bab i pendahuluan 1.1 latar belakang · pdf filependahuluan 1.1 latar belakang ... tbc (11,5%)...

72
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan gizi merupakan hak asasi bagi setiap manusia dan merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Dengan semakin pesatnya kemajuan di bidang pengetahuan dan teknologi termasuk didalamnya bidang kesehatan maka dirumuskanlah “paradigma sehat” dengan visi yaitu “Indonesia sehat 2010” dimana pembangunan dilaksanakan di semua sektor agar mempertimbangkan dampak positif dan negatif pada status kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat (Depkes, 2003 ). Keberhasilan pembangunan Indonesia terutama dalam bidang kesehatan secara tidak langsung telah menurunkan angka kesakitan dan kematian penduduk serta meningkatkan usia harapan hidup penduduk Indonesia. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap perubahan struktur penduduk dan sekaligus akan menambah jumlah penduduk yang berusia lanjut (Arisman, 2004). Peningkatan proporsi penduduk usia tua dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga mengalami kenaikan jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Di tahun 2010 ini populasinya mencapai 9,77% atau sekitar 23,9 juta jiwa. (Fatmah, 2010). Peningkatan populasi ini akan disertai dengan peningkatan angka harapan hidup di tahun 2020 yaitu sekitar 71,7 tahun (Depkes, 2003). Saat ini, jumlah lansia di Jawa Barat mencapai 2.880.548 jiwa. Dari jumlah itu ada sekitar 264.080 jiwa yang dikategorikan masuk lansia terlantar dan tersebar di 26 kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut, ada yang ditampung di sejumlah panti milik pemerintah maupun swasta mencapai 1.580 jiwa. Para lansia itu ditampung di 4 Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) milik pemerintah sebanyak 350 jiwa dan di 40

Upload: lytruc

Post on 01-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan dan gizi merupakan hak asasi bagi setiap manusia dan

merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Dengan

semakin pesatnya kemajuan di bidang pengetahuan dan teknologi termasuk

didalamnya bidang kesehatan maka dirumuskanlah “paradigma sehat” dengan visi

yaitu “Indonesia sehat 2010” dimana pembangunan dilaksanakan di semua sektor

agar mempertimbangkan dampak positif dan negatif pada status kesehatan

individu, keluarga maupun masyarakat (Depkes, 2003 ).

Keberhasilan pembangunan Indonesia terutama dalam bidang kesehatan

secara tidak langsung telah menurunkan angka kesakitan dan kematian penduduk

serta meningkatkan usia harapan hidup penduduk Indonesia. Hal ini tentu saja

berpengaruh terhadap perubahan struktur penduduk dan sekaligus akan

menambah jumlah penduduk yang berusia lanjut (Arisman, 2004).

Peningkatan proporsi penduduk usia tua dari total populasi penduduk telah

terjadi di seluruh dunia. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga

mengalami kenaikan jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Di tahun 2010 ini

populasinya mencapai 9,77% atau sekitar 23,9 juta jiwa. (Fatmah, 2010).

Peningkatan populasi ini akan disertai dengan peningkatan angka harapan hidup di

tahun 2020 yaitu sekitar 71,7 tahun (Depkes, 2003).

Saat ini, jumlah lansia di Jawa Barat mencapai 2.880.548 jiwa. Dari jumlah itu ada

sekitar 264.080 jiwa yang dikategorikan masuk lansia terlantar dan tersebar di 26

kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut, ada yang ditampung di sejumlah panti milik

pemerintah maupun swasta mencapai 1.580 jiwa. Para lansia itu ditampung di 4

Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) milik pemerintah sebanyak 350 jiwa dan di 40

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

PSTW milik swasta sebanyak 1.230 jiwa. Semua PSTW itu tersebar di seluruh

wilayah Propinsi Jawa Barat (Heryawan, 2010)

Angka kesakitan akibat penyakit degeneratif kini semakin meningkat

jumlahnya disamping masih ada kasus penyakit infeksi dan kekurangan gizi. Dari

pengamatan diperkirakan 74% usia lanjut menderita penyakit kronis. Selain itu

penyakit yang umum diderita adalah anemia (50%), ISPA (12,2%), kanker (12,2%),

TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). Masalah gizi yang

sering diderita di usia lanjut adalah kurang gizi, keadaan ini tanpa disadari karena

gejala yang muncul hampir tak terlihat sampai usia lanjut tersebut telah jatuh dalam

kondisi gizi buruk. Hal ini sebagai akibat dari kurangnya asupan energi dan protein

yang terjadi dalam waktu singkat maupun dalam jangka panjang (Depkes,2003).

Energi sangat diperlukan sebagai bahan bakar untuk beraktivitas. Energi

yang digunakan dalam tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat

gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung

dalam makanan yang kita konsumsi seperti sumber protein, lemak dan karbohidrat.

Asupan energi bagi pemeliharaan sel lebih diutamakan daripada asupan protein,

karena apabila asupan energi tidak mencukupi maka sebagian masukan dari

protein makanan akan digunakan sebagai sumber energi sehingga akan

mengurangi bagian yang diperlukan oleh tubuh (Almatsier, 2001).

Selain energi protein juga penting bagi lansia. Protein merupakan unsur

terpenting yang terdapat dalam semua makhluk hidup. Oleh karena itu, protein

merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Bila asupan energi

cukup dapat dikatakan semua makanan mengandung cukup protein, tetapi jika

makanan yang dikonsumsi tidak cukup protein maka makanan yang dikonsumsi

pun tidak cukup memberikan energi (Almatsier, 2001).

Keadaan kesehatan gizi sangat tergantung dari tingkat konsumsi zat gizi.

Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari hidangan. Kualitas dari

hidangan menunjukan adanya semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh di dalam

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

hidangan tersebut. Begitupula dilihat dari jumlahnya apabila kualitas dan

kuantitasnya sudah memenuhi syarat maka tubuh akan mendapatkan kondisi

kesehatan yang sebaik-baiknya (Sediaoetama, 2000)

Selain dari faktor kualitas dan kuantitas, asupan juga dipengaruhi oleh cita

rasa makanan yang merupakan pertimbangan terpenting dalam memilih makanan.

Cita rasa merupakan syarat dari suatu makanan yang berkualitas. Cita rasa terdiri

dari penampilan dan rasa. Penampilan meliputi warna, konsistensi, bentuk, besar

porsi dan penyajian. Sedangkan aspek rasa meliputi aroma, bumbu, tekstur, suhu

dan tingkat kematangan (Winarno, 2008)

Salah satu upaya peningkatan gizi ini yaitu diadakannya penyelenggaraan

makanan institusi. Di berbagai lembaga baik pemerintah ataupun lembaga

pendidikan kini sudah banyak diadakan penyelenggaraan makan. Penyelenggaraan

makanan ini diklasifikasikan kedalam delapan kelompok. Panti sosial merupakan

salah satu dari lembaga yang mengadakan penyelenggaraan makanan tersebut.`

Panti merupakan sebuah lembaga sosial sebagai suatu sistem organisasi yang

berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sosial. (Mukrie, 1990)

Untuk memenuhi kebutuhan gizi para lansia, Panti Lansia Tresna Wredha

Budhi Pertiwi mengadakan penyelenggaraan makanan untuk 37 orang (33 orang

lansia, 3 orang juru masak dan 1 orang tukang kebun) yang dikelola sendiri.

Makanan yang disajikan yaitu makan pagi, siang dan makan malam. Panti Lansia

Tresna Wredha Budhi Pertiwi belum memiliki standar resep dan standar bumbu.

Sebelumnya tidak pernah dilakukan penelitian mengenai penilaian terhadap

penampilan dan rasa makanan di panti lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan

antara penampilan dan rasa makanan dengan asupan energi dan protein makan

siang lansia di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi Bandung.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui “apakah

ada hubungan antara penampilan dan rasa makanan dengan asupan energi dan

protein makan siang lansia di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi

Bandung?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara penampilan dan rasa makanan dengan

asupan energi dan protein makan siang lansia di Panti Lansia Tresna

Wredha Budhi Pertiwi Bandung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui gambaran umum institusi (jumlah lansia, struktur

organisasi institusi, sumber dana panti dan jumlah pekerja yang

mengelola panti)

1.3.2.2 Mengetahui karakteristik sampel (umur sampel )

1.3.2.3 Mengetahui sistem penyelenggaraan makanan yang dilaksanakan

di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi Bandung.

(Mengetahui menu yang ada di panti, pola menu, siklus menu,

standar resep, standar porsi, standar bumbu, dana yang tersedia,

proses produksi dan distribusi serta jumlah tenaga kerja yang

mengelola penyelenggaraan makanan di panti).

1.3.2.4 Memperoleh informasi mengenai penampilan makanan

(konsistensi dan besar porsi) dari makan siang yang disajikan di

Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi Bandung.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

1.3.2.5 Memperoleh informasi mengenai rasa makanan (bumbu, suhu,

tekstur dan tingkat kematangan) dari makan siang yang disajikan

di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi Bandung.

1.3.2.6 Memperoleh informasi mengenai asupan energi lansia dari makan

siang yang disajikan di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi

Bandung.

1.3.2.7 Memperoleh informasi mengenai asupan protein lansia dari makan

siang yang disajikan di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi

Bandung.

1.3.2.8 Melihat ketersediaan zat gizi (energi dan protein) dari makan siang

yang disediakan oleh panti.

1.3.2.9 Mengetahui hubungan antara penampilan makanan dengan

asupan energi makan siang yang disajikan di Panti Lansia Tresna

Wredha Budhi Pertiwi Bandung.

1.3.2.10 Mengetahui hubungan antara penampilan makanan dengan

asupan protein makan siang yang disajikan di Panti Lansia Tresna

Wredha Budhi Pertiwi Bandung.

1.3.2.11 Mengetahui hubungan antara rasa makanan dengan asupan

energi makan siang yang disajikan di Panti Lansia Tresna Wredha

Budhi Pertiwi Bandung.

1.3.2.12 Mengetahui hubungan antara rasa makanan dengan asupan

protein makan siang yang disajikan di Panti Lansia Tresna Wredha

Budhi Pertiwi Bandung

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam ruang lingkup penelitian di bidang gizi

institusi. Dibatasi untuk mengetahui hubungan antara penampilan dan rasa

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

dengan asupan energi dan protein pada lansia yang tinggal di Panti Lansia

Tresna Wredha Budhi Pertiwi Bandung.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menembah wawasan bagi peneliti

mengenai penyelenggaraan makanan di suatu institusi dan dapat bermanfaat

sebagai bekal apabila peneliti bekerja di suatu institusi yang mengadakan

penyelenggaraan makanan.

1.5.2 Bagi Politeknik Kesehatan Jurusan Gizi

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai literatur

bacaan bagi mahasiswa dan sebagai sumber informasi mengenai gambaran

umum pelayanan makan yang dilakukan di Panti Lansia Tresna Wredha

Budhi Pertiwi Bandung.

1.5.3 Bagi institusi Panti Tresna Wredha Budhi Pertiwi Bandung.

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam hal

penyelenggaraan makanan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

1.6 Keterbatasan Penelitian

1.6.1 Kemungkinan pertanyaan mengenai penampilan dan rasa yang

disampaikan tidak dimengerti dan tidak didengar jelas dan sampel tidak

jelas dalam berbicara sehingga memberi jawaban yang tidak sesuai.

Oleh karena itu pada saat penelitian peneliti meminta pendamping dari

pihak panti/pengurus panti untuk mendampingi proses wawancara.

Jumlah sampel yang didampingi yaitu sebanyak 4 sampel.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

1.6.2 Terdapat faktor lain yang mempengaruhi asupan makan selain

penampilan dan rasa seperti penyakit yang diderita, serta keadaan

lingkungan saat makan serta sanitasi yang tidak diteliti.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyelenggaraan Makanan

2.1.1 Pengertian

Penyelenggaraan makanan merupakan suatu sistem yang

mencakup berbagai kegiatan atau sub sistem dalam penyusunan

anggaran belanja makanan, perencanaan menu, pembuatan

perkiraan kebutuhan bahan makanan, penyediaan atau pembelian

bahan makanan, penerimaan dan penyaluran bahan makanan,

persiapan, pemasakan makanan, penilaian dan distribusi makanan,

pencatatan laporan serta evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka

penyediaan makanan bagi suatu kelompok masyarakat di institusi.

Dalam suatu penyelenggaraan makanan terdapat hal yang penting

mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian

makanan kepada konsumen (PGRS, 2006).

