuk diselesaikan berdasarkan suatu standar dalam suatu kurun waktu. Beberapa dari tugas yang dilakukan dalam organisasi berhubungan langsung dengan suatu proses produksi dari produk atau penyampaian jasa. Tugas-tugas yang dilakukan oleh setiap pekerja atau anggota dalam suatu organisasi mendefinisikan suatu posisi; ada satu posisi untuk tiap anggota organisasi. Semua posisi yang identik atau mirip membentuk suatu pekerjaan (job) dalam organisasi.Kelompok-kelompok pekerjaan yang serupa dalam persyaratan yang dituntutnya dari para pegawai disebut keluarga pekerjaan (job families). Contoh gbr 2-1

Tugas: Membua

tcatatanpasien

Mengetik

laporan

Member-

kas catatan

Menjawab telepon

Menerima tamu

Mengetik kartu untuk pasien baru

Pena- gihan

Urusan asuransi

Pekerjaan 1Kerani, Juru Tik

(3 posisi)

Pekerjaan 2Penerima tamu

(2 posisi)

Pekerjaan 3Akuntansi(2 posisi)

Front Office(clerical)

Penjelasan: baris atas dari kotak-kotak dalam gambar menunjukkan berbagai tugas yang harus dilakukan dalam suatu kantor. Tiap pegawai dalam kantor ini menduduki satu posisi yang didefinisikan oleh tanggung jawab utama untuk melakukan beberapa tugas tertentu. Posisi yang didefinisikan oleh tugas-tugas yang sama membentuk satu pekerjaan.

9

Peker-jaan

Keluargapekerjaan

Page 10: Psikologi personel

Dalam contoh ada pekerjaan dengan tujuh posisi, yang mempunyai kewajiban yang cukup serupa untuk dianggap sebagai satu keluarga pekerjaan, disini disebut front office, clerical.Posisi, pekerjaan dan keluarga pekerjaan merupakan bangunan dasar dari setiap struktur organisasi. Tugas-tugas yang dilakukan oleh orang-orang yang menghuni bangunan ini pada setiap waktu merupakan kegiatan mendasar dari organisasi itu.

Istilah yang berhubungan dengan jabatan Unsur : komponen paling kecil dari suatu pekerjaan Tugas : sekumpulan unsur Kedudukan/position : sekumpulan tugas yang dilakukan oleh seorang

pegawai Pekerjaan / job : sekumpulan kedudukan/posisi yang mewakili persamaan

kewajiban atau tugas pokoknya Jabatan / occupation : sekumpulan pekerjaan yang berisi tugas-tugas yang

sama atau berhubungan satu sama lainnya dan tersebar diberbagai tempat

Analisis Jabatan merupakan suatu kegiatan pertama dalam manajemen kepegawaian guna mendapatkan orang-orang untuk mengisi organisasi --- yaitu menentukan macam dan kualitas pegawai yang diinginkan untuk masing-masing jabatan, berarti memperoleh orang-orang yang tepat secara kualitas maupun kuantitas. Analisis Jabatan merupakan suatu prosedur pengumpulan dan analisis data guna memperoleh informasi mengenai tugas, pekerjaan dan persyaratan pekerjaan. Atau rumusan lain mengatakan bahwa, analisis jabatan adalah suatu proses kajian sistematis tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam satu pekerjaan, mencakup tugas-tugas, tanggung jawab untuk dapat menentukan pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, dan ciri-ciri kepribadian lain, yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan baik. Oleh karena analisis jabatan merupakan suatu kegiatan yang menuntut pemeriksaan kerja yang dilakukan oleh orang-orang, maka analisis tersebut dapat dikelirukan dengan kegiatan lain dari organisasi itu. Kita dapat menyingkirkan kekaburan itu jika kita mengingat bahwa analisis jabatan merupakan suatu proses hanya untuk mendeskripsikan apa yang harus dikerjakan pada suatu jabatan. Dengan sendirinya analisis jabatan tidak berurusan mengenai cara terbaik untuk melakukan suatu pekerjaan (desain pekerjaan). Tujuan dari Analisis Jabatan adalah mendefinisikan setiap pekerjaan yang berhubungan dengan perilaku yang diperlukan untuk melaksanakannya, segala keputusan yang berkaitan dengan perencanaan, keputusan-keputusan yang menyangkut manajemen sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Berapa banyak posisi yang harus diisi dan apa bentuk dari posisi tersebut? Apa kemampuan, keakhlian, dan karakteristik pribadi yang diperlukan dari individu pemegang jabatan tersebut? Berapa banyak individu yang harus direkrut? Faktor-faktor apa yang harus diperhatikan dalam menyeleksi orang-orang tersebut. Sebelum hal tersebut ditentukan dan dilakukan, maka terlebih dahulu harus mencari perilaku pegawai bagaimana yang diperlukan unmtuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Analisis jabatan ini berfungsi sebagai: langkah awal dalam usaha memperoleh informasi mengenai suatu jabatan, dasar dari berbagai kegiatan administrasi ketenaga-kerjaan dan dasar dari berbagai keputusan yang berhubungan dengan kerja

10

Page 11: Psikologi personel

Analisis Jabatan menyediakan suatu ringkasan kewajiban dan tanggung jawab pekerjaan, hubungannya dengan pekerjaan-pekrjaan lain, pengetahuan dan keakhlian yang dibutuhkan serta kondisi kerja ketika pekerjaan tersebut dilaksanakan. Informasi pekerjaan yang dikumpulkan melalui analisis pekerjaan memainkan peranan yang sangat penting bagi departemen sumber daya manusia, karena analisis jabatan menyediakan data minimal untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan personalia. Analisis jabatan dapat membantu penciptaan prosedur dan dokumentasi personalia, seperti uraian jabatan yang menyoroti tanggung jawab dan hubungan pekerjaan, spesifikasi jabatan yang mendefinisikan keakhlian dan pengalaman pendidikan dan evaluasi jabatan yang membuat nilai relatif dari suatu pekerjaan yang dapat digunakan untuk perencanaan gaji dan upah. Analisis jabatan diperlukan juga untuk menilai kinerja dan kebutuhan akan pelatihan dan juga menyediakan informasi dasar untuk rekrutmen. Juga dapat menopang srtruktur dan desain organisasi dengan menjelaskan peran yang diharapkan berdasarkan tujuan organisasi. Tanggung jawab pegawai pada semua tingkat. Mulai dari penyapu lantai sampai dengan direksi dapat ditentukan, sehingga menghindari overlapping dan duplikasi upaya serta meningkatkan keharmonisan dan efisiensi diantara individu dan departemen. Dengan kata lain, analisis jabatan berfungsi sebagai dasar bagi rekrutmen, seleksi, penilaian kerja, pelatihan dan pengembangan, pengelolaan karir, kompensasi dan hubungan perburuhan.

Kendala:a. kesulitan administrasi --- berasal dari administrasi analisis jabatan serta

administrasi perusahaanb. kesulitan follow-up --- berkaitan dengan biaya, tenaga dan waktuc. kesulitan menghadapi perubahan-perubahan struktur organisasi --- misal

adanya perubahan dalam peraturan pemerintah, situasi perekonomian yang mempengaruhi perencanaan perusahaan.

Definisi Analisis Jabatan menurut beberapa ahli :Davis : analisis tentang kewajiban pekerjaan dan kondisi kerjanya Yukl : proses penguraian pekerjaan dan rincian karakteristika pekerjaanLanham : proses yang bertujuan untuk menentukan dan melaporkan informasi- informasi yang berhubungan dengan corak jabatanDengan demikian Analisis Jabatan adalah suatu kegiatan atau proses pengumpulan informasi dari suatu jabatan tertentu dengan menggunakan metode tertentu untuk tujuan tertentu.

Prinsip Analisis Jabatan1. memberikan semua fakta penting yang ada hubungannya dengan jabatan2. memberikan fakta-fakta yang diperlukan untuk bermacam-macam tujuan3. sering ditinjau kembali dan apabila perlu diperbaiki4. dapat menunjukkan tugas-tugas mana yang paling penting diantara beberapa

tugas dalam tiap jabatan5. memberikan informasi yang tepat, lengkap dan dapat dipercaya

11

Page 12: Psikologi personel

Ruang Lingkup Analisis JabatanA. Jabatan

Nama jabatanKedudukan dalam organisasiTujuan jabatan

B. Tugas dan Pelaksanaan Pokok Berkala (pokok) Tambahan LainC. Tanggung Jawab Jabatan D. Kondisi kerja: baik kondisi kerja fisik maupun sosial

Kegunaan Analisis Jabatan1. Administrasi kepegawaian

pengerahan tenaga kerja (rekrutmen) seleksi dan penempatan latihan dan pengembangan pengukuran dan penilaian kerja administrasi upah dan gaji transfer dan promosi

2. Perencanaan/perancangan kerja dan peralatan perencanaan teknik, metode, kerja

3. Pengendalian administrasi perencanaan organisasi perencanaan dan pengendalian tenaga kerja

4. Kegunaan lain perencanaan pendidikan pengelompokan jabatan konsultasi kejuruan

Langkah-langkah dalam analisis jabatan1. Mengumpulkan dan mempelajari informasi yang sudah ada mengenai

pekerjaan atau jabatan.. Bagan organisasi. Uraian pekerjaan. Persyaratan

2. Menentukan posisi yang dapat mewakili pekerjaan atau jabatan yang akan dianalisis

3. Mengumpulkan data mengenai fakta-fakta dari pekerjaan atau jabatan yang dianalisis

4. Melengkapi data 5. Menyusun uraian jabatan 6. Menyusun spesifikasi jabatan

12

Page 13: Psikologi personel

Hasil dari analisis jabatan adalah

* Job description atau Uraian Jabatan Suatu uraian tertulis mengenai kegiatan, tanggung jawab, tugas-tugas dan kewajiban suatu jabatan.

* Job specification atau Spesifikasi Jabatan Suatu pernyataan tertulis mengenai kemampuan, kualitas, dan persyaratan yang diperlukan bagi suatu jabatan

* Job evaluation atau Evaluasi JabatanSuatu proses lengkap mengenai nilai suatu jabatan, dibandingkan dengan jabatan-jabatan lain dalam organisasi yang sama ( dengan maksud agar para pekerja memperoleh bayaran yang adil dan memadai ).

Kegunaan Uraian Jabatan Menghindarkan perbedaan pengertian Menghindarkan terjadinya pekerjaan rangkap Untuk mengetahui batas-batas tanggung jawab dan wewenang suatu

jabatan

Hal-hal yang perlu dicantumkan dalam uraian jabatan1. Identifikasi jabatan2. Ikhtisar jabatan3. Tugas yang harus dilaksanakan meliputi tugas pokok sehari-hari, berkala,

tambahan dan tugas lain4. Pengawasan yang dilakukan atau yang diterima5. Hubungan kerja6. Mesin, peralatan dan bahan-bahan yang digunakan7. Kondisi kerja8. Pendidikan, latihan dan pengalaman9. Keadaan fisik dan mental10.Pengetahuan dan keterampilan 11.Umur dan jenis kelamin

Jenis informasi yang diperlukan1. Apa yang dikerjakan oleh pekerja Fisik – mental Kegiatan dalam hubungannya dengan data, manusia, benda2. Bagaimana pekerja mengerjakan pekerjaan yang harus dikerjakan Fisik - mental3. Mengapa dikerjakan 4. Skill ( keterampilan ) apa yang diperlukan sebagai tambahan nomor 1, 2, 3

Tanggung jawab Pengetahuan jabatan Mental edukasi ( inisiatif dan sebagainya ) Keterampilan dan ketelitian Pengalaman dan pelatihan Syarat-syarat fisik Karakteristika pekerja

13

Page 14: Psikologi personel

Sumber informasi diperoleh dari:1. Pekerja itu sendiri2. Pekerja lain yang mengenal dan mengerti keadaan job tersebut

. Supervisor . Pimpinan lain3. Observator yang terlepas dari job tersebut atau yang mengamati pekerja yang

melaksanakan job tersebut

Teknik pengumpulan data

1. Wawancara2. Kuesioner3. Observasi4. Cara-cara lain

Persyaratan jabatan

Suatu persyaratan mimimum tentang kualitas manusia yang dapat diterima untuk melaksanakan suatu jabatan atau pekerjaan.

Isi dari persyaratan jabatan

Persyaratan fisik Persyaratan pendidikan ( formal – informal) Persyaratan emosional dan sosial Persyaratan tingkah laku atau peran

14

Page 15: Psikologi personel

BAB III

PROGRAM REKRUTMEN, SELEKSI DAN PENEMPATAN

Perusahaan-perusahaan dewasa ini telah cukup banyak menggunakan jasa psikolog untuk membantu mereka menyeleksi tenaga kerjanya. Satu hal yang pada akhir tahun 1950-an tidak dapat dibayangkan. Penggunaan pemeriksaan psikologi atau sebagaimana dikenal secara populer dengan psikotes mulai banyak dikenal pada permulaan tahun 1960-an. Permulaan penerapan pemeriksaan psikologis secara besar-besaran ialah pada saat para olahragawan Indonesia yang akan ikut pesta olahraga Asian Games II pada tahun 1962 di Jakarta, yang diselenggarakan oleh Bagian Psikologi Kejuruan dan Perusahaan dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sejak itu makin banyak permintaan datang dari departemen, perusahaan-perusahaan swasta dan milik negara (BUMN), lembaga-lembaga keuangan dan bank-bank untuk membantu mereka menyeleksi calon-calon pegawai atau untuk membantu mereka dalam proses promosi pegawai. Di Indonesia proses penerimaan tenaga kerja berlangsung dalam dua tahapan yang besar, yaitu pencarian calon tenaga kerja dan seleksi calon tenaga kerja.

REKRUTMEN (Pencarian tenaga kerja)

Mencocokkan kemampuan dan ketrampilan pegawai sesuai dengan persyaratan kerja merupakan inti dari proses penyaringan, seleksi, dan penempatan. Psikologi INDUSTRI DAN ORGANISASI dewasa ini lebih menekankan pada kesesuaian antara keperluan , nilai, dan harapan pegawai dengan apa yang ditawarkan organisasi serta pekerjaan. Ada beberapa informasi yang diperlukan untuk memperoleh kecocokan tersebut:

ketrampilan dan kemampuan yang diperlukan dalam pekerjaan penghargaan dan kesempatan yang ditawarkan dalam pekerjaan dan

organisasi kemampuan, ketrampilan, dan pengalaman pelamar/pegawai baru kebutuhan, nilai, dan harapan pelamar/pegawai baru

Rekrutmen adalah proses menemukan dan menarik orang untuk menduduki posisi tertentu dalam suatu organisasi. Tujuan kegiatan ini adalah menemukan sejumlah pelamar kerja yang sesuai dengan posisi yang ditawarkan oleh organisasi. Dalam banyak hal, beberapa pelamar yang diperoleh untuk setiap posisi lebih disukai karena semakin banyak pelamar yang datang, semakin tinggi rasio pemilihan, akan semakin selektif perusahaan itu. Pada tahap ini diusahakan agar jumlah calon tenaga kerja cukup banyak yang terkumpul, sehingga dapat dilakukan seleksi yang baik. Makin banyak calon tenaga kerjanya, makin besar kemungkinan mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi persyaratan perusahaan.

15

Page 16: Psikologi personel

Pengertian Rekrutmen

H.T Graham (1986)Recruitment is the first part of the process of filling a vacancy; it includes the examination of the vacancy, the consideration of sources of suitable candidates, making contact with those candidates and attracting applicants from them.

William B. Wether (1996)Recruitment is a process of finding and attracting capable applicants for employment. The process begins when new recruits are sought and ends when their application are submitted. The result is a pool of applicants from which new employees are selected.

Pada dasarnya, kegiatan dalam pengaturan sumber daya manusia bertujuan untuk membantu organisasi dalam mendapatkan, mengembangkan, memberdayakan, mengevaluasi dan mempertahankan kualitas dan kuantitas pekerja di organisasi. Kegiatan-kegiatan tersebut akan diwujudkan dalam bentuk rekrutmen dan seleksi, pelatihan, penempatan, penilaian dan kompensasi yang diberikan serta hubungan antara pekerja di organisasi . Menentukan kebutuhan pegawaiDiawali dengan menentukan jumlah pegawai yang dibutuhkan, yaitu jumlah dan jenis pegawai baru yang diperlukan dalam suatu jangka waktu tertentu. Dalam beberapa hal, proses ini hanya terdiri atas komunikasi informal antara bagian personalia dari organisasi yang memerlukan pegawai baru dan mereka yang akan terlibat dalam proses rekrutmen. Sebuah pendekatan yang lebih sistimatik dimulai dengan pernyataan kebutuhan pegawai yang didasarkan atas perencanaan sumber daya manusia secara formal. Rencana ini melibatkan sejumlah kegiatan pegawai, diantaranya adalah analisis jabatan, jumlah pegawai sekarang dan peramalan.Perencanaan sumber daya manusia yang bersifat formal merupakan dasar yang diperlukan untuk rekrutmen, walaupun tidak selalu dapat dimungkinkan untuk menciptakan hubungan yang formal diantara kedua kegiatan tersebut. Banyak rekrutmen dimulai dengan pemecatan yang tidak diharapkan atau dengan perluasan jumlah pegawai secara tiba-tiba, seperti halnya jika sebuah perusahaan mendapat kontrak besar yang tidak dapat diselesaikan dengan jumlah pegawai yang ada. Banyak perusahaan besar mencari pegawai secara berkesinambungan, baik untuk mencegah kerugian atau mempersiapkan diri terhadap tuntutan kebutuhan pegawai dimasa yang akan datang. Proses rekrutmen akan lebih efisien, jika pekerjaan yang akan diisi itu dipahami, melalui deskripsi/uraian jabatan dan spesifikasi jabatan yang merupakan hasil dari proses analisis jabatan. Informasi ini memberi pengetahuan kepada mereka yang terlibat dalam kegiatan mencari pelamar kerja yang besar kemungkinan bisa memenuhi kebutuhan suatu perusahaan.

Langkah-langkah yang biasa dilakukan dalam rekrutmen:1. Persiapan rekrutmen

* Uraian jabatan* Spesifikasi jabatan

16

Page 17: Psikologi personel

2. Alasan merekrut* Karena perluasan perusahaan* Penggantian tenaga kerja

3. Tentukan sumber tenaga kerja, apakah dari dalam perusahaan sendiri (internal) atau dari luar perusahaan (external)

Rekrutmen InternalSumber internal adalah perencanaan pemberdayaan SDM yang diarahkan pada pemberdayaan pegawai internal dalam organisasi. Dasar kegiatan adalah proses auditing dan penempatan. Human resources audits, dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai ketrampilan, kemampuan dan pengetahuan setiap pegawai perusahaan. Audit untuk non manager disebut skill inventories, sedangkan audit untuk level manager disebut human resources audit, ini yang akan digunakan sebagai dasar pertimbangan pengangkatan dan pelatihan pegawai.

Ada sejumlah keuntungan mencari pelamar kerja dari dalam jajaran pegawai yang ada. Biayanya lebih murah daripada rekrutmen-eksternal dan keduanya baik organisasi maupun pelamar kerja telah saling mengenal. Juga terdapat keuntungan dengan meningkatnya motivasi kerja dalam proses rekrutmen-internal. Kebijaksanaan rekrutmen dari dalam memperluas kesempatan bekerja individu dan menyampaikan komitmen organisasi dalam hal pengembangan kerja dan kemajuan berkarier. Rekrutmen-internal bertujuan untuk mengisi setiap tingkat pekerjaan dalam perusahaan, baik pergerakan karier pekerja ke arah horizontal maupun vertikal. Gerakan horizontal terjadi bila seorang pegawai pindah dari satu kerja ke kerja yang lain pada tingkat yang sama dalam hirarki perusahaan. Gerakan vertikal terjadi bila seorang pegawai dipromosikan atau naik dalam hirarki perusahaan. Pada umumhya rekrutmen-internal mempunyai tujuan untuk mempromosikan pegawai yang ada sekarang. Karena begitu banyak rekrutmen-internal melibatkan promosi, perhatian terhadap proses ini kerapkali difokuskan terhadap pekerjaan manajemen dan eksekutif. Rekrutmen-EksternalSumber eksternal adalah memberdayakan tenaga dari luar ke dalam organisasi.Semua cara yang dilakukan terhadap orang yang belum bekerja untuk suatu organisasi tertentu dalam kaitan melamar pekerjaan mengacu pada rekrutmen-luar. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: kebutuhan eksternal, yaitu menentukan kebutuhan-kebutuhan yang mendasari pertimbangan memasukkan orang luar ke dalam organisasi. Analisis pasar tenaga kerja, berhubungan dengan ketepatan keakhlian dan pengetahuan pekerja yang dibutuhkan. Sikap-sikap dalam komunitas, mengenali karakteistik pegawai dari suatu lingkungan tertentu yang dapat mendudkung atau menghambat proses pemenuhan kebutuhan. Sumber-sumber luar yang penting untuk mendapatkan pegawai adalah dari perserikatan, perusahaan luar, sekolah, iklan surat kabar, akademi dan universitas, asosiasi professional, agen pegawai perusahaan pemerintah dan agen pegawai perusahaan swasta.

17

Page 18: Psikologi personel

Masalah utama adalah apakah keuntungan relatif bagi organisasi, dalam hal mempromosikan dari dalam, versus memasukkan “hawa baru” dari luar (rekrutmen-eksternal).

Para psikolog industri dan organisasi dapat membantu sebuah perusahaan dalam memilih strategi rekrutmen berdasarkan pengetahuan terhadap situasi tertentu, tetapi penerapan yang lebih umum dari ketrampilan mereka terletak dalam cara meningkatkan efektivitas proses rekrutmen-internal maupun rekrutmen-eksternal.

Peranan analisis jabatan sangat penting dalam rekrutmen eksternal, karena menyangkut jumlah pengeluaran yang harus dilakukan untuk memperoleh hasil rekrutmen yang terbaik bagi perusahaan. Bagi pekerjaan yang membutuhkan pegawai yang memiliki kualifikasi tertentu, misalnya tingkat ketrampilan yang tinggi, akan membutuhkan biaya rekrutmen yang lebih tinggi misalnya, biaya perjalanan ke universitas atau pertemuan professional dalam rangka mencari pelamar kerja. Bagi pekerjaan yang membutuhkan sedikit latihan dan/atau pengalaman serta ketrampilan yang biasa dimiliki kebanyakan orang yang bekerja, sumber-sumber luar yang lebih murah seperti rekrutmen melalui iklan surat kabar akan lebih sesuai.

Tujuan Rekrutmen: menarik calon-calon tenaga kerja yang baik agar mau bergabung dengan perusahaan. Baik, berarti mempunyai keterampilan atau kemauan atau sikap tertentu yang

sesuai dengan kebutuhan organisasi, untuk membantunya dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.

Untuk melakukan rekrutmen kita perlu mengenal pasar tenaga kerja, yang antara lain ditentukan oleh : Jenis pekerjaan dan banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan Keterampilan dari tenaga kerja yang dibutuhkan Kondisi ekonomi setempat Citra perusahaan Kapan menggunakan sumber external recruitment

1. Organisasi perlu gagasan baru2. Organisasi perlu pelaksanaan-pelaksanaan baru3. Organisasi kekurangan sumber internal

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses rekrutmen: (Werther & Davis)a. Human Resource Plan, yaitu rencana tentang pemberdayaan SDM

di perusahaan. Rancangan ini akan berguna karena memberikan pengetahuan tentang tujuan perusahaan yang telah diturunkan menjadi informasi arah pengembangan SDM di perusahaan tersebut, seperti posisi yang dianggap rentan bagi perusahaan dan membutuhkan SDM potensial dan sebaliknya, prioritas kebutuhan perusahaan akan SDM yang dibutuhkan untuk mendukung pemenuhan tersebut.

18

Page 19: Psikologi personel

b. Job Description, yaitu uraian yang berisi rincian tugas-tugas dari individu yang menempati posisi tertentu. Berdasarkan job description akan diturunkan karakteristik dan kapabilitas individu yang dibutuhkan untuk menempati posisi tersebut. Seperti kepribadian, pengalaman kerja, keakhlian/pengetahuan kerja yang disebut job specification atau job requirement

c. Affirmative Action Plan, akan sangat berguna terutama bila kita ingin merekrut hanya dari satu sumber lowongan seperti universitas tertentu dan tidak dari universitas lain. Hal ini berhubungan dengan kontradiksi terhadap aturan perekrutan yang menyebutkan bahwa pada dasarnya setiap pekerja memiliki hak sama.

d. Recruiter Habits, yang berdampak pada dua hal, yaitu kebiasaan yang positif dalam hal melakukan prosedur rekrutasi, meminimalkan waktu dan biaya rekrut; dan dampak negatif, yaitu bisa saja terjadi kemungkinan mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama.

e. Kondisi di luar lingkungan perusahaan. Perkembangan perusahaan tidak dapat terlepas dari perkembangan ekonomi, baik nasional maupun internasional, sehingga setiap kemajuan atau kemunduran kondisi negara dapat menyebabkan perubahan dari rencana sumber daya manusia. Misal, krisis moneter, kesenjangan yang tinggi antara prediksi perusahaan denga kondisi nyata atau model baru di dunia internasional.

f. Kebijakan-kebijakan perusahaan. Setiap rumah memiliki aturannya sendiri, sehingga kita harus mengetahui aturan-aturan yang dapat berpengaruh pada rekrutasi seperti aturan gaji, aturan bila terjadi promosi dari dalam dan aturan bila mempekerjakan pegawai internasional.

g. Biaya yang disediakan perushaan untuk proses rekrutasi dan seleksi, karena kedua proses ini memerlukan sejumlah biaya yang hasrus dihitung dan dikeluarkan oleh perusahaan. Evaluasi terhadap biaya dilakukan untuk memastikan bahwa proses rekrutmen efisien dan efektif dari segi biaya.

Sumber internal recruitment:1. Job-posting Programs. HR Department menginformasikan pada karyawan

perusahaan tentang pembukaan lowongan dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan, serta mengundang karyawan yang memenuhi kualifikasi untuk melamar. Kualifikasi yang dibutuhkan berdasarkan analisis jabatan. Kemudia karyawan yang memenuhi kualifikasi mengajukan diri atau direkomendasikan oleh atasannya untuk melamar pada HR Department. Tujuan job-posting program adalah mendorong karyawan untuk mendapatkan promosi dan transfer dalam perusahaan untuk membantu HR Department mengisi pembukaan lowongan kerja. Tidak semua pekerjaan dapat diisi melalui job-posting, biasanya dilakukan untuk posisi pelaksana clerical, teknis dan posisi supervisor.

2. Departing Employee. Karyawan yang meninggalkan pekerjaannya atau berhenti merupakan sumber untuk melakuakn rekrutmen internal.

19

Page 20: Psikologi personel

3. Buy Back, merupakan salah satu sumber rekrutmen yang seringkali terlupakan adalah karyawan yang telah berhenti, kembali bekerja atas permintaan perusahaan. Buy back terjadi ketika seorang karyawan yang mengundurkan diri untuk mengambil pekerjaan lain, kemudian perusahaan lama memberikan tawaran yang lebih baik mengalahkan tawaran perusahaan baru.

