bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah upload...dalam menjalankan sebuah negara, ......
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah Negara hukum sehingga segala tindakan pemerintah
harus berdasarkan dan diatur oleh hukum. Dalam menjalankan sebuah Negara,
pemerintah dalam hal ini yang berpihak sebagai eksekutif dalam tata kenegaraan
berfungsi sebagai roda yang menjalankan pemerintahan. Kelancaran pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan nasional terutama tergantung dari kesempurnaan
aparatur Negara.
Sebagai bangsa yang mempunyai cita-cita untuk mewujudkan tujuan
nasional seperti yang telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu suatu masyarakat yang adil
dan makmur, merata dan berkesinambungan antara materiil dan spiritual yang
berdasarkan pada Pancasila maka diperlukan adanya pembangunan yang bertahap,
berencana dan berkesinambungan. Dalam usaha mencapai tujuan nasional tersebut
maka diperlukan adanya aparatur Negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI Tahun 1945), berkualitas tinggi, mempunyai kesadaran tinggi akan
tanggung jawabnya sebagai aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan Daerah, Bupati diberi wewenang
baik secara terikat maupun wewenang bebas untuk mengambil keputusan-
1
2
keputusan untuk melakukan pelayanan umum. Wewenang terikat artinya segala
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan aturan dasar, sedangkan
wewenang bebas artinya pemerintah secara bebas menentukan sendiri mengenai
isi dari keputusan yang akan dikeluarkan karena aturan dasarnya memberi
kebebasan kepada penerima wewenang1. Wewenang pemerintah tersebut adalah
penyelenggaraan pembangunan di segala aspek termasuk dalamnya adalah
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dan pengangkatan tenaga honorer di daerah.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
Jika dilihat mengenai penggolongan klasifikasi urusan pemerintahan yaitu
terdiri dari :
1. Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
2. Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang
dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah
kabupaten/ kota. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke
Daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.
3. Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
1
Sadjijono, 2011, Bab-Bab Hukum Administrasi, Laksbang Presindo, Yogyakarta, h. 59-
60
3
Didalam perkembangan otonomi daerah, pemerintah daerah bekerja
semakin giat untuk meningkatkan kinerja dari pemerintah daerah itu sendiri. Hal
ini dilakukan agar demokratisasi yang berasal dari aspirasi masyarakat bisa lebih
terakomodir dan tersalurkan dengan baik. Mengenai pemerintahan konkuren ini
dapat dibagi menjadi 2 yaitu : urusan pemerintahan konkuren wajib dan urusan
pemerintahan konkuren pilihan. Dimana dalam hal ini urusan pemerintahan
konkuren wajib yaitu mengurus pelayanan dasar dan non pelayanan dasar,
sedangkan urusan pemerintahan konkuren pilihan yaitu mengurus potensi,
penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan kerja.
Keberadaan tenaga honorer di lingkungan instansi pemerintah bertujuan
untuk membantu meningkatkan kinerja dari PNS dalam hal melakukan pelayanan
publik. Seorang tenaga honorer juga sering kali memegang peranan penting demi
terselenggaranya pelayanan publik yang maksimal untuk masyarakat. Pada
awalnya alasan diangkatnya tenaga honorer ini karena perekrutannya bisa
dilakukan secara kecil-kecilan. Hal ini didasari karena banyaknnya instansi-
instansi pemerintah yang membutuhkan tambahan pegawai untuk lebih
meningkatkan pelayanan publik yang ada pada instansi tersebut. Awal mula
adanya pengangkatan pegawai ini yaitu berdasarkan pada Pasal 2 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian yang memuat :
Disamping pegawai negeri sipil sebagaiana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yang
berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Mengenai pengertian dari
4
pegawai tidak tetap dalam hal ini yaitu pegawai yang diangkat untuk jangka
waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang
bersifat teknis professional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan organisasi. Sebelumnya menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian dijelaskan bahwa mengenai jenis
Pegawai Negeri terdiri dari : Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional
Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain itu
mengenai kedudukan dari Pegawai Negeri ini adalah sebagai unsur aparatur
Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
professional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara,
pemerintahan dan pembangunan.
