bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara dengan latar belakang penduduk yang majemuk. Warga negara asli Indonesia saja terdiri dari berbagai macam suku bangsa dari Sabang sampai Merauke. Beragam adat istiadat, norma, agama, kebiasaan, bahasa, seni dan budaya membaur dan melebur menjadi satu kesatuan yang harus dilestarikan dan dibanggakan. Kemajemukan tersebut, ditambah dengan letak geografis, keindahan panorama Indonesia, dan berbagai unsur lainnya membuat tidak sedikit orang dari berbagai belahan dunia di luar Indonesia tertarik untuk hanya sekadar berkunjung bahkan tinggal di negara beribu pulau ini. Orang-orang tersebut tentu datang dengan membawa budaya lain dari asal negara mereka lalu kemudian berinteraksi dengan masyarakat Indonesia dan saling beradaptasi dengan budaya baru. Budaya itu berhubungan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Sebagian orang berbicara bahasa Indonesia, sebagian juga ada yang berbahasa asing, ada juga orang yang berpakaian minim, ada yang berpakaian tertutup, dan ada juga orang yang meninggal dikubur, dibakar atau dikremasi, dan lain sebagainya. Semua hal ini disebabkan dari suatu budaya yang telah lama ada sejak manusia lahir dan pengaruh budaya dalam perkembangan manusia. Menurut Koentjaraningrat (dalam Mulyana, 1990:18) kata “budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dan budi” sehingga dibedakan antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa, dan rasa, dengan “kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta, karsa, dan rasa. Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat berpendapat bahwa budaya adalah tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat

Upload: ngodieu

Post on 10-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia merupakan negara dengan latar belakang penduduk yang

majemuk. Warga negara asli Indonesia saja terdiri dari berbagai macam suku

bangsa dari Sabang sampai Merauke. Beragam adat istiadat, norma, agama,

kebiasaan, bahasa, seni dan budaya membaur dan melebur menjadi satu kesatuan

yang harus dilestarikan dan dibanggakan. Kemajemukan tersebut, ditambah

dengan letak geografis, keindahan panorama Indonesia, dan berbagai unsur

lainnya membuat tidak sedikit orang dari berbagai belahan dunia di luar Indonesia

tertarik untuk hanya sekadar berkunjung bahkan tinggal di negara beribu pulau

ini. Orang-orang tersebut tentu datang dengan membawa budaya lain dari asal

negara mereka lalu kemudian berinteraksi dengan masyarakat Indonesia dan

saling beradaptasi dengan budaya baru.

Budaya itu berhubungan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar

berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut

budayanya. Sebagian orang berbicara bahasa Indonesia, sebagian juga ada yang

berbahasa asing, ada juga orang yang berpakaian minim, ada yang berpakaian

tertutup, dan ada juga orang yang meninggal dikubur, dibakar atau dikremasi, dan

lain sebagainya. Semua hal ini disebabkan dari suatu budaya yang telah lama ada

sejak manusia lahir dan pengaruh budaya dalam perkembangan manusia. Menurut

Koentjaraningrat (dalam Mulyana, 1990:18) kata “budaya” merupakan

perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dan budi” sehingga

dibedakan antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa,

dan rasa, dengan “kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta, karsa, dan rasa.

Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat berpendapat bahwa budaya adalah

tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki,

agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek

materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi

melalui usaha individu dan kelompok. Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

 

dari objek-objek materi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan

sehari. Objek-objek seperti rumah, alat dan mesin yang digunakan dalam industri

dan pertanian, jenis-jenis transportasi, dan alat-alat perang, menyediakan suatu

landasan utama bagi kehidupan sosial (Mulyana, 1990:19).

Kontak antara masyarakat dari budaya yang berbeda adalah proses alamiah

yang sudah lama terjadi dan bukanlah fenomena baru. Sepanjang sejarah manusia,

manusia telah melakukan perjalanan di seluruh dunia karena berbagai alasan, baik

dalam mencari padang rumput hijau, melarikan diri dari penganiayaan dan

bencana, untuk perdagangan atau untuk menaklukkan dan menjajah, atau mencari

petualangan atau menyenangkan. Kegiatan ini telah menghasilkan pertemuan

masyarakat dari berbagai latar belakang. Proses ini telah menyebabkan perubahan

dalam pola asli kehidupan dan budaya masyarakat yang bersangkutan, serta

pembentukan masyarakat baru. Pertemuan budaya dan perubahan yang dihasilkan

adalah apa yang secara kolektif telah datang untuk dikenal sebagai akulturasi.

(Sam dan Berry, 2006 : 26)

Sementara itu, the International Organization for Migration (IOM) pada

tahun 2004 mendefinisikan akulturasi sebagai ‘adopsi progresif unsur-unsur

budaya asing (ide, kata, nilai, norma, perilaku dan institusi) oleh orang-orang,

kelompok atau kelas tertentu.’ (Sam, 2006 : 11)

Datangnya orang dari luar Indonesia dengan membawa berbagai hal yang

berbeda dari tempat asalnya, tentu menimbulkan proses interaksi dan pertukaran

informasi di antara masyarakat lokal dan pendatang (imigran). Suatu proses

interaktif dan berkesinambungan yang berkembang dalam dan melalui

komunikasi seorang pendatang dengan lingkungan sosio-budaya yang baru itulah

yang disebut dengan proses akulturasi. Proses akulturasi budaya merupakan

proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan

tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan

sedemikian rupa sehingga unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima

dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya

kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

 

Perbedaan yang dibawa oleh pendatang tersebut bisa dalam hal ras, etnik,

sosioekonomi, atau gabungan dari kesemuanya. Perbedaan antarbudaya itulah

yang dapat mempengaruhi pemikiran, perilaku, dan pola komunikasi seseorang

baik secara individu maupun dalam kelompok sosialnya. Salah satu bentuk adanya

komunikasi dalam sebuah akulturasi budaya dapat dilihat pada hasil peninggalan

berupa artefak-artefak, baik berupa karya seni rupa maupun arsitektur yang ada di

suatu daerah.

Akulturasi budaya di Indonesia banyak terdapat di setiap daerah. Baik

dalam hal pengaruh budaya luar seperti budaya Barat, budaya Cina, budaya

Amerika, maupun pengaruh budaya agama lain seperti Hindu, Budha, Konghucu,

Islam, Katolik, Protestan, dan sebagainya. Pengaruh dari berbagai budaya yang

masuk ke Indonesia semakin memperkaya warisan budaya Indonesia dari masa ke

masa. Sebagian dari budaya tradisi ada yang masih eksis bertahan dan dilestarikan

hingga kini, namun sebagian lagi ada yang hampir punah tergerus arus globalisasi

yang berkembang sangat cepat sekarang ini. Hal ini sangat disayangkan karena

budaya merupakan warisan sebuah bangsa yang juga menjadi saksi sejarah

sekaligus harta berharga yang patut terus dilestarikan dan bisa juga dikembangkan

tanpa meninggalkan keaslian unsur budaya yang ada.

Istilah “globalisasi” itu sendiri diciptakan untuk menggambarkan ruang

lingkup perkembangan-perkembangan yang sedang terjadi dalam komunikasi dan

kebudayaan (Featherstone, 1990). Dunia akan menjadi “global village”, yang

menyatu, saling tahu, dan terbuka, serta tergantung satu sama lain (Levitt, 1983).

Kemajuan dalam bidang teknologi yang mempermudah komunikasi karena

menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa sehingga dapat dengan mudah

menerima terpaan dari kebudayaan luar. Menurut Simon Kemoni, sosiolog asal

Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan

berbagai budaya dan nilai-nilai budaya (Khor, 2005). Proses penyesuaian budaya

oleh suatu bangsa dengan perkembangan baru merupakan proses yang alami. Hal

tersebut bertujuan agar mereka dapat mempertahankan eksistensi dengan

melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Tetapi sebuah bangsa harus

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

 

tetap memperkokoh dimensi-dimensi kebudayaan mereka dan memelihara

struktur nilai-nilainya agar tidak tereliminasi oleh budaya asing.

Salah satu cara untuk memperkenalkan pada dunia tentang kekayaan

budaya yang dimiliki suatu bangsa agar tetap terjaga dimensi dan struktur nilainya

adalah melalui iklan pariwisata di media. Media adalah alat atau sarana yang

digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Dalam

hal ini media tidak terlepas dari peran dan fungsi dalam penyampaian pesan

(Hafied, 2000: 8). Menurut Hafied (2000: 15) fungsi media antara lain:

1. Pengawasan (Surveillance), adalah memberi informasi dan menyediakan

berita.

2. Korelasi (Correlation), adalah seleksi dan interpretasi informasi tentang

lingkungan.

3. Penyampaian Warisan Budaya (Transmission of the Social Heritage),

merupakan suatu fungsi dimana media menyampaikan informasi, nilai,

dan norma dari suatu generasi ke generasi berikutnya atau dari anggota

masyarakat ke kaum pendatang.

4. Hiburan (Entertainment), dimaksudkan untuk memberi waktu

istirahat dari masalah setiap hari dan mengisi waktu luang.

Kini proses komunikasi untuk memperoleh informasi tidak selalu harus

dilakukan secara tatap muka, melainkan bisa juga melalui media massa seperti

televisi, radio, dan internet sebagai media baru saat ini. Masyarakat sangat

membutuhkan media massa untuk memenuhi kebutuhannya akan informasi yang

selalu berkembang dengan cepat seiring dengan perkembangan zaman. Melalui

media massa, terjadi proses komunikasi dimana penyampaian pesan dapat

memberi suatu pandangan atau suatu sikap yang berasal dari sesuatu yang

memiliki arti dan makna yang kemudian diterima oleh pihak lain. Dalam

penelitian ini menganalisis sebuah iklan pariwisata. Berdasarkan fungsi media

yang telah disebutkan, iklan pariwisata termasuk ke dalam fungsi penyampaian

warisan budaya.

Menurut Effendy (2004: 22-26), lahirnya media massa merupakan salah

satu kemajuan dari dunia informasi dan komunikasi. Media massa menyebarkan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

 

pesan-pesan yang mampu mempengaruhi khalayak yang mengkonsumsinya dan

mencerminkan kebudayaan masyarakat, dan mampu menyediakan informasi

secara simultan ke khalayak yang luas, dan membuat media menjadi bagian dari

kekuatan institusional dalam masyarakat.

Dapat dikatakan bahwa media massa dapat menjadi jembatan yang dapat

melintasi jarak, waktu, bahkan pelapisan sosial dalam suatu masyarakat untuk

menghubungkan komunikator dengan komunikan. Media massa juga mempunyai

pengaruh yang besar dalam pembentukan respon dan kepercayaan. Dalam

penyampaian informasi sebagai tugas pokok media massa membawa pula pesan-

pesan persuasif yang dapat mempengaruhi bahkan mengarahkan respon

seseorang.

Sedangkan iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi yang terdiri

atas informasi dan gagasan tentang suatu produk yang ditujukan kepada khalayak

secara serempak agar memperoleh sambutan baik. Iklan berusaha untuk

memberikan informasi, membujuk, dan meyakinkan (Sudiana, 1986:1). Iklan

adalah komunikasi non komersil dan non personal tentang sebuah organisasi dan

produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media

bersifat massal, seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail, reklame luar

ruang, atau kendaraan umum. Sedangkan menurut Suyanto, periklanan adalah

penggunaan media bayaran oleh seseorang penjual untuk mengkomunikasikan

informasi persuasif tentang produk (ide, barang dan jasa) ataupun organisasi yang

merupakan alat promosi yang kuat (2004:3).

Iklan dapat menjadi media dan cara agar budaya di Indonesia terus terjaga

kelestariannya dan terus dikenal oleh generasi yang akan datang. Salah satu

contohnya adalah melalui iklan pariwisata. Melalui iklan pariwisata, khalayak

tidak hanya mendapat informasi mengenai potensi wisata alam saja melainkan

juga potensi wisata seni dan budaya. Kebudayaan sebagai salah satu aspek dalam

pariwisata dapat dijadikan sebagai suatu potensi dalam pengembangan pariwisata

itu. Melalui iklan pariwisata, sebuah negara dapat memperkenalkan khasanah

budayanya kepada negara lain dan kepada masyarakat lokal sendiri sehingga

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

 

budaya tersebut tak punah begitu saja. Baik itu budaya asli maupun budaya yang

telah mengalami proses akulturasi.

Di Indonesia sendiri, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

memiliki beberapa program kerja untuk terus memajukan pariwisata, seni dan

budaya di Indonesia, salah satunya dengan branding “Wonderful Indonesia” yang

kini telah mendunia. Salah satu wujudnya adalah iklan pariwisata dengan tagline

“Wonderful Indonesia” dimana iklan ini merupakan media informasi dan

sekaligus bersifat persuasif, memperkenalkan potensi wisata alam, wisata seni,

wisata budaya, wisata religi, bahkan wisata kuliner dari tiap-tiap daerah di

Indonesia yang dibuat video dengan format dan tampilan audio-visual yang sangat

apik dan menarik. Video tersebut nantinya diunggah ke kanal Youtube, dan

sekaligus sebagai penjelas informasi tentang pariwisata Indonesia yang ada di

website Kementrian Pariwisata.

Melalui iklan pariwisata “Wonderful Indonesia”, audiens tidak hanya

dapat melihat keindahan panorama suatu daerah di Indonesia yang sedang

dipromosikan, namun juga kekayaan seni dan budayanya. Kekayaan budaya yang

dimiliki suatu daerah dapat diperkenalkan melalui iklan tersebut, tak hanya

budaya asli namun juga hasil akulturasi dari budaya lain yang menambah aset

warisan budaya bangsa yang ada. Hal tersebut penting bagi audiens, terutama bagi

bangsa Indonesia sendiri karena saat ini dinamika zaman telah mengubah sikap

dan perilaku masyarakat. Dengan mengetahui akulturasi budaya yang terjadi di

Indonesia, dapat menumbuhkan sikap toleransi, solidaritas, dan tenggang rasa

sehingga dengan tumbuhnya sikap-sikap tersebut dapat menjadi modal untuk

meningkatkan mutu, kualitas dan karakter bangsa. Agar sikap-sikap tersebut dapat

tumbuh, salah satu caranya ialah mengkomunikasikan bentuk-bentuk akulturasi

budaya melalui media iklan.

Penulis memilih satu iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” yaitu pada

episode Jawa Timur. Dalam iklan tersebut banyak sekali ditampilkan seni dan

budaya yang ada di berbagai daerah di Jawa Timur. Setelah melihat iklan tersebut

penulis melihat bahwa Jawa Timur memiliki keberagaman budaya yang

terakulturasi dari budaya lain, yang juga ditampilkan dalam video iklan tersebut.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

 

Bentuk-bentuk akulturasi budaya di Jawa Timur pada iklan tersebut dapat dilihat

pada warisan budaya seperti aretefak-artefak, desain arsitektur bangunan, seni dan

tradisi, gaya busana, kuliner, dan sebagainya. Pengaruh-pengaruh budaya dari luar

Jawa Timur yang terakulturasi dengan budaya asli Jawa Timur sendiri semakin

menambah nilai historis dan estetis pada budaya yang indah tersebut. Penulis

memilih iklan pariwisata episode Jawa Timur karena dalam iklan ini lebih

menonjolkan potensi seni dan budaya, dibandingkan dengan episode provinsi-

provinsi lain yang lebih banyak menunjukkan potensi wisata alamnya. Selain itu

juga karena latar belakang penulis yang berasal dari provinsi Jawa Timur sehingga

lebih mudah mengenal lokasi, seni, dan budaya yang ditampilkan dalam iklan

tersebut dan penulis juga ingin memperkenalkan pariwisata Jawa Timur kepada

pembaca penelitian ini.

