bab i pendahuluan 1.1. latar belakang - digilib.uns.ac.id/pengaru… · 2.3.1. semen (matrik)...

Download BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - digilib.uns.ac.id/Pengaru… · 2.3.1. Semen (Matrik) Polimer, logam, dan keramik digunakan sebagai material matrik dalam komposit tergantung

If you can't read please download the document

Upload: hoangcong

Post on 06-Feb-2018

232 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Kayu memiliki sifat yang istimewa dan sampai saat ini belum tergantikan oleh

    material lain. Material bangunan yang berasal dari kayu semakin langka untuk

    mengatasi hal tersebut perlu dicari solusinya. Oleh karena itu untuk menciptakan

    produk alternatif baru harus terus dilakukan.

    Perkembangan material komposit di bidang rekayasa sangat pesat.

    Pemanfaatannya sebagai bahan pengganti logam sudah semakin luas, seperti untuk

    peralatan olah raga, sarana transportasi (darat, laut dan udara), konstruksi dan dunia

    antariksa. Keuntungan penggunaan material komposit antara lain: tahan korosi, rasio

    antara kekuatan dan densitasnya cukup tinggi, murah dan proses pembuatannya

    mudah (Gay dkk, 2003).

    Aren (Arenga Pinnata) merupakan tanaman serba guna. Tanaman palma daerah

    tropis basah ini beradaptasi baik pada berbagai agroklimat, mulai dari dataran rendah

    hingga 1.400 m di atas permukaan laut. Dalam industri pembuatan papan semen,

    dibutuhkan material penguat yang mempunyai sifat kekuatan tinggi, elastis, diameter

    serat seragam. Serat aren berbeda dengan serat kayu, serat aren bersifat elastis,

    jaringan formasi tampak lebih homogen. Dalam hal ini serat aren memenuhi kriteria

    tersebut (Astuti, 2006).

    Saat ini sudah ada penelitian tentang komposit panel sebagai material pengganti

    kayu, dan serat aren dapat digunakan sebagai material pengisi (filler) pada komposit

    panel. Cement Bonded Particleboad (CBP) merupakan salah satu cara memproduksi

    panel komposit yang memanfaatkan berbagai serat alam misalnya: bambu, sekam

    padi, serta daun kering yang dibuat menjadi serpihan kecil dan disatukan dengan

    menggunakan semen. Bambu dapat digunakan sebagai material pengisi pada

    komposit semen, untuk aplikasi di perumahan dan ramah lingkungan (Sudin dkk,

    2003).

  • 2

    Sifat mekanik dan fisik dari komposit semen yang diperkuat dengan serat

    tergantung pada banyak para meter seperti densitas, perbandingan semen air,

    kekuatan serat, serta material tambahan (Eva, 2008). Pemakaian semen dengan

    jumlah yang lebih besar akan meningkatkan kekuatan komposit. Hal ini dikarenakan

    semen dapat mengikat filler lebih banyak (Frybort dkk, 2008).

    Penambahan 10% additive dari berat semen pada komposit semen serat akan

    meningkatkan sifat mekaniknya. Jumlah semen yang sedikit akan mempengaruhi

    kekuatan dari komposit tersebut karena semen tidak bisa mengikat serat lebih banyak

    (Meneeis dkk, 2007).

    Filler memberikan kemudahan dalam desain dimensi komposit yang diinginkan,

    dan selain sebagai material pengisi, material serbuk atau serpih juga digunakan

    sebagai material penguat komposit tetapi tidak seefektif fiber (Gibson, 1994).

    Serat alam mampu meredam suara dan isolasi temperatur. Selain itu juga

    memiliki densitas rendah dan kemampuan mekanik tinggi sehingga dapat memenuhi

    kebutuhan industri (Felix dkk, 1991), (Karnani dkk, 1997) dan (Raharjo, 2002),

    meskipun dapat menggantikan peran serat buatan tetapi jika ditinjau dari segi

    kekuatan dan rekayasa serat alam masih tertinggal. Oleh karena itu, secara aplikatif

    komposit serat alam dapat diterapkan pada struktur yang tidak memerlukan kekuatan

    tinggi.

    Aplikasi serat aren dalam bidang komposit dapat digunakan sebagai penguat

    (filler) menggantikan serat kayu, sehingga akan menghemat supply tumbuhan/kayu

    komersial. Dalam hal ini dimanfaatkan sebagai bahan penguat alternatif pada produk

    komposit semen seperti: papan, atap, internit, ataupun struktur arsitektur.

    Pada penelitian kali ini serat yang digunakan adalah serat batang aren hasil

    limbah produksi tepung aren sebagai material pembuatan komposit dengan

    pertimbangan bahwa serat mempunyai sifat elastis, diameter yang seragam, dan

    relatif murah. Penelitian tentang komposit semen ini diharapkan akan melengkapi

    kekurangan dari material yang sudah ada, sehingga jika penelitian ini berhasil, maka

    akan didapatkan sifat komposit semen yang optimal.

  • 3

    1.2. Rumusan Masalah

    a. Bagaimana sifat fisik (densitas dan serapan air) komposit yang dihasilkan,

    untuk berbagai variasi fraksi berat serbuk serat aren ?

    b. Bagaimana kekuatan bending komposit yang dihasilkan, untuk berbagai

    variasi fraksi berat serbuk serat aren?

    c. Bagaimana bentuk patahan semen pada komposit dengan SEM ?

    1.3. Batasan Masalah

    Pada penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut:

    a. Penelitian ini hanya mengkaji sifat fisik komposit semen serbuk aren berupa

    densitas, serapan air, dan sifat mekanik berupa kekuatan bending.

    b. Serbuk serat aren mesh 80.

    c. Fraksi berat semen 0,20; 0,22; 0,24 dan 0,26.

    d. Material komposit dianggap homogen.