Kini setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) menyebabkan kedudukan tenaga
honorer (pegawai tidak tetap) dalam struktur kepegawaian pemerintah menjadi
hilang. Hal ini dikarenakan kini hanya ada dua jenis pegawai aparatur sipil Negara
yaitu terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja (PPPK). Walaupun tenaga honorer secara kedudukan hampir
sama dengan PPPK akan tetapi tidak secara otomatis keberadaan tenaga honorer
tersebut dapat berubah menjadi PPPK. Perbedaan yang mendasar dari seorang
PPPK dengan tenaga honorer yaitu dikarenakan PPPK memiliki kontrak
perjanjian kerja yang jelas. Disisi lain seorang PPPK juga nantinya tidak bisa
5
diangkat secara otomatis menjadi PNS. Mengenai pengadaan calon PPPK yang
merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada Instansi Pemerintah juga
dilakukan melalui beberapa proses, yaitu : tahapan perencanaan, pengumuman
lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan
menjadi PPPK. Hal inilah yang serta merta mengakibatkan tenaga honorer tidak
bisa disamakan dengan PPPK dan sekaligus menjadi bagian dari apatur sipil
Negara dalam UU ASN.
Hilangnya kedudukan tenaga honorer sebagai aparatur Negara setelah
berlakunya UU ASN secara tidak langsung juga bertentangan dengan Pasal 27
ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Hal ini karena pemerintah
seharusnya juga memperhatikan kesejahteraan tenaga honorer karena sampai saat
ini belum ada kejelasan mengenai status dan kedudukan tenaga honorer yang
baru. Oleh karena itu mengenai status hukum tenaga honorer perlu diperjelas dan
dijamin kepastian hukumnya agar tidak menimbulkan permasalahan-
permasalahan dikemudian hari.
Berdasarkan dari uraian diatas, maka saya tertarik untuk memilih judul :
“KEDUDUKAN TENAGA HONORER SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-
UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
DI PROVINSI BALI”
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disampaikan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimanakah kedudukan tenaga honorer setelah berlakunya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara di Provinsi Bali?
1.2.2 Bagaimana tanggung jawab pemerintah daerah terhadap tenaga
honorer yang tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil (CPNS) ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam rangka menghindari terjadinya penyimpangan dan untuk
membatasi suatu permasalahan yang akan menjadi obyek penelitian, maka ruang
lingkup dari permasalahan ini akan dibatasi. Hal ini dimaksudkan untuk lebih
memfokuskan ruang lingkup dari permasalahan yang ada, sehingga uraian yang
terdapat didalam pembahasan nanti tidak meluas. Maka ruang lingkup
permasalahan yang akan dibahas antara lain :
1. Terhadap permasalahan pertama, akan dibahas mengani kedudukan
tenaga honorer setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara di Provinsi Bali.
2. Terhadap permasalahan kedua, akan dibahas mengenai tanggung
jawab pemerintah daerah terhadap tenaga honorer yang tidak dapat
7
diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai oleh penulis dengan penyusunan skripsi
ini adalah untuk mengetahui kedudukan hukum dan tanggung jawab pemerintah
daerah terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS)
1.4.2 Tujuan Khusus
Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai oleh penulis dengan
penyusunan skripsi ini antara lain :
1. Untuk mengetahui kedudukan tenaga honorer setelah berlakunya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
di Provinsi Bali.
2. Untuk mengetahui mengenai tanggung jawab pemerintah daerah
terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
1.5 Manfaat Penelitian
Disini terdapat dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis
yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
8
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan
manfaat teoritis bagi pengembangan ilmu hukum yang berkaitan
dengan hukum pemerintahan khususnya dibidang hukum administrasi
negara.
2. Menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian yang telah
dilaksanakan.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah masukan
berharga bagi Tenaga Honorer dalam memberikan masukan atau
menambah pengetahuan yang berhubungan dengan kedudukan hukum
serta tanggung jawab pemerintah daerah terhadap tenaga honorer yang
tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
1.6 Landasan Teoritis
Dalam penelitian ini digunakan landasan teoritis berupa :
1.6.1 Teori Negara Hukum
Negara hukum merupakan salah satu topik yang selalu dibahas dalam
konteks tindakan pemerintahan. Terkait dengan pembahasan skripsi ini, akan
dikemukakan konsep tentang Negara hukum, yaitu sebagai berikut :
Secara konseptual ide dasar Negara hukum lahir pada abad ke-19 yang
ditandai dengan pemberian istilah “Rechstaat” (Eropa Kontinental) yang memiliki
9
kaitan langsung dengan ilmu Hukum Administrasi Negara. Istilah ini di Indonesia
diterjemahkan dengan Negara Hukum.
Dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Negara Indonesia negara hukum”. Negara
hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakan supremasi hukum untuk
menegakan kebenaran dan keadilan serta tidak ada kekuasaan yang tidak
dipertanggung jawabkan.
Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan Negara Hukum
ialah negara yang berdiri di atas hukum dan menjamin keadilan kepada warga
negaranya. Keadilan merupakan suatu syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup
untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan
rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik.
Demikian pula peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum
itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.
Menurut Sthal, unsur-unsur Negara hukum (rechtstaat) adalah sebagai
berikut :
a. Pengakuan adanya hak asasi manusia
b. Adanya pembagian kekuasaan berdasarkan trias politika
c. Pemerintahan berdasarkan undang-undang
d. Peradilan administrasi dalam perselisihan2
Ciri-ciri dari rechtstaat menunjukkan bahwa ide sentral rechtstaat adalah
pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang bertumpu pada prinsip
2
Ridwan HR, 2014, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, h.3
10
kebebasan dan persamaan. Adanya Undang-undang Dasar secara teoritis
memberikan jaminan konstitusional atas kebebasan dan persamaan tersebut.
Pembagian kekuasaan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penumpukan
kekuasaan dalam satu tangan. Kekuasaan yang berlebihan yang dimiliki seorang
penguasa cendrung bertindak mengekang kebebasaan dan persamaan yang
menjadi ciri khas Negara hukum.
Pada wilayah Anglosakson, muncul pula konsep Negara hukum (rule of
law) dari A.Dicey dengan unsur-unsur sebagai berikut :
a. Supremasi hukum (supremacy of the law), tidak adanya kekuasaan
sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa
seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.
b. Kedudukan yang sama dalam hukum (equality before the law). Dalil
ini berlaku baik untuk orang biasa maupun pejabat.
c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di Negara lain
oleh undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.3
Sejalan dengan itu Sri Soemantri juga mengemukakan bahwa unsur-unsur
yang terpenting dari Negara hukum ada empat, yaitu :
Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajiannya harus
berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-undangan.
Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.
Adanya pembagian kekuasaan dalam Negara.
Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan.
3 Ridwan HR, loc.cit
11
1.6.2 Teori Kewenangan
Fokus kajian teori kewenangan adalah berkaitan dengan sumber
kewenangan dari pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum dalam
hubungannya dengan hukum publik maupun dalam hubungannya dengan hukum
privat.
Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan
dalam lapangan hukum publik. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara
keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan
yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang atau legislatif
ke kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari
segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan
atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang hanya
mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. Wewenang (authority)
adalah hak untuk memberi perintah dan kekuasaan untuk meminta dipatuhi.