Untuk itu penulis mencoba untuk meneliti dan menganalisis representasi

akulturasi budaya di Jawa Timur dalam iklan tersebut melalui tanda, objek dan

makna yang tergambar pada visual, audio, dan narasi iklan tersebut. Penulis

menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce yang mengkaji

bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda tersebut digunakan

untuk berkomunikasi. Semiotik melihat kebudayaan sebagai sistem tanda yang

oleh anggota masyarakatnya diberi makna sesuai dengan konvensi yang berlaku

(Hoed, 2008: 6). Dalam kaitannya dengan dunia komunikasi, secara spresifik Alan

O’Connor menggambarkan budaya sebagai proses komunikasi dan pemahaman

yang aktif dan terus-menerus (Connor, 1990). Artinya bahwa masing-masing

pemaknaan orang tentang budaya akan sangat tergantung pada pemahaman

subyektif antar aktor atau subyek di dalam lingkungan kebudayaannya. Meskipun

manusia hidup di alam modern yang serba kompleks, mereka tetap tidak rela

kehilangan jati diri kesukuannya (Morris, 1969). Melalui semiotika yang

digunakan untuk menganalisis iklan tersebut maka akan diketahui simbol, ikon,

dan indeks yang menandakan representasi akulturasi.

Penulis menilai bahwa iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” sangat

sesuai ditonton oleh khalayak, terutama generasi muda saat ini yang memiliki sifat

kritis, kreatifitas, daya nalar dan intelektual tinggi, rasa nasionalisme terhadap

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

 

bangsa dan negara, yang dapat menerima, meresap, menyaring dan memanfaatkan

segala bentuk informasi yang didapat. Agar para generasi muda saat ini tetap

mengenal warisan budaya Indonesia sejak zaman nenek moyang dan dapat

melestarikannya di globalisasi saat ini. Penulis berharap melalui iklan tersebut

audiens yang menontonnya juga dapat terinspirasi dan mengambil pesan penting

terutama dalam hal pelestarian budaya dan menumbuhkan kecintaan terhadap

Indonesia. Oleh karena itu, maka penulis bermaksud menyusun skripsi dengan

judul “REPRESENTASI AKULTURASI BUDAYA DALAM IKLAN (Analisis

Semiotika Iklan Pariwisata “Wonderful Indonesia” Episode “East Java”)”

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi pertanyaan

penelitan ini adalah: “Bagaimana akulturasi budaya di Jawa Timur

direpresentasikan dalam iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” episode “East

Java”?”

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, penulis

berusaha menganalisis bagaimana representasi akulturasi budaya ditampilkan di

dalam iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” episode “East Java”. Penelitian ini

memiliki tujuan untuk mengkaji representasi akulturasi budaya di Jawa Timur

melalui penciptaan tanda-tanda visual, verbal, non-verbal, musik dan bahasa yang

digunakan di dalam video iklan tersebut dimana iklan “Wonderful Indonesia”

episode “East Java” merupakan materi promosi wisata Jawa Timur.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

perkembangan kajian media, terutama kajian yang berhubungan dengan

representasi akulturasi budaya dalam media. Selain itu kajian ini

diharapkan dapat memberikan pandangan baru dalam kajian komunikasi

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

 

khususnya pada konsep iklan pariwisata “Wonderful Indonesia”, terutama

ditinjau dari analisis semiotik.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi penelitian

serupa di masa mendatang. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan

informasi dan maanfaat bagi media massa juga wawasan bagi pembaca

agar melestarikan budaya bangsa sendiri dan menghormati budaya bangsa

lain.

1.5 OBJEK PENELITIAN

Objek dalam penelitian adalah simbol-simbol akulturasi budaya di dalam

tayangan iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” episode “East Java” yang

berupa visual, audio, dan narasinya.

1.6 KERANGKA PEMIKIRAN

Menurut Nawawi (1995: 39)1 suatu penelitian memerlukan kejelasan titik

tolak landasan berpikir dalam memecahkan masalahnya. Untuk itu disusun

kerangka teori yang memuat pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana

masalah penelitian akan disorot. Menurut Kerlinger (Rakhmat, 2004: 6)2 teori

adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan

pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel,

untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.

Berdasarkan alasan di atas, maka penulis dalam melaksanakan penelitian

menggunakan kerangka pemikiran dan teori-teori yang relevan dengan topik

permasalahan yaitu :

1.6.1 Iklan : Media Representasi

Representasi adalah penghubungan antara konsep-konsep dan bahasa yang

membuat manusia mampu merujuk dunia objek-objek, orang-orang, dan kejadian-

                                                            1 Nawawi, Hadari.1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2 Rakhmat, Jalaluddin.2002. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

10 

 

kejadian fiksional yang bersifat imajiner. Representasi akan dapat dipahami ketika

ia berfungsi secara ideologis dalam memproduksi relasisosial yang berbentuk

dominasi dan eksploitasi. Dalam proses representasi tersebut, ada tiga elemen

yang terlibat yaitu objek sebagai sesuatu yang direpresentasikan, tanda,

representasi itu sendiri, dan coding, yakni seperangkat aturan yang menentukan

hubungan antara tanda dengan pokok-pokok persoalan (Noviana, 2002:61).

Gambar dan tanda visual, semirip apapun dengan benda yang mereka acu,

adalah tanda yang membawa makna. Dengan demikian maka harus diinterpretasi.

Foto, iklan, dan visual yang bersifat ikonis dan indeksikal, merupakan representasi

dari objek sebenarnya. Iklan sebagai bagian dari media massa merupakan media

representasi. Sebab, gambar maupun tulisan, caption atau kata-kata yang

dikandungnya merupakan tanda dan representasi dari objek sebenarnya di dunia

nyata. Meski demikian terkadang makna yang dihasilkan penonton/pembaca iklan

bisa berbeda dari makna yang dimaksudkan oleh produsen atau pencipta iklan

(Hal, 2002:32).

Dalam penelitian ini, iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” episode

East Java merepresentasikan akulturasi budaya di Jawa Timur yang ditunjukkan

dalam bentuk gambar-gambar yang menampilkan wujud budaya material dan non-

material yang mengalami proses akulturasi. Tak hanya melalui gambar secara

visual, namun ditunjang juga dengan latar musik dan narasi yang merupakan

tanda dan representasi dari objek sebenarnya.

1.6.2 Akulturasi Budaya

Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1980)

mendefinisikan akulturasi sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok

manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari

suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur

kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan

sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Dalam

hal ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan

terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan bagian

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

11 

 

kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan

asing (overt culture).

Covert culture misalnya: 1) sistem nilai-nilai budaya, 2) keyakinan-

keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, 3) beberapa adat yang sudah

dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat, dan 4)

beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat.