Dalam suatu penyelenggaraan makanan sasarannya adalah

konsumen, baik itu siswa, karyawan, dan lain sebagainya. Dalam

penyelenggaraan makanan, standar masukan (input) meliputi biaya

produksi, tenaga kerja, sarana dan prasarana, metode serta

peralatan pemasakan, sedangkan standar proses meliputi

penyusunan anggaran belanja bahan makanan, perencanaan

menu, perencanaan kebutuhan, bahan makanan, pembeliaan

bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan,

persiapan bahan makanan, serta pengolahan makanan dan

pendistribusian makanan. Sedangkan standar keluaran (output)

adalah mutu makanan dan kepuasaan konsumen terhadap

makanan yang disajikan (Depkes RI, 2006).

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Berdasarkan sifatnya penyelenggaraan makanan ini terbagi ke

dalam tiga, yaitu :

a. Penyelenggaraan makanan komersial

Pada penyelenggaraan makanan komersial, persiapan dan

pelayanan makanan merupakan kegiatan yang sangat diutamakan.

Biasanya mereka telah menetapkan menu mereka sendiri, struktur

kerja dan jam pelayanan. Berikut beberapa contoh dari

penyelenggaraan makanan komersial diantaranya makanan capat

saji, buffet, catering, supermarket, dan lain-lain.

b. Penyelenggaraan makanan non komersial

Pada penyelenggaraan makanan non komersial, persiapan

dan pelayanan makanan masih diutamakan tapi bukan prioritas

utama. Restoran hotel termasuk kedalam jenis ini.

c. Penyelenggaraan makanan institusi

Penyelenggaraan makanan institusi menyediakan makanan

bagi konsumen dalam jumlah banyak yang berada dalam kelompok

masyarakat yang terorganisir di institusi seperti perkantoran,

perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah sakit, panti sosial,

lembaga permasyarakatan, pusat transito, dan lain sebagainya

(PGRS, 2006).

2.2 Klasifikasi penyelenggaraan makanan institusi

Perbedaan dari penggolongan atau klasifikasi makanan

dapat diidentifikasikan dari tujuan penyediaan makanan serta cara

pengelolaanyang ditetapkan oleh milik berbagai institusi.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Macam penyelenggaraan makanan institusi berdasarkan

klasifikasi adalah sebagai berikut :

a. Penyelenggaraan makanan institusi industri (tenaga kerja)

b. Penyelenggaraan makanan institusi sosial (panti sosial)

c. Penyelenggaraan makanan institusi asrama

d. Penyelenggaraan makanan institusi sekolah

e. Penyelenggaraan makanan institusi rumah sakit

f. Penyelenggaraan makanan institusi komersial

g. Penyelenggaraan makanan institusi khusus

h. Penyelenggaraan makanan institusi untuk keadaan darurat

(Mukrie, 1990)

2.2.1 Penyelenggaraan makanan institusi sosial

Merupakan pelayanan gizi yang dilakukan oleh

pemerintah atau oleh swasta yang berdasarkan asas sosial dan

bantuan. Yang termasuk ke dalam jenis ini misalnya panti

asuhan, panti jompo, panti tuna netra, tuna rungu, dan lembaga

lain sejenisnya yang mengelola makanan institusi secara sosial.

Makanan yang disediakan di institusi sosial dipersiapkan

dan dikelola untuk masyarakat yang ada di dalamnya tanpa

memperhitungkan keuntungan dari institusi tersebut. Dalam

pelaksanaannya, pelayanan makan institusi sosial berada dalam

lingkup dan pembinaan departemen sosial (Mukrie, 1990).

2.2.2 Karakteristik pelayanan makanan di institusi sosial

a. pengelolaannya dilaksanakan oleh/mendapat bantuan dari

Departemen Sosial atau badan amal lainnya.

b. Melayani sekelompok masyarakat dari usia 0-75 tahun,

sehingga memerlukan kecukupan gizi yang berbeda-beda

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

c. Mempertimbangkan bentuk makanan menurut kondisi klien

dan berdasarkan kecukupan gizinya.

d. Tidak mengambil keuntungan dari makanan yang disajikan

e. Makanan bisa diberikan 3x sehari ditambah makanan

f. selingan. Diberikan secara kontinyu setiap hari.

g. Macam konsumen dan jumlah konsumen yang dilayani tetap.

h. Susunan hidagan umumnya sederhana dan variasi terbatas.

(Mukrie, 1990)

2.3 Lanjut Usia

2.3.1 Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia (lansia) adalah orang-orang yang telah berusia 65

tahun ke atas (Arisman, 2004). Lansia merupakan kelompok orang

yang sedang mengalami suatu proses perubahan secara bertahap

dalam jangka waktu tertentu (Fatmah, 2010).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengelompokkan lanjut

usia menjadi 4 kelompok yaitu :

- Usia pertengahan (middle age) yaitu usia 45 - 59 tahun

- Lanjut usia (elderly) yaitu usia antara 60 - 74 tahun

- Lanjut usia tua (old) yaitu usia antara 75 – 90 tahun

- Usia sangat tua (very old) yaitu diatas 90 tahun

Departemen kesehatan RI (2006) memberikan batasan lansia

sebagai berikut :

- Virilitas (prasenium), yaitu masa persiapan usia lanjut yang

menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)

- Usia lanjut dini (senescen), yaitu kelompok yang mulai memasuki

masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

- Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit

degeneratif (usia diatas 65 tahun).

(Fatmah, 2010).

2.3.2 Proses Penuaan

Manusia dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya

berlangsung sepanjang masa hidupnya sejak bayi hingga dewasa

sampai masa tua. Di dalam struktur anatomis proses menjadi tua

terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Menjadi tua/menua

merupakan suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri secara perlahan-lahan dan mempertahankan struktur

dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi

serta kerusakan yang diderita (Fatmah, 2010).

Saat proses menua berlangsung maka akan terjadi perubahan-

perubahan secara bertahap dalam kurun waktu tertentu. Perubahan

yang terjadi merupakan proses alamiah dan berkesinambungan.

Perubahan yang terjadi diantaranya yaitu perubahan anatomi, fisiologis,

dan perubahan biokimia pada jaringan atau organ tubuh yang pada

akhirnya mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara

keseluruhan (Darmojo, 1999).

Proses menua terjadi sangat individual dan berbeda

perkembangannya pada setiap individu karena proses penuaan ini

dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yang saling

berhubungan. Asupan zat gizi atau konsumsi makanan sangat

mempengaruhi proses penuaan dikarenakan aktifitas metabolisme

dalam tubuh memerlukan zat gizi yang cukup disamping faktor penyakit

yang menyertai atau faktor lingkungan (Depkes,2003)

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Selama proses penuaan terjadi beberapa perubahan yang terjadi

pada lansia diantaranya:

a. Perubahan fisiologis

Usia tua hampir selalu datang bersama dengan kemunduran

dalam hal fisik, psikis, sosial dan ekonomi. Kekuatan, ketahanan dan

kelenturan otot rangka berkurang, akibatnya kepala dan leher terefleksi

ke depan sementara ruas tulang belakang mengalami pembengkokan,

panggul dan lutut juga sedikit terfleksi. Keadaan tersebut menyebabkan

postur tubuh terganggu (Arisman, 2004).

Kemunduran yang terjadi pada usia lanjut diantaranya:

1. Terganggunya pergerakan dan kestabilan tubuh

2. Terganggunya intelektual

3. Depresi

4. Inkontinensia dan impotensia

5. Defisiensi imunologis

6. Infeksi konstipasi dan malnutrisi

7. Iatrogenesis dan insomnia

8. Kemunduran penglihatan, pendengaran, pengecapan,

pembauan, komunikasi, dan intergritas kulit

9. Kemunduran proses penyembuhan.

Selain itu, berbagai perubahan yang terjadi pada usia lanjut diantaranya

:

1. Rongga Mulut. Ketika memasuki masa lansia sekresi air ludah

berkurang sampai kira-kira 75% sehingga mengakibatkan

pengeringan rongga mulut&berkemungkinan menurunkan cita

rasa.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

2. Esofagus. Penuaan mengakibatkan esophagus melebar

sehingga memperlambat pengososongan esophagus dan

terjadinya gangguan menelan di daerah esophagus sehingga

frekuensi makan berkurang dan asupan makan tidak mencukupi.

3. Lambung. Lapisan lambung pada usia lanjut menipis. Diatas usia

60 tahun, sekresi HCl dan pepsin berkurang. Dampaknya

penyerapan vitamin B12 dan zat besi menurun.

4. Usus. Penyerapan Kalsium dan Zat Besi pada usus berkurang

jika dibandingkan dengan zat gizi lain pada umumnya disaat

umur melebihi 60 tahun.

5. Massa otot yang berkurang dan massa lemak bertambah

mengakibatkan jumlah cairan tubuh berkurang.

6. Penurunan indera penglihatan akibat katarak yang berhubungan

dengan asupan vitamin A, vitamin C, dan asam folat. Sementara

itu, perubahan pada indera pengecap berhubungan dengan

defisiensi Zinc.

7. Gigi tanggal mengakibatkan gangguan fungsi mengunyah dan

berdampak pada kurangnya asupan gizi.

8. Kemampuan motorik yang menurun dapat mengganggu kegiatan

sehari-hari (Arisman, 2004)

9. Penurunan fungsi sel otak mengakibatkan penurunan daya ingat,

kesulitan berbahasa, dan lain-lain. (Depkes 2003)

10. Perubahan pada organ jantung, syaraf, system pencernaan dan

komposisi tubuh. (Soekirman,2006)

2.3.3 Masalah Gizi yang Terjadi Pada Lansia

Masalah gizi pada lansia merupakan manifestasi dari masa

muda. Masalah tersebut bisa kurang maupun lebih akan zat gizi

yang dapat memacu timbulnya penyakit degeneratif.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

a. Kegemukan atau Obesitas

Keadaan ini disebabkan karena konsumsi yang berlebihan

yang disertai aktivitas yang kurang. Proses metabolisme akan

menurun pada usia lanjut, bila tidak diimbangi dengan peningkatan

aktifitas fisik atau penurunan jumlah makanan, maka energi yang

berlebih akan dikonversi menjadi lemak yang mengakibatkan

kegemukan atau gizi lebih (Depkes, 2003).

b. Kekurangan Energi Kronis

Ketika usia lanjut nafsu makan akan semakin berkurang

karena fungsi organ pengecapan juga telah mengalami perubahan,

sehingga apabila hal ini terjadi dalam masa yang berkepanjangan

pada usia lanjut dapat menyebabkan penurunan berat badan secara

drastis. Jaringan yang mulai keriput menyebabkan terlihat sangat

kurus (Proverawati,2010).

c. Osteoporosis

Osteoporosis merupakan keadaan berkurangnya massa

tulang sedemikian rupa sehingga hanya dengan trauma minimal

saja dapat menyebabkan patah tulang. Massa tulang ini akan

menurun saat wanita usia diatas 35 tahun dan pria diatas 45 tahun.

Hal ini memang secara alami terjadi, namun apabila selama usia

muda dapat menabung kalsium dalam jumlah yang cukup maka

kebutuhan kalsium akan mencukupi, namun sebaliknya apabila

kurangnya asupan dalam jangka waktu yang lama makan akan

menimbulkan tulang keropos atau osteoporosis (Fatmah, 2010).

d. Asam urat

Penyakit ini merupakan kelainan dalam metabolism protein

yang disebabkan karena kadar asam urat dalam darah meningkat

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

sehingga menimbulkan kristal asam urat di bagian persendian.

Timbulnya kristal ini sangat sakit, selain itu kadar asam urat yang

meningkat dapat mengakibatkan terjadinya batu ginjal (Soenarto

dalam Darmojo, 1999).

e. Kekurangan zat gizi mikro

Hal ini disebabkan karena kurangnya asupan, sehingga

secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kecukupan zat

gizi mikro lainnya (Proverawati, 2010)

f. Kurang serat

Karena usia lanjut umumnya jarang mengkonsumsi serat

sehingga asupan serat tidak mencukupi. Keadaan ini dapat memicu

resiko terjadinya kanker usus besar, konstipasi, sembelit dan wasir.

(Soekirman, 2006).

2.4 Kebutuhan Energi dan Protein Lansia

2.4.1 Kebutuhan Energi

Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup,

menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik (Almatsier,

2001). Energi dibutuhkan oleh tubuh berasal dari zat gizi yang

merupakan sumber utama, ialah karbohidrat, lemak dan protein yang

terdapat dalam makanan (Sediaoetama, 2000). Bagi lansia makanan

harus menyediakan cukup energi untuk mempertahankan fungsi tubuh,

aktivitas otot dan pertumbuhan serta membatasi kerusakan yang

menyebabkan penuaan dan penyakit. (Barasi, 2007).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Energi yang digunakan dalam tubuh bukan hanya diperoleh dari

proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga

berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita

konsumsi. Kebutuhan energi orang yang sehat dapat diartikan sebagai

tingkat asupan energi yang dapat dimetabolisme dari makanan yang

akan menyeimbangkan keluaran energi, ditambah dengan kebutuhan

tambahan untuk pertumbuhan, kehamilan dan penyusuan yaitu energi

makanan yang diperlukan untuk memelihara keadaan yang telah baik

(Arisman, 2004).