    1.4. Tujuan Penelitian

    a. Mengetahui pengaruh fraksi berat serbuk serat aren terhadap sifat fisik

    (densitas dan serapan air) komposit semen serbuk serat aren.

    b. Mengetahui pengaruh fraksi berat serbuk serat aren terhadap kekuatan bending

    komposit semen serbuk serat aren.

    c. Mengetahui bentuk patahan hasil pengujian bending.

    1.5. Manfaat Penelitian

    Manfaat dari kajian ini adalah

    a. Memberi masukan bagi kalangan akademisi praktisi serta pihak terkait

    mengenai seberapa besar pengaruh variasi fraksi berat serbuk serat aren

    terhadap sifat fisik dan mekanik komposit semen serbuk serat aren.

    b. Sebagai informasi yang penting bagi kalangan industri sebagai landasan bagi

    terbentuknya industri yang bergerak dalam bidang komposit.

  • 4

    c. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan

    pertimbangan untuk mengolah hasil limbah yang mudah didapatkan di sekitar

    kita menjadi bahan yang memiliki kegunaan luas.

    d. Sebagai literatur pada penelitian yang sejenis dalam rangka pengembangan

    teknologi khususnya bidang komposit.

    1.6. Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

    a. Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan

    masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika

    penulisan tugas akhir.

    b. Bab II Dasar teori, berisi tinjauan pustaka serta kajian teoritis yang memuat

    penelitian-penelitian sejenis serta landasan teori yang berkaitan dengan

    permasalahan yang diteliti.

    c. Bab III Metodologi penelitian, menjelaskan peralatan yang digunakan, tempat

    dan pelaksanaan penelitian, langkah-langkah percobaan dan pengambilan data.

    d. Bab IV Data dan analisa, menjelaskan data hasil pengujian, perhitungan data

    hasil pengujian serta analisa hasil dari perhitungan.

    e. Bab V Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan memuat

    petanyaan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian serta

    merupakan jawaban dari tujuan penelitian dan pembuktian kebenaran hipotesis.

    Saran memuat pengalaman dan pertimbangan penulis yang ditunjukkan kepada

    para peneliti yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian yang

    sejenis.

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1. Tinjauan Pustaka

    Asyifa (2005) meneliti tentang komposit semen CaCl2 sekam padi. Hasil

    penelitian menunjukan karakteristik penambahan fraksi berat sekam pada komposit

  • 5

    semen-sekam meningkatkan nilai modulus elastisitas bendingnya. Ikatan antarmuka

    yang lemah antara matrik dan sekam pada komposit menyebabkan turunnya kekuatan

    tarik dan kekuatan bending.

    Peningkatan kandungan additive 10 % dari berat semen akan meningkatkan sifat

    mekanik komposit tetapi dimensi menjadi tidak stabil. Perbandingan semen dan kayu

    yang rendah menyebabkan kekuatan komposit rendah (Meneeis dkk, 2007).

    Frybort (2008) menyimpulkan bahwa penambahan panjang serat alam yang

    dikombinasikan dengan semen akan meningkatkan kekuatan mekanik dan

    kekakuannya. Partikel serat yang tebal akan memiliki kekuatan mekanik yang lebih

    tinggi dari pada pemakaian serat yang tipis.

    Studi percobaan mengenai betuk retak dengan pembebanan bending dan tarik

    pada komposit semen serat kontinyu yang dilakukan oleh (Silva, dkk 2009),

    menyimpulkan bahwa daerah elastis memiliki modulus yang tinggi (30-34 GPa).

    Retak berkurang secara signifikan terhadap elastisitas, kekuatan maksimum rata-rata

    komposit 12 MPa untuk pembebanan tarik dan 25 MPa untuk pembebanan bending.

    Penelitian oleh Guntekin (2009) yang menggunakan semen dan serat cemara

    menyimpulkan bahwa peningkatan rasio serat dan semen pada kondisi basah akan

    meningkatan kekuatan lentur, kekuatan tarik penurunan modulus elastisitasnya dan

    terjadi perubahan warna pada komposit semen.

    2.2. Dasar Teori

    Struktur material dalam bidang engineering dapat dibagi menjadi empat kategori,

    yaitu logam, polimer, keramik, dan komposit. Definisi tentang material komposit,

    yang paling umum adalah: Komposit merupakan material gabungan yang dibuat

    melalui penyusunan secara sintetik dua atau lebih komponen yaitu, suatu bahan

    pengisi (filler) atau semacam senyawa penguat tertentu dan bahan pengikatnya (yang

    umumnya ada dalam jumlah dominan/matrik), yang dinamakan resin untuk

    mendapatkan karakteristik dan sifat-sifat tertentu (Schwartz, 1984).

    Komposit merupakan bahan yang terdiri atas serat yang diselubungi oleh matrik,

    biasanya berupa polimer, metal, atau keramik. Serat biasanya berupa bahan dengan

  • 6

    kekuatan dan modulus yang tinggi yang berperan sebagai penyandang beban utama.

    Matrik harus menjaga serat tetap dalam lokasi dan orientasi yang dikehendaki. Matrik

    juga berfungsi sebagai media transfer beban antar serat, pelindung serat dari

    kerusakan sebelum, ketika dan setelah proses pembuatan komposit, serta melindungi

    dari pengaruh abrasif antar serat (IPTN, 1993).

    Komponen penyusun komposit tidak saling melarutkan ataupun bergabung satu

    sama lain dengan sempurna, akan tetapi bertindak bersama-sama. Semua komponen

    serta interfasa (yang memegang peranan penting dalam mengontrol sifat-sifat

    komposit) yang berada diantaranya, umumnya dapat didefinisikan secara fisik. Sifat

    komposit secara keseluruhan tidak bisa dicapai hanya dari tiap-tiap komponen yang

    bertindak sendiri-sendiri (Schwardz, 1984).