Sedangkan overt culture misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-

benda yang berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan

rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan.3

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia bahwa akulturasi diartikan

percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling

mempengaruhi (KUBI, 2001:24). Suyono (1985:15), menyatakan bahwa

akulturasi merupakan pengembilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur

kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atau beberapa kebudayaan yang

saling berhubungan atau bertemu. Sedangkan (Lauer, 1993:403) memberi

pengertian akulturasi adalah meliputi fenomena yang dihasilkan sejak kedua

kelompok atau individu yang berbeda kebudayaan mulai melakukan kontak

langsung, yang diikuti perubahan pola kebudayaan asli dari salah satu atau kedua

kelompok itu. Dohrenwend dan Smith (1962) menyatakan bahwa individu lebih

terakulturasi dalam menerima norma-norma, dan cepat mengikuti segala aktivitas

struktural pada suatu kebudayaan baru (Tangkudung, 2000:29).

Berbagai pendapat para ahli tersebut menganai akulturasi dapat dipahami

bahwa akulturasi lahir apabila kontak antara dua kebudayaan atau lebih itu

berlangsung terus menerus dengan intensitas yang cukup. Menurut Joyomartono

(1991:41), akulturasi sebagai akibat kontak kebudayaan ini dapat terjadi dalam

salah satu kebudayaan pesertanya tetapi dapat pula terjadi di dalam kedua

kebudayaan yang menjadi pesertanya. Akulturasi memiliki makna yang berbeda

dengan difusi. Suatu kebudayaan dapat mengambil anasir kebudayaan lain tanpa

terjadinya akulturasi.

                                                            3 Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1980)

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

12 

 

Terkait dengan persoalan tingkat intensitas perpaduan dua kebudayaan

atau lebih, para ahli antropologi mengajukan beberapa istilah yaitu: (1) substitusi;

(2) sinkretisme; (3) adisi; (4) dekulturasi; (5) orijinasi; dan (6) penolakan

(Haviland, 1988:263).

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Haviland tersebut, maka

penjabarannya sebagai berikut:

a. Substitusi, ialah istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa unsur

atau kompleks unsur-unsur kebudayaan yang ada sebelumnya diganti

dengan unsur-unsur baru yang memenuhi fungsinya, yang melibatkan

perubahan struktural dalam tingkat yang lebih kecil.

b. Sinkretisme, ialah istilah untuk menunjukkan adanya unsur-unsur lama

bercampur dengan yang baru dan membentuk sebuah sistem baru. Dalam

hal ini kemungkinan terjadi adanya perubahan yang berarti.

c. Adisi, yaitu istilah untuk menunjukkan tingkat perpaduan kebudayaan,

dimana unsur atau kompleks unsur-unsur baru ditambahkan pada yang

lama. Dalam hal ini mungkin terjadi atau tidak terjadi adanya perubahan

struktural.

d. Dekulturasi, ialah istilah untuk menunjukkan tingkat perpaduan

kebudayaan, dimana bagian substansi sebuah kebudayaan mungkin hilang.

e. Orijinasi, ialah istilah untuk menunjukkan tingkat perpaduan kebudayaan,

dimana ada unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru

yang timbul karena perubahan situasi.

f. Penolakan, ialah istilah yang digunakan untuk menunjukkan kondisi

dimana perubahan mungkin terjadi begitu cepat, sehingga sejumlah besar

orang tidak dapat menerimanya. Kondisi semacam ini dapat menimbulkan

penolakan total, pemberontakan, atau kebangkitan.4

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui kerancuan dalam

penggunaan kata budaya dan kebudayaan. Tetapi ada perbedaan yang mendasar

antara kata budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa

cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan

                                                            4 http://prof‐arkan.blogspot.com/2012/04/akulturasi‐sebagai‐mekanisme‐perubahan.html  

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

13 

 

rasa itu. Talcott Parsons dan A.L. Kroeber (dalam Panuju, 1994) membedakan

kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola.

Kebudayaan dan tindakan kebudayaan adalah segala tindakan yang harus

dibiasakan oleh manusia dengan belajar (learned behavior). Untuk memahami

kebudayaan yang menjadi penekanan utama adalah persepsi dari pesan dan makna

yang terkandung dari setiap fenomena, tingkah laku maupun peristiwa.

Menurut Gerry Phillipsen (seorang profesor komunikasi dari University of

Washington) budaya sebagai sebuah konstruksi sosial dan transmisi sejarah dalam

bentuk simbol, arti, dasar pikiran dan peraturan (EM Griffin 2003: 420).

Menurut ilmu antropologi, kebudayaan dipahami sebagai keseluruhan

sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan

masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Budaya sebagai suatu

perkembangan dari kata majemuk budi-daya memiliki arti daya dan budi.

(Darmastuti, 2013:38)

Menurut Liliweri (2003 : 120) dalam Darmastuti, budaya terdiri dari

budaya material dan non material. Budaya material adalah hasil produksi suatu

budaya berupa benda yang dapat ditangkap oleh indera, misalkan pakaian, alat-

alat dan sebagainya. Budaya material tidak hadir dengan sendirinya, tetapi dia

dibangun berdasarkan nilai tertentu. Budaya material dibagi menjadi dua yaitu

overt material dan covert material. Overt material mereflesikan benda nyata

menjadi simbol budaya. Sedangkan covert material merupakan nilai-nilai

kebudayaan yang bersifat abstrak. Contoh overt material dan covert material

adalah keris yaitu sebagai nilai overt material, sedangkan tingkat kedigdayaan dan

kekuatan merupakan covert material (2013: 39-40).

Budaya nonmaterial merupakan budaya yang diwujudkan dalam bentuk

gagasan atau ide-ide yang diikuti dengan kesadaran penuh bahkan dengan penuh

ketakutan kalau orang tidak menjalankannya. Budaya nonmaterial terdiri dari :

1. Nilai

Nilai merupakan komponen evaluatif dari kepercayaan kita, mencakup

kegunaan, kebaikan, estetika dan kepuasan. Nilai bersifat normatif, memberitahu

suatu anggota budaya mengenai apa yang baik dan buruk atau benar dan salah.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

14 

 

Nilai membentuk sikap kita tentang sesuatu apakah itu bermoral atau tidak

bermoral, benar atau salah dari suatu objek, peristiwa, tindakan atau kondisi.

2. Norma

Norma merupakan komponen yang mengatur baik atau buruk suatu

tindakan yang ada dimasyarakat. Norma mengatur standar perilaku dalam

kehidupan suatu komunitas. Yang dipertukarkan dalam norma adalah nilai-nilai

budaya yang merupakan standar kelompok, dasar dari kehidupan sebuah

kelompok. Norma merujuk pada perilaku rata-rata yang kita temui dalam

masyarakat. Para sosiolog membedakan norma dalam :

a. Statistical Norms merupakan bentuk yang berulang-ulang dan sering

dipraktekan dalam kehidupan masyarakat.

b. Ideal Norms merupakan seperangkat aturan atau standar perilaku yang

diharapkan dalam semua situasi.

Norma yang kita sering temui dalam kehidupan kita sejari-hari

memiliki bentuk yang bermacam-macam. Bentuk-bentuk norma tersebut adalah

cara, kebiasaan, tata kelakuan (mores), adat kebiasaan (custom), kepercayaan

(belief) dan bahasa.

Budaya yang dimiliki oleh suatu masyarakat tampil dalam tiga wujud.

Tiga wujud kebudayaan tersebut adalah :

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-

nilai, peraturan dan sebagainya. Budaya dalam wujud ini sering disebut

dengan adat atau adat istiadat.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola

dari manusia dalam masyarakat. Wujud dalam ini sering disebut sistem

sosial karena manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda dari hasil karya manusia. Ini

sering disebut dengan kebudayaan fisik, wujudnya adalah berupa benda-

benda yang dapat diraba, dilihat dan difoto.

