bab i pendahuluan 1.1. latar belakangeprints.umm.ac.id/50413/2/bab i.pdfmenjadikan banyuwangi...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada penelitian ini penulis hendak mengkaji tentang masalah pembangunan
di negara berkembang yang menaruh perhatian utama pada peran Pemerintah
Daerah (PEMDA) dalam merespon situasi internasional. Penelitian ini selanjutnya
akan membahas bagaimana pariwisata menjadi sebuah isu transnasional yang
mampu menstimulasi pemerintah daerah di Indonesia untuk turut serta membangun
industri pariwisata.
Pariwisata diyakini sebagai salah satu sektor ekonomi rill yang telah
memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan beberapa negara di dunia. Hal
tersebut dibuktikan dengan tahannya sektor ini dari berbagai hantaman isu krisis
ekonomi, seperti contoh, pada tahun 1950, jumlah total wisatawan mancanegara
yang tersebar di seluruh dunia hanya 25 juta saja. Angka tersebut terus meningkat,
menjadi 2278 juta pada dekade 1980 an, 528 juta pada dekade 1990 an dan 1,1
Milyar pada wal dekade 2010 an. Peningkatan jumlah wisatawan mancanegara di
seluruh dunia ini menjadi bukti kuatnya industri pariwisata, mengingat, sejak tahun
1950, dunia telah mengalami beberapa kali krisis ekonomi, seperti Japan Sinks pada
tahun 1997, krisis Asia pada 1998, dan Krisis Amerika Serikat yang berlanjut ke
Eropa pada tahun 2008.1
1 Pemkab Banywangi, Bukan Cuma Wisata Biasa, 2017, h. 13
2
Isu transnasional dari beberapa organisasi internasional seperti UNWTO
telah menjadi salah satu instrumen penggerak pembangunan sektor pariwisata di
Indonesia. Ban Ki Moon dalam pidatonya untuk United Nations World Tourism
Organization (UNWTO) pada 2015 menyatakan bahwa setiap negara mempunyai
potensi pariwisata berbeda-beda yang harus terus dikembangkan guna menarik
jumlah wisatawan dan investor. Dia menambahkan Aset pariwisata merupakan aset
ekonomi negara yang harus terus dijaga, karena selain dapat memberikan kontribusi
kepada penduduk negara tersebut, sektor pariwisata juga memberikan kontribusi
terhadap penduduk dunia lainnya. Data UNWTO pada pada tahun 2015
menyebutkan bahwa sektor pariwisata di seluruh dunia telah membuat peningkatan
mobilisasi wisatawan hingga 1 milyar wisatawan (dari ±7 milyar populasi
penduduk dunia). Mobilisasi ini telah memberikan kontribusi sebesar 10% dari
jumlah global Gross Domestic Product (GDP) dan peningkatan 6% dari jumlah
total ekspor dunia.2
Di Indonesia, industri pariwisata juga menempati posisi ke 5 sebagai
penyumbang devisa terbesar. Sebagai salah satu anggota UNWTO, Indonesia juga
mempunyai komitmen secara berkelanjutan dan inklusif dalam pengembangan
industri pariwisata.3 Hal inilah yang lantas menurut penulis membuat daerah-daerah
di Indonesia juga berlomba-lomba dalam mengembangkan industri pariwisatanya
secara kreatif dan inklusif pasca otonomi daerah.
2Official Messages on World Tourism Day: Message by UN Secretary-General Ban Ki-moon,
UNWTO, diakses dalam http://wtd.unwto.org/content/official-messages-world-tourism-day,
(28/6/2016, 22:00 WIB) 3Mikhail, Pariwisata Sebagai Pendorong Pertumbuhan Ekonomi, Vanuemagz, diakses dalam
http://www.venuemagz.com/artikel/news/2015/9/pariwisata-sebagai-pendorong-pertumbuhan-
ekonomi/, (28/6/2016, 11:20 WIB)
3
Pemberlakuan sistem otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang
(UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah telah banyak membawa
perubahan yang signifikan dalam pembangunan daerah di Indonesia. Pemberlakuan
Otonomi Daerah (OTODA) mengharuskan Pemerintah Daerah diberikan
kewenangan oleh Pemerintah Pusat untuk mengembangkan daerahnya secara
kreatif dan mandiri. Pembangunan berbasis OTODA, PEMDA dianggap jauh lebih
paham akan potensi yang dimiliki daerahnya serta dianggap lebih memahami
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakatnya. OTODA
diharapkan membuat pembangunan daerah lebih berorientasi kepada potensi
daerah, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk lebih aktif. Sesuai dengan
semangat OTODA tersebut, baik Pemerintah Provinsi (PEMPROV) maupun
PEMDA diseluruh Indonesia melakukan terobosan dalam segi pembangunan guna
meningkatkan pertumbuhan perekonomiannya.4
Salah satu contoh daerah yang berhasil dalam pembangunan adalah
Kabupaten Banyuwangi, hal ini didasarkan pada laporan tahunan UNWTO yang
menjadikan Banyuwangi sebagai pemenang UNWTO Award for Innovation in
Public Policy and Governance 2015, mengalahkan program inovasi pemerintah
pusat Kenya di urutan kedua, dan inovasi pariwisata pemerintah pusat Puerto Rico
di posisi ketiga.5
4Budi Winarno, 2008, Globalisasi Peluang Atau Ancaman Bagi Indonesia, Jakarta: ERLANGGA,
hal. 36. 5 UNWTO, Annual Report 2015, h. 12
4
. Semenjak tahun 2011 hingga tahun 2014 track record laju pertumbuhan
ekonomi Banyuwangi terus mengalami peningkatan diatas 6,5 persen.6 Angka
tersebut berada diatas target pertumbuhan nasional yang diproyeksi hanya akan
tumbuh sekitar 5,4 persen 5,8 persen pada tahun 2014.7 Hal ini menjadi tolak ukur
keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah pada masa otomomi daerah
(OTODA) . Lebih lanjut dalam industri pariwisata, tolak ukur keberhasilan juga
dapat dilihat dari seberapa banyak jumlah arus wisatawan yang masuk, hal ini
dikarenakan para wisatawan akan membutuhkan serangkaian komponen pariwisata
yang meliputi: 1) Objek dan daya tarik wisata, 2) Akomodasi, 3)Angkutan wisata,
4)Sarana dan fasilitas wisata, serta yang kelima 5) Prasarana wisata.8
Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi di bawah kepemimpinan Bupati
Abdullah Azwar Anas, menempatkan sektor pariwisata sebagai lokomotif
pembangunan, sejajar dengan industri UMKM dan pertanian.9 Pertimbangan
tersebut bukan tanpa alasan, karena keindahan alam yang dimiliki sangat berpotensi
untuk dijadikan destinasi pariwisata. Selain menawarkan keindahan alam dari
Triangle Diamonds yang meliputi Kawah Ijen,10 Pantai Pelengkung (G-Land) dan
Pantai Sukamade demi meningkatkan jumlah wisatawan, Kabupaten Banyuwangi
6Banyuwangi Optimis Pertumbuhan Ekonomi Daerah 2016 Capai 6,45 Persen, diakses dalam
http://banyuwangikab.go.id/berita-daerah/banyuwangi-optimis-pertumbuhan-ekonomi-daerah-
2016-capai-645-persen.html (5/4/2016, 23:38 WIB) 7Aria W. Yudhistira, BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2015, diakses dalam
http://katadata.co.id/berita/2015/06/18/bi-turunkan-proyeksi-pertumbuhan-ekonomi-2015
(5/4/2016, 23:40 WIB) 8Sedarmayanti, 2014, Membangun & Mengembangkan Kebudayaan & Industri Pariwisata,
Bandung: Refika Aditama, hal. 28. 9 Abdullah Azwari Anas, Memajukan Pariwisata Daerah: Strategi dari Banyuwangi, 2016, h. 3 10 Istilah Triangel Diamonds merupakan branding yang dilakukan oleh PEMDA Banyuwangi untuk
mengenalkan tiga tempat wisata unggulannya kepada publik. Dari ketiga tempat tersebut apabila
ditarik garis lurus yang saling menghubungkan maka akan membentuk sebuah gambar segitiga.