Kebutuhan energi pada masa lansia akan menurun sejalan

dengan pertambahan usia karena metabolisme seluruh sel dan

kegiatan otot berkurang. Disamping itu kebutuhannya berbeda dengan

kebutuhan energi orang dewasa karena perbedaan aktivitas fisik yang

dilakukan. Selain untuk beraktivitas, energi dibutuhkan lansia untuk

menjaga sel-sel maupun organ tubuh agar tetap berfungsi dengan baik

meski tak sebaik seperti saat masih muda (Fatmah, 2010).

Energi yang diperlukan tubuh dapat diperoleh dari karbohidrat,

protein dan lemak. Masyarakat Indonesia umumnya menggunakan

karbohidrat sebagai penyumbang energi terbesar karena seringkali

dijadikan sebagai makanan pokok. Asupan energi apabila berlebihan

maka akan mempengaruhi terjadinya penyakit degeneratif karena

kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Hal ini

dapat mengakibatkan berat badan melebihi berat seharusnya

(Proverawati, 2010).

Konsumsi karbohidrat sebagai penyumbang energi terbesar

harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Selain asupan yang

berlebihan yang akan menyebabkan kelebihan berat badan, maka

apabila asupan kurang maka keadaan kurang energi protein (KEP)

pada lansia tidak dapat dihindari lagi (Budianto, 2009).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Untuk menjaga kondisi tubuh tetap sehat maka sangat

diperlukan pengaturan pola makan. Dengan demikian sudah

selayaknya lansia membatasi jumlah asupan makanan agar terhindar

dari risiko kegemukan. Sebaliknya selain asupan yang berlebih, lansia

sangat rentan mengalami asupan energi yang kurang karena

perubahan fisiologis yang menyebabkan sulit makan/mengunyah,

perubahan pengecapan dan perubahan lainnya yang berdampak pada

asupan makanan (Fatmah, 2010).

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi tahun 2004 yang

dikeluarkan oleh menteri kesehatan, kecukupan energi dibedakan

menurut jenis kelamin dan golongan umur.

Tabel 2.1

ANGKA KECUKUPAN ENERGI LANSIA BAGI PEREMPUAN

Kategori umur

50 - 60 tahun > 60 tahun

1750 kkal 1600 kkal

Sumber : Widya Karya Pangan dan Gizi. LIPI. Jakarta. Tahun 2005

2.4.2 Kebutuhan Protein

Protein merupakan zat gizi yang sangan penting bagi tubuh

karena disamping sebagai penghasil energi, zat ini juga berguna

sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein sebagai pembentuk

energi akan menghasilkan 4 kalori tiap gram protein. Sebagai zat

pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan

yang baru yang selalu terjadi di dalam tubuh (Winarno, 2008). Fungsi

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

utama protein bagi tubuh adalah untuk membentuk jaringan baru dan

mempertahankan jaringan yang telah ada atau mengganti yang sudah

rusak (Sediaoetama,2000).

Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila energi yang

diperlukan tubuh tidak terpenuhi dari karbohidrat dan lemak. Protein

ikut pula mengatur berbagai proses tubuh baik secara langsung

maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses

dalam tubuh. Pada sebagian besar jaringan tubuh protein merupakan

komponen terbesar setelah air ( Budianto, 2009).

Oleh karena itu, protein merupakan zat gizi yang paling banyak

dalam tubuh. Bila energi makanan cukup, boleh dikatakan semua

makanan mengandung cukup protein akan tetapi jika tidak cukup

protein dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan biasanya hal ini berarti

makanan yang dikonsumsi tidak cukup memberikan energi (Almatsier,

2001).

Selain itu juga protein sebagai zat pengatur, mengatur proses-

proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon, juga untuk

mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh yang terdapat dalam

intraselular (di dalam sel), ekstraselular atau interselular (diantara sel)

dan intarvaskular (di dalam pembuluh darah). (Soekirman, 2006).

Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam

tubuh. Protein merupakan bagian dari semua sel- sel hidup. Seperlima

dari berat tubuh orang dewasa merupakan protein. Protein mempunyai

beberapa fungsi sbb :

1. Membentuk jaringan baru dalam masa pertumbuhan dan

perkembangan tubuh

2. Memelihara jaringan tubuh, memperbaiki serta mengganti

jaringan yang aus, rusak atau mati

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

3. Menyediakan asam aminoyang diperlukan untuk membentuk

enzim pencernaan dan metabolisme serta antibodi yang

diperlukan

4. Mengatur keseimbangan air

5. Mempertahankan kenetralan (asam- basa) tubuh.

(Yuniastuti, 2008).

Pada masa lansia terjadi penurunan berbagai fungsi sel seiring

dengan bertambahnya usia. Akibatnya adalah kemempuan sel untuk

mencerna protein jauh lebih menurun dibandingkan yang bukan lansia,

sehingga secara keseluruhan akan terjadi penurunan kebutuhan

asupan protein yang akan terjadi pada semua lanjut usia. Hal ini

disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh yang terjadi secara alamiah

dan tidak dapat dihindari (Fatmah, 2010).

Berdasarkan sumbernya, protein diklasifikasikan menjadi :

a. Protein hewani

Yaitu protein dalam bentuk makanan yang berasal dari hewan

seperti daging, susu dan sebagainya.

b. Protein nabati

Yaitu protein yang berasal dari bahan makanan tumbuhan

seperti

kacang hijau, kacang kedelai dan sebagainya.

Pemilihan protein yang baik untuk lansia sangat penting

mengingat sintesis protein di dalam sel tidak sebaik waktu muda.

Dengan bertambahnya usia perlu pemilihan makanan yang kandungan

protein yang bermutu tinggi dan mudah dicerna seperti telur, susu, ikan,

daging yang mengandung banyak asam amino esensial. Selain itu

sumber protein lainnya yaitu tahu, tempe, kacang-kacangan dan lain-

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

lain. Sumber protein hewani lebih banyak dianjurkan karena kebutuhan

asam amino esensial meningkat pada usia lanjut (Barasi, 2007).

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi tahun 2004 yang

dikeluarkan oleh menteri kesehatan, kecukupan protein dibedakan

menurut jenis kelamin dan golongan umur.

Tabel 2.2

ANGKA KECUKUPAN PROTEIN LANSIA BAGI PEREMPUAN

Kategori umur

50 - 60 tahun > 60 tahun

50 gram 50 gram

Sumber : Widya Karya Pangan dan Gizi. LIPI. Jakarta. Tahun 2005

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

2.5 Penampilan dan Rasa Makanan

Penampilan dan rasa merupakan dua aspek yang termasuk

dalam cita rasa. Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya

rangsangan terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia terutama

indera pengecapan, penciuman dan penglihatan. Baik aspek

penampilan maupun rasa keduanya sangat penting untuk diperhatikan

untuk menghasilkan makanan yang baik dan memuaskan (Khan,

1998).

2.5.1 Penampilan Makanan

a. Bentuk Makanan

Bentuk makanan adalah tampilan/rupa dari makanan yang

disajikan. Bentuk makanan yang menarik dan serasi akan

memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang

disajikan Bentuk makanan dapat juga digunakan untuk

menimbulkan ketertarikan dalam menu karena terdiri dari macam-

macam bentuk makanan yang disajikan. Bentuk makanan yang

serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan

yang disajikan (Khan, 1998).

b. Konsistensi

Konsistensi makanan adalah tingkat kekerasan, kepadatan

atau kekentalan pada suatu hidangan. Konsistensi merupakan

aspek yang berhubungan dengan tingkat kepadatan atau

kekeringan pada makanan. Selain itu keadaan berkuah, padat,

kering, kental juga digunakan sebagai gambaran konsistensi (Khan,

1998).

c. Warna

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Warna makanan dapat memberikan penampilan yang lebih

menarik terhadap makanan yang disajikan sehingga dapat

meningkatkan selera. (West and Wood, 1998). Kombinasi warna

dalam penyajian makanan merupakan hal yang sangat membantu

dalam penerimaan suatu makanan. Makanan yang penuh warna

mempunyai daya tarik untuk dilihat dan bahkan cenderung

lebihmenarik perhatian karena warna juga mempunyai dampak

psikologis bagi konsumen (Khan, 1998).

d. Besar Porsi

Besar porsi adalah banyaknya makanan yang disajikan. Porsi

untuk setiap individu berbeda sesuai dengan kebutuhan makan

masing-masing. Porsi yang terlalu besar atau terlalu kecil akan

mempengaruhi penampilan dan selera makanan. Hal ini penting

untuk diperhatikan karena berkaitan dengan perencanaan bahan

makanan (Muchatob, 1991).

e. Cara Penyajian

Penyajian makanan adalah perlakuan terakhir dalam suatu

penyelenggaraan makanan sebelum dihidangkan kepada konsumen

untuk dikonsumsi. Penyajian makanan meliputi pemilihan alat, cara

penyusunan makanan, dan penghiasan hidangan. Penyajian

makanan juga merupakan faktor penentu dalam penampilan

hidangan yang disajikan (Khan, 1998).

Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik maka

seluruh upaya untuk mempertahankan cita rasa hidangan akan

menjadi tidak berarti karena penyajian secara langsung merangsang

indera penglihatan apakan hidangan menerik atau tidak. (Moehyi,

1992).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

2.5.2 Rasa Makanan

Rasa dapat menunjukan keakuratan yang lebih dalam menilai

kualitas suatu produk makanan jika dibandingkan dengan aspek yang

lainnya karena rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

temperature dan tingkat sensitivitas rasa perorangan ( West Wood,

1998).

Aspek rasa lebih banyak melibatkan indera pengecapan yang

terdiri dari 4 rasa dasar diantaranya yaitu asin, manis, pahit, dan rasa

asam. Mengkombinasi berbagai rasa sangat diperlukan untuk

menghasilkan rasa yang unik. Biasanya dominasi satu macam rasa

sangat tidak disukai karena lidah mudah merasa jenuh terhadap

makanan yang dicicipi (Winarno, 2008). Yang termasuk ke dalam rasa

diantaranya yaitu :

a. Tekstur

Tekstur menunjukkan sifat dari struktur makanan yang dapat

dilihat dengan jelas dan dirasakan oleh mulut. Gambaran dari tekstur

makanan meliputi kerenyahan/garing, lembut, kasar, halus, keras,

kenyal, empuk (West Wood, 1998).

Keempukan dan kerenyahan itu sendiri ditentukan oleh mutu

bahan makanan yang digunakan dan cara memasaknya. Kombinasi

dari berbagai tekstur akan lebih menarik dan tidak mudah bosan

(Moehyi, 1992).

b. Aroma

Aroma makanan adalah aroma yang disebarkan oleh makanan

yang mempunyai daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang

indera penciuman sehingga mampu membangkitkan selera makan.

Aroma yang dikeluarkan oleh makanan berbeda- beda. Demikian pula

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

cara memasak makanan yang berbeda akan memberikan aroma yang

berbeda pula.

Aroma yang dimiliki suatu hidangan akan mempunyai daya tarik

yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga

menimbulkan selera (Moehyi, 1992).

c. Suhu

Suhu merupakan tingkat panas atau dingin makanan yang

disajikan. Suhu makanan waktu disajikan memegang peranan dalam

menentukan cita rasa hidangan makanan. Hal ini sangat

mempengaruhi sensitivitas pada saraf pengecap terhadap rasa

makanan sehingga dapat mempengaruhi selera makan (Moehyi, 1992).

Pengaturan suhu dalam penyajian bahan makanan harus benar-

benar diperhatikan karena berpengaruh terhadap penilaian cita rasa

dan kenikmatan. Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan

untuk menangkap rangsangan rasa. Makanan yang panas akan

membakar lidah dan merusak kepekaan cecapan sedangkan makanan

yang dingin dapat membius kuncup cecapan sehingga tidak peka lagi

(Winarno, 2008).

d. Tingkat Kematangan

Tingkat kematangan yaitu keadaan mentah atau matangnya

hasil pemasakan pada setiap jenis bahan makanan yang dimasak dan

makanan akan mempunyai tingkat kematangan sendiri. Tingkat

kematangan suatu makanan itu tentu saja mempengaruhi cita rasa

makanan (Muchatob, 1991).

e. Bumbu

Bumbu masakan adalah bahan yang ditambahkan dengan

tujuan untuk mendapatkan rasa makanan yang enak dan khas dalam

setiap pemasakan. Tanpa penambahan bumbu masakan akan terasa

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

hambar karena bumbu dan tempah memiliki peranan yang sangat

penting dalam meningkatkan cita rasa hidangan (Khan, 1998).