Sumber external recruitment:1. Walks-in and Writes-in2. Referensi dari pegawai perusahaan3. Iklan lowongan kerja

INTERNAL

Keuntungan : 1. Ekonomis, murah, cepat 4. Sudah dikenal 5. Dapat bekerjasama 6. Memotivasi

Kerugian : Timbul Sistim klik

Metoda : 1. Job posting2. Selebaran3. Majalah intern, majalah

dinding4. Grapevine

Sumber : dari dalam

EXTERNAL 1. mendapat gagasan baru2. mempunyai potensi lebih /lain

Mahal dan perlu waktu

1. kunjungan (sekolah)2. bea siswa3. iklan, radio, koran, majalah4. labour Scout5. situation wanted ads

1. pelamar langsung1 kantor/agen tenaga kerja2 sekolah, perguruan tinggi3 perusahaan saingan4 employee referrals5 job fairs

Iklan lowongan kerja akan lebih murah dan efektif bila prinsip berikut ini dicermati:

1. Iklan lowongan kerja berisikan spesifikasi jabatan dan spesifikasi personalia secara singkat, termasuk : a. judul jabatanb. deskripsi tentang tugas dan perusahaan (termasuk lokasi)c. pengalaman, keahlian, kualifikasi yang dibutuhkand. rentang umure. kondisi kerja, misalnya gajif. pelatihan yang diperolehg. tindakan yang harus dilakukan pelamar, misalnya mengirimkan surat

lamaran atau langsung diantarkan2. Iklan tersebut muncul pada sarana publikasi yang tepat, misalnya koran

lokal atau nasional. Sebaiknya menampilkan lambang perusahaan dan menggunakan ilustrai yang kreatif untuk menarik sejumlah besar pelamar.

20

Page 21: Psikologi personel

3. Harus dibuatkan percobaan untuk mengetes respon terhadap ukuran, kata-kata, posisi halaman, hari dimunculkannya yang berbeda-beda.

4. Catat dan simpan data tentang :a. media publikasi yang digunakanb. tanggal dan hari di terbitkanc. posisi iklan di halamand. gaya dan ukurane. nama pelamar yang melamarf. nama pelamar yang diseleksi untuk interviewg. nama pelamar yang suksesh. respon terhadap iklan lowongan kerja harus dianalisis, sehingga

pengeluaran dapat diarahkan pada publikasi dan gaya yang memberikan hasil yang terbaik untuk tipe jabatan tertentu

i. Pelamar yang ditolak seharusnya dikirimi surat pemberitahuan secara sopan.

5. Kantor tenaga kerja6. Agensi penempatan milik swasta7. Professional search firm8. Institusi pendidikan9. Asosiasi profesi

10. Organisasi tenaga kerja11. Government-funded and community training program12. Temporary help agencies13. Leased employees14. Open house

Sifat-sifat pencari kerja : Pencari kerja yang baru belum punya gambaran mengenai pekerjaan yang akan dikerjakan Pencari kerja yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya yang lama

biasanya merasa dapat melakukan pekerjaan yang lebih tinggi tetapi mendapat imbalan yang kurang dari semestinya.

Ada sejumlah kecil pencari kerja yang tidak puas dengan pekerjaannya

Ada pencari kerja yang berpindah-pindah pekerjaan untuk mencari teman kerja, atasan, cara kerja, atau iklim kerja yang cocok. Pegawai dengan masa kerja 1-2 tahun paling banyak mengundurkan diri atas

prakarsa sendiri Tenaga pimpinan, staf, dan spesialis, lebih banyak menunggu dengan

profesinya.

Beberapa cara merekrut tenaga kerja adalah : 1. Internal : Bank data yang berisikan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan setiap

pegawai 2. Eksternal :

Iklan di dalam surat kabar, radio, majalah dan televisi Melalui sekolah dan lembaga pendidikan

21

Page 22: Psikologi personel

Kantor-kantor penempatan tenaga kerja pemerintah dan swasta Secara lisan, dari mulut ke mulut Serikat Buruh

Kebijakan rekrutmen dan seleksi1. Merekrut untuk kebutuhan sekarang atau mencari bakat potensial untuk

kebutuhan yang akan datang2. Bagaimana tindakan manajemen terhadap pegawai-pegawai yang “ mandeg “3. Apakah perusahaan hanya mencari yang terbaik atau standar yang lebih

rendah tetapi cukup baik4. Apakah ada masalah tertentu sehubungan tenaga kerja, misalnya :

perbandingan antara pria dan wanita5. Bagaimana perusahaan mengatasi kelangkaan penyediaan tenaga kerja6. Bagaimana perusahaan memanfaatkan tenaga kerja yang sudah ada, apakah

promosi dari dalam lebih ditekankan7. Beberapa jumlah dan macam tenaga kerja yang dibutuhkan untuk jangka

pendek dan jangka panjang

Pilihan-pilihan rekrutmen1. Pengayaan mutu pekerjaan, peningkatan tanggung jawab restrukturisasi

pekerjaan2. Pelaksanaan lembur3. Pengaturan shift4. Tenaga-tenaga temporer5. Job order6. Pengembangan pegawai7. Pengembangan metode, prosedur kerja, teknologi dan sebagainya

SELEKSI

Dewasa ini cukup banyak perusahaan di Indonesia yang menggunakan jasa para psikolog untuk melaksanakan pemeriksaan psikologis yang secara populer dikenal sebagai psikotes terhadap para calon tenaga kerja yang melamar untuk peekraan-pekerjaan tertentu, baik pekerjaan manajerial maupun non-manajerial, dalam rangka seleksi tenaga kerja. Pada umumnya perusahaan-perusahaan ini mempunyai kepercayaan yang cukup besar terhadap hasil-hasil dari pemeriksaan psikologi tersebut. Kepercayaan ini didasarkan pada pengamatan mereka sehari-hari terhadap para tenaga kerja yang baru masuk ini. Tenaga kerja yang disarankan untuk diterima, ternyata pada umumnya memiliki prestasi yang memuaskan, sedangkan yang kurang disarankan untuk diterima ternyata pestasi kerjanya kurang sesuai dengan yang diharapkan. Disamping suara yang positif, terdengar pula suara yang sumbang. Pimpinan perusahaan menganggap bahwa seleksi dengan menggunakan tes-tes psikologis kurang tepat hasilnya. Pandangan dan pengalaman yang berbeda ini mungkin saja timbul, karena pimpinan yang percaya seleksi lewat penggunaan tes psikologis, tanpa disadari akan memperlakukan para calon yang disarankan dengan baik, sehingga mereka berkembang dengan baik. Sebaliknya, pimpinan perusahaan yang tidak terlalu percaya pada seleksi dengan tes psikologis, tanpa disadari pula akan mencari bukti bahwa ia benar dalam pendapatnya.

22

Page 23: Psikologi personel

Kenyataan ini menunjukkan bahwa para psikolog perlu sekali mengadakan penelitian yang berkaitan dengan keabsahan (keabsahan ramalan, keabsahan konstruk, keabsahan isi, keabsahan sintetik) dari perangkat tes psikologik yang digunakan dalam seleksi dan assessment, sehingga seleksi dan assessment psikologi untuk berbagai tujuan menjadi lebih menggunakan kaidah-kaidah ilmiah. Disamping untuk keperluan seleksi, pemeriksaan psikologis juga dilaksanakan dalam rangka penempatan tenaga kerja. Masalah yang dijumpai di sini sama dengan masalah yang dijumpai dalam seleksi, ialah apa yang harus diperhatikan dan yang dapat dilakukan agar hasil pemeriksaan psikologis memberi bahan yang berarti bagi penempatan yang tepat dari tenaga kerja..

Pengertian seleksi

Werther & Davis (1996):Selection process is a series of spesific test used to decide which recruit should be hired. The process begin when recruit apply for employment and ends with the hiring decision.Seleksi adalah suatu proses menyaring para pelamar guna memilih yang terbaik untuk diterima bekerja di perusahaan. Penyaringan adalah proses pemisahan individu yang paling besar kemungkinan akan berhasil dalam suatu pekerjaan dan cocok masuk organisasi, dari individu lain dari sejumlah besar pelamar. Jika proses ini mengurangi sejumlah besar pelamar sampai tinggal satu pelamar, penyaringan menjadi sama dengan seleksi. Akan tetapi tidak selalu demikian halnya. Secara konseptual, penyaringan dan seleksi adalah dua proses yang berbeda, yaitu kegiatan penyaringan mendahului kegiatan seleksiMetode penyaringan utama yang digunakan oleh organisasi-organisasi, akan digunakan kata tes untuk membedakannya dengan lamaran, wawancara atau metode penyaringan lain. Harus disadari bahwa tes merupakan suatu sumber informasi yang secara hukum digunakan untuk membuat keputusan dalam seleksi. Untuk praktisnya, semua metode penyaringan harus dianggap sebagai tes, apapun bentuk sebenarnya.

Formulir Lamaran KerjaPada hampir semua organisasi, informasi pertama untuk penyaringan

(screening) berasal dari formulir lamaran kerja. Namun ada batasan yang diberikan oleh EEOC (Equal Employment Opportunity Commission) untuk mencegah penggunaan formulir lamaran ini sebagai alat untuk diskriminasi (yang tidak berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan). Antara lain: kebangsaan/ kewarganegaraan, status keluarga, rekor kriminal, agama, keanggotaan organisiasi. Peraturan umum tentang pertanyaan yang mencurigakan ialah bahwa pertanyaan tersebut dapat dipertanyakan asal saja tidak dipergunakan untuk mengambil keputusan dalam seleksi. Dengan kata lain, pertanyaan tersebut hanya boleh berlaku sebagai informasi untuk arsip kepegawaian atau untuk keperluan penelitian. Kekecualian yang penting bagi ketentuan umum ini ialah kalau dapat ditunjukkan bahwa jawaban atas pertanyaan yang mencurigakan ini mempunyai hubungan dengan beberapa aspek perilaku jabatan bagi pegawai perusahaan tersebut. Dengan perkataan lain, kalau ada bukti keabsahan kriteria terkait, formulir lamaran itu dapat digunakan baik untuk keputusan seleksi maupun usaha informasi atau untuk keperluan penelitian

23

Page 24: Psikologi personel

sepanjang formulir tersebut tidak berakibat bias bagi semua kelompok pelamar kerja.

Seleksi adalah suatu proses meneliti dan memilih dari sekelompok pelamar yang didapat dari berbagai sumber untuk mendapatkan pelamar yang paling sesuai dengan posisi yang ditawarkan. Seleksi adalah suatu proses untuk memilih calon tenaga kerja yang paling sesuai dengan kebutuhan organisasi. Manajemen tidak menghendaki menerima pegawai yang tidak cakap dan yang akan cepat keluar sebab dapat menimbulkan kerugian yang besar

Hal-hal yang mendasari proses seleksi:a. Analisis jabatan yang meliputi uraian pekerjaan, spesifikasi individu dan

standard tampilan kerja pada setiap posisib. Perencanaan SDM meliputi identifikasi lowongan, identifikasi pegawai yang

dapat dipromosikan/ditransfer, dan metode rekrutmen untuk sumber daya eksternal.

c. Rekrutmen, akan memungkinkan terkumpulnya berkas lamaran yang diseleksi.

Kriteria seleksi Menyangkut prediksi tentang keberhasilan seseorang di masa yang akan datang pada jabatan tertentu. Melalui proses seleksi dilakukan pemilihan atau pencocokan untuk mengurangi kemungkinan perusahaan menerima pegawai yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pencocokan tersebut dilakukan dengan membandingkan kualifikasi yang dimiliki calon pegawai (man specification) denga persyaratan yang harus dipenuhi untuk suatu pekerjaan (job specification).

Proses seleksi calon tenaga kerja di perusahaan di Indonesia bervariasi. Namun secara garis besar, proses seleksi berlangsung sesuai dengan tahapan-tahaan sebagai berikut: seleksi atas surat lamaran. Berdasarkan surat lamaran yang diajukan calon, dipertimbangkan apakah ia akan diterima untuk diseleksi pada tahapan seleksi berikutnya. Setelah itu diadakan wawancara awal, dalam tahap ini calon diwawancarai oleh pegawai/staf dibagian sumberdaya manusia, untuk mendapatkan gambaran umum tentang kesesuaian calon dengan pekerjaan yang ia lamar. Kepada calon dijelaskan tentang pekerjaannya, apa yang diharapkan dari calon dan apa yang dapat diberikan oleh perusahaan kepada calon. Jika calon tetap bersedia dan dinilai memenuhi persyaratan umum seperti umur tertenu, pendidikan tertentu, maka ia dapat mengikuti tahap seleksi berikutnya. Tahap ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: a) ujian, berupa ujian tertulis tentang pengetahuan dan ketrampilannya yang berkaitan dengan pekrjaan yang dilamar (jika memang pekerjaan mensyaratkan pengalaman kerja). b) pemeriksaan psikologis, calon dievaluasi secara psikologik, yang meliputi pemberian tes psikologik baik secara perorangan maupun kelompok (klasikal), dan c) wawancara, calon diwawancarai oleh pemimpin unit kerja yang memerlukan tenaganya. Di sini calon diwawancarai oleh atasan dari jabatan yang akan ia duduki jika ia diterima. Atasan dapat melihat sejauh mana pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki calon tentang pekerjaan yang ia lamar. Dalam

24

Page 25: Psikologi personel

tahap ini dapat terjadi bahwa para calon mengikuti semua sub-tahap (a, b, c ) atau hanya mengikuti sub-tahap berikutnya kalau dinilai memuaskan pada sub-tahap sebelumnya. Ada juga perusahan yang tidak melakukan sub-tahap a dan c. Sebaliknya ada perusahaan yang tidak melaksanakan sub-tahap b.

Tahapan berikutnya adalah; penilaian akhir, pada tahap ini hasil-hasil dari tahapan sebelumnya dinilai secara keseluruhan untuk sampai diambil keputusan akhir calon mana yang akan diterima atau ditolak. Para calon tenaga kerja yang diterima kemudian diminta untuk dites kesehatan secara umum. Dapat terjadi bahwa pada permulaan tahap ini para calon dites kesehatan dahulu, terutama kalau dipersyaratkan kondisi fisik tertentu, misalnya tidak boleh buta warna. Hasil tes kesehatan ini dan hasil-hasil dari tahap sebelumnya kemudian digunakan sebagai dasar penerimaan atau penolakan calon. Tahap berikutnya, adalah pemberitahuan dan wawancara akhir. Hasil penilaian pada tahap sebelumnya diberitahukan kepada para calon. Wawancara akhir dilakukan dengan para calon tenaga kerja yang diterima, kemudian diterangkan tentang berbagai kebijakan, terutama yang menyangkut kebijakan dalam bidang sumber daya manusia, seperti gaji dan imbalan lainnya. Jika calon tenaga kerja menyetujuinya, ia dapat diterima bekerja pada perusahaan. Yang terakhir adalah tahap penerimaan. Dalam tahap ini para calon tenaga kerja mendapat surat keputusan diterima bekerja pada perusahaan dengan berbagai persyaratan pekerjaan. Adakalanya tenaga kerja diminta untuk menandatangani sebuah kontrak kerja.

Sumbangan Tes dan Wawancara dalam Pengambilan KeputusanSeperti telah diketahui bahwa tidak setiap perusahaan menggunakan tes

psikologi dalam proses seleksi tenaga kerja. Pada perusahaan yang menggunakan evaluasi atau asesmen psikologi dalam proses seleksi tenaga kerja, ada juga yang menggunakan metode-metode lainnya sebagai metode seleksi tenaga kerja, seperti metode surat lamaran, ujian pengetahuan dan atau ketrampilan, dan wawancara oleh calon atasannya. Proses pengambilan keputusan penerimaan atau penolakan calon tenaga kerja dapat berlangsung secara bertahap atau secara bersama-sama. Jika berlangsung secara bertahap, maka pada setiap tahapan seleksi ada calon tenaga kerja yang ditolak dan ada yang terus masuk keseleksi tahap berikutnya sampai tahap terakhir. Pada proses pengambilan keputusan yang berlangsung secara bersama-sama, maka keputusan diterima tidaknya seseorang calon tenaga kerja didasarkan pada hasil dari setiap tahapan seleksi. Dalam hal ini maka besarnya sumbangan dari evaluasi psikologik, yang terdiri dari tes-tes psikologik dan wawancara, dalam proses seleksi dibandingkan dengan sumbangan dari metode-metode seleksi lainnya dapat ditentukan secara statistis, dalam rangka perhitungan keabsahan ramalan dari seleksi.

Langkah-langkah seleksi surat lamaran1. menyisihkan lamaran yang tidak memenuhi kriteria2. membandingkan pelamar3. menggunakan kesan kepribadian

Alat-alat seleksi:1. Formulir lamaran kerja

25

Page 26: Psikologi personel

2. Wawancara3. Test ( psikologi, teknis, pengetahuan dan medis)

Tujuan menggunakan formulir lamaran1. membantu dalam wawancara2. menjaring informasi yang belum lengkap3. memudahkan informasi4. alat memeriksa informasi sebelumnya

Evaluasi formulir lamaran kerja1. Kecocokan dengan syarat-syarat pekerjaan2. Petunjuk-petunjuk mengenai kepribadian3. Pengetahuan, kemampuan dan sikap

Memeriksa referensi dan latar belakang, dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran dan fakta-fakta yang diberikan pelamar.

Langkah-langkah pemeriksaan psikologi1. Persiapan : - spesifikasi jabatan

- alat-alat test - lembar evaluasi

2. Pelaksanaan : - pengetesan - skoring

3. Pelaporan : evaluasi

Model Penelitian Keabsahan Seleksi TradisionalAgar seleksi dengan menggunakan pemeriksaan psikologis mempunyai

keabsahan peramalan yang tinggi dan dapat diandalkan, maka perlu dilakukan pengkajian terhadap alat-alat ukur peramalan yang digunakan dalam pemeriksaan psikologis tersebut. Dalam buku ini akan dibahas model seleksi tradisional yang terdiri dari langkah-langkah berikut:

1. Analisis pekerjaan , yang berisikan data tentang pekerjaan, sasarannya, tugas-tugas, cara-cara yang digunakan dalam melakukan pekerjaan, bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan, serta kondisi kerja

2. Penentuan peramal-peramal dan alat ukurnya. Berdasarkan data pekerjaan yang terkumpulkan dapat ditentukan ciri-ciri pribadi yang diperlukan agar berhasil dalam pekerjaan, yang merupakan peramal-peramal (predictors), alat-alat ukurnya (selain tes psikologi dan wawancara, juga ujian-ujian dan alat-alat non-psikologik lainnya) juga dapat ditentukan, dibuat dan dikembangkan, dihitung daya diskriminasi butir, derajat kesukaran butir dan keandalan alat ukur peramalan dan sebagainya. Alat ukur peramalan diberikan kepada sampel penelitian dalam rangka penetapan keabsahan alat-alat seleksi.

3. Penentuan kriteria keberhasilan dan alat-alat ukurnya. Berdasarkan data pekerjaan yang terkumpul dapat ditetapkan seperangkat kriteria keberhasilan dalam bentuk jumlah produk/ dalam hal pekerjaan bersifat jasa atau layanan dari perilaku yang diharapkan. Alat-alat ukur kriteria

26

Page 27: Psikologi personel

keberhasilan dapat ditetapkan, dibuat, dikembangkan, antara lain ditetapkan keabsahan konstruk dan keandalannya

4. Keabsahan peramalan/predictive validity. Skor alat ukur peramalan (meliputi tes-tes psikologi dan wawancara serta alat ukur non-psikologik lainnya) dikorelasikan dengan skor-skor alat ukur kriteria keberhasilan. Tinggi rendahnya korelasi menunjukkan tinggi rendahnya keabsahan peramalan.

5. Keabsahan silang/cross validition. Untuk meyakinkan keabsahan peramalan dari alat-alat ukur peramalah dan alat ukur kriteria keberhasilan, diberikan kepada sampel yang lain dari pekerjaan yang sama. Jika hasilnya berbeda maka langkah 1 sampai 3 harus dipelajari lagi dan jika perlu diperbaikki. Jika hasilnya menegaskan hasil dari langkah 4, maka langkah 6 dilaksanakan

6. Rekomendasi untuk seleksi. Perlu ditentukan skor minimum atau kombinasi skor minimum yang dapat digunakan sebagai pedoman pada seleksi. Di samping itu perlu juga disusun pedoman pemberian dan penilaian alat-alat ukur peramalan.

Model seleksi tradisional ini sulit digunakan. Untuk penelitian keabsahan peramalan seleksi, diperlukan sampel yang besar sekali. Untuk pekerjaan-pekerjaan non manajerial mungkin dapat kita temukan sejumlah tenaga kerja yang melakukan satu jenis pekerjaan, misalnya operator mesin tenun, petugas perawat mesin, pramuniaga, pegawai administrasi dan sebagainya. Untuk pekerjaan manajerial jarang akan dapat kita temukan lebih dari satu tenaga kerja yang mengerjakan pekerjaan yang sama (kecuali pekerjaan penyelia/mandor). Lagipula sulit, bahkan tidak akan diperoleh perusahaan yang mau menyediakan perusahaannya untuk penelitian semacam ini. Disamping masalah seperti telah diungkapkan sebelumnya, ada tiga asumsi yang salah yang mendasari model ini, yaitu:

1. Diasumsikan bahwa pekerjaan dan orang yang melakukan pekerjaan tadi tidak berubah. Asumsi ini salah, karena sebagai akibat dari organisasi industri sebagai suatu sistem terbuka, organisasi peka dan dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi disekitarnya. Dengan demikian pekerjaan akan mengalami perubahan dan mengakibatkan perubahan pula pada pemegang pekerjaan.

2. Diasumsikan bahwa populasi pelamar untuk pekerjaan yang sama adalah sama. Masyarakat di mana kita hidup merupakan masyarakat yang dinamis, sehingga populasi pelamar untuk sesuatu pekerjaan pada masa kini akan berbeda dengan populasi pelamar pada masa yang lain.

3. Diasumsikan bahwa seperangkat peramal dari perilaku pekerjaan yang efektif yang telah kita temukan akan dapat diterapkan pada semua orang yang melamar untuk pekerjaan yang sama dalam hal menentukan keberhasilan dalam pekerjaan. Ini tidaklah benar.

Evaluasi/asesmen psikologi yang digunakan dalam prosedur seleksi yang dewasa ini dilakukan di Indonesia pada umumnya melaksanakan langkah-langkah berikut:

1. Analisis Pekerjaan.

27

Page 28: Psikologi personel

Data pekerjaan dikumpulkan untuk menentukan ciri-ciri pribadi mana yang tampaknya diperlukan agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan harapan pimpinan perusahaan

2. Penetapan alat ukur/tes psikologis yang mengukur ciri-ciri kepribadian. Pada umumnya digunakan tes psikologi yang diberikan secara klasikal, perorangan dan dilakukan wawancara. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang menunjang tafsiran bedasarkan hasil-hasil dari tes. Misalnya, hasil tes menunjukkan taraf inteligensinya tinggi, melalui wawancara dapat diperoleh data bagaimana prestasinya di sekolah, ataupun kalau sudah bekerja, prestasi apa yang pernah ia capai yang dinilai baik oleh atasannya, oleh lingkungan pekerjaannya. Wawancara dilakukan juga untuk mendapatkan data yang diperlukan, yang tidak dapat diperoleh dari tes-tes psikologis, misalnya prestasi di sekolah, prestasi kerja pada pekerjaan/perusahaan lain, dinamika kehidupan sosial (di keluarga atau situasi sosial lainnya) dan data lainnya yang dapat menggambarkan kepribadiannya. Formulir lamaran dalam bentuk baku, atau lembar lingkungan kehidupan(semacam riwayat hidup), yang telah diisi oleh calon merupakan dasar yang digunakan dalam wawancara.

3. Pelaksanaan pemeriksaan psikologis. Pada umumnya dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pemeriksaan klasikal, perorangan dan pelaporan. Pada tahap klasikal diberikan tes psikologis tertentu, seperti tes kemampuan intelektual, tes minat, dan tes kepribadian, kepada sejumlah calon dalam satu kelas. Pada tahap perorangan, diberikan tes-tes psikologis lainnya yang masih diperlukan. Di samping itu, dilakukan wawancara yang mendalam dengan calon. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dibuatlah suatu laporan yang pada umumnya berbentuk suatu uraian atau gambaran tentang kepribadian calon yang diakhiri dengan kesimpulan yang berisi saran tentang dapat tidaknya calon diterima pada pekerjaan yang dilamarnya.

Ketidak tepatan dalam seleksi diusahakan seminimal mungkin dengan menyelenggarakan job analysis dan penetapan tes/alat ukur peramalan secermat mungkin. (Ciri yang diperlukan dalam pekerjaan dijadikan konstruk yang diukur oleh tes-tes psikologik). Namun bagaimana pun usahanya, masih sangat tergantung pada ketrampilan psikolog dalam melaksanakan ketiga urutan langkah di atas.

Konsep penting dalam testing1. Reliability2. Validity

Masalah keabsahan tes/ validity testSeleksi merupakan suatu kegiatan peramalan, dengan mempergunakan

alat ukur tertentu, maka para calon di-assess untuk melihat sejauh mana mereka memiliki ciri-ciri pribadi yang diperlukan oleh pekerjaan yang mereka lamar.Berdasarkan hasil asesmen ini para calon satu persatu diramal derajat kemungkinan keberhasilan mereka pada pekerjaannya kelak. Ketepatan ramalan banyak tergantung dari keabsahan tes (validitiy test). Validitas tes berarti skor tes berkorelasi secara signifikan dengan job performance atau dengan kriteria penilaian yang relevan.

28

Page 29: Psikologi personel

Berikut ini akan dibahas beberapa macam keabsahan yang biasanya ditemukan dalam hubungannya dengan seleksi tenaga kerja, yaitu:

a. Predictive validityb. Concurrent validityc. Construct validityd. Synthetic validity

Predictive validity. Keabsahan peramalan tes menyatakan derajat ketepatan tes untuk dapat meramalkan perilaku efektif pada suatu pekerjaan. Misalnya, kalau satu kelompok calon mendapat skor yang tinggi pada suatu tes K, apakah mereka, semua anggota kelompok, akan berhasil pada pekerjaan. Sebaliknya kalau satu kelompok calon lain mendapat skor yang rendah pada tes K tersebut, apakah mereka akan tidak berhasil pada pekerjaan yang sama. Jika dalam kenyataannya demikian (skor tinggi berhasil, skor rendah tidak berhasil), maka dapat dikatakan bahwa tes K mempunyai keabsahan peramalan yang tinggi. Model seleksi tradisional adalah model keabsahan peramalan. Kalau mau menentukan secara murni besarnya keabsahan peramalan suatu tes, maka para calon pekerjaan tertentu diberikan tesnya, hasil-hasilnya disimpan sementara, dan mereka semuanya diterima bekerja. Setelah waktu tertentu, misalnya 1 tahun para calon yang telah menjadi tenaga kerja, dinilai keberhasilan mereka pada pekerjaan. Nilai keberhasilan ini kemudian dikorelasikan dengan hasil-hasil tes mereka. Besarnya korelasi adalah besarnya keabsahan peramalan. Dalam kenyataannya tidak ada perusahaan yang mau mempekerjakan tenaga kerja tanpa seleksi. Lagipula tidak banyak pekerjaan yang memerlukan begitu banyak tenaga kerja yang cukup untuk penelitian keabsahan.

