bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...

31
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemerkosaan merupakan tindakan asusila. Tindakan ini tidak dibenarkan oleh norma yang berlaku di masyarakat. Semua orang bisa menjadi korban pemerkosaan. Karena termasuk ke dalam tindakan kriminal, semua orang yang menjadi pelaku pemerkosaan bisa dijatuhi hukuman penjara. Sayangnya, korban pemerkosaan tidak berani mengungkap bahwa dirinya telah menjadi korban pemerkosaan, sehingga terkadang kasus pemerkosaan berakhir dengan kebuntuan. Perkosa di dalam KBBI memiliki arti menundukkan dengan kekerasan; memaksa dengan kekerasan; menggagahi; merogol, sedangkan pemerkosa di dalam KBBI memiliki arti seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindakan perkosa. Pemerkosaan di Indonesia memang sangat marak akhir-akhir ini (pada saat skripsi ini dibuat, yaitu tahun 2016), bahkan rata-rata pemerkosaan dan kekerasan seksual terjadi 12 kali setiap harinya di Indonesia (data Komnas Perempuan). Sebesar 93% dari kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual tersebut tidak dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Banyak kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh kelompok. Menurut CATAHU (catatan tahunan) 2016 yang dikeluarkan Komnas Perempuan pada tanggal 8 Maret, 39% dari kasus pemerkosaan yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh lebih dari satu orang. Dari data Komnas Perempuan

Upload: phungphuc

Post on 19-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pemerkosaan merupakan tindakan asusila. Tindakan ini tidak dibenarkan

oleh norma yang berlaku di masyarakat. Semua orang bisa menjadi korban

pemerkosaan. Karena termasuk ke dalam tindakan kriminal, semua orang yang

menjadi pelaku pemerkosaan bisa dijatuhi hukuman penjara. Sayangnya, korban

pemerkosaan tidak berani mengungkap bahwa dirinya telah menjadi korban

pemerkosaan, sehingga terkadang kasus pemerkosaan berakhir dengan kebuntuan.

“Perkosa” di dalam KBBI memiliki arti menundukkan dengan kekerasan;

memaksa dengan kekerasan; menggagahi; merogol, sedangkan “pemerkosa” di

dalam KBBI memiliki arti seseorang atau sekelompok orang yang melakukan

tindakan perkosa. Pemerkosaan di Indonesia memang sangat marak akhir-akhir ini

(pada saat skripsi ini dibuat, yaitu tahun 2016), bahkan rata-rata pemerkosaan dan

kekerasan seksual terjadi 12 kali setiap harinya di Indonesia (data Komnas

Perempuan). Sebesar 93% dari kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual tersebut

tidak dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Banyak kasus pemerkosaan yang

dilakukan oleh kelompok.

Menurut CATAHU (catatan tahunan) 2016 yang dikeluarkan Komnas

Perempuan pada tanggal 8 Maret, 39% dari kasus pemerkosaan yang terjadi di

Indonesia dilakukan oleh lebih dari satu orang. Dari data Komnas Perempuan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

2

tersebut, pelaku pemerkosaan atau pemerkosa di Indonesia memang cukup

banyak. Apabila merujuk angka Komnas Perempuan, bisa disimpulkan pemerkosa

di Indonesia jumlahnya lebih banyak daripada korban pemerkosaannya.

Kasus pemerkosaan di Indonesia juga tidak luput dari sorotan media.

Banyak media cetak, elektronik, maupun daring yang rajin meliput tentang kasus

pemerkosaan. Beberapa kasus pemerkosaan yang cukup menghebohkan bisa

menjadi tajuk utama media berminggu-minggu. Bahkan, beberapa media daring

sengaja membuat berita-berita hoax tentang kasus pemerkosaan sebagai click bait.

Hal tersebut membuktikan bahwa kasus-kasus pemerkosaan di Indonesia cukup

menarik perhatian masyarakat. Kondisi ini secara otomatis direduplikasi oleh

fiksi.

Perempuan yang menjadi korban pemerkosaan dalam fiksi biasanya tidak

digambarkan secara signifikan. Mereka bisa saja berasal dari berbagai golongan

dan profesi. Perempuan berjilbab tidak luput dari pemerkosaan, begitu juga

dengan perempuan yang berprofesi sebagai pemandu karaoke. Di dalam fiksi- fiksi

tersebut tidak ada syarat-syarat tertentu untuk diperkosa kecuali perempuan,

Namun dari segi pemerkosa ada beberapa ciri yang melekat. Pemerkosa di dalam

fiksi biasanya selalu digambarkan sebagai seseorang laki- laki yang bertempramen,

tidak religius, bicaranya kasar, suranya lantang, berbadan besar, bertato, rambut

gondrong acak-acakan, berbrewok, dan lain sebagainya. Stereotip tentang

pemerkosa di dalam fiksi tentu saja sangat menarik. Terlebih apabila pemerkosa

digambarkan dalam komik.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

3

Komik berasal dari kata comics yang berarti lucu dalam bahasa inggris atau

komikos dari komos „revel’ bahasa yunani yang muncul pada abad 16.