2.7 Survey Konsumsi

Salah satu pengukuran status gizi secara tidak langsung adalah

dengan melakukan pengukuran konsumsi makanan (survei konsumsi

makanan) baik pada perorangan maupun pada kelompok. Tujuan dari

pengukuran konsumsi makanan adalah untuk mengetahui kebiasaan

makan dan gambaran tingkat kecukupan gizi dan bahan makanan pada

individu, rumah tangga maupun kelompok (Supariasa, 2002).

2.7.1 Food Weighing

Food weighing merupakan metode penimbangan makanan

sampel. Responden / petugas menimbang dan mencatat seluruh

makanan yang dikonsumsi selama 1 hari. Sisa makanan juga

ditimbang untuk mengetahui konsumsi yang sebenarnya. Biasanya

berlangsung beberapa hari tergantung tujuan, dana, dan tenaga yang

ada (Supariasa, 2002).

Kelebihan penimbangan makanan:

a. Data yang diterima lebih akurat dan teliti

b. Relatif murah dan sederhana

c. Dapat dilakukan sendiri oleh responden

d. Tidak membutuhkan latihan khusus

e. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit

dan kebiasaan makan (Supariasa, 2002).

Kekurangan penimbangan makanan:

a. Memerlukan waktu lebih lama dan cukup mahal

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

b. Bila dilakukan dalam kurun yang lama, responden dapat

merubah kebiasaan

c. Tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil

d. Memerlukan kerja sama yang baik dengan responden

(Supariasa, 2002).

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Salah satu cara untuk mengetahui penerimaan sampel terhadap

makanan yang disajikan yaitu dengan menilai cita rasa dari makanan

tersebut yaitu dari segi penampilan maupun rasa. Apabila penampilan

dan rasa dari makanan yang disajikan baik diharapkan daya terima

sampel terhadap hidangan pun akan baik sehingga asupan energi dan

protein akan terpenuhi. Namun sebaliknya apabila daya terima

terhadap makanan kurang maka asupan dari energi dan protein pun

tidak akan terpenuhi.

Faktor-faktor yang dikaitkan dengan penampilan yaitu warna

hidangan, bentuk makanan, besar porsi yang disajikan, cara

menyajikan serta konsistensi hidangan. Sedangkan dari segi rasa

aspek yang diperhatikan yaitu aroma makanan, suhu makanan, tingkat

kematangan dan bumbu yang digunakan.

Hubungan antara penampilan dan rasa makanan dengan

asupan energi dan protein lansia di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi

Pertiwi dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Penampilan

Rasa

Asupan energi

Asupan protein

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

GAMBAR 3.1

HUBUNGAN ANTARA PENAMPILAN DAN RASA DENGAN

ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN

Keterangan :

Variabel Independen : Penampilan dan Rasa

Variabel dependen : Asupan Energi dan Protein

A. Hipotesis

1. Ada hubungan antara penampilan makanan dari makan siang

yang disajikan dengan asupan energi lansia di Panti Lansia

Tresna Wredha Budhi Pertiwi Bandung

2. Ada hubungan antara rasa makanan dari makan siang yang

disajikan dengan asupan energi lansia di Panti Lansia Tresna

Wredha Budhi Pertiwi Bandung.

3. Ada hubungan antara penampilan makanan dari makan siang

yang disajikan dengan asupan protein lansia di Panti Lansia

Tresna Wredha Budhi Pertiwi Bandung.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

4. Ada hubungan antara rasa makanan dari makan siang yang

disajikan dengan asupan protein lansia di Panti Lansia Tresna

Wredha Budhi Pertiwi Bandung.

B. Definisi Operasional

1. Penampilan Makanan

Definisi :Penilaian sampel terhadap aspek konsistensi

dan besar porsi yang dihitung dengan cara

skoring kemudian dijumlahkan dan di hitung

meannya.

Alat ukur : Kuesioner / angket

Cara ukur : Wawancara

Kategori : - Baik jika total skor ≥ mean (20,71)

- Kurang jika total skor < mean (20,71)

Skala : Ordinal

2. Rasa Makanan

Definisi :Penilaian sampel terhadap aspek bumbu,

suhu, tekstur dan tingkat kematangan yang

dihitung dengan cara skoring kemudian

dijumlahkan dan di hitung meannya.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : wawancara

Kategori : - Enak jika total skor ≥ mean (38,34)

- Kurang Enak jika totak skor < mean (38,34)

Skala : Ordinal

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

3. Asupan Energi

Definisi : Yaitu jumlah energi yang dikonsumsi saat

makan siang yang diukur melalui food

weighing (dilakukan selama 2 hari tidak

berturut-turut) kemudian dirata-ratakan untuk

mendapatkan jumlah energi makan siang

dan dihitung energinya menggunakan

Nutrisurvey.

Alat ukur : Timbangan digital dengan ketelitian 1 gram.

Cara ukur : Asupan energi diperoleh dengan

mengurangi berat awal yang dihidangkan

dengan berat sisa setelah dimakan

kemudian dihitung dan dibandingkan dengan

AKG.

Kategori : - baik jika konsumsi energi ≥ 30% AKG

tahun 2005 (480 kkal)

- Kurang jika konsumsi energi < 30% AKG

tahun 2005 (480 kkal)

Skala : Ordinal

4. Asupan protein

Definisi : Yaitu jumlah protein yang dikonsumsi saat

makan siang yang diukur melalui food

weighing (dilakukan selama 2 hari tidak

berturut-turut) kemudian dirata-ratakan untuk

mendapatkan jumlah protein makan siang

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

dan dihitung proteinnya menggunakan

Nutrisurvey.

Alat ukur : Timbangan digital dengan ketelitian 1 gram

Cara ukur : : Asupan protein diperoleh dengan

mengurangi berat awal yang dihidangkan

dengan berat sisa setelah dimakan

kemudian dihitung dan dibandingkan dengan

AKG.

Kategori : - baik jika konsumsi protein ≥ 30% AKG

tahun 2005 (15 gram)

- Kurang jika konsumsi protein < 30% AKG

tahun 2005 (15 gram)

Skala : Ordinal.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain Cross

Sectional yang merupakan salah satu studi observasional non

eksperimental dimana variabel independen dan variabel

dependen diukur dalam waktu yang bersamaan.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian mengenai hubungan antara penampilan dan

rasa makanan ini dilakukan pada Bulan Maret-April 2011 di Panti

Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi Bandung, Jl.Sancang No.2

Bandung.

4.3 Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang

ada di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi yang

mendapatkan makan siang pada tahun 2011 yaitu 33 orang.

2. Sampel

Lansia yang menjadi sampel pada penelitian ini diambil

dari populasi total lansia di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi

Pertiwi Bandung.

Karakteristik lansia yang dijadikan sampel adalah sebagai

berikut :

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

a. Tidak menderita sakit yang menyebabkan sulit/tidak mau

makan

b. Bersedia untuk dijadikan sampel.

c. Masih bisa berkomunikasi.

Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 31 orang. 2 lansia tidak

dijadikan sampel dengan alasan lansia tersebut sulit berkomunikasi

yang akan menyebabkan peneliti sulit dalam mendapatkan jawaban.

4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

4.4.1 Jenis Data

Data yang dikompulkan dalam penelitian ini mencakup data

primer dan data sekunder.

a. Data primer yang diambil meliputi

1. Data penilan terhadap penampilan makanan meliputi

konsistensi dan besar porsi.

2. Data penilaian terhadap rasa makanan meliputi bumbu,

tekstur, suhu dan tingkat kematangan.

3. Data jumlah asupan energi dan protein makan siang lansia.

b. Data sekunder yang diambil meliputi :

1. Data karakteristik lansia di Panti Lansia Tresna Wredha

Budhi Pertiwi meliputi nama dan umur lansia.

2. Data mengenai gambaran umum institusi Panti Lansia

Tresna Wredha Budhi Pertiwi meliputi : (Nama institusi,

alamat institusi, jumlah lansia, struktur organisasi institusi,

sumber dana panti dan jumlah sumber daya pengelola panti)

3. Data mengenai gambaran umum penyelenggaraan makanan

yang dilaksanakan di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi

Pertiwi Bandung meliputi : (menu yang ada di panti, pola

menu, siklus menu, standar resep, standar porsi, standar

bumbu, dana yang tersedia, proses produksi dan distribusi

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

serta jumlah tenaga kerja yang mengelola penyelenggaraan

makanan di panti).

4.4.2 Cara pengumpulan Data

a. Data Primer

1. Data penilaian terhadap penampilan makanan dari makan

siang sampel meliputi konsistensi dan besar porsi yang

diperoleh dari wawancara menggunakan kuisioner selama

dua hari tidak berturut-turut.

2. Data penilaian terhadap rasa makanan dari makan siang

sampel meliputi bumbu, tekstur, suhu dan tingkat

kematangan yang diperoleh dari wawancara menggunakan

kuisioner selama dua hari tidak berturut-turut.

3. Data jumlah asupan energi dan protein makan siang yang

didapatkan dengan cara menimbang berat awal hidangan

dikurangi berat sisa makanan per golongan bahan makanan

(makanan pokok, lauk hewani, nabati dan sayur).

b. Data Sekunder

1. Data karakteristik sampel meliputi nama dan umur lansia

didapat dengan melihat arsip di panti.

2. Data mengenai gambaran umum institusi Panti Lansia

Tresna Wredha Budhi Pertiwi meliputi : (Nama institusi,

alamat institusi, jumlah lansia, struktur organisasi institusi,

sumber dana panti dan jumlah sumber daya pengelola panti)

yang diperoleh dengan melihat arsip yang ada di panti.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

3. Data mengenai gambaran umum penyelenggaraan makanan

yang dilaksanakan di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi

Pertiwi yang diperolah dengan melihat arsip yang ada di

institusi panti.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

4.5.1 Pengolahan Data

a. Data karakteristik sampel meliputi nama dan umur sampel .

Data umur dikelompokan menjadi :

1. Usia 60 - 64 tahun

2. Usia > 65 tahun

(Pengelompokkan umur mengacu pada kebutuhan energi dan

protein sampel dalam AKG)

b. Data kuisioner penilaian sampel terhadap penampilan makanan

pada makan siang dari setiap hidangan yang diperoleh dari

penilaian sampel melalui kuisioner dan diberi skor 1-4, yaitu :

1 = Tidak baik

2 = Kurang baik

3 = Baik

4 = Sangat baik

Untuk mendapatkan nilai penampilan makanan dari makan

siang diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari seluruh

variabel (besar porsi dan konsistensi) dan diambil meannya

kemudian dikategorikan menjadi :

Baik jika skor total ≥ mean (20,71)

Kurang baik jika skor total < mean (20,71)

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

c. Data kuisioner penilaian sampel terhadap rasa makanan pada

makan siang dari setiap hidangan yang diperoleh dari penilaian

sampel melalui kuisioner dan diberi skor 1-4, yaitu :

1 = Tidak baik

2 = Kurang baik

3 = Baik

4 = Sangat baik

Untuk mendapatkan nilai rasa makanan dari makan siang

diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari seluruh variabel

(bumbu, tekstur, suhu dan tingkat kematangan) dan diambil

meannya kemudian dikategorikan menjadi :

Baik jika skor total ≥ mean (38,34)

Kurang baik jika skor total mean < 38,34

d. Hasil asupan energi makan siang yang telah dihitung

menggunakan Nutrisurvey kemudian dikategorikan menjadi

dua yaitu :

Baik apabila jumlah asupan tiap sampel ≥ 30% AKG

(480 kkal)

Kurang apabila jumlah asupan tiap sampel < 30% AKG

(480 kkal).

e. Hasil asupan protein makan siang yang telah dihitung

menggunakan Nutrisurvey kemudian dikategorikan menjadi

dua yaitu :

Baik apabila jumlah asupan tiap sampel ≥ 30% AKG (15

gram)

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Kurang apabila jumlah asupan tiap sampel < 30% AKG

(15 gram).

4.5.2 Analisis Data

a. Univariat

- Data karakteristik sampel lansia di Panti Lansia Tresna

Wredha Budhi Pertiwi disajikan dalam tabel distribusi

frekuensi dan dianalisa secara deskriptif.

- Data penilaian penampilan disajikan dalam tabel

distribusi frekuensi dan dianalisa secara deskriptif.

- Data penilaian rasa makanan disajikan dalam tabel

distribusi frekuensi dan dianalisa secara deskriptif.

- Data asupan energi disajikan dalam tabel distribusi

frekuensi dan dianalisa secara deskriptif.

- Data asupan protein disajikan dalam tabel distribusi

frekuensi dan dianalisa secara deskriptif.

b. Bivariat

Hubungan antara penampilan dan rasa makanan dengan

asupan energi dan protein makan siang disajikan dalam tabel

silang, kemudian dianalisis secara statistik dengan

menggunakan rumus fisher exact dengan tingkat kepercayaan

95%.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Keterangan :

N = jumlah populasi

P = peluang yang diharapkan

A,B,C,D = Nilai pada tiap sel

Kriteria uji :

Ho ditolak jika p < α, dengan α = 0,05

Ho gagal ditolak jika p ≥ α, dengan α = 0,05

Tingkat kepercayaan : 95 %

P= (A+B)!(C+D)!(A+C)!(B+D)!