Concurrent Validity. Kesulitan yang ditemukan pada predictive validity, menyebabkan orang lebih sering melakukan studi concurrent validity. Keabsahan bersamaan mempelajari hubungan antara perilaku dalam situasi tes atau skor yang diperoleh dari tes dengan perilaku pada pekerjaan pada saat yang sama. Kalau pada predictive validity, skor tes atau perilaku dalam situasi tes diketahui sebelum orang bekerja, pada concurrent validity, tes diberikan kepada tenaga kerja yang bekerja. Perilaku pada tes dan perilaku pada pekerjaan dapat diketahui pada saat yang bersamaan.Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan jarak waktu yang panjang antara pemberian ukuran-ukuran peramalan (tes) dengan pengumpulan dari ukuran-ukuran perilaku pada pekerjaan (kriteria keberhasilan).Namun kelemahan-kelemahan concurrent validity lebih banyak daripada keuntungan-keuntungannya.

Construct Validity, mempelajari sejauh mana alat ukur (test) betul-betul mengukur apa yang hendak diukur, dengan demikian kita dapat memberikan penjelasan tentang perilaku tesnya. Misalnya, tes kemampuan penalaran, apakah tes ini betul-betul mengukur kemampuan penalaran. Jika memang demikian dapat kita katakan bahwa orang yang mendapat skor yang tinggi pada tes ini, mempunyai kemampuan penalaran yang baik. Untuk studi construct validity ini, skor pada tes perlu dikorelasikan dengan suatu kriteria, yang diketahui merupakan ungkapan tepat dari konstruk yang hendak diukur.

29

Page 30: Psikologi personel

Jika terdapat keabsahan yang tinggi ini berarti bahwa tes mengukur konstruk dalam derajat yang tinggi. Kesulitan pada studi construct validity ini sama dengan kesulitan pada studi predictive validity, yaitu kesulitan dalam menentukan kriteria (dari konstruk) yang tepat.

Synthetic Validity. Besarnya sample yang diperlukan untuk menentukan keberhasilan predictive validity dapat diatasi dengan menggunakan strategi synthetic validity. Berdasarkan synthetic validity ini, yang dikemukakan oleh Lawshe (1952), pekerjaan-pekerjaan dapat dijabarkan ke dalam dimensi-dimensi perilaku yang sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang bermacam-macam. Tes-tes dapat dihitung keabsahannya berdasarkan prestasi pada dimensi-dimensi pekerjaan ini. Satu baterai tes yang absah kemudian dapat disintesiskan untuk pekerjaan apa saja dengan menggunakan tes-tes yang ternyata absah untuk masing-masing dimensi pekerjaan. Contoh : tabel 3.1

Tabel 3.1 Penilaian tentang Pentingnya Dimensi-dimensi Perilaku untuk Setiap Pekerjaan

Perilaku Pekerjaan

Pekerjaan Dimensi A Dimensi B Dimensi C Dimensi D Kecakapan Kecakapan Dominasi Hubungan Antar – Verbal Mekanik tenaga kerja

1 6 7 2 6 2 9 5 7 3 3 4 4 3 6 : : : : : : : : : : 12 10 1 2 7

Dalam tabel tersebut terdapat dimensi-dimensi dari perilaku pada pekerjaan yang dijumpai dalam kedua belas pekerjaan dengan derajat kepentingan yang berbeda-beda. Dimensi A untuk pekerjaan 3 dianggap tidak penting (4), untuk pekerjaan 12 sangat penting (10), untuk pekerjaan 1 dianggap cukup penting (6) dan seterusnya. Untuk setiap dimensi dicari tes yang dianggap mengukur perilaku pekerjaan dari dimensi ini. Tes-tes diberikan kepada para pemegang pekerjaan dari berbagai macam pekerjaan di atas (ada 12 macam pekerjaan). Hasil tes dikorelasikan dengan nilai kepentingan dimensi pada pekerjaan. Tes yang berkorelasi tinggi dengan nilai kepentingan dimensi dianggap mempunyai nilai keabsahan yang tinggi. Jika setiap dimensi ditemukan tes yang absah, maka gabungan tes ini merupakan baterai tes yang dapat digunakan untuk seleksi para calon untuk kedua belas pekerjaan tersebut, karena mempunyai keabsahan sintetik yang tinggi. Selain dapat mengatasi masalah sample yang besar, strategi synthetic validity ini mempunyai keuntungan bahwa alat-alat seleksi dikembangkan sekaligus untuk sekelompok pekerjaan.

Masalah peramalan

30

Page 31: Psikologi personel

Berdasarkan data pekerjaan yang terkumpul dapat disimpulkan ciri-ciri pribadi (personal attributes) yang dituntut oleh pekerjaan dan dapat pula alat-alat ukur peramalan disusun dan dikembangkan. Seperangkat peramal dapat berupa skor-skor ujian dan tes, misalnya skor ujian tentang pengetahuan atau ketrampilan, tentang tes kecakapan mental, dan tes situasional, dapat pula berupa hasil penilaian dari ciri-ciri pribadi yang didasarkan pada wawancara dan/skor-skor tes, misalnya kecakapan intelektual, ketrampilan merencanakan, dan ketrampilan berkomunikasi.

Macam-macam tes1. Knowledge tests2. Performance tests3. Psychological tests

Alat-alat ukur peramalan psikologik dapat digolongkan ke dalam tes:1. kecakapan2. kepribadian objektif3. kepribadian projektif4. situasional5. informasi lewat otobiografi6. wawancara

1. Tes Kecakapan, adalah tes yang dirancang untuk menentukan sejauh mana baiknya seseorang dapat melakukan sesuatu. Dalam tes kecakapan dapat dibedakan kelompok-kelompok tes sebagai berikut: tes kecakapan intelektual, keruangan dan mekanikal, pengamatan/perceptual accuracy, gerak/motor ability.

2. Tes kepribadian objektif, merupakan ukuran-ukuran dari ciri-ciri kepribadian yang mempunyai bentuk yang berstruktur. Tidak ada jawaban yang salah atau benar, individu sendiri menetapkan jawaban mana yang paling sesuai dengan dirinya. Dengan kata lain individu menguraikan kepribadiannya sendiri sesuai dengan dimensi-dimensi yang diukur oleh tes. Tes kepribadian objektif dapat dibedakan ke dalam tes-tes kepribadian dan tes-tes minat kejuruan (vocational interest).

3. Tes Kerpibadian projektif, merupakan ukuran-ukuran dari ciri-ciri kepribadian yang bentuknya tidak berstruktur. Individu harus memberikan jawaban-jawabannya terhadap rangsang-rangsang yang ambiguous. Jawaban-jawabannya ini akan memperlihatkan secara lebih lengkap dinamika kepribadiannya. Meskipun tes-tes projektif banyak dipakai dalam seleksi, termasuk seleksi bagi manajer, kemanfaatannya untuk tujuan tersebut tidaklah ditemukan meyakinkan dan keabsahan ramalannya rendah.

4. Tes situasional, mengukur perilaku yang khas yang sangat jarang dipengaruhi oleh variabel-variabel lingkungan. Ada dua bentuk tes situasional, yaitu work sample test dan simulation test atau management games. Pada work sample, dari tugas-tugas yang harus dilakukan dalam pekerjaan (yang lebih bercorak manual, seperti montir mobil) diambil

31

Page 32: Psikologi personel

kegiatan-kegiatan inti sebagai contoh/sample yang kemudian dijadikan bahan dari tes. Pada tes simulasi atau games, tugas-tugas utama seorang manager, seperti memecahkan masalah dan mengambil keputusan, mempresentasikan hasil kerja, mewawancarai pegawai bermasalah, dan membahas masalah dengan rekan-rekan, dijadikan bahan tes. Tes simulasi ini merupakan tes yang dirasakan dekat dengan kenyataan. Tes-tes macam ini banyak dipakai dalam Assessment Centre (suatu cara untuk mengidentifikasi dan menilai para manajer dalam suatu perusahaan)

5. Informasi lewat biografi, pertanyaan-pertanyaan dari daftar pertanyaan biografi ini merupakan pertanyaan-pertanyaan tentang ciri-ciri objektif dari latar belakang sekolahnya, pekerjaan dan pribadinya.

Unsur-unsur dari perilaku seseorang pada masa lampau, misalnya aktivitas-aktivitas pada waktu di SLA, keberhasilan dan kegagalan yang lampau, dijadikan item tersendiri untuk dibandingkan dengan kelompok-kelompok perilaku pekerjaan. Dengan demikian daftar pertanyaan biografi dapat diskor dan dijadikan peramal (predictor).6. Wawancara, wawancara merupakan salah satu teknik seleksi, data

tentang diri calon tenaga kerja dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara lisan. Sebagaimana data yang dikumpulkan melalui biografi, maka data yang dikumpulkan melalui wawancara untuk tujuan seleksi tenaga kerja didasarkan pada asumsi bahwa perilaku di masa lalu dapat digunakan sebagai pedoman untuk meramalkan perilaku di masa depan. Misalnya, seorang yang menunjukkan prakarsa dalam pekerjaannya sebelum melamar untuk pekerjaannya sekarang, diharapkan akan menunjukkan prakarsa juga pada pekerjaannya kelak jika ia diterima. Karena itu banyak data yang dikumpulkan tentang perilaku calon sewaktu masa pendidikannya, pengalaman dipekerjaan-pekerjaan sebelumnya, dan disituasi-situasi lainnya. Melalui teknik wawancara berstruktur, dapat dikumpulkan data tentang perilaku calon di masa kini, yang merupakan dasar untuk meramalkan perilaku calon dimasa depan.

WAWANCARA

Tujuan :a) Mendapatkan informasib) Cek datac) Memberikan informasid) Meyakinkan e) Memberikan kesanf) Mengambil keputusan

Tahap proses wawancara :

a) Perkenalan dan penilaian pertamab) Meyakinkan pelamarc) Membangkitkan minatd) Evaluasi mendalam dan penilaian akhir

32

Page 33: Psikologi personel

e) Kesimpulan dan tindak lanjut

Teknik wawancara yang digunakan dalam prosedur seleksi tenaga kerja oleh Miner(1992) dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:

Jenis wawancara :a) Wawancara berstruktur: berdasarkan ciri-ciri pribadi, juga disebut dimensi-

dimensi, yang diperlukan untuk dapat berprestasi baik dalam pekerjaan tertentu (ditetapkan melalui proses analisis jabatan), disusunlah pertanyaan-pertanyaan khusus yang akan memancing jawaban-jawaban yang berkaitan dengan ciri-ciri pribadi tersebut. Dari data yang terkumpul dinilai sejauh mana seorang calon tenaga kerja memiliki ciri pribadi tertentu. Salah satu wawancara berstruktur yang digunakan dalam metode assessment centre adalah focused interview. Pada teknik wawancara ini, ciri-ciri kepribadian/dimensi-dimensi yang diperlukan pada pekerjaan tertentu diungkapkan ke dalam uraian-uraian perilaku yang dapat diamati. Misalnya: salah satu ciri kepribadian yang diperlukan adalah keuletan. Ciri ini perlu dijabarkan lebih lanjut, lebih khusus misalnya berupaya menawarkan barang untuk dibeli kepada seorang calon pembeli berkali-kali, dengan berbagai cara, sehingga akhirnya barangnya dibeli juga. Dengan uraian dari ciri kepribadian yang diperlukan ini dapat disusun pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengumpulkan data sehingga dapat dinilai sejauh mana calon memiliki ciri tersebut.

b) Wawancara non directive, yang berasal dan digunakan dalam psikoterapi dan konseling. Orang yang diwawancarai diberi kebebasan untuk menetapkan topik yang ingin dibicarakan dan mengutarakan isi hatinya. Tugas pewawancara ialah merefleksikan perasaan-perasaan dari orang yang diwawancarai dan merumuskan kembali atau mengulangi pernyataan atau kata-kata kunci. Dengan demikian ia akan mendapatkan banyak informasi dari yang bersangkutan tentang reaksi-reaksi emosi, sikap dan pandangan-pandangannya dalam kaitannya dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya, kehidupan keluarganya, dan hubungan interpersonalnya. Namun, banyak data yang mungkin tidak ada hubungannya yang jelas dengan ciri-ciri pribadi yang diperlukan pekerjaan, sehingga tidak dapat digunakan untuk membuat keputusan diterima tidaknya seorang calon. Oleh karena itu, sebaiknya juga digunakan teknik yang mengarah/directive interview.

c) Wawancara ganda, menggunakan beberapa pewawancara untuk mewawacarai satu calon. Dapat terjadi calon diwawancarai oleh beberapa pewawancara berturut-turut atau calon diwawancarai oleh satu panel, satu kelompok pewawancara. Di mana setiap pewawancara dapat secara bergantian mengajukan pertanyaan-pertanyaannya. Pada wawancara ini dapat digunakan wawancara berstruktur. Berdasarkan jawaban-jawaban yang diberikan maka setiap pewawancara dapat memberikan penilaiannya. Selain nilai keabsahannya, korelasi antar pewawancara juga cukup tinggi.

33

Page 34: Psikologi personel

Kelemahan wawancara1. Leading question, terjadi karena pewawancara menanyakan pertanyaaan

yang bersifat tertutup, sehingga pelamar cenderung memberikan jawaban sesuai dengan yang diinginkan pewawancara

2. Personal biases, terjadi karena pewawancara memiliki prasangka tertentu. Subjective Halo effect

3. Interviewer domination

Wawancara yang efektif1. Interviewer harus aktif mendengarkan2. Menggunakan lebih dari satu format interview3. Tidak memberikan evaluasi terhadap kesan pertama4. Interviewer berpedoman pada job requirement atau job specification5. Interviewer memahami body language

Interview oleh supervisor.Tanggung jawab terhadap kesuksesan pegawai baru berada pada supervisor langsung, oleh karena itu supervisor sering menguji kemampuan teknis pelamar. Supervisor juga lebih mampu untuk menjawab pertanyaan interviewee yang berhubungan dengan pekerjaan secara tepat. Berdasarkan sebuah peneliltian di Amerika, 75 % dari perusahaan yang diteliti menunjukkan supervisor memiliki otoritas untuk membuat keputusan penerimaan pegawai. Dengan melibatkan supervisor, komitmen mereka terhadap perusahaan akan meningkat.Gambaran pekerjaan yang realistik merupakan salah satu hal yang dibicarakan pada interview yang dilakukan oleh supervisor. Gambaran pekerjaan dapat memberikan informasi kepada pegawai mengenai pekerjaan dan kondisi pekerjaan sebelum membuat keputusan untuk menerima pekerjaan. Dengan demikian kekecewaan akibat tidak sesuainya pekerjaan dengan harapan pelamar dapat dihindarkan dan dapat menurunkan angka turnover pegawai.

Keputusan penerimaanProses seleksi berakhir dengan adanyta keputusan penerimaan pegawai, di mana asumsi pelamar menerima tawaran pekerjaan. Untuk menjaga hubungan baik dengan masyarakat, perusahaan sebaiknya mengirim surat pemberitahuan kepada pelamar yang tidak terpilih. Sebaiknya data pelamar yang yidak terpilih tetap disimpan, untuk dipertimbangkan pada posisi lain karena pelamar trsebut telah melalui rangkaian seleksi. Jika posisi yang tepat atau ssuai belum ada, penyimpanan file akan berguna untuk mempertahankan perusahaan dari tuduhan diskriminasi. Menyimpan data pelamar juga bermanfaat untuk menelusuri kekeliruan yang terdapat dalam proses selksi jika trdapat ketidak puasan terhadap hasil seleksi.

ASSESSMENT CENTREKajian dari Bell System’s management Progress pada American

Telephone & Telegraph Company (A.T. & T.), merupakan penerapan pertama yang diketahui dari metode assessment centre pada perusahan (Crooks, 1973). Sebelumnya metode ini diterapkan dalam rangka ketentaraan dan akademi (Bray, Grant, 1966).

34

Page 35: Psikologi personel

Metode Assessment Centre merupakan prosedur yang komprehensif dan baku di mana banyak teknik-teknik asesmen digunakan dalam kombinasi untuk menilai orang-orang dengan berbagai tujuan. Metode ini pada awalnya dilaksanakan dengan dasar penuh waktu (full time) di satu lokasi khusus. Sekarang istilah assessment centre digunakan untuk menguraikan satu situasi di mana metodologi assessment yang sama digunakan tanpa memperhatikan derajat pelaksanaan atau lokasi dari proses (Bender, 1973)

Pembahasan mengenai pengertian Assessment Center and Development Center dimulai dari memahami apakah yang disebut sebagai Assessment Center dan Development Center. Pembicaraan ini melibatkan suatu pengertian tentang beberapa tahapan kunci yang dilakukan dalam pendekatan multiple method process. Secara garis besar dalam tulisan ini akan dibicarakan mengenai aspek-aspek dasar yang dilakukan dalam suatu pendekatan Assessment Center dan Development Centre.

Assessment Centre & Development Centre merupakan suatu proses penilaian (rating) yang dinilai sophisticated dimana dalam desainnya diarahkan sedemikian rupa sehingga kita dapat meminimalisasikan timbulnya penyimpangan (bias) yang sangat mungkin terjadi, sehingga dapat dipastikan behwa peserta yang terlibat dalam proses penilaian tersebut memperoleh suatu kesempatan yang sama untuk memunculkan potensinya maupun kendalanya dalam berbagai metode yang sudah terstandarisasi.

Apakah Assessment / Development Center itu ?Memang tidaklah mudah untuk bisa mendefinisikan Assessment Center

atau development center, manakala kita memahami betapa luas pengertian yang ada dan tergantung dalam tujuan apakah kita manfaatkan pendekatan tersebut. Tetapi bagaimanapun juga ada beberapa petunjuk yang menyatakan bahwa Assessment Center atau Development Center tersebut merupakan suatu pendekatan yang melibatkan proses penilaian yang sudah terstandarisasikan sedemikian rupa yang didasari pada suatu acuan-acuan perilaku dan menggunakan beberapa metode (multiple inputs). Multiple disini dimaksudkan sebagai :

Assessment dilakukan berdasarkan acuan atas sejumlah dimensi. Program tersebut mutlak dan jelas diarahkan berdasarkan sejumlah dimensi, kriteria ataupun competencies.

Beberapa macam teknik serta metode assessment digunakan dalam program tersebut. Dengan metode yang cukup mendalam dan luas diharapkan dapat memastikan bahwa reliabilitas atas pengukuran sejumlah skills maupun atribut dapat diperoleh. Teknik-teknik yang dimaksudkan antara lain adalah: test, interview, kuesioner, dan simulasi perilaku.

Sejumlah assessor harus terlibat dalam proses assessment tersebut. Keterlibatan ini dimaksudkan untuk menambah derajat objektivitas penilaian serta penyimpangan (bias). Assessor lazimnya kita harapkan sebagai seorang yang cukup profesional sebagai spesialis ataupun line manager lebih diharapkan memiliki profesi sebagai psikolog, yang tentunya sudah terlatih secara terarah.

Ada sejumlah kandidat yang akan di-assess ataupun diobservasi terlibat dalam program tersebut. Hal ini untuk memastikan bahwa

35

Page 36: Psikologi personel

ada suatu mekanisme interaksi di antara kandidat tersebut yang tentunya akan diobservasi dan berdasarkan pula pertimbangan ekonomis.

Informasi dan data-data yang diperoleh diintegrasikan sedemikian rupa sehingga disusun merupakan suatu hasil rekomendasi dan judgements dari program Assessment/Development Center. Informasi-informasi tersebut merupakan hasil observasi, test, maupun wawancara yang terdiri dari indikasi perilaku yang secara bersamaan perlu diintegrasikan dalam suatu sesi diantara assessor.

Manfaat dari Assessment Development CenterProgram Assessment Center yang didasarkan pada pendekatan multiple

merupakan suatu metode fleksible yang bisa diterapkan pada berbagai macam organisasi tergantung pada kebutuhannya.

RECRUITMENT DAN PROMOSI : Baik kandidat yang kita peroleh dari sumber internal maupun eksternal, prosesnya dapat kita lakukan melalui metode Assessment Center sehingga kita memperoleh calon yang benar sesuai dan tepat dengan kebutuhan organisasi.

EARLY IDENTIFICATION OF POTENTIALBeberapa aspek underlying factors yang dimiliki seseorang, bagi organisasi akan sangat membutuhkan untuk segera bisa mengamatinya, sehingga bakat ataupun potensi yang ada pada seseorang bisa diantisipasi dan dioptimalkan lebih dini. Seseorang yang dinilai sebagai high potential tentunya memerlukan suatu suasana yang tetap bisa memotivasi dirinya sehingga ia tetap bisa akan dioptimalkan dalam suatu organisasi.

DIAGNOSE OF TRAINING AND DEVELOPMENT NEEDSAssessment / Development Center juga memberikan kesempatan bagi seseorang untuk bisa diidentifikasikan akan kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi dirinya. Dengan demikian ia akan memperoleh suatu kesempatan dan mengetahui, untuk melakukan suatu pengembangan bagi aspek-aspek yang diamati musti perlu dikembangkan.

ORGANIZATIONAL PLANNINGAssessment Center bisa juga dimanfaatkan untuk melakukan suatu proses identifikasi/diagnosa tentang aspek-aspek apakah yang ada dalam organisasi yang memang perlu dikembangkan, sehingga secara spesifik kita mampu melakukan suatu program pengembangan yang betul-betul dibutuhkan bagi organisasi. Secara makro hasil tersebut juga bisa dikaitkan dengan strategi bagi perencanaan SDM, di mana kita memiliki suatu data atau pool of talent dari sejumlah orang yang telah siap untuk menempati posisi-posisi kritis bagi kebutuhan organisasi masa depan.

DEVELOPMENTDevelopment Center bisa kita manfaatkan hasilnya sebagai suatu alat untuk kebutuhan team building ataupun pengembangan beberapa aspek skill yang dikaitkan dengan kebutuhan organisasi masa depan. Pendekatan coaching dan counselling sebagai satu

36

Page 37: Psikologi personel

program dianjurkan untuk diberikan dalam melengkapi program Development Center tersebut.

Kapan Kita memanfaatkan Pendekatan Assessment/Development Center ?Jawaban atas pertanyaan di atas akan tergantung dari tujuan dari

program itu sendiri, sebagaimana sudah diutarakan sebelumnya. Assessment Center dan Development Center bisa dilihat sebagai suatu proses continum yang dipisahkan atas 2 ujung, yang satu (Assessment Center) adalah suatu program yang tidak lebih memberikan suatu diagnosa Ya atau Tidak. Sementara dalam Development Center lebih ditekankan seutuhnya untuk kepentingan proses pembelajaran dan pengembangan. Continum sebagaimana diutarakan di atas akan kita lihat dari Table of Continum Process dalam Tabel 3.2 dibawah ini.

DEVELOPMENT Development without assessment. Pendekatan diagnosis / identifikasi yang tidak menggunakan

program Assessment Center. Tidak ada target sama sekali atas kebutuhan pelatihan atau

pengembangan. Development Center Tidak ada rarget / tujuan apapun dari organisasi dalam

menggunakan metode ini. 100 % lebih ditujukan untuk program pengembangan. Penekanan pada pengembangan skill dan competencies. Memerlukan suatu elemen pembelajaran lebih lanjut. Feedback perlu diberikan selama proses pembelajaran, bukan

diberikan setelah program tersebut dilakukan. Pendekatan coaching dan counselling.

Career Development and Assessment Center Memiliki target dalam hal tingkatan ( level ) dan terarah. Pengukuran yang menghasilkan kelemahan ( development needs )

maupun kekuatan ( strengths ) vs target yang sudah ditentukan. Tujuannya ( 75 % ) untuk kepentingan pengembangan. Feedback dan Counselling proses diberikan.

Assessment of Potential Assessment Center Mempunyai target ‘ higher levels ‘. Merupakan proses kalibrasi daripada sekedar pass / fail. 50 % memiliki tujuan assessment / 50 % bertujuan development. Feedback diberikan secara menyeluruh.

Internal Selection / Promotion Assessment Center Mengukur secara spesifik target Job yang akan dinilai. Yes or No. Hanya beberapa aspek yang di feedback – kan. 75 % ditujukan untuk proses penilaian.

External Recruitment Assessment Center Seringkali proses yang dilakukan hanya 1 hari. Kandidat yang terlibat berasal dari luar. Yes / No decision dan Feedback tidak harus diberikan

Interviews / Ability Testing Lebih merupakan proses assessment yang dilakukan dengan metode interview saja.

37

ASSESSMENT

Page 38: Psikologi personel

Tidak ada feedback yang diberikan / Hasilnya Yes or No.

Penjelasan gambar :Yang disebutkan sebagai murni development center, dimana 100 % memiliki tujuan semata-mata program pengembangan sampai saat ini relatif belum biasa dilakukan. Pada kebanyakan organisasi yang telah menerapkan multiple assessment programmers dimana salah satunya adalah bertujuan untuk pengembangan, dalam hal ini lebih tepat disebutkan bahwa mereka menerapkan program Career Development Center.

Tujuan assessment centre Tujuan atau penggunaan dari assessment centre menurut Kraut (1976) sebagai berikut:

1. Seleksi dari tenaga kerja dengan kecakapan yang baik untuk dipromosikan pada kedudukan manajerial

2. Identifikasi dari tenaga kerja yang memiliki potensi manajemen pada permulaan dini dari karier mereka.

3. Penempatan dari para tenaga kerja ke dalam kedudukan-kedudukan yang akan menggunakan bakat-bakat mereka, dan untuk pengembangan para tenaga kerja selanjutnya.

4. Pengembangan pribadi agar membantu orang/tenaga kerja untuk mengenali kemampuan-kemampuan mereka dan untuk membantu mereka guna meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut.

Menurut de Wolff (1977), assessment centre tidak hanya digunakan untuk meng-assess manajer, tetapi digunakan pula untuk meng-assess sales engineers dan kelompok-kelompok minoritas. Assessment Centre selanjutnya juga digunakan untuk promosi-promosi segera dan juga untuk percepatan pengembangan manajer.

Proses Assessment Centre

Pada umumnya meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

1. Penemukenalan dimensi-dimensi atau kompetensi-kompetensi pekerjaan manajerial.Sebagai langkah pertama pada proses assessment centre ditemukenali dulu dimensi-dimensi atau kompetensi apa saja yang diperlukan untuk jabatan manajerial tertentu, yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan bersama-sama dengan pimpinan assessment centre.

2. Pengembangan alat-alat penaksiran (assessment tools). Setelah disepakati dikembangkan alat-alat penaksiran, yang terdiri dari tes-tes situasional atau tes-tes simulasi dan teknik wawancara. Masing-masing alat taksir (termasuk wawancara) akan mengukur kelompok dimensi yang sama. Hasil untuk satu dimensi yang diukur oleh berbagai alat taksir diharapkan sama tingginya, sehingga keabsahan taksirannya tinggi (lihat Tabel 3.3).

38

Page 39: Psikologi personel

Tabel 3.3 : Kaitan Dimensi-dimensi Perilaku dengan Metode dalam Assessment Centre.

Keterangan : L.G.D = Leaderless Group Discussion G.D. ( roles ) = Group Discussion, setiap anggota kelompok

memainkan peran tertentu.

Sumber : Dr. Jac. N. Zaal, AC – Dutch, Paper presented at the confrence of European Foundation of Management Development, November 1986, Nuernberg.

3. Penetapan para calon manajer (assessees) untuk di-assess/taksir. Para calon biasanya ditentukan oleh managemen mereka masing-masing (de Wolff,1977). Dalam beberapa assessment centre, para assessees mengajukan dirinya sendiri untuk di-assess (Bender,1973). Jumlah calon manager yang ditaksir, pada umumnya hanya berjumlah enam orang.