5
juga setiap tahunnya menggelar berbagai event berskala nasional maupun
internasional yang disebut Banyuwangi Festival (B-Fest).11
Hasil dari upaya tersebut Kabupaten Banyuwangi sekarang menjadi
destinasi yang cukup diminati baik oleh wisatawan nusantara (WINUS) maupun
wisatawan mancanegara (WISMAN), dan stigma terhadap Kabupaten Banyuwangi
sebagai kota yang mistis juga mulai luntur.12 Data statistik lima tahun terakhir
menunjukan kunjungan WINUS melonjak 161 persen, dari sebelumnya 651.500
orang di tahun 2010, menjadi 1.701.230 orang pada tahun 2015, untuk WISMAN
meningkat 210 persen dari kisaran 13.200 orang ditahun 2010, menjadi 41.000 pada
akhir 2015.13
Keberhasilan PEMDA Banyuwangi dalam meningkatkan wisatawan untuk
datang, tidak terlepas dari diplomasi publik yang dilakukan oleh Pemerintah
Banyuwangi dengan berbagai aktor hubungan internasional, dan kegiatan promosi
di berbagai kesempatan seperti forum internasional. Selain terjadi peningkatan
wisatawan, strategi yang dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi juga berdampak pada
peningkatan investasi. Pada tahun 2014 jumlah investasi yang masuk di
Banyuwangi mencapai Rp 3,4 triliun, meningkat hingga 180 persen dibanding
11Aulia, Indahnya Panorama Triangle Of Diamond Banyuwangi, diakses dalam
http://bappeda.banyuwangikab.go.id/web/news429-indahnya-panorama-triangle-of-diamond-
banyuwangi (13/4/2016, 13:25 WIB) 12 Isltilah mistis di Banyuwangi lebih mengarah kepada Santet. Pengertian santet sendiri dalam
Kamus Besar bahasa Indonesia artinya adalah perbuatan yang ajaib yang dilakukan dengan pesona
dan kekuatan gaib (guna-guna, mantra, dan sebagainya). Dulunya julukan yang melekat di
Bayuwangi adalah kota santet. Julukan tersebut berlaku turun menurun dan seperti mengakar di
masyarakat Indonesia, bahkan ketika mendengar istilah Banyuwangi mereka seketika menjadi takut.
Namun berkat keberhasilan pembangunan pariwisatanya sekarang stigma tersebut sudah tergantikan
dengan julukan Sunrise of Java, bahkan julukan itu sampai terkenal ke dunia Internasional. 13Syamsul Arifin, Kunjungan Wisata ke Banyuwangi Terus Meroket, diakses dalam
http://www.timesindonesia.co.id/baca/115303/20160121/190447/kunjungan-wisata-ke-
banyuwangi-terus-meroket/ (8/4/2016, 20:15 WIB)
6
tahun 2012 yang sebesar Rp 1,1 triliun. Jika dibandingkan dengan 2010
investasinya hanya Rp 272 miliar, investasi di Banyuwangi melonjak drastis hampir
1.100 persen.14 Para Investor ini terdiri dari investor Asing maupun investor dalam
negeri.
Upaya pengembangan pariwisata sejatinya selain untuk mendatangkan
investor dan wisatawan, namun juga diharapkan mampu meningkatkan sektor
pertanian, dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Bupati Banyuwangi
Abdullah Azwar Anas menargetkan sektor pertanian Banyuwangi pada tahun 2010-
2015 akan terintegrasi dengan UMKM, dan pariwisata. Pertanian akan dijadikan
sebagai obyek wisata alternatif, sementara produk hasil olahan pertanian dijadikan
buah tangan para wisatawan. UMKM sengaja diintegrasikan dengan sektor
pariwisata, karena UMKM mempunyai kontribusi besar dalam roda ekonomi suatu
daerah, selain itu kemudahan operasionalisasi UMKM juga menjadi nilai lebih bagi
sektor ekonomi ini.15
Integrasi antara pengembangan sektor pariwisata, UMKM atau industri
kreatif dan pertanian amat sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) kabupaten Banyuwangi tahun 2010-2015. Pariwisata, Pertanian
dan UMKM di Banyuwangi telah dimasukkan sebagai 3 sektor prioritas unggulan
dalam RPJMD yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat Banyuwangi dan
pembangunan daerah. Berangkat dari latar belakang inilah kemudian penulis
14Banyuwangi Raih Regional Marketing Award 2015, diakses dalam
http://banyuwangikab.go.id/berita-daerah/banyuwangi-raih-regional-marketing-award-2015.html
(15/4/2016, 20:29 WIB) 15RPJMD Banyuwangi, PEMKAB Banyuwangi, diakses dalam
http://banyuwangikab.go.id/media/perencanaan_anggaran/pdf/BAB_I_PENDAHULUAN.pdf,
(26/7/2016, 15:00 WIB)
7
mengambil judul penelitian Strategi Pembangunan Pariwisata Banyuwangi dan
Pengaruhnya Terhadap Usaha Mikro Kecil Dan Menengah.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: Bagaimana dampak strategi pembangunan pariwisata Banyuwangi
terhadap potensi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Akademis
1.3.1. Tujuan Penelitian
1. Memahami Kebijakan pembangunan industri pariwisaata Banyuwangi
pada era bupati Abdullah Azwari Anas.