Pada beberapa penjelasan di buku-buku pelajaran Sosiologi (Soekanto,

1990), proses akulturasi tersebut dapat digambarkan seperti berikut:

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

15 

 

Gambar 1.1 Proses Akulturasi

Ada beberapa istilah yang memiliki makna yang mirip dengan akulturasi

dan terkadang dipertukarkan. Asimilasi, misalkan, sering kali sebagai memiliki

makna yang sama dengan akulturasi. Sebagaimana dikatakan Dedy Mulyana,

terkadang orang saling mempertukarkan istilah “akulturasi” dengan “asimilasi”

sebagai suatu hal yang sama. Padahal, menurut Mulyana, asimilasi cenderung

menonjolkan kesinambungan budaya, yaitu hilangnya identitas budaya yang khas.

Sementara akulturasi hanya menekankan pada perubahan identitas budaya, tanpa

harus kehilangan identitas budaya yang asli. Perbedaan Akulturasi dan asimilasi

adalah bahwa akulturasi merupakan proses dua arah, sedangkan asimilasi

merupakan proses satu arah. Konsep-konsep lain yang mirip seperti akomodasi,

adaptasi, integrasi, absorpsi dan amalgamasi juga digunakan untuk menunjukkan

apa yang terjadi bila dua kelompok budaya atau dua kelompok etnik bertemu

(2006 : 11).

Masyarakat Indonesia terdiri atas tiga lapisan budaya, yaitu kebudayaan

daerah/lokal/suku bangsa; kebudayaan nasional; dan kebudayaan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

16 

 

internasional/global, akulturasi budaya terjadi pada ketiga lapisan budaya tersebut,

dengan instensitas dan kapasitas yang berbeda-beda (Hoed, 2011 : 198).

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat multikultural yang terpengaruh

oleh berbagai budaya. Bahkan menurut Hoed, transformasi budaya di Indonesia

terjadi sepanjang sejarah, sejak zaman Hindu, zaman Islam dan zaman masuknya

orang Eropa ke Indonesia ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Perbedaanya

pada masa kini adalah pada kecepatannya. Transformasi budaya pada masa kini

berlangsung sangat cepat, yaitu dalam hitungan bulan dan tahun, sedangkan pada

era sebelumnya akulturasi dapat terjadi dalam hitungan dekade atau abad (Hoed,

2011). Hal ini, terjadi karena adanya revolusi komunikasi dan informasi yang

memungkin setiap orang dari berbagai budaya dapat melakukan kontak tanpa

harus bertatap muka dan bahkan bisa saling berkomunikasi dan berinteraksi

sehingga akulturasi dapat terjadi tanpa harus terhalang oleh faktor ruang dan

waktu.

1.7 KERANGKA KONSEP

1.7.1 Semiotika dan Teks Iklan

Semiotika adalah salah satu tradisi dalam ilmu komunikasi yang

mempelajari tentang tanda. Dalam kajian semiotik, secara luas kajian ini merujuk

pada dunia yang terbentuk atas tanda-tanda, dimana melalui tanda-tanda tersebut

yang kemudian menghubungkan manusia dengan realitas. Tanda merupakan

bagian penting dalam kehidupan manusia.

Konsep tanda juga muncul pada hubungan antar manusia, dimana tanda

tersebut dalam konteks sosial merupakan basis dari segala komunikasi yang

terjadi antar manusia5. Manusia melalui tanda melakukan komunikasi dengan

sesamanya. Tanda terdiri dari dua unsur, penanda dan petanda. Penanda adalah

bentuk citraan atau kesan mental dari sesuatu yang bersifat verbal atau visual,

seperti suara, tulisan atau benda. Sedangkan Petanda adalah konsep abstrak atau

makna yang dihasilkan oleh tanda.

                                                            5  Alex  Sobur  mengutip  dari  Little  John,  Semiotika  Komunikasi  (2009).  Remaja  Rosda  Karya. Bandung. 

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

17 

 

Sedangkan simbol merupakan sejenis tanda, dimana hubungan antara

penanda dan petanda seakan-akan bersifat arbitrer6. Simbol adalah sesuatu yang

berdiri/ada untuk sesuatu yang lain, kebanyakan di antaranya tersembunyi atau

tidaknya tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri sebagai bagian dari budaya,

institusi, identitas, keyakinan, cara berpikir, ideologi, harapan. Misalnya dalam

penggunaan simbol tertentu sebagai lambang negara

Dalam prakteknya, eksistensi tanda dan simbol membutuhkan kode untuk

dapat dipahami maknanya. Kode merupakan cara pengombinasian tanda yang

disepakati secara sosial, untuk memungkinkan satu pesan disampaikan kepada

yang lain. Kode ini terikat pada suatu sistem sosial dan budaya tertentu. Misalnya

hal ini digambarkan ketika manusia berkomunikasi melalui bahasa. Maka tanda

dalam hal itu dapat dipahami sebagai penggunaan kata dan penggunaan kode

digambarkan sebagai jenis bahasa yang digunakan. Makna dari kata atau tanda

tersebut dapat dipahami ketika bahasa atau kode tersebut terkait dengan

kesepakatan sosial di antara komunitas pengguna bahasa yang bersangkutan.

Tanda terangkai dalam kode-kode yang terkait dengan kesepakatan sosial dan

budaya yang berlaku diantara pengguna kode tersebut.

Piliang (2010 : 307) menyatakan dalam menganalisis kebudayaan dalam

kajian semiotika, maka kebudayaan perlu  dilihat sebagai teks, yaitu rangkaian

tanda-tanda bermakna, yang diatur berdasarkan  kode atau aturan tertentu. Teks

adalah suatu wujud dari tindak penggunaan tanda  dan simbol dalam kehidupan

sosial, yaitu berupa kombinasi seperangkat tanda, yang  dikombinasikan dengan

kode atau cara tertentu, dalam rangka menghasilkan makna tertentu. 

Dalam prakteknya teks kemudian dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu

teks verbal dan teks visual. Dimana teks verbal terdiri teks oral dan teks tertulis.

Teks verbal yang secara sempit disebut sebagai discourse, dan teks tertulis yang

secara sempit disebut sebagai teks, yang termasuk didalamnya adalah puisi, novel,

teks hukum, surat, piagam, nota. Teks visual adalah yang didalamnya melibatkan

                                                            6  Arbitrer  :  konsep  dalam  semiotika  yang menyatakan  bahwa  hubungan  antara  petanda  dan penanda semata berdasarkan kesepakatan sosial, bukan hubungan alamiah.  

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

18 

 

unsur-unsur visual seperti gambar, ilustrasi, foto, lukisan, citra rekaan komputer

atau system animasi komputer. Termasuk dalam teks visual ini adalah teks

fashion, teks televisi, teks seni (lukisan, patung, tari dan teater), teks arsitektur,

teks film, teks animasi dan juga teks iklan.

Sebagai salah satu bentuk teks dan produk budaya maka iklan pun dapat

dipahami sebagai beragam teks yang dibentuk serangkaian tanda atau simbol yang

terikat oleh kode-kode atau konvensi dari suatu kebudayaan tertentu serta

mempunyai makna yang membentuk wacana atau sebuah pemikiran tertentu. Hal

ini misalnya dapat digambarkan dalam iklan melalui gambar / visual, suara /

musik (audio) dan teks atau narasi dari iklan tersebut.

1.7.2 Membaca Visual Iklan dengan Semiotik Pierce

Berdasarkan klasifikasi Pierce, sesuai dengan deskripsi iklan, maka

peneliti membaca iklan dengan menggunakan klasifikasi tanda yang berelasi

dengan objek. Ikon mencakup pada suara dan gambar yang ada dalam iklan, suara

yang dimaksud adalah suara tokoh atau narator dalam iklan, voice over, dan latar

musik. Kemudian yang dimaksud dengan gambar adalah segala sesuatu yang

bergerak, berwarna, dan menyerupai sesuatu yang sesuai dengan aslinya.

Simbol mencakup tuturan dan tulisan yang ditampilkan iklan, seperti

merk, atau kalimat dari pemeran iklan. Bentuk tanda Pierce bisa saling tumpang

tindih, dalam artian bahwa elemen yang dianggap ikon, bisa juga menjadi simbol

untuk makna tertentu. Teks dalam bentuk visual memungkinkan adanya ideologi

yang tersembunyi. Pierce menyatakan ideologi di balik teks adalah unsur konotatif

yang patut diamati selain dari unsur denotatif berupa objek ataupun tanda itu

sendiri. Teks dalam bentuk iklan dan film memasukkan unsur teknis seperti posisi

kamera (angle dan shot), pencahayaan dan editing,selain dari elemen-elemen fisik

lain yang ada dalam iklan.

1.7.3 Membaca Representasi Lewat Semiotik

Membaca representasi dalam bentuk tanda merupakan kajian dari studi

semiotik. Menurut Umberto Eco, semiotik berkaitan dengan segala sesuatu yang

dapat dianggap sebagai tanda (Sobur, 2003 : xiii). Semiotik merupakan metode

yang berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

19 

 

balik sebuah tanda baik termasuk dalam bentuk teks, iklan, dan berita. Semiotik

memelajarisistem-sistem, aturan, konvensi, yang memungkinkan tanda-tanda

tersebut memiliki arti (Kriyantono, 2006 : 263-264). Semiotika memandang

komunikasi sebagai pembangkitan makna dalam pesan, baik oleh penyampai

maupun penerima (encoder atau decoder). Maka bukan saja konsep yang mutlak

dan statis yang bisa ditentukan dengan kemasan pesan, namun pemaknaan

merupakan proses aktif. Makna merupakan hasil dari interaksi dinamis di antara

tanda, interpretant, dan objek. Sehingga makna secara historis ditetapkan dan

mungkin akan berubah seiring perjalanan waktu.

Penelitian ini bermaksud membaca bagaimana representasi mengenai

konsep akulturasi budaya ditampilkan oleh iklan pariwisata “Wonderful

Indonesia” episode East Java. Representasi berusaha digali melalui pembacaan

semiotik dengan menggunakan konsep Charles Shanders Pierce.

1.8 METODOLOGI PENELITIAN

1.8.1 Tipe dan Metode Penelitian

Tipe atau jenis yang digunakan oleh penulis adalah penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor menyatakan bahwa

penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang yang diamati.7

Penelitian deskriptif menurut Kenneth D.Bailey adalah suatu penelitian

yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu fenomena secara detail

(untuk menggambarkan apa yang terjadi).8 Penelitian ini juga memiliki tujuan

melihat gambaran tentang representasi akulturasi budaya dalam iklan pariwisata

“Wonderful Indonesia” episode “East Java”.

Ciri khas metode ini adalah penekanan pada lingkungan yang alamiah

(natural) berarti data yang diperoleh dengan cara yang berbeda di tempat dimana

peneliti itu akan buat. Peneliti melakukan observasi dan menonton program

                                                            7 Robert C. Bogdan dan Stevcen, J. Taylor, Introductiion to Qqualitative research methods : a phenoenological Approach inthe social science, alih bahasa Arif Furchan, jhon wiley and son, usaha nasional, surabaya, 1992 hal 21-22 8 Kenneth D. Bailey, Methods of Social Research, Free prees, Newyork, 1982 hal 38

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

20 

 

tersebut, begitu halnya juga dengan analisis dan interpretasi data (Semiawan, 2010

: 56). Penulis ingin melihat dan memahami kode sosial apa saja yang ada dalam

iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” episode “East Java” dan bagaimana

akulturasi budaya di Jawa Timur direpresentasikan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analisis

Semiotika terhadap representasi akulturasi budaya pada iklan pariwisata

“Wonderful Indonesia” episode “East Java” yang diunggah pada Agustus 2013 di

kanal Youtube.

Semiotika berkaitan dengan komunikasi dan merepresentasikan

pemaknaan akan pesan yang didapat lewat proses komunikasi, maka semiotika

juga berdekatan dengan media pendukung dari komunikasi tersebut. Salah satunya

adalah media massa melalui iklan yang dengan cara khususnya sendiri, secara

terperinci mengungkapkan makna-makna yang ada ketika konstruksi realitas

muncul memberikan prespektif lain. Tanda-tanda yang dianalisis dapat

memunculkan makna secara interaktif dan juga dapat dideskripsikan dengan jelas.

1.8.1.1 Semiotika

Semiotika berasal dari kata Yunani yaitu semeion yang berarti tanda.

Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dan

poetika (Tinarbuko, 2008: 11). Semiotika adalah suatu bentuk strukturalisme,

karena ia berpandangan bahwa manusia tidak bisa mengetahui dunia melalui

istilah-istilahnya sendiri, melainkan hanya melalui struktur-struktur konseptual

dan linguistik dalam kebudayaan.

Charles S. Peirce (dalam Budiman, 2008: 3) menyebutkan bahwa

semiotika adalah tidak lain dari pada sebuah nama lain bagi logika, yakni doktrin

formal tentang tanda. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang

tanda, tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda,

melainkan juga dunia itu sendiri, sejauh yang terkait dengan pikiran manusia.

Penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia

hanya dapat bernalar lewat tanda. Dengan demikian, bagi Pierce semiotika adalah

suatu cabang dari filsafat yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsi

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

21 

 

sebagai tanda, dan juga produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi

seseorang berarti sesuatu yang lain (Danesi, 2010: 33).

Semiotika menurut Charles S. Pierce adalah merupakan tentang tanda

sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari logika (Sobur, 2004: 12). Menurut

Pierce, dalam pengertian yang paling luas, logika adalah “Pemikiran yang

berlangsung melalui tanda”, setara dengan semiotika umum yang tidak hanya

meninjau kebenaran tetapi juga kondisi umum tanda yang menjadi sebuah tanda.

Tanda terkait dengan logika karena tanda adalah sarana pikiran sebagai artikulasi

bentuk-bentuk logika (Kriyantono, 2007: 261).

Pierce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang

terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), objek, dan interpretant. Tanda

adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera

manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di

luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Pierce terdiri dari Simbol (tanda yang

muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik), dan

Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan auan tanda

ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi

referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda (Danesi, 2010: 34).

Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang

menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna

yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal

yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari

sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi (Kriyanto,

2007: 261). Contohnya ialah saat seorang wanita mengenakan hijab, maka wanita

tersebut sedang mengkomunikasikan mengenai dirinya kepada orang lain yang

bisa jadi memaknainya sebagai simbol kereligiusan. Misalnya ketika aktris Dewi

Sandra memerankan tokoh utama dalam sinetron Catatan Hati Seorang Istri di

televisi swasta RCTI. Tampil sebagai tokoh sentral yang mengenakan hijab

diantara pemeran-pemeran wanita utama lainnya yang tidak berhijab, para

penonton bisa saja memaknainya sebagai ikon wanita muslim yang religius atau

wanita yang shalihah.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

22 

 

Tanda adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan perantara

tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian semiotika

dibedakan atas dua jenis, yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi

(Sobur, 2006: 15).

Sobur (2006: 16) menjelaskan lebih lanjut mengenai dua jenis kajian

semiotika seperti di bawah ini:

Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya adalah mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu: pengirim, penerima kode, pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan). Sedangkan semiotika signifikasi memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.

Dari penjelasan kedua jenis kajian semiotika tersebut dapat dipahami

bahwa yang paling utama adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses

kognisi pada penerimaan tanda lebih diperhatikan daripada proses komunikasi itu

sendiri, karena pada hal ini tujuan berkomunikasinya tidak dipersoalkan.

Semiotika sangat luas cakupan penggunaanya dalam berbagai ilmu.

Semiotika yang memiliki konsep tentang tanda dapat diimplementasikan di bidang

ilmu apapun guna untuk memahami lebih jauh mengenai tanda. Seperti halnya

yang dikemukakan oleh Rahayu Surtiati Hidayati (dalam Yuwono dan T.

Christomy, 2004: 77-78) bahwa semiotika dapat dimanfaatkan oleh berbagai ilmu:

arsitektur, kedokteran, sinematografi, linguistik, kesusastraan, bahkan hukum dan

antropologi untuk memahami tanda. Semiotika adalah teori dan analisis berbagai

tanda dan pemaknaan, bukan sebagai hakekat esensial objek.

Ada dua tokoh penting semiotika yang perlu diketahui dan penulis akan

memaparkan secara singkat kaitan diantara para tokoh yang juga merupakan pakar

semiotika tersebut. Yang pertama adalah Ferdinand de Saussure (1857 - 1913)

dari Swiss, yang merupakan orang yang pertama kali mencetuskan gagasan untuk

melihat bahasa sebagai sistem tanda (Danesi, 2010: 36). Semiotika didefinisikan

oleh Ferdinand de Saussure di dalam course in general linguistics, “sebagai ilmu

yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan.” Implisit dalam

definisi Saussure adalah prinsip, bahwa semiotika sangat menyandarkan dirinya

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

23 

 

pada aturan main (rule) atau kode sosial (social code) yang berlaku di dalam

masyarakat, sehingga tanda dapat dipahami maknanya secara kolektif. Saussure

juga menjelaskan perbedaan antara dua model analisis dalam penelitian bahasa,

yaitu analisis diakronik (diachronic) dan analisis sinkronik (synchronic). Analisis

diakronik adalah analisis tentang perubahan historis bahasa, yaitu yaitu bahasa

dalam dimensi waktu, perkembangan dan perubahannya. Analisis sinkronik,

adalah analisis yang didalamnya kita mengambil irisan sejarah dan mengkaji

struktur bahasa hanya pada satu momen waktu tertentu saja, bukan dalam konteks

perubahan historisnya. Apa yang disebut dengan pendekatan strukturalisme

(structuralism) dalam bahasa, adalah pendekatan yang melihat hanya struktur

bahasa, dan mengabaikan konteks waktu, perubahan, dan sejarahnya.

Tokoh kedua adalah Charles Sander Peirce (1839 - 1914) dari Amerika

Serikat yang mendefinisikan tanda sebagai yang terdiri atas representamen (secara

harfiah berarti ‘sesuatu yang melakukan representasi’) yang merujuk ke objek

(yang menjadi perhatian representamen), membangkitkan arti yang disebut

sebagai interpretant (apa pun artinya bagi seseorang dalam konteks tertentu).

Hubungan antara ketiga dimensi ini tidak bersifat statis, melainkan dinamis.

Pierce juga membuat tipologi 66 jenis tanda dan mengklasifikasikannya sesuai

dengan fungsi yang dimilikinya (Danesi, 2010: 36-37).

Pierce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground

dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang

ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign

adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda, misalnya kata

kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan

bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh

tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan ada hal yang boleh

dan tidak boleh dilakukan oleh manusia (Yuwono dan T. Christomy, 2004: 83-

84).

1.8.1.2 Semiotika Charles Sanders Peirce

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.

Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

24 

 

jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

Semiotika atau dalam istilah Barthes, simiologi pada dasarnya hendak

mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).

Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukan dengan

mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu

hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system tersetruktur dari tanda

(Barthes, 1988:179 dalam Kurniawan,2001:53).

Suatu tanda menandakan suatu selain dirinya sendiri, dan makna

(meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda (Littlejohn,

1996:64). Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas

berurusan dengan symbol, bahasa, wacana dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-

teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan

bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada

semiotika.

Dengan tanda-tanda, kita mencoba mencari keteraturan ditengah-tengah

dunia yang centang-perenang ini, setidaknya agar kita sedikit punya pegangan.

“Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita bagaimana

menguraikan aturan-aturan tersebut dan membawanya pada sebuah kesadaran”,

ujar pines (dalam Berger,2000:14).

Dengan semiotika kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika, seperti

kata Lechte (2001:191), adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya

lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi

yang terjadi dengan sarana sign ‘tanda-tanda’ dan berdasarkan pada sign system

(code) ‘system tanda’ (Segers, 2000:4). Hjelmslev (dalam Cristomy, 2001:7)

mendefinisikan tanda sebagai “suatu keterhubungan antara wahana ekspresi

(expression plan) dan wahana isi (content plan)”. Cobley dan Jansz (1999:4)

menyebutnya sebagai “discipline is simply the analysis og signs or the study of the

functioning of sign system” (ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana

system penandaan berfungsi). Charles Sanders Peirce (dalam Littlejhon, 1996:64)

mendefinisikan semiosis sebagai “a relationship among a sign, an object, and a

meaning (suatu hubungan diantara tanda, objek dan makna)”. Charles Morris

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

25 

 

(dalam Segers, 2000: 5) menyebut semiosis ini sebagai suatu “proses tanda yaitu

proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa organisme”.

Charles Sanders Peirce adalah tokoh semiotika yang berlatarbelakang

pendidikan filsafat dan menyebut ilmu yang dibangunnya semiotika. Bagi Peirce

yang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda.

Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pemikirannya, logika

sama dengan semiotik, dan semiotik dapat diterapkan pada segala macam tanda.

Teori dari Pierce sering kali disebut sebagai Grand Theory dalam semiotikanya.

Lebih disebabkan karena gagasan Pierce bersifat menyeluruh, deskripsi struktural

dari semua sistem penandaan. Ia ingin mengidetifikasi partikel dasar tanda dan

menggabungkan kembali semua komponen dalam strukur tunggal (Wibowo, 2013

: 17).

1.8.1.3 Teori Triadic (Segitiga Makna) Charles Sanders Peirce

Peirce melihat subjek sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

proses signifikasi. Model Triadic Peirce memperlihatkan peran besar subjek

dalam proses transformasi bahasa. Tanda menurut Peirce selalu berada di dalam

proses perubahan tanpa henti, yang disebut proses semiosis tak berbatas, yaitu

proses penciptaan rangkaian interpretan yang tanpa akhir (Piliang, 2010 : 310).

Dalam teori Triadic (segitiga makna) Peirce terdapat tiga elemen utama

pembentuk tanda, yaitu sign/representamen (tanda), object (objek), dan

interpretant (interpretan). Peirce berpandangan bahwa salah satu bentuk tanda

adalah kata, sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara

interpretan adalah tanda yang dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk

sebuah tanda. Jika ketiga elemen makna ini berinteraksi dalam benak seseorang,

maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Teori

Triadic atau segitiga makna Peirce ini berusaha mencari tahu bagaimana makna

muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu

berkomunikasi. Berdasarkan objeknya, menurut Peirce tanda (sign/representamen)

terbagi atas 3 jenis yaitu, icon (ikon), index (indeks), symbol (simbol).

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

26 

 

Gambar 1.2 Teori Segitiga Makna (Triangle of meaning)

Teori segitiga makna adalah sebuah teori yang mengupas tentang

bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda tersebut digunakan

untuk berkomunikasi. Menurutnya, semiotika berangkat dari tiga unsur utama

yang disebut dengan teori segitiga makna atau triangle of meaning, yaitu sebagai

berikut:9

a. Sign (tanda) adalah bagian tanda yang merujuk pada sesuatu menurut cara

berdasarkan kapasitas tertentu.

b. Object adalah sesuatu yang merujuk oleh tanda. Biasanya objek

merupakan sesuatu yang lain dari tanda itu sendiri atau objek dan tanda

merupakan entitas yang sama. Ada beberapa macam objek dalam teori

semiotika yang dikemukakan oleh Charles, yaitu:

- Objek representasi yaitu objek sebagaimana di representasikan oleh tanda.

- Objek Dinamik yakni objek yang tidak tergantung pada tanda, objek inilah

yang merangsang penciptaan tanda.

c. Interpretant merupakan efek yang ditimbulkan dari proses penandaan atau

bisa juga interpretan adalah tanda sebagaimana diserap oleh benak kita,

sebagai hasil penghadapan kita dengan tanda itu sendiri.

                                                            9 John Fiske, Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Komprehensif, Jalasutra, 2007, hal 63.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

27 

 

Tabel 1.1 : Jenis Tanda dan cara kerjanya10

Jenis Tanda Ditandai Dengan Contoh Proses Kerja

Ikon -persamaan (kesamaan)

-kemiripan

Gambar, foto dan

patung

-dilihat

Indeks -hubungan sebab akibat

-keterkaitan

-asap---api

-gejala---penyakit

-diperkirakan

Simbol -konvensi atau

-kesepakatan sosial

-kata-kata

-isyarat

-dipelajari

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis iklan pariwisata

“Wonderful Indonesia” episode “East Java” melalui teori segitiga makna Peirce

(sign, object, interpretant) yang penulis susun dalam bentuk tabel seperti di bawah

ini:

Tabel 1.2 : Tabel Analisis Penelitian berdasarkan Teori Segitiga Makna Peirce

SIGN (Tanda) OBJECT INTERPRETANT

Dalam menganalisis iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” episode East

Java ini, tampilan visual atau potongan-potongan gambar yang menunjukkan

simbol-simbol akulturasi budaya akan ditampilkan dalam bagan pada bagian sign.

Kemudian penjelasan mengenai potongan-potongan gambar tersebut secara

tekstual akan dijabarkan dalam bagan pada bagian object. Pada bagian object

dalam bagan juga akan disertakan narasi atau voice over yang menyertai gambar

pada iklan. Sedangkan penjelasan mengenai akulturasi budaya yang

direpresentasikan melalui visual dan audio akan dideskripsikan dalam bagan pada

bagian interpretant. Setelah menganalisis dalam format bagan dan memberi

sedikit penjelasan setelahnya, penulis akan menganalisis akulturasi budaya dalam

iklan tersebut pada level realitas, representasi dan ideologi.

                                                            10 Indiawan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi, Mitra Wacana Media : Jakarta, 2013, hal 18-19. 

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

28 

 

1.8.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan prosedur yang harus dilakukan. Prosedur

yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada

hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah penelitian yang akan

dipecahkan.

a. Data Primer

Data primer adalah data utama yang terjadi materi penelitian bagi penulis.

Dalam konteks penelitian ini data primernya adalah : visual dan audio dari video

iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” episode “East Java” dengan

menggunakan analisis semiotika dengan mencatat tanda, simbol, dialog yang

merepresentasikan akulturasi budaya dalam iklan tersebut.

Dalam penelitian ini penulis melakukan pengamatan dengan melihat

langsung serta mencermati setiap tanda-tanda pada objek penelitian yakni pada

video iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” episode “East Java”.

b. Data Sekunder

Guna menunjang penelitian ini dan pengumpulan data. Penulis

membutuhkan data lainnya seperti buku, internet, dan literatur yang dapat

mendukung data primer tersebut.

1.8.3 Fokus Penelitian

Fokus dari penelitian ini adalah akulturasi budaya yang ada di Jawa Timur

yang ditampilkan dalam iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” episode “East

Java”, dimana dalam iklan pariwisata tersebut banyak representasi akulturasi

budaya yang ditampilkan.

1.8.4 Teknik Analisis Data

Setelah mendapatkan data dari iklan pariwisata “Wonderful Indonesia”

episode “East Java” kemudian data tersebut diteliti berdasarkan kategori-kategori

yang telah dibuat.

Secara teknis penulis menggunakan analisis semiotika, untuk mengungkap

representasi akulturasi budaya dalam iklan pariwisata “Wonderful Indonesia”

episode “East Java”. Tema yang menjadi penelitian yaitu representasi akulturasi

budaya dalam iklan pariwisata tersebut. Perangkat Analisis Semiotika yang

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

29 

 

digunakan adalah model Charles S Peirce. Elemen-elemen dalam iklan dalam hal

ini dibagi menjadi tiga tingkat analisis sebagaimana dimodelkan oleh John Fiske:

level realitas (appearances), level representasi, dan level ideologi.

Penulis akan melakukan analisis data dengan teknis berikut:

a. Mendefinisikan objek analisis: Penulis mendefinisikan objek analisis

yaitu representasi akulturasi budaya pada tayangan iklan pariwisata

“Wonderful Indonesia” episode “East Java”..

b. Mengumpulkan teks: Selanjutnya penulis mengumpulkan teks media

yaitu iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” episode “East Java” yang

penulis unduh dari Youtube.

c. Menjelaskan teks: Subjek penelitian yang diteliti merupakan video iklan

pariwisata “Wonderful Indonesia” episode “East Java” yang berdurasi 3

menit 13 detik dengan objek penelitian representasi akulturasi budaya

dalam iklan pariwisata tersebut.

d. Menjelaskan kode-kode kultural: Penjelasan mengenai akulturasi

budaya yang ditampilkan dalam iklan tersebut.

e. Kesimpulan: Pada tahap yang terakhir ini, penulis mampu menarik

kesimpulan dari penelitian, “Bagaimana representasi akulturasi budaya

dalam iklan pariwisata “Wonderful Indonesia” episode “East Java”?

1.9 SISTEMATIKA PENULISAN

Agar penelitian ini mengarah ke judul, maka dalam penelitian ini penulis

susun menjadi lima bab dengan rincian sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi jenjang-jenjang penelitian yang meliputi rancangan

penelitian. Terdiri dari sub-sub bab tentang latar belakang masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metodologi

penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tinjauan kepustakaan dari kajian teoritis yang berguna

sebagai alat untuk mengkaji pesan-pesan yang terkandung dalam

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78915/potongan/S1-2015... · menjadikan jarak, ruang, dan waktu bukanlah lagi sebagai pembatas, dapat

30 

 

objek penelitian melalui pembedahan pengertian konsep variabel-

variabel yang menjadi dasar pemikiran yang digunakan dalam

penelitian ini, serta unit analisis yang akan diteliti.

BAB III : TINJAUAN UMUM

Bab ini berisikan tentang tinjauan umum mengenai subjek dan

objek penelitian.

BAB IV : HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisikan penyajian data penelitian , pengolahan data

yang telah didapatkan dalam penelitian, dan pembahasan serta

analisis tentang pemecahan masalah.

BAB V : PENUTUP

Pada bab terakhir ini memuat kesimpulan dari semua hal pada bab-

bab sebelumnya dan saran-saran serta kritik yang konstruktif

terhadap konsep dan juga disertai dengan daftar pustaka serta

lampiran-lampirannya.