4. Penetapan para penaksir/assessor.Para penaksir, selain terdiri dari sarjana psikologi (yang berwenang untuk berpraktek) juga terdiri dari manajer-manajer senior dari perusahaan yang sama dengan perusahaan asal para calon/assessees, yang sudah lulus proses pelatihan untuk menjadi penaksir/assessor.

5. Pelaksanaan penaksiran/assessment Orang-orang yang di-assess oleh para assessor, biasanya di-assess selama satu atau dua hari. Perusahaan-perusahaan di Indonesia yang melakukan assessment centre pada dasarnya berlangsung sebagai berikut : Hari pertama dimulai dengan pemberian penjelasan kepada para assessees, tentang maksud, tujuan dan proses penaksirannya. Diikuti dengan pemberian tes-tes simulasi, seperti in-basket exercise, diskusi kelompok, roleplay, management game, pemberian tes-tes psikologik dan wawancara. Bila hari pertama tidak selesai, dilanjutkan pada hari kedua. Di Indonesia,

Behaviour dimensions :

Initiative / LeadershipPlanning & OrganizingProblem AnalysisProblem - solvingDelegation & Man. ControlInterpersonal Skill &

SensitivityDecisivenessOral CommunicationWritten Communication

Exercise :

In – Written Inter - Oral pre - L.G.D G.D. Basket report view sentation ( roles )

V . . . V V V V . V . . V V V V V V V V V V V V V . V . . V V . V V V V V . V V V V . . V V V V V V . . . .

39

Page 40: Psikologi personel

umumnya calon/menejer yang ditaksir, akan ditaksir oleh dua penaksir/ assessor. Ada juga perusahaan yang menyediakan penaksir untuk sejumlah orang yang ditaksir. Setiap penaksir menaksir semua calon dalam situasi ( pemberian alat ukur ) yang berbeda-beda.

6. Proses pembuatan laporan perorangan dari setiap assessee. Selesai dengan penaksiran, para penaksir berkumpul dan membahas hasil-hasilnya. Setiap assessee dinilai oleh lebih dari satu assessor. Berdasarkan data yang diperoleh dari tes, latihan-latihan simulasi dan wawancara, setiap assessee dinilai oleh para assessor untuk dimensi-dimensi yang telah ditentukan sebelumnya untuk kemudian dibuat laporan dari setiap assessee. Laporan tersebut selain merupakan deskripsi dari competencies-nya, juga berisi saran-saran pengembangannya. Laporan diserahkan kepada perusahaan.

7. Pemberian umpan balik. Hasil penaksiran diberikan sebagai umpan balik kepada manajer yang ditaksir, agar ia dapat terus mempertahankan dan meningkatkan kemampuan-kemampuannya. Umpan balik pada umumnya diberikan oleh penaksirnya, kadang kala oleh menejer atasannya.

Metode-metode atau Alat-alat Penaksiran/AssessmentSalah satu ciri dari assessment centre ialah digunakannya metode-metode

assessment ganda. Selain tes-tes psikologik ( tes kecakapan mental, inventori kepribadian, dan sebagainya ), juga digunakan berbagai teknik simulasi seperti :

a. Management Business GamePara assessee dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil. Dalam satu kelompok, ada yang memainkan peran seorang menejer umum, menejer keuangan, menejer pemasaran, menejer produksi, dan menejer personalia. Mereka, dalam memimpin usaha mereka masing-masing, membuat perencanaan dan anggaran tahunan. Para kelompok assessee saling bersaing. Setiap catur-wulan, setiap kelompok mendapat hasil dari kegiatan mereka selama catur-wulan itu. Berapa yang diproduksi, berapa yang terjual, dan berapa keuntungan/kerugian. Berdasarkan hasil-hasil tersebut setiap kelompok membuat, menyesuaikan anggaran dan perencanaannya. Catur-wulan berikutnya, mereka mendapatkan hasil-hasilnya lagi (hasil-hasil dari kelompok dihitung oleh ‘panitia‘ assessor. Demikian selanjutnya sampai berjalan ‘beberapa tahun‘. Dalam praktek assessment center kenyataannya satu atau dua hari.

b. Leaderless Group Discussion dan Role PlayPara assessee dibagi kedalam kelompok 6 orang. Setiap kelompok mendapat satu masalah untuk didiskusikan, tanpa ditetapkan adanya satu pemimpin diskusi. Masalah dan data yang diperlukan diberikan kepada mereka untuk dipelajari oleh masing-masing secara tersendiri (kira-kira setengah jam). Kemudian diskusi kelompok dimulai, lama waktu satu jam.

c. In-basket ExercisesKepada setiap assessee/peserta, yang berperan sebagai seorang manajer dari satu perusahaan, diberi satu tumpukan/basket/kotak surat masuk, yang berisi berbagai masalah dan data. Ada yang penting, ada yang tidak penting, ada yang relevan dan ada yang tidak relevan. Berdasarkan surat-surat masuk tersebut assessee bertugas menyelesaikan masalah-

40

Page 41: Psikologi personel

masalah yang dapat ia tangkap dengan hanya menggunakan data yang terdapat dalam surat-surat masuk tersebut, dalam waktu satu jam.

d. Menulis Laporan dan Penyajian Lisan dari LaporanBerdasarkan data (produksi, keuangan, pemasaran, personalia) setiap assessee diminta menulis laporan (satu jam) yang kemudian harus disampaikan secara lisan kepada direksi. Kepada assessee diberi kesempatan untuk mempersiapkan bahan-bahan yang akan disajikan. Penyajiannya setengah jam.

e. WawancaraDi samping itu semua, setiap assessee juga diwawancara (wawancara mendalam atau wawancara terfokus).

Dimensi-dimensi ( Parameters ) yang DinilaiBender (1973) dalam kajiannya tentang beroperasinya Assessment centre

di duapuluh sembilan perusahaan dan empat badan pemerintahan menemukan satu keragaman yang besar dari parameter-parameter yang dinilai, yang paling sering dapat diamati selama beroperasinya assessment centre. Ia menemukan sejumlah 66 parameter/dimensi yang dinilai. Berikut ini dimensi-dimensi yang diamati pada 50 % atau lebih dari assessment centre; Dampak (impact), tenaga (energy), forcefulness, pengamatan, kreativitas, pendelegasian, analisis masalah, kepemimpinan, keterampilan komunikasi oral, keterampilan penyajian oral, keterampilan komunikasi tulisan, kemampuan mengorganisasi dan merencana, keterampilan pengambilan keputusan, daya tahan stres, dan kelenturan perilaku.

Dimensi-dimensi ditetapkan melalui proses ‘analisis kemampuan‘ (competence analysis) dari jabatan-jabatan manajerial. Setiap kompetensi/ kemampuan dapat ditemukan di setiap jabatan manajerial dalam derajat tertentu. Kompetensi (dimensi) diuraikan ke dalam bentuk kelompok perilaku tertentu, disertai penjabaran dalam bentuk-bentuk perilaku yang khusus, Misalnya :

“ Membuat rencana (planning) dan mengorganisasi (organizing); Kemampuan untuk menyusun rencana kegiatan (action plan) yang cocok bagi diri sendiri dan/atau untuk orang lain dengan cara yang efisien, agar dapat mencapai tujuan khusus tertentu, dengan peman-faatkan dari waktu yang dialokasikan, tenaga kerja, dan bahan bahan meterial yang tersedia secara efektif.”

Dimensi ini kemudian dirinci lebih lanjut ke dalam skala perilaku yang menggambarkan dimilikinya kemampuan dimensi itu dengan baik sampai perilaku yang menggambarkan kemampuan tersebut yang masih kurang. Misalnya : yang mendapat nilai tertinggi: 7.

“ Memperlihatkan kemajuan yang teratur dalam melaksanakan satu tugas, dimana kegiatan-kegiatan bersinambung secara tepat. Pemilihan prioritas tepat, disertaai penjadwalan waktu realitas, jawaban-jawaban memperlihatkan arah dan perencanaan yang jelas dalam mereorganisasi bagian.”

Perilaku yang mendapat nilai rendah: 1 dalam contoh ini ialah:“ Dalam pemaparan sering tidak ada arah dan keteraturan. Meloncat dari satu gagasan ke gagasan lain. Pemikiran dan kegiatan tidak diorganisasi dengan baik. Terjerat dengan detil-detil yang tidak penting. Tidak disadari adanya batas waktu dan prioritas.”

(Sumber: Dr J.N. Zaal; Assessment Centre; Top-Functies 1986. Eindverslag. Centrum voor Management Assessment, Rijks Psychologische Dienst).

41

Page 42: Psikologi personel

Staf/Tenaga Ahli dari Assessment CentrePusat pengembangan yang menerapkan metode Assessment centre

dipimpin oleh seorang direktur, dapat pula seorang psikolog industri dan organisasi, yang bekerja secara penuh waktu atau paruh waktu (Bender, 1973). Para assessor terdiri dari para psikolog (sarjana psikologi yang berwenang untuk praktek) dan para manajer senior dari perusahaan, yang ditugasi bekerja di assessment centre untuk waktu tertentu. Bender dalam kajiannya di atas menemukan adanya tiga sampai duapuluh empat assessors yang bekerja dalam satu assessment centre, Kebanyakan dari para assessor, yang berstatus manajer, menduduki posisi jabatan manajemen yang terletak dua tingkat di atas mereka yang di-assess. Para menejer senior ini, sebelum menjadi assessor dilatih dulu secara khusus. Pelatihannya bervariasi dari lima jam sampai lima belas hari untuk satu assessor. Pelatihan satu hari tampaknya lebih efektif daripada pelatihan selama beberapa jam. Hinrichs & Haanpera (1976) menemukan bahwa proses pelatihan pengamat selama satu hari penuh memiliki keandalan ciri (charateristic reliability) setinggi 0,86, sedangkan pelatihan selama tiga jam mencapai keandalan yang paling tinggi hanya 0,55.

Keabsahan Metode Assessment CentreBanyak yang telah mengkaji keabsahan dari metode assessment centre.

Dari kajian-kajian tersebut, kajian Management Progress’ yang dilakukan pada AT &T Oleh Bray dan rekan-rekannya adalah yang paling dikenal baik dan paling baik didokumentasi. Mereka meng-assess 169 manajer tingkat pertama sejak tahun 1957 sampai 1960. Menggunakan psikolog bukan dari perusahaan (AT&T), menyimpan datanya, dan dalam tahun 1966 mereka mengecek kecermatan dari prediksi/ramalan-ramalan mereka tentang siapa yang akan mencapai tingkat manajemen madya. Dari 55 orang yang mencapai manajemen madya, 43 (78 %) diramalkan tepat oleh para assessor. Sebaiknya, dari 73 orang yang tidak maju melampaui bahwa 69 (95 %) tidak akan mencapai manajemen madya dalam 10 tahun ( Bray & Grant, 1966 ).

Kraut (1976) bersama dengan Grant Scott menemukan dalam kajian mereka dari beberapa ratus sales representatives peralatan kantor yang mengikuti satu proses assessment centre, bahwa assessees yang dinilai tinggi memiliki tiga kali lebih besar kemungkinan untuk dipromosikan ke manajemen tingkat yang lebih tinggi daripada para assessees yang dinilai rendah, dalam beberapa tahun kemudian.

Fletcher (1991) melakukan satu studi longitudinal (jangka panjang) tentang akibat-akibat sebagai pengaruh dari keikutsertaan dengan assessment centre dan dari keputusan penaksiran terhadap para calon. Kuesioner yang mengukur kebutuhan akan capaian (need for achievement), keikatan organisasi (organizational commitment), keterlibatan pekerjaan (job involvement), dan kesejahteraan psikologik (psychological well-being) diberikan pada saat yang tepat sebelum dimulai, pada saat segera sesudah, dan pada saat enam bulan sebelum dimulai, pada assessment centre untuk menemukenali potensi manajemen. Temuan-temuan menunjukkan bahwa penghayatan mengikuti pusat penaksiran mempunyai dampak pada para calon, namun ada beberapa unsur yang berkurang/menghilang dengan jalannya waktu.

42

Page 43: Psikologi personel

Keputusan penaksiran juga mempunyai dampak yang bermakna (significant). Pada calon-calon yang tidak berhasil, skor untuk self-esteem menurun, demikian juga skor untuk beberapa aspek dari kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Dari temuan-temuannya, Fletcher berkesimpulan, untuk para calon yang tidak berhasil dalam assessment centre, bahwa bagi mereka perlu diberi umpan balik yang sangat hati-hati, dengan memberikan penyuluhan yang menunjang di luar diskusi sederhana tentang unjuk kerjanya di assessment centre.

Berdasarkan penelitian tentang keabsahan peramalan dari hasil-hasil metode assessment centre yang dilakukan oleh Thornton & Byham (1982) ternyata bahwa kebanyakan dari calon yang berdasarkan metode assessment centre dipandang tepat untuk jabatan manajemen setelah kurun waktu tertentu betul-betul menempati jabatan-jabatan tersebut.

Kleinmann, Kuptsch, Koeller (1996) menguji apakah keabsahan konstruk dari assessment centres dan untuk kerja yang diamati dari para calon dipengaruhi oleh apakah dimensi-dimensi yang diperlukan diberitahukan kepada mereka atau tidak. Dari jumlah 119 peserta assessment centre, 59 peserta tidak diberitahukan tentang dimensi-dimensi yang akan diukur, sedangkan kepada 60 peserta lainnya dimensi-dimensi tersebut diberitahukan kepada mereka sebelum penaksiran dimulai. Temuan menunjukkan bahwa keabsahan konstruk lebih tinggi jika para peserta tahu tentang dimensi-dimensi yang akan diukur dan perilaku yang berkaitan dengan dimensi-dimensi tersebut. Salah satu temuan studi ini ialah bahwa dengan diketahuinya dimensi dan perilaku yang akan dinilai para peserta dapat mengusahakan untuk menunjukkan perilaku tepat yang baik sehingga memperoleh penilaian yang baik. Namun menurut Kleinmann dkk., orang tidak dapat menunjukkan perilaku tepat dengan sangat baik jika ia memang terbatas kemampuannya. Bagaimanapun Kleinmann dkk., tidak begitu saja menyarankan agar pada pelaksanaan assessment centre, para peserta/ calon diberitahukan tentang dimensi-dimensi dengan perilaku masing-masing yang akan di-assess, karena belum jelas apakah dengan demikian keabsahan ramalan dari pusat penaksiran akan meningkat atau tidak.

Tabel 3.4 : Angka-angka keabsahan dari Ramalan Penaksiran

43

Ramalan berdasarkan Jumlah orang Yang dipromosi Ke Jabatan Manajemen MenengahAssessment centre sesudah sesudah dalam 8 tahun 8 tahun 16 tahun

Orang dengan latarbelakang pendidikantinggi yang dinilai :Sesuai 62 48 % 64 % 89 %Tidak sesuai 63 11 % 32 % 66 %

Orang tanpa latar belakang pendidikantinggi yang dinilai :Sesuai 41 32 % 40 % 63 %Tidak sesuai 103 5 % 9 % 18 %

Page 44: Psikologi personel

PENEMPATAN

Pengertian:Werther & Davis (1996:261):Penempatan merupakan penugasan pegawai baru atau menugaskan kembali seorang pegawai lama untuk memegang suatu jabatan yang baru.

Pada saat seleksi, seseorang diterima karena diperkirakan dapat memperlihatkan tampilan kerja yang lebih baik daripada orang yang ditolak. Pada saat penempatan, seseorang diperkirakan dapat memperlihatkan tampilan kerja yang lebih baik untuk suatu jabatan daripada untuk jabatan yang lainnya.

Pada one-shot selection and placement program, para pelamar diseleksi untuk mengisi jabatan tertentu. Mereka tidak dipertimbangkan untuk jabatan lainnya di mana bakat mereka lebih dapat dimanfaatkan.

Proses penempatan yang optimal akan terjadi bila didukung oleh 2 faktor, yaitu jumlah posisi yang tersedia dan jumlah pelamar yang tersedia untuk mengisi posisi tersebut.

OrientationWerther & Davis (1996:253), ketika proses seleksi telah berakhir, maka manajer dan HRD membantu pegawai yang baru diterima untuk menyesuaikan dan merasa nyaman di perusahaan. Oleh karena itu dilakukan program orientasi, yang membantu pegawai baru untuk terbiasa dengan perannya, perusahaan dan kebijaksanaannya, serta pegawai yang lain.HRD dapat mengurangi angka turnover dengan menggunakan orientasi untuk membantu pegawai memenuhi tujuan pribadinya. Ketika hal itu terjadi kedua belah pihak, pegawai dan perusahaan memperoleh keuntungan.

Topik yang biasanya tercakup dalam program orientasi adalah sebagai berikut:1. Organizational Issues: seperti sejarah perusahaan, struktur organisasi, nama

dan jabatan para pimpinan, departemen-departemen yang terdapat dalam perusahaan, kondisi fisik perusahaan, produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan, kebijaksanaan dan peraturan perusahaan dll.

2. Employee Benefits : seperti gaji, hari libur, jam istirahat, pelatihan dan pendidikan yang dapat diperoleh, konseling, asuransi, pensiun, pelayanan yang disediakan perusahaan untuk pegawai dll

3. Introduction: perkenalan dengan supervisor, trainer, rekan kerja, konselor untuk pegawai dll

4. Job Duties: seperti tempat kerja, tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, tujuan tugas, hubungan dengan jabatan lain, dan lain-lain.

Jenis-jenis penempatan

Promotion

44

Page 45: Psikologi personel

Werther & Davis (1996:261), promosi terjadi ketika pegawai dipindahkan dari suatu jabatan ke posisi lain yang lebih tinggi dalam hal gaji, tangung jawab dan /atau tingkat jabatan di perusahaan. Promosi dapat dilakukan atas dasar:

a. Seniority-based promotion: terjadi ketika pegawai yang senior, yaitu yang mempunyai masa kerja yang paling lama lah yang akan dipromosikan. Keunggulan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini bersifat objektif. Pendekatan ini juga mengurangi bias dalam promosi dan menuntut manajemen utnuk mengembangkan pegawai seniornya karena merekalah yang akan dipromosikan secara adil. Kekurangan pendekatan ini adalah bahwa tidak semua pegawai memiliki kemampuan yang sama. Kebanyakan ahli SDM turut prihatin bila promosi hanya sekedar didasarkan pada senioritas karena tidak semua pegawai mempunyai kemampuan untuk dipromosikan.

b. Merit-based promotion: terjadi ketika pegawai dipromosikan karena tampilan kerjanya yang baik di jabatannya saat ini. Masalah yang dihadapi bila memakai kriteria ini adalah apakah pembuat keputusan dapat membedakan secara objektif antara pegawai yang tampilan kerjanya baik dan yang tampilan kerjanya buruk. Pegawai yang tampilan kerjanya baik di suatu jabatan belum tentu menjamin tampilan kerja yang baik pula di jabatan yang lainnya. Selain itu sistem ini juga memiliki kekurangan yang dikenal dengan Peter Principle yang menyatakan bahwa penampilan kerja yang baik pada pekerjaan tertentu tidak menjamin penampilan yang baik pada pekerjaan yang berbeda.

Transfer:Terjadi ketika pegawai dipindahkan dari suatu jabatan ke posisi yang relatif sama dalam hal gaji, tanggung jawab dan atau tingkat jabatan di perusahaan. Transfer bermanfaat bagi pegawai untuk mempelajari keterampilan baru dan perspektif baru. Hal ini mendorong pegawai tersebut untuk menunjukkan tampilan kerja yang lebih baik dan menjadikannya sebagai calon yang lebih baik untuk dipromosikan di masa yang akan datang. Selain itu transfer juga meningkatkan motivasi, kepuasan dan variasi kerja.

Demosi : Pegawai dipindahkan dari suatu jabatan ke posisi yang lebih rendah dalam hal gaji, tanggung jawab dan atau tingkat jabatan di perusahaan. Demosi biasanya berhubungan dengan pelanggaran disiplin, tampilan kerja yang kurang baik atau karena tingkah laku yang tidak sesuai seperti jumlah absen yang berlebihan. Demosi dapat menyebabkan pegawai mengalami penurunan motivasi atau bahkan menampilkan sikap antagonis yang ditunjukkan secara terbuka kepada pihak yang bertanggung jawab atas keputusan demosi.

SeparationWerther & Davis (1996:264), separasi merupakan keputusan yang memisahkan antara individu/pegawai dan perusahaan/organisasi. Keputusan ini dapat berasal dari pegawai maupun perusahaan. Ada beberapa macam separasi yaitu:

a. Temporary Leaves of absence (cuti): pegawai dapat meninggalkan pekerjaan untuk sementara waktu, karena alasan kesehatan, keluarga, pendidikan, rekreasi atau alasan lainnya.

45

Page 46: Psikologi personel

b. Attrition: merupakan pemisahan yang normal, inisiatifnya datang dari pegawai sendiri, bukan perusahaan seperti pengunduran diri, pensiun dan kematian. Atrisi merupakan cara yang lambat untuk mengurangi pegawai, namun cara ini paling sedikit menibulkan masalah. Apabila terdapat indikasi bahwa ada kelebihan pegawai maka pengelola SDM dapat merekomendasikan employment freeze, yaitu pembatasan penerimaan pegawai pada waktu yang akan datang. Dengan demikian lama kelamaan jumlah pegawai akan turun sejalan dengan pengunduran diri secara sukarela. Bentuk atrisi khusus yang dapat dikendalikan oleh departemen SDM adalah pensiun dini. Rencana pensiun dini mendorong pekerja yag memiliki masa kerja lama untuk pensiun lebih awal. Pensiun dini dapat membuka peluang untuk promosi bagi pegawai yang lebih muda.

c. Layoffs: merupakan pemisahan antara pegawai dan perusahaan karena alasan ekonomi atau bisnis. Pemisahan ini hanya berlangsung beberapa minggu/bulan apabila dimaksudkan untuk beradaptasi dengan level inventory atau memberi kesempatan pada perusahaan untuk memperbaiki peralatan dalam rangka mempersiapkan diri untuk menghadapi produk baru. Tetapi jika disebabkan oleh restrukturisasi, seperti downsizing atau merger, maka layoff dapat berubah menjadi permanen.

d. Termination: merupakan pemisahan antara pegawai dengan perusahaan secara permanen karena berbagai alasan. Apabila pegawai dipecat karena alasan bisnis atau ekonomi biasanya disebut layoff. Apabila perusahaan memutuskan hubungan tanpa memiliki rencana untuk mempekerjakan mereka kembali bila hal ini terjadi maka dilakukanlah terminasi. Pegawai yang berhenti untuk selamanya biasanya memperoleh uang pesangon. Beberapa perusahaan hanya memberi uang pesangon pada pegawai yang mengundurkan diri secara sukarela dan pegawai yang telah menunjukkan tampilan kerja yang memuaskan.

46

Page 47: Psikologi personel

BAB IV

PELATIHAN

Pendahuluan Pelatihan merupakan kegiatan dalam hubungannya dengan peningkatan pengetahuan, keahlian, sikap maupun perilaku. Seperti kita ketahui tenaga kerja yang diterima melalui program seleksi, pada umumnya belum siap pakai dan tenaga kerja yang lama memerlukan pengetahuan, keahlian, dan kecakapan yang baru sesuai dengan tuntutan jabatan dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan jabatan dan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi, setiap organisasi harus membekali setiap anggotanya dengan pengetahuasn, kemampuan, tuntuan bersikap dan berperilaku yang diharapkan. Salah satu upaya adalah mengadakan pelatihan bagi anggota organisasinya.

Pengertian Dasar Sebelum kita membahas program pelatihan yang sifatnya lebih teknis, akan dibahas terlebih dahulu mengenai beberapa pengertian dasar mengenai pelatihan, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan pengembangan.

Sikula (1976), merumuskan bahwa : Pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisasi. Peserta latihan itu sendiri (biasanya tingkat nonmanajerial) akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan-tujuan tertentu. Pengembangan adalah proses pendidikan jangka panjang yang menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisasi, biasanya para pesertanya adalah tenaga manajerial, mereka akan mempelajari pengetahuan konseptual dan teoretis untuk tujuan yang sifatnya umum. Akan tetapi, batas antara keduanya tidaklah jelas. Menurut Wexley dan Yukl (1977), pelatihan dan pengembangan merupakan dua istilah yang saling berkaitan dalam suatu program pelatihan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku dari anggota suatu organisasi. Pengembangan lebih memusatkan pada penyesuaian pengambilan keputusan dan ketrampilan dalam hubungan antara manusia, yang diikuti oleh anggota organisasi tingkat menengah ke atas. Yang dimaksud dengan pelatihan lebih melibatkan pekerja pada tingkat bawah. Dengan demikian pelatihan dan pengembangan merupakan suatu usaha yang berencana yang dirancang untuk mempermudah penguasaan kecakapan, pengetahuan, sikap dan perilaku yang sesuai dengan tuntutan jabatan. Pendidikan merupakan suatu (a) proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk perilaku lainnya di dalam masyarakat di mana dia hidup; (b) proses sosialisasi di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol, khususnya datang dari lingkungan pendidikan, sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimal. Menurut Sir Godfrey Thomson (1957), pendidikan merupakan pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap di dalam kebiasaan-kebiasaan perilaku, pikiran, dan sikapnya (Depdikbud,

47

Page 48: Psikologi personel

UT, 1985). Dari uraian mengenai pengertian pelatihan, pengembangan dan pendidikan, prinsip dasar yang digunakan dalam semua program tersebut adalah proses belajar. Belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan yang relatif menetap dari suatu perilaku yang merupakan hasil dari pengalaman dan latihan. Proses belajar tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya dapat dilihat melalui perilaku individu itu dalam suatu pekerjaan atau melalui tes tampilan kerja untuk melihat perubahan yang terjadi dari tingkat yang satu ke tingkat lain yang lebih tinggi. Tujuan pokok dari proses belajar adalah untuk memperoleh pengetahuan dan mendapatkan keterampilan untuk menerapkan pengetahuan yang diperolehnya, yang akhirnya diharapkan adanya perubahan sikap dan perilaku dari individu yang belajar tersebut. Seperti kita ketahui bersama, organisasi (termasuk industri, instansi sipil maupun militer, organisasi sosial, organisasi usaha yang sifatnya mencari untung dan tidak), merupakan suatu kesatuan usaha yang dapat memberikan hasil atau keluaran dalam bentuk barang maupun jasa dengan cara mengolah, memodifikasi masukan yang ada. Tampak di sini adanya suatu proses dari suatu masukan (inputs) menjadi keluaran (outputs) yang memerlukan penanganan tertentu oleh anggota organisasi agar keluarannya memenuhi standar kualitas yang diharapkan. Proses penanganan ini memerlukan suatu pengetahuan dan keterampilan teknis tertentu yang harus dikuasai oleh anggota organisasi yang terlibat. Sejalan dengan perkembangan teknologi, anggota organisasi yang terlibat harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Melalui usaha-usaha tertentu, antara lain dengan mengikuti program pelatihan, anggota organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Dengan demikian akan terjadi kesetaraan perkembangan antara teknologi dengan kualitas anggota organisasi yang menggunakannya. Selain perkembangan teknologi, perubahan posisi/jabatan anggota organisasi akan menuntut pula persyaratan tertentu dari mereka yang menduduki posisi/jabatan tersebut. Makin tinggi posisi/jabatan yang diduduki oleh seseorang, maka makin diperlukan kemampuan yang lebih khusus, antara lain kemampuan konseptual, kemampuan memimpin, kemampuan mengambil keputusan. Agar kualitas kepemimpinannya dapat disesuaikan dengan tuntutan jabatan, maka perlu adanya suatu perlakuan khusus melalui usaha-usaha peningkatan kualifikasi kepemimpinannya.Dengan demikian pelatihan merupakan : a. Usaha dalam bentuk proses tertentu untuk meningkatkan ketrampilan dan

pengetahuan, serta sikap dan perilaku sesuai dengan perubahan teknologi atau sesuai dengan tuntutan pekerjaan/jabatan.

b. Proses yang berkelanjutan di kelas, di program, di lingkungan organisasi kerja/bisnis.

c. Proses untuk mempersingkat waktu dalam memperoleh pengalaman baik untuk anggota organisasi yang baru maupun yang sudah berpengalaman, umumnya bagi anggota organisasi yang sudah berpengalaman.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bagaimana teknologi terus berkembang dan manusia yang menghadapi tuntutan jabatan serta teknologi yang semakin berkembang harus selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi melalui pelatihan yang tepat. Pelatihan ini harus memperhatikan peserta pelatihan yang sesuai dengan

48

Page 49: Psikologi personel

program latihan yang ada, artinya bahwa tidak semua anggota organisasi dapat mengikuti pelatihan tersebut.