2. Menggambarkan pengaruh positif strategi pariwisata Banyuwangi
terhadap potensi UMKM
1.3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini, penulis bagi
dalam dua aspek, yaitu:
1.3.2.1. Manfaat Akademis
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memperkaya wacana dan
pemenuhan referensi keilmuan bagi mahasiswa ilmu hubungan internasional
khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya yang berhubungan dengan
persoalan kepariwisataan dengan pelaku usaha mikro kecil dan menengah.
1.3.2.2. Manfaat Praktis
Adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi Pemerintah
maupun stakeholder dalam membangun sektor pariwisata dan UMKM yang
8
berdaya saing, dan berorientasi terhadap pertumbuhan ekonomi juga kesejahteraan
masyarakat.
1.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu diperlukan sebagai referensi tambahan dan
perbandingan terkait isu-isu yang sama atau hampir sama dengan penelitian yang
penulis ambil. Penelitian terdahulu juga diperlukan untuk menguatkan orisinalitas
penelitian penulis dan mempermudah penulis dalam merampungkan sebuah
penelitian. Dalam penelitian ini, penulis akan menguraikan lima penelitian
terdahulu yang selanjutnya akan penulis rangkum dalam sebuah tabel agar nantinya
akan lebih mudah dimengerti oleh pembacanya. Berikut uraian lima penelitian
terdahulu penulis:
Penelitian terdahulu pertama adalah tulisan dari Ari Waskito, mahasiswa
jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Mulawarman. Penelitian ini
diambil dari jurnal pada tahun 2013 yang berjudul Dampak Investasi Asing
Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kepulauan Derawan.16
Penelitian ini menggunakan konsep investasi asing sebagai alat analisa. Dalam
penelitian ini dijelaskan bahwa keberadaan investasi asing amat memberikan
pengaruh yang amat besar bagi perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat
kepulauan Derawan.
Pada mulanya Perekonomian masyarakat di kepulauan Derawan sebelum
adanya investasi asing dan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat sebagian
16Ari Waskito, Dampak Investasi Asing Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di
Kepulauan Derawan, 11, jurnal Vol. 1, No. 1, Jurusan Hubungan Internasional, Univ. Mulawarman,
2013, Diakses dalam: http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/03/2.Hal_.-
15-24.pdf, (30/5/2016, 20:23 WIB)
9
besar adalah nelayan, yaitu dengan mencari telur penyu, budidaya tambak, buruh
kayu, dan pembuat perahu. Akan tetapi kemudian beberapa mata pencaharian dari
masyarakat ini dianggap merusak ekosistem yang ada sehingga kemudian dilarang
seperti penangkapan ikan menggunakan potassium dan pengambilan telur-telur
penyu, lambat-laun seiring dengan perkembangan pariwisata dan banyaknya
wisatawan asing yang datang kemudian mulai terjadi adanya diversifikasi mata
pencaharian.
Investasi asing di kepulauan Derawan terdiri dari berbagai macam fasilitas
bagi para wisatawan seperti cottage, dermaga dan resort. Fasilitas-fasilitas inilah
yang selanjutnya menjadi nilai lebih bagi pariwisata di kepulauan Derawan. Dengan
melonjaknya wisatawan seiring banyaknya fasilitas dari investasi asing,
pencaharian masyarakat yang sebelumnya sangat bersifat konvensional, kini
mengalami transformasi pada pencaharian yang lebih merujuk pada jasa layanan
wisatawan, seperti tour guide, drive guide, boat guide, penjual makanan dan
cinderamata.
Penelitian tidak hanya memaparkan dampak positif investasi asing bagi
masyarakat kepulauan Derawan, melainkan dampak negatif dari berkembangnya
sektor pariwisata di kepulauan Derawan. Dampak negatif tersebut berkaitan dengan
manajemen kebersihan dan pengolahan sampah. Kepulauan yang amat indah ini
kini dipenuhi dengan tumpukan sampah para wisatawan yang tidak terurus. Peran
serta pemerintah daerah dan pemilik aset tentunya amat diperlukan guna menunjang
kebersihan area wisata di kepulauan Derawan ini.
10
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis terdapat pada konsep
yang digunakan. Konsep dalam penelitian ini menggunakan konsep investasi asing
dan pariwisata. Meski memiliki pola yang sama dalam membahas seputar
pariwisata, namun penelitian ini hanya berfokus pada aspek investasi asing yang
dalam dunia pariwisata, sedangkan penelitian penulis menggnunakan konsep
diplomasi publik secara luas dalam industri pariwisata di sebuah daerah.
Persamaannya terdapat pada pola besar pariwisata.
Penelitian kedua penulis merupakan jurnal asing yang berjudul Research On
The Trends In Milk Production And Consumption In Rumania. Penelitian ini ditulis
oleh Agatha Popescu.17 Inti dari pembahasan penelitian ini adalah upaya
pemerintah Rumania dalam mengembangkan produksi susu olahan, sebagai salah
satu penyumbang devisa terbesar bagi negara pada tahun 2007 hingga 2012.
Rumania sendiri merupakan salah satu negara yang mempunyai banyak
produsen susu olahan. Susu olahan ini biasanya akan diolah menjadi susu siap saji,
yogurt, keju dan mentega. Banyaknya industri pengolahan susu di Rumania
disebabkan budaya konsumsi susu di negara ini yang terus dilestarikan. Sejak
industri susu lokal mengalami sedikit penurunan sejak 2007, pemerintah melakukan
beberapa upaya, diantaranya memperbaiki kemasan olahan susu agar lebih tahan
lama dan sebanding dengan susu impor. Pemerintah mengupayakan industri susu
di Rumania tetap maju karena industri ini mempunyai peranan penting dalam
ekonomi Rumania.
