bab i pendahuluan 1.1 latar belakang - sinta.unud.ac.idi.pdf · 2 bagir manan, 1994, dasar-dasar...

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kesatuan dan berkedaulatan rakyat. Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari pada beberapa negara, melainkan negara itu sifatnya tunggal (satu), artinya hanya ada satu negara, dan tidak ada negara dalam Negara. Demikian di dalam negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan. Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu di dalam negara tersebut. 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 945) Pasal 18 mengatur mengenai Pemerintahan Daerah. Pasal 18 ayat 1 UUD NRI 1945 disebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-Undang” ketentuan yang termuat dalam pasal ini menyiratkan mengenai pengakuan atas keberadaan pemerintahan daerah yang ada di Indonesia. Pasal 18 ayat 2 UUD NRI 1945 disebutkan bahwa “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Ketentuan Pasal 18 ayat 5 disebutkan bahwa “Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.” Uraian pasal 18 UUD NRI 1 Soehino, 1980, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, h. 224.

Upload: buikien

Post on 05-Mar-2018

230 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara kesatuan dan berkedaulatan rakyat. Negara kesatuan

adalah negara yang tidak tersusun dari pada beberapa negara, melainkan negara itu sifatnya

tunggal (satu), artinya hanya ada satu negara, dan tidak ada negara dalam Negara. Demikian di

dalam negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang

mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan.

Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala

sesuatu di dalam negara tersebut.1

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut

UUD NRI 945) Pasal 18 mengatur mengenai Pemerintahan Daerah. Pasal 18 ayat 1 UUD NRI

1945 disebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

provinsi dan provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan

kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-Undang” ketentuan yang

termuat dalam pasal ini menyiratkan mengenai pengakuan atas keberadaan pemerintahan daerah

yang ada di Indonesia. Pasal 18 ayat 2 UUD NRI 1945 disebutkan bahwa “Pemerintahan daerah

provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Ketentuan Pasal 18 ayat 5 disebutkan bahwa

“Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang

oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.” Uraian pasal 18 UUD NRI

1Soehino, 1980, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, h. 224.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

945 sebagaimana disebutkan diatas dapat diketahui bahwa pemerintah daerah diberikan

wewenang berdasarkan UUD NRI 1945 untuk mengatur sendiri wilayahnya, pemerintah daerah

diberikan hak untuk melaksanakan otonomi atas daerahnya masing-masing dengan

memperhatikan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

Ketentuan menunjukkan bahwa Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan

yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan

kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Negara

Indonesia selain menganut negara kesatuan dengan sistem desentralisasi juga merupakan negara

hukum, hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Negara Indonesia

berdasarkan atas hukum (machstaat). Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum maka hukum

harus diposisikan sebagai acuan tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahannya

(supremasi hukum).2 Jelaslah bahwa Indonesia adalah suatu negara hukum yang bertujuan untuk

mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu masyarakat yang adil dan makmur

berdasarkan Pancasila (negara hukum dan negara kesejahteraan),3 dengan kata lain Indonesia

menganut suatu “ajaran kedaulatan hukum” yang menempatkan hukum pada kedudukan

tertinggi.4

Pemikiran tentang otonomi daerah, mengandung pemaknaan terhadap eksistensi otonomi

tersebut terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Ada 2 (dua) pemikiran tentang prinsip

2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah,

Bandung, h. 18.

3C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, 2001, Ilmu Negara (Umum dan Indonesia), PT. Pradnya Paramita,

Jakarta, h. 147.

4 Ismail Suny, 1984, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Aksara Baru, Jakarta, h. 8.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

otonomi daerah yaitu: Pemikiran Pertama, bahwa prinsip otonomi daerah dengan menggunakan

prinsip otonomi seluas-luasnya.5Arti dari prinsip otonomi seluas-luasnya ini mengandung makna

bahwa daerah diberikan kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,

peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pemikiran Kedua, bahwa prinsip otonomi daerah dengan menggunakan prinsip otonomi

yang nyata dan bertanggung jawab.6 Prinsip otonomi nyata merupakan suatu prinsip bahwa

untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan

kewajiban yang senyatanya telah ada, serta berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang

sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang

bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan

dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan

daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan

nasional.

Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 18 ayat 6 UUD NRI 1945 menyebutkan

bahwa “Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain

untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Sebagai daerah otonomi, pemerintah

daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat peraturan daerah dan peraturan

kepala daerah, guna menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan

Daerah (Perda) ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapatkan persetujuan bersama dengan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

5 Siswanto Sunarto, 2005. Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h. 8.

6Ibid.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

Peraturan daerah memiliki hak yurisdiksi setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah

dan pembentukan peraturan daerah berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-

undangan yang secara garis besar mengatur tentang :

1. Kejelasan tujuan;

2. Kelembagaan atau organisasi

3. Pembentuk yang tepat;

4. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;

5. Dapat dilaksanakan;

6. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

7. Kejelasan rumusan;

8. Keterbukaan.

Sementara itu materi muatan peraturan daerah di harapkan mengandung beberapa asas

sebagai berikut:

1. Pengayoman;

2. Kemanusiaan;

3. Kebangsaan;

4. Kekeluargaan;

5. Kenusantaraan;

6. Bhineka Tunggal Ika;

7. Keadilan;

8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

9. Ketertiban dan kepastian hukum;

10. Keseimbangan, keselarasan dan keserasian;

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

11. Asas-asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan.7

Untuk tercapainya sasaran pembangunan maka perlu dikembangkan keselarasan,

keserasian dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia

dengan lingkungan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kehidupan sosial

ekonomi bertambah banyak. Pelaksanaan pembangunan sebagai kegiatan yang makin

meningkat mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan sehingga struktur dan

fungsi dasar ekosistemnya yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak karenanya.8

Sesuai dengan penjelasan di atas Pemerintah Daerah Kota Denpasar dalam melaksanakan

tugas di bidang pemerintahan dan pembangunan menetapkan berbagai Peraturan Daerah yang

berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kota Denpasar sejak dulu

merupakan pusat pemerintahan di Bali sebagai dengan lahan penghijauan yang luas. Namun, kini

telah mengalami penyusutan lahan setiap tahunnya karena alih fungsi lahan pertanian atau lahan

hijau yang digunakan untuk tempat perumahan. Pasalnya, tanah merupakan hal yang sangat

esensial dan menjadi persoalan pelik di masyarakat.

Salah satu peraturan daerah yang ditetapkan untuk mengatur mengenai Ruang Terbuka

Hijau di Kota Denpasar yaitu Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar peraturan daerah ini ditetapkan tentunya bertujuan

untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Keberadaan Ruang

Terbuka Hijau tentunya menjadi hal yang sangat penting untuk dijaga, oleh karena itu dalam

Perda No. 27 Tahun 2011 pada ketentuan Pasal 10 ayat (2) menentukan bahwa strategi

pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup, terdiri atas :

7Ibid, h. 37

8Abdurrahman, 1990, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, h. 19.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

a. menetapkan komponen-komponen kawasan lindung kota;

b. memadukan arahan kawasan lindung nasional dan provinsi dalam kawasan lindung

kota;

c. memantapkan hutan bakau di Kawasan Denpasar Selatan sebagai kawasan taman

hutan raya;

d. menetapkan Ruang Terbuka Hijau minimal 30% dari luas wilayah kota; dan

e. memanfaatkan kawasan budidaya yang dapat berfungsi lindung, seperti kawasan

budidaya tanaman pangan sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau.

Ruang Terbuka Hijau dalam Perda Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011 diklasifikasikan

sebagai jenis kawasan lindung, hal ini sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 37 ayat (1)

huruf e dapat diketahui bahwa kawasan lindung salah satunya adalah ruang terbuka hijau.

Menurut ketentuan Pasal 42 ayat (3) Perda Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011 menyatakan

bahwa : Ruang Terbuka Hijau dikembangkan seluas kurang lebih 4.700 (empat ribu tujuh ratus)

hektar atau 36% (tiga puluh enam perseratus) dari luas wilayah kota yang terdiri atas :

a. Ruang Terbuka Hijau Publik, dan

b. Ruang Terbuka Hijau Privat.