Yn = P + f(Xn)

Yn : Kualitas Tenaga Kerja pada saat n

Xn : Tuntutan Jabatan/teknologi pada saat n

P : Personality/Kepribadian Tenaga Kerja (=relatif tetap)

Gambar 4.1: Kaitan antara Perkembangan Teknologi, Tuntutan Jabatan dan Pelatihan (Suryana S., 2001)

Pelatihan dan Pengembangan Pelatihan dan pengembangan merupakan dua istilah yang saling berhubungan, dan dimaksudkan untuk merencanakan suatu disain untuk memudahkan peningkatan keahlian, pengetahuan, sikap dan perilaku anggota organisasi, dengan tujuan sebagai berikut (Wexley & Yukl, 1977):

(1) Meningkatkan efisiensiSalah satu tujuan yang ingindicapai dari suatu pelatihan, agar peserta pelatihan akan lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada di dalam organisasi. Waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian suatu tugas akan semakin pendek dengan kualitas yang jauh lebih baik.

(2) Meningkatkan kualitas kerja termasuk kualitas belajarKualitas kerja dan juga kualitas belajar akan semakin meningkat, karena pelatihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja para pesertanya, dan diharapkan setiap peserta dapat menerapkannya dalam bidang pekerjaannya masing-masing

(3) Meningkatkan kepuasan kerjaKepuasan kerja para peserta akan semakin meningkat, apabila mereka kembali pada pekerjaannya masing-masing, mengingat bahwa mereka mendapat kesempatan untuk mengembangkan dirinya melalui program pelatihan.

(4) Meningkatkan kemampuan-kemampuan lainnya.Selain kemampuan yang diharapkan melalui suatu pelatihan akan meningkat, kemampuan yang lain pun akan meningkat pula, antara lain kemampuan membina hubungan yang baik dengan rekan sekerja,

49

X0 X1 X2 Xn

Pelatihan

Pelatihan

Pelatihan

Sesuai SesuaiSesuai

Y0 Y1 Y2 Yn

Sesuai

t.ses. t.ses. t.ses.

t.ses.DO

t.ses.DO

t.ses.DO

Pendidika

n Tambahan

Pendidikan Tambahan

Pendidikan Tambahan

Page 50: Psikologi personel

kemampuan mengajukan dan mempertahankan pendapat, sebagai kemampuan ikutan yang tidak diprogram melalui pelatihan tersebut.

Dalam merancang suatu program pelatihan agar sesuai dengan tujuan pelatihan, hal-hal berikut ini harus mendapat perhatian, antara lain:

(1) Perbedaan individuApabila perbedaan individu ini tidak diperhatikan, kemungkinan besar tujuan pelatihan tidak akan tercapai. Akan lebih baik apabila dalam suatu program pelatihan perbedaan individu ini dibuat seminimal mungkin. Dan apabila tidak dapat dihindari, harus dirancang suatu metode pelatihan yang dapat menjembatani perbedaan inidividu ini.

(2) Analisis jabatan dari peserta yang diberi pelatihanAgar program pelatihan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka dapat dibuat sutau program yang disesuaikan dengan persyaratan jabatan yang ada, dan dalam rangka meningkatkan kemampuan peserta pelatihan sesuai dengan persyaratan jabatan yang dituntut oleh pekerjaan/jabatan.

(3) Motivasi peserta pelatihanMotivasi peserta pelatihan harus dilihat, tanpa motivasi, program pelatihan tidak akan berhasil, peserta pelatihan mengikuti program pelatihan tersebut karena terpaksa. Untuk itu perlu dipilih peserta pelatihan yang memiliki motivasi yang kuat untuk meningkatkan diri.

(4) Partisipasi aktif dari semua orang yang berhubungan dengan pelatihan tersebut.Setiap peserta pelatihan harus aktif mengikuti program pelatihan yang ada, demikian pula pelatih dan penyelenggara pelatihan dituntut partisipasi yang aktif untuk berhasilnya suatu program pelatihan, Tanpa partisipasi aktif dari berbagai pihak, tujuan pelatihan tidak akan tercapai.

(5) Seleksi dari peserta pelatihanPeserta pelatihan harus diseleksi, antara lain untuk menjaga kesamaan peserta, baik dalam hal kemampuan, motivasi maupun tingkat hirarki dalam organisasi. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dan melancarkan program pelatihan itu sendiri.

(6) Pelatihnya sendiri harus yang berpengalaman dan memiliki kemampuan memberikan pelatihan.Tanpa pelatih yang berpengalaman dan memiliki kemampuan memberikan pelatihan, suatu program pelatihan tidak akan mencapai yang diharapkan.

(7) Metoda pelatihan yang sesuai.Pilihlah metode pelatihan yang sesuai dengan tujuan dan situasi yang ada

(8) Materi pelatihan.Materi pelatihan harus sesuai dengan tujuan dan tingkat kemampuan peserta pelatihan, disusun sepadat, seluas dan sesederhana mungkin dan mencakup keseluruhan materi yang akan diberikan.

Identifikasi Kebutuhan Pelatihan Langkah pertama dari suatu proses pelatihan adalah menentukan kebutuhan pelatihan yang dirasakan oleh suatu organisasi. Apabila proses penentuan kebutuhan pelatihan dilakukan dengan cermat dan dengan hati-hati, maka organisasi yang menyelenggarakan pelatihan akan dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya.

50

Page 51: Psikologi personel

Menurut McGehee (1979), pelatihan diharapkan dapat meningkatkan beberapa kemampuan tertentu, selain mengubah perilaku perilaku para pekerja ke arah perilaku kerja yang lebih baik. Semuanya itu harus mendukung pencapaian tujuan akhir suatu organisasi, seperti proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa yang lebih efisien, berkurangnya biaya produksi, peningkatan kualitas, dan hubungan antara manusia yang lebih efektif. Dengan demikian, perubahan perilaku pekerja akan lebih efektif.

Kebutuhan pelatihan merupakan keadaan dimana terdapat kesenjangan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan nyata. Apabila dirumuskan secara khusus, kebutuhan pelatihan merupakan kebutuhan anggota organisasi dalam hal peningkatan pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap dan perilaku kerja. Peningkatan ini untuk memenuhi tuntutan jabatan dan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan organisasi dan perkembangan teknologi.

Kebutuhan Pelatihan Kebutuhan pelatihan dalam suatu organisasi dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok (McCormick & Tiffin, 1979), yaitu:(1) Kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada kebutuhan para pekerja untuk

mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan guna menghadapi tugas khusus terutama bagi pegawai yang baru dan pegawai lama yang prestasi kerjanya tergolong kurang.

(2) Kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada kebutuhan organisasi dalam rangka peningkatan/pengembangan pegawai yang akan memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas kerja individu dalam jangka panjang.

Kebutuhan pelatihan pada kelompok pertama menitikberatkan pada kepentingan para pekerja itu sendiri dan kelompok kedua menitikberatkan pada kepentingan organisasi. Selain pengelompokan di atas, kebutuhan pelatihan dapat juga dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :(1) Kebutuhan pelatihan untuk memenuhi tuntutan jabatan sekarang. Kebutuhan

ini dapat dikenali apabila prestasi kerja pemegang jabatan tidak sesuai dengan standar hasil kerja yang dituntut oleh jabatannya.

(2) Kebutuhan pelatihan untuk memenuhi tuntutan jabatan lainnya, biasanya untuk promosi

(3) Kebutuhan pelatihan untuk memenuhi tuntutan perubahan yang terjadi pada jabatannya, misalnya karena kemajuan teknologi atau perubahan organisasi.

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN Suatu program pelatihan akan terlaksana dengan baik dan sasaran pelatihan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan, tergantung pada proses analisis kebutuhan pelatihan yang sebelum pelatihan dilaksanakan. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi biaya, waktu, tenaga. Agar pelatihan mencapai sasaran, biaya, tenaga, dan waktu dapat dimanafaatkan dengan sebaik-baiknya, analisis kebutuhan pelatihan harus melibatkan 3 kegiatan analisis, yaitu: (1) analisis organisasi, (2) analisis tugas/jabatan, dan (3) analisis individu.Analisis Organisasi Pada analisis ini kegiatan-kegitan yang dilakukan adalah :

51

Page 52: Psikologi personel

(1) Menganalisis Rencana Jangka Pendek, Menengah dan Jangka Panjang Perusahaan

Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, perlu dibuat perencanaan mengenai pengetahuan, keterampilan, perilaku yang diperlukan di masa depan, termasuk pula pengembangan perusahaan itu sendiri.

(2) Menganalisis Iklim Organisasi Menganalisis iklim organisasi sangatlah penting bagi suatu program

pelatihan, terutama menyangkut "masalah" sikap, morel, disiplin, kepemimpinan, kepuasan kerja, komunikasi.

(3) Menganalisis Struktur Organisasi Bidang ini menyangkut masalah-masalah uraian jabatan, hak dan kewajiban,

jalur informasi, semua ini perlu kejelasan untuk menghindari kekeliruan, melepas tanggung jawab dan penyimpangan-penyimpangan lainnya yang tidak sesuai dengan prosedur/aturan yang ada dalam suatu organisasi.

Analisis Tugas/Jabatan Analisis tugas ini dimulai dengan meneliti uraian jabatan kemudian diikuti dengan penelitian persyaratan jabatan untuk melakukan tugas jabatan. Analisis tugas ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan tentang apa yang harus diajarkan pada seorang pegawai untuk menghasilkan hasil kerja yang efektif? Dengan demikian, pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap, dan perilaku apa yang harus dikembangkan untuk memenuhi persyaratan jabatan yang ada.

Analisis Individu Analisis inidividu ini mengupayakan untuk menjawab pertanyaan tentang siapa yang memerlukan pelatihan dan jenis pelatihan apa yang diperlukan? Untuk itu perlu "dilihat" pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan apa yang telah dikuasainya, serta sikap dan perilaku kerja yang bagaimana yang ia miliki. Semua ini nanti akan dikaitkan dengan persyaratan jabatan yang ada.Data yang digunakan untuk analisis individu ini adalah:(1) Data Personil Individual Berisi segala macam data kepegawaian sejak pegawai masuk kerja sampai

saat analisis dilakukan. Data ini berisi antara lain riwayat hidup, data wawancara, penilaian sewatu melamar, hasil tes, surat keputusan promosi, peningkatan gaji, penghargaan yang pernah diterima, hukuman yang pernah diberikan, kemampuan dan kelemahannya.

(2) Penilaian Hasil Karya Data mengenai penilaian pelaksanaan kerja biasanya dimasukkan pada data

kepegawaian individual. Penilaian hasil karya ini merupakan suatu hal yang penting dan memegang peranan yang penting dalam pembentukan dan pengembangan karier pegawai

(3) Daftar Tenaga Kerja Daftar ini meliputi daftar seluruh pegawai seperti keadaan sementara,

kemungkinan promosi, kemungkinan masa depan, dan keterangan-keterangan lainnya

Ketiga analisis ini harus dilakukan dengan sebaik-baiknya agar didapatkan kebutuhan pelatihan yang diperlukan oleh perusahaan tersebut. Hasil dari analisis ini akan muncul dalam bentuk urutan prioritas pelatihan yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Hal ini untuk memudahkan pimpinan perusahaan dalam mengambil keputusan jenis pelatihan mana yang memang diperlukan

52

Page 53: Psikologi personel

untuk pengembangan pegawai dan tentunya juga untuk pengembangan perusahaan di masa datang. Proses analisis kebutuhan pelatihan memerlukan kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya dengan pengumpulan data, karena kegiatan analisis ini sama saja dengan kegiatan penelitian ilmiah. Dengan demikian kaidah-kaidah penelitian ilmiah harus dipenuhi agar dihasilkan kesimpulan yang memenuhi syarat penelitian ilmiah. Seperti kegiatan penelitian pada analisis kebutuhan pelatihan data yang terkumpul diperoleh melalui aktivitas pengisian angket, wawancara, observasi, dan kegiatan lainnya dengan tujuan mengumpulkan data yang sesuai dengan maksud dan tujuan analisis kebutuhan pelatihan.

PROGRAM PELATIHAN Apabila tahap analisis pelatihan telah selesai dan urutan prioritas pelatihan telah ditentukan maka tahap selanjutnya adalah merencanakan program pelatihan sesuai dengan urutan prioritas pelatihan tersebut.Perumusan program pelatihan harus melibatkan antara lain: (1) Lima komponen pelatihan, dan (2) Proses belajar-mengajar

Lima komponen pelatihan Program pelatihan harus merumuskan lima komponen utama pelatihan agar pelatihan mencapai sasaran seperti yang diharapkan. Kelima komponen ini harus dirumuskan secara bijak dan tepat sasaran.

Komponen-komponen yang penting di dalam suatu program pelatihan tersebut adalah: (1) tujuan pelatihan, (2) peserta pelatihan, (3) pelatih, (4) materi pelatihan, (5) metode pelatihan

TJN

PLT

MAT

PSA

MTD

L

L

TJN : Tujuan Pelatihan MTD : Metode PelatihanPSA : Peserta Pelatihan MAT : Materi PelatihanPLT : Pelatih/Fasilitator L : Lingkungan

Gambar 4.2 : Lima Komponen Pelatihan

(1) Tujuan latihan harus ditetapkan terlebih dahulu, secara tegas, spesifik, realistis, cukup menantang, dapat diukur, jelas batas waktunya. Dirumuskan

53

Page 54: Psikologi personel

dengan kalimat singkat dan sederhana bahasanya agar mudah dicerna dan mudah ditangkap maknanya. Dengan demikian seluruh kegiatan latihan selalu akan terarah pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (AMT, 1991).

Realistis, jelas dan dapat dikerjakan sesuai dengan kemampuan dan apabila terlalu sukar, akan menuntun ke arah keputusasaan dan menyerah.

Menantang, artinya tujuan itu harus memberikan tantangan, apabila tidak menantang maka para pelaku pelatihan kurang bergairah untuk mencapainya dan imbalannya tidak menarik.

Mempunyai batas waktu, agar program pelatihan selesai sesuai dengan jadual yang ada. Apabila tidak ada batas waktu mungkin ada kecenderungan untuk tidak menyelesaikannya.

Spesifik, tujuan dirumuskan secara khusus tidak bersifat umum dan kabur, tetapi jelas apa yang akan dicapai.

Terukur, agar supaya kita mengetahui bahwa tujuan tersebut telah tercapai. Bagaimanapun juga yang terpenting, semua pelaku pelatihan harus merasa

terlibat atau terikat pada tujuan pelatihan. Rencana sebaik apapun juga tidak mungkin dapat dicapai tanpa adanya keterlibatan atau keterikatan.

(2) Peserta pelatihan dipilih yang sesuai dengan tujuan pelatihan, tidak terlalu heterogen baik dalam hal usia, pendidikan, maupun pengalaman belajar.

(3) Pelatih (fasilitator) yang dipilih adalah mereka yang sudah berpengalaman dan memiliki keterampilan dalam memberikan pelatihan, dalam arti kata para pelatih mampu menggunakan metoda yang ada dan menguasai materi pelatihan dengan baik, serta mampu menjaga situasi pelatihan agar tetap dalam keadaan yang menunjang pencapaian tujuan pelatihan.

(4) Materi pelatihan, sesuai dengan tujuan pelatihan. Bahan bacaan disusun dengan bahasa yang sederhana agar mudah dimengerti dan dicerna oleh peserta pelatihan.

(5) Metode pelatihan, dipilih metode yang paling cocok untuk menyampaikan materi kepada para peserta latihan oleh timpelatih yang bersangkutan. Penggunaan metode yang cocok akan mempermudah peserta latihan menerima materi yang diberikan. Dengan demikian perubahan yang diharapkan dapat dicapai sesuai dengan tujuan pelatihan dan harapan peserta latihan.Berbagai macam metode yang biasa digunakan pada program pelatihan, antara lain ceramah, bermain peran, permainan, belajar mandiri, simulasi.

Program pelatihan tidak terlepas dari proses belajar.Belajar merupakan perubahan yang relatif tetap dari  perilaku sebagai hasil suatu pengertian, latihan atau pengalaman.  Belajar  merupakan suatu perubahan ke arah yang lebih baik atau lebih jelek; kita mempelajari kebiasaan yang  jelek sebaik mempelajari kebiasaan yang baik. Belajar dapat  juga secara sadar atau tidak sadar. Jadi, belajar merupakan  suatu proses yang pelik dan tidak seorangpun dapat menyatakan bahwa ia mengetahui bagaimana proses itu terjadi. Banyak faktor  yang berpengaruh terhadap proses  belajar. Faktor-faktor ini dapat berupa faktor dalam diri maupun faktor luar (ILO, 1981). Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:  

(1) Motivation

54

Page 55: Psikologi personel

      Faktor yang sangat penting dalam belajar adalah motivasi untuk belajar. Dari beberapa eksperimen ternyata  bahwa belajar  yang  kurang efektif dikarenakan tidak  adanya  motivasi.  Apa yang memotivasi orang untuk belajar  akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Untuk beberapa orang tertentu karena  minat atau  tantangan  suatu   tugas (motivasi intrinsik) dan bagi orang lain melihat imbalan atau hukuman yang akan diterima (motivasi ekstrinsik);  dan bagi orang lain karena ingin  diakui dan ada  hubungannya dengan masalah status. Dengan demikian  motivasi yang kuat akan meningkatkan  belajar,  tetapi pada tingkat yang kritis akan muncul perasaan takut  dan tegang  untuk belajar secara efektif dan  justru akan menghambat proses belajar.

  (2) Stimulus, Response and Reinforcement       Motivasi,  secara  tersendiri  tidak  akan  meningkatkan proses belajar. Perhatian telah ditujukan pada stimulus-stimulus  tertentu  dan memberikan respons  yang  tepat dalam  situasi  yang dapat memberikan  imbalan. Perilaku yang  ditujukan ke arah  pemberian imbalan  dalam proses  belajar cenderung akan diulangi  pada  kondisi-kondisi  di kemudian hari yang relatif sama. Perilaku yang tidak mengarah pada pemberian imbalan cenderung  tidak akan dipelajari. Pemberian imbalan ini akan  menjadikan peserta  pelatihan menjadi lebih  termotivasi untuk  belajar dan akan membentuk perilaku  melalui pengokohan respons yang dibutuhkan.

      Pemberian  pengokohan dan imbalan merupakan  aspek-aspek yang penting pada  suatu  proses  belajar.   Kejadian-kejadian   nyata  telah menunjukkan bahwa   pemberian pengokohan  dan  imbalan  akan membuat  proses belajar menjadi  lebih  efektif. Apabila  para pengajar/pelatih memiliki  minat yang besar terhadap pelatihan  dan para peserta pelatihan mereka akan secara aktif mencari cara  pemberian imbalan yang paling tepat agar muncul respons yang diharapkan. Perilaku pelatih  seperti   ini merupakan  suatu   keberhasilan dalam proses belajar-mengajar. Teknik menemukan diri sendiri dan belajar terprogram serta keberhasilan merupakan suatu  keterpaduan untuk mengokohkan dan memotivasi proses belajar.

     (3) Feedback, or Knowledge of Results          Bagaimanapun  juga  di dalam  ketentuan  belajar  secara  Efektif, para peserta pelatihan memiliki kebutuhan untuk mengetahui  apabila  ia telah berhasil, dan  hal  ini  diberitahukan  oleh  pelatih secara baik sesuai dengan ketentuan pemberian  umpan  balik  atau  oleh   situasi belajar itu sendiri. Banyak peserta pelatihan mengetahui  mengenai  apa yang ia kerjakan, seberapa cepat  ia  bisa mengembangkan tampilan belajarnya. Ini merupakan prinsip yang  penting  di dalam  pemberian umpan  balik atau  pengetahuan mengenai  hasil yang  telah mereka capai. Pemberian umpan balik ini merupakan suatu yang utama dan mungkin merupakan sumber utama yang paling penting dalam memberikan pengokohan pada peserta pelatihan.

        Agar umpan balik efektif, harus diberikan sesegera mungkin.  Kita  harus memperhatikan  sasaran  dan  mengamati hasil  mereka; ini merupakan umpan balik yang  diberikan  secara langsung untuk mengoreksi dan mengokohkan proses  belajar.  Apabila  umpan  balik  ditangguhkan,  hal ini merupakan suatu yang lebih sulit bagi peserta  pelatihan untuk merumuskan apakah  tindakan-tindakannya  mengarah pada suatu hasil yang baik.

55

Page 56: Psikologi personel

     (4) Participation and Practice       Eksperimen menunjukkan bahwa sebagian besar peserta  pelatihan

mengikuti secara aktif berbagai kegiatan belajar dan  mereka  lebih efektif dalam belajar, khususnya  di  dalam  mempelajari  keterampilan. Apabila yang belajar tidak mengadakan  respons secara aktif,  mereka kurang mendapatkan kesempatan untuk memeriksa ketepatan respons dan menerima umpan balik untuk melakukan pemeriksaan dan pengokohan. Kegiatan partisipasi dan juga latihan  atau pengulangan perilaku yang dipelajari, biasanya mudah diingat dan memudahkan "transfer  of  learning” pada  situasi kehidupan nyata.

     (5) Transfer or Application of Knowledge          Dari pengalaman, kita akan mengetahui bahwa kegiatan belajar

sangat mudah diikuti ketika kita melihat  hubungan yang erat antara situasi belajar dan kehidupan nyata, atau  dapat  diaplikasikan pada situasi  diri sendiri. Dengan demikian,  program  pelatihan  harus dirancang  dengan cermat agar dapat diaplikasikan di dalam situasi nyata di bidang pekerjaan. Keterampilan di bidang praktek manajemen, simulasi bisnis, studi kasus dan bermain peran, merupakan metode yang paling tepat untuk transfer  positif. Penggunaan metode seperti itu, akan  memberikan umpan balik dan petunjuk bahwa mereka cukup realistis di dalam kegiatan belajarnya. Metode ini, cocok serta sesuai dengan  tingkat pendidikan   dan  jabatan peserta pelatihan.

      Dampak  kebalikannya akan terjadi apabila   pada  waktu  peserta pelatihan kembali dari mengikuti  kursus-kursus yang  penuh dengan ide-ide, seringkali penemuan  mereka  sendiri dicegah/dihalangi oleh manajemen puncak apabila mereka akan mencoba prosedur yang baru yang telah mereka pelajari. Kesamaannya  adalah  apabila  prinsip-prinsip hubungan antar manusia pada situasi  demokratis  yang  telah dipelajari akan diterapkan pada situasi otokratis, pelajaran yang mereka peroleh tidak ada gunanya. Apabila mereka tidak dapat menerapkan apa yang mereka pelajari,  mereka cenderung untuk melupakannya.

   (6) Perception      Perception   merupakan suatu kemampuan  untuk  mengamati dunia,

melalui elima indera. Untuk mempengaruhi pengamatan dari setiap orang, pelatih harus berusaha mencoba mengerti pengamatan  mereka dan menghubungkan materi-materi agar dimengerti oleh mereka. Belajar tidak ada  gunanya apabila  pelatih tidak realistis   dalam mendiskusikan sesuatu yang   ada hubungannya dengan latar belakang dan pengalaman peserta pelatihan. Dengan demikian belajar merupakan pengalaman  yang memberikan  arti  dan makna  sesuai dengan  acuan kebutuhan dan aspirasi mereka. Mereka tidak akan belajar secara efektif  dan mereka tidak akan  berusaha  untuk menerapkan pengetahuan ataupun keterampilan pada  berbagai  pekerjaan. Materi yang diberikan harus sesuai dengan:

      latar belakang (sasaran, kecemasan, masalah, kepuasan, kebutuhan sosial dan ekonomi, kesehatan, umur, pengalaman)      pendidikan (tingkat pendidikan, pengetahuan  mengenai materi pelatihan dan materi-materi yang terkait)      kemampuan (kapasitas belajar, kapasitas untuk mengerjakan sesuatu seperti kemampuan mekanis)

56

Page 57: Psikologi personel

        Demikian  pula perbedaan-perbedaan individual harus  diperhatikan seperti keterampilan, motivasi, pengalaman, kapasitas intelektual, sikap dan kebiasaan bekerja.

     (7) Setting Training Objectives         Di dalam prosedur instruksi yang sifatnya formal, pengalaman-pengalaman  telah diorganisasikan  untuk  mengembangkan  proses belajar yang khusus  pada batas waktu  tertentu. Untuk itu perlu ditentukan sasaran belajar/pelatihan yang jelas, materi pelatihan  harus diajarkan dengan  metode pelatihan yang tepat sasaran.  Peserta pelatihan harus belajar  lebih  efektif ketika mereka mendefinisikan tujuan-tujuan  tersebut. Program pelatihan harus memiliki seperangkat tujuan yang  telah ditetapkan dalam batasan-batasan tertentu: yaitu, tugas yang harus dikerjakan, kondisi-kondisi di mana tugas harus dikerjakan, dan tingkat persyaratan keahlian.  Para  pelatih  harus menyiapkan  situasi belajar,  merinci  prinsip-prinsip  belajar, agar peserta pelatihan  terdorong  untuk belajar. Jadi, program pelatihan atau teknik mengajar harus  ditentukan secara pasti dan nyata, dan harus memenuhi kegiatan-kegiatan di dalam:

      membantu partisipasi aktif dari peserta pelatihan      meningkatkan pengetahuan dan hasil yang diperoleh harus dapat dikembangkan      metingkatkan efektivitas organisasi untuk menciptakan integrasi yang memiliki makna dari pengalaman belajar      memberikan pengokohan untuk perilaku yang diharapkan      memberikan latihan dan pengulangan apabila dibutuhkan      memberikan dorongan agar peserta pelatihan dapat mengembangkan tampilan kerjanya      membantu kesedian peserta pelatihan untuk berubah ke arah yang baik

  METODE PELATIHAN

      Ada dua metode utama yang digunakan, yaitu: (1) on the  job training, dan (2) off the job training .

On the job training Merupakan  metode  latihan yang banyak  digunakan,  para  pekerja dilatih tentang pekerjaan yang baru dengan pengawasan   langsung dari seorang pelatih  yang berpengalaman.  Pelatihnya  seringkali atasan langsungnya, hal  ini terjadi karena  para atasan langsung lebih berpengalaman  dan lebih mengetahui  isi pekerjaan dibandingkan dengan  para  pelatih  yang khusus apalagi para pelatih yang didatangkan dari luar.