17Agatha Popescu, Research On The Trends In Milk Production And Consumption In Romania,
jurnal Vol. 15 No. 1, Universitas Agrikultur Rumani, 2015. Diakses dalam:
https://doaj.org/article/096302e863674447943fbf9f5cfc2e15, (30/5/2016, 21:00 WIB)
11
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis terdapat pada tema besar
pembahasan. Tema besar pembahasan ini adalah food industries, sedangkan
penelitian penulis adalah industri pariwisata. persamaannya terdapat apek kebijakan
publik yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas penduduk, dimana
pemerintah Rumania berusaha menjadikan industri susu sebagai industri penting
dalam kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Penelitian ketiga adalah penelitian Hanny Aryunda yang berjudul Dampak
Ekonomi Pengembangan Kawasan Ekowisata Kepulauan Seribu. Penelitian ini
berbentuk jurnal yang diterbitkan oleh jurusan Magister Rencana Kota Institut
Teknologi Bandung.18 Penelitian ini berisi tentang inovasi perencanaan konsep dan
dampak ekowisata di kepulauan seribu.
Dalam penelitian ini disebutkan bahwa pariwisata tidak hanya memberikan
dampak positif bagi ekonomi pembangunan, melainkan juga memberikan beberapa
dampak negatif. Penelitian ini hanya menyebutkan 6 garis besar dari dampak
negatif pengembangan pariwisata.
Dampak negatif yang pertama adalah bahaya ketergantungan
(overdependence). Beberapa daerah tujuan wisata menjadi sangat tergantung dari
kepariwisataan untuk kehidupannya. Hal ini menjadikan wisatawan sangat rentan
terhadap perubahan permintaan wisata. Pariwisata merupakan industri yang
dipengaruhi oleh banyak hal, seperti harga, gaya hidup, politik, dan ketersediaan
18Hanny Aryunda, Dampak Ekonomi Pengembangan Kawasan Ekowisata Kepulauan Seribu,
jurnal, jurnal perencanaan wilayah dan kota, Vol. 22, No. 1, Institut Teknologi Bandung, April
2011, diakses dalam: http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/03-Jurnal-1-
Hanny.pdf, (30/5/2016, 21:47 WIB)
12
energi. Apabila faktor-faktor itu mengganggu kepariwisataan, maka masyarakat
yang menggantungkan hidup pada pariwisata akan terganggu.
Dampak negatif yang kedua adalah peningkatan inflasi dan nilai lahan. Ada
kemungkinan lain yang membawa kehidupan masyarakat di daerah tujuan wisata
menjadi lebih buruk. Inflasi dan peningkatan nilai lahan di daerah tujuan wisata
menjadi konsekuensi dari pengembangan pariwisata. Resiko wisatawan membeli
lahan dengan harga yang tinggi menjadi ancaman bagi masyarakat setempat. Harga
di daerah tujuan wisata menjadi berkali-kali lipat karena wisatawan mampu
membeli dengan harga yang lebih tinggi. Masyarakat pun harus menguras uang
yang lebih dalam untuk mendapatkan kebutuhannya.
Dampak negatif ketiga adalah peningkatan frekuensi impor. Wisatawan
datang dari berbagai negara yang membawa kebiasaan sehari-hari ke destinasi
wisata sehingga penyedia jasa dan produk wisata harus menyesuaikan dan
menyediakan kebutuhan tersebut. Akibatnya, pengusaha pariwisata harus
mengimpor produk dan jasa yang dibutuhkan oleh wisatawan. Sebagai contoh,
wisatawan Eropa terbiasa minum anggur (wine), sementara Indonesia bukan negara
penghasil minuman tersebut sehingga pengusaha pariwisata harus mengimpor dari
negara di tempat produk tersebut dihasilkan.
Dampak negatif keempat adalah produk musiman. Sifat pariwisata
tergantung dari musim. Ketika musim sepi kunjungan, wisatawan jarang
berkunjung sehingga penghasilan penduduk berkurang. Produsen yang
mengandalkan kehidupan penjualannya sepenuhnya di industri pariwisata akan
mengalami masalah keuangan.
13
Dampak negatif kelima adalah pengembalian modal lambat (low rate return
on investment). Industri pariwisata merupakan industri dengan investasi yang besar
dan pengembalian modal yang lambat. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi
pengusaha pariwisata dalam mendapatkan pinjaman untuk modal usaha.
Dampak negatif terakhir adalah mendorong timbulnya biaya eksternal lain.
Pengembangan pariwisata menyebabkan munculnya biaya eksternal lain bagi
penduduk di daerah tujuan wisata, seperti biaya kebersihan lingkungan, biaya
pemeliharaan lingkungan yang rusak akibat aktivitas wisata, dan biaya peluang lain.
Untuk meminimalisir dampak negatif inilah, maka muncullah inisiatif
ekowisata untuk kepulauan seribu. Ekowisata sendiri berbeda dengan
pengembangan pariwisata konvensional yang lebih bersifat eksploitatif. Ekowisata
lebih bersifat ramah ekosistem dan minim penggunaan alat-alat berat yang bersifat
merusak ekosistem.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis, terdapat pada konsep
yang digunakan, yaitu konsep ekowisata serta dampaknya terhadap kelestarian aset
pariwisata. Aspek mempertahankan dan membatasi eksploitasi tempat pariwisata
menjadi fokus utama dalam penelitian ini, sedangkan penelitian penulis membahas
seputar upaya pemkab Banyuwangi dalam membangun pariwisata di kabupaten ini,
guna meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Sekali lagi, tema besar
pariwisata adalah persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis.
Penelitian keempat adalah penelitian yang ditulis oleh Istijabatul Aliyah, Tri
Joko Daryanto dan Murtanti Jani Rahayu. Penelitian ini berjudul Peran Pasar
14
Tradisional Dalam Mendukung Pengembangan Pariwisata Kota Surakarta.19
Penelitian ini menjelaskan slah satu aspek yang dapat mendukung kemajuan
industri pariwisata di Kota Surakarta. Aspek tersebut adalah pasar tradisional.
Sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Propinsi Jawa Tengah, Kota
Surakarta memiliki Pasar Tradisional sebagai sosial budaya yang khas dan beragam
yang berpotensi untuk dijadikan komoditas unggulan pariwisata dan menjadi prime
mover perekonomian daerah. Pemilihan bidang pariwisata sebagai sektor
pengembangan wilayah bagi Kota Surakarta dinilai sangat strategis, karena kondisi
dan karakteristik wilayah Kota Surakarta yang sarat dengan sumber daya lokal baik
alam maupun budaya tersebut. Dalam konteks pembangunan Kota Surakarta,
pariwisata diharapkan mampu menjadi generator untuk mengembangkan
perekonomian daerah, merevitalisasi budaya lokal, serta melestarikan pasar
tradisional. Pembangunan pariwisata di Kota Surakarta tersebut juga diharapkan
dapat membuka peluang berusaha yang lebih besar sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penelitian ini menyebutkan bahwa pasar-pasar tradisional di Surakarta
seperti pasar Klewer, pasar Gede, pasar Legi dan pasar-pasar lainnya telah
menyumbangkan 30 persen pendapatan daerah di Surakarta. Dinilai dari jumlah
konsumen, ternyata konsumen masyarakat asli Surakarta dan wisatawan domestik
serta wisatawan asing sama-sama memberikan kontribusi berimbang. Hal ini
19Istijabatul Aliyah, Tri Joko Daryanto dan Murtanti Jani Rahayu, Pasar Tradisional Dalam
Mendukung Pengembangan Pariwisata Kota Surakarta, working paper, No. 2, Gema teknik, Univ.
Sebelas Maret, Juli 2007, diakses dalam:
http://ced.petra.ac.id/index.php/gem/article/view/17613/17528, (30/5/2016, 22:13 WIB)
15
menunjukkan bahwa pasar tradisional dapat menjadi penunjang pembangunan
pariwisata dan ekonomi di kota Surakarta.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis terdapat pada konsep
yang digunakan. Konsep dalam penelitian ini menggunakan konsep pasar
tradisional dan pariwisata. Meski memiliki pola yang sama dalam membahas
seputar pariwisata, namun penelitian ini hanya berfokus pada pengembangan pasar
tradisional di Surakarta, sedangkan penelitian penulis lebih membahas upaya
Pemerintah Daerah secara komprehensif dalam bidang pariwisata. Persamaannya
terdapat pada pola besar pariwisata, dan sedikit aspek pengaruh terhadap UMKM
yang ditimbulkan oleh pelestarian dan pemeliharaan pasar tradisional di Surakarta
dalam dunia pariwisata yang merubah kehidupan sosial penduduk setempat.
Penelitian terakhir adalah penelitian Tamara Nadya Citra Ayu yang berjudul
Peran International Non-Governmental Organizations (INGO) Swisscontact dalam
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Melalui Pariwisata.20 Penelitian
menggunakan konsep INGO dan kerjasama Internasional. Penelitian ini berisi
tentang kontribusi INGO Swisscontact dalam memberdayakan SDM Indonesia
melalui kerjasama di bidang pariwisata.
Swisscontact merupakan INGO yang salah satu proyeknya bergerak pada
bidang pariwisata untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia. Salah
satu program yang di kerjakan oleh Swisscontact di bidang pariwisata adalah
20Tamara Nadya Citra Ayu, Peran International Non-Governmental Organizations (INGO) Swiss
Contact dalam Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Melalui Pariwisata, Jurnal, Vol. 6, No. 11,
Univ. Pelita Harapan, 2014, Diakses dalam:
http://dspace.library.uph.edu:8080/bitstream/123456789/2851/1/vjhi-06-11-2014-
peran_international_non-governmental_organizations.pdf, (30/5/2016, 21:51 WIB)
16
proyek wisata yang diimplementasikan pada daerah-daerah seperti Wakatobi,
Tanjung Puting, Flores, dan Toraja. Tujuan utama program ini adalah memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui sustainable tourism,
sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan yang berdampak pada meningkatnya
pendapatan pada masyarakat lokal. Peningkatan daya saing (competitiveness)
destinasi wisata daerah menjadi fokus utama Swisscontact dalam program
sustainable tourism. Sehingga daerah tersebut dapat bersaing dengan destinasi
wisata lainnya. Selain itu Swisscontact Wisata juga bekerjasama dengan Institusi
Pendidikan Tinggi dibawah Kementrian Pariwisata yaitu Sekolah Tinggi Pariwisata
Bandung, Bali, dan Akademi Pariwisata Makasar untuk mencetak sumber daya
manusia yang unggul yang dapat mengembangkan destinasi wisata di Indonesia.
Hal ini akan berdampak pada pemberdayaan manusia di daerah-daerah dengan
terbukanya lapangan pekerjaan melalui Destionation Management Organization
(DMO).
Menciptakan kesadaran akan pariwisata melalui pemasaran merupakan
fokus utama dari DMO. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan pameran
tour internasional. INGO Swisscontact yang berlokasi di Bali ini memfasilitasi
DMO untuk membuka banyak jaringan ke operator wisata asing untuk
mempromosikan destinasi wisata-wisata di Indonesia. Mereka akan mencari
destinasi wisata yang berpotensi untuk menjadi destinasi wisata di Indonesia.
Setelah itu, mereka akan melakukan observasi terhadap daerah wisata tersebut,
seperti bagian mana di daerah tersebut yang bisa dikembangkan dan di budidayakan
komunitas lokalnya. Atraksi pada daerah tersebut bisa menjadi hal penting. Seperti
17
contoh kerajinan tangan setempat, arsitektur bangunan, tarian tradisional, atau
tempat yang layak dijadikan destinasi untuk olahraga seperti mendaki atau
menyelam. Lalu atraksi-atraksi tersebut dapat dipromosikan melalui pameran
wisata internasional untuk menarik perhatian konsumen.
Meski sama-sama memiliki unsur pembahasan pariwisata, penelitian ini
merupakan penelitian yang mempunyai perbedaan cukup jauh dengan penelitian
penulis. Penelitian ini membahas seputar peran INGO asing dalam dunia pariwisata
dan pemberdayaan SDM yang edukatif. Persamaannya terdapat pada kerjasama
internasional dalam hal pariwisata yang nanti juga akan sedikit dibahas dalam
penelitian penulis.
Tabel 1 Penelitian Terdahulu
No. Penulis/Judul
Penelitian
Alat Analisa Isi Penelitian
1 Ari Waskito/Dampak
Investasi Asing
Terhadap Kehidupan
Sosial Ekonomi
Masyarakat Di
Kepulauan Derawan.
Investasi Asing,
Pariwisata
Kontribusi Investasi
Asing terhadap
perkembangan
pariwisata di kepulauan
Derawan. Selain
berdampak pada
perkembangan fasilitas
dan infrastruktur area
kepulauan Derawan,
dalam penelitian ini
juga disebutkan bahwa
Investasi asing juga
menjadi nilai lebih
dalam memberikan
kontribusi
pemberdayaan SDM di
kepulauan Derawan.
18
2 Agatha Popescu/
Research On The
Trends In Milk
Production And
Consumption In
Rumania.
Konsep Food
industries, Pasar dan
Trickle down effect
Upaya pemerintah
Rumania dalam
pengembangan industri
susu olahan sebagai
salah satu aspek yang
paling berpengaruh
dalam kehidupan
ekonomi sosial
masyarakat Rumania.
3 Hanny Aryunda yang
/Dampak Ekonomi
Pengembangan
Kawasan Ekowisata
Kepulauan Seribu.
Pariwisata,Ekowisata Kelebihan
pengembangan
ekowisata di kepulauan
seribu. yang tidak
bersifat eksploitatif dan
merusak lingkungan
serta ekosistem
layaknya pariwisata
konvensional.
4 Tri Joko Daryanto dan
Murtanti Jani Rahayu/
Peran Pasar Tradisional
Dalam Mendukung
Pengembangan
Pariwisata Kota
Surakarta.
Pasar Tradisional,
Pariwisata
Pengaruh positif dari
pengembangan pasar
tradisional dalam
meningkatkan
kunjungan wisatawan
ke kota Surakarta.
5 Tamara Nadya Citra
Ayu/Peran
International Non-
Governmental
Organizations (INGO)
Swiss Contact dalam
Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia Melalui
Pariwisata.
Non State Actor,
INGO
Kerjasama Internasional
antara Indonesia dan
salah satu INGO yang
disebut Swisscontact
dalam memberdayakan
SDM di Indonesia
melalui Pariwisata.
Swisscontact sendiri
merupakan INGO yang
salah satu proyeknya
bergerak pada bidang
pariwisata untuk
meningkatkan taraf
hidup masyarakat
Indonesia. Salah satu
program yang di
kerjakan oleh
Swisscontact dibidang
pariwisata adalah
proyek wisata.
19
1.5. Landasan Teori/ Konsep
1.5.1. Diplomasi Publik
Dalam merampungkan penelitian ini, penulis tentunya memilih landasan
konseptual yang sesuai untuk digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini.
Landasan konseptual pertama yang penulis gunakan adalah konsep diplomasi
publik, sebuah sub konsep dari diplomasi yang umumnya digunakan sebagai upaya
dalam menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan nasional
sebuah negara pada dunia Internasional.
Menurut Wilson P. Dizard, diplomasi publik banyak diimplementasikan
oleh aktor-aktor negara untuk merefleksikan citra negaranya. Contohnya yang
paling banyak dikenal adalah diplomasi publik Amerika Serikat pada asa presiden
Bush pasca dekade 2000 an. Pada masa ini diplomasi publik Amerika Serikat begitu
gencar menggunakan instrumen media untuk menunjukkan komitmennya pada
dunia internasional dalam melawan tindakan terorisme. Mulai dari media cetak,
media TV, internet hingga industri hiburan Holywood juga berperan penting dalam
diplomasi publik Amerika Serikat pada saat itu. Dizard kemudian mendefinisikan
diplomasi publik sebagai upaya untuk meningkatkan level pemahaman khalayak
internasional atas citra sebuah negara, agar khalayak internasional dapat berpihak
pada negara tersebut. Diplomasi publik pada masa ini juga dikenal sebagai
instrument branding yang bertujuan memperkenalkan citra Amerika sebagai “polisi
dunia”21
21 Wilson P. Dizard, Inventing Public Diplomacy: The Story of the U.S. Information Agency,
London: Lynne Reinner Pubisher, 2004, h. 220-222
20
Menurut J. Wang, Diplomasi publik diartikan sebagai proses komunikasi
pemerintah terhadap publik mancanegara yang bertujuan untuk memberikan
pemahaman atas negara, sikap, institusi, budaya, kepentingan nasional, dan
kebijakan -kebijakan yang diambil oleh negaranya. Eksistensi diplomasi publik
dalam khazanah politik global juga dianggap begitu penting, guna menghindari
miss persepsi khalayak internasional sekaligus sebagai ajang promosi citra sebuah
negara dari berbagai aspek. Target diplomasi publik secara umum merupakan
entitas publik, artinya seluruh masyarakat dunia, bukan entitas politik atau entitas
pemerintahan di negara lain.22
Menurut Esti Andayani, Duta Besar Indonesia untuk Italia pada tahun
2016 menyatakan bahwa aktor dalam diplomasi publik bukan hanya aktor Negara
di pemerintahan pusat, melainkan juga aktor dari sub pemerintahan, seluruh elemen
masyarakat sebuah negara, industri kreatif, media kreatif, para seniman dan warga
negara lainnya. Semua dapat berperan dalam diplomasi publik guna
memperkenalkan kearifan dan budaya sebuah negara yang masih belum diketahui
secara jelas oleh masyarakat internasional. Target dari diplomasi publik adalah
entitas publik internasional, bukan entitas politik internasional23
Seperti yang kita ketahui, dewasa ini, pembangunan sektor pariwisata
merupakan isu transnasional yang yang di dalamnya mencakup aspek ekonomi,
sosial-budaya dan aspek lingkungan. Menurut Laporan UNWTO, sektor pariwisata
22 J. Wang, dalam: Citra Hennida, Diplomasi Publik dalam Politik Luar Negeri, Departemen
Hubungan Internasional, FISIP, Universitaas Airlangga, Surabaya, 2014, h. 2 23 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia,
Diplomasi Publik Berbasis Nilai-Nilai Unggul Indonesia, diakses dalam:
https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Diplomasi-Publik-Berbasis-Nilai-Nilai-Unggul-
Indonesia.aspx, 9 Maret 2019, pukul 17.00 WIB.
21
merupakan sektor yang paling potensial bagi setiap negara di dunia, karena
berdasarkan survei tahunan yang dilakukan UNWTO, jumlah mobilitas wisatawan
selalu bertambah setiap tahunnya, maka selama masih ada keinginan orang untuk
mencari tahu area wisata daerah lain, maka sektor pariwisata akan terus eksis. Inilah
alasan mengapa pariwisata dapat menjadi sektor andalan.24
The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) sebagai salah satu
organisasi regional, juga telah menekankan pembangunan pariwisata bagi setiap
negara anggotanya. Salah satu rencana jangka panjang yang dihasilkan oleh
ASEAN adalah ASEAN Tourism Forum (ATF). Pada ATF ke 10 di Brunei
Darussalam, ASEAN telah membentuk ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP).
ASEAN Tourism Strategic Plan secara umum bertujuan untuk membangun
blueprint terkait dengan kebijakan, program, dan proyek dalam area pemasaran,
pengembangan produk, standar, pengembangan SDM, investasi, dan komunikasi
antar negara anggota ASEAN. ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP) 2011-2015
merupakan langkah maju bagi negara-negara ASEAN untuk meningkatkan jumlah
kunjungan wisatawan ke kawasan ASEAN.25
Melihat kecenderungan sektor pariwisata yang dapat dijadikan andalan,
daerah-daerah di Indonesia juga telah mengupayakan pembangunan sektor
pariwisata sebaik mungkin. Di Banyuwangi misalnya, daerah yang telah
24 Pariwisata Menjadi Salah Satu Sektor Prioritas Hadapi MEA, diakses dalam:
www.uph.edu/id/component/wmnews/new/2676-dr-diena-mutiara-lemy,-kepala-sekolah-stpph-
pariwisata-menjadi-salah-satu-sektor-prioritas-hadapi-mea.html, 5 Agustus 2016, pukul 1.50 WIB 25 Sri Wahyuni Rasulong, Asean Tourism Forum Dan Peningkatan Pariwisata Indonesia, Thailand
Dan Brunei Darussalam, diakses dalam:
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/11525/SKRIPSI%20LENGKAP-FISIP-
HI-SRI%20WAHYUNI%20RASULONG.pdf;sequence=1, 5 Agustus 2016, pukul 1.15 WIB.
22
menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor pembangunan unggul yang harus terus
dikembangkan secara berkesinambungan.
Berdasarkan penjelasan di atas, kemudian penulis berasumsi bahwa teori ini
berhubungan dengan penelitian yang akan penulis angkat. Pendapat ini didasarkan
pada sedikit overview yang penulis paparkan pada latar belakang yang menyatakan
bahwa pemerintah daerah Banyuwangi telah membuka peluang sebesar besarnya
bagi pelaku bisnis pariwisata untuk berinvestasi dalam pengembangan pariwisata
di Banyuwangi.
1.5.2. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Seperti yang penulis sebutkan di atas, bahwa penelitian ini berhubungan erat
dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), maka kiranya penulis
menganggap penting untuk menjabarkan pengertian dari UMKM itu sendiri. Pada
dasarnya, UMKM mempunyai banyak definisi, namun yang penulis ambil adalah
terminologi UMKM dari Bank Indonesia.
Menurut Bank Indonesia terminologi dari UMKM dibagi menjadi tiga
bagian. Bagian pertama adalah usaha mikro, usaha ini merupakan usaha berskala
keluarga yang biasanya dikelola menggunakan modal pribadi dengan pendapatan
tidak stabil atau lebih kecil dari 200 juta/tahun, sedangkan usaha kecil adalah usaha
yang skalanya lebih besar dari usaha mikro dengan tenaga kerja berkisar 5-20 orang
yang mempunyai pendapatan berkisar antara 200 juta hingga 1 milyar rupiah per
23
tahun. Usaha menengah didefinisikan sebagai usaha sebagai usaha yang dijalankan
oleh 20-99 pekerja dengan omset 1-10 Milyar/tahun.26
Dalam khazanah industri perdagangan di Eropa, istlah UMKM dikenal
sebagai Small Medium-sized Enterprise (SME) meupakan sektor yang saling
berintegrasi dengan industri pariwisata. Hal tersebut dikarenakan barang dan jasa
yang ditawarkan dalam UMKM menjadi salah satu hal yang begitu diminati oleh
para wisatawan. Pariwisata tidak akan maju jika tidak ditopang oleh industri
UMKM yang progresif, begitupun sebaliknya. Eksistensi industri pariwisata
memaksa pelaku bisnis di Eropa untuk mengembangkan industri UMKM, seperti
pembangunan motel atau cottage, penyedia jasa tour guide dan pelaku bisnis oleh-
oleh seperti makanan khas, cindera mata, souvenir, fashion item, serta produk-
produk UMKM lainnya. Menurut Chris Pomeroy, seorang ahli ilmu pariwisata,
jauh sebelum didirikannya Uni Eropa, negara-negara di Eropa telah
menandatangani perjanjian European Economic Community (EEC) sejak 25 Maret
1957. Dalam perjanjian ini telah disebutkan bahwa sektor pariwisata merupakan
sektor yang dapat menstimulasi pertumbuhan dan produktivitas UMKM di kawasan
Eropa, oleh karena itu diperlukan adanya integrasi antara kedua industri.27
26Eko Prasetyo, Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Kebijakan
penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran, jurnal AKMENIKA, Vol 2, No. 1, UPY, 2008.,
diakses dalam
http://upy.ac.id/ekonomi/files/PERAN%20USAHA%20MIKRO%20KECIL%20DAN%20MENE
NGAH%20(UMKM)%20DALAM%20KEBIJAKAN%20PENANGGULANGAN%20KEMISKI
NAN%20DAN%20PENGANGGURAN%20%20(P.%20EKO%20PRASETYO).pdf, (2/6/2016,
23.30 WIB) 27 Chris Pomeroy, Europe’s Tourism SMEs Are Getting Smarter, diakses dalam:
https://www.mmgy.com/industry-insights/europes-tourism-smes-are-getting-smarter/, 5 April
2019, pukul 15.00 WIB.
24
Dalam rangka meningkatkan produktivitas UMKM, tentunya ada langkah-
langkah tertentu yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah, salah satunya seperti
langkah yang telah diambil oleh bangsa-bangsa Eropa, yaitu mensinergikan
UMKM dengan industri pariwisata. Langkah pembangunan UMKM lainnya yang
kerap kali diimplementasikan oleh beberapa pemerintahan daerah adalah 4 aspek
pembangunan UMKM dari Ginandjar Kartasasmita, yaitu:28
1. Membukaa akses seluas luasnya bagi UMKM, seperti halnya melalui
pembangunan industri pariwisata
2. Mencetak SDM unggul malui revolusi penidikan khusus dan pelatihan
khusus
3. Penguatan pasar UMKM
4. Melakukan kerjasama dengan mitra lain guna meningkatkan
produktivitas UMKM.
Sektor UMKM sendiri saat ini telah menjadi salah satu instrument dalam
meningkatkan atraktivitas sebuah objek pariwisata, begitupun sebaliknya, industri
pariwisata juga merupakan salah satu aspek yang turut serta memajukan industri
UMKM. Salah satu bukti bahwa industri pariwisata dan UMKM merupakan dua
industri yang berkaitan, dapat kita lihat dari kebijakan makroprudensial Bank
Indonesia. Kebijakan ini ditujukan untuk pengembangan UMKM pariwisata karena
dinilai dapat memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan jumlah wisatawan
28 Ginandjar Kartasasmita, Pemberdayaan Masyarakat Konsep Pembelajaran Yang Berakar
Pada Masyarakat. Jakarta: BAPPENAS, 1996, h. 5
25
dan daya serap SDM.29 Menurut asumsi penulis, Relevansi industri pariwisata dan
UMKM ini juga berlaku pada pada industri pariwisata di Banyuwangi, oleh karena
itu konsep UMKM ini penulis sertakan sebagai alat analisa dalam penelitian ini.
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitik. Deskriptif analitik adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran dengan tujuan untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.30
1.6.2. Metode Analisis
Teknik analisa data yang digunakan penulis kali ini adalah analisa deskriptif
kualitatif. Dalam analisa deskriptif kualitatif, penulis nantinya hanya akan
menganalisa kasus berdasarkan teori atau konsep yang penulis ambil yang penulis
kombinasikan dengan data. Data kuantitatif juga akan penulis gunakan untuk
mendukung dan melengkapi isi penelitian ini.
1.6.3. Variable Penelitian
Untuk mempermudah sebuah penelitian deskriptif analitik, maka penulis
menempatkan posisi unit eksplanasi dan unit analisis pada posisinya masing-
masing. Unit analisis dalam penelitian ini adalah pembangunan pariwisata di
29 Indra Arif Pribadi, Insentif dukung UMKM pariwisata disiapkan, antara news, Sabtu, 14
November 2015 01:41 WIB, diakses dalam: http://www.antaranews.com/berita/529270/insentif-
dukung-umkm-pariwisata-disiapkan, 14 Agustus 2016, pukul 12.00 WIB
30 Mohammad Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia 1998, hlm. 63
26
Banyuwangi (domestik) dan pengaruhnya terhadap UMKM, sedangkan unit
eksplanasinya adalah pembangunan pariwisata sebagai isu transnasional. Unit
analisis disini selanjutnya disebut variabel dependen dan unit eksplanasi disini
selanjutnya disebut variabel independen. Level analisa dalam penelitian adalah
Induksionis.
1.6.4. Ruang Lingkup Penelitian
1.6.4.1. Batasan Waktu
Pada penelitian ini untuk menjaga agar pembahasan dalam penelitian
menjadi lebih fokus, maka penulis memberi batasan waktu pada tahun 2010 hingga
2015, dikarenakan pada tahun tersebut merupakan momentum dimana Kabupaten
Banyuwangi secara serius melakukan pembangunan industri pariwisatanya.
1.6.4.2. Batasan Materi
Guna mempermudah untuk melakukan penelitian, maka peneliti
menggunakan batasan materi penelitian. Hal ini dilakukan agar penelitian dapat
fokus kepada objek yang akan diteliti. Sehingga penelitian ini difokuskan pada
strategi Pemerintah Banyuwangi guna meningkatkan UMKM melalui
pembangunan pariwisata di Kabupaten Banyuwangi.
1.6.5. Teknik Pengumpulan Data
1.6.5.1. Data Primer
Dalam berusaha memperoleh data primer/utama, penulis akan
melakukan peninjauan dengan datang langsung ke lokasi penelitian, serta akan
melakukan wawancara langsung terhadap dinas-dinas pemerintah terkait. Dinas-
dinas pemerintah daerah yang rencananya akan penulis jadikan sebagai sumber data
27
primer adalah dinas pariwisata kabupaten Banyuwangi, dinas Koperasi dan UMKM
Banyuwangi dan pelaku usaha UMKM Banyuwangi.
1.6.5.2. Data Skunder
Data sekunder dapat berupa dokumentasi yaitu mencari data mengenai
hal-hal yang terkait dalam proses penelitian yang diperoleh berdasarkan berbagai
buku atau literatur, elektronik, catatan, transkrip, website, dokumen, jurnal, internet,
artikel kliping, surat kabar, maupun laporan kegiatan penelitian dan sebagainya.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan diperlukan guna untuk membuat poin-poin
pembahasan di dalam sebuah penelitian. Selain itu, sistematika penulisan juga
dibuat agar isi penelitian lebih teratur dan terarah. Guna semakin mempermudah
hal tersebut, sistematika penulisan dalam penelitian ini, penulis buat dalam bentuk
tabel poin-perpoin:
28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan dan Manfaat
Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1. Manfaat akademis
1.3.2.2. Manfaat praktis
1.4 Penelitian Terdahulu
1.5 Landasan Teori dan Konsep
1.5.1. Teori Trickle Down
1.5.2. Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM)
1.6 Metode Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
1.6.2. Metode Analisis
1.6.3. Variable Penelitian
1.6.4. Ruang Lingkup Penelitian
1.6.4.1. Batasan Waktu
1.6.4.2. Batasan Materi
1.6.5. Teknik Pengumpulan Data
1.6.5.1. Data Primer
1.6.5.2. Data Sekunder
1.7 Sistematika Penulisan
BAB II
PEMBANGUNAAN DI TINGKAT
DAERAH SEBAGAI
PENDUKUNG PEMBANGUNAN
NASIONAL
2.1 Program Pembangunan
Negara Berkembang
2.2 Upaya Pembangunan
Ekonomi Indonesia
2.2.1 Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional
(RPJPN)
2.2.2 Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional
(RPJMN)
2.2.3 Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia
(MP3EI)
29
BAB III: CAPAIAN PROGRAM
PEMBNGUNAN PARIWISATA
PEMERINTAH KABUPATEN
BANYUWANGI
3.1 Capaian dalam Industri
Pariwisata
3.2 Capaian dalam Industri
UMKM
BAB IV: STRATEGI
PARIWISATA BANYUWANGI
DALAM PEMBANGUNAN
UMKM
4.1 Upaya Pembangunan UMKM
Banyuwangi
4.2 Strategi Pariwisata Kota
Banyuwangi
4.3 Segmentasi dan Target
BAB V: PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran