bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang
mempergunakan medium bahasa (Pradopo (2010:120-121). Bahasa yang
digunakan dalam karya sastra bukanlah bahasa yang digunakan pada umumnya,
melainkan bahasa yang mengandung tanda. Seperti yang diungkapkan oleh
Endraswara (2011:63) bahwa “bahasa sastra itu tidak sembarang bahasa,
melainkan bahasa khas yang memuat tanda-tanda”.
Salah satu karya sastra yang menggunakan bahasa yang singkat dan penuh
makna adalah puisi. Puisi merupakan ekspresi jiwa yang dibangun oleh pilihan
kata yang memikat dan mengandung makna yang dalam. Makna yang terkandung
dalam puisi merupakan makna yang terbangun dari pengalaman imajinatif
manusia. Banyak hal yang dapat diambil ketika membaca puisi karena di
dalamnya terdapat masalah-masalah yang ingin diungkapkan oleh penyair, yaitu
pengalaman imajinatif yang merupakan dokumen sosial. Seperti yang pernah
diungkapkan oleh Henri Guntur Tarigan (1984:8)
“Puisi merupakan ekspresi dari pengalaman imjinatif manusia, maka yang
pertama kali yang kita peroleh bila kita membaca suatu puisi adalah
pengalaman. Semakin banyak seseorang membaca puisi serta
menikmatinya maka semakin banyak pula pengalaman yang diperoleh dan
dinikmatinya, terlebih pula pengalaman imajinatif”
Puisi merupakan karya sastra populer di kalangan bangsa Arab. Puisi-puisi
Arab sangat berkembang karena dipengaruhi oleh masalah-masalah sosial dan
kejadian yang terjadi di negara-negara Arab seperti yang dipaparkan Starkey
2
(2006:80) bahwa “sastra Arab modern berkembang pesat terkait dengan politik
dan perubahan sosial”.
Kemunduran Daulah Ustmaniyah pada akhir abad ke-18 sempat menjadi
penyebab mundurnya kesusastraan Arab. Hal ini dikarenakan terganggunya proses
keilmuan khususnya ilmu sastra. Pada saat itu pula, bangsa Eropa masuk dan
mempengaruhi keilmuan yang ada di kalangan Arab termasuk ilmu sastra
khususnya puisi. Setelah itu, bangsa Arab mulai giat kembali menekuni bidang
sastra khususnya puisi. Akan tetapi, terjadi perubahan dari puisi Arab tradisional
ke puisi Arab modern. Ini disebabkan oleh pengaruh yang dibawa bangsa Eropa
sebagaimana paparan Muhdar (1983:180) bahwa “penyair Arab modern
menyesuaikan dirinya dengan keadaan zaman modern, karena banyak dari mereka
yang terpengaruh dengan aliran sastra Barat”.
Puisi Arab modern adalah puisi yang tidak terikat pada kaidah-kaidah
puisi Arab tradisional, sebagaimana Sutiasumarga (2001:116) memaparkan bahwa
“puisi pada masa ini lebih memperhatikan unsur pemikiran daripada unsur gaya,
tidak banyak menggunakan kata-kata retoris seperti saj’ dan tibāq seperti pada
masa sebelumnya”.
Nizār Qabbāniy adalah salah satu penyair puisi Arab modern yang
seringkali mengangkat tema tentang cinta dan perempuan. Akan tetapi, karena
kekalahan Arab dalam perang Arab-Israel Nizār Qabbāniy mulai mengangkat
puisi-puisi yang bertema politik. Puisi “as-Sīratu aż-Żātiyyatu li Sayyāfin
‘Arabiyyin” dalam antologi puisi al-Qaṣā’idu as-Siyāsiyyatu karya Nizār
Qabbāniy ini menceritakan tentang penguasa berbangsa Arab yang diktator dan
3
lalim kepada rakyatnya. Karena kelalimannya tersebut, menjadikan kehidupan
rakyatnya penuh dengan kesengsaraan, berbanding terbalik dengan kehidupan
penguasa tersebut yang penuh dengan kesejahteraan dan kemewahan.
Nizār Qabbāniy dalam menulis puisi selalu menggunakan kata-kata,
bahasa dan gaya sehari-hari dan tidak bertele-tele, tetapi mengandung makna yang
sangat dalam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gabay (1973:212)
“Qabbāni's poetry is written from the heart, in a very simple style, economical,
close to the vernacular, avoiding the decorative and pedantic” ‘Puisi Qabbāniy
ditulis dari hati, dalam gaya yang sangat sederhana, ekonomis, dekat dengan
bahasa sehari-hari, menghindari kata bertele-tele’. Puisi mempunyai kekuatan
yang sangat besar sehingga berpengaruh besar juga bagi pembacanya. Oleh karena
itu, “as-Sīratu aż-Żātiyyatu li Sayyāfin ‘Arabiyyin” dalam antologi puisi al-
Qaṣā’idu as-Siyāsiyyatu karya Nizār Qabbāniy ini menarik untuk diteliti dan
dikaji karena peneliti mendapatkan banyak hal, pengalaman, dan wawasan baru.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan
dalam penelitian ini adalah makna puisi yang berjudul “as-Sīratu aż-Żātiyyatu li
Sayyāfin ‘Arabiyyin” dalam antologi puisi al-Qaṣā’idu as-Siyāsiyyatu karya Nizār
Qabbāniy.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna puisi yang berjudul
“as-Sīratu aż-Żātiyyatu li Sayyāfin ‘Arabiyyin” dalam antologi puisi al-Qaṣā’idu
as-Siyāsiyyatu karya Nizār Qabbāniy.
4
l.4 Tinjauan Pustaka
Penelitian terhadap Nizār Qabbāniy dan karya-karyanya sudah banyak
dilakukan. Seperti essai tulisan Z.Gabay yang berjudul “The Poet and His Poetry”
dalam jurnal Middle Eastern Studies, Vol. 9, No. 2 tahun 1973. Essai ini berisi
tentang puisi-puisi Nizār. Karya yang berupa essai dari Arieh Loya dalam judul
“Poetry as a Social Document: The Social Position of the Arab Woman as
Reflected in the Poetry of Nizār Qabbāniy” dalam jurnal Middle Eastern Studies,
Vol. 6, No. 4 (Oct., 1975). Karya ini mengungkapkan pandangan Nizār Qabbāniy
tentang perempuan Arab dan menjelaskan tentang keadaan sosial yang
dialaminya.
Muhamed Alkhalil pada tahun 2005 menulis disertasi yang berjudul
“Nizar Qabbani:From Romance to Exile”. Disertasi tersebut berisi tentang
kehidupan Nizār Qabbāniy yang terdiri atas karya-karya, biografi, serta
perkembangan sosial politik. Selain itu, karya lain Nizār Qabbāniy yang sudah
diteliti adalah puisi yang berjudul “Kitābatun ʻAla Judrani al-Manfā”. Puisi ini
diteliti menggunakan analisis semiotik oleh Kartika F. Niemah pada tahun 2010.
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa puisi “Kitābatun ʻAla Judrani al-
Manfā” ditulis untuk menceritakan tekanan yang diberikan oleh penguasa
terhadap penyair sehingga dia tidak dapat berkarya. Dalam skripsinya yang
berjudul “Puisi Khamsa wa ʻIsyrīna Wardatan fī Syaʻri Balqīs yang diteliti oleh
Laily Qodariyyah pada tahun 2011. Disimpulkan bahwa puisi Khamsa wa Isyrīna
Wardatan fī Syaʻri Balqīs karya Nizār Qabbāniy ini diciptakan untuk mengenang
istri tercintanya, Balqīs yang terbunuh dalam peristiwa bom bunuh diri.
5
Selanjutnya, puisi Asyhadu Allā Imra’tan Illā Anti. Puisi ini diteliti dengan
memanfaatkan analisis semiotik Riffaterre oleh Shinta Fitria Utami pada tahun
2012. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa puisi Asyhadu Allā Imra’tan
Illā Anti ditulis untuk mengenang istrinya, Balqīs ar-Rāwī yang setia
menemaninya dan memberi semangat pada Nizār Qabbāniy.
Kemudian dalam skripsi Achmad Zaki yang meneliti puisi “al-Kitābatu bi
al-Ḥibri as-Sirriyyi” pada tahun 2012 disimpulkan bahwa puisi Nizār Qabbāniy
ini didedikasikan untuk para penyair yang karya-karyanya dilarang beredar oleh
pemerintah. Puisi ini bercerita tentang kritikan penyair terhadap pemerintah yang
membiarkan rakyatnya terlantar dan menderita karena perang. Di sisi lain, puisi
ini bercerita tentang keserakahan pemerintah dalam memanfaatkan hasil alam
untuk kepentingan pribadi mereka dan terjadinya keengsaraan-kesengsaraan
bangsa karena ketidakpedulian pemerintah terhadap bangsanya. Selain itu, M.