Ruang Terbuka Hijau Publik dikembangkan seluas kurang lebih 2.480 (dua ribu empat

ratus delapan puluh) hektar atau 20% (dua puluh perseratus) dari luas wilayah kota berupa :

taman-taman kota, taman rekreasi kota, lapangan olah raga, jalur hijau jalan, sempadan pantai,

sempadan sungai, Tahura Ngurah Rai, hutan kota, setra, makam, estuary dam, serta areal

persawahan ekowisata (Pasal 42 ayat (4) Perda Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011). Ruang

Terbuka Privat dikembangkan seluas kurang lebih 2.220 (dua ribu dua ratus dua puluh hektar

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

atau 16% (enam belas perseratus) dari luas wilayah berupa areal persawahan, kebun campuran

serta taman pekarangan rumah dan perkantoran (Pasal 42 ayat (5) Perda No. 27 Tahun 2011)

Dengan adanya penetapan Peraturan Daerah tersebut, maka kepada masyarakat yang

memiliki tanah pada daerah yang ditetapkan sebagai daerah jalur hijau dilarang mendirikan

bangunan-bangunan baik permanen maupun yang tidak permanen yang tidak sesuai dengan

fungsi atau peruntukan tanah tersebut. Sedangkan untuk bangunan yang telah dibangun sebelum

ditetapkan Peraturan Daerah, dilarang diperluas baik ke atas maupun ke samping oleh

pemiliknya.

Sepertinya halnya di Jalan Kutat Lestari, Sanur dijumpai adanya pembangunan di

kawasan jalur hijau. Dimana pada lahan tersebut telah dipasangi plang papan Pengumuman

Larangan Membangun dari Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar dimana lahan

tersebut ruang terbuka hijau untuk Kota Denpasar.9 Tetapi ada oknum tertentu yang melakukan

pembangunan di lahan tesebut. Berdasarkan hal tersebut di atas maka menarik untuk dilakukan

suatu kajian ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “PELAKSANAAN PERATURAN

DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA

RUANG WILAYAH KOTA DENPASAR DALAM PENETAPAN RUANG TERBUKA

HIJAU DI KOTA DENPASAR”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini sehubungan dengan latar

belakang yang telah diuraikan di atas adalah :

9“Diduga Langgar Jalur Hijau DTRP Panggil Pemilik Lahan”, Bali Post, Selasa 19 Juni 2012 h.2.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

1. Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2011 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar dalam penetapan ruang terbuka hijau?

2. Apakah kendala yang dihadapi dalam pengadaan Ruang terbuka Hijau di Kota

Denpasar berdasarkan Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah merupakan konsekuensi logis dari pemaparan latar belakang

masalah, yang menggambarkan batas penelitian; mempersempit permasalahan, dan membatasi

areal penelitian.”10 Untuk tidak mengaburkan atas obyek, serta untuk menghindari adanya

kesimpangsiuran obyek yang dibahas maka ruang lingkup pembahasan ini akan dibatasi. Ruang

lingkup karya tulis ini dibatasi pada permasalahan pertama pelaksanaan Peraturan Daerah No. 27

Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar dalam penetapan ruang

terbuka hijau dan pada permasalahan kedua akan dibahas mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum berkaitan dengan Ruang Terbuka Hijau di Kota Denpasar.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini dapat dikemukakan

sebagai berikut:

No NAMA & NIM JUDUL RUMUSAN MASALAH

10 Bambang Sunggono, 2005, Metodologi Penelitian Hukum, cet.7, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.111.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

1 Luh Putu Puspita

Dewi

0516051074

Penegakan Hukum

Peraturan Daerah Kota

Denpasar Nomor 10

Tahun 1999 Tentang

Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW)

1. Bagaimana bentuk penegakan

hukum yang dilakukan oleh

pemerintah Kota Denpasar

terhadap pelanggaran Perda

No. 10 Tahun 1999 tentang

rencana tata ruang wilayah

(RTRW) Kota Denpasar?

2. Apakah kendala dalam

penegakan hukum peraturan

daerah No. 10 tahun 1999

tentang rencana tata ruang

wilayah (RTRW) Kota

Denpasar.

2. Indah Permatasari

0903005157

Pelaksanaan peraturan

daerah kota Denpasar

No. 27 tahun 2011

tentang rencana tata

ruang wilayah kota

Denpasar terkait dengan

kawasan peruntukan

perumahan dan

pemukiman di

Kecamatan Denpasar

Utara.

1. Bagaimanakah peraturan

kawasan peruntukan

perumahan dan pemukiman di

Kecamatan Denpasar Utara

dikaitkan dengan peraturan

daerah Kota Denpasar No. 27

Tahun 2011 tentang rencana

tata ruang wilayah kota

Denpasar?

2. Bagaimanakah pelaksanaan

pembangunan perumahan dan

pemukiman di Kecamatan

Denpasar Utara dikaitkan

dengan peraturan daerah kota

Denpasar No. 27 Tahun 2011

tentang rencana tata ruang

wilayah Kota Denpasar?

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

Sedangkan dalam skripsi ini yang diteliti mengenai judul Pelaksanaan Peraturan Daerah

Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar

Dalam Penetapan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Denpasar dengan rumusan masalahnya adalah

hasil karya sendiri, jika dibandingkan dengan hasil penelusuran dengan penelitian yang

dilakukan dalam skripsi ini tidak ditemukan kesamaan.

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan yang bersifat umum dan

khusus sebagai berikut:

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk pengembangan ilmu hukum terkait

paradigma Science as a process (ilmu sebagai proses). Dengan paradigma ini, ilmu hukum tidak

akan mandek dalam penggalian atas kebenaran saja. berkaitan dengan materi tujuan umum

penulisan skripsi ini untuk memahami dan mengetahui tentang Penegakan Peraturan Daerah

Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar

Dalam Penetapan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Denpasar.

1.5.2 Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini sesuai permasalahan yang

dibahas adalah :

1) Untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2011 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar dalam penetapan ruang terbuka hijau.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

2) Untuk mengetahui dan menganalisis kendala yang dihadapi dalam pengadaan Ruang

terbuka Hijau di Kota Denpasar berdasarkan Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2011

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar.

1.6 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan

maupun kepentingan praktis, sebagai berikut:

1.6.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk

pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya terhadap Hukum Pemerintahan.

Memberikan sumbangan dan solusi secara teoritis dalam rangka merumuskan Penegakan

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota Denpasar Dalam Penetapan Jalur Hijau Di Kota Denpasar.

1.6.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian skripsi ini yaitu

sebagai berikut:

1) Manfaat bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan referensi bagi rekan

mahasiswa mengenai peraturan daerah yang telah ditetapkan oleh pemerintah

berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Dalam Penetapan

Ruang Terbuka Hijau Di Kota Denpasar.

2) Manfaat bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi bagi kalangan

masyarakat dalam hal untuk mengetahui Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Dalam Penetapan

Jalur Hijau Di Kota Denpasar.

1.7 Landasan Teoritis

Menurut pendapat Otje Salman dan Anton F. Susanto menyatakan bahwa teori adalah

seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi

kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori

yang lebih umum.11 Landasan teoritis merupakan upaya untuk mengidentifikasi teori hukum

umum atau teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma

dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Hal

itu dimaksud untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang bersifat konsensus yang diperoleh

dari rangkaian upaya penelusuran (controleur baar). Untuk menjawab permasalahan yang dikaji

dalam skripsi ini maka digunakanlah landasan teoritis yang terdiri dari teori dan konsep sebagai

berikut:

1.7.1 Konsep Negara Hukum

Indonesia merupakan negara yang termasuk ke dalam kategori negara hukum, hal ini

sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan,

bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Konsep negara hukum yang secara histories tumbuh

dan berkembang pada dunia barat mengalami modifikasi di Indonesia untuk disesuaikan dengan

cita hukum dan cita negara Indonesia berdasarkan Pancasila, sehingga disebut juga dengan

11Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2007, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, h. 29.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

istilah “Negara Hukum (rechstaat) berdasarkan Pancasila”.12Mengenai tipe negara hukum dalam

artian material yang juga diistilahkan dengan negara kesejahteraan (welfare state) atau “Negara

Kemakmuran”.13

Menurut pendapat Philipus M. Hadjon memberikan pendapat bahwa asas utama Hukum

Konstitusi atau Hukum Tata Negara Indonesia adalah asas negara hukum dan asas demokrasi

serta dasar negara Pancasila. Oleh karena itu dari sudut pandang yuridisme Pancasila, maka

secara ideal bahwa Negara Hukum Indonesia adalah “Negara Hukum Pancasila”.14 Adapun

unsur-unsur dari Negara Hukum Indonesia, dikemukakan 15 meliputi:

a. hukum bersumber pada Pancasila;

b. kedaulatan rakyat;

c. pemerintah berdasarkan atas system konstitusi;

d. persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

e. kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya;

f. pembentukan undang-undang oleh presiden bersama-sama DPR;

g. dianutnya sistem MPR.

Ciri-ciri dari Negara Hukum Pancasila sebagaimana dikemukakan oleh Philipus

M.Hadjon adalah sebagai berikut:

a. keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;

12Padmo Wahjono, 1982, Sistem Hukum Nasional Dalam Negara Hukum Pancasila, CV. Rajawali, Cet.

Ke-1, Jakarta, h. 2.

13 E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negarja Indonesia, Penerbit FHPM Univ. Negeri

Padjajaran, Cet. Ke-4, Bandung, h. 21.

14I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusional Indonesia Sesudah

Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, h. 162

15Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia. Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur- unsurnya, UI Press,

Jakarta, h.144.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

b. hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan- kekuasaan Negara;

c. prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana

terakhir;

d. keseimbangan antara hak dan kewajiban.16

Tujuan yang hendak dicapai oleh Negara Hukum Indonesia adalah mencapai masyarakat

adil dan makmur baik spiritual maupun material secara merata berdasarkan Pancasila. Untuk

mewujudkan tujuan di atas, maka Negara tidak hanya bertugas memelihara ketertiban

masyarakat saja, akan tetapi dituntut untuk turut serta aktif secara aktif (proaktif) dalam semua

aspek kehidupan dan penghidupan rakyat. Kewajiban ini merupakan amanat para pendiri Negara

Hukum Indonesia seperti yang tercantum pada Pembukaan UUD Tahun 1945 alinea ke-4

(empat). Sebagai Negara Hukum maka segala aktivitas Pemerintahan dan Masyarakat dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah sesuai atau tidak bertentangan dengan hukum yang

berlaku. Hukum menjadi landasan pokok dalam melakukan segala aktivitas kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Negara Indonesia selain merupakan negara hukum juga merupakan negara demokrasi,

Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan

rakyat dan jika ditinjau dari sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara yang

dilakukan oleh rakyat. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya memberikan

pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah pokok yang

mengenai kehidupannya, termasuk dalam nilai kebijaksanaan pemerintahan negara oleh karena

kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat.17

16Philipus M. Hadjon, 1992, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia: Sebuah Studi Tentang Prinsip-

Prinsipnya, Penerapannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan

Administrasi Negara, Bina Ilmu, Surabaya (selanjutnya ditulis Philipus M. Hadjon I), h. 90 17 Deliar Noer, 1983, Pengantar Ke Pemikiran Politik, CV. Rajawali, Jakarta, h. 207.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

Sehingga negara demokrasi merupakan negara yang diselenggarakan berdasarkan

kehendak dan kekuasaan rakyat atau jika ditinjau dari organisasi maka berarti sebagai

pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena

kedaulatan berada di tangan rakyat. Di dalam negara hukum formal, demokrasi melatarbelakangi

timbulnya pembatasan kekuasaan pemerintah melalui pembuatan peraturan perundang-undangan

negara yang bersifat tertulis dan tidak tertulis.

Menurut Friedrich Julisius Stahl, yang bersumber dari sistem hukum Eropa Continental,

memberikan ciri-ciri rechstaat yang berarti negara hukum, yaitu :

a. Hak-hak asasi manusia

b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia yang biasa

dikenal dengan trias politika.

c. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan.

d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.18

Di Indonesia konsep negara hukum merupakan terjemahan dari rechstaat, namun pola

yang diambil tidak menyimpang dari pengertian negara hukum pada umumnya disesuaikan

dengan keadaan di Indonesia, artinya digunakan dengan ukuran pandangan hidup maupun

pandangan bernegara. Teori mengenai negara hukum di atas dan asas yang telah dikemukakan

digunakan sebagai landasan pijak oleh Pemerintah Daerah Kotamadya Denpasar dalam

melaksanakan fungsi-fungsinya terutama fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kesatuan

mengenai jalur hijau serta penegakannya.

1.7.2 Teori Kewenangan

18 Siswanto Sunarto, 2005, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,h. 25.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

Perihal kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi

kepada Badan Publik dan Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya. Wewenang adalah

kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan

hubungan dan perbuatan hukum.19 Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.

Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority) sebagai hak atau kekuasaan memberikan

perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai

dengan yang diinginkan.20

Pendapat lain dikemukakan oleh Hassan Shadhily memperjelas terjemahan authority

dengan memberikan suatu pengertian tentang “pemberian wewenang (delegation of authority)”.

Delegation of authority ialah proses penyerahan wewenang dari seorang pimpinan (manager)

kepada bawahannya (subordinates) yang disertai timbulnya tanggung jawab untuk melakukan

tugas tertentu.21 Proses delegation of authority dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai

berikut :

1. Menentukan tugas bawahan tersebut

2. Penyerahan wewenang itu sendiri

3. Timbulnya kewajiban melakukan tugas yang sudah ditentukan

Indroharto mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi, dan

mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut: Wewenang yang diperoleh secara

“atribusi”, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam

19 SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty,

Yogyakarta, h. 154.

20 Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h.170.

21Ibid, h. 172

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

peraturan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah

yang baru”. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau

Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada

Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu

atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun

pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.22Setiap

tindakan pemerintahan dan/atau pejabat umum harus bertumpu pada kewenangan yang sah.

Kewenangan itu diperoleh melalui 3 sumber antara lain:

1. Atribusi: wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu. Dengan demikian

wewenang atribusi merupakan wewenang yang melekat pada suatu jabatan.

2. Pelimpahan ada dua macam antara lain;

a. Delegasi: wewenang yang bersumber dari pelimpahan suatu organisasi pemerintahan

kepada organisasi lain dengan dasar peraturan perundang-undangan

b. Mandat: wewenang yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat

atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah (atasan bawahan).23

Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang dalam kaitannya dengan

kewenangan.

Kewenangan menurut beliau adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang

berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari Kekuasaan

Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang

22 Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka

Harapan, Jakarta , h. 90. 23Ibid

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang

bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam

kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan

sesuatu tindak hukum publik.24

Dalam kaitannya dengan wewenang sesuai dengan konteks penelitian ini, yaitu

kewenangan yang diperoleh oleh Pemerintah Daerah Kota Denpasar sebagai delegasi dari

pemerintah pusat untuk membuat suatu peraturan daerah mengenai rencana tata ruang wilayah

kota Denpasar dalam penetapan jalur hijau di kota Denpasar.

1.7.3 Teori Penegakan Hukum

Menurut pendapat Soerjono Soekanto, penegakan hukum terletak pada kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan

mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk

menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.25 Menurut Wayne

R. LaFave dalam bukunya The Decision To Take A Suspect Into Custody, sebagaimana dikutip

oleh Soerjono Soekanto menyatakan bahwa : penerapan diskresi yang menyangkut membuat

keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur

penilaian pribadi.26 Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa gangguan terhadap

penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara nilai, kaidah, dan pola

24 Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta h. 29. 25Soerjono Soekanto, 2010, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, h. 5

26Ibid, h. 7

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

perilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila ada ketidakserasian antara nilai-nilai yang

berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku

tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.

Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan,

walaupun didalam kenyataannya di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, selain itu ada

kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-

keputusan hakim. Perlu dicatat, bahwa pendapat-pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai

kelemahan-kelemahan, apabila pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan-keputusan

hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup.

Berdasarkan uraian diatas, menurut pendapat Soerjono Soekanto adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri, yaitu sebatas pada udang-undang saja

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada

karsa manusia di dalam pergaulan hidup.27

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi

dari penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur daripada efektivitas penegakan hukum.

27Ibid, h. 8

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

Dengan demikian, kelima faktor tersebut dalam kaitannya dengan penulisan skripsi ini berkaitan

dengan rumusan permasalahan kedua. Kelima faktor ini mempengaruhi pengadaan Ruang

Terbuka Hijau di kota Denpasar.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian

hukum empiris, Objek kajian penelitian ini meliputi ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau

implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum yang

terjadi dalam masyarakat (in concreto).28

Penelitian ini dilakukan untuk memastikan apakah hasil penerapan pada peristiwa hukum

in concreto itu telah sesuai atau tidak dengan ketentuan Undang-Undang atau kontrak telah

dilaksanakan sebagaimana mestinya atau tidak, sehingga para pihak yang berkepentingan

mencapai tujuannnya. Penelitian yuridis empiris harus dilakukan di lapangan dengan metode dan

teknik penelitian lapangan yaitu mengadakan kunjungan dan berkomunikasi dengan para pihak

yang berkaitan langsung.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk mengawali sebagai

dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis. Dalam

penelitian hukum empiris terdapat beberapa pendekatan yaitu :