Berdasarkan KBBI komik adalah cerita bergambar di majalah, surat kabar, atau

buku yang umumnya mudah dicerna dan lucu. Pada mulanya komik memang

dimaksudkan untuk membuat gambar-gambar yang menceritakan hal-hal lucu dan

jenaka. Komik merupakan penyusunan gambar-gambar dalam sebuah urutan yang

disengaja, dimaksudkan untuk penyampaian pesan dan menimbulkan suatu nilai

estetis pada penampilannya (McCloud, 2008:12). Sementara Eisner (Dalam

Darmawan, 2005: 242) mengemukakan bahwa komik adalah sequential art, seni

sekuel/berurutan, narasi (dengan atau tanpa teks) terbangun. Komik adalah sarana

pengungkapan yang benar-benar orisinal (Bonneff, 1998:4). Para ahli komik

cenderung menganggap komik sebagai salah satu bentuk akhir manusia untuk

menceritakan gambar dan tanda (Bonneff, 1998:16).

Sebagaimana telah diperlihatkan dengan jelas oleh F. Lacassin, komik

adalah sarana pengungkapan yang benar-benar orisinal karena menggabungkan

gambar dengan teks (Boneff, 1998:4). Jadi, komik harus dipahami sebagai

dokumen yang tidak boleh dibatasi artinya oleh pandangan berdasarkan baik-

buruknya. Untuk memahami masyarakat yang menghasilkan komik, semua komik

dinilai sama, tidak ada yang bagus atau pun buruk (Boneff, 1998:5). Maka, komik

Jakarta 2039 perlu dipahami sebagai dokumen yang dihasilkan oleh masyarakat,

terlepas dari baik dan buruk.

Dari sudut pandang komersial, erotisme dan kekerasan lebih mendatangkan

untung daripada melukiskan kebaikan hati. Di ujung pena komikus muda seperti

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

4

Budijanto, Budijono, Alex Iskandar, kisah-kisah sentimental semakin kekurangan

pesan moral. Rok ketat yang minim di tubuh montok para perawan, perwujudan

kasih sayang makin “berani”, dan contoh tingkah laku yang tidak patut diteladan

hanya diolah sepintas (Boneff, 1998:41). Boneff di atas menjelaskan bahwa

komik pada akhirnya juga berkembang menjadi roman picisan. Hal ini membuat

nilai komik semakin menurun di masyarakat. Komik dianggap sebagai karya seni

yang vulgar dan bacaan murahan.

Seno Gumira Ajidarma (untuk selanjutnya dalam tulisan ini akan disingkat

menjadi SGA) membaca hal tersebut sebagai ruang untuk berkarya. Jakarta 2039

(untuk selanjutnya dalam tulisan ini akan disingkat menjadi JKT ’39) merupakan

komik SGA yang menceritakan pemerkosaan Etnis Tionghoa yang terjadi pada

tragedi Mei 1998 di Jakarta. Karena karya SGA yang berupa komik hanya JKT

’98, maka penulis menganggap komik ini sebagai sebuah karya yang unik dan

patut untuk dikaji. Selain itu, penelitian tentang komik yang tidak sebanding

dengan popularitasnya dan usia keberadaannya di Indonesia. Penulis akan

mengkaji pemerkosa di dalam JKT ‘39 karena jarang sekali komik Indonesia yang

bercerita tentang pemerkosaan dan kekerasan seksual. Pemerkosa di dalam JKT

’39 akan menjadi fokus utama penulis karena di dalam komik yang terdiri atas

tiga bagian ini, justru para pemerkosa yang mendapat tempat dominan dari panel

ke panel dan bagian ke bagian. Hal ini menjadi sesuatu yang menarik apabila

penulis menfokuskan penelitian pada pemerkosa.

Di dalam komik ini terdapat empat cerita, namun hanya tiga cerita saja yang

diberikan sub judul oleh komikus. Cerita yang tidak diberikan judul merupakan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

5

cerita keempat. Cerita pertama dan kedua mengambil sudut pandang korban

pemerkosaan, cerita kedua mengambil sudut pandang pemerkosa, cerita keempat

mengambil sudut pandang pemerkosa dan korban pemerkosaan. Cerita keempat

disisipkan pada ketiga cerita yang diberi sub judul. Cerita keempat yang

merupakan cerita tanpa judul dianggap menarik oleh pernulis karena di dalam

cerita ini dinarasikan pemerkosa dan korban pemerkosaan pada kerusuhan Mei

1998. Pelaku pemerkosaan dan korban pemerkosaan dihadirkan secara bersamaan

dalam cerita keempat. Kontradiksi di dalam gambaran keduanya akan sangat

nampak melalui kontak dan dialog yang mereka lakukan di dalam cerita keempat,

sehingga pemaknaan menjadi lebih utuh dan kongkret. Selain itu, cerita keempat

dipilih karena bentuknya secara visual dan verbal sangat komikal. Pada cerita ini

terdapat transisi juxtapostal dari panel ke panel. Balon dialog dan narasi juga

bekerja dengan efisien dan maksimal pada cerita keempat. Komikus tidak

memberikan judul pada halaman pembuka, namun komikus memberikan isyarat

secara visual bahwa ada cerita lagi selain ketiga komik yang diberi sub judul.

SGA dalam penciptaan komik JKT ’39 bekerjasama dengan Dzaky. Dzaky

merupakan seorang ilustrator. Selain menjadi ilustrator JKT’ 39, ia juga dikenal

sebagai Ilustrator sampul buku Membongkar Gurita Cikeas yang kontroversial.

Dzaky adalah seorang ilustrator lulusan ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia).

Selain berprofesi sebagai ilustrator, ia juga merupakan pengajar di ISI (Institut

Seni Indonesia).

Gambaran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah gambaran secara

visual dan verbal. Gambaran tersebut didapatkan dari pembacaan kode-kode

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

6

menurut Barthes, gabungan kata dan gambar, ikon dalam komik, dan hubungan

antar panel menurut McCloud. Teori McCloud membantu mempermudah

pengklasifikasian lima kode Barhtes, apabila terjadi kesulitan dalam klasifikasi.

Oleh sebab itu, teori McCloud tidak diimplementasikan terhadap semua leksia.

Teori yang akan dipakai adalah semiotika. Teori semiotika yang dipilih

untuk menganalisis JKT ’39 adalah teori semiotika Roland Bhartes ditambahkan

dengan teori hubungan antar panel, ikon dalam komik, dan gambungan kata dan

gambar McCloud. Teori McCloud digunakan untuk memperjelas dan membantu

teori Barthes dalam menganalisis komik. Teori ini dipilih karena nantinya unsur-

unsur dalam komik JKT ‘39 akan dipecah menjadi leksia- leksia. Leksia

dikelompokkan berdasarkan peristiwa yang diceritahan, sehingga nantinya dalam

penelitian ini leksia bisa terdiri dari satu panel atau lebih. Leksia- leksia ini

memungkinkan unsur verbal dan unsur visual secara bersamaan dan

berkesinambungan dianalisis. Dari leksia-leksia JKT’39 ini akan diperoleh kode-

kode tanda yang akan memberikan pemaknaan terhadap JKT ‘39.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah:

1) Gambaran pemerkosa dalam JKT’39

2) Makna gambaran pemerkosa yang terkandung dalam JKT ‘39

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

7

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian memiliki dua tujuan pokok, yaitu tujuan teoritis dan tujuan

praktis.Secara teoritis penelitian bertujuan untuk memberikan pemaknaan pada

komik Jakarta 2039 dengan menggunakan teori semiotika Roland Bhartes.

Pemaknaan akan diperoleh setelah dilakukan proses pemecahan leksia- leksia

hingga menemukan kode-kode yang membentuk makna pada komik. Selain itu

penelitian juga diharapkan menjadi referensi untuk penelitian-penelitian komik

selanjutnya. Dalam hal praktis penelitian ini diharapkan mampu menambah kajian

terhadap dunia komik dan sastra Indonesia. Selain itu penelitian juga diharapkan

dapat menambah wawasan masyarakat terhadap komik agar komik tidak hanya

dipahami sebagai sebuah produk populer biasa. Komik juga bisa hadir dalam

bentuk karya sastra yang benilai.

1.4 Tinjauan Pustaka

Komik Jakarta 2039 belum pernah dianalisis sebagai tulisan ilmiah dalam

bentuk skripsi, tesis, maupun desertasi, namun ada 2 karya ilmiah berupa skripsi

dan tesis yang membahas komik menggunakan pendekatan semiotika Roland

Barthes.

Yang pertama adalah Toto Mujio Mukmin di UGM (2002) dengan tesis

yang berjudul “Komik Doraemon: Dari Sudut Pandang Ikonografi dan

Semiotika”. Mukmin menggunakan pendekatan lima kode Roland Barthes untuk

memaknai komik Doraemon.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

8

Yang kedua adalah Muhammad Daniel Fahmi Rizal di UGM (2014) dengan

skripsi yang berjudul “Komik Hujan Bulan Juni Karya Mansur Daman: Analisis

Semiotika Roland Barthes”. Rizal juga menggunakan pendekatan lima kode

Barthes untuk memaknai komik Hujan Bulan Juni.

Dari dua penelitian di atas, jelas diketahui bahwa belum ada penelitian

tentang JKT ‘39 menggunakan pendekatan semiotika Roland Barthes. Komik JKT

’39 pun belum pernah diteleti sebelumnya.

1.5 Landasan Teori

1.5.1 Semiotika

Semiotika berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda. Semiotika

adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda yang bersifat menyampaikan sesuatu

yang bersifat komunikatif. Bahasa dijadikan sebagai model-model dalam wacana

sosial sehingga semiotika bisa dipakai untuk melihat berbagai wacana sosial.

Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktik sosial dianggap sebagai

fenomena kebahasaan, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Hal

ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri (Piliang, 1998:262

dalam Tinarbuko, 2012:11). Secara general semiotik dapat didefinisikan sebagai

ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh

kebudayaan sebagai tanda (Eco, 1979: 6). Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai

sesuatu yang, atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat

dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco, 1979:16).

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

9

Dua orang ahli yang memelopori ilmu semiotika adalah Ferdinand de

Saussure dan Charles Sanders Pierce. Dua ahli ini memiliki latar belakang

keilmuan yang berbeda. Saussure merupakan seorang ahli linguistik, sementara

Pierce merupakan seorang ahli filsafat. Saussure berpendapat bahwa tanda adalah

kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dilepaskan, seperti halnya se lembar

kertas (Tinarbuko, 2012:12). Di mana ada sebuah tanda di sana ada sebuah sistem,

maka lahirlah signifier dan significant, yaitu penanda dan petanda. Signifier

bersifat kongret dan dapat diindera, sedangkan significant bersifat konsep dan

abstrak. Semiotik Roland Barthes berakar pada semiotik struktural Saussure.

Konsep penanda Saussure dibagi menjadi dua tingkatan oleh Barthes yang

memungkinkan dihasilkannya makna yang bertingkat-tingkat, yaitu konotasi dan

denotasi (Bhartes 1983:108)

Denotasi adalah tingkatan pertama dalam sistem Barthes. Sistem ini terdiri

atas rantai penanda dan petanda, yakni hubungan material antara penanda atau

konsep abstrak di baliknya. Dalam sistem konotasi, rantai penanda/petanda sistem

denotasi menjadi penanda. Barthes menyebut significant (penanda) sebagai

ekspresi. Sedangkan signifier (petanda) sebagai isi.Namun, Barthes mengatakan

bahwa antara ekspresi dan isi harus memiliki hubungan, sehingga membentuk

tanda (sign). Setiap tanda yang memperoleh pemaknaan awal yang disebut

denotasi dan oleh Barthes disebut sebagai sistem primer. Kemudian

pengembangannya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder merupakan

pengembangan sistem primer ke arah isi atau ekspresi.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

10

Bhartes melalui Piliang (2013:134) mengatakan bahwa sebuah teks bukan

merupakan baris kata-kata yang menghasilkan makna tunggal teologis, tetapi

merupakan ruang multidimensional yang di dalamnya aneka ragam tulisan, tidak

satu pun diantaranya yang orisinal, bercampur, dan bertumpang tindih. Teks

adalah sebuah jaringan kutipan yang diambil dari pusat-pusat kebudayaan yang

tidak terhitung jumlahnya. Barthes mengungkapkan bahwa pembaca adalah ruang

tempat berinteraksinya kutipan-kutipan tersebut. Dalam praktik bahasa sebuah

pesan yang dikirim kepada penerima pesan diatur melalui seperangkat konvensi

atau kode (Tinarbuko, 2012:17).

Kode adalah pengombinasian tanda yang disepakati secara sosial untuk

memungkinkan satu pesan disampaikan dari seseorang ke seseorang lainnya

(Piliang, 1998:17). Kode adalah aturan yang menjadikan tanda sebagai tampilan

konkret dalam sistem komunikasi (Tinarbuko, 2012:17). Fungsi teks-teks yang

menunjukan pada sesuatu (mengacu pada sesuatu) dilaksanakan berkat sejumlah

kaidah, janji, dan kaidah-kaidah alami yang merupakan dasar, serta alasan

mengapa tanda-tanda itu menunjukan pada isinya. Tanda-tanda ini menurut

Jakobson merupakan sebuah sistem yang dinamakan kode (Tinarbuko 2012:18).

Terdapat setidaknya lima kode pokok yang beroperasi dalam sebuah teks.

Semua penanda tekstual (leksia) di dalamnya dapat dikelompokkan. Setiap leksia

dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari lima kode tersebut. Kode-kode

menciptakan sejenis jaringan (network atau topos yang melaluinya teks dapat

“menjadi” (Barthes, 1990:2) kode-kode yang dikelompokan Barthes merupakan

kode hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proairetik, dan kode kultural.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

11

1) Kode hermenutik adalah satuan-satuan yang dengan berbagai cara berfungsi

untuk mengartikulasikan suatu persoalan, penyelesaiannya, serta aneka

peristiwa yang dapat memformulasi persoalan tersebut, atau yang justru

menunda-nunda penyelesaiaannya, atau bahkan yang menyusun semacam

teka-teki (enigma) dan sekedar memberi isyarat bagi penyelesaiannya

(Barthes 1990:17). Pada dasarnya kode ini adalah sebuah kode

“penceritaan”, yang dengan sebuah narasi dapat mempertajam

permasalahan, menciptakan ketegangan, dan misteri, sebelum memberikan

pemecahan atau jawaban.

2) Kode semik (code of semes) merupakan kode yang memanfaatkan isyarat,

petunjuk, atau “kilasan makna” yang ditimbulkan oleh penanda-penanda

tertentu. Pada tataran tertentu kode konotatif ini agak mirip dengan apa yang

disebut oleh para kritikus sastra Anglo-Amerika sebagai “tema” atau

struktur tematik sebuah thematic grouping (Barthes, 1990:19)

3) Kode simbolik (symbolic code) merupakan kode “pengelompokan” atau

konfigurasi yang mudah dikenali karena kemunculannya yang berulang-

ulang secara teratur melalui berbagai cara dan sarana luar dan di dalam,

dingin dan panas, dan seterusnya. Kode ini memberikan dasar bagi suatu

struktur simbolik (Barthes, 1990:17)

4) Kode proaeretik (action) kode ini didasarkan atas konsep proairesis, yakni

kemampuan untuk menentukan hasil atau akibat dari suatu tindakan secara

rasional (Barthes, 1990:18), yang mengimplikasikan suatu logika perilaku

manusia: tindakan-tindakan membuahkan dampak-dampak dan masing-

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

12

masing dampak memiliki nama generic tersendiri, sejenis judul bagi

sekuens yang bersangkutan

5) Kode kultural (cultural code) atau kode referensial (reference code) yang

berwujud semacam suara kolektif yang anonym dan otoritatif, bersumber

dari pengalaman manusia yang mewakili atau berbicara tentang sesuatu

yang hendak dikukuhkannya sebagai pengetahuan dan kebijaksanaan yang

“diterima umum”. kode ini bisa berupa kode-kode pengetahuan atau

kearifan (wisdom) yang terus-menerus dirujuk oleh teks, atau yang

menyediakan semacam dasar autoritas moral dan ilmiah bagi suatu wacana

(Barthes, 1990:18).

Setiap kode yang ditemukan dalam leksia dijabarkan, dinarasikan, dan

dianalisis. Dalam setiap leksia tidak semua kode tersebut beroperasi. Ada kode-

kode yang dominan dalam setiap leksia. Dominasi kode-kode tertentu tidak akan

mengubah keberadaan kode-kode yang lain. Keberadaan kode-kode dalam leksia

saling tumpang tindih satu sama lain, sehingga setiap kode harus dijabarkan,

dinarasikan, kemudian dianalisis.

1.5.2 Komik Sebagai Cara Bertutur

Para ahli cenderung menganggap komik sebagai salah satu bentuk akhir dari

hasrat manusia untuk menceritakan pengalamannya (Boneff, 1998:16). Dinding

pada gua Lascaux, belum mengandung sandi yang membentuknya menjadi

bahasa, tetapi sudah menunjukan sebuah “pesan” sebagai upaya komunikasi

nonverbal yang paling kuno (Boneff, 1998:16). Bentuk relief pada candi

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

13

merupakan cikal bakal karya seni jenis komik yang dikemas secara tiga dimensi

(Setiawan, 2002:4). Meskipun cerita komik tampak sebagai wacana sederhana,

tetapi di dalamnya terkandung nilai yang bermuatan ideologi serta praktik sosial

budaya (Setiawan, 2002:23).

1.5.3 Hubungan dalam Komik

Teks dan gambar adalah unsur yang membangun komik. Keduanya saling

berkolaborasi dan berintegrasi membentuk kesatuan komik. Komik berurusan

dengan dua perangkat komunikasi, gambar dan kata (Eisner, 1985:13). Dua unsur

tersebut adalah isi dari sebuah komik. Gabungan spesial dua unsur tersebut

membentuk unsur baru yang dinamakan juxtaposition yang mana sudah

dieksperimenkan jauh sebelum jaman modern (Eisner, 1985:13). Di dalam sebuah

komik bisa terdapat hanya gambar yang dominan, teks yang dominan, dan hanya

gambar. Semua hal tersebut sesuai dengan style komikus. Dengan mengetahui

fungsi serta peran teks dan gambar akan memudahkan analisis yang dilakukan

terhadap komik.

Sebagai bahasa, komik mempunyai tata bahasanya sendiri, tempat gagasan-

gagasan diterjemahkan dalam suatu bentuk penuturan (Ajidarma, 2011:21).

Komik mempunyai perangkat seperti halaman sebagai b idang gambar, panel,

gambar manusia dan lingkungannya, gambar benda, dan kata yang hurufnya

digambar, semuanya dihadirkan sebagai bahan yang dikenal dari pengalaman

pembaca (Ajidarma, 2011:21). Semua aspek di dalam komik merupakan sebuah

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

14

alat bercerita, terutamanya adalah panel. Karena di dalam panel inilah tempat

bertemunya gambar dan teks (Eisner, 1985:23)

Panel, narasi, onomatope, dan ruang teks atau balon dialog merupakan

sebuah unsur kongkret sebuah komik. Tiap panel yang terdiri dari gambar atau

beberapa gambar, tiap balon teks terdiri dari teks atau beberapa teks. Dua hal

tersebut saling bersinergi untuk menyampaikan pesan yang ingin disampaikan

komikus kepada pembaca.

Dari pemahaman di atas, maka penggunaan teori komik McCloud sangat

penting. Teori McCloud membantu mempermudah pembacaan komik. Walaupun

sebenarnya teori Barthes sudah cukup tajam untuk menganalisis, teori McCloud

membantu untuk mengkongkretkan cara-cara pembacaan berdasarkan kode-kode

yang dijabarkan oleh Barthes. Teori McCloud memudahkan pengklasifikasian

lima kode Barthes karena di dalam komik dimensi dan komposisi tanda sangat

berbeda dan memiliki keunikan.

1.5.3.1 Peralihan Antarpanel

Komik JKT ’39 terdiri dari tiga puluh tiga leksia. Ketiga puluh dua leksia

tersebut hadir secara berurutan dan berkelanjutan. Tiga puluh tiga leksia terdiri

atas satu leksia yang berupa judul dan dua puluh dua leksia yang merupakan isi

dari komik. Panel-panel tersebut dapat diuraikan peran peralihannya untuk

memecah leksia- leksia dalam JKT ’39. Peralihan antarpanel digunakan untuk

mempermudah analisis karena pada dasarnya perlaihan antarpanel tersebut juga

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

15

memudahkan komikus dalam merancang adegan. Peralihan antar panel memiliki

enam hubungan. Hubungan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Waktu ke Waktu

Dalam peralihan ini

terjadi pergeseran waktu di

antara momen-momen yang

dekat. Peralihan antarpanel ini

memberikan efek sinematis

terhadap komik. Peralihan ini

biasanya diterapkan pada

sebuah komik bercerita

panjang atau novel grafis

(Darmawan, 2012:167)

Gambar 1.1

Diambil dari Memahami Komik oleh Scott McCloud Halaman 70

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

16

2) Aksi ke aksi

Peralihan jenis ini

menampilkan subyek atau

tokoh melakukan tindakan

bergerak dari satu aksi ke aksi

lain. Jenis peralihan

antarpanel ini juga memberi

rasa sinematis dalam komik,

tapi terasa lebih cepat dan

dinamis (Darmawan,

2012:168)

Gambar 1.2

Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 70

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

17

3) Subyek ke Subyek

Peralihan panel jenis ini

berada dalam lingkup adegan

yang sama, tapi berbeda obyek.

Panel beralih dari satu subyek

pelaku cerita ke subyek pelaku

cerita yang lain.

Gambar 1.3

Diambil dari Memahami Komik oleh Scott McCloud Halaman 71

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

18

4) Adegan ke Adegan

Peralihan jenis ini

membawa pembaca melampau

ruang dan waktu yang jauh

berbeda.

Gambar 1.4

Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 71

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

19

5) Aspek ke Aspek

Definisi peralihan ini agak

abstrak McCloud mengibaratkan

peralihan ini seperti mata yang

menerawang dalam satu

ruangan, dan memandang

berbagai benda dalam ruangan

tersebut (Darmawan, 2012:171).

Tak hanya ruangan, jenis

peralihan ini mengajak pembaca

untuk menerawang ide atau

suasana. Darmawan berpendapat

bahwa peralihan ini disusun

untuk membangun suasana.

Gambar 1.5

Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 72

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

20

6) Non-Sequitur

Peralihan terakhir adalah

peralihan non-sequitur. Peralihan

ini tidak menawarkan hubungan

logis diantara panel-panel yang

terhubung. Panel ini adalah panel

yang paling abstrak menurut

McCloud. Hubungan antar panel ini

dianggap tidak logis.

Gambar 1.6 Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 72

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

21

1.5.3.2 Hubungan Kata dan Gambar

Panel menjadi ruang kesinambungan antara gambar dan teks. gambar dan

teks saling membangun untuk membentuk sebuah komik. Gambar dan teks

memiliki peran masing-masing. Besarnya peran gambar dan teks yang

dikemukakan (McCloud, 2011:153)

Ada tujuh hubungan gambar dan kata yang dikemukakan oleh McCloud.

Ketujuh hubungan tersebut berfungsi untuk mengetahui apakah teks atau gambar

yang lebih dominan di dalam sebuah komik sehingga nantinya akan memudahkan

analisis komik. Dari hal tersebut komik juga dapat dianalisis berdasarkan

gambarnya saja, teksnya saja, atau keduanya. Berikut pemaparan McCloud

tentang hubungan antargambar.

1) Gabungan Khusus Kata-Kata

Gambar 1.7

Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 153

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

22

Hubungan ini menitikberatkan pada kata-kata. Kata lebih berperan penting

dalam sebuah panel daripada gambar. Gambar hanya membantu mengilustrasikan

saja.

2) Gabungan Khusus Gambar

Dalam hubungan ini, titik beratnya berada pada gambar. Kata tidak terlalu

menambah makna pada gambar. Gambar sudah secara rinci menceritakan adegan

dalam panel. Kata-kata di sini hanya digunakan sebagai onomatope saja.

Gambar 1.8

Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 153

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

23

3) Panel Khusus Duo

Dalam hubungan ini gambar dan kata memiliki pesan yang sama.

Darmawan (2012:182) menganggap hubungan jenis ini sering dianggap redudan

(terlalu mengulang-ulang) dan dijauhi para komikus muda.

Gambar 1.9

Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 153

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

24

4) Aiditif

Hubungan ini aiditif saling menguatkan antara gambar dan kata. Kata

menyaringkan dan meluaskan gambar, begitupun sebaliknya. Jika dalam

hubungan panel khusus duo, misalnya gambar seorang pusing ditambahi balon

kata dengan teks “aku pusing!”; maka dalam hubungan aiditif, gambar seorang

yang sedang pusing ditambahi kata “kepalaku rasanya mau pecah!” (Darmawan,

2012:183)

Gambar 1.10

Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 154

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

25

5) Paralel

Hubungan selanjutnya adalah hubungan paralel. Dalam hubungan ini kata-

kata dan gambar seperti berjalan sendri-sendiri, sama-sama maju tapi tidak saling

bersilangan. Elemen kata-kata dan gambar berjalan secara bersamaan dengan

tidak saling bersilang.

6) Montase

Gambar 1.11 Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 154

Gambar 1.12

Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 154

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

26

Hubungan yang memperlakukan kata-kata sebagai gambar dan gambar

sebagai kata-kata. Keduanya bisa saling bertukar bentuk. Dalam hubungan ini

tidak ada bentuk kata dan gambar. Keduanya dianggap sama.

7) Interdependen

Hubungan jenis ini adalah hubungan yang paling sering digunakan oleh

komikus. Kata-kata dan gambar berperan setara dalam menyampaikan gagasan.

Gambar 1.13

Diambil dari Memahami Komik oleh Scott McCloud Halaman 155

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

27

Gambar dan kata-kata tidak dapat dipisahkan dalam hubungan ini. Keduanya

saling mengisi dan setara.

1.5.3.3 Ikon di Dalam Komik

Di dalam komik terkadang kata-kata tidak bisa menempati posisi yang sama

dengan gambar. Penggunaan balon dialog dalam panel juga sangat dibatasi oleh

ketersediaan tempat sehingga komikus sering memunculkan ikon. Ikon

dimunculkan oleh komikus untuk mengefisienkan panel. Apa yang ingin

dikemukakan oleh komikus sebisa mungkin disajikan secara utuh dalam panel

yang sangat terbatas sehingga ikon sangat membantu.

Gambar 1.14 Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 127

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

28

McCloud menjelaskan bahwa apabila gambar, kata-kata, dan ikon bisa

menjelaskan hal-hal tidak terlihat seperti emosi dan perasaan, maka tidak ada

perbedaan antara ketiganya. Ketiganya merupakan bahasa yang sama. Ikon di

dalam komik bisa berupa apa saja. Tidak ada aturan khusus yang mengatur ikon di

dalam komik.

Ikon yang sering digunakan di dalam komik adalah balon dialog. Balon

dialog bukan hanya garis yang memberikan batasan antara dialog dan onomatope.

Balon dialog merupakan sebuah ikon yang variasinya sangat bermacam-macam

banyaknya. Setiap variasi yang muncul dari balon dialog memiliki pesan, bahkan

ada balon dialog yang di dalamnya tidak terdapat bahasa verbal. Hal ini tentu saja

Gambar 1.15 Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 87

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

29

kembali kepada gaya masing-masing komikus. Balon dialog diperguanakan untuk

menunjukan dialog tokoh komik, terkadang kata-kata tertentu diberi tekanan

dengan dicetak tebal atau dengan bentuk tipografi khusus. Selain itu, tanda seru

(exclamation marks) juga kerap digunakan (Masdiono, 1998:31)

Komikus mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam hal bentuk tulisan.

Setiap komikus mempunyai gaya dan caranya sendiri. Gaya dan cara mereka biasanya khas

dan unik. Setiap komikus mempunyai gaya dan cara tersendiri dalam memunculkan bentuk

tulisannya.

Gambar 1.16

Diambil dari Memahami Komik oleh

Scott McCloud Halaman 134

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

30

1.6 Metode penelitian

Metode merupakan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan

pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (KBBI,

2008:952). Untuk mendapatkan hasil interpretasi yang akurat dari obyek

penelitian maka pendekatan yang dipilih adalah analisis tafsir yang mengacu pada

penelitian kualitatif. Metode ini dikaji melalui bentuk penelitian kepustakaan.

Selain itu analisis yang digunakan adalah metode analis deskriptif. Metode ini

meneliti obyek karya sastra dengan cara menganalisis bagian demi bagian dan

menyajikan dalam bentuk deskripsi. Selain bentuk penelitian kepustakaan,

dilakukan pula pengamatan lapangan untuk memenuhi data-data faktual yang

berkaitan dengan respons dari pembaca komik Jakarta 2039.

Langkah- langkah penelitian yang akan ditempuh adalah sebagai berikut

1) Menentukan obyek penelitian, yaitu Jakarta 2039 karya Seno Gumira

Ajidarma dan Dzaky.

2) Melakukan studi pustaka untuk memperoleh informasi- informasi yang

menunjang penelitian.

3) Melakukan analisis pada obyek dengan teori semiotika Roland Barthes,

yaitu menemukan satuan-satuan pembacaan yang nantinya akan disebut

leksia.

4) Menguraikan kode-kode yang terkandung dalam setiap leksia.

5) Menafsirkan kode-kode yang terkandung dalam masing-masing leksia dan

menghubungkannya dengan keterangan di luar unsur-unsur visual dan

verbal komik Jakarta 2039 dengan cara membandingkan.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107909/potongan/S1-2017... · Mereka bisa saja berasal dari berbagai ... dan contoh tingkah laku

31

6) Menarik kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan

1.7 Sistematika Penyajian

Sistematika penulisan skripsi ini adalah Bab I berisi pendahuluan yang di

dalamnya memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

tinjuan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan

skripsi. Bab II merupakan analisis leksia pada komik Jakarta 2039 melalui

pemenggalan teks dan visual, menguraikannya, dan memberikan kode sesuai

dengan lima kode Roland Barthes. Bab III menyajikan penafsiran yang berisi

makna-makna berdasarkan uraian yang diperoleh pada bab II dan

menghubungkannya dengan keterangan-keterangan di luar teks. Bab IV berisi

kesimpulan dan hasil analisis penafsiran yang telah dilakukan pada bab

sebelumnya.