bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah upload...dalam menjalankan sebuah negara, ......

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum sehingga segala tindakan pemerintah harus berdasarkan dan diatur oleh hukum. Dalam menjalankan sebuah Negara, pemerintah dalam hal ini yang berpihak sebagai eksekutif dalam tata kenegaraan berfungsi sebagai roda yang menjalankan pemerintahan. Kelancaran pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional terutama tergantung dari kesempurnaan aparatur Negara. Sebagai bangsa yang mempunyai cita-cita untuk mewujudkan tujuan nasional seperti yang telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata dan berkesinambungan antara materiil dan spiritual yang berdasarkan pada Pancasila maka diperlukan adanya pembangunan yang bertahap, berencana dan berkesinambungan. Dalam usaha mencapai tujuan nasional tersebut maka diperlukan adanya aparatur Negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), berkualitas tinggi, mempunyai kesadaran tinggi akan tanggung jawabnya sebagai aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat. Dalam penyelenggaraan pemerintahan Daerah, Bupati diberi wewenang baik secara terikat maupun wewenang bebas untuk mengambil keputusan- 1

Upload: dinhkhue

Post on 25-Apr-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah Negara hukum sehingga segala tindakan pemerintah

harus berdasarkan dan diatur oleh hukum. Dalam menjalankan sebuah Negara,

pemerintah dalam hal ini yang berpihak sebagai eksekutif dalam tata kenegaraan

berfungsi sebagai roda yang menjalankan pemerintahan. Kelancaran pelaksanaan

pemerintahan dan pembangunan nasional terutama tergantung dari kesempurnaan

aparatur Negara.

Sebagai bangsa yang mempunyai cita-cita untuk mewujudkan tujuan

nasional seperti yang telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu suatu masyarakat yang adil

dan makmur, merata dan berkesinambungan antara materiil dan spiritual yang

berdasarkan pada Pancasila maka diperlukan adanya pembangunan yang bertahap,

berencana dan berkesinambungan. Dalam usaha mencapai tujuan nasional tersebut

maka diperlukan adanya aparatur Negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan pada

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD NRI Tahun 1945), berkualitas tinggi, mempunyai kesadaran tinggi akan

tanggung jawabnya sebagai aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan Daerah, Bupati diberi wewenang

baik secara terikat maupun wewenang bebas untuk mengambil keputusan-

1

2

keputusan untuk melakukan pelayanan umum. Wewenang terikat artinya segala

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan aturan dasar, sedangkan

wewenang bebas artinya pemerintah secara bebas menentukan sendiri mengenai

isi dari keputusan yang akan dikeluarkan karena aturan dasarnya memberi

kebebasan kepada penerima wewenang1. Wewenang pemerintah tersebut adalah

penyelenggaraan pembangunan di segala aspek termasuk dalamnya adalah

pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dan pengangkatan tenaga honorer di daerah.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah.

Jika dilihat mengenai penggolongan klasifikasi urusan pemerintahan yaitu

terdiri dari :

1. Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang

sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

2. Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang

dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah

kabupaten/ kota. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke

Daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.

3. Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.

1

Sadjijono, 2011, Bab-Bab Hukum Administrasi, Laksbang Presindo, Yogyakarta, h. 59-

60

3

Didalam perkembangan otonomi daerah, pemerintah daerah bekerja

semakin giat untuk meningkatkan kinerja dari pemerintah daerah itu sendiri. Hal

ini dilakukan agar demokratisasi yang berasal dari aspirasi masyarakat bisa lebih

terakomodir dan tersalurkan dengan baik. Mengenai pemerintahan konkuren ini

dapat dibagi menjadi 2 yaitu : urusan pemerintahan konkuren wajib dan urusan

pemerintahan konkuren pilihan. Dimana dalam hal ini urusan pemerintahan

konkuren wajib yaitu mengurus pelayanan dasar dan non pelayanan dasar,

sedangkan urusan pemerintahan konkuren pilihan yaitu mengurus potensi,

penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan kerja.