Yasif Femi M. dalam skripsinya yang meneliti puisi “Mansyūrāt Fidā’iyyah ‘ala
Judrāni Isrāil” pada tahun 2012 berkesimpulan bahwa puisi tersebut adalah
gambaran tentang perlawanan rakyat Palestin yang gagah berani untuk
mendapatkan kemerdekaan dari penjajahan Israel. Kemudian puisi al-Quds yang
diteliti oleh Alfia Pristidewi pada tahun 2012 yang dalam skripsinya menceritakan
tentang Yerussalem kota suci tiga agama, yaitu Islam, Nasrani, dan Yahudi. Puisi
tersebut juga menceritakan perjuangan rakyat Palestina dalam mempertahankan
Yerussalem dari serangan Israel yang ingin merebutnya.
Sejauh pengamatan penulis, penelitian terhadap puisi “as-Sīratu aż-
Żātiyyatu li Sayyāfin ‘Arabiyyin” dalam antologi puisi al-Qaṣā’idu as-Siyāsiyyatu
6
karya Nizār Qabbāniy belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, peneliti
berinisiatif untuk meneliti puisi ini dengan menggunakan analisis semiotik.
1.5 Landasan Teori
Puisi adalah salah satu genre karya sastra yang mempunyai perbedaan
dengan prosa. Prosa bersifat informative, sedangkan puisi bersifat sugestif dan
asosiatif. Di dalam puisi banyak terdapat tanda, hal ini disebabkan “Puisi
merupakan struktur tanda-tanda yang bersistem dan bermakna ditentukan oleh
konvensi” (Pradopo, 2010:123). Oleh karena itu, untuk mengungkap tanda-tanda
yang terdapat di dalam puisi diperlukan teori. Teori adalah sekumpulan proposisi
yang saling berkaitan secara logis untuk menjelaskan sejumlah fenomena
(Kesuma, 2007 : 37). Karena puisi merupakan karya sastra yang membutuhkan
pemaknaan, Oleh karena itu, teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teori semiotik.
“Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-
tanda” (Endraswara, 2011:64). Selain itu, Teeuw (1984:37) menyatakan bahwa
“karya sastra sebagai gejala semiotik”. Sebagai salah satu jenis karya sastra,
sudah tentu puisi juga menggunakan bahasa sebagai mediumnya. “Medium karya
sastra bukanlah bahan yang bebas (netral) seperti bunyi pada seni ataupun warna
pada lukisan” (Pradopo, 2010:121). Alat music tidak akan mempunyai arti apa-
apa jika pengguna alat musik tersebut tidak menggunakannya untuk memainkan
musik tertentu. Hal ini berbeda dengan bahasa, sebelum dipergunakan dalam
karya sastra bahasa sudah mempunyai arti yang ditentukan oleh konvensi
masyarakat. Bahasa yang dipergunakan sebagai medium karya sastra merupakan
7
sistem semiotik tingkat pertama, sebagaimana diungkapkan oleh Pradopo
(2010:122) bahwa “bahasa yang merupakan sistem tanda yang kemudian dalam
karya sastra menjadi mediumnya itu adalah sistem tanda tingkat pertama. Dalam
semiotik, arti tanda bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertama disebut
meaning”. Karya sastra merupakan sistem semiotik tingkat kedua. “Dalam karya
sastra, arti bahasa ditentukan oleh oleh konvensi sastra. Dengan demikian,
timbullah arti baru yaitu arti sastra yang merupakan arti dari arti (meaning of
meaning)” (Pradopo, 2010:122).
1.6 Metode penelitian
Sebagaimana paparan di atas bahwa teori yang digunakan adalah semiotik,
maka metode yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
analisis semiotik yang dikemukakan oleh Riffaterre. Dalam memaknai puisi
Riffatere (1978:1-6) mengungkapkan bahwa untuk memahami puisi ada empat
langkah yang bisa dipergunakan, yaitu ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan
semiotik, matriks atau kata kunci, dan hipogram.
Hal pertama, untuk mengacu pada bahasa puisi adalah ketidaklangsungan
ekspresi yang disebabkan oleh penggantian arti, penyimpangan arti, dan
penciptaan arti. Hal kedua, untuk pemberian makna digunakan pembacaan
semiotik yang dibagi menjadi pembacaan heuristik dan hermeneutik. Hal
selanjutnya adalah pencarian matriks dan hipogram.
Pertama, ketidaklangsungan ekspresi itu disebabkan oleh tiga hal, yaitu
penggantian arti (displacing of meaning), penggantian arti disebabkan oleh
penggunaan metafora dan metomini. Metafora dan metomini adalah bahasa kiasan
(figurative language), yang meliputi juga simile, personafikasi, sinekdoki,
8
perbandingan epos, dan alegori. Metafora juga bahasa kiasan yang
mengumpamakan sesuatu hal dengan tidak menggunakan kata pembanding yaitu
bagai, dan seperti. Dalam ilmu bahasa Arab dikenal dengan ilmu bayān yang
terdapat di dalamnya tasybīh, istiʻārah, majāz dan kināyah. Penyimpangan arti
(distorsing of meaning) yang terjadi di dalam bahasa puisi disebabkan oleh tiga
hal yaitu ambiguitas, kontradiksi, nonsense. Ambiguitas muncul disebabkan oleh
pemakaian bahasa sastra yang multimakna. Kontradiksi berupa situasi yang
berlawanan, sedangkan nonsense adalah kata-kata tidak bermakna secara lingual.
Dalam kesusastraan Arab hal tersebut terdapat dalam tibāq dan muqābalah.
Sementara itu, penciptaan arti terjadi pada pengorganisasian ruang teks, seperti:
sajak (rima), enjambement, homologue, dan tipografi. Dalam kesusastraan Arab
terdapat ilmu al-arūd dan al-qāfiyah yang membahas pola irama dan rima dalam
puisi Arab.
Kedua pemberian makna pada teks puisi memanfaatkan pembacaan
semiotik. Pembacaan semiotik mencakup pembacaan heuristik dan hermeneutik.
Pembacaan heuristik merupakan pembacaan yang sesuai dengan bahasa teks karya
sastra. “Pembacaan heuristik adalah usaha untuk membaca puisi berdasarkan
konvensi bahasa” (Pradopo, 2010:295). “Dalam pembacaan heuristik ini pembaca
menginterpretasikan teks sastra secara referensial lewat tanda-tanda linguistik”
(Riffaterre 1978:5). Adapun pembacaan hermeneutik adalah penafsiran dari teks
karya sastra tersebut untuk mengetahui makna tersirat sebagaimana diungkapkan
oleh Pradopo (2010:297) “pembacaan hermeneutik adalah pemberian makna
9
berdasarkan konvensi sastra”. Pembacaan hermeneutik dilakukan secara berulang-
ulang untuk memahamai makna yang terkandung di dalam sebuah puisi.
Ketiga, setelah dilakukan pembacaan semiotik maka dilakukan pencarian
matriks atau kata kunci. Matriks diperlukan untuk “membuka” sajak supaya dapat
dipahami, sebagaimana diungkapkan oleh Pradopo (2010:299) matriks merupakan
“kata yang menjadi kunci penafsiran sajak yang dikonkretisasikan”. Matriks dapat
berupa sebuah kata, gabungan kata, atau sebuah kalimat yang tidak kelihatan
dalam teks sastra itu sendiri. Matriks adalah bagian dari karya sastra yang tidak
berwujud kecuali jika berada dalam varian yang tidak gramatikal. Varian akan
ditentukan oleh wujud pertama, yaitu model. Matriks, model dan teks adalah
varian dari struktur yang sama. Hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh Riffatrerre
(1978:19) bahwa:
“The matrix may be epitomized in one word, in which case the word will
not appear in the text. It is always actualized in successive variants; the
form of these variants is governed by the first or primery actualization, the
model. Matrix, model and text are variants of the same structure”.
‘Matriks kemungkinan dapat dilambangkan dalam satu kata yang dalam
penerapannya tidak kelihatan di dalam teks. Matriks selalu terwujud dari
varian-varian.Bentuk varian-varian tersebut ditentukan oleh wujud
pertama, yaitu model. Matriks, model, dan teks adalah varian-varian dari
struktur yang sama’.
Keempat, setelah dilakukan pencarian matriks, maka dilakukan pencarian
hipogram atau hubungan intertekstual. Pencarian hipogram dilakukan untuk
mengetahui hubungan sebuah karya sastra dengan karya sastra yang lain. Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Pradopo (2009:32) bahwa “ karya sastra tidak
dapat lepas dari hal-hal yang menjadi latar penciptaanya, baik secara umum
maupun khusus”.
10
Pada penelitian puisi yang berjudul “as-Sīratu aż-Żātiyyatu li Sayyāfin
‘Arabiyyin” dalam antologi puisi al-Qaṣā’idu as-Siyāsiyyatu karya Nizār
Qabbāniy ini diteliti dengan satu metode analisis semiotik yang dikemukakan oleh
Riffaterre, yaitu pembacaan semiotik yang dibagi menjadi pembacaan heuristik
dan pembacaan hermeneutik.
1.7 Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri atas empat bab. Bab I Pendahuluan, berisi latar
belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan
teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi. Bab II
berisi biografi Nizar Qabbaniy dan karyanya, serta transliterasi puisi “as-Sīratu
aż-Żātiyyatu li Sayyāfin ‘Arabiyyin”. Bab III berisi tentang analisis semiotik puisi
“as-Sīratu aż-Żātiyyatu li Sayyāfin ‘Arabiyyin” karya Nizār Qabbāniy. Bab IV
penutup, berisi kesimpulan penelitian.
1.8 Pedoman transliterasi Arab-latin
Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan
pedoman transliterasi dari keputusan bersama Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543 b/U/1987.
1. Konsonan
Fonem kosonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan huruf. Dalam transliterasi ini, sebagian dilambangkan dengan huruf,
sebagian dengan tanda, dan sebagian dilambangkan dengan huruf dan tanda
sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan trasliterasinya dengan huruf latin:
11
No Huruf Nama Huruf Latin
Alif Tidak dilambangkan ا 1
Ba B ب 2
Ta’ T ت 3
Sa Ṡ ث 4
Jim J ج 5
Ḥa’ Ḥ ح 6
Kha Kh خ 7
Dal D د 8
Zal Ż ذ 9
Ra R ر 10
Zai Z ز 11
Sin S س 12
Syin Sy ش 13
Sad Ṣ ص 14
Ad Ḍ ض 15
Ta Ṭ ط 16
Za Ẓ ظ 17
‘ Ain ع 18
Gain G غ 19
Fa F ف 20
Qaf Q ق 21
Kaf K ك 22
Lam L ل 23
Mim M م 24
Nun N ن 25
Wau W و 26
Ha H ه 27
` Hamzah ء 28
Ya Y ي 29
12
2. Vokal
Vokal tunggal Vokal rangkap Vokal panjang
Tanda Huruf latin Tanda
dan huruf
Gabungan
huruf
Harakat
dan huruf
Huruf dan
tanda
A Au Ā
I Ai Ī
U Ū
Contoh:
/gasala /
/d}aifa /
/sa>la /
3. Ta> ` Marbu>t}ah
Ta> ` marbu>t}ah hidup atau mendapat harakat fath{ah, kasrah, atau d}ammah
translitarasinya adalah /t/, sedangkan ta> ` marbu>t}ah mati atau mendapat harakat
sukun transliterasinya adalah /h/.
Contoh:
/ Makkah al-Mukarramah /
4. Syaddah
Syaddah atau tasydi>d dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda syaddah atau tasydi>d. Dalam transliterasinya, tanda syaddah itu
dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah
tersebut.
13
Contoh:
/ rabbana> /
5. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf al.
kata sandang tersebut dibedakan menjadi kata sandang yang diikuti h}uru>f
syamsiyyah dan h}uru>f qamariyyah. Kata sandang yang diikuti h}uru>f syamsiyyah
adalah kata sandang yang ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /l/
diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata
sandang tersebut, sedangkan kata sandang yang diikuti h}uru>f qamariyyah adalah
kata sandang yang ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di
depan dan sesuai dengan bunyinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang
mengikuti dan dihubungkan dengan tanda simpang (-).
Contoh:
/ asy-syajaratu /
/ al-yaumu /
6. Hamzah
Hamzah yang ditransliterasikan dengan apostrof hanya berlaku untuk
hamzah yang terletak di tengah dan belakang. Hamzah yang terletak di depan
tidak dilambangkan dengan apostrof karena dalam tulisan Arab berupa Alif.
Contoh:
/ syai`un /
14
7. Penulisan kata
Pada dasarnya, setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu
yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain
karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya
dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya, contoh:
/ Wa innalla>ha lahuwa khair ar-ra>ziqi>n / atau dengan
/ Wa innalla>ha lahuwa khairur-ra>ziqi>n /
8. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi
dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD).
Contoh:
: /Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l /