      Berbagai macam metode dapat dikemukakan di sini, yaitu:      (1) Rotasi jabatan      Metode ini dalam hubungannya dengan memberikan pengetahuan

tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda  dan praktek berbagai macam keterampilan manajerial.  Tujuannya adalah untuk penyegaran dan meningkatkan pengetahuan   para peserta pelatihan.

      (2) Latihan instruksi pekerjaan

57

Page 58: Psikologi personel

      Suatu pelatihan dimana petunjuk-petunjuk pengerjaan  diberikan secara langsung pada pekerjaan. Motode ini  digunakan  untuk melatih para pekerja tentang  bagaimana cara  melaksanakan suatu pekerjaan yang  sedang mereka hadapi sekarang.   

(3) Magang          Merupakan proses belajar dari seorang pekerja atau beberapa orang

pekerja pada mereka yang lebih berpengalaman.           Pendekatan  ini dapat dikombinasikan dengan  metode  off the job

training.      (4) Coaching (Pembinaan)       Para penyelia atau atasan langsung membimbing,  melatih, dan

memberikan pengarahan kepada  para  pekerja  dalam melaksanakan pekerjaan yang sifatnya rutin.

      (5) Penugasan sementara      Penempatan  pekerja pada posisi manajerial atau  sebagai anggota

panitia tertentu untuk jangka waktu yang  telah ditetapkan.  Para pekerja  terlibat dalam  pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah organisasional.

      Off the job training      (1) Information presentation technique       Teknik  ini  merupakan suatu  pendekatan  yang  berusaha untuk

memodifikasi keterampilan, pengetahuan, dan  sikap peserta  pelatihan tanpa membutuhkan partisipasi  dalam  pekerjaan. Yang termasuk teknik ini adalah:

      a. Kuliah      Merupakan  metode klasik didalam  menyampaikan  suatu informasi.

Para peserta pelatihan diasumsikan sebagai pihak  yang pasif, sehingga keberhasilan  metode  ini tergantung  pada kemampuan dan keterampilan pelatih  dalam memberikan kuliah. Kelebihannya, banyak informasi  yang dapat diberikan kepada peserta  pelatihan, tetapi kelemahannya adalah tidak adanya atau kurangnya partisipasi dari peserta pelatihan dan umpan balik jarang muncul.  Keadaan seperti ini dapat diatasi dengan menggabungkan teknik diskusi atau teknik  lain selama proses kuliah berjalan. Jadi tidak  hanya  kuliah saja.

b. Presentasi melalui video      Presentasi  ini  serupa  dengan  bentuk  kuliah  yang biasanya

digunakan sebagai bahan atau alat  pelengkap pada bentuk-bentuk pelatiahn lainnya. Setiap  pelatih  dan  peserta  pelatihan  setiap saat dapat melihat kembali proses yang terjadi selama pelatihan berlangsung. Dengan demikian dapat memberikan  umpan  balik kepada pelatih mau pun peserta pelatihan.

      c. Metode konferensi      Pada metode ini para peserta pelatihan  mendiskusikan pemecahan

suatu permasalahan  yang  diberikan  oleh pelatih pada suatu kelompok kecil. Pemecahan  masalah ini  diawali  oleh  para peserta pelatihan secara mandiri,  baru kemudian didiskusikan  dalam kelompok kecil yang akan menghasilkan pemecahan masalah  oleh kelompok tersebut. Metode ini sangat baik dalam mengubah sikap dan perilaku seseorang.

58

Page 59: Psikologi personel

d. Instruksi terprogram      Materi pelatihan terbagi dalam beberapa bagian,  pada setiap   akhir

bagian tersebut  peserta   pelatihan diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan,  membuat  keputusan, memecahkan masalah dan segera diberikan umpan balik oleh ahli dari berbagai disiplin ilmu.

e. Instruksi melalui komputer      Metode  ini merupakan pengembangan  dalam  metodologi

instruksional. Para peserta  pelatihan  berinteraksi langsung dengan komputer. Komputer ini mampu  menilai   perkembangan  peserta pelatihan  dan menyesuaikannya dengan kebutuhan.

      f. T-Group (Sensitivity) Training      Teknik  ini  adalah suatu bentuk  pelatihan  kelompok   yang digunakan

untuk mengembangkan keterampilan interpersonal  dan berbagai tingkah  laku  sesuai dengan tanggung jawab pekerjaan di waktu  yang akan datang. Tujuannya adalah :

      belajar lebih banyak tentang diri mereka sendiri, khususnya mengenai emosi

- mengembangkan pengertian tentang bagaimana mereka bereaksi terhadap orang lain dan orang lain bereaksi terhadap mereka (reaksi timbal balik)

- mengetahui bagaimana kelompok bekerja dan mendiadgonis masalah-masalah hubungan antar manusia

- menyelidiki bagaimana harus berrtindak secara efektif dalam hubungan antar pribadi, khususnya bagaimana mengatur/mengelola orang lain tanpa menggunakan kekuasaan

- mengembangkan hubungan saling percaya mempercayai atas dasar kejujuran dan perasaan-perasaan diungkapkan secara terbuka

T-Group training ini merupakan kelompok diskusi  yang  kecil  tanpa kehadiran seorang  pemimpin   kelompok (peran pelatih hanyalah sebatas mengajukan pertanyaan  dan mengajukan komentar). Kelompok ini tidak memiliki struktur yang dapat memberikan motivasi kepada mereka untuk  mengeluarkan perasaannya sehingga  dapat  dianalisis dan ditangani secara rasional.

      T-Group training yang efektif melalui tiga tahap: Tahap pertama: Pencairan

      Suatu proses  awal dimana para peserta diberi kesempatan untuk mengembangkan perasaan-perasaan tidak puas mengenai perilaku mereka sebelumnya dan perilaku yang sekarang.

Tahap kedua: Perubahan      Pada tahap ini peserta diberi kesempatan mengadakan percobaan

dengan perilaku yang baru. Tahap ketiga: Pembekuan kembali

      Peserta  mengembangkan  suatu  keterikatan dengan perilaku yang baru yang  memang  baik  untuk  perkembangan kepribadiannya di kemudian hari.

g. Behavior modelling       Proses  pelatihan diawali dengan  mengadakan  diskusi mengenai

perilaku kepemimpinan untuk  memantapkan  apa  yang akan dilakukan oleh seorang penyelia.  Selanjutnya  sejumlah display

59

Page 60: Psikologi personel

modelling  atau peragaan  melalui video ditampilkan kepada peserta pelatihan. Peserta pelatihan selanjutnya memberikan jawab/reaksi terhadap  peragaan tadi dan bagaimana cara mengatasi  situasi (berbagai situasi).

     (2) Simulation method       Penggunaan  metode  simulasi ini  sebagai  suatu  teknik  mengajar yang

berusaha meningkatkan  kemampuan  peserta  pelatihan untuk menerapkan teori dalam  praktek  pada keadaan situasi tiruan yang menggambarkan situasi sebenarnya. Kunci keberhasilan penggunaan teknik ini adalah tersedianya sarana  simulasi  yang benar-benar menggambarkan  keadaan situasi sebenarnya. Dengan demikian pengambilan keputusan, analisis keadaan dan pemecahan masalah dapat dilakukan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

     Yang termasuk metode ini adalah:a. Penggunaan Peralatan Simulator

      Peralatan  yang dirancang berdasarkan  pada  situasi yang sebenarnya (misalnya simulator DC-10, B-747), peserta pelatihan bisa  berulang-ulang mencoba  simulator  tersebut  dengan   resiko terjadinya kesalahan/ kekeliruan  yang  rendah,  dan peserta dapat menerima umpan balik secara individual

b. Studi Kasus      Teknik  ini  dimaksud untuk  meningkatkan  kemampuan peserta

pelatihan dalam memecahkan  suatu  masalah. Biasanya masalah yang dicoba dipecahkan oleh peserta  pelatihan  adalah masalah nyata yang dihadapi oleh   organisasi dalam situasi sebenarnya. Analisis  harus dilakukan oleh masing-masing peserta. Biasanya pelatih akan meminta peserta untuk melakukan presentasi dihadapan pelatih dan peserta lainnya  tentang hasil analisisnya untuk  dibahas  bersama, peserta pelatihan diberi pengetahuan dan keterampilan  untuk  memecahkan suatu  permasalahan secara efisien dan efektif.

c. Bermain Peran      Teknik  ini merupakan suatu cara  yang  memungkinkan peserta

pelatihan untuk memainkan  berbagai  peran yang  berbeda. Efektivitas penggunaan metode  ini   sangat  bergantung pada kemampuan peserta dalam memainkan perannya (perannya sesuai dengan  realitas) yang diberikan  kepadanya. Teknik  ini memberikan tekanan pada masalah-masalah hubungan antar manusia,  terutama untuk melatih peserta mengembangkan kemampuan meilihat  persoalan dari kacamata  orang lain (mengembangkan  sikap empati). Apabila sikap empati dikembangkan dengan baik akan mempunyai arti  yang  sangat penting dan memudahkan untuk pemecahan  berbagai permasalahan yang dihadapi bersama dalam suatu organisasi.

      d. Permainan      Teknik ini adalah suatu cara mengajar dengan melibatkan peserta

pelatihan dalam memecahkan masalah,  merumuskan kebijaksanaan, penentuan taktik dan strategi dalam pengambilan keputusan. Ide pokoknya adalah bahwa sekelompok peserta program  pelatihan  diberi tugas untuk memecahkan suatu masalah dalam perusahaannya yang meskipun situasinya tiruan tapi diangkat dari  situasi sebenarnya yang

60

Page 61: Psikologi personel

sering dihadapi  oleh peserta pelatihan dalam praktek sehari-hari. Tujuan metode permainan ini adalah mempelajari cara  pengambilan keputusan yang lebih baik, memilih dan menganalisis  data yang saling berkaitan  sebagai bahan pemecahan masalah.

      e. In basket technique       Biasanya   digunakan  sebagai  suatu  teknik   untuk melatih  peserta

menentukan  skala  prioritas  yang tepat, menggunakan waktunya dengan seefisien mungkin  dan  untuk  mendelegasikan wewenang dengan sebaik-baiknya.  Dalam  teknik ini  peserta  diberi  uraian jabatan seperti tugas-tugas manajerial agar  peserta  mengerti jenis permasalahannya.

EVALUASI PELATIHANSalah  satu tahap yang paling sulit mengenai  pelatihan adalah

bagaimana melaksanakan evaluasi  pelatihan.  Apakah pelatihan  yang telah dilaksanakan itu efektif  atau  tidak?  Bagaimana  mengukur efektivitas pelatihan? Dampak  spesifik apa yang muncul dari setiap program pelatihan yang diberikan pada para pekerja.       Evaluasi pelatihan merupakan langkah yang penting, karena:  

a. memberi masukan kepada para pelatih apa yang harus diker jakan dan apa yang tidak perlu dilakukan.

b. proses evaluasi memberikan petunjuk kepada manajemen bahwa program pelatihan memberi dampak yang positif  terhadap kebutuhan jangka panjang (Arnold & McClure, 1989).

 Menurut  Mc Gehee (1961)  evaluasi  pelatihan  memiliki dua aspek, yaitua. menentukan apakah perubahan perilaku yang dihasilkan oleh program

pelatihan memberikan sumbangan pada pencapaian tujuan organisasi secara umum.

b. membandingkan berbagai teknik pelatihan untuk menentukan teknik pelatihan mana yang paling tepat yang dapat memberikan sumbangan pada pencapaian tujuan organisasi.

Program evaluasi suatu kegiatan penting setelah pelatihan dilaksanakan, tetapi banyak kendala yang dijumpai di lapangan. Menurut Wexley & Yukl (1977) sering dijumpai bahwa evaluasi terhadap program pelatihan ini kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Adapun alasan-alasan tersebut  antara lain adalah:

(1) Beberapa manajer merasa enggan mengevaluasi karena merasa yakin bahwa semua berjalan beres dan lancar      

(2) Banyak  pimpinan program pelatihan tidak  mempunyai  keterampilan yang memadai yang diperlukan untuk mengadakan  penelitian evaluasi

(3) Penyelenggaraan pelatihan  hanya didorong  oleh faktor peniruan saja (ikut-ikutan mengadakan  pelatihan tanpa  mengetahui apa tujuan diadakan program pelatihan tersebut), sehingga evaluasi dirasa tidak perlu dilakukan

(4) Beberapa model pelatihan sangat pelik, sehingga perilaku peserta pelatihan sulit untuk diukur (misalnya pelatihan untuk manajer tingkat atas)

(5) Biasanya  biaya untuk menyelenggarakan program  evaluasi cukup besar, sehingga banyak perusahaan berkeberatan mengeluarkan biaya yang cukup besar tersebut.

61

Page 62: Psikologi personel

(6) Beberapa manajer menganggap bahwa penyelenggaraan  program pelatihan  kurang membutuhkan  keterampilan  teknik statistik  dan eksperimental untuk  menilai  keefektifan  program pelatihan

Berhubungan  dengan  program  evaluasi  pelatihan,   Dessler  (1993) mengatakan bahwa ada dua hal yang mendasar yang harus diperhatikan  ketika akan mengevaluasi program  pelatihan  yaitu:

a. rancangan studi evaluasi yang akan dilakukan harus berkaitan dengan

b. kontrol percobaan yang akan digunakan hasil program pelatihan yang akan diukur

Elemen-elemen dalam evaluasi program pelatihan       Menurut Cascio (1991) melalui program pelatihan akan diperoleh  dua  hal yaitu apakah  program  pelatihan  tersebut berguna  atau  tidak. Berguna atau tidaknya suatu program  pelatihan  harus  dikaitkan  dengan  tingkah  laku peserta pelatihan  setelah kembali  bekerja  dan  dikaitkan  dengan tujuan pelatihan dan tujuan organisasi itu sendiri.   Elemen-elemen yang harus diperhatikan, yaitu:

(1) Kriteria  pengukuran yang digunakan harus bisa  menggambarkan sumbangan para peserta terhadap tujuan organisasi

(2) Kriteria dari diri peserta sendiri tentang kriteria keberhasilan(3) Eksperimen yang terkendali untuk dapat memastikan pelaksanaan

program pelatihan(4) Ketentuan-ketentuan untuk menyatakan hasil yang signifikan secara

teoretis maupun praktis      (5) Proses dan isi program pelatihan dibuat secara jelas, agar dapat

dianalisis secara logis (6) Aspek-aspek dari beberapa sistem yang mungkin  berpengaruh terhadap

pelatihan Efektivitas program pelatihan dapat dievaluasi  melalui  hasil  suatu pelatihan, kriteria yang  digunakan   adalah   reaction, learning, behavior, dan results (Kirkpatrick, dalam   Wexley & Yukl, 1977; Cascio, 1978; Watson, 1982; McCormick & Ilgen, 1985).      Reaction, untuk melihat kesan dan perasaan peserta pelatihan (ada  unsur

menyukai) mengenai program pelatihan  yang  diikutinya.  Reaksi yang menyenangkan dari sebagian besar  peserta  pelatihan  sangatlah penting, karena akan  menolong  untuk  lebih  menjamin dukungan organisasi terhadap setiap program  pelatihan, tetapi bukan suatu jaminan bahwa proses  belajar telah terjadi.

      Learning, ditunjukkan pada prinsip-prinsip, fakta-fakta, dan teknik-teknik bahwa materi pelatihan telah  dipahami  oleh peserta pelatihan. Evaluasi berdasar pada kriteria ini untuk  melihat apakah terjadi perubahan pada sikap, pengetahuan dan keterampilan   peserta  pelatihan.   Pengetahuan mengenai prinsip-prinsip   dan fakta-fakta  dapat   diukur   dengan menggunakan tes "paper-and-pencil” atau yang sejenisnya.

      Behavior,  merupakan  kriteria terbaik.  Penilaian  mengenai perilaku kerja akan didapatkan dari berbagai sumber yang  memenuhi  persyaratan yaitu dari atasan langsung, rekan  sekerja,dan dari bawahannya. Penilaian ini dilakukan beberapa bulan setelah pelatihan selesai, dan mereka telah

62

Page 63: Psikologi personel

menerapkan apa yang mereka dapatkan di dalam pelatihan. Penilaian dilakukan dengan memberikan angket/ kuesioner mengenai  perilaku kerjanya.Result,  kriteria  terakhir adalah hasil nyata  apakah  yang dapat  diukur  dari program  tersebut  seperti  pengurangan biaya,  peningkatan kualitas maupun kuantitas produksi,  dan   penurunan kemangkiran kerja.

Keempat  kriteria  ini sebaiknya diperhatikan  dalam  rangka evaluasi  efektivitas pelatihan. Pada tahap  penilaian  ini  diperlukan  seperangkat alat ukur untuk menjaring berbagai  aspek  seperti  peningkatan pengetahuan,  peningkatan hasil kerja  dan yang terutama adalah peningkatan/perubahan  sikap dan perilaku kerja yang mengarah kepada hasil yang  jauh  lebih baik. Agar penilaian memenuhi harapan, maka alat  ukur harus memenuhi syarat keterandalan dan kesahihan.

Tipe-tipe Program Evaluasi Pelatihan,      Pelaksanaan program evaluasi ini dilakukan dengan  menggunakan metode eksperimental (metode quasi experimental ) untuk melihat apakah program pelatihan benar-benar efektif  (Wexley & Yukl, 1977; Isaas & Michael, 1981; Watson, 1982; Landy, 1985; Arnold & McClure,1989; Schultz & Schultz,1990; Suryana Sumantri, 1996). Metode ini dapat menggunakan kelompok kontrol atau tanpa  kelompok kontrol, pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah  diberikan perlakuan (pelatihan), atau pengukuran hanya dilakukan sesudah diberikan perlakuan. Model yang digunakan   antara lain After-Only Design  dengan Kelompok Kontrol,   Pretest-Posttest Design dengan Kelompok Kontrol, Time-Series   Design, Solomon Four-Group,Multiple-Baseline Design, ataupun pengembangan dari disain-disain itu.      Pengumpulan data dilakukan pada setiap pengukuran  sebelum dan setelah diberikan perlakuan. Pengukuran dilakukan  pada kelompok eksperimen dan juga pada kelompok kontrol dengan menggunakan seperangkat alat ukur berupa daftar isian, angket/kuesioner dan dilengkapi wawancara dengan peserta pelatihan  dan para atasan langsungnya. Sebelum pelatihan dimulai kita harus menentukan kriteria evaluasi, kemudian  peserta pelatihan diberikan pretes untuk melihat seberapa jauh pengetahuan yang dimilikinya, sikap, motif dan tingkah  laku kerjanya sebelum mengikuti program pelatihan. Kadang-kadang  hasil  tes  seleksi dapat digunakan untuk  maksud  tersebut. Jika  pretes  tidak praktis, maka pengetahuan  para  peserta  dapat  diketahui dengan cara evaluasi yang  dilakukan  oleh para  penyelianya. Jika kemajuan peserta signifikan, artinya  hasil  ini tidak berasal dari karena adanya  peluang tetapi dapat  kita katakan program pelatihan ini  berhasil  membuat  perbedaan. Program dikatakan berhasil bila kemajuan yang diraih  sesuai dengan kriteria evaluasi dan dapat  ditransfer dalam pekerjaan dan dapat diukur dari kemajuan/peningkatan prestasi kerjanya. Langkah ini dapat dikatakan sebagai pengukuran setelah dilakukan pelatihan. Pengukuran ini dapat dilakukan berulang kali dalam kurun waktu tertentu, agar benar-benar  yakin bahwa program pelatihan memberikan suatu  sumbangan bagi tercapainya tujuan organisasi.

BAGAIMANA MENGUKUR EFEKTIVITAS SUATU PELATIHAN Banyak pendapat mengatakan bahwa validasi dan evaluasi pelatihan itu

harus selayak mungkin. Dalam berbagai ruang lingkup pelatihan, validasi dan

63

Page 64: Psikologi personel

evaluasi tersebut merupakan suatu kegiatan yang sangat sulit untuk dilakukan. Akan tetapi dengan berbagai cara, validasi dan evaluasi pelatihan tersebut dapat dilakukan, antara lain dengan menggunakan teknik-teknik wawancara, observasi dan pengisian angket.Pengukuran efektivitas pelatihan dirumuskan sebagai pengukuran yang bersifat umum untuk memastikan bahwa proses pelatihan adalah efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pelatihan. Di dalamnya termasuk juga evaluasi dan validasi pelatihan (Leslie Rae, 1986). Validasi, adalah membuat sesuatu menjadi valid, sah, dan dapat diuji/dibuktikan, sedangkan evaluasi adalah untuk memastikan seberapa banyak, ekspresi dalam bentuk angka ditemukan untuk dinilai dan diukur.

Beberapa pertanyaan untuk validasi dan evaluasi

Leslie Rae (1986), merumuskan aspek-aspek yang akan ditanyakan termasuk :(1) Isi (Masalah) Pelatihan

Apakah sesuai dengan kebutuhan akan pelatihan? Apakah up to date ?(2) Metode Pelatihan

Apakah metode yang digunakan itu tepat bagi materi pelatihan? Demikian juga apakan metode yang digunakan tersebut tepat untuk berbagai gaya belajar dari seluruh peserta pelatihan ?

(3) Jumlah atau banyaknya materi PembelajaranMateri kursusnya apa ? Apakah itu materi yang baru, atau materi yang diolah kembali dari materi sebelumnya ? Apakah dapat digunakan, apabila bukan materi yang baru, apakah sebagai materi yang telah teruji atau yang telah ditrevisi ?

(4) Keterampilan PelatihApakah pelatih memiliki sikap dan keterampilan untuk mengemukakan materi pelatihan sehingga dapat membangkitkan keinginan untuk belajar ?

(5) Panjangnya (lamanya) dan kecepatan suatu pelatihanApakah materi pelatihan yang diberikan dalam suatu pelatihan telah sesuai dengan lamanya dan kecepatan penyampaiannya ? Apakah beberapa aspek telah dikerjakan dan aspek yang lainnya telah dihemat ?

(6) Tujuan PelatihanApakah suatu pelatihan telah memuaskan yang ditunjukkan dengan tercapainya tujuan? Apakah peserta pelatihan memiliki kesempatan untuk mencoba memuaskan beberapa tujuan pribadinya ? Apakah kebutuhannya telah muncul ? Apakah tujuan pribadinya telah terpuaskan ?

(7) Sesuatu yang dihilangkanApakah ada aspek yang penting yang dihilangkan dari program pelatihan tersebut ? Apakah ada materi yang termasuk tidak penting ada dalam materi pelatihan secara keseluruhan ?

(8) Transfer of learningBerapa banyak materi pembelajaran yang dapat diaplikasikan setelah kembali ke dunia kerja ? Apabila sangat terbatas bahkan tidak ada sama sekali, kenampa demikian ? Faktor-faktor apa yang dapat menghambat atau membantu transfer of learning ?

(9) Akomodasi

64

Page 65: Psikologi personel

Apabila akomodasi pelatihan berada dalam pengawasan pelatih, atau hal itu sesuai dengan model pelatihan, apakah akomodasi tersebut dapat diterima? Bagaimana makanannya apakah memuaskan ?

(10) KesesuaianPertanyaan terakhir mengenai pengukuran validasi, apa relevansinya pendekatan pelatihan secara keseluruhan ? Apakah kursus/seminar/konferensi/lokakarya/ totorial/penugasan dalam kaitannya dengan pembinaan/pelatihan, dsb. memberi peluang untuk meningkatkan pengertian dan tampilan hasil belajar ?Pertanyaan untuk evaluasi, rancangan pendekatan yang disarankan apakah dapat diaplikasikan dalam dunia kerja yang nyata ? Jawaban suatu pertanyaan tergantung pada periode waktu yang berlangsung antara pelaksanaan pelatihan dan evaluasi.

(11) Aplikasi BelajarBerapa banyak aspek-aspek dari suatu pekerjaan termasuk elemen-elemen pekerjaan yang secara langsung merupakan hasil dari belajar ? Aspek baru yang mana dari pekerjaan yang dapat dinyatakan sebagai hasil belajar ? Aspek-aspek belajar yang mana yang tidak dapat diaplikasikan dalam dunia kerja ? Kenapa tidak?

(12) EfisiensiApakah tingkat keefisienan atau keefektifan kerja, merupakan hasil dari suatu pelatihan ? Kenapa ? Pertanyaan ini juga ditujukan pada atasan dan bawahan, tetapi, dalam banyak kasus, memiliki tingkat subjektivitas yang tinggi dan pertanyaan akan menjadi lebih luas jangkauannya.

(13) Kemampuan mengingat apa yang telah terjadi. Dengan berjalannya waktu dan percobaan untuk mengaplikasikan hasil belajar, apakah ada beberapa perubahan yang dirasakan dan diingat yang merupakan jawaban dari suatu validasi pelatihan ?

65

Page 66: Psikologi personel

BAB V

PENILAIAN HASIL KERJA

Kegiatan PA tidak terlepas dengan prestasi kerja dan tampilan kerja seseorang yang telah dicapainya dalam kurun waktu tertentu. Seorang pekerja menunjukkan tampilan kerjanya berdasarkan hasil interaksi antara individu dan organisasi di mana ia berada (lingkungan kerja) yang dapat diartikan sebagai tingkah laku yang diarahkan untuk menyelesaikan tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai, antara lain, jumlah produk yang dihasilkan, dapat mengatasi konflik dengan teman sekerja, dapat melaksanakan pekerjaan dalam batas waktu tertentu (Campbel & Pritchard, 1964). Prestasi/hasil kerja merupakan hasil dari suatu kegiatan atau tingkah laku atau tampilan kerja yang selalu dihubungkan dengan pencapaian sasaran/tujuan yang harus memenuhi standar mutu. Hasil kerja ini biasanya digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan atau keefektifan seorang pekerja dan dapat digunakan sebagai umpan balik bagi perusahaan dan pekerja itu sendiri. Dari hasil kerja yang dicapai, perusahaan dapat mengadakan program pemberian imbalan dan hukuman yang sesuai untuk memacu tampilan kerja seseorang. Bagi pekerja yang memiliki motif prestasi yang tinggi, hasil kerja digunakan sebagai standar untuk peningkatan tampilan kerjanya. Pengertian hasil kerja sering dikaitkan dengan job performance. Job performance merupakan sejumlah keberhasilan yang dapat diraih dalam melaksanakan suatu pekerjaannya. Untuk memahami dan meramalkan variasi yang terjadi dalam tingkah laku kerja dan hasil kerja perlu diperhatikan keberadaan motif, kemampuan dan upaya yang dimiliki para pekerja (Ivancevich, dkk, 1977). Kombinasi antara kemampuan dan upaya/usaha seseorang akan menghasilkan tingkah laku tertentu yang khusus yang kemudian akan menentukan hasil kerjanya. Upaya/usaha merupakan sejumlah energi yang dikerahkan individu untuk tingkah laku tertentu. Tingkat upaya/usaha akan dipengaruhi oleh motif yang ada pada diri individu itu sendiri. Menurut Cummings & Schwab (1973), Porter & Lawler (1968), Vroom (1960), hasil kerja merupakan fungsi dari tiga peubah yang meliputi kemampuan, tingkat motivasi, sifat dan peranan persepsi (Steers & Porter, 1979). Tingkat upaya/usaha yang dimiliki oleh seorang pekerja dalam melaksanakan tugasnya merupakan cerminan dari kuatnya motif seseorang. Seorang pekerja yang memiliki upaya/usaha yang kuat, maka hasilnya akan lebih baik jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tingkat usaha yang rendah. Faktor lain yang turut menentukan hasil kerja adalah kemampuan, yaitu potensi seorang pekerja untuk melaksanakan pekerjaan, baik kemampuan fisik mau pun mental. Peranan faktor persepsi akan terlihat dari bagaimana cara seorang pekerja dalam mengamati tingkah laku apa yang dituntut oleh pekerjaannya. Seorang pekerja akan lebih berhasil jika ia mengetahui secara tepat tingkah laku kerja yang bagaimana yang diperlukan dalam menghadapi pekerjaannya. Faktor lain yang dianggap turut mempengaruhi performance adalah faktor lingkungan

66

Internal

Supply of human

resource

External

Page 67: Psikologi personel

(lokasi perusahaan, citra perusahaan, prestise perusahaan) dan sifat organisasi (kondisi kerja, kohesi kelompok, sistem imbalan, job design, kepemimpinan dan perubahan organisasi). Untuk mengukur prestasi/hasil kerja dapat digunakan 3 cara, yaitu dapat diukur dari:(1) Ukuran yang obyektif, yang merupakan ukuran dari output, jumlah unit yang

dikerjakan, jumlah yang dapat dijual, jumlah keuntungan.(2) Penaksiran terhadap keberhasilan pekerja oleh pekerja lain, atasan

langsung atau oleh manajernya.(3) Penaksiran keberhasilan kerja oleh pekerja itu sendiri.Untuk melakukan pengukuran ini harus diperhatikan mengenai jenis pekerjaan, Schultz (1973) membagi dua jenis, yaitu:(1) Production job Jenis pekerjaan yang menghasilkan keluaran tertentu yang secara kuantitatif

dapat dibuat standar yang obyektif untuk melihat keberhasilan pelaksanaan kegiatan seorang pekerja. Penilaian untuk jenis pekerjaan ini selain dilihat dari segi kuantitasnya, juga segi kualitasnya. Beberapa contoh misalnya:

- kuantitas hasil kerja, yaitu jumlah unit yang dihasilkan dalam waktu tertentu - kualitas hasil kerja, yaitu jumlah unit kesalahan yang dilakukan

- kecelakaan, yaitu berapa kali kecelakaan terjadi dan jenis atau tingkat kecelakaannya

- kemangkiran, yaitu berapa jumlah hari mangkir(2) Non Production job Hasil pekerjaan ditentukan secara kualitatif, penilaian berdasarkan human

judgement atau pertimbangan subyektif, oleh karena itu harus diusahakan agar terdapat standar penilaian yang obyektif.