Keberadaan tenaga honorer di lingkungan instansi pemerintah bertujuan

untuk membantu meningkatkan kinerja dari PNS dalam hal melakukan pelayanan

publik. Seorang tenaga honorer juga sering kali memegang peranan penting demi

terselenggaranya pelayanan publik yang maksimal untuk masyarakat. Pada

awalnya alasan diangkatnya tenaga honorer ini karena perekrutannya bisa

dilakukan secara kecil-kecilan. Hal ini didasari karena banyaknnya instansi-

instansi pemerintah yang membutuhkan tambahan pegawai untuk lebih

meningkatkan pelayanan publik yang ada pada instansi tersebut. Awal mula

adanya pengangkatan pegawai ini yaitu berdasarkan pada Pasal 2 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian yang memuat :

Disamping pegawai negeri sipil sebagaiana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yang

berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Mengenai pengertian dari

4

pegawai tidak tetap dalam hal ini yaitu pegawai yang diangkat untuk jangka

waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang

bersifat teknis professional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan organisasi. Sebelumnya menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian dijelaskan bahwa mengenai jenis

Pegawai Negeri terdiri dari : Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional

Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain itu

mengenai kedudukan dari Pegawai Negeri ini adalah sebagai unsur aparatur

Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara

professional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara,

pemerintahan dan pembangunan.

Kini setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) menyebabkan kedudukan tenaga

honorer (pegawai tidak tetap) dalam struktur kepegawaian pemerintah menjadi

hilang. Hal ini dikarenakan kini hanya ada dua jenis pegawai aparatur sipil Negara

yaitu terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan

perjanjian kerja (PPPK). Walaupun tenaga honorer secara kedudukan hampir

sama dengan PPPK akan tetapi tidak secara otomatis keberadaan tenaga honorer

tersebut dapat berubah menjadi PPPK. Perbedaan yang mendasar dari seorang

PPPK dengan tenaga honorer yaitu dikarenakan PPPK memiliki kontrak

perjanjian kerja yang jelas. Disisi lain seorang PPPK juga nantinya tidak bisa

5

diangkat secara otomatis menjadi PNS. Mengenai pengadaan calon PPPK yang

merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada Instansi Pemerintah juga

dilakukan melalui beberapa proses, yaitu : tahapan perencanaan, pengumuman

lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan

menjadi PPPK. Hal inilah yang serta merta mengakibatkan tenaga honorer tidak

bisa disamakan dengan PPPK dan sekaligus menjadi bagian dari apatur sipil

Negara dalam UU ASN.

Hilangnya kedudukan tenaga honorer sebagai aparatur Negara setelah

berlakunya UU ASN secara tidak langsung juga bertentangan dengan Pasal 27

ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara

berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Hal ini karena pemerintah

seharusnya juga memperhatikan kesejahteraan tenaga honorer karena sampai saat

ini belum ada kejelasan mengenai status dan kedudukan tenaga honorer yang

baru. Oleh karena itu mengenai status hukum tenaga honorer perlu diperjelas dan

dijamin kepastian hukumnya agar tidak menimbulkan permasalahan-

permasalahan dikemudian hari.

Berdasarkan dari uraian diatas, maka saya tertarik untuk memilih judul :

“KEDUDUKAN TENAGA HONORER SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-

UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

DI PROVINSI BALI”

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disampaikan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimanakah kedudukan tenaga honorer setelah berlakunya

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara di Provinsi Bali?

1.2.2 Bagaimana tanggung jawab pemerintah daerah terhadap tenaga

honorer yang tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri

Sipil (CPNS) ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam rangka menghindari terjadinya penyimpangan dan untuk

membatasi suatu permasalahan yang akan menjadi obyek penelitian, maka ruang

lingkup dari permasalahan ini akan dibatasi. Hal ini dimaksudkan untuk lebih

memfokuskan ruang lingkup dari permasalahan yang ada, sehingga uraian yang

terdapat didalam pembahasan nanti tidak meluas. Maka ruang lingkup

permasalahan yang akan dibahas antara lain :

1. Terhadap permasalahan pertama, akan dibahas mengani kedudukan

tenaga honorer setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2014 tentang Aparatur Sipil Negara di Provinsi Bali.