- Pendekatan Kualitatif

28Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 134

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

Pendekatan kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data

deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan

serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

Oleh karena itu peneliti harus dapat menentukan data mana atau bahan hukum mana yang

memiliki kualitas sebagai data atau bahan hukum yang diharapkan atau diperlukan dan

data atau bahan hukum mana yang tidak relevan dan tidak ada hubungannya dengan

penelitian. Sehingga dalam analisis dengan pendekatan kualitatif ini yang dipentingkan

adalah kualitas data, artinya peneliti melakukan analisis terhadap data-data atau bahan-

bahan hukum yang berkualitas saja. Peneliti yang menggunakan metode analisis kualitatif

tidak semata-mata bertujuan mengungkapkan kebenaran saja, tetapi juga memahami

kebenaran tersebut.

- Pendekatan kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif adalah melakukan analisis terhadap data berdasarkan jumlah data

yang terkumpul. Analisis dengan pendekatan kuantitatif tersebut dilakukan dengan

menggunakan rumus-rumus statistik. Hal itu karena dalam proses pengumpulan data

menggunakan kuesioner yang masing-masing item jawabannya telah diberi skala.

Analisis dengan pendekatan kuantitatif ini akan sangat diperlukan apabila peneliti akan

mencari korelasi dari dua variabel atau lebih.29

Dalam penulisan karya ilmiah ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah, serta dapat

dipertahankan secara ilmiah, maka masalah dalam penelitian ini akan dibahas menggunakan

jenis pendekatan kualitatif.

1.8.3 Data dan Sumber Data

29Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka

Pelajar, Yogjakarta, h. 192

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

Adapun sumber data yang didapat dari pelatihan hukum empiris dapat dibedakan menjadi

2 (dua) yaitu:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh terutama dari penelitian yang dilakukan

langsung didalam masyarakat.30 Sumber data primer yang diperoleh dari penelitian ini

dengan melakukan penelitian yang berlokasi di pada Pemerintahan Daerah Kotamadya

Denpasar dan daerah-daerah yang ditetapkan sebagai jalur hijau. Penelitian ini

dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan informan dan responden yang

ada pada lokasi penelitian tersebut. Informan, adalah orang atau individu yang

memberikan informasi data yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya.

Informan diperlukan didalam penelitian empiris untuk mendapatkan data secara

kualitatif. Responden, adalah seseorang atau individu yang akan memberikan respons

terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Responden ini merupakan orang atau

individu yang terkait secara langsung dengan data yang dibutuhkan.31

2. Data Sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dengan

menggunakan bahan-bahan hukum sebagai berikut:32

i. Bahan hukum primer atau peraturan perundang-undangan, yaitu bahan hukum yang

terdiri dari :

(a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

(b) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

30Ibid, h. 156

31Ibid, h. 174

32Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.

24.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

(c) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi Bali;

(d) Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Denpasar Dalam Penetapan Jalur Hijau Di Kota Denpasar.

ii. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literatur-literatur, buku-buku, makalah,

dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumen-dokumen yang berkenaan

dengan masalah yang dibahas.

iii. Sedangkan Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus dan ensiklopedi.33

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan pengumpulan data

sekunder berupa data kepustakaan dengan mengumpulkan literature yang berkaitan dengan

permasalahan, kemudian dilakukan pencatatan dengan mengutip bagian-bagian penting, baik

yang berupa kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung serta memberikan ulasan

sepertinya dari bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Selain itu, juga

dilakukan pengumpulan data primer yaitu dengan cara mengadakan interview atau wawancara

dengan pejabat yang terkait serta studi dokumen pada lingkungan Pemerintahan Daerah Kota

Denpasar.

1.8.5 Teknik Analisis

Setelah data dikumpulkan kemudian data diolah secara kualitatif dengan melakukan studi

perbandingan antara data lapangan dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang

bersifat saling menunjang antara teori dan praktik. Dalam menganalisa data yang telah

dikumpulkan tersebut, digunakan metode analisis deskriptif, yaitu menggambarkan dengan kata-

33Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2004, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 120

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.idI.pdf · 2 Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945, Makalah, Bandung, h. 18. 3C.S.T

kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh

kesimpulan.34Dalam metode analisis deskriptif, setelah data dianalisis kemudian disusun kembali

secara sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan tentang permasalahan hukum dalam

penelitian ini.

34Suharsini Arikunto, 1986, Prosedur Penelitian, Bina Aksara, Jakarta, h. 194.