Selain itu, dalam membahas masalah performance perlu diketahui perbedaan antara potential performance dan actual performance. (a) Potential performance, merupakan kekuatan atau upaya yang dimiliki

pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya dan memperoleh hasil yang maksimal. Kekuatan atau upaya ini merupakan faktor 'dalam' yang menunjang keberhasilan kerja, seperti minat, motivasi, kemampuan, keterampilan.

(b) Actual performance, merupakan taraf hasil kerja nyata atau keluaran. Hal ini menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pekerja dalam melaksanakan pekerjaan dalam lingkungan kerjanya.

PERFORMANCE APPRAISAL ( P A )

Suatu uraian yang sistematis mengenai kekuatan dan kelemahan individu atau kelompok yang berhubungan dengan tugas pekerjaan. (Cascio, 1991)Suatu evaluasi yang sistematis mengenai pekerja yang dilakukan oleh atasannya langsung atau orang lain yang mengetahui prestasi kerjanya. (Tiffin & Mc. Cormick, 1962)Penilaian formal dan sistematik mengenai bagaimana pegawai melaksanakan tugas atau pekerjaannya dihubungkan dengan standar yang telah ditentukan. (Gatewood & Field, 1990)

67

Page 68: Psikologi personel

TUJUAN PA

A. Tujuan pengembangan diri

1. Meningkatkan hasil kerja pegawai dengan membantu menyadarkan agar menggunakan seluruh potensi yang dimiliki, memperbaiki dan mengembangkan kecakapan kerja pegawai melalui pemeriksaan secara periodik oleh atasannya

2. Memberikan informasi bagi pegawai dan para manajer yang berguna dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan kerja

3. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kekurangmampuan serta kelemahan pegawai, sehingga didapat bahan pertimbangan apakah pegawai yang bersangkutan perlu diikutsertakan dalam program pelatihan tertentu

4. Meningkatkan motivasi kerja pegawai, dengan tujuan merangsang prestasi kerja yang tinggi

B. Tujuan Administratif

1. Membantu pengambilan keputusan yang berhubungan dengan personel, seperti promosi bagi pegawai yang memiliki prestasi yang baik, transfer pegawai, PHK terhadap pegawai, pelatihan, disiplin pegawai, dan penyesuaian gaji pegawai.

2. Sebagai alat menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan 3. Sebagai kriteria seleksi dan penempatan pegawai.

4. Sebagai dasar menilai efisiensi produksi dari organisasi termasuk bagian-bagian di dalamnya.

5. Membantu mendiagnosa berbagai permasalahan di dalam perusahaan

SYARAT-SYARAT PA YANG EFEKTIF

1. Relevance Ada kaitan yang jelas antara standar tampilan kerja dari suatu tugas dan tujuan organisasi, dan ada kaitan yang jelas antara elemen tugas dan dimensi-dimensi yang dinilai dalam lembaran penilaian

2. SensitivitySistem penilaian yang digunakan dapat membedakan antara pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif

3. ReliabilityHasil penilaian yang diperoleh menunjukkan konsistensi yang tinggi

4. AcceptabilityJenis dan tingkat perilaku kerja yang dinilai dapat diterima oleh kedua belah pihak (atasan dan bawahan)

5. PracticalityMudah dimengerti dan digunakan oleh manajer dan pegawai

68

Page 69: Psikologi personel

SYARAT LEMBAR PA YANG BAIK

1. SIMPLICITY Mudah dimengerti dan digunakan

2. RELEVANCEMemberikan informasi tentang situasi tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang sebenarnya

3. DESCRIPTIVENESS Memberikan kejelasan pengertian bagi setiap orang yang membacanya

4. ADAPTIBILITYMemungkinkan manajer menggunakannya pada departemen dan fungsi yang berbeda, mengadapatasikannya kedalam situasi kebutuhan tertentu

5. COMPREHENSIVENESSMampu menggambarkan keseluruhan aspek pekerjaan pegawai secara lengkap

6. OBJECTIVITYKriteria yang didefinisikan mengukur faktor yang diinginkan dengan benar

METODA-METODA DALAM PA

1. NARRATIVE ESSAYPenilai menuliskan kekuatan, kelemahan, potensi yang dimiliki pegawai dan juga memberikan saran-saran untuk meningkatkan kemampuan bawahannya. Pendekatan ini berasumsi bahwa penilai memiliki pengetahuan yang luas mengenai prestasi kerja pegawai.Dengan bentuk essay, maka penilai dapat memberikan umpan balik secara rinci mengenai prestasi kerjanya, tetapi ia tidak dapat membuat perbandingan antar individu, antar kelompok, atau antar departemen. Hasil penilaian akan sulit digunakan untuk pengambilan keputusan personel, karena setiap pegawai tidak dapat secara obyektif dibandingkan dengan pegawai yang lain.

2. RANKING SYSTEMRanking yang sederhana hanya menuntut penilai membuat daftar atau peringkat pegawai dari yang berprestasi tinggi sampai yang paling buruk dalam suatu karakteristika khusus, atau dalam suatu kriteria efektivitas kerja secara umum

3. PAIRED COMPARISONSMetoda ini lebih sistematis dalam hal mem-bandingkan antar pegawai.

Pada metoda ini semua pegawai dipasangkan/ dibandingkan dengan setiap pegawai yang lain. Penilai diminta untuk memilih yang terbaik dari tiap pasang, dan tiap peringkat (ranking) pegawai ditentukan oleh berapa kali dinilai baik.

69

Page 70: Psikologi personel

PASANGAN PEGAWAI TERBAIK PERINGKAT PEGAWAI

A B A 1 CA C C 2 AA D A 3 DA E A 4 FA F A 5 BB C C 6 EB D DB E BB F FC D CC E CC F CD E DD F DE F F

4. FORCED DISTRIBUTIONPegawai dinilai atas dasar tampilan kerja secara keseluruhan, dan seluruh pegawai dikelompokkan ke dalam kategori-kategori berdasarkan persentase tertentu. Biasanya dengan jumlah pegawai atau bawahan yang banyak (di atas 10 orang)Misalnya kategori Kurang (10%), Sedang (20%), Cukup (40%), Baik (20%), dan Amat Baik (10%). Penilai harus menempatkan pegawai-pegawainya ke dalam setiap kategori tersebut, tanpa memperhitungkan kemampuan apa yang dinilai.

5. BEHAVIORAL CHECKLISTPenilai memiliki daftar pernyataan mengenai perilaku yang berhubungan dengan kerja, lalu penilai memberikan tanda V pada setiap pernyataan yang menggambarkan perilaku pegawai yang sedang dinilai.

70

Page 71: Psikologi personel

Inisiatif

Penuh inisiatif, mencetuskan gagasan-gagasan baru dan melaksanakannya, selalu menunjukkan kemauan mempelajari hal-hal baru

Sering mencari tugas baru untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kerja, memiliki banyak gagasan, menunjukkan usaha untuk mempelajari hal-hal baru

Mau mencari dan melaksanakan pekerjaan tanpa harus diperintah, sepanjang terkait dengan peker-jaan yang memang menjadi tanggung-jawabnya, mau menerima hal-hal baru

Jarang menunjukkan inisiatif di bidang pekerjaan, mengerjakan pekerjaan yang sifatnya rutin

Membutuhkan dorongan dan selalu menunggu perintah dalam melaksanakan pekerjaannya

Motivasi dan kemauan untuk berprestasi

Berusaha untuk mencapai hasil kerja yang diha-rapkan dan mau mengem-bangkan standar kerja dan menjadi yang terbaik di ling-kungan kerjanya

Berusaha untuk mencapai hasil kerja yang diharapkan dan berupaya meng-hindari kegagalan & berusaha mem-perbaiki kesalahan

Berusaha untuk mencapai hasil kerja yang diharapakan

Bekerja sesuai dengan yang diperintahkan tanpa menetapkan standar kerjayang diharapkan

Bekerja dengan apa adanya

6. CRITICAL INCIDENTSPenilai diminta melihat dan menilai kejadian-kejadian yang menunjukkan perilaku kerja (pada keadaan/peristiwa tertentu) dari para pegawainya, apakah termasuk berhasil atau gagal.Sebelumnya penilai menyusun faktor-faktor yang menunjukkan kriteria keberhasilan dan kegagalan. Dengan demikian penilai dapat mencocokkan penilaiannya terhadap tampilan kerja pegawai dengan kriteria tersebut.

7. GRAPHIC RATING SCALEPenilaiannya digambarkan dalam suatu garis skala penilaian (yang tediri dari beberapa faktor yang dinilai), dan tiap skala memiliki bobot penilaian tertentu. Dengan menggunakan metoda ini penilai dapat membandingkan antara pegawai yang satu dengan yang lain.

Contoh :

Bobot 1 : S k a l a Kehadiran : Baik sekali 7 6 5 4 3 2 1 Jelek sekali Bobot 2: Cara kerja : Baik sekali 14 12 10 8 6 4 2 Jelek sekali Disiplin kerja : Baik sekali 14 12 10 8 6 4 2 Jelek sekali Bobot 3:

Kualitas kerja : Baik sekali 21 18 15 12 9 6 3 Jelek sekali Prestasi kerja : Baik sekali 21 18 15 12 9 6 3 Jelek sekali

8. BEHAVIORALLY ANCHORED RATING SCALES (BARS)Merupakan variasi metoda graphic rating scale, yang setiap faktor dan dimensi penilaian diberi uraian penjelasan, sehingga semua penilai yang menggunakan alat PA ini memiliki standar penilaian yang sama. Metoda ini merupakan usaha untuk mengevaluasi tampilan kerja pegawai dalam bentuk tingkah laku spesifik, dan mengungkapkan perbedaan antara yang efektif dan tidak efektif.

71

Page 72: Psikologi personel

Penilai memiliki daftar dari sejumlah pernyataan mengenai perilaku yang berhubungan dengan kerja dalam suatu bentuk skala penilaian, dan tiap skala memiliki bobot penilaian. Lalu penilai memberikan tanda atau melingkari salah satu skala penilaian untuk setiap pernyataan mengenai perilaku pegawai yang sedang dinilai.

9. SASARAN KERJA INDIVIDUAL (SKI)Adalah suatu system penilaian kinerja individu terhadap sasaran-sasaran atau target yang dicapai berdasatrkan sasaran atau target yang telah ditentukan sebelumnya. Dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi semua pegawai/pegawai berupa sasaran kerja yang hendak dicapai pegawai/pegawai dalam waktu satu tahun, yang dapat diukur dan mengacu pada Bidang Prestasi Kunci (BPK) yang telah ditetapkan. SKI disusun dengan berpedoman pada deskripsi tugas (job description) yang mendukung tercapainya rencana kerja dasn anggaran. Setiap pegawai/pegawai harus memahami dengan baik job decription-nya dan menyusun rincian job description dan tugas tambahan ke dalam rincian program kerja, sub program kerja dan targetnya.Kelancaran pelaksanaan SKI, dapat diketahui dari laporan berkalan tiap 3 bulan sekali, sebagai control bagi pegawai/pegawai yang melaksanakan pekerjaan, termasuk juga control bagi atasannya.

Tujuan SKI, (1) Agar setiap pegawai dapat mengetahui apa yang diharapkan

perusahaan dari dirinya dan bagaimana cara memenuhi harapan tersebut,

(2) Mengevaluasi hasil dan proses kerja, sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk kinerja perusahaan dan individu,

(3) Sebagai dasar pemberian penghargaan atas prestasi yang dica[pai pegawai selama satu tahun.

Hasil ahir dari proses SKI adalah Nilai Kinerja Individu (NKI) yang merupakan gabungan dari Nilai Proses Kerja (NPK) dan Nilai Pembinaan SDM, sehingga akan berpengaruh terhadap aspek-aspek pengembangan sumber daya manusia

NPK: Meliputi perencanaan (plan), pelaksanaan (do), evaluasi (check), dan tindakan perbaikan (action) atau disingkat PDCA, ditambah dengan aspek kerjasama (team work). NPK adalah pengendalian yang dilakukan dari awal proses hingga ahir proses. Tujuan dari pengendalian, agar supaya masalah dapat segera diketahui melalui evaluasi, dan dapat segera ditanggulangi melalui perbaikan.

YANG DAPAT MELAKUKAN PA1. ATASAN LANGSUNG

Penilaian oleh atasan langsung sering dilakukan, karena ia memiliki otoritas formal untuk melakukan penilaian dan memberikan pengawasan imbalan yang akan diberikan. Selain itu. orang tersebut adalah orang

72

Page 73: Psikologi personel

yang paling banyak memiliki kesempatan untuk mengobservasi tampilan kerja bawahannya. Pada kenyataannya penilaian yang dilakukan oleh atasannya seringkali ditambahkan pula dengan keputusan dari atasan yang lebih tinggi tingkatnya.

2. REKAN KERJAPenilaian dapat pula dilakukan oleh rekan kerjanya untuk membangun suatu keputusan yang akurat

3. DIRI SENDIRIPelaksanaan peneilaian dilakukan oleh pegawai itu sendiri, yaitu dengan meminta pegawai untuk menilai prestasi dan kemampuannya sendiri. Prosedur ini biasa digunakan oleh manajer dan atasannya untuk memba-ngun satu perangkat tujuan yang sama, seperti dikembangkannya suatu baru, atau memperbaiki kelemahannya. Setelah itu manajer menemui atasannya dan mendiskusikannya seberapa baik pegawai itu telah mencapai tujuannya.Hasil penilaian yang diperoleh cenderung lebih tinggi dari penilaian yang diberikan oleh atasannya, dan menunjukkan toleransi yang lebih besar. Tetapi kelemahannya ini dapat dikurangi dengan cara hasil penilaian divalidasikan dengan kriteria yang lebih obyektif

4. BAWAHANNYAPendekatan ini masih jarang digunakan.Tiga keuntungan apabila penilaian dilakukan oleh bawahannya:

(1) Bawahan memiliki posisi yang lebih baik untuk mengobservasi dan menilai beberapa aspek tingkah laku manajernya, dibandingkan dengan rekan kerjanya atau atasannya.

(2) Karena beberapa penilaian dilakukan oleh sejumlah orang, maka informasi yang diperoleh menjadi lebih banyak bila dibandingkan dengan penilaian oleh satu orang, yaitu dari atasannya saja.

(3) Memberi kesempatan berpartisipasi dalam memberikan penilaian terhadap atasan, dapat meningkatkan kepuasan dan moril kerja bawahan.

Penilaian dari bawahan menunjukkan korelasi yang positif dengan penilaian dari atasan dan penilaian yang dilakukan oleh dirinya sendiri.

KEKELIRUAN DALAM PENILAIAN

1. HALO ERRORKekeliruan yang paling sering terjadi didalam PA, bila penilai melakukan generalisasi suatu aspek hasil kerja pegawai terhadap seluruh aspek hasil kerjanya, karena penilai mengetahui (mengira mengetahui) bahwa pegawai tersebut tinggi atau rendah pada salah satu aspek tertentu

2. CONTRAST ERRORTerjadi bila pegawai dinilai dengan lebih berdasarkan pada hasil perbandingan pegawai yang satu dengan yang lainnya, bukan pada standar tampilan kerja yang obyektif.

3. RECENCY ERROR

73

Page 74: Psikologi personel

Terjadi bila penilaian berdasarkan pada tampilan kerja terakhir pegawai yang bersangkutan. Hal itu mungkin terjadi bila penilaian hanya dilakukan setelh periode waktu tertentu

4. LENIENCY and SEVERITY ERRORTerjadi bila penilai memberikan penilaian lebih tinggi daripada keadaan sebenarnya karena terlalu berbaikhati/toleran (leniency error) atau penilaian lebih rendah dari keadaan yang sebenarnya karena terlalu kaku/keras (severity error).

5. CENTRAL TENDENCY ERRORTerjadi bila penilai cenderung memberi penilaian terhadap hasil kerja seluruh atau beberapa pegawai di sekitar pertengahan skala penilaian yang ada, penilai menghindari penilaian yang ekstrim tinggi atau rendah, sehingga pegawai yang dinilai tidak dapat dibedakan secara tajam.

6. CONSTANT or SYSTEMATIC BIASKesalahan penilaian yang bersumber pada standar atau kriteria yang digunakan oleh para penilai yang tidak sama. Penilaian menjadi tidak adil.

BAB VI

BIMBINGAN DAN KONSELING

BIMBINGAN : Proses bantuan mengembangkan diri sesuai potensi agar dapat menyesuaikan diri secara optimal

KONSELING:Proses belajar menyelesaikan masalah pribadi, agar dapat lebih bahagia dan produktif

Tujuan dan Fungsi:Mengapa perlu Bimbingan dan Konseling ?

Manusia tidak lepas dari masalah Manusia ingin mengatasi masalah Tidak semua insan mampu mengatasi masalah, ada yang perlu

bantuan Bila masalah tidak terselesaikan, akan berpengaruh negatif(Problem belajar IPK menurun)

Jadi Tujuan B & K Membantu individu mengenal dirinya, potensi-potensinya, untuk

mengambil langkah-langkah bijaksana Membantu individu untuk melihat masalahnya, sehingga dapat

mengambil langkah yang tepat dalam mengatasinya Membantu individu untuk mampu memecahkan masalahnya sendiri,

agar dapat menyesuaikan diri dengan baik

74

Page 75: Psikologi personel

Fungsinya: Bantuan bersifat prefentif

- Mencegah jangan timbul masalah - Memberi informasi

Bantuan bersifat korektif/remedial- Membantu menyelesaikan masalah- Bila sudah timbul problem

Bantuan bersifat preservatif- Menjaga keadaan yang telah baik, jangan sampai menjadi tidak

baik (memelihara)

BIMBINGAN Merupakan suatu proses yang berkesinambungan Untuk membantu individu yang memerlukannya Dalam upaya mengembangkan diri secara optimal Sesuai dengan potensi, bakat, dan minat yang dimilikinya Agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya Yang dilakukan oleh orang yang memeiliki kualifikasi sebagai ahli

di bidang bimbingan

KONSELING Merupakan suatu proses belajar Yang pada umumnya dilakukan dalam situasi sosial yang sederhana,

yaitu dalam hubungan antara dua orang Dilakukan oleh seorang konselor yang kompeten secara profesional

di bidang ilmu perilaku khususnya psikologi Dalam upaya membantu klien Menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan klien Dalam rangka program bimbingan pendidikan

Secara keseluruhan agar klien: mengenal dirinya lebih dalam belajar menerapkan pemahaman tersebut secara efektif dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan-tujuan yang telah

diprediksi secara cermat dan ditetapkan secara realistis

Fungsinya: Nasihat Pemberian jaminan Komunikasi Meredakan ketegangan emosi Berpikir jernih Reorganisasi, agar terjadi perubahan dalam tujuan-tujuan dan

nilai-nilai hidupnya, sehingga dengan demikian, klien akan menjadi anggota masyarakat yang lebih bahagia dan lebih produktif

KONSELING dapat dilaksanakan oleh seseorang yang Profesional (ahlinya) Tidak profesional (mereka yang tidak dilatih)

75

Page 76: Psikologi personel

TIPE-TIPE KONSELING Directive counseling DC Non directive counseling NDC Participative counseling PC

KONSELOR DC

PENGAMBILAN PC KEPUTUSAN

NDC KLIEN

a. Directive CounselingDirective counseling merupakan proses mendengarkan masalah klien.

Kemudian menentukan apa yang harus dilakukan klien (ada tugas yang diberikan kepada klien). Contoh: apabila ditemukan bahwa klien ternyata lebih aktif dengan kegiatan non-akademis, maka konselor menyarankan untuk lebih banyak studi dan mengurangi/ meniadakan kegiatan non-akademis.b. Non-Directive Counseling

Non-directive counseling berada diujung yang berlawanan dari directive counseling. Disini konselor mendengarkan permasalahan klien, kemudian berusaha untuk merefleksikan/ mencerminkan kembali apa yang dikatakan oleh klien sehingga konselor disini bertugas sebagai cermin dan klien dapat melihat permasalahannya sendiri/ kembali melalui cermin ini. yang diharapkan disini adalah timbulnya ‘insight’ atau lebih tepat emotional insight sehingga dengan cara demikian diharapkan klien dapat menemukan jalan keluarnya sendiri.

Pernah pula terjadi bahwa selama konselor mendengarkan dengan seksama apa yang dikemukakan klien, klien secara tiba-tiba menemukan jalan keluarnya melalui emotional insight tanpa konselor mengatakan sesuatu bahkan tidak tahu persis permasalahan klien yang sebenarnya. Hal ini membuktikan juga bahwa kadang-kadang manusia memerlukan seseorang pendengar yang baik saja.

Dari segi tanggung jawab, maka pada: Directive counseling, tanggung jawab untuk sebagian besar berada pada

pihak konselor. Hal ini adalah berat mengingat resikonya. Non-directive counseling, tanggung jawab untuk sebagian besar berada pada

pihak klien sendiri, karena ia sendirilah yang telah menentukan jalan keluarnya.

Dari segi efektivitas, maka untuk: Directive counseling, dapat efektif untuk permasalahan yang betul-betul jelas

dengan kriteria-kriteria yang jelas pula. Misalnya untuk cara studi yang benar. Non-directive counseling lebih efektif untuk permasalahan yang tidak jelas

latar belakangnya dalam pengertian ada sesuatu yang tersembunyi dibalik permasalahan itu.

Dari segi posisi, maka pada : Directive counseling, konselor berada diatas klien. Ia (konselor)

menekankan, memerintah, menyuruh.

76

Page 77: Psikologi personel

Non-directive counseling, klien berada setara dengan posisi konselor. Lebih bersikap mengerti, memahami, berempathy.

Dari segi tingkat kesulitan, pada: Directive counseling, konselor perlu menguasai bidangnya dengan benar-

benar, agar dapat menjaga jangan sampai terjadi salah kaprah. Selain itu ada baiknya pula bila konselor menguasai beberapa teknik treatment lain seperti hipnotis, sugesti, konditioning dan sebagainya karena mungkin saja dibutuhkan dalam langkah-langkah selanjutnya.

Non-directive counseling, konselor selain menjadi pendengar yang baik, ia perlu pula mengahlihan diri dalam verbalisasi. Ia perlu jeli terhadap proses apa yang terjadi dalam diri klien dan berupaya menterjemahkannya dalam bentuk lain sehingga mengklasifikasi permasalahan bagi diri klien.

ETIKA BIMBINGAN & KONSELINGETIKA :

Standar yang ditetapkan kelompok untuk mengatur tingkah laku para anggotanya, yaitu berupa tingkah laku yang patut dan tidak patut dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang konselor.

KODE ETIK BIMBINGAN & KONSELING Menjamin kerahasiaan klien/klien (kepercayaan) Mengenali dan menyadari keterbatasan diri Tidak bertanya tentang hal yang sekecil-kecilnya yang tidak relevan

dengan permasalahan klien Perlakukan klien/klien seperti keinginan anda diperlakukan

oleh orang lain

KEWENANGAN 1. Melakukan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap

kelancaran belajar mahasiswa2. Melacak gangguan-gangguan belajar yang dialami mahasiswa di lingkungan

perguruan tinggi yang berkaitan dengan perencanaan studi proses belajar penyesuaian diri dan kontak sosial situasi-situasi hidup yang menekan

3. Memberikan bantuan kepada mahasiswa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran yang menghambat belajar mahasiswa

4. Meneruskan permasalahan yang bukan wewenangnya kepada ahli-ahli yang berkepentingan (misalnya: psikolog atau psikiater)

PERSYARATAN KONSELOR Mempunyai panggilan akan tugas-tugas pemberian pelayanan kepada

orang lain yang memiliki permasalahan yang sulit untuk dipecahkan. Mengingat bahwa pekerjaan seorang konselor adalah membantu menyelesaikan kesulitan-kesulitan tersebut, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh konselor, yaitu:

Kemampuan untuk mendengarkan secara sungguh-sungguh kesulitan seseorang

77

Page 78: Psikologi personel

Kemampuan untuk mengadakan empati, yaitu kemampuan konselor untuk dapat menghayati apa yang dirasakan oleh kliennya, untuk dapat menyelemai pikiran, perasaan, cita-cita kliennya. Kemampuan empati ini hendaknya jangan menjadi sikap ‘terbawa’ oleh klien, tetapi tetap dapat mempertahankan jarak antara klien dan konselor

Kemampuan untuk mengadakan komunikasi verbal sesuai dengan keadaan klien. Konselor hendaknya dapat menyatakan diri secara jelas bagi kliennya, dengan menggunakan kata-kata, bahasa, yang dapat dimengerti oleh kliennya.

Kemampuan untuk menunjukkan sikap yang ‘menerima’ dan sikap ‘tidak menilai sebelumnya’. Sikap ini perlu untuk membina suatu situasi percakapan, situasi wawancara yang saling mempercayai, menghargai agar dapat dikembangkan sikap yang positif dari klien terhadap klienor dan juga terhadap orang lain. Sikap ‘menerima’ ialah sikap konselor yang menerima kliennya sebagai suatu individu yang unik, lain dari individu yang lain. Sikap ini bukan berarti bersimpati atau memihak, atau setuju dengan klien.Sikap permisif adalah suatu suikap yang ‘tidak menilai’ yanag akan memberikan kepada klien kebebasan dan suasana untuk mengarahkan pembicaraannya, untuk mengutarakan, atau menyembunyikan perasaan-perasaannya.

Merupakan seorang yang dapat bekerjasama dengan orang lain, seorang yang mau memberikan dan mencari keterangan-keterangan lain yang diperlukan demi kebaikan dari klien yang dibimbingnya, serta serasi dan sesuai dengan peranan sebagai konselor yang diberikan atau diharapkan dari lingkungan kerjanya.

Persyaratan lainnya: Cerdas, Segar, Perhatian, Mengerti orang lain, Humor, Toleran,

Kesanggupan bergaul, Kerjasama, Dapat menerima rangsang dari luar, Memperhatikan perkembangan sosial, Dalam keadaan utuh/seimbang

Rasa sayang terhadap kaum muda, Emosi yang stabil, Cakap, Berpandangan luas, Berpendapat yang baik, Berpikir sehat

Menurut Rachel D. Cox: Sederhana, jujur, berkepribadian, berfalsafah hidup yang baik, berpikiran sehat, sehat jasmani dan rokhani, emosi yang stabil, cakap, cakap bergaul, sayang terhadap kaum muda, mempunyai perhatian terhadap orang lain, mengenal adanya perbedaan individu yang satu dengan yang lainnya, mudah untuk menyesuaikan diri, selalu siap sedia menerima tugas, mengenal perkembangan keadaan budaya sosial, berpengetahuan luas, kepemimpinan, sadar atas keterbatasan diri, bersikap sebagai orang yang mempunyai profesi, rasa terpanggil terhadap tugas, mempunyai minat terhadap pekerjaan bimbingan dan konseling, mengenal keadaan kondisi ruang atau kelas, mengenal keadaan kondisi kerja, mengenal keadaan sosial ekonomi.

Persyaratan yang berkaitan dengan bekal pengetahuan yang diperlukan: Perkembangan kepribadian

- teori kepribadian- perkembangan pola tingkah laku- tingkah laku menyimpang

Pengetahuan lingkungan sosial

78

Page 79: Psikologi personel

- problem-problem sosial- kelompok homogen dan heterogen- lapangan kerja- kesehatan, dan- sosial ekonomi

Teknik mengenal individu- teknik wawancara- angket atau kuesioner- observasi- sosiometri atau sosiogram- studi kasus- otobiografi

Konseling- teori dan konsep konseling individu, keleompok dan masyarakat- prinsip-prinsip program aktivitas mahasiswa- teknik konseling

Orientasi dalam keahlian- Kode etik- Struktur organisasi

Praktikum- konseling- memberikan supervisi atau memberikan nasihat- hubungan dengan klien dan hubungan sosial dengan lembaga sosial

Penelitian- dapat menemukan ide-ide atau gagasan-gagasan baru dalam bidang

bimbingan dan konseling Dalam perencanaan program tersebut perlu diprogramkan bimbingan

yang bersifat preventif, korektif atau kuratif, maupun preservatif.

Preventifa. Mengadakan papan bimbingan untuk berita-berita atau pedoman-

pedoman yang perlu mendapat perhatian dari para mahasiswab. Mengadakan kotak masalah untuk menampung segala persoalan atau

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis, sehingga dengan demikian bila ada masalah dapat dengan segera diatasi

c. Menyelenggarakan kartu pribadi, sehingga dengan demikian dosen pembimbing ataupun staf edukatif yang lain dapat mengetahui data dari mahasiswa bila diperlukan.

d. Memberikan penjelasan-penjelasana atau ceramah-ceramah yang dianggap penting, misal cara belajar yang efisien

e. Mengadakan kelompok belajarf. Mengadakan diskusi dengan mahasiswa secara berkelompokg. Apabila memungkinkan mengadakan hubungan dengan oirang tua

mahasiswa. a.l. menyampaikan hasil studi mahasiswa tiap semesterh. Menyelenggarakan penerbitan yang temanya mengenai hal ihwal yang

behubungan dengan bimbingan dan konseling

Korektif:

79

Page 80: Psikologi personel

Memberikan konseling kepada mahasiswa yang mengalami kesulitan-kesulitan, yang tidak dapat dipecahkan sendiri, yang membutuhkan pertolongan dari pihak lain.a. Memanggil mahasiswa yang jelas memerlukan pertolongan, misalnya

mahasiswa yang Indeks Prestasinya kurang dari 2.00, atau mahasiswa yang hanya mengikuti perkuliahan kurang dari 75%

b. Melayani para mahasiswa yang minta pertolongan

Preservatif:Usaha untuk menjaga keadaan yang telah baik agar tetap baik dengan selalu menjaga hubungan agar tetap baik.

STRUKTUR BIMBINGAN KONSELING 1. Analisis

Mengumpulkan data keadaan klien, kalau perlu dari orang tuanya yang berhubungan dengan fakta dan evaluasi tentang penyesuaian dirinya.

2. SintesisMeringkas data yang telah terkumpul kemudian diklasifikasikan

3. DiagnosisMencari sebab-sebab dari penyesuaian klien

4. PrognosisMeramalkan perkembangan dari penyesuaian dan konseling

5. KonselingProses bantuan yang diberikan kepada klien untuk memecahkan masalah yang ada

6. Follow up (tindak lanjut)Penentuan ahir tentang hasil konseling.

Struktur ini secara sederhana sebagai berikut:1. Pengumpulan data2. Analisis data3. Diagnosis 4. Treatment (memberikan perlakuan berupa konseling)

STRATEGI DASAR PEMBERIAN BANTUANPerlu diingat bahwa konseling terlibat dengan suatu minat membawa

perubahan suka rela pada diri klien. Konselor menawarkan bantuannya guna mencapai perubahan-perubahan ini. atau membuat pilihan-pilihan yang sesuai. Klien dibantu sedemikian rupa sehingga dapat membuat suatu keputusan sendiri karena klien sendirilah yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusannya itu, walaupun dengan bantuan konselor yang penuh pengertian.

Sebagai proses konseling yang profesional, maka strategi di sini perlu dirancang secara sistematis dan efisien dalam pelaksanannya. Sistematif karena mengikuti alur yang kait mengait dan terarah pada tujuan

melalui metoda atau cara tertentu yang daapt dipertanggungjawabkan. Efisien dimaksudkan dalam segi tenaga, waktu dan sarana yang digunakan

dalam proses tersebut.

80

Page 81: Psikologi personel

Meskipun permasalahan dari setiap mahasiswa yang membutuhkan jasa konseling berbeda satu dengan lainnya, namun secara umum terdapat suatu alur yang mirip untuk hampir setiap proses konseling.

Tahapannya biasanya melalui kegiatan berikut ini: Menentukan hari pertemuannya Pre-counseling session guna mengeksplorasi masalah-masalah klien. Mengembangkan relasi memberi bantuan. Mempertimbangkan, mengindentifikasikan faktor-faktor yang berhubungan

dengan usaha mencari pemecahan masalah, termasuk menentukan alternatif tujuan.

Pengembangan dan implementasi program ke arah pencapaian tujuan. Evaluasi dari hasil-hasil yang telah dicapai. Akhir dari relasi konseling. Tindak lanjut (follow-up)

Yang juga perlu diperhatikan untuk menjalankan konseling ini adalah pengaturan tempat di mana proses konseling akan dilaksanakan. Adapun yang perlu menjadi perhatian disini adalah: Usahakan agar ruangan bebas dari gangguan atau gangguannya minim

sekali, agar baik konselor maupun klien dapat berbicara tenang dan dapat mengkonsentrasikan diri masing-masing.

Usahakan agar cahaya cukup serta ventilasi cukup segar. Setting dari tempat duduk boleh frontal (saling berhadapan) akan tetapi lebih

baik lagi bila tempat duduk diatur saling berdampingan dengan jarak tertentu, terutama untuk kelompok klien yang kurang tahan terhadap tetapan mata orang lain.

Usahakan agar ada privacy, sehingga klien tidak terhalang untuk mengemukakan permasalahannya. Misalnya dengan memasang tanda “dilarang mengganggu” di depan pintu masuk.

Seperti tadi telah dikatakan, proses konseling secara umum biasanya berlangsung melalui tahapan kegiatan seperti:1. Menentukan hari pertemuannya.

Kegunaannya adalah agar klien dapat lebih siap menghadapi proses konseling, baik menyangkut persiapan diri, waktu /kesempatan. Informasi ringan dapat juga diberikan disini menyangkut lamanya waktu pertemuan ( 45’ – 60’) serta perkiraan berapa pertemuan yang diperlukan, serta biaya (bila ada) yang dibebankan pada klien. Perlu dipertimbangkan juga termasuk klien yang manakah yang dihadapi ini. apakah yang datang atas inisiatif sendiri atau karena disuruh oleh pihak tertentu. Kelompok pertama biasanya akan lebih terbuka mengemukakan permasalahannya dibandingkan dengan kelompok yang kedua. Hal ini tentu akan berpengaruh dalam kerja sama pada proses konseling.

2. Pre-Counseling Session.Disini sudah dapat digali data personal dan informasi mengenai diri pribadi klien, meskipun belum terlalu dalam. Konselor mencoba menbangun suatu kontak untuk memperoleh ‘rapport’ dan suatu relasi konseling yang sehat. Hal yan juga dapat dilakukan konselor disini adalah memotivasi klien untuk mau mengungkapkan masalahnya secara terbuka guna mencapai hasil yang

81

Page 82: Psikologi personel

diharapkan, serta latar belakang kehidupan klien. Tanpa dirasakan konselor telah masuk pada tahap mengembangkan relasi memberi bantuan (ke-3).

3. Setelah data-data yang dibutuhkan terkumpul, maka konselor bersama klien berusaha mencari pemecahan masalah, termasuk menentukan alternatif tujuan.

4. Pada tahapan pengembangan dan implementasi program kearah pencapaian tujuan, klien diarahkan pada hal apa saja yang perlu ia kembangkan ataupun lakukan agar dapat mencapai tujuan.Biasanya setelah tahapan ke-4 ini klien diberikan waktu untuk merealisasikan hal-hal yang telah dicapai/ disepakati dalam proses konseling itu. Kemudian sekaligus ditentukan suatu waktu tertentu dikemudian hari agar dapat dilaksanakan tahapan berikutnya yakni:

5. Evaluasi dari hasil-hasil yang telah dicapai6. Bila sudah berhasil dilaksanakan akhir dari relasi konseling7. Apabila diperkirakan perlu di-check kembali menyankut beberapa hal maka

dilaksanakan tahapan tindak lanjut (follow-up).Seandainya klien tidak berhasil dalam melaksanakan butir ke-4 yang

terlihat pada butir 5, maka proses dikembalikan ke butir 3 atau 4, karena ada saja kemungkinan dimana suatu faktor baru akan muncul ke permukaan menyangkut permasalahan apa yang telah disepakati bersama konselor sehingga perlu adanya latihan.

TANGGUNG JAWAB TERHADAP KLIENDalam kondisi bagaimana pun juga, sebagai dosen BK harus bertanggung

jawab dalam melayani klien. Pelayanan yang diberikan kepada klien harus dilakukan secara sungguh-sungguh, sehingga secara maksimal adalah pertolongan yang paling baik yang dapat diberikan kepada klien.

4 TIPE AREA KONSELING DALAM PSIKOLOGI INDUSTRI

1. Konseling Penyesuaian (Adjustment Counseling)Membantu pegawai mencapai kesehatan mental yang lebih baik.

Konseling ini merupakan bentuk penyelesaian masalah emosional seperti perilaku neurotik. Berhubungan dengan orang-orang yang memiliki kesulitan emosional. Jenis konseling ini memiliki mayoritas terbesar dalam kehidupan industri dewasa ini, membutuhkan bantuan para profesional yang terlatih dalam jumlah besar.

Pegawai yang tidak memiliki keseimbangan emosional dapat mempengaruhi kualitas kerja, misalnya masalah absensi dan karakteristik personal pegawai. Masalah absensi telah dijadikan studi oleh Newton (1950) yang menyatakan bahwa pegawai dengan tingkat absensi yang tinggi merupakan pegawai dengan emosi yang kurang stabil, dan studi yang dilakukan Stewart dan Hinkle (1952) juga menyatakan bahwa kelompok dengan tingkat absen tinggi cenderung memiliki ketidakseimbangan emosional dan permasalahan-permasalahan lain yang didasari oleh permasalahan emosional.

Banyak studi yang telah dilakukan yang dikenal dengan accident-prone individuals. Studi ini adalah mengenai individu-individu yang cenderung mengalami kecelakaan dibanding dengan pegawai lain. Shannon dan Burgett (1960) menemukan bahwa pegawai pria yang sering mengalami kecelakaan

82

Page 83: Psikologi personel

adalah orang-orang yang mengalami pemotongan gaji lebih banyak dibandingkan dengan pegawai lain, sering mengambil cuti, lebih sering menerima teguran dan seringkali datang ke rumah sakit perusahaan. Pada tahun 1959, peneliti yang sama, menyatakan bahwa pegawai wanita yang sering mengajukan klaim asuransi lebih cenderung mengalami kecelakaan, lebih sering mengeluh, dan memiliki sejarah penyakit mental dibanding pegawai wanita lainnya. Dari semua data di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa banyak pegawai yang mengalami emotional maladjustment dan hal ini sangat berpengaruh kepada kinerja mereka.

Schulzinger (1956) menyatakan bahwa ketidakseimbangan emosi pegawai adalah fenomena temporal. Oleh karena itu, masalah maladjustment ini lebih sering mempengaruhi tingkah laku yang ditampilkan oleh pegawai.

Konseling merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan. Banyak pegawai yang memiliki masalah dengan keadaan emosinya tetapi dengan beberapa pertolongan mereka dapat menyelesaikan masalah tersebut, karena pada kasus seperti inilah adjustment konseling memainkan perannya. Pada beberapa kasus manfaatnya sangat sedikit, contohnya pada kasus pegawai yang gila atau mentalnya terganggu. Hal ini sangat berat untuk menyelesaikannya sehingga fungsi konselor pada kasus seperti ini adalah dengan menyarankan bantuan psikiater atau institusi tertentu.

Pendekatan yang harus digunakan konselor adalah pendekatan yang tidak langsung namun sebisa mungkin juga melakukan pendekatan langsung. Konselor harus dapat membuat pegawai yang bermasalah mengetahui sebab permasalahannya itu dan kemudian sedapat mungkin mengarahkan pegawai pada solusi yang terbaik. Individu yang bermasalah seperti ini cenderung tidak dapat mengatasi permasalahannya sendiri. Salah satu alternatif konseling dengan pendekatan tidak langsung adalah dalam melakukan terapi di alam bebas.

2. Konseling Eksekutif (Executive Counseling)Konseling jenis ini diberikan kepada individu-individu yang berada dipucuk

pimpinan suatu perusahaan. Mereka cenderung berada di bawah tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan individu lain dalam organisasi. Orang-orang yang berada di top management ini memiliki permasalahan-permasalahan yang tidak dapat dibagi-bagi dengan orang lain di dalam organisasi. Maka muncul suatu premis bahwa “orang yang berada di atas itu sendirian“. Banyak penulis menyatakan bahwa top executive tidak memiliki seseorang untuk di ajak bicara. Seorang eksekutif terkadang tidak mendapatkan informasi-informasi yang perlu dia ketahui mengenai organisasi yang dia pimpin karena informasi yang sampai ke atas seringkali melalui berbagai filter sehingga informasinya tidak murni lagi dan di poles menjadi informasi yang enak didengar oleh eksekutif. Hal ini menyebabkan eksekutif hidup dalam suatu dunia impian, sehingga dalam hal ini konselor harus menjadi pendengar yang baik agar para eksekutif itu dapat bebas membicarakan hal-hal yang tidak biasa mereka bicarakan dengan orang-orang lain di perusahaan. Para eksekutif secara nyata kesulitan menghadapi para pemilik perusahaan dan membicarakan masalah persaingan, stress yang ia hadapi seorang diri dan ketidakbahagiaan menjadi yang mungkin meningkat dikarenakan taktik persaingan yang digunakan oleh perusahaan lain. Sebagai konselor tidak perlu memberikan saran tapi berikanlah

83

Page 84: Psikologi personel

dorongan-dorongan agar eksekutif tersebut dapat melihat permasalahannya dengan jelas dan mengambil tindakan yang kemungkinan bisa dia lakukan untuk menyelesainkan permasalahan.

Dalam jenis konseling seperti ini digunakan pendekatan tidak langsung. Pada beberapa perusahaan psikolog atau psikiater konselor memberikan saran-saran pada eksekutif secara langsung. Terkadang psikolog yang menangani kasus ini harus melaksanakan tugas yang kurang menyenangkan yaitu memecat seseorang pegawai dari perusahaan. Hal ini terjadi dikarenakan adanya asumsi bahwa psikolog itu lebih diplomatis dan bisa menjelaskan alasan mengapa perusahaan memecat dia secara lebih baik.

Konseling eksekutif ini merupakan area non penelitian karena secara kuantitas, konseling jenis ini jarang terjadi. Selain itu juga hasil koseling ini dapat memunculkan permasalahn-permasalahan dan informasi-informasi di mana perusahaan tidak ingin hal-hal tersebut sampai ke publik. Sesi-sesi dalam konseling ini bisa melepaskan emosi eksekutif secara ekstrim dan dia bisa meredakan ketegangan, stress dan kecemasan yang semula dia rasakan.

3. Konseling Bimbingan (Guidance Counseling)Konseling ini biasa disebut juga dengan konseling vokasional atau

konseling profesi. Konseling ini dilakukan untuk membantu individu mencari pekerjaan yang tepat dalam suatu perusahaan. Menempatkan seseorang secara tepat. Tujuan konseling ini untuk membantu orang-orang mengambil keputusan mengenai profesi apa yang baik dan tepat untuk mereka. Fungsi dari konseling ini untuk membantu orang-orang yang merasa bahwa mereka berada dalam pekerjaan yang salah agar dapat menemukan pekerjaan yang lebih mereka nikmati dan dapat mereka lakukan dengan baik. Konseling ini berhubungan dengan sekolah, universitas dan agen-agen rehabilitasi. Konseling ini juga biasa dilakukan oleh bagian personalia atau bagian dari perusahaan yang memiliki tanggung jawab dalam penyeleksian pegawai. Barry dan Wolfe (1962) menyatakan bahwa tidak ada pilihan profesi intelektual yang tunggal, awal, bijaksana, dan orang yang mengalami pendewasaan berkembang dan meluaskan pengalamannya, maka ketertarikannya akan berubah dan keputusan profesi semula menjadi labil, bimbang dengan profesinya sekarang. Keputusan profesi/profesional merupakan aspek krusial dalam kehidupan individu, karena bagaimanapun setiap individu harus membuat pilihan pekerjaannya sendiri. Fungsi konselor di sini adalah menyediakan dan mendapatkan informasi untuk membantu individu dalam memilih profesi tersebut. Konselor sebaiknya menggunakan pendekatan yang langsung dan mengarahkan ke profesi mana individu tersebut dapat merasakan kecocokan. Dalam hal in psikolog menetukan ketertarikan profesi, aptitudes dan kemampuan seorang individu melalui teknik-teknik pengukuran manusia (man measurement).

4. Konseling Pensiun / Purnabakti (Retirement Counseling)Klien konseling ini adalah individu yang sudah pensiun, biasanya berumur

60 tahun keatas. Konseling ini menyaipkan orang-orang yang akan mengalami perubahan dari bekerja menjadi mengisi waktu luang, membantu orang-orang dalam masalah finansialnya dan memberikan informasi mengenai tunjangan-tunjangan yang ada.

84

Page 85: Psikologi personel

Alasan mengapa konseling untuk purnabakti diadakan, semata-mata untuk mempersiapkan pegawai yang lebih tua untuk memasuki masa pensiunnya. Gunakan pendekatan-pendekatan yang langsung dan pemberian-pemberian informasi dalam konseling jenis ini. Biasanya dalam perusahaan-perusahaan tertentu wawancara bagi calon pensiunan ini dilakukan 5 tahun sebelum mereka pensiun. Selama 5 tahun itu mereka diberikan informasi mengenai tunjangan-tunjangan yang akan diberikan kepada mereka, menanggapi bagaimana reaksi mereka, pikiran atau anggapan mereka mengenai pelepasan masa jabatan mereka nanti. Dalam waktu 5 tahun dari mulai konseling diadakan sampai saat mereka pensiun makin banyak sesi dilakukan dan konselor membantu mereka untuk mengakhiri hubungan kerjanya dan bersiap-siap untuk waktu senggang. Konseling ini berhubungan dengan penyesuaian kembali klien secara emosional. Reaksi orang-orang yang takut pada masa pensiun adalah wajar. Studi mengatakan bahwa penyesuaian diri seseorang pada masa pensiunnya sangat mudah dilakukan terutama bagi mereka yang telah melakukan persiapan. Diharapkan konseling ini dapat membantu para pensiun menyesuaikan diri dengan penghentian kerja yang tiba-tiba, yang mungkin telah mereka lakukan selama 40 tahun atau lebih.

85

Page 86: Psikologi personel

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, William E. & Lynne McClure,. 1989. Communication Training & Development. New York: Harper & Row Publisher.

Boydell,T.H. 1980. Petunjuk dalam Mengungkapkan Kebutuhan Latihan dan Tenaga Kerja. Jakarta: Bhratara Karya Aksara

Cascio, Wayne, F. 1991. Applied Psychology in Personnel Management. New Jersey: Prentice Hall.

Dawson, Peter P. 1985. Fundamentals of Organizational Behavior an Experiential Approach. New Jersey: Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs.

International Labour Office. 1981. An Introduction Course in Teaching and Training Methods for Management Development. Geneva: ILO

Isaac, Stephen & William B. Michael, 1981. Handbook in Research and Evaluation. San Diego: EdITS Publisher.

Jewell, L.N. & Marc Siegall. Alih bahasa Hadyana Pudjaatmaka . Psikologi Industri/Organisasi Modern. Jakarta: Penerbit Arcan

Kolb, David A. ; Irwin M Rubin & Joyce Osland, 1991. Organizational Behavior, an Experiential Approach. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs.

Mc Cormic, Ernest J. & Daniel Ilgen, 1985. Industrial and Organizational Psychology. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press

Otto, Calvin P.& Rollin O Glaser. 1970. The Management of Training, A Handbook for Training and Development Personnel. Massachusett: Addison-Wesley Publishing Company.

Productivity & Quality Management Consultants. 2001. Assessment Center Workshop, How to Assess Your People’s Competencies. Jakarta: PQM

Pusat Teknologi Pembangunan ITB. 1991. Paket AMT. Bandung

Rae, Leslie. 1986. How to Measure Training Effectiveness. Hampshire: Gower Publishing Company Ltd.

Schultz, Duane P. & Sydney Ellen Schultz. 1990. Psychology and Industry Today, An Introduction to Industrial & Organizatonal Psychology. New York: Macmillan Publishing Company.

86

Page 87: Psikologi personel

Suryana Sumantri. 1987. Laporan Penyelenggaraan Latihan Motivasi Berprestasi dalam Rangka Peningkatan Hasil Belajar. Bandung: Universitas Padjadjaran.

Suryana Sumantri. 1992. Program Pengembangan Kepribadian - Kursus Penyelia PT. Telkom. Bandung: Fakultas Psikologi Unpad. Jurusan Psikologi Industri dan Organisasi.

Suryana Sumantri. 1995. Pengaruh Pelatihan Pengembangan Tingkah Laku Kerja Terhadap Motif Berprestasi, Sikap dan Morel Kerja, Serta Tingkah Laku Kerja Dalam Rangka Meningkatkan Hasil Kerja. Disertasi – Tidak diterbitkan. Bandung : Universitas Padjadjaran

Suryana Sumantri. 2001 . Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran

Suryana Sumantri. 2001 . Pengukuran Hasil Kerja (PA). Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran

Tracey, W. R. 1977. Designing Training and Development System. Bombay: Taraporevala Publishing Industries Private Ltd.

Watson, Ch. E. 1979. Management Development Through Training. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company.

Wexley, K.N. & G.A Yukl,. 1977. Organizational Behavior and Personnel Psychology. Illinois: Richard D. Irwin Home Wood.

87

Page 88: Psikologi personel

PSIKOLOGI INDUSTRIDAN ORGANISASI

Bidang Psikologi yang membahas tingkah laku manusia dalam lingkungan kerja dan organisasi dalam hubungannya dengan proses produksi, distribusi dan konsumsi dari barang dan jasa

Psikologi Industri dan Organisasimeliputi bidang :

1. Psikologi PersonelPenerapan psikologi dalam usaha mendapatkan, mengembangkan dan meningkatkan kualitas tenaga kerjayang sesuai dengan tuntutan jabatan, dalam artian memanfaatkan sumber daya manusia dalam organisasi secara efisien dan efektif.

2. Psikologi OrganisasiPenerapan psikologi dalam organisasi industri pada masalah interaksi antara manusia dan organisasi guna menciptakan iklim dan lingkungan kerja yang menunjang kesejahteraan anggota perorangan dan kelompok serta kelangsungan hidup organisasi, memprediksi dan mengendalikan tingkah laku individu atau kelompok untuk meningkatkan performansi serta pemeliharaan sumber daya manusia

3. Psikologi KerekayasaanPenerapan psikologi dalam sistem manusia-mesin dalam usaha memadukan manusia dengan mesin agar tercapai hasil yang

88

Page 89: Psikologi personel

optimal, dengan cara saling mengisi keterbatasan tiap-tiap sub-sistem

4. Psikologi KonsumenPenerapan psikologi dalam membahas tingkah lakuindividu yang langsung terlibat dalam usahamemperoleh dan menggunakan barang dan jasa

1. PSIKOLOGI PERSONEL

* Rekrutmen, seleksi dan penempatanSuatu proses untuk mendapatkan tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan jabatan dan menempatkan pada posisi yang tepat diawali dengan penawaran organisasi kepada calon pekerja yang potensial

* Pelatihan dan pengembanganSuatu proses untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dari pekerja yang potensial dengan menggunakan metode-metode pelatihan yang tepat agar mampu mengembangkan diri dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengubah sikap dan tingkah laku kerja yang sesuai dengan tanggung jawab jabatan

* Penilaian hasil kerjaSuatu proses penilaian yang sistematis mengenai kekuatan dan kelemahan individu atau kelompok yang berhubungan dengan tugas pekerjaan, dapat dilakukan oleh atasannya langsung atau orang lain yang mengetahui prestasi kerjanya dalam rangka pemberian imbalan yang sepadan. Penilaian mengacu pada standar yang telah ditentukan

* Konseling dalam industriSuatu proses untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah yang ada hubungannya dengan penyesuaian diri dalam kerja, konflik dengan atasan-bawahan-rekan sekerja, masalah keluarga agar dapat berprestasi yang tinggi dan memperoleh kepuasan kerja

* Analisis jabatanSuatu proses mengumpulkan informasi dari suatu jabatan tertentu dengan menggunakan metode tertentu dan untuk tujuan tertentu pula

89

Page 90: Psikologi personel

2. PSIKOLOGI ORGANISASI

Meliputi dimensi :

* IndividuMembahas masalah nilai, sikap, persepsi, emosi,motivasi, moril, serta tingkah laku manusia dalam organisasi

* KelompokMembahas masalah komunikasi, kerjasama, dan kepemimpinan

* OrganisasiMembahas masalah kepuasan kerja, iklim kerja,dan budaya kerja

90

Page 91: Psikologi personel

91