2. Terhadap permasalahan kedua, akan dibahas mengenai tanggung

jawab pemerintah daerah terhadap tenaga honorer yang tidak dapat

7

diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai oleh penulis dengan penyusunan skripsi

ini adalah untuk mengetahui kedudukan hukum dan tanggung jawab pemerintah

daerah terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil (CPNS)

1.4.2 Tujuan Khusus

Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai oleh penulis dengan

penyusunan skripsi ini antara lain :

1. Untuk mengetahui kedudukan tenaga honorer setelah berlakunya

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

di Provinsi Bali.

2. Untuk mengetahui mengenai tanggung jawab pemerintah daerah

terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

1.5 Manfaat Penelitian

Disini terdapat dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis

yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

8

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan

manfaat teoritis bagi pengembangan ilmu hukum yang berkaitan

dengan hukum pemerintahan khususnya dibidang hukum administrasi

negara.

2. Menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian yang telah

dilaksanakan.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah masukan

berharga bagi Tenaga Honorer dalam memberikan masukan atau

menambah pengetahuan yang berhubungan dengan kedudukan hukum

serta tanggung jawab pemerintah daerah terhadap tenaga honorer yang

tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)

1.6 Landasan Teoritis

Dalam penelitian ini digunakan landasan teoritis berupa :

1.6.1 Teori Negara Hukum

Negara hukum merupakan salah satu topik yang selalu dibahas dalam

konteks tindakan pemerintahan. Terkait dengan pembahasan skripsi ini, akan

dikemukakan konsep tentang Negara hukum, yaitu sebagai berikut :

Secara konseptual ide dasar Negara hukum lahir pada abad ke-19 yang

ditandai dengan pemberian istilah “Rechstaat” (Eropa Kontinental) yang memiliki

9

kaitan langsung dengan ilmu Hukum Administrasi Negara. Istilah ini di Indonesia

diterjemahkan dengan Negara Hukum.

Dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Negara Indonesia negara hukum”. Negara

hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakan supremasi hukum untuk

menegakan kebenaran dan keadilan serta tidak ada kekuasaan yang tidak

dipertanggung jawabkan.

Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan Negara Hukum

ialah negara yang berdiri di atas hukum dan menjamin keadilan kepada warga

negaranya. Keadilan merupakan suatu syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup

untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan

rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik.

Demikian pula peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum

itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.

Menurut Sthal, unsur-unsur Negara hukum (rechtstaat) adalah sebagai

berikut :

a. Pengakuan adanya hak asasi manusia

b. Adanya pembagian kekuasaan berdasarkan trias politika

c. Pemerintahan berdasarkan undang-undang

d. Peradilan administrasi dalam perselisihan2

Ciri-ciri dari rechtstaat menunjukkan bahwa ide sentral rechtstaat adalah

pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang bertumpu pada prinsip

2

Ridwan HR, 2014, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, h.3

10

kebebasan dan persamaan. Adanya Undang-undang Dasar secara teoritis

memberikan jaminan konstitusional atas kebebasan dan persamaan tersebut.

Pembagian kekuasaan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penumpukan

kekuasaan dalam satu tangan. Kekuasaan yang berlebihan yang dimiliki seorang

penguasa cendrung bertindak mengekang kebebasaan dan persamaan yang

menjadi ciri khas Negara hukum.

Pada wilayah Anglosakson, muncul pula konsep Negara hukum (rule of

law) dari A.Dicey dengan unsur-unsur sebagai berikut :

a. Supremasi hukum (supremacy of the law), tidak adanya kekuasaan

sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa

seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.

b. Kedudukan yang sama dalam hukum (equality before the law). Dalil

ini berlaku baik untuk orang biasa maupun pejabat.

c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di Negara lain

oleh undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.3

Sejalan dengan itu Sri Soemantri juga mengemukakan bahwa unsur-unsur

yang terpenting dari Negara hukum ada empat, yaitu :

Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajiannya harus

berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-undangan.

Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.

Adanya pembagian kekuasaan dalam Negara.

Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan.

3 Ridwan HR, loc.cit

11

1.6.2 Teori Kewenangan

Fokus kajian teori kewenangan adalah berkaitan dengan sumber

kewenangan dari pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum dalam

hubungannya dengan hukum publik maupun dalam hubungannya dengan hukum

privat.

Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan

dalam lapangan hukum publik. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara

keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan

yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang atau legislatif

ke kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari

segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan

atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang hanya

mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. Wewenang (authority)

adalah hak untuk memberi perintah dan kekuasaan untuk meminta dipatuhi.

Soerjono Soekanto menguraikan beda antara kekuasaan dan wewenang

bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan

kekuasaan, sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau

sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari

masyarakat. Sedangkan Indroharto mengemukakan, tiga macam kewenangan

yang bersumber dari peraturan perundang-undangan. Kewenangan itu, meliputi:

1. Atribusi;

2. Delegasi; dan

12

3. Mandat

1.6.3 Teori Penjenjangan Norma

Jenjang Perundang-undnagan adalah urutan-urutan mengenai tingkat dan

derajat daripada Undang-undang yang bersangkutan, dengan mengingat badan

yang berwenang yang membuatnya dan masalah-masalah yang diaturnya.

Undang-undang juga dibedakan dalam Undang-undang tingkat atasan dan tingkat

bawahan yang dikenal dengan hierarki. Undang-undang yang lebih rendah

tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang yang lebih tinggi.4

Ajaran Stufenbau Theorie yang dikemukakan oleh Hans Kelsen

menganggap bahwa proses hukum digambarkan sebagai hierarki norma-norma.

Validitas (kesahan) dari setiap norma (terpisah dari norma dasar) bergantung pada

norma yang lebih tinggi.5 Hans Kelsen juga mengungkapkan bahwa hukum

mengatur pembentukannya sendiri karena satu norma hukum menentukan cara

untuk membuat norma hukum yang lain. Norma hukum yang satu valid karena

dibuat dengan cara ditentukan dengan norma hukum yang lain dan norma hukum

yang lain ini menjadi validitas dari norma hukum yang dibuat pertama.

Dalam penyelenggaran pemerintahan banyak ditemukan permasalahan-

permasalahan hukum, antara satu peraturan yang lebih rendah dengan peraturan

yang lebih tinggi, maupun konflik norma secara horizontal antara pasal yang satu

dengan pasal yang lain dalam Undang-undang atau antara satu Undang-Undang

dengan Undang-Undang yang lain. Dalam menghadapi masalah hukum seperti ini

4 Soeroso, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 131

5 Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Maullang, 2007, Pengantar Ke Filsafat Hukum,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.83

13

maka diperlukan penyelesaian dengan menggunakan asas-asas prevensi yang

meliputi :

a. Lex superior derogate legi inferiori, artinya peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi tingkatannya mengenyampingkan berlakunya

peraturan perundang-undngan yang lebih rendah tingkatannya.

b. Lex Specialis derogate legi generali, artinya peraturan perundang-

undangan yang bersifat khusus (spesial) mengenyampingkan berlakunya

peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (general).

c. Lex posterior derogate legi priori, artinya peraturan perundang-undangan

yang baru mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan

yang lama.6

1.6.4 Asas Desentralisasi

Daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Pemberian otonomi ini

bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat karena

pemerintah pusat tidak mungkin dapat menjalankan pemerintahan dengan baik

tanpa bantun pemerintah daerah.

Dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa :

“Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah

Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi”

Menurut Siswanto Sunaryo, desentralisasi adalah penyerahan wewenang

pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan

6 Sudikno Mertokusumo, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty,

Yogyakarta, h.6-7

14

mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.7 Sedangkan dari sudut

ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi adalah pelimpahan

kekuasaan pemerintah dari pusat kepada daerah-daerah yang mengurus rumah

tangganya sendiri.8 Dengan adanya asas desentralisasi, maka pemerintah daerah

diharapkan dapat meningkatkan daerahnya baik dalam hal pendapatan dan sumber

daya manusia yang ada didalamnya.

1.6.5 Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik

Istilah asas umum pemerintahan yang baik pertama kali diperkenalkan

oleh De Monchy di Belanda. Asas-asas ini harus diperhatikan oleh pemerintah

karena asas-asas ini diakui dan diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan

dan dalam proses Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) yakni setelah adanya

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Asas- asas

umum pemerintahan yang baik antara lain meliputi : kepastian hukum, tertib

penyelenggaraan Negara, keterbukaan, proporsional, professional dan

akuntabilitas.

Menurut Crince le Roy menyebutkan beberapa asas umum pemerintahan

yang baik yaitu :

1. Asas kepastian hukum (principle of legal security recht

zakerheidsbeginsel)

7

Siswanto Sunaryo, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika,

Jakarta, h.7

8 Viktor M. Situmorang, 1994, Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah, Sinar

Grafika, Jakarta, h.38

15

2. Asas keseimbangan (principle of proportionality

evenredigheidsbeginsel).

3. Asas kesamaan (principle of equality, gelijkheids beginsel).

4. Asas kecermatan (principle of carefulness, zorgvuldigheids beginsel).

5. Asas motivasi pada setiap keputusan pemerintah (principle of

motivation, motiveringsbeginsel).

6. Asas tidak menyalahgunakan kewenangan (principle of non misuse of

competence, verbord van detournament depouvoir).

7. Asas penerimaan yang wajar (principle of fair play, fair play beginsel).

8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or

prohibition of arbitrariness, redelijkgeids beginsel of verbod van

willkeur).

9. Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar (principle

of meeting raised expectation of gewekte verwachtingen).

10. Asas peniadaan akibat keputusan yang batal (principle of the

consequences of anannulled decision herstel beginsel).

11. Asas perlindungan atas pandangan hidup atau cara hidup pribadi

(principle of protecting the personal way of life, bescherming van de

personlijk levenssfeer).9

Asas-asas umum pemerintahan yang baik sangat relevan untuk digunakan

dalam penelitian ini. Diantara beberapa asas yang terdapat diatas, penggunaan

asas kepastian hukum dan asas keadilan adalah yang paling terpenting didalam

menjalankan pemerintahan yang baik yaitu karena :

1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam Negara hukum yang

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan

keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Negara.10

Asas

kepastian hukum memiliki dua aspek yaitu : aspek material yang berkaitan

dengan kepercayaan, dimana asas kepastian hukum menghalangi badan

pemerintah menarik kembali keputusan dan merubahnya. Aspek formal

9 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, 2005, Hukum Pemerintahan Daerah, Pustaka Setia,

Bandung, h.81.

10 Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atmajaya

Yogyakarta, Yogyakarta, h.75

16

memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dengan

tepat apa yang dikehendaki daripadanya secara tepat dan tidak adanya

berbagai tafsiran.

2. Asas keadilan menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat

administrasi Negara selalu memperhatikan aspek keadilan dan kewajaran,

asas keadilan menuntut tindakan pemerintah harus proposional, sesuai,

seimbang dan selaras dengan hak setiap orang.

1.7 Metode Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah ini, tidak terlepas dari adanya suatu

metodelogi yang bertujuan untuk mengadakan pendekatan atau penyelidikan

ilmiah yang bertujuan untuk mengungkap kebenaran secara sistematis,

metodelogis, dan konsisten.11

Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini,

penulis melakukan penelitian hukum dengan menggunakan metode yang lazim

digunakan didalam metode penelitian hukum dengan maksud untuk dapat

mendekati kebenaran yang berlaku umum dengan suatu teknik penelitian sebagai

berikut :

1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu untuk mengetahui beberapa masalah

hukum yang kemudian dianalisis. Adanya pemeriksaan yang mendalam terhadap

11

H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.17

17

fakta hukum selanjutnya akan menciptakan suatu pemecahan atas masalah yang

ada.12

Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum empiris. Dari penelitian empiris

ini didasarkan pada data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian,

dengan didukung oleh penelitian kepustakaan yang berhubungan dengan

permasalahan yang akan diteliti.13

1.7.2 Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

melalui statute approach yang artinya pendekatan melalui peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan pokok-pokok masalah yang akan dibahas.

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisa mengenai kedudukan tenaga honorer

setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara di Provinsi Bali.

1.7.3 Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu merupakan suatu teknik pengumpulan

data yang dilakukan dengan cara melakukan observasi atau dengan

melakukan pengamatan/ penelitian secara langsung ke lapangan dan juga

12

Bambang Sunggono, 2007, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, h.38 13

Ronitijo Sumitro, 1998, Methodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalatia

Indonesia, Semarang, h.11

18

dengan teknik wawancara yang tidak berstruktur, artinya jawaban yang

diberikan oleh informan dapat dikembangkan menjadi pertanyaan lain

sepanjang dianggap perlu dan dapat menunjang data dalam skripsi.

“Informasi yang diperoleh dari wawancara itu didalamnya termasuk fakta-

fakta, pendapat dan persepsi”14

. Adapun wawancara ini dilakukan terhadap

pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan tersebut.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu terdiri atas bahan-bahan kepustakaan

seperti peraturan perundang-undangan.

c. Sumber Data Tersier

Sumber data tersier yaitu penunjang yang digunakan dalam

penelitian ini yakni bahan-bahan yang dilengkapi bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan bahan dari

internet yang berkaitan dengan penelitian ini.

d. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini pada dasarnya menggunakan metode pengumpulan

data yang berdasar pada data primer dan data sekunder. Pengumpulan data

dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka

mencapai tujuan penelitian.15

14

Burhan Ashshofa, 1998, Metode Penelitian Hukum, Cet.II, Rineka Cipta, Jakarta, h.22 15

W. Gulo, 2002, Metodologi Penelitian, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta,

h.110

19

Dalam rangka untuk mendapatkan data-data praktis, digunakan 2

cara pengumpulan data yaitu :

1) Teknik wawancara (interview)

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan melakukan tanya jawab secara langsung antara responden,

narasumber dan informan, dikarenakan adanya informasi yang hanya

didapatkan melalui bertanya langsung, untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dalam penelitian ini.16

Wawancara juga merupakan salah satu teknik yang sering

dilakukan dalam penelitian hukum empiris. Wawancara akan dilakukan

dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk

memperoleh jawaban kepada sumber yang dianggap mengetahui mengenai

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian hukum tersebut yang

nantinya akan digabungkan dengan teknik pengambilan data lainnya.

Dalam hal ini cara memperoleh data primer yaitu dengan

mengadakan wawancara langsung kepada pihak-pihak terkait dengan

penulisan skripsi ini.

2) Teknik Studi Dokumen

Studi dokumen yaitu merupakan teknik awal yang digunakan

dalam setiap penelitian ilmu hukum baik dalam penelitian hukum normatif

maupun dalam penelitian hukum empiris. Dalam penulisan skripsi ini

16

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &

Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.161

20

teknik pengumpulan data atau bahan yang dilakukan adalah penelitian

kepustakaan (library research), yaitu dengan membuat catatan-catatan

yang diperoleh dari literatur-literatur dan perundang-undangan yang terkait

dengan penulisan skripsi ini.17

Selain itu studi dokumen ini juga dilakukan dengan cara

mengumpulkan data sekunder (card system) berupa data maupun dokumen

resmi yang relevan dan ada hubungannya dengan masalah dalam

penelitian skripsi ini. Selain itu analisis dalam penelitian merupakan hal

yang sangat penting karena dengan menganalisa bahan hukum maka akan

terlihat manfaatnya dalam memecahkan dan menyelesaikan masalah dalam

skripsi ini.

e. Teknik Analisis

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.18

Analisis data dalam

penelitian berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data.19

Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis terhadap data-

data yang ada secara kualitatif. Teknik pengolahan data secara kualitatif,

yaitu dengan memilih data dengan kualitasnya untuk dapat menjawab

17

Cholid Narbuka dan H.Abu Achmad, 2005, Metodelogi Penelitian, PT.Bumi Angkasa,

Jakarta, h.63 18

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survey, LP3ES,

Jakarta, h.263 19

Burhan Bungin, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke

Arah Ragam Varian Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.99

21

permasalahan yang diajukan20

. Kemudian dari hasil analisis tersebut

disusun secara sistematis dan dihubungkan secara kontekstual atau satu

dengan yang lainnya. Hasil dari pengolahan dan analisis bahan hukum

tersebut kemudian disajikan secara diskriptif analitis.

20

Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodelgi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet.IV,

Ghalia Indonesia, Jakarta, h.47