N!A!B!C!D!

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi

Bandung

Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi atau disingkat dengan

PLTW Budhi Pertiwi merupakan salah satu panti sosial bagi para lanjut

usia yang terletak di jalan Sancang No.2 Bandung. Pada mulanya

lembaga ini merupakan sebuah perkumpulan yang dinamakan

Perkumpulan Budi Istri yang didirikan pada tahun 1947. Melalui

kerjasama dengan PMI, perkumpulan budi istri merawat sekitar 30

orang nenek-nenek jompo dan ditempatkan disebuah rumah kosong.

Pada tahun 1950 Departemen Sosial membuatkan gedung seluas 1900

m2 yang terletak di jalan Sancang No.2 Bandung.

Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi termasuk ke dalam

jenis panti sosial yang dilaksanakan berdasarkan asas sosial dan

bantuan. Pengelolaannya dilaksanakan mendapat bantuan dari

Departemen Sosial atau badan amal lainnya.

Berdirinya panti sosial ini memiliki visi yaitu menjadikan lansia

yang senantiasa beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, sehat

jasmani dan rohani, bahagia serta sejahtera. Panti sosial ini sekarang

dihuni oleh 33 orang lansia dari berbagai daerah asal. Panti Sosial

Tresna Wredha Budhi Pertiwi adalah sebuah organisasi berbadan

hukum yang bergerak dalam bidang pelayanan kesejahteraan sosial

dalam hal ini para lansia. Panti ini telah diakui keberadaannya oleh

pemerintah. Kini panti ini diketuai oleh Ny.Hj.Nia Kurniasih dengan

dibantu 15 orang Sumber Daya Manusia yang memegang jabatannya

masing-masing diantaranya wakil ketua, sekretaris, bendahara, bagian

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

administrasi, bagian kerohanian, olahraga, kesehatan, pendamping

lansia, juru masak, sopir dan tukang kebun.

Fasilitas yang terdapat di panti ini diantaranya 20 kamar tidur, 6

buah kamar mandi, 1 buah mushola, 1 buah aula, 1 buah ruang

pengajian/kerajinan, 1 buah ruang klinik, 1 buah kamar jenazah, 1 buah

dapur umum, 1 unit perkantoran. Sedangkan fasilitas yang didapatkan

bagi setiap penghuni panti diantaranya 1 set tempat tidur, 1 set alat

makan dan minum, 1 buah lemari pakaian dan 1 buah meja kecil.

Kegiatan yang terdapat di panti diantaranya pelayanan makan,

bimbingan keagamaan yang dilaksanakan setiap hari, pelayanan

kesehatan setiap 2 minggu sekali, pelayanan olahraga berupa senam

bersama setiap hari Senin dan Rabu, penyediaan sarana untuk

keahlian dan keterampilan seperti mesin jahit dan alat untuk menyulam,

kegiatan kesenian angklung yang dilakukan setiap hari Rabu. Selain itu

terdapat pelayanan terminasi yaitu pelaksanaan pengurusan

jenazah/kematian.

Semua dana yang digunakan untuk kepentingan di Panti Sosial

Tresna Wredha Budhi Pertiwi bersumber dari Subsidi dari Departemen

Sosial, pemerintah daerah kota Bandung dan propinsi Jabar, Bantuan

dari yayasan Dharmais, donatur tetap, masyarakat dan dari usaha

pengurus sendiri dan lain-lain.

5.1 Gambaran Umum penyelenggaraan Makanan di Panti Lansia

Tresna Wredha Budhi Pertiwi Bandung

Pelayanan makan bagi para lansia di panti dilaksanakan sejak

awal berdiri. Makanan yang disajikan dimasak di dapur oleh 1 orang

juru masak dan 2 orang asisten. Palayanan makan ini dilaksanakan

secara swakelola, yaitu dilaksanakan oleh pegawai yang ada di panti

sendiri.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Pelayanan makan di panti dilaksanakan dengan tujuan mencapai

dan mempertahankan derajat kesehatan serta mencukupi kebutuhan

gizi lansia. Proses pemasakan di dapur dilaksanakan oleh 1 orang juru

masak sebagai koordinator/penanggung jawab penyelenggaraan

makan dengan dibantu oleh 2 orang asisten yang bertugas secara

bergantian mengolah makanan untuk 37 orang, yaitu 33 orang lansia

dan pegawai yang ada di panti (3 orang juru masak dan 1 orang tukang

kebun).

1. Perencanaan Anggaran Belanja Bahan Makanan

Anggaran belanja bahan makanan diperoleh dari dana yang

tersedia. Adapun biaya makan untuk setiap orang setiap kali makan

tidak ditentukan jumlah rupiahnya, hanya saja ditentukan dalam satu

hari anggaran untuk belanja bahan makanan adalah sebesar ±

250.000,- untuk makanan pokok, lauk hewani, nabati, sayur dan buah.

Semua lansia mendapatkan makan siang sehingga dalam satu harinya

menghasilkan jumlah porsi yang tetap.

2. Menu

Penyelenggaraan makanan di Panti Lansia Tresna Wredha tidak

memiliki siklus menu dan menu dibuat 3 hari sebelum proses

pengolahan. Menu yang dirancang sebaiknya memilki siklus menu

secara tertulis dan menetap dalam jangka waktu tertentu. Menu yang

dirancang di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi bersifat

fleksibel dan disesuaikan dengan ketersediaan bahan dan harga bahan

makanan. Apabila bahan tidak ada atau harga bahan makanan

melebihi anggaran, maka menu dapat diganti dengan menu yang lain.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

3. Standar porsi

Di panti ini tidak ada ketentuan standar porsi untuk nasi karena

pemorsian nasi dilakukan sesuai dengan kebiasaan makan sampel.

Bagi sampel yang kemampuan daya terimanya banyak, nasi diporsi

lebih banyak, sedangkan bagi yang makannya hanya sedikit maka

pemorsian nasi diberikan sedikit. Petugas yang melakukan pemorsian

sudah mengetahui jumlah porsi dari masing-masing sampel karena

sudah terbiasa. Selain itu, standar porsi untuk daging ayam, setiap

sampel mendapatkan 1 bagian daging. Saat pemesanan bahan

makanan ditentukan spesifikasi dari daging ayam yaitu bagian paha

saja sehingga ukurannya hampir sama. Pada saat melakukan

penelitian, dilakukan penimbangan terhadap beberapa bahan makanan

diantaranya standar porsi untuk ikan mas yaitu 1 ekor ikan dengan

berat ± 80 gram, untuk ikan yang sudah dipotong yaitu 1 potong sedang

dengan berat ± 50 gram. Standar porsi untuk tahu yaitu 1 buah yang

berukuran kecil ± 50 gram dan tempe 1 potong sedang dengan berat ±

40 gram. Sedangkan untuk sayur tidak ada standar porsi.

4. Standar Resep dan Standar Bumbu

Proses pengolahan makanan di panti ini tidak menggunakan

standar resep dan tidak pula menggunakan standar bumbu sehingga

rasa masakan tidak tetap dan berubah sewaktu-waktu berdasarkan

hasil wawancara kepada sampel. Penggunaan bahan, bumbu serta

langkah pengolahan saat memasak yaitu berdasarkan kebiasaan dan

perkiraan juru masak.

5. Pola Menu

Pola menu yang terdapat di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi

Pertiwi yaitu makanan pokok, protein hewani, protein nabati, sayur dan

buah. Namun untuk buah masuk ke dalam snack/selingan karena tidak

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

diberikan saat jam makan siang. Pada saat penelitian hari pertama pola

menu sudah lengkap (nasi putih, pindang bandeng goreng, perkedel

kentang dan sayur tahu buncis), sedangkan pada saat penelitian hari

ke dua pola menu tidak lengkap karena tidak ada hidangan nabati (nasi

putih, pepes ikan mas, sayur asem).

6. Pembelian Bahan Makanan

Pembelian bahan makanan dilakukan secara oleh penyusun

menu. Untuk pembelian bahan makanan segar dilakukan setiap hari

sedangkan untuk pembelian bahan makanan kering dilakukan

tergantung persediaan. Pada umumnya pembelian bahan makanan

dilakukan sehari sebelum pengolahan atau saat hari pengolahan.

Dalam pelaksanaannya, tidak ada spesifikasi secara tertulis, namun

secara lisan saja. Untuk lauk hewani yang akan dibeli, ada ketentuan

khusus yaitu ukurannya harus sama atau memesan bagian daging

yang sama. Sedangkan untuk bahan makanan lain tidak ada ketentuan

khusus dalam bentuk ataupun ukuran, hanya dilihat dari segi kualitas

bahan apakah masih baik atau tidak.

7. Penerimaan Bahan Makanan

Untuk penerimaan bahan makanan dilakukan oleh pemesan

bahan makanan. Terkadang tidak dilakukan pemeriksaan kembali

terhadap bahan makanan yang dibeli. Hal ini dikarenakan petugas

penerimaan bahan makanan sama dengan petugas pemesan bahan

makanan sehingga tidak dilakukan pengecekan ulang.

8. Persiapan Bahan Makanan

Kegiatan persiapan dilakukan pada hari pengolahan. Adapun

untuk persiapan yang dilakukan yaitu persiapan untuk bumbu seperti

mengiris, mencincang dan menghaluskan. Sedangkan persiapan yang

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

dilakukan untuk makanan pokok yaitu mencuci beras. Pada lauk

hewani dan nabati diantaranya yaitu pencucian, pemotongan, hingga

siap untuk dimasak.

9. Pemasakan Bahan Makanan

Pemasakan dilakukan setelah bahan-bahan selesai disiapkan.

Dikarenakan jumlah bahan makanan yang diolah tidak terlalu banyak

sehingga proses pemasakan berlangsung cepat. Pemasakan lauk

nabati biasanya dilakukan lebih awal, kemudian pemasakan lauk

hewani bersamaan dengan nasi kemudian sayur. Proses pemasakan

selesai pada pukul 11.00 WIB.

10. Disrtibusi dan Pelayanan Makan

Distribusi yang dilakukan adalah sistem desentralisasi, yaitu

makanan yang telah selasai dimasak dibawa ke ruang makan untuk

diporsikan. Sistem pelayanan makan yang digunakan yaitu sistem

cafetaria, dimana makanan telah siap tersaji dan sampel mengambil

makanannya sendiri. Distribusi makanan dimulai pada pukul 11.00.

Hidangan disimpan dalam wadah terpisah. Nasi disajikan dalam

piring, lauk hewani dan nabati disatukan dalam piring kecil, dan untuk

sayur disajikan dalam mangkuk. Alat saji yang digunakan semuanya

terbuat dari bahan melamin. Sampel mendapatkan makan sesuai yang

diporsikan oleh petugas.

5.3 Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini sampel diambil dari jumlah lansia yang

mendapatkan makan siang di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi

Pertiwi. Semuanya merupakan lansia perempuan karena di Panti lansia

Tresna Wredha penghuninya secara keseluruhan merupakan

perempuan.Sampel yang diambil sebanyak 31 orang dari 33 orang

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

dikarenakan tidak memenuhi karakteristik sampel. Dari hasil penelitian,

diperoleh karakteristik sampel berdasarkan umur yang dapat dilihat

pada tabel 5.1.

TABEL 5.1

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN UMUR LANSIA DI PANTI TRESNA WREDHA BUDHI PERTIWI BANDUNG

Umur n %

60-64tahun 3 9,7

>65 tahun 28 90,3

Total 31 100 %

Berdasarkan tabel diatas dari 31 sampel diperoleh data jumlah

sampel dengan usia 60-64 tahun yaitu sebanyak 3 sampel (9,7%) dan

sampel dengan usia > 65 tahun sebanyak 28 sampel (90,3%).

Pengkategorian umur dilakukan berdasarkan Departemen Kesehatan

RI tahun 2006. Usia sampel tertinggi adalah 90 tahun dan usia

terendah adalah 63 tahun. Rata-rata usia sampel adalah 75 tahun.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), yang disebut

sebagai lanjut usia (lansia) yaitu terbagi ke dalam 3 batasan

diantaranya masa persiapan usia lanjut (usia 55-59 tahun), masa usia

lanjut dini (usia 60-64 tahun), dan lansia yang beresiko terkena penyakit

degeneratif (usia diatas 65 tahun). Apabila mengacu pada Depkes RI

2006, usia rata-rata lansia yang terdapat di panti yaitu 75 tahun,

termasuk ke dalam lansia yang beresiko terkena penyakit degeneratif.

Selain itu usia yang semakin tua telah mengalami perubahan fisiologis

yang berpengaruh terhadap asupan makan lansia (Darmojo, 1999).