Soerjono Soekanto menguraikan beda antara kekuasaan dan wewenang
bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan
kekuasaan, sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau
sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari
masyarakat. Sedangkan Indroharto mengemukakan, tiga macam kewenangan
yang bersumber dari peraturan perundang-undangan. Kewenangan itu, meliputi:
1. Atribusi;
2. Delegasi; dan
12
3. Mandat
1.6.3 Teori Penjenjangan Norma
Jenjang Perundang-undnagan adalah urutan-urutan mengenai tingkat dan
derajat daripada Undang-undang yang bersangkutan, dengan mengingat badan
yang berwenang yang membuatnya dan masalah-masalah yang diaturnya.
Undang-undang juga dibedakan dalam Undang-undang tingkat atasan dan tingkat
bawahan yang dikenal dengan hierarki. Undang-undang yang lebih rendah
tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang yang lebih tinggi.4
Ajaran Stufenbau Theorie yang dikemukakan oleh Hans Kelsen
menganggap bahwa proses hukum digambarkan sebagai hierarki norma-norma.
Validitas (kesahan) dari setiap norma (terpisah dari norma dasar) bergantung pada
norma yang lebih tinggi.5 Hans Kelsen juga mengungkapkan bahwa hukum
mengatur pembentukannya sendiri karena satu norma hukum menentukan cara
untuk membuat norma hukum yang lain. Norma hukum yang satu valid karena
dibuat dengan cara ditentukan dengan norma hukum yang lain dan norma hukum
yang lain ini menjadi validitas dari norma hukum yang dibuat pertama.
Dalam penyelenggaran pemerintahan banyak ditemukan permasalahan-
permasalahan hukum, antara satu peraturan yang lebih rendah dengan peraturan
yang lebih tinggi, maupun konflik norma secara horizontal antara pasal yang satu
dengan pasal yang lain dalam Undang-undang atau antara satu Undang-Undang
dengan Undang-Undang yang lain. Dalam menghadapi masalah hukum seperti ini
4 Soeroso, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 131
5 Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Maullang, 2007, Pengantar Ke Filsafat Hukum,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.83
13
maka diperlukan penyelesaian dengan menggunakan asas-asas prevensi yang
meliputi :
a. Lex superior derogate legi inferiori, artinya peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya mengenyampingkan berlakunya
peraturan perundang-undngan yang lebih rendah tingkatannya.
b. Lex Specialis derogate legi generali, artinya peraturan perundang-
undangan yang bersifat khusus (spesial) mengenyampingkan berlakunya
peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (general).
c. Lex posterior derogate legi priori, artinya peraturan perundang-undangan
yang baru mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan
yang lama.6
1.6.4 Asas Desentralisasi
Daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Pemberian otonomi ini
bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat karena
pemerintah pusat tidak mungkin dapat menjalankan pemerintahan dengan baik
tanpa bantun pemerintah daerah.
Dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa :
“Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah
Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi”
Menurut Siswanto Sunaryo, desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
6 Sudikno Mertokusumo, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty,
Yogyakarta, h.6-7
14
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.7 Sedangkan dari sudut
ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi adalah pelimpahan
kekuasaan pemerintah dari pusat kepada daerah-daerah yang mengurus rumah
tangganya sendiri.8 Dengan adanya asas desentralisasi, maka pemerintah daerah
diharapkan dapat meningkatkan daerahnya baik dalam hal pendapatan dan sumber
daya manusia yang ada didalamnya.
1.6.5 Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik
Istilah asas umum pemerintahan yang baik pertama kali diperkenalkan
oleh De Monchy di Belanda. Asas-asas ini harus diperhatikan oleh pemerintah
karena asas-asas ini diakui dan diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan dalam proses Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) yakni setelah adanya
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Asas- asas
umum pemerintahan yang baik antara lain meliputi : kepastian hukum, tertib
penyelenggaraan Negara, keterbukaan, proporsional, professional dan
akuntabilitas.
Menurut Crince le Roy menyebutkan beberapa asas umum pemerintahan
yang baik yaitu :
1. Asas kepastian hukum (principle of legal security recht
zakerheidsbeginsel)
7
Siswanto Sunaryo, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, h.7
8 Viktor M. Situmorang, 1994, Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah, Sinar
Grafika, Jakarta, h.38
15
2. Asas keseimbangan (principle of proportionality
evenredigheidsbeginsel).
3. Asas kesamaan (principle of equality, gelijkheids beginsel).
4. Asas kecermatan (principle of carefulness, zorgvuldigheids beginsel).
5. Asas motivasi pada setiap keputusan pemerintah (principle of
motivation, motiveringsbeginsel).
6. Asas tidak menyalahgunakan kewenangan (principle of non misuse of
competence, verbord van detournament depouvoir).
7. Asas penerimaan yang wajar (principle of fair play, fair play beginsel).
8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or
prohibition of arbitrariness, redelijkgeids beginsel of verbod van
willkeur).
9. Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar (principle
of meeting raised expectation of gewekte verwachtingen).
10. Asas peniadaan akibat keputusan yang batal (principle of the
consequences of anannulled decision herstel beginsel).
11. Asas perlindungan atas pandangan hidup atau cara hidup pribadi
(principle of protecting the personal way of life, bescherming van de
personlijk levenssfeer).9
Asas-asas umum pemerintahan yang baik sangat relevan untuk digunakan
dalam penelitian ini. Diantara beberapa asas yang terdapat diatas, penggunaan
asas kepastian hukum dan asas keadilan adalah yang paling terpenting didalam
menjalankan pemerintahan yang baik yaitu karena :
1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam Negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Negara.10
Asas
kepastian hukum memiliki dua aspek yaitu : aspek material yang berkaitan
dengan kepercayaan, dimana asas kepastian hukum menghalangi badan
pemerintah menarik kembali keputusan dan merubahnya. Aspek formal
9 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, 2005, Hukum Pemerintahan Daerah, Pustaka Setia,
Bandung, h.81.
10 Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atmajaya
Yogyakarta, Yogyakarta, h.75
16
memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dengan
tepat apa yang dikehendaki daripadanya secara tepat dan tidak adanya
berbagai tafsiran.
2. Asas keadilan menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat
administrasi Negara selalu memperhatikan aspek keadilan dan kewajaran,
asas keadilan menuntut tindakan pemerintah harus proposional, sesuai,
seimbang dan selaras dengan hak setiap orang.
1.7 Metode Penelitian
Dalam penulisan karya ilmiah ini, tidak terlepas dari adanya suatu
metodelogi yang bertujuan untuk mengadakan pendekatan atau penyelidikan
ilmiah yang bertujuan untuk mengungkap kebenaran secara sistematis,
metodelogis, dan konsisten.11
Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini,
penulis melakukan penelitian hukum dengan menggunakan metode yang lazim
digunakan didalam metode penelitian hukum dengan maksud untuk dapat
mendekati kebenaran yang berlaku umum dengan suatu teknik penelitian sebagai
berikut :
1.7.1 Jenis Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu untuk mengetahui beberapa masalah
hukum yang kemudian dianalisis. Adanya pemeriksaan yang mendalam terhadap
11
H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.17
17
fakta hukum selanjutnya akan menciptakan suatu pemecahan atas masalah yang
ada.12
Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum empiris. Dari penelitian empiris
ini didasarkan pada data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian,
dengan didukung oleh penelitian kepustakaan yang berhubungan dengan
permasalahan yang akan diteliti.13
1.7.2 Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
melalui statute approach yang artinya pendekatan melalui peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pokok-pokok masalah yang akan dibahas.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisa mengenai kedudukan tenaga honorer
setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara di Provinsi Bali.
1.7.3 Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu merupakan suatu teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara melakukan observasi atau dengan
melakukan pengamatan/ penelitian secara langsung ke lapangan dan juga
12
Bambang Sunggono, 2007, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h.38 13
Ronitijo Sumitro, 1998, Methodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalatia
Indonesia, Semarang, h.11
18
dengan teknik wawancara yang tidak berstruktur, artinya jawaban yang
diberikan oleh informan dapat dikembangkan menjadi pertanyaan lain
sepanjang dianggap perlu dan dapat menunjang data dalam skripsi.
“Informasi yang diperoleh dari wawancara itu didalamnya termasuk fakta-
fakta, pendapat dan persepsi”14
. Adapun wawancara ini dilakukan terhadap
pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan tersebut.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu terdiri atas bahan-bahan kepustakaan
seperti peraturan perundang-undangan.
c. Sumber Data Tersier
Sumber data tersier yaitu penunjang yang digunakan dalam
penelitian ini yakni bahan-bahan yang dilengkapi bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan bahan dari
internet yang berkaitan dengan penelitian ini.
d. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini pada dasarnya menggunakan metode pengumpulan
data yang berdasar pada data primer dan data sekunder. Pengumpulan data
dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka
mencapai tujuan penelitian.15
14
Burhan Ashshofa, 1998, Metode Penelitian Hukum, Cet.II, Rineka Cipta, Jakarta, h.22 15
W. Gulo, 2002, Metodologi Penelitian, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta,
h.110
19
Dalam rangka untuk mendapatkan data-data praktis, digunakan 2
cara pengumpulan data yaitu :
1) Teknik wawancara (interview)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan melakukan tanya jawab secara langsung antara responden,
narasumber dan informan, dikarenakan adanya informasi yang hanya
didapatkan melalui bertanya langsung, untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian ini.16
Wawancara juga merupakan salah satu teknik yang sering
dilakukan dalam penelitian hukum empiris. Wawancara akan dilakukan
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk
memperoleh jawaban kepada sumber yang dianggap mengetahui mengenai
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian hukum tersebut yang
nantinya akan digabungkan dengan teknik pengambilan data lainnya.
Dalam hal ini cara memperoleh data primer yaitu dengan
mengadakan wawancara langsung kepada pihak-pihak terkait dengan
penulisan skripsi ini.
2) Teknik Studi Dokumen
Studi dokumen yaitu merupakan teknik awal yang digunakan
dalam setiap penelitian ilmu hukum baik dalam penelitian hukum normatif
maupun dalam penelitian hukum empiris. Dalam penulisan skripsi ini
16
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.161
20
teknik pengumpulan data atau bahan yang dilakukan adalah penelitian
kepustakaan (library research), yaitu dengan membuat catatan-catatan
yang diperoleh dari literatur-literatur dan perundang-undangan yang terkait
dengan penulisan skripsi ini.17
Selain itu studi dokumen ini juga dilakukan dengan cara
mengumpulkan data sekunder (card system) berupa data maupun dokumen
resmi yang relevan dan ada hubungannya dengan masalah dalam
penelitian skripsi ini. Selain itu analisis dalam penelitian merupakan hal
yang sangat penting karena dengan menganalisa bahan hukum maka akan
terlihat manfaatnya dalam memecahkan dan menyelesaikan masalah dalam
skripsi ini.
e. Teknik Analisis
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.18
Analisis data dalam
penelitian berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data.19
Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis terhadap data-
data yang ada secara kualitatif. Teknik pengolahan data secara kualitatif,
yaitu dengan memilih data dengan kualitasnya untuk dapat menjawab
17
Cholid Narbuka dan H.Abu Achmad, 2005, Metodelogi Penelitian, PT.Bumi Angkasa,
Jakarta, h.63 18
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survey, LP3ES,
Jakarta, h.263 19
Burhan Bungin, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke
Arah Ragam Varian Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.99
21
permasalahan yang diajukan20
. Kemudian dari hasil analisis tersebut
disusun secara sistematis dan dihubungkan secara kontekstual atau satu
dengan yang lainnya. Hasil dari pengolahan dan analisis bahan hukum
tersebut kemudian disajikan secara diskriptif analitis.
20
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodelgi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet.IV,
Ghalia Indonesia, Jakarta, h.47