    Berdasarkan bentuk komponen strukturalnya, bentuk-bentuk komponen utama

    yang digunakan dalam material komposit dapat dibagi atas tiga kelas (Schwartz,

    1984), yaitu:

    a. Komposit Serat

    Komposit serat (Fibricus Composite) adalah komposit yang terdiri dari serat

    dan matrik yang dibuat secara fabrikasi, misalnya serat ditambah resin sebagai

    bahan perekat. Komposit serat merupakan jenis komposit yang hanya terdiri

    dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat.

    Serat yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers,

    dan sebagainya. Serat ini disusun secara acak (Chopped Strand Mat) maupun

    dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih komplek

    seperti anyaman, sebagai contoh FRP (Fibrous Reinforce Plastic) plastik yang

    diperkuat dengan serat dan banyak digunakan, yang sering disebut fiber glass,

    contoh lainnya PCB (Pulp Cement Bord) semen yang diperkaya dengan serat

    pulp dan dicetak dalam lembaran datar atau gelombang. PCB menggantikan

    papan asbes dalam penggunaannya, karena asbes akan terhisap dan merugikan

    kesehatan dengan menimbulkan gangguan kesehatan pada paru-paru.

    b. Komposit Partikel

  • 7

    Komposit partikel (Particulate Composite) adalah komposit yang terdiri dari

    partikel dan matrik yaitu butiran. Komposit partikel mempunyai bahan

    penguat yang dimensinya kurang lebih sama, seperti bulat serpih, balok, serta

    bentuk-bentuk lainnya yang memiliki sumbu hampir sama, yang kerap disebut

    partikel, dan bisa terbuat dari satu atau lebih material yang dibenamkan dalam

    suatu matriks dengan material yang berbeda. Partikelnya bisa logam atau

    nonlogam, seperti halnya matrik. Adapula polimer yang mengandung partikel

    yang hanya dimaksudkan untuk memperbesar volume material dan bukan

    untuk kepentingan sebagai bahan penguat. Komposit ini biasa dinamakan

    komposit skeletal/bermuatan.

    c. Komposit Laminat.

    Komposit laminat (Laminated Composite), merupakan jenis komposit yang

    tersusun atas dua atau lebih lamina. Komposit serat dalam bentuk lamina ini

    yang paling banyak digunakan dalam lingkup teknologi otomotif maupun

    industri.

    2.3. Komponen Penyusun Komposit

    2.3.1. Semen (Matrik)

    Polimer, logam, dan keramik digunakan sebagai material matrik dalam komposit

    tergantung pada kebutuhan tertentu. Matrik di dalam komposit mengikat serat secara

    bersama-sama dalam suatu unit struktural dan melindungi serat dari kerusakan

    eksternal, mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat, dan pada beberapa kasus

    memberikan sifat yang diinginkan seperti keuletan, ketangguhan, atau isolasi listrik

    (Gibson, 1994).

    Sebagai komponen utama pembentuk komposit, dalam melakukan pemilihan

    terhadap matrik harus memperhatikan elongasi/batas mulur. Matrik yang digunakan

    sebaiknya mempunyai elongasi yang lebih besar daripada elongasi serat. Sebagai

    contoh jika elongasi yang dimiliki oleh serat 3%, maka matrik harus mempunyai

    elongasi lebih dari 3%. Ikatan antarmuka yang kuat antara matrik dan serat sangat

    diperlukan, oleh karena itu matrik harus mampu menghasilkan ikatan mekanis atau

  • 8

    kimia dengan serat. Matrik ini juga harus cocok secara kimia dengan serat, sehingga

    reaksi yang tidak diinginkan tidak terjadi pada interface. Matrik dan serat sebaiknya

    mempunyai sifat-sifat mekanis yang saling melengkapi diantara keduanya (Gibson,

    1994).

    Semen adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping sebagai

    bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir

    berupa padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang

    mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah

    bahan alam yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan

    lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa: silika oksida

    (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida

    (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh,

    sebagian untuk membentuk clinkernya (kandungan senyawa silikat), yang kemudian

    dihancurkan dan ditambah dengan gips dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari

    proses produksi dikemas dalam kantong/sak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg

    (Alighiri, 2007).

    Semen Portland, merupakan salah satu jenis semen yang sering digunakan untuk

    membuat bangunan. Dalam semen Portland, terdapat dua macam fasa yang penting,

    yaitu beta dicalcium silikat (-Ca2SiO4) dan trikalsium silikat (Ca3SiO5). Adapun

    fasa-fasa lainnya antara lain trikalsium aluminat (Ca3Al2O6)dan senyawaan ferit

    (Ca3Al2Fe2O4) (West, 1984).

    Keberadaan senyawa-senyawa silikat dan aluminat dalam semen menyebabkan

    terjadinya reaksi dengan air jika semen dicampur dengan air, akibatnya terbentuk

    suatu senyawa hidrat sebagai produk dari proses hidrasi yang selanjutnya akan terjadi

    pengerasan massa. Reaksi hidrasi semen secara umum dapat dituliskan sebagai

    berikut (Van Vlack, 1985):

    Ca3Al2O6 + 6 H2O Ca3Al2(OH)12 + 200 J/g

    Ca2SiO4 + x H2O Ca2SiO x H2O + 500 J/g

  • 9

    Ca3SiO5 + (x+1) H2O Ca2SiO4 x H2O + Ca(OH)2 + 865 J/g

    Rasio air terhadap semen sangat mempengaruhi sifat-sifat semen. Pasta semen

    memiliki volume tinggi yang konstan. Volume ini akan bertambah besar dengan

    meningkatnya rasio air terhadap semen dalam campuran mula-mula. Suatu set semen

    bersifat porus dan mengandung lubang-lubang air yang amat kecil (10-20 Angstrom)

    maupun lubang-lubang dengan ukuran amat besar (1 mikrometer). Hubungan antar

    kapiler-kapiler yang terdapat di dalamnya sangat mempengaruhi permeabilitas dan

    vulnerabilitas semen. Adanya interkoneksi antar pori-pori kapiler tentunya harus

    dihindari karena melemahkan kekuatan semen. Keadaan ini bisa tercapai apabila ada

    waktu yang cukup bagi pasta semen untuk hidrasi. Untuk rasio air-semen sebesar 0,4

    biasanya perlu waktu 3 hari, sedang untuk rasio air-semen 0,7 waktu yang diperlukan

    sekitar 1 tahun (West, 1984).

    2.3.2. Material Pengisi (Filler)

    Komposit yang mengunakan semen memiliki beberapa kelemahan yaitu mudah

    patah/rapuh dan memiliki kekutan tarik yang lemah. Untuk mengatasi kelamahan

    yaitu dengan menambahkan serat sebagai filler atau pengisi dalam campuran semen.

    Dengan penambahan serat alam pada komposit semen dapat meningkatkan kekuatan

    tarik, keuletan dan ketangguhan. Karakteristik mekanik maupun fisik material

    komposit semen dengan penguat serat alam tergantung pada beberapa faktor antara

    lain: sifat matrik, perbandingan komposisi matrik dan material pengisinya, ukuran

    serat, jenis serat dan penyebaran serat (Balaguru, 1992).

    Secara umum struktur sel serat tumbuhan hampir sama atau mirip dimana

    tersusun dari tiga komponen utama, yaitu selullose, hemiselullose, lignin ditambah

    bahan-bahan lain. Serat yang berasal dari tanaman bersifat hydrophilic karena

    komposisi utamanya adalah sellulose (Rowell dkk, 2000). Serat aren (Arenga

    Pinnata) filler alam yang berasal dari proses pengolahan pati aren masih banyak

    mengandung selullose (Fadilah dkk, 2009).

    2.3.3. Air

    Air dalam campuran komposit mempunyai fungsi memungkinkan terjadinya

    reaksi kimiawi dengan semen yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya

  • 10

    pengerasan, untuk bereaksi dengan semen. Air berfungsi untuk membasahi komposit

    semen-sekam agar mudah dikerjakan (Tjokrodimuljo, 1996).

    Air yang digunakan dalam pencampuran komposit harus bersih, tidak boleh

    mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam, zat organik, atau bahan-bahan lain

    yang bersifat dapat merusak komposit. Air yang memenuhi persyaratan sebagai air

    minum memenuhi syarat pula untuk bahan campuran komposit tetapi tidak berarti air

    pencampuran komposit harus memenuhi standar persyaratan air minum. Air untuk

    perawatan dapat dipakai juga untuk pengadukan tetapi harus yang tidak menimbulkan

    noda atau endapan yang merusak warna permukaan hingga tidak sedap dipandang

    (Tjokrodimuljo, 1996).

    2.3.4. Additive (Admixtures)

    Additive adalah bahan yang ditambahkan ke dalam adukan mortar/pasta sebelum

    atau selama proses pengadukan untuk mengubah sifat dari mortar/pasta karena alasan

    tertentu. Bahan tambahan berkisar pada bahan kimia sampai pada penggunaan bahan

    buangan yang dianggap potensial (Susanto, 2009).

    Additive yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalsium klorida yang

    merupakan senyawa garam yang mempunyai sifat larut dalam air dan mempunyai

    sifat fisik seperti kristal garam dapur bewarna putih. Kalsium klorida dengan rumus

    CaCl2 berbentuk kristal yang sangat higroskopis dan mudah larut dalam air dan

    alkohol dengan dosis maksimal 2gr 1x dan 8gr per hari (Hachmi, 1990).

    Kalsium klorida mempunyai sifat fisik antara lain:

    a. Berupa kristal garam bewarna putih

    b. Ukuran butir seperti garam dapur

    c. Dapat dilarutkan dalam air

    Sedangkan sifat kimia kalsium klorida diperoleh dari reaksi sebagai berikut:

    Ca(OH)2 (aq) + 2HCl(aq) CaCl2 (s) + 2H2O(l)

    Kemudian dalam air kalsium klorida akan mengion karena merupakan garam

    elektrolit:

  • 11

    CaCl2 Ca2+ + 2Cl

    Penambahan additive CaCl2 pada pasta semen mampu meningkatkan proses

    hidrasi/pengerasan semen. Hal ini terjadi karena adanya faktor kecocokan antara

    unsur-unsur kalsium yang terkandung dalam semen dan dalam additive CaCl2

    (Hachmi, 1990).

    2.4. Ikatan Komposit

    Material komposit merupakan gabungan dari unsur-unsur yang berbeda. Hal itu

    menyebabkan munculnya daerah perbatasan antara serat dan matrik seperti

    ditampilkan pada Gambar 2.1. Daerah pencampuran antara serat dan matrik disebut

    dengan daerah interphase (bonding agent), sedangkan batas pencampuran antara serat

    dan matrik disebut interface ( George, 1995).

    Ikatan antarmuka yang optimal antara matrik dan serat merupakan aspek yang

    penting dalam penunjukan sifat-sifat mekanik komposit. Transfer beban/tegangan

    diantara dua fase yang berbeda ditentukan oleh derajat adhesi. George dkk (1995)

    mengungkapkan bahwa adhesi yang kuat diantara permukaan antara matrik dan serat

    diperlukan untuk efektifnya perpindahan dan distribusi beban melalui ikatan

    permukaan.

    Gambar 2.1. Ikatan pada komposit (George, 1995)

    2.5. Kualitas Komposit

    Karakteristik komposit sangat dipengaruhi oleh (Gibson, 1994):

    a. Jenis material penyusun komposit

    b. Bentuk dan susunan struktural dari material penyusun komposit

    c. Hubungan antar material penyusun komposit

  • 12

    Dari faktor utama di atas, secara nyata terlihat bahwa sifat individu yang dimiliki

    oleh material penyusun sangatlah penting. Sifat ini sebagian besar akan menentukan

    sifat-sifat dari produk komposit, meskipun hubungan dari material penyusun akan

    menghasilkan sifat-sifat baru, dan sifat-sifat gabungan dari komposit ini berasal dari

    sifat-sifat individu material penyusun itu sendiri (Gibson, 1994).

    Karakteristik struktural dan geometrikal dari material penyusun juga memberikan

    kontribusi yang penting pada sifat komposit. Bentuk dan ukuran, susunan struktur

    dan distribusi, dan jumlah relatif dari material penyusun merupakan faktor utama

    yang memberikan kontribusi pada kualitas komposit secara keseluruhan (Gibson,

    1994).

    2.5.1. Fraksi Berat Komposit

    Jumlah kandungan serat atau material pengisi (filler) dalam komposit yang biasa

    disebut fraksi volume atau fraksi berat merupakan hal yang menjadi perhatian khusus

    pada komposit penguatan serat maupun komposit dengan material pengisi. Salah satu

    elemen kunci dalam analisa mikromekanik komposit adalah karakteristikisasi dari

    volume atau berat relatif dari material penyusun. Persamaan mikromekanik meliputi

    fraksi volume dari material penyusun tetapi pengukuran secara aktual sering

    berdasarkan pada fraksi berat (Gibson, 1994).

    Fraksi berat adalah perbandingan antara berat material penyusun dengan berat

    komposit. Fraksi berat material penyusun dapat dihitung dengan persamaan 2.1.

    c

    ii W

    Ww = (2.1)

    Dimana,

    wi = fraksi berat material penyusun.

    Wi = berat material penyusun (g).

    Wc = berat komposit (g).

    2.5.2. Densitas Komposit

  • 13

    Densitas suatu material merupakan perbandingan antara berat dan volume dari

    material tersebut. Penentuan densitas komposit dapat dilakukan dengan beberapa

    cara, antara lain (ASTM D 792):

    1. Penimbangan

    Penentuan densitas material komposit dengan penimbangan yaitu dengan

    membandingkan berat material komposit itu di udara dengan berat material

    komposit itu di air.

    wa

    awc WW

    W

    -=

    .rr (2.2)

    Dimana,

    c : densitas komposit (g/cm3).

    w : densitas air (g/cm3).

    Wa : berat komposit di udara (g).

    Ww : berat komposit di air (g).

    Gambar 2.2. Sket konstruksi uji densitas komposit (ASTM D 792)

    2. Dengan menggunakan gelas ukur.

    Percobaan dengan gelas ukur dapat dilakukan dengan memasukkan benda

    kedalam gelas ukur yang berisi air. Volumenya dapat diketahui dengan

    menghitung selisih volume sesudah dan sebelum benda dimasukkan kedalam

    air. Cara ini hasilnya kurang akurat, terutama disebabkan karena pembacaan

    volume yang kurang teliti untuk volume yang kecil.

    2.5.3. Serapan Air

    Serapan air adalah persentase berat air yang mampu diserap oleh suatu material

    jika direndam didalam air. Uji serap air selama 24 jam menentukan sifat dimensi

  • 14

    komposit terhadap serapan air (ASTM D 1037). Penentuan serapan air mengacu pada

    standard ASTM D1037. Rumus menghitung serapan air

    1. Thickness swelling (%) = [(Tw-Ti) / Ti] x 100 (2.3)

    Tw = tebal setelah direndam (mm)

    Ti = tebal pertama sebelum direndam (mm)

    2. Water absorption (%) = [(Ww-Wi) / Wi] x 100 (2.4)

    Ww = berat setelah direndam (g)

    Wi = berat sebelum direndam (g)

    2.5.3 Kekuatan Bending Komposit

    Untuk mengetahui kekuatan bending komposit dilakukan pengujian bending

    dengan mengacu pada standar ASTM D 1037. Pada uji bending, spesimen yang

    berbentuk batang ditempatkan pada dua tumpuan lalu diterapkan beban di tengah

    tumpuan tersebut dengan laju pembebanan konstan. Pembebanan ini disebut dengan

    metode three-point bend (bending 3 titik), yang mana dapat dilihat pada gambar 2.3.

    Kekuatan bending material komposit dapat diketahui dengan melakukan uji

    bending pada material komposit tersebut. Pada pengujian bending, bagian atas

    spesimen akan mengalami tekanan, dan bagian bawah akan mengalami tegangan

    tarik. Pada pengujian bending akan didapatkan besarnya beban maksimum yang dapat

    ditahan spesimen serta besarnya defleksi yang terjadi, dari data yang diperoleh dicari

    besarnya nilai kekuatan bending tersebut (Krzysik dan Youngquist 1997).

    Modulus of Raptur atau kekuatan bending dapat dihitung dengan menggunakan

    rumus (ASTM D 1037) :

    MOR = 22

    3bdPL

    (2.5)

    Dimana,

    MOR = modulus of rapture ( pembebanan dari tengah) (KPa)

    P = beban bending maximum (N)

    L = panjang span (mm)

    b = lebar spesimen (mm)

    d = tebal spesimen (mm)

  • 15

    L/2L/2

    P

    Gambar 2.3. Sketsa uji bending ( ASTM D 1037)

    2.5.4. SEM (Scanning Electron Microscopy)

    Pengamatan SEM (Scanning Electron Microscopy) dilakukan untuk merekam

    patahan pada spesimen. Spesimen yang diamati adalah spesimen patahan hasil dari

    pengujian bending.

    BAB III

    METODELOGI PENELITIAN

    3.1. Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Universitas

    Sebelas Maret Surakarta pada bulan Agustus Desember 2009.

    3.2. Bahan Penelitian

    a. Serbuk aren mesh 80.

    b. Semen Portland HOLCIM.

    c. Calsium Chlorida (CaCl2).

    d. Air destilasi.

    3.3. Alat Penelitian

    a. Dongkrak hidrolik.

    b. Timbangan elektronik.

    c. Crushing.

    d. Mesh.

    e. Moister wood meter.

  • 16

    f. Oven elektrik.

    g. Perangkat cetakan.

    h. Universal Testing Mechine.

    3.4. Tahapan Penelitian

    Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian eksperimental yang dilakukan

    dengan uji laboratorium. Secara umum penelitian ini dibagi menjadi beberapa

    tahapan sebagai berikut:

    a. Mengumpulkan bahan baku pembuatan komposit yang meliputi serat aren,

    semen Portland, CaCl2 dan air destilasi. Penelitian diawali dengan proses

    pencucian dan pengeringan alami dengan sinar matahari. Setelah proses

    pengeringan, limbah aren di-crushing (dihancurkan) lalu di saring dengan

    ukuran mesh 80. Serbuk aren kemudian disimpan di dalam kantong plastik

    tertutup yang didalamnya diisi dengan silica gel.

    b. Proses pembuatan komposit

    Komposit dibuat dengan mencampur semen, serbuk dan additive (CaCl2).

    Jumlah serbuk yang terkandung dalam komposit (fraksi berat serbuk serat

    aren) diatur dengan variasi 0,20; 0,22; 0,24 dan 0.26 berat. Pengepresan

    dilakukan pada tekanan 88 kg / cm2 selama 10 menit.

    c. Pengujian komposit.

    Pengujian yang dilakukan pada spesimen komposit meliputi uji densitas,

    serapan air, bending dan uji dengan scanning electron microscope untuk

    permukaan patah.

    3.5. Prosedur Penelitian

    3.4.1. Pembuatan Komposit

    Komposit yang dibuat mempunyai ukuran yang disesuakan dengan standar ASTM

    D 792 dan ASTM D 1037 dengan variasi fraksi berat semen.

    Adapun cara membuat komposit adalah sebagai berikut:

  • 17

    a. Menimbang fraksi berat serbuk serat aren, semen, air dan CaCl2 dengan

    perbandingan komposisi 5 : 2 : 2 : 1.

    b. Mencampur semen, serbuk serat aren, air dan CaCl2 sampai rata. Jumlah

    serbuk yang terkandung dalam komposit (fraksi berat serbuk serat aren)

    diatur dengan variasi 0,20; 0,22; 0,24 dan 0.26.

    c. Memasukan campuran semen, serbuk serat aren, air dan CaCl2 kedalam

    cetakan dan memberi tekanan pada komposit sebesar 88 kg/cm2 selama 10

    menit.

    d. Mengeluarkan komposit dari cetakan.

    e. Mengeringkan komposit di tempat terbuka selama 7 hari, kemudian

    mengeringkan komposit di dalam oven dengan temperatur 500 C selama 6

    jam.

    f. Mengukur kandungan air pada komposit menggunakan Moister Wood Meter

    (10 15%) .

    3.4.2. Pengujian Sifat Fisik (densitas, serapan air)

    Langkah pengujian densitas komposit yaitu membandingkan berat komposit di

    udara dan berat komposit didalam air (ASTM D 792). Langkah pengujian serapan air

    pada komposit yaitu mengukur persentase dari ketebalan spesimen atau persentase

    dari berat spesimen setelah dilakukan perendaman selama 24 jam (ASTM D 1037).

    Bentuk dan ukuran benda uji disesuaikan dengan standar ASTM D 1037 (serapan

    air).

    Gambar 3.1. Dimensi spesimen serapan air (satuan dalam milimeter)

    3.4.3. Pengujian Bending

  • 18

    Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini adala tipe Universal Testing Machine

    (UTM). Bentuk dan ukuran benda uji bending komposit disesuaikan dengan standar

    ASTM D 1037.

    50

    6194

    Gambar 3.2. Dimensi spesimen uji bending (satuan dalam milimeter)

    3.6. Variasi Penelitian

    Penelitian ini menggunakan variasi fraksi berat semen pada komposit seperti yang

    terlihat pada tabel 3.1 berikut:

    Tabel 3.1 Variasi penelitian

    Pengujian No Fraksi Berat Serbuk Serat

    Aren Bending Densitas Serapan

    Air 1 0,20 5 5 5 2 0,22 5 5 5 3 0,24 5 5 5 5 0,26 5 5 5

    Total spesimen 20 20 20 Prosedur penelitian yang dikemukakan diatas dapat dilihat pada diagram alir (Gambar

    3.3.).

  • 19

    Gambar 3.3. Diagram alir penelitian BAB IV

    DATA DAN ANALISA

    MULAI

    SERAT BATANG AREN DIKERINGKAN

    PROSES PENGGILINGAN SERAT BATANG AREN

    DIKERINGKAN

    SERBUK AREN MESH 80

    ADDITIVE CaCl2

    MATRIK SEMEN PORTLAND

    CETAK MANUAL SPESIMEN KOMPOSIT: 1. FRAKSI BERAT SEMEN : CACL2 :AIR = 5: 1: 2 2. VARIASI FRAKSI BERAT SERBUK SERAT AREN 0,20; 0,22; 0,24; 0,26 3. TEKANAN PENGEPRESAN 88 kg/ cm2 SELAMA 10 MENIT

    SPESIMEN DIKERINGKAN SAMPAI DIDAPAT KANDUNGAN AIR 10 -15 %

    ANALISA DATA

    PENGOLAHAN DATA

    KESIMPULAN

    SELESAI

    PENGUJIAN: 1. DENSITAS 2. SERAPAN AIR 3. BENDING 4. FOTO SEM

  • 20

    Dalam penelitian ini dilakukan beberapa pengujian untuk mengetahui sifat fisik

    dan kekuatan bending komposit semen serbuk serat aren. Pengujian yang dilakukan

    antara lain uji densitas, uji serapan air, dan uji kuat lentur/bending. Variasi yang

    digunakan untuk uji sifat fisik dan kekuatan bending adalah fraksi berat serbuk serat

    aren. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini antara lain nilai densitas, serapan air dan

    kuat lentur/bending. Data data hasil pengujian tersebut kemudian dianalisa dan

    dibahas untuk menghasilkan kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian.

    4.1. Pengaruh Fraksi Berat Serbuk Serat Aren Terhadap Densitas Komposit

    Gambar 4.1. Kurva pengaruh fraksi berat serbuk serat aren terhadap densitas komposit

    Dari hasil perhitungan nilai densitas komposit semen serbuk aren dengan

    kandungan serbuk aren 0,2 sebesar 1,57 g/cm3 dan nilai densitas komposit semen

    serbuk aren dengan kandungan serbuk aren 0,26 sebesar 1,23 g/cm3. Hubungan antara

    kandungan serbuk serat aren dengan densitas komposit semen serbuk aren

    ditunjukkan pada kurva Gambar 4.1.

    Nilai densitas komposit semen serbuk serat aren yang menurun disebabkan oleh

    densitas filler lebih rendah dibandingkan densitas matrik. Peningkatan kandungan

    serbuk serat aren akan diikuti dengan pengurangan jumlah kandungan semen, hal ini

    mengakibatkan serbuk serat aren tidak tertutup baik oleh semen atau memiliki ikatan

  • 21

    yang kurang padat sehingga menyebabkan turunnya nilai densitas komposit semen

    serbuk serat aren. Dari Gambar 4.1 dapat diketahui dengan peningkatan fraksi berat

    serbuk aren, nilai densitas komposit semen serbuk serat aren yang dihasilkan semakin

    menurun.

    4.2. Pengaruh Fraksi Berat Serbuk Serat Aren Terhadap Serapan Air Komposit

    Gambar 4.2. Kurva pengaruh fraksi berat serbuk serat aren terhadap serapan air komposit

    Nilai pengujian serapan air komposit semen serbuk aren setelah perendaman di

    dalam air selama 1.440 menit (24 jam) pada kandungan serbuk serat aren 0,26 sebesar

    36,04 % dan kandungan serbuk serat aren 0,2 sebesar 21,16%. Peningkatan

    kandungan serbuk serat aren membuat struktur komposit menjadi tidak begitu rapat

    sehingga air mudah masuk kedalam struktur komposit.

    Peningkatan kandungan serbuk serat aren akan diikuti dengan pengurangan

    jumlah kandungan semen, dimana semakin sedikit kandungan semen dalam

    komposit, semakin meningkat nilai kadar air pada komposit. Hal ini menunjukan

    bahwa serbuk serat aren bersifat menyerap air. Dari Gambar 4.2 dapat diketahui

    dengan peningkatan fraksi berat serbuk aren, nilai serapan air pada komposit semen

    serbuk aren yang dihasilkan semakin meningkat.

    4.3. Pengujian Bending

  • 22

    4.3.1. Pengaruh Fraksi Berat Serbuk Serat Aren Terhadap Kekuatan Bending

    Komposit

    Gambar 4.3. Kurva pengaruh fraksi berat serbuk serat aren terhadap kekuatan bending

    komposit

    Pengujian bending komposit dilakukan dengan menggunakan alat uji bending

    UTM dengan metode bending tiga titik (Three Point Bending). Nilai kekuatan

    bending dengan kandungan serbuk serat aren 0,2 sebesar 11,92 MPa dan kandungan

    serbuk serat aren 0,26 sebesar 6,24 MPa.

    Peningkatan kandungan serbuk serat aren dan berkurangnya jumlah kandungan

    semen menyebabkan ikatan antarmuka yang terjadi antara matrik dan filler menjadi

    lemah. Ikatan antara matrik dan filler yang lemah menyebabkan komposit tidak

    mampu menerima pembebanan yang tinggi sehingga kekuatan bending komposit

    semakin menurun seiring bertambahnya kandungan serbuk serat aren.

    Proses hidrasi yang cukup mempengaruhi kenaikan kekuatan bending komposit.

    Pada proses hidrasi interkoneksi antar pori-pori kapiler yang melemahkan kekuatan

    semen dapat dihindari/berkurang. Keberadaan pori-pori kapiler yang semakin

    berkurang akan mengurangi peluang terjadinya retakan awal yang akan berkembang

    menjadi perpatahan. Berkurangnya peluang terjadinya perpatahan akan menghasilkan

    nilai kekuatan bending yang tinggi dengan demikian semen mampu menerima beban

    dengan kuat. Dari Gambar 4.3. menunjukan dengan peningkatan kandungan serbuk

  • 23

    aren nilai kekuatan bending komposit semen serbuk aren yang dihasilkan semakin

    menurun.

    4.3.2. Pengamatan Bentuk dan Permukaan Patah Uji Bending

    a)

    b)

    Gambar 4.4. Bentuk permukaan patah uji bending komposit semen serbuk serat aren a) Wf = 0,26; b) Wf = 0,2

    Komposit dengan kandungan serbuk serat aren 0,26 memiliki ikatan antara semen

    dan serbuk serat aren yang kurang baik bila dibandingkan dengan komposit dengan

    kandungan serbuk serat aren 0,2 (Gambar 4.4.b). Hal ini terlihat (Gambar 4.4.a) pada

    bagian permukaan serat ada yang kotor dan ada bagian serat yang bersih. Bagian

    permukaan serat yang kotor adalah bagian permukaan serat yang terikat oleh semen

    dan bagian permukaan serat yang bersih adalah bagian permukaan yang tidak terikat

    oleh semen. Gambar 4.4.b memperlihatkan komposit dengan kandungan serbuk aren

    0,2 ikatan antara semen dengan serat memiliki ikatan yang lebih baik. Hal ini terlihat

    dari bagian permukaan serat lebih banyak yang kotor.

    BAB V

    PENUTUP

    5.1. Kesimpulan

    Dari hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:

    serat serat semen semen

  • 24

    1. Semakin meningkat kandungan serbuk serat aren maka nilai densitas dan

    kekuatan bending komposit semen serbuk serat aren semakin menurun. Nilai

    densitas komposit 1,57 g/cm3 pada kandungan serbuk serat aren 0,2 dan 1,23

    g/cm3 pada kandungan serbuk serat aren 0,26. Nilai kekuatan bending komposit

    11,92 MPa pada kandungan fraksi berat serbuk serat aren 0,2 dan 6,24 MPa pada

    kandungan serbuk serat aren 0,26.

    2. Nilai serapan air semakin meningkat seiring penambahan fraksi berat serbuk serat

    aren. Nilai serapan air komposit 21,16 % pada kandungan fraksi berat serbuk

    serat aren 0,2 dan 36,04 % pada kandungan serbuk serat aren 0,26.

    3. Ikatan antarmuka antara serat dan matrik secara visual menunjukan adanya

    kemampuan mengikat antara serat dan semen yang baik.

    5.2. Saran

    Untuk lebih mengembangkan pemanfaatan potensi serat aren (Arenga Pinnata)

    sebagai bahan pengisi (filler) komposit polimer, maka penulis memberikan saran:

    1. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan merubah matrik selain menggunakan

    semen portland tipe I.

    2. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh fraksi berat semen terhadap

    nilai konduktivitas listrik, ekspansi panas, dan sifat-sifat lainnya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Alighiri D, semen, < http://id.wikipedia.org/wiki/Semen. 14 April 2007.

    ASTM D792-98, standard test methods for density and specific gravity (relative

    density) of plastics by displacement. American Society For Testing And

    Material. Book of Standard. USA.

    ASTM D1037-94a, Standard Test Method for Evaluating Properties of Wood-Based

    Fiber and Particle Panel Materials. American Society For Testing And

    Material. Book of Standard Vol 4.10 Wood. West Conshohocken, PA.

    19428.

  • 25

    Astuti, A., 2006, Pengembangan Perintang Fisik (Physical Barrier), Lembaga

    Penelitian-UNHAS

    Asyifa, E.N., 2005, The Characteristic Tensile Strength and Bending Strength of

    Composite Cement - Rice-Husk, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

    Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

    Balaguru, 2001, Fiber Reinforced Cement Composite, New You, Mcgraw-Hill Inc.

    Fadilah, dkk, 2009, Pengaruh Penambahan Glukosa dan Ekstrak Yeast Terhadap

    Biodelignifikasi Ampas Batang Aren, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

    Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

    Felix, J.M., and Gatenholm, P., 1991, The Nature of Adhesion in Composites of

    Modified Cellulosa Fibers and Polypropylene. Journal of Applied Polymer

    Science, Vol. 42, pp. 609 620.

    Frybort, S., Mauritz, R., Teischinger, A., and Muler, U., 2008, Cement Bonded

    Composites-A Mechanical Review, Bio Resourcer 3(2), 602-626.

    Gay, dkk, 2003, Composite Material, Desaign and Applications, Boca Raton: CRC

    Press.

    George, J., dkk, 1995, Short Pineapple-leaf Reinforced Low-DensityPolyethylene,

    Journal of Applied Polymer Scienced, Vol. 57, pp. 843-854.

    Gibson, R.F., 1994, Principles of Composites Material Mechanics, Mc Graw Hill

    Book Co., Singapore, ed., p.p. 115-155.

    Guntekin, E., and Sahin, H.T., 2009, Accelerated Weathering Performance of

    Cement Bonded Fiberboard. Department of Forest Products Engineering,

    32260 Isparta, Turkey.

    Hachmi, M, Moslemi,A,A, and Campabell,A,G, 1990, A New Technologque to

    Dassify The Compatibility of Wood With Cement, Wood Science and

    Technology, 24, 345-354.

    IPTN, 1993, Manual Specification Standard (MSS), Bandung

    Karnani, R., 1997, Biofiber Reinforced Polypropylene Composites. Polymer

    Engineering and Science, Vol. 37 No. 2, pp. 466 482.

  • 26

    Meneeis, C.H.S.D., Castro, V.G., and Souza, M.R., 2007, Production and Properties

    of A Medium Density Wood-Cement Boards Produced with Oriented

    Strands and Silica Fume, Maderas. Cienciay Tecnologa 9(2): 105-115.

    Raharjo, W.W., 2002, Efek Kadar Air Pada Sifat Mekanik Komposit Unsaturated

    Polyester yang diperkuat Serat Cantula, Usulan Penelitian untuk Thesis S

    2, pp. 1 9.

    Rowell, R.M., Han, J.S., Rowell, J.S., 2000, Characterization And Factor Effecting

    Fiber Properties, Natural Polymers and Agrofiber Composites, Emrapa

    instrumentaco Agropecuera 115-134, Brasil.

    Silva, F.A., Mabhoser, B., and Filho, D.T., 2009, Cracking mechanisms in durable

    sisal fiber reinforced cement composites. Elsevier Ltd.

    Schwartz M.,H., 1984, Composite Materials Handbook, Mc Graw Hill, New York.

    Susanto, 2009, Pengaruh Jenis Serat Limbah Produk Industri dan Agregat Daur

    Ulang Pada Kinerja Kuat Lentur Beton, Perustakaan Fakultas Teknik-UNS.

    Tjokrodimulyo, K., 1996, Teknologi Beton, Naviri, Yogyakarta

    Van Vlack, Laurence H, 1985, Ilmu dan Teknologi Bahan (Alih bahasa: Sriati

    Djaprie). Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

    West, A.R., 1984, Solid State Chemistry and Its Application. New York: John Wiley

    sons.