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

5.4 Penilaian Sampel Terhadap Penampilan Makanan

Penilaian sampel terhadap penampilan yaitu penilaian yang

meliputi aspek konsistensi dan besar porsi. Penilaian dilakukan pada

makanan pokok, lauk hewani, nabati dan sayur yang dilakukan selama

2 hari tidak berturut-turut. Hasil penilaian sampel terhadap penampilan

makanan dapat dilihat pada tabel 5.2.

TABEL 5.2

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN PENAMPILAN MAKAN SIANG DI PANTI LANSIA TRESNA WREDHA

BUDHI PERTIWI BANDUNG

PENAMPILAN KONSISTENSI BESAR PORSI

n % n %

KURANG 18 58,1 8 25,8

BAIK 13 41,9 23 74,2

TOTAL 31 100 31 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 31 sampel,

sebanyak 13 sampel (41,9%) menilai konsistensi dari makanan yang

disajikan baik sedangkan 18 sampel (58,1%) menilai konsistensi

makanan kurang baik. Untuk besar porsi terdapat 23 sampel (74,2%)

yang menilai baik dan 8 sampel (25,8%) manilai besar porsi kurang.

Menurut Khan (1998), konsistensi merupakan salah satu faktor

yang menentukan penampilan hidangan yang disajikan. Konsistensi

berhubungan dengan tingkat kepadatan, keadaan berkuah/kekentalan

serta kekeringan pada suatu hidangan.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Sejumlah perubahan fisiologis berlangsung dalam proses

penuaan. Perubahan fungsi fisik yang terjadi pada lansia salah satunya

penurunan kualitas gigi dan berkurangnya aliran saliva sehingga akan

berdampak pada kualitas dan kuantitas asupan makanan (Barasi,

2007).

Dari hasil penilaian sampel yang mengatakan konsistensi kurang

baik adalah yang menilai bahwa sayur tahu buncis (menu ke-4) yang

terlalu pekat/kental karena pemasakannya memang menggunakan

santan. Sedangkan penilaian sampel terhadap besar porsi sebagian

besar sampel mengatakan sudah baik dan mencukupi. Dari 8 sampel

yang mengatakan besar porsinya masih kurang yaitu pada nasi. Porsi

makanan untuk setiap individu berbeda sesuai dengan kebutuhan

makan masing-masing. Porsi yang terlalu besar atau terlalu kecil akan

mempengaruhi penampilan dan selera makan (Muchatob,1991).

Dalam menilai penampilan makanan konsistensi dan besar porsi

cukup berpangaruh bagi kondisi lansia sehingga aspek penampilan

yang diteliti adalah kedua hal tersebut. Sedangkan untuk warna, bentuk

dan cara penyajian pada aspek penampilan tidak dilakukan penelitian

karena pada lansia warna dan bentuk dan cara penyajian tidak terlalu

mempengaruhi terhadap penilaian penampilan pada lanjut usia. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Fatmah (2010) yang menyatakan

bahwa pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi indera penglihatan

yaitu degenerasi retina yang mengakibatkan penurunan sensitivitas

kontras warna.

5.5 Penilaian Sampel Terhadap Rasa Makanan

Selain menilai persepsi sampel terhadap penampilan makanan,

persepsi sampel terhadap rasa dari makanan juga dinilai. Untuk

penilaian sampel terhadap rasa aspek yang dilihat meliputi aspek

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

bumbu, suhu, tekstur dan tingkat kematangan. Penilaian dilakukan

pada makanan pokok, lauk hewani, nabati dan sayur yang dilakukan

selama 2 hari tidak berturut-turut. Hasil penilaian sampel terhadap rasa

makanan dapat dilihat pada tabel 5.3.

TABEL 5.3

DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN RASA MAKAN SIANG DI PANTI LANSIA TRESNA WREDHA

BUDHI PERTIWI BANDUNG

RASA

BUMBU SUHU TEKSTUR TINGKAT

KEMATANGAN

n % n % n % n %

KURANG 13 41,9 14 45,2 20 64,5 16 51,6

BAIK 18 58,1 17 54,8 11 35,5 15 48,4

TOTAL 31 100 31 100 31 100 31 100

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa dari 31 sampel,

terdapat 18 sampel (58,1%) yang menilai bumbu sudah baik dan 13

sampel (41,9%) menilai bumbu dari makanan yang disajikan kurang

baik. Alasan sampel menilai kurang baik sebagian besar karena sampel

mengatakan sayur tahu buncis (menu ke-4), perkedel kentang(menu

ke-14) dan sayur asem (menu ke-14) terlalu asin.

Pendapat Khan (1998) mengatakan bahwa bumbu memiliki

peranan yang sangat penting dalam meningkatkan cita rasa hidangan.

Pemberian bumbu pada masakan dilakukan dengan tujuan untuk

menghasilkan makanan yang enak dan khas. Dalam menilai bumbu

pada suatu hidangan, ketepatan rasa sangat perlu untuk diperhatikan.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Sedangkan penilaian sampel terhadap suhu terdapat 17 sampel

(54,8%) yang menilai suhu makanan baik dan 14 sampel (45,2%)

menilai suhu kurang baik. Sampel yang menilai kurang baik

mengatakan bahwa pepes ikan mas (menu ke-14) yang disajikan pada

hari kedua penelitian dingin sehingga kurang enak untuk dimakan.

Suhu makanan waktu disajikan memegang peranan penting

dalam menentukan cita rasa hidangan makanan. Hal ini sangat

mempengaruhi sensitivitas pada saraf pengecap terhadap rasa

makanan sehingga dapat mempengaruhi selera makan (Moehyi,1992).

Oleh karena itu suhu hidangan yang disajikan perlu diperhatikan

Selain itu aspek yang paling banyak dinilai kurang baik yaitu

tekstur makanan. Dari 31 sampel, terdapat 20 sampel (64,5%) menilai

tekstur kurang dan 11 sampel (35,5%) menilai tekstur sudah baik. Dari

hasil wawancara diketahui bahwa bala-bala (menu ke-14) yang

disajikan pada hari kedua penelitian keras dan pindang bandeng (menu

ke-4) keras karena terlalu kering.

Menurut Fatmah (2010), Penurunan fungsi fisiologis pada

rongga mulut akan berpengaruh terhadap mekanisme makan. Pada

lansia mulai banyak gigi yang tanggal sehingga mempengaruhi proses

pengunyahan makanan, akibatnya lansia akan kesulitan memakan

makanan yang bertekstur keras.

Sedangkan penilaian sampel terhadap tingkat kematangan, 16

sampel (51,6%) manilai kurang baik dan 15 sampel (48,4%) manilai

tingkat kematangan sudah baik. Dari 16 sampel yang menilai kurang

baik mengatakan bahwa pada hidangan sayur asem (menu ke-14) dan

sayur buncis (menu ke-4) masih kurang matang sehingga cukup sulit

untuk dikonsumsi. Tingkat kematangan pada suatu hidangan akan

sangat mempengaruhi cita rasa makanan (Muchatob, 1991).

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

5.6 Penilaian Sampel Terhadap Penampilan dan Rasa Makanan

Selain dilakukan penilaian secara masing-masing dari tiap aspek

penampilan dan rasa, penilaian juga dilakukan pada gabungan

komponen dari aspek penampilan (konsistensi dan besar porsi) serta

aspek rasa (bumbu, suhu, tekstur dan tingkat kematangan).

Distribusi frekuensi berdasarkan penampilan dan rasa dapat dilihat

pada tabel berikut.

TABEL 5.4

DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN PENAMPILAN DAN RASA MAKAN SIANG DI PANTI LANSIA TRESNA WREDHA

BUDHI PERTIWI BANDUNG

PENILAIAN PENAMPILAN RASA

n % n %

KURANG 15 48,4 13 41,9

BAIK 16 51,6 18 58,1

TOTAL 31 100,0 31 100,0

Berdasarkan tabel 5.4 tersebut dapat dilihat penilaian sampel

terhadap gabungan dari aspek penampilan (konsistensi, besar porsi)

dan rasa (bumbu, suhu, tekstur, tingkat kematangan). Dari seluruh

sampel yang berjumlah 31 orang, terdapat sebanyak 15 orang (48,4%)

yang menilai penampilan kurang baik dan sebanyak 16 orang (51,6)

yang menilai penampilan baik. Sedangkan penilaian sampel terhadap

rasa terdapat 13 orang (41,9%) yang menilai rasa kurang baik dan

sebanyak 18 orang (58,1%) yang menilai rasa baik. Aspek penampilan

dan rasa merupakan dua hal yang sama pentingnya untuk diperhatikan

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

untuk menciptakan suatu makanan yang baik dan memuaskan

(Khan,1998).

Pada saat tubuh mengalami tingkat kematangan

fisiologik/penuaan terjadi penurunan efisiensi dan gangguan fungsi

organ. Kemunduran yang terjadi diantaranya penurunan fungsi

pengecapan dan fungsi pencernaan yang berpengaruh terhadap

kualitas maupun kuantitas makanan yang dikonsumsi (Barasi,2007).

Oleh karena itu pemberian makan bagi usia lanjut juga perlu

mempertimbangkan aspek penampilan dan rasa terutama dalam hal

konsistensi, besar porsi, bumbu, suhu, tekstur dan tingkat kematangan.

Untuk memantau kedua aspek tersebut dapat dilakukan eveluasi

terhadap menu yang disajikan sehingga dapat dilihat hidangan mana

yang kurang tepat dan kurang disukai sampel.

5.7 Asupan Energi Sampel dari Makan Siang yang Disajikan

Asupan energi dan protein yang cukup sangat penting untuk

diperhatikan. Apabila asupan energi kurang maka asupan gizi pun tidak

akan mencukupi (Almatsier,2001). Kebutuhan energi akan mulai

menurun pada usia lanjut karena terjadinya perubahan komposisi tubuh

dan penurunan aktivitas fisik (Soekirman, 2006). Meskipun terjadi

penurunan kebutuhan energi pada lansia, namun jumlah energi yang

diberikan tidak boleh dibawah Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan

(Fatmah, 2010).

Asupan energi sampel yang dikonsumsi dari makan siang yang

disajikan di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi didapatkan dari

perhitungan yang dilakukan selama dua hari tidak berturut-turut yang

kemudian dirata-ratakan sehingga didapatkan nilai energi makan siang.

Perhitungan asupan energi dilakukan pada hidangan yang disajikan

saat makan siang yaitu makanan pokok, lauk hewani, nabati dan sayur.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Distribusi frekuensi asupan energi makan siang dapat dilihat

pada tabel 5.5

TABEL 5.5

DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN ASUPAN ENERGI LANSIA DI PANTI LANSIA

TRESNA WREDHA BUDHI PERTIWI BANDUNG

PENILAIAN ASUPAN ENERGI

n %

KURANG 21 67,7

BAIK 10 32,3

TOTAL 31 100,0

Dari tabel diatas dapat dilihat dari 31 sampel, sampel dengan

asupan energi kurang yaitu sebanyak 21 sampel (67,7%) dan 10

sampel dikategorikan asupan energi baik ( 32,3%). Asupan energi pada

seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan, apabila

tubuh berada dalam tingkat kesehatan yang optimum maka tubuh akan

mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap serangan penyakit.

Apabila asupan energi pada seseorang tidak seimbang baik itu

kekurangan ataupun berlebih dengan kecukupan gizi tubuh maka akan

menimbulkan masalah gizi seperti obesitas atau KEP (Barasi,2007).

Asupan energi sampel yang kurang disebabkan asupan makan

sampel hanya sedikit. Dalam hal ini perlu memperhatikan aspek

penampilan dan rasa supaya menghasilkan makanan yang tepat cita

rasa dan nilai gizinya. Selain itu dapat juga membuat hidangan dengan

volume yang kecil namun kandungan energinya tinggi sehingga asupan

makan sampel tetap baik.

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

5.8 Asupan Protein Sampel dari Makan Siang yang Disajikan

Protein memiliki fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat

gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh

(Almatsier, 2004). Protein sangat penting untuk usia lanjut. Kebutuhan

protein untuk lansia sampir sama atau sedikit lebih tinggi dari pada

dewasa muda karena penting untuk mengganti sel tubuh yang sudah

rusak. (Barasi, 2007).

Asupan protein sampel yang dikonsumsi dari makan siang yang

disajikan di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi didapatkan dari

perhitungan yang dilakukan selama dua hari tidak berturut-turut yang

kemudian dirata-ratakan sehingga didapatkan nilai protein makan

siang. Perhitungan asupan protein dilakukan pada hidangan yang

disajikan saat makan siang yaitu makanan pokok, lauk hewani, nabati

dan sayur.

Distribusi frekuensi asupan protein makan siang dapat dilihat

pada tabel 5.6

TABEL 5.6

DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN ASUPAN PROTEIN LANSIA DI PANTI LANSIA

TRESNA WREDHA BUDHI PERTIWI BANDUNG

PENILAIAN ASUPAN PROTEIN

n %

KURANG 21 67,7

BAIK 10 32,3

TOTAL 31 100,0

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Pada tabel tersebut dapat dilihat dari 31 sampel terdapat 21

sampel (67,7%) dengan kategori asupan protein kurang dan 10 sampel

dikategorikan asupan protein baik ( 32,3%). Kekurangan protein dalam

tubuh akan menghambat pertumbuhan jaringan tubuh, kemampuan

tubuh untuk menghalangi pengaruh toksik bahan-bahan racun akan

berkurang sehingga lebih rentan terhadap bahan-bahan racun/obat-

obatan, serta gangguan pada absorpsi dan transportasi za-zat gizi

(Almatsier, 2001).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Panti Lansia

Tresna Wredha Budhi Pertiwi, asupan protein yang kurang disebabkan

karena sampel banyak yang tidak menghabiskan lauk hewani yang

disajikan sebagai sumber protein yaitu ikan bandeng, pepes ikan mas.

Sampel yang tidak menghabiskan lauk hewani yaitu sebanyak 21

sampel sehingga asupan protein sampel kurang. Selain dari aspek

penampilan dan rasa yang dinilai kurang, sebagian besar mengatakan

bahwa bahan makanan yang digunakan merupakan bahan makanan

yang kurang baik terhadap kondisi lansia seperti penggunaan biji

melinjo pada sayur asem, penggunaan ikan yang utuh karena masih

terdapat durinya sehingga banyak sampel yang tidak memakan ikan

yang dapat berpengaruh terhadap asupan protein.

5.9 Persentase Asupan Zat Gizi Sampel

Kurangnya asupan energi dan protein terjadi kerena beberapa

faktor. Salah satu penyebabnya yaitu asupan makan yang kurang

karena daya terima makan sedikit sehingga akan mengakibatkan

kurangnya asupan zat gizi. Perbandingan antara jumlah energi dan

protein berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan dengan

rata-rata asupan energi sampel dapat dilihat pada tabel 5.6

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

TABEL 5.7

PERSENTASE ASUPAN SAMPEL DARI MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN

DI PANTI LANSIA TRESNA WREDHA BUDHI PERTIWI BANDUNG BERDASARKAN AKG

Zat Gizi Kecukupan 30% AKG

Rata-rata Asupan

% yang Terpenuhi

Energi 480 kkal 423,8 kkal 88,3 %

Protein 15 gr 13,6 gr 90,7 %

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata asupan energi

makan siang sampel sebesar 423,8 kkal. Sedangkan kebutuhan

sampel berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yaitu 480 kkal,

sehingga asupan energi yang terpenuhi dari makan siang bila

dibandingkan dengan AKG yaitu sebasar 88,3 %. Asupan energi dinilai

baik karena masih diatas 80%.

Dari hasil asupan makan siang sampel yang diteliti, jumlah kalori

tertinggi yaitu 514,40 kkal, sedangkan jumlah kalori terendah yaitu 211

kkal. Rata-rata asupan sampel sebanyak 31 orang yaitu 423,8 kkal.

Untuk asupan protein sampel, rata-rata asupan selama

penelitian sebesar 13,6 gr. Sedangkan kebutuhan sampel berdasarkan

AKG yaitu 15gr, sehingga asupan protein sampel yang terpenuhi dari

makan siang jika dibandingkan dengan AKG yaitu sebesar 90,7 %.

Apabila dibandingkan dengan AKG, asupan protein sampel termasuk

dalam kategori baik.

Hasil yang didapatkan, asupan protein sampel tertinggi yaitu

17,95 gram dan asupan protein terendah yaitu 6,85 gram. Rata-rata

Page 57: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

asupan protein sampel dari makan siang selama 2 hari tidak berturut-

turut yaitu 13,6 gram.

Selain dari daya terima yang sedikit, ketersediaan zat gizi juga

berpengaruh terhadap cukup atau kurangnya asupan. Penyebabnya

yaitu karena jumlah makanan yang disediakan tidak memenuhi

kecukupan gizi yang dianjurkan. Perbandingan antara jumlah yang

disediakan panti dengan rata-rata asupan energi sampel dapat dilihat

pada tabel 5.7.

TABEL 5.8

PERSENTASE ASUPAN SAMPEL DARI MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN

DI PANTI LANSIA TRESNA WREDHA BUDHI PERTIWI BANDUNG BERDASARKAN JUMLAH KETERSEDIAAN

Zat Gizi Rata-rata

Ketersediaan di Panti

Rata-rata Asupan

% yang Terpenuhi

Energi 580,45 423,8 kkal 73 %

Protein 19,75 13,6 gr 68,9 %

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata asupan energi

makan siang sampel sebesar 423,8 kkal. Sedangkan rata-rata

ketersediaan energi makan siang yang disediakan dari panti yaitu

580,45 kkal, sehingga asupan energi yang terpenuhi dari makan siang

bila dibandingkan dengan ketersediaan di panti yaitu sebasar 73%.

Apabila dibandingkan dengan ketersediaan panti asupan energi masuk

ke dalam kategori cukup.

Rata-rata asupan protein yang didapatkan dari makan siang

sampel yaitu 13,6 gram. Sedangkan rata-rata ketersediaan protein di

Page 58: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

panti adalah 19,75 gram, sehingga asupan protein yang terpenuhi dari

makan siang jika dibandingkan dengan jumlah ketersediaan di panti

yaitu sebesar 68,9%. Asupan protein bila dibandingkan dengan

ketersediaan termasuk ke dalam kategori kurang.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang menyebabkan

asupan energi dan protein sampel kurang dikarenakan asupan makan

sampel yang sedikit karena apabila dilihat dari rata-rata zat gizi yang

disediakan panti jumlahnya telah mencukupi. Bila rata-rata

ketersediaan dibandingkan dengan AKG, energi sebesar 120,9% dan

protein 131,7%.

5.10 Hubungan Penampilan Makanan dengan Asupan Energi

Hubungan penampilan makanan yang disajikan dengan asupan

energi pada makan siang di PLTW Budhi Pertiwi Bandung dapat dilihat

pada tabel 5.8.

TABEL 5.9

HUBUNGAN PENAMPILAN DENGAN ASUPAN ENERGI LANSIA DI PANTI LANSIA TRESNA WREDHA BUDHI PERTIWI BANDUNG

PENAMPILAN

ASUPAN ENERGI P

KURANG BAIK TOTAL

n % n % n %

0,000 KURANG 15 100 0 0 15 100

BAIK 6 37,5 10 62,5 16 100

TOTAL 21 67,7 10 32,3 31 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 15 sampel yang

memiliki penilaian yang kurang baik terhadap penampilan makanan

Page 59: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

dengan asupan energi kurang sebanyak 15 sampel (100%) dan dari 16

sampel yang memiliki penilaian yang baik terhadap penampilan

makanan dengan asupan energi baik yaitu sebanyak 10 sampel

(62,5%). Dari hasil uji menggunakan Fisher Exact menunjukan adanya

hubungan antara penampilan makanan yang disajikan dengan asupan

energi dengan nilai p = 0,000 (p<α).

Aspek penampilan yang dinilai kurang baik yaitu terhadap

konsistensi sehingga asupan energi tidak terpenuhi. Sebanyak 58,1%

sampel menilai konsistensi kurang baik. Berdasarkan hasil penelitian,

sampel yang memberi penilaian kurang terhadap penampilan

dikarenakan konsistensi yang dianggap kurang baik yaitu pada sayur

buncis tahu yang konsistensinya terlalu kental dan pekat sehingga

banyak sisa karena tidak dimakan. Dalam membuat hidangan untuk

usia lanjut sebaiknya tidak terlalu banyak menggunakan santan karena

kendungan lemak santan tinggi. Penggunaan santan dalam masakan

sebaiknya lebih encer dan hanya sedikit.

Pada saat proses penuaan berlangsung, kelenjar saliva mulai

sulit diekskresi sehingga proses menelan menjadi lebih sulit (Fatmah,

2010). Dalam pemberian makan sebaiknya diberikan makanan yang

berkuah dan bertekstur lembut sehingga memudahkan lansia untuk

mengunyah dan menelan makanan.

5.11 Hubungan Penampilan Makanan dengan Asupan Protein

Hubungan penampilan makanan yang disajikan dengan asupan

protein makan siang di panti dapat dilihat pada tabel 5.9.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

TABEL 5.10

HUBUNGAN PENAMPILAN DENGAN ASUPAN PROTEIN LANSIA DI PANTI LANSIA TRESNA WREDHA BUDHI PERTIWI

BANDUNG

PENAMPILAN

ASUPAN PROTEIN P

KURANG BAIK TOTAL

n % n % n %

0,000 KURANG 15 100 0 0 15 100

BAIK 6 37,5 10 62,5 16 100

TOTAL 21 67,7 10 32,3 31 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 15 sampel yang

memiliki penilaian yang kurang baik terhadap penampilan makanan

dengan asupan protein kurang sebanyak 15 sampel (100%) dan dari 16

sampel yang memiliki penilaian yang baik terhadap penampilan

makanan dengan asupan protein baik yaitu sebanyak 10 sampel

(62,5%). Dari hasil uji menggunakan Fisher Exact menunjukan adanya

hubungan antara penampilan makanan yang disajikan dengan asupan

energi dengan nilai p = 0,000 (p<α).

Aspek penampilan yang dinilai kurang berpengaruh terhadap

asupan protein. Sampel tidak memakan tahu yang terdapat pada sayur

tahu buncis karena sayur tahu buncis sendiri tidak dimakan oleh

sampel. Selain itu tahu yang ditambahkan hanya sedikit sehingga

asupan protein sampel kurang. Selain itu pada hari kedua penelitian,

protein hewani yang digunakan adalah pepes ikan mas. Sebagian

besar tidak menghabiskan ikan mas karena sampel sulit memakannya

karena ikan mas memiliki duri yang cukup banyak, selain itu faktor

fisiologis sampel yang mengalami gangguan terhadap penglihatannya

Page 61: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

lebih memilih untuk tidak makan karena mengatakan sulit untuk

memisahkan durinya. Dalam menyajikan makanan untuk lansia

sebaiknya dipilih bahan makanan yang aman. Penggunaan ikan

sebaiknya dipilih ikan fillet. Selain itu teknik memasaknya juga dapat

dimodifikasi sesuai kondisi lansia seperti dicincang atau dikukus atau

berkuah.

5.12 Hubungan Rasa Makanan dengan Asupan Energi

Rasa yang ditimbulkan dari makanan yang disajikan merupakan

faktor kedua setelah penampilan yang menentukan cita rasa makanan

yang dapat mempengaruhi daya terima terhadap makanan yang

dikonsumsi (Moehyi,1992).

Hubungan Rasa makanan yang disajikan dengan Asupan Energi

makan siang yang disajikan di panti dapat dilihat pada tabel 5.10

TABEL 5.11

HUBUNGAN RASA DENGAN ASUPAN ENERGI LANSIA DI PANTI LANSIA TRESNA WREDHA BUDHI PERTIWI

BANDUNG

RASA

ASUPAN ENERGI P

KURANG BAIK TOTAL

n % n % n %

0,001 KURANG 13 100 0 0 13 100

BAIK 8 44,4 10 55,6 18 100

TOTAL 21 67,7 10 32,3 31 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 13 sampel yang

memiliki persepsi kurang baik terhadap rasa makanan dengan asupan

energi kurang sebanyak 13 sampel (100%) dan dari 18 sampel yang

Page 62: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

memiliki persepsi baik terhadap rasa makanan dengan asupan energi

baik yaitu sebanyak 10 sampel (55,6%). Dari hasil uji Fisher Exact

menunjukan ada hubungan antara penilaian sampel terhadap rasa

makanan yang disajikan dengan asupan energi dengan nilai p = 0,001

(p<α).

Berdasarkan hasil penelitian, sampel yang memberikan penilaian

kurang terhadap aspek rasa dipengaruhi oleh faktor bumbu, suhu,

tekstur dan tingkat kematangan. Penilaian sampel terhadap bumbu

sebagian besar menilai kurang baik yaitu sebanyak 13 sampel (41,9%)

menilai perkedel kentang dan sayur tahu buncis dan sayur asem yang

terlalu asin sehingga makanan hanya sedikit yang dikonsumsi. Aspek

bumbu penting untuk diperhatikan, selain itu penggunaan bumbu atau

garam pada lansia perlu dibatasi karena rentan terhadap penyakit

hipertensi. Oleh karena itu mengolah makanan perlu disusun standar

bumbu supaya menghasilkan cita rasa yang enak serta aman untuk

dikonsumsi.

Sedangkan penilaian sampel terhadap suhu, sampel yang

menilai kurang dikarenakan suhu pepes ikan sudah dingin saat

disajikan sehingga sampel menilai kurang baik. Untuk mempertahankan

suhu hidangan agar tetap hangat sebaiknya dilakukan pemanasan

ulang sesaat sebelum makanan disajikan. Suhu makanan waktu

disajikan memegang peranan penting dalam menentukan cita rasa

hidangan makanan.

Sampel yang menilai kurang terhadap tekstur yaitu sebanyak 20

sampel (64,5%), hal tersebut dikarenakan masih ada hidangan yang

teksturnya keras yaitu bala-bala dan pindang bandeng goreng,

sehingga mempengaruhi terhadap asupan. Sebaiknya dalam

menyajikan makanan untuk usia lanjut harus memilih hidangan dengan

tekstur yang lembut dan empuk supaya mudah dikunyah.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Selain itu penilaian sampel terhadap tingkat kematangan 16

sampel menilai kurang karena sayur asem dan sayur tahu buncis yang

disajikan masih cukup keras. Makanan yang disajikan untuk usia lanjut

perlu memperhatikan tingkat kematangan. Sebaiknya makanan yang

disajikan untuk usia lanjut disajikan dalam keadaan lunak, dapat

dilakukan dengan cara dicincang, dihaluskan atau waktu memasak

lebih lama agar makanan matang sempurna.

Perubahan fisiologis lansia salah satunya yaitu hilangnya

ketajaman pada indra pengecapan yang menyebabkan lansia kurang

dapat menikmati makanan sehingga menghambat keinginannya untuk

makan. Asupan makan yang kurang akan secara langsung berdampak

pada kurangnya asupan zat gizi (Barasi,2007).

5.13 Hubungan Rasa Makanan dengan Asupan Protein

Protein adalah unsur terpenting yang terdapat dalam semua

makhluk hidup (Almatsier,2001). Oleh karena itu, protein merupakan

zat gizi yang paling banyak dalam tubuh. Hubungan rasa makanan

yang disajikan dengan Asupan protein makan siang yang disajikan di

panti dapat dilihat pada tabel 5.11

Page 64: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

TABEL 5.12

HUBUNGAN RASA DENGAN ASUPAN PROTEIN LANSIA DI PANTI LANSIA TRESNA WREDHA BUDHI PERTIWI

BANDUNG

RASA

ASUPAN PROTEIN P

KURANG BAIK TOTAL

n % n % n %

0,001 KURANG 13 100 0 0 13 100

BAIK 8 44,4 10 55,6 18 100

TOTAL 21 67,7 10 32,3 31 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 13 sampel yang

memiliki persepsi kurang baik terhadap rasa makanan dengan asupan

protein kurang sebanyak 13 sampel (100%) dan dari 18 sampel yang

memiliki persepsi baik terhadap rasa makanan dengan asupan protein

baik yaitu sebanyak 10 sampel (55,6%). Dari hasil uji Fisher Exact

menunjukan ada hubungan antara penilaian sampel terhadap rasa

makanan yang disajikan dengan asupan protein dengan nilai p = 0,001

(p<α).

Berdasarkan hasil penelitian salama 2 hari tidak berturut-turut di

PLTW Budhi Pertiwi didapatkan jumlah sampel yang menilai kurang

terhadap rasa makanan yaitu 13 sampel (41,9%). Penilaian yang

kurang tersebut dipengaruhi oleh faktor bumbu, suhu, tekstur dan

tingkat kematangan. Faktor yang menyebabkan asupan protein sampel

kurang diantaranya karena pada hari kedua protein yang digunakan

adalah pepes ikan mas. Sebanyak 67,7% sampel asupan proteinnya

kurang karena pada hari kedua penelitian ikan tidak dimakan dengan

alasan sulit memisahkan antara duri dan dagingnya. Selain itu karena

Page 65: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

suhu ikan yang dingin menyebabkan sampel tidak memakannya.

Sedangkan faktor tekstur yaitu karena pindang bandeng pada hari

pertama teksturnya cukup keras sehingga sampel hanya memakan

sedikit. Sedikit atau banyaknya asupan zat gizi dipengaruhi oleh

kualitas dari makanan yang diasup, baik dari segi jumlah maupun

kandungan gizinya.

Dalam hal ini asupan yang kurang disebabkan karena rasa dari

makanan yang menurut sampel kurang enak. oleh karena itu,

sebaiknya perlu ketepatan dalam pemilihan bahan makanan apakah

bahan makanan tersebut tepat atau tidak untuk kondisi lansia. Selain

dari pemilihan bahan makanan, teknik pengolahan makanan juga perlu

diperhatikan. Kurangi teknik menggoreng yang menyebabkan tekstur

hidangan menjadi keras karena akan menyebabkan lansia sulit

memakannya.

Protein memiliki peranan sebagai zat pengatur, mengatur

proses- proses metabolisme dan memperbaiki jaringan yang rusak.

Maka dari itu asupan protein untuk lanjut usia sangat penting untuk

dipenuhi (Fatmah, 2010). Dalam hal ini asupan protein yang kurang

berkaitan dengan aspek rasa makanan yang kurang baik. Selain itu

pemberian makan pada usia lanjut perlu memperhatikan pemilihan

bahan makanan yang sesuai dengan kondisi fisiologi sampel.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Penyelenggaraan makan yang dilakukan di Panti Lansia Tresna

Wredha Budhi Pertiwi merupakan sistem swakelola yaitu dikelola

oleh sendiri.

2. Penyelenggaraan makan di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi

Pertiwi menyediakan pelayanan makan untuk 33 orang lansia, 3

orang juru masak dan 1 orang tukang kebun.

3. Di panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi tidak memiliki siklus

menu, standar porsi, standar resep dan standar bumbu.

4. Pola menu yang ada di Panti Lansia Tresna Wredha Budhi Pertiwi

yaitu makanan pokok, protein hewani, protein nabati dan sayur.

Sedangkan untuk buah masuk kedalam snack/selingan.

5. Dari 31 sampel yang diteliti, secara keseluruhan (100%) usia

sampel merupakan > 60 tahun.

6. Penilaian sampel terhadap penampilan makanan yang disajikan

yang meliputi konsistensi dan besar porsi, dari 31 sampel didapat

sebanyak 18 sampel (58,1%) manilai konsistensi kurang, dan 8

sampel (25,8%) manilai besar porsi dari makanan yang disajikan

kurang.

7. Penilaian sampel terhadap rasa makanan yang meliputi bumbu,

suhu, tekstur dan tingkat kematangan, dari 31 sampel terdapat 13

sampel (41,9%) menilai bumbu kurang baik yaitu makanan terlalu

asin, 14 sampel (45,2%) menilai suhu hidangan kurang baik yaitu

ikan dan sayur yang disajikan dingin, 20 sampel (64,5%) manilai

tekstur kurang baik yaitu hidangan masih alot dan keras, dan 16

sampel (51,6%) manilai tingkat kematangan kurang baik yaitu sayur

yang masih belum matang.

8. Dari 31 sampel yang diteliti, penilaian sampel terhadap penampilan,

15 sampel (48,4%) menilai kurang sedangkan penilaian sampel

Page 67: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

terhadap rasa terdapat 13 sampel (41,9%) menilai kurang

baik/kurang enak.

9. Dari 31 sampel, terdapat 21 sampel (67,7%) dengan ketegori

asupan energi kurang dan sebanyak 21 sampel (67,7%) dengan

ketegori asupan protein kurang.

10. Rata-rata asupan energi makan siang sampel sebesar 423,8 kkal.

Sedangkan kebutuhan sampel berdasarkan Angka Kecukupan Gizi

(AKG) yaitu 480 kkal, sehingga asupan energi yang terpenuhi dari

makan siang bila dibandingkan dengan AKG yaitu sebasar 88,3 %.

11. Rata-rata asupan energi makan siang sampel sebesar 423,8 kkal.

Sedangkan rata-rata ketersediaan energi makan siang yang

disediakan dari panti yaitu 580,45 kkal, sehingga asupan energi

yang terpenuhi dari makan siang bila dibandingkan dengan

ketersediaan di panti yaitu sebasar 73%.

12. Rata-rata asupan protein makan siang sampel selama penelitian

sebesar 13,6 gr. Sedangkan kebutuhan sampel berdasarkan AKG

yaitu 15gr, sehingga asupan protein sampel yang terpenuhi dari

makan siang jika dibandingkan dengan AKG yaitu sebesar 90,7 %.

13. Rata-rata asupan protein yang didapatkan dari makan siang sampel

yaitu 13,6 gram. Sedangkan rata-rata ketersediaan protein di panti

adalah 19,75 gram, sehingga asupan protein yang terpenuhi dari

makan siang jika dibandingkan dengan jumlah ketersediaan di panti

yaitu sebesar 68,9%.

14. Ada hubungan antara penampilan makanan yang disajikan dengan

asupan energi dan protein lansia dengan nilai p = 0,000 (p<α).

15. Ada hubungan antara rasa makanan yang disajikan dengan asupan

energi dan protein lansia dengan nilai p = 0,001 (p<α).

Page 68: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Page 69: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

6.2 Saran

1. Perlu dibuatnya susunan menu dengan mempertimbangkan kondisi

fisiologis sampel. Dalam penyusunannya perlu juga memperhatikan

variasi bahan makanan, kombinasi bahan makanan serta cara

pengolahan yang baik bagi kondisi lansia agar makanan mudah

diterima.

2. Perlu dibuatnya standar makanan dan standar porsi untuk

memudahkan dalam memantau asupan zat gizi melalui kerja sama

antara pihak panti dengan ahli gizi yang bekerka di Puskesmas

yang berada di wilayah terdekat.

3. Perlu dibuat standar resep dan standar bumbu supaya setiap

memasak memiliki cita rasa yang sama serta menghasilkan

makanan yang enak untuk dikonsumsi. Hal ini dapat dilakukan

dengan melakukan pelatihan Penyelenggaraan Makanan yang

dilaksanakan melalui kerja sama dengan Ahli Gizi yang bekerja di

Puskesmas terdekat.

4. Perlu dilakukannya evaluasi terhadap menu yang dibuat untuk

menilai kesukaan dan penerimaan lansia terhadap menu. Dapat

bekerja sama dengan Ahli Gizi yang bekerja di Puskesmas

terdekat.

Page 70: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.: PT Gramedia

Pustaka Utama: Jakarta

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit buku

kedokteran EGC: Jakarta

Barasi,Mary. 2007. At A Glance Ilmu Gizi. Penerbit Erlangga :

Jakarta

Budianto, Agus krisno. 2009. Dasar-dasar ilmu gizi. Umm-press :

Malang

Darmojo R. 1999. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Balai

Penerbit FK-UI : Jakarta

Depkes RI. 2003. Pedoman Tata Laksana Gizi Usia Lanjut Untuk

Tenaga Kesehatan. Direktorat Gizi Masyarakat Direktorat

Bina Kesehatan Masyarakat: Jakarta

Depkes RI. 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS).

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat: Jakarta.

Fatmah. Gizi usia lanjut. 2010. Penerbit Erlangga : Jakarta

Heryawan, Ahmad. 2010. Lansia Jawa Barat Punya Peran Strategis.

http://www.ahmadheryawan.com/di-media/77-ahmad-

heryawan-di-media/3893-lansia-jawa-barat-punya-peran-

strategis.pdf. 04 November 2010.

Khan, Mahmood. 1998. Nutrition for Food Servica Managers. John

Wiley & sons,mc : USA

Page 71: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Moehyi, s.1992. Penyelenggaraan makanan institusi dan jasa boga.

Bharata : Jakarta

Muchatob, Elmiar dkk. 1991. Pedoman Manajemen Pelayanan Gizi

Makanan Berkelompok.Depkes RI : Jakarta

Mukrie. A Nursiah. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi

Dasar. Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi

Pusat bekerja sama dengan AKZI Depkes RI Jakarta :

Jakarta

Notoatmojo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan.

Rineka Cipta : Jakarta

Proverawati, Atikah.Kusumawati,Erna. 2010. Ilmu Gizi Untuk

Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Nuha Medika :

Jogjakarta

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi. Dian rakyat : Jakarta

Soekirman,dkk. Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia.

PT Gramedia Pustaka : Jakarta

Supariasa, Nyoman Dewa I, dkk.2002. Pedoman Status Gizi.

Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta

West and Wood. 1998. Food Service in Institution . Mac Milan

Publishing Company : New York

Widya Karya Pangan dan Gizi 2005.LIPI : Jakarta

Winarno , F.G. 2008. Kimia pangan dan gizi edisi terbaru. M-Brio

Press : Bogor

Page 72: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filePENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... TBC (11,5%) dan penyakit jantung pembuluh darah (29%). ... pencatatan laporan serta evaluasi yang

1

Yuniastuti, Ari. Gizi Dan Kesehatan. 2008. Penerbit Graha Ilmu

:Jogjakarta