bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah i.pdf · konsep perlindungan konsumen telah...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Konsep perlindungan konsumen telah diperkenalkan beberapa puluh tahun lalu
diberbagai negara dan sampai saat ini sudah puluhan negara memiliki undang-undang atau
peraturan khusus yang memberikan perlindungan kepada konsumen termasuk menyediakan
sarana peradilannya. Sejalan dengan itu, berbagai negara telah pula menetapkan hak-hak
konsumen yang digunakan sebagai landasan pengaturan perlindungan kepada konsumen.1
Hak dasar konsumen yang berkaitan dengan minuman kadaluwarsa tersebut yaitu hak
untuk mendapatkan keamanan (the right to safety). Hak atas keamanan dan keselamatan ini
dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang
atau jasa yang diperolehnya sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun
psikis) apabila mengkonsumsi suatu produk khususnya produk minuman.2 Sikap konsumen di
Indonesia terhadap suatu produk seperti minuman dalam kenyataannya sangatlah peka ketika
produk minuman yang dikonsumsinya atau beredar di masyarakat ada indikasi tidak memenuhi
standar sebagai produk yang tidak layak. Hal ini disebabkan karena konsumen pada umumnya
kurang memperoleh informasi lengkap mengenai produk yang dibelinya.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) pada
Pasal 8 ayat (1) huruf g mengamanatkan bahwa “pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau
1 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Grasindo, Jakarta, h. 16
2 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta, h. 41
1
jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu”. Pencantuman
tanggal kadaluwarsa ini harus dilakukan oleh pelaku usaha agar konsumen mendapat informasi
yang jelas mengenai produk yang dikonsumsinya akan tetapi tanggal yang biasanya tercantum
pada label produk tersebut tidak hanya masa kadaluwarsanya tapi tanggal-tanggal lain.3
Berbagai masalah yang muncul akibat minuman beralkohol sangat meresahkan
masyarakat, sehingga kenyamanan masyarakat terganggu. Minuman beralkohol saat ini tidak
hanya dikonsumsi oleh orang dewasa tetapi juga anak-anak. Peredaran minuman beralkohol yang
tidak terkendali akan menimbulkan efek negatif di masyarakat. Minuman beralkohol menjadi
salah satu faktor tingginya angka kriminalitas dan penyakit masyarakat. Salah satu masalah yang
sangat memprihatinkan dan harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah ialah masalah
minuman keras yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas.
Mengkonsumsi minuman beralkohol yang berlebihan sangat besar pengaruhnya
terhadap sikap dan tindakan pelaku yang mengarah kepada deviasi, seperti kebut-kebutan di
jalan raya yang dapat mengganggu lalu lintas, membuat keributan dan kekacauan, dan
mengganggu ketenangan masyarakat lainnya. Hal itu disebabkan kontrol diri menjadi berkurang
karena mengkonsumsi minuman keras secara berlebihan.
Penyalahgunaan minuman keras dengan mengkonsumsinya di luar batas kewajaran,
disamping akan menjadi masalah individu yang dapat merugikan diri sendiri, selain itu yang
lebih luas lagi dapat menjadi masalah bagi masyarakat. Kebiasaan minum-minuman keras yang
melebihi batas yang wajar dapat menyebabkan sikap seseorang menjadi anti sosial dan
cenderung merugikan kepentingan orang lain. Disisi lain kebiasaan minum-minuman keras
3 Ibid, h. 78
secara berlebihan dapat menyebabkan kecanduan dan menjadi ketergantungan terhadap
minuman keras.
Dapat dilihat belakangan ini banyak jatuh korban meninggal dunia yang diakibatkan
karena minuman keras oplosan yang selain dikonsumsi secara berlebihan juga dicampur dengan
zat-zat kimia yang mematikan yang seharusnya tidak diperuntukkan untuk dikonsumsi manusia.
Keadaan yang demikian itu apabila tetap dibiarkan akan menimbulkan keresahan dalam
masyarakat juga rusaknya generasi muda yang akan datang.
Minuman beralkohol merupakan jenis minuman dengan potensi ekonomi tinggi tetapi
memiliki kandungan ethanol yang dapat membahayakan kesehatan pemakainya, sehingga
mengganggu ketertiban masyarakat. Di Bali pengaturan mengenai peredaran minuman
beralkohol diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengendalian Peredaran Minuman
Beralkohol Di Provinsi Bali. Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 8 Perda No. 5
Tahun 2012 menyatakan bahwa :
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari hasil
pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau
tidak, menambah bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan ethanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung ethanol.
Setiap peredaran minuman beralkohol di masyarakat harus terlebih dahulu mendapatkan
izin edar dari Gubernur. Peraturan daerah ini juga melarang pengedaran dan atau menjual
minuman beralkohol ditempat umum, kecuali di hotel, bar, restoran dan di tempat tertentu
lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Tempat tertentu yang dimaksud yaitu tempat
peribadatan, sekolah, rumah sakit atau lokasi tertentu lainnya yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota.
Distributor minuman beralkohol juga memiliki kewajiban untuk menggunakan label yang
mengacu pada Perda No. 5 Tahun 2012. Pengaturan minuman beralkohol di Bali dimungkinkan
diatur melalui Perda didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten Kota yang mengamanatkan perdagangan minuman beralkohol merupakan urusan
pemerintahan daerah.
Pasal 10, bab VI Peredaran Minuman Beralkohol, bagian ke satu tentang Peredaran,
Perda Bali No 5 Tahun 2012 menguraikan :
1. Minuman Beralkohol produksi luar negeri (impor) dan produksi dalam negeri yang
diedarkan oleh distributor, sub distributor pengecer, dan penjual langsung wajib dikemas, menggunakan pita cukai dan label edar.
2. Minuman beralkohol produksi tradisional yang dikonsumsi dan diedarkan oleh kelompok usaha atau koperasi wajib dikemas dengan menggunakan label edar
3. Minuman beralkohol produksi tradisional yang tidak untuk dikonsumsi dan diedarkan
oleh kelompok usaha atau koperasi peredarannya dengan menggunakan label untuk upacara (tetabuhan) dan label edar.
Menurut ketentuan pasal di atas dapat diketahui bahwa apabila sebuah minuman berakohol
sudah memiliki kemasan, pita cukai dan label edar untuk minuman beralkohol impor dan
produksi dalam negeri, dan bagi minuman beralkohol untuk produksi tradisonal cukup hanya
mencantumkan label edar maka sudah dapat diedarkan di Bali tanpa perlu mencantumkan nomor
pendaftaran pangan pada label pangan olahannya. Pasal 30 Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun
1999 tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan : “Terhadap produksi baik dalam maupun luar
negeri yang dimasukan ke dalam wilayah Indonesia, pada label pangan olahan yang
bersangkutan harus mencantumkan nomor pendaftaran Pangan.”
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 382/MENKES/PER/VI/1989 tentang
Pendaftaran Makanan, nomor pendaftaran pangan tersebut barulah bisa diperoleh bila para
produsen, distributor mendaftarkan minuman beralkohol tersebut kepada Badan Pengawas Obat
dan Makanan. Sehingga peranan BPOM diperlukan untuk melakukan penegakan hukum dan
memberikan perlindungan hukum apabila terdapat konsumen yang dirugikan akibat peredaran
minuman beralkohol ilegal ini.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka menarik untuk dibahas
lebih lanjut dalam skripsi ini dengan mengangkat judul Peranan Balai Pengawas Obat dan
Makanan Terhadap Penyaluran Minuman Alkohol Ilegal Dalam Kaitannya Dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang hendak diangkat dalam skripsi ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tanggung jawab perusahaan penyalur minuman beralkohol terhadap
peredaran minuman beralkohol ilegal?
2. Bagaimanakah upaya penyelesaian terhadap penyalur minuman alkohol yang ilegal oleh
Balai Pengawas Obat dan Makanan?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari agar pembahasan dalam skripsi ini tidak keluar atau melenceng dari
pokok permasalahan, maka diperlukan adanya batasan-batasan terhadap permasalahan yang akan
dibahas yaitu sebagai berikut: Pada permasalahan pertama dibahas mengenai tanggung jawab
perusahaan penyalur minuman beralkohol terhadap peredaran minuman beralkohol ilegal dan
pada permasalahan kedua membahas mengenai upaya penyelesaian terhadap penyalur minuman
alkohol yang ilegal oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul Peranan Balai Pengawas
Obat Dan Makanan Terhadap Penyaluran Minuman Alkohol Ilegal Dalam Kaitannya Dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
adalah sepenuhnya hasil pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis sendiri dengan
menggunakan 3 (tiga) skripsi sebagai referensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan
dengan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
No NAMA & NIM JUDUL RUMUSAN MASALAH
1 I Komang Yogi
Triana Putra
0910110038
Penegakan Hukum Terhadap
Peredaran Minuman Beralkohol
Tanpa Label Edar (Studi Di
Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Bali)
1. Bagaimana upaya Dinas
Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Bali
dