bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/53439/2/bab i.pdf · meliputi pasien...

10
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah kesehatan pada masyarakat dan menyebabkan kematian paling banyak di seluruh dunia. Masalah ini di anggap sebagai faktor resiko pada penyakit kardiovaskular, stroke, dan penyakit ginjal (Benjamin et al., 2017). Sebanyak 9,4 juta kematian di dunia pertahun diakibatkan oleh hipertensi. Pengelolaan hipertensi yang buruk dapat menimbulkan komplikasi 45% kematian akibat penyakit jantung, dan 51% kematian akibat stroke (Khanal et al., 2017). Pada hipertensi berat yang beresiko komplikasi, dan yang mengalami hipertensi bertahun – tahun biasanya akan merasakan gejala – gejala hipertensi yang menyebabkan kondisi fisik serta aktivitas kesehariannya terganggu (Jasemi et al., 2017). Menurut data WHO (Zaenurrohmah & Rachmayanti, 2017) menyebutkan bahwa di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4% orang mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang, termasuk Indonesia. Dinas kesehatan kota Malang memperkirakan dari 43.885 orang yang melakukan pengukuran tekanan darah di tenaga kesehatan didapatkan 35,92 % atau 15.765 orang menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi, mayoritas adalah perempuan 11.762 orang sedangkan laki – laki 4.003 orang. Meningkatnya kejadian hipertensi akan menambah banyaknya gangguan fisik

Upload: others

Post on 01-Aug-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53439/2/BAB I.pdf · meliputi pasien scizoprenia dan tidak mengisi kuesioner secara lengkap. 9 Hasil dari penelitian ini yaitu

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah kesehatan pada

masyarakat dan menyebabkan kematian paling banyak di seluruh dunia. Masalah ini

di anggap sebagai faktor resiko pada penyakit kardiovaskular, stroke, dan penyakit

ginjal (Benjamin et al., 2017). Sebanyak 9,4 juta kematian di dunia pertahun

diakibatkan oleh hipertensi. Pengelolaan hipertensi yang buruk dapat menimbulkan

komplikasi 45% kematian akibat penyakit jantung, dan 51% kematian akibat stroke

(Khanal et al., 2017). Pada hipertensi berat yang beresiko komplikasi, dan yang

mengalami hipertensi bertahun – tahun biasanya akan merasakan gejala – gejala

hipertensi yang menyebabkan kondisi fisik serta aktivitas kesehariannya terganggu

(Jasemi et al., 2017).

Menurut data WHO (Zaenurrohmah & Rachmayanti, 2017) menyebutkan

bahwa di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4% orang mengidap hipertensi,

angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta

pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara

berkembang, termasuk Indonesia. Dinas kesehatan kota Malang memperkirakan dari

43.885 orang yang melakukan pengukuran tekanan darah di tenaga kesehatan

didapatkan 35,92 % atau 15.765 orang menderita tekanan darah tinggi atau

hipertensi, mayoritas adalah perempuan 11.762 orang sedangkan laki – laki 4.003

orang. Meningkatnya kejadian hipertensi akan menambah banyaknya gangguan fisik

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53439/2/BAB I.pdf · meliputi pasien scizoprenia dan tidak mengisi kuesioner secara lengkap. 9 Hasil dari penelitian ini yaitu

2

yang dialami seseorang karena keluhan gejala yang dirasakan (Dinkes Kota Malang,

2014).

Gangguan fisik pada penderita hipertensi terjadi karena diakibatkan oleh

peningkatan tekanan darah, adanya peningkatan tekanan darah tersebut

menyebabkan kesehatan seseorang menjadi tidak stabil. Tidak stabilnya kesehatan

seseorang dengan hipertensi dapat ditunjukkan adanya keluhan gejala – gejala

hipertensi yang dirasakan seperti sakit kepala berupa rasa berat di tengkuk, kelelahan,

keringat berlebihan, nyeri dada, pandangan kabur atau ganda, kesulitan tidur, mudah

marah serta mudah tersinggung, dan sampai tidak dapat bekerja dengan baik (Alfian,

Susanto, & Khadizah, 2017). Permasalahan keluhan gejala yang dialami pada

hipertensi dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh (Irwan, Novriyanti, dan

Usnizar, 2014) menunjukkan bahwa banyaknya kejadian keluhan gejala yang dialami

pasien dengan hipertensi jangka lama dan mengalami komplikasi yakni seperti nyeri

dada sebesar 43,8%, sesak nafas sebesar 18,8%, palpitasi sebesar 4,2%, sakit kepala

sebesar 14,6%, serta keluhan lain yang juga dialami pasien yaitu lemas, nyeri ulu hati,

sulit tidur sebesar 18,8%.

Gejala – gejala yang dialami tersebut akan mengganggu salah satu aspek yaitu

aspek fisik atau fisiologis. Aspek fisik seseorang dapat dipengaruhi oleh karakteristik

kepribadiannya, artinya bahwa jika pikiran, perasaan, serta perilaku seseorang baik

dalam penyesuaian dengan lingkungannya, maka aspek fisik atau kondisi fisiknya pun

juga dalam keadaan baik (Mubarak, Indrawati, & Susanto, 2015).

Gangguan aspek fisik pada hipertensi dapat dilihat dan diamati dengan

pendekatan model health care system, model ini akan mengamati perubahan tekanan

darah yang terjadi karena ketidakstabilan keseimbangan kesehatan seseorang pada

hipertensi, sehingga mengakibatkan gangguan pada aspek fisiknya (Kabore Talato,

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53439/2/BAB I.pdf · meliputi pasien scizoprenia dan tidak mengisi kuesioner secara lengkap. 9 Hasil dari penelitian ini yaitu

3

Marie N Fongwa, 2017). Teori pendekatan Model Health Care System menjelaskan

bahwa aspek fisik kesehatan seseorang mengacu pada struktur tubuh dan fungsi

fisiologisnya, seperti kondisi organ dan keefektifan sistem regulasi tubuh (Neuman,

Fawcett, 2011).

Pada model health care system, terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi

stabilitas kesehatan sistem tubuh seseorang, yaitu faktor intrapersonal meliputi

variabel fisiologis, psikologis, perkembangan, spiritual. Faktor ektrapersonal meliputi

variabel sosial budaya, serta faktor risiko interpersonal meliputi interaksi antara dua

sistem atau kedua faktor. Selain faktor tersebut model health care system membagi tiga

garis pertahanan yang juga berkontribusi dalam stabilitas kesehatan sistem seseorang

yaitu 1) garis pertahanan fleksibel yang berperan memberikan respon awal atau

perlindungan pada sistem dari stressor; 2) garis pertahanan normal berfungsi

melindungi struktur dasar atau inti dan akan teraktivasi jika terdapat stressor dari

lingkungan; 3) garis resistan berperan dalam merespon stressor tersebut, jika garis

resisten efektif maka sistem depan dapat berkontribusi namun jika tidak efektif akan

menimbulkan efek yang membahayakan seperti timbul kematian (Neuman, Fawcett,

2011).

Interaksi stressor internal dan eksternal pada model health care system ini akan

terjadi pada garis pertahanan serta resistan. Jika garis pertahanan normal terganggu

karena stressor risiko internal dan ekternal maka efek negatif dalam variabel fisiologis

terjadi seperti peningkatan tekanan darah, jika berkelanjutan mengganggu garis

lainnya, maka efek negatifnya tekanan darah juga akan semakin tinggi, serta tingkat

keseimbangan kesehatan seseorang semakin tidak stabil, sehingga menimbulkan

masalah fisik pada hipertensi. Timbulnya masalah fisik tersebut akan memungkinkan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53439/2/BAB I.pdf · meliputi pasien scizoprenia dan tidak mengisi kuesioner secara lengkap. 9 Hasil dari penelitian ini yaitu

4

seseorang masih dalam keadaan belum stabil sehingga dalam melakukan aktivitas

keseharian dan kualitas hidupnya terganggu (Kabore Talato, Marie N Fongwa, 2017).

Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mendapat kepuasaan

dan kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari (da Silva & Baptista, 2016). Kualitas

hidup seseorang dapat dinilai dengan berbagai aspek gaya hidup aktif secara fisik.

Semakin banyak aktivitas fisik, dampak kualitas hidup lebih baik. Hal ini disebabkan

adanya peningkatan kinerja otot, keseimbangan, kesehatan kognisi, dan kemampuan

untuk mandiri (Svantesson et al., 2015). Menurut WHO dalam (Alfian, Susanto, dan

Khadizah, 2017) menginformasikan bahwa kualitas hidup merupakan indikator

penting untuk menilai keberhasilan intervensi pelayanan kesehatan, baik dari segi

pencegahan maupun pengobatan. Kualitas hidup tidak hanya mencakup domain fisik,

tetapi juga kinerja dalam memainkan peran sosial, keadaan emosional, fungsi

intelektual dan kognitif serta perasaan sehat dan kepuasan hidup. Hasil dari penelitian

yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebanyak 74,14% penderita hipertensi

dengan penyakit penyerta gagal jantung memiliki kualitas hidup yang kurang baik,

diantaranya skor pada fungsi fisik 48, 71, fungsi emosi 64,9, fungsi sosial 50,25,

kesehatan umum 44,11, keadaan fisik 31,9, dan keadaan emosi 36, 23 (Alfian,

Susanto, & Khadizah, 2017).

Gangguan fisik berkaitan dengan kualitas hidup seseorang. Munculnya gejala

gangguan pada aspek fisik kesehatan seseorang dapat berpengaruh pada aktivitas

sosial serta aktivitas kesehariannya. Gangguan aktivitas fisik tersebut dapat

mempengaruhi status fungsional dan psikososial, serta kualitas hidup seseorang.

Gangguan aspek fisik perlu diperhatikan kembali agar keseimbangan kesehatan stabil

dan memungkinkan seseorang dalam menangani penyakitnya, sehingga kesehatan dan

kualitas hidupnya baik atau meningkat (Tsai et al., 2017). Kualitas hidup seseorang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53439/2/BAB I.pdf · meliputi pasien scizoprenia dan tidak mengisi kuesioner secara lengkap. 9 Hasil dari penelitian ini yaitu

5

tersebut menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental yang berarti jika seseorang

sehat secara fisik dan mental maka orang tersebut akan mencapai suatu kepuasan

dalam hidupnya. Kesehatan fisik itu dapat dinilai dari fungsi fisik, keterbatasan peran

fisik, nyeri pada tubuh dan persepsi tentang kesehatan. Kesehatan mental itu sendiri

dapat dinilai dari fungsi sosial, dan keterbatasan peran emosional (Rustandi Handi,

Hengky Tranado, 2018).

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 9 Mei 2018

didapatkan data dari dinas kesehatan kota Malang, pada tahun 2017 di puskesmas

Kendalsari didapatkan pasien hipertensi baru laki – laki 200 orang dan pasien lama

laki – laki 370 orang, sedangkan pasien baru perempuan didapatkan 256 orang dan

pasien lama perempuan 586 orang. Kemudian studi pendahuluan yang telah

dilakukan pada tanggal 11 Mei 2018 di Puskemas Kendalsari Kota Malang, di

dapatkan data 89 orang penderita hipertensi yang masuk dalam kelompok senam

Program Pembinaan Penyakit Kronis (PROLANIS) di Puskesmas Kendalsari,

Malang.

Hasil wawancara yang dilakukan langsung kepada 11 orang penderita

hipertensi dalam kelompok senam PROLANIS menunjukkan bahwa 7 orang

mengkonsumsi obat hipertensi tetapi terkadang lupa meminumnya, mengikuti senam

jika kondisi kesehatanya baik, namun apabila lupa meminum obat dan saat kondisi

tekanan darahnya naik akan mengeluhkan sakit kepala yang disertai mual dan

muntah, pada bagian dada terkadang merasakan seperti sesak dan tidak nyaman, 4

orang lainnya mengatakan bahwa rutin meminum obat hipertensi, mengikuti senam

rutin, namun kadang saat tekanan darahnya naik juga akan mengeluhkan sakit kepala

tepatnya dibagian belakang leher sampai bahu, nyeri pada bagian lutut, sulit tidur,

merasa cepat letih, dan lemas.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53439/2/BAB I.pdf · meliputi pasien scizoprenia dan tidak mengisi kuesioner secara lengkap. 9 Hasil dari penelitian ini yaitu

6

Hasil wawancara yang juga dilakukan kepada Kepala Petugas penyakit tidak

menular Puskesmas Kendalsari Kota Malang, menyatakan bahwa sebagian besar

penderita hipertensi kelompok senam PROLANIS rutin memeriksakan

kesehatannya di Puskesmas tersebut, dan rutin meminum obat sehingga tekanan

darahnya dapat terkontrol, namun sebagian penderita hipertensi tersebut juga

mengeluhkan sakit kepala pada bagian belakang leher tepatnya ditengkuk leher,

merasakan nyeri pada persendian lutut, cepat letih. Penderita hipertensi dengan usia

lebih 60 tahun biasanya akan mengalami pandangan kabur, serta akan menyebabkan

katarak. Gejala yang dikeluhkan tersebut terjadi ketika keadaan tekanan darah

meningkat.

Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti “Hubungan Antara Gejala Hipertensi Dengan Kualitas Hidup Menggunakan

Pendekatan Model Health Care System”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

“Adakah hubungan antara gejala hipertensi dengan kualitas hidup.”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara gejala hipertensi dengan kualitas hidup di

Puskesmas Kendalsari Kota Malang pada kelompok senam PROLANIS.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53439/2/BAB I.pdf · meliputi pasien scizoprenia dan tidak mengisi kuesioner secara lengkap. 9 Hasil dari penelitian ini yaitu

7

1.3.2. Tujuan Khusus

1.1 Mengidentifikasi karakteristik pasien hipertensi berdasarkan usia, jenis

kelamin, jenis pekerjaan, dan tekanan darah di Puskesmas Kendalsari

Kota Malang pada kelompok senam PROLANIS.

1.2 Mengidentifikasi gejala hipertensi di Puskesmas Kendalsari Kota

Malang pada kelompok senam PROLANIS.

1.3 Mengidentifikasi kualitas hidup pasien hipertensi di Puskesmas

Kendalsari Kota Malang pada kelompok senam PROLANIS.

1.4 Mengidentifikasi hubungan antara gejala hipertensi dengan kualitas

hidup di Puskesmas Kendalsari Kota Malang pada kelompok senam

PROLANIS.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Untuk memajukan perkembangan ilmu keperawatan komunitas terkait gejala

hipertensi dengan kualitas hidup dalam pendekatan model health care system.

1.4.2. Manfaat Praktis

Sebagai sumber informasi bagi perawat dalam mengembangkan asuhan

keperawatan untuk pasien hipertensi, serta sebagai acuan untuk mengidentifikasi

bagaimana gejala hipertensi berhubungan dengan kualitas hidup. Sehingga penelitian

ini dapat memberikan kontribusi dalam pengambilan keputusan kepada pasien

hipertensi di masa mendatang.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53439/2/BAB I.pdf · meliputi pasien scizoprenia dan tidak mengisi kuesioner secara lengkap. 9 Hasil dari penelitian ini yaitu

8

1.5 Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini yakni penderita hipertensi di Puskesmas Kendalsari

Kota Malang pada kelompok senam PROLANIS yang mengalami hipertensi dengan

tekanan darah yang tinggi serta mengalami berbagai komplikasi dari penyakit

hipertensi dan responden berada di Kota Malang saat penelitian.

1.6 Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang

dilakukan oleh peneliti :

1. Penelitian oleh Sari andriana, Lolita, Fauzia pada tahun 2017 Universitas

Ahmad Dahlan, dengan judul Pengukuran Kualitas Hidup Pasien

Hipertensi Di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta Menggunakan European

Quality Of Life 5 Dimensions (EQ5D) Questionnaire Dan Visual Analog Scale

(VAS). Tujuan penelitian ini adalah mengukur kualitas hidup pasien

hipertensi untuk mengetahui gambaran kualitas hidup supaya bisa

dilakukan evaluasi dan pencegahan penurunan kualitas hidup. Desain

penelitian adalah observasional cross sectional. Data diambil secara purposive

sampling pada pasien hipertensi dengan atau tanpa komplikasi yang

menjalani pengobatan rawat jalan di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta.

Pengumpulan data menggunakan EQ5D kuesioner dan Visual Analog

Scale (VAS). Subyek adalah pasien yang didiagnosa hipertensi dengan atau

tanpa komplikasi. Kriteria inklusinya yaitu dapaat dijangkau oleh peneliti,

tidak buta huruf dan bersedia menjadi responden. Kriteria enklusinya

meliputi pasien scizoprenia dan tidak mengisi kuesioner secara lengkap.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53439/2/BAB I.pdf · meliputi pasien scizoprenia dan tidak mengisi kuesioner secara lengkap. 9 Hasil dari penelitian ini yaitu

9

Hasil dari penelitian ini yaitu tidak ada perbedaan signifikan pengukuran

kualitas hidup hipertensi dengan komplikasi dan tanpa komplikasi.

2. Penelitian oleh Vestabilivy, Rukayah pada tahun 2014 dengan judul

Hubungan Perilaku Pencegahan Komplikasi dengan Kualitas Hidup dan

Stabilitas Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Puskesmas

Kecamatan Pondok Gede, Bekasi Tahun 2013. Desain yang digunakan

dalam penelitian ini adalah deskriptif asosiatif dengan pendekatan cross

sectional . Pengumpulan data menggunakan kuesioner tentang perilaku

pencegahan komplikasi dan kualitas hidup WHOQOL-BREF. Metode

pengambilan sampel menggunakan metode non probality sampling melalui

teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan

antara aktifitas fisik/olahraga dengan kualitas hidup pasien hipertensi.

Ada perbedaan hubungan antara pembatasan garam dengan kualitas

hidup pada pasien hipertensi perempuan dan pasien hipertensi laki – laki.

Terdapat perbedaan hubungan antara perilaku pencegahan komplikasi

dengan kualitas hidup pasien hipertensi dan tidak ada hubungan antara

kualitas hidup dengan stabilitas tekanan darah pada pasien hipertensi.

3. Penelitian oleh Poluan, Kalesaran, Ratag pada tahun 2017 Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado dengan judul

Hubungan Antara Hipertensi Dengan Kualitas Hidup Pada Penduduk di

Kelurahan Kinilow Kecamatan Tomohon Utara Kota Tomohon.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hipertensi

dengan kualitas hidup pada penduduk di Kelurahan Kinilow Kecamatan

Tomohon Utara Kota Tomohon. Pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan kuesioner EQ-5D dan alat pengukur tekanan darah

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53439/2/BAB I.pdf · meliputi pasien scizoprenia dan tidak mengisi kuesioner secara lengkap. 9 Hasil dari penelitian ini yaitu

10

tensimeter. Terdapat hubungan antara hipertensi dengan kualitas hidup

pada penduduk di Kelurahan Kinilow Kecamatan Tomohon Utara Kota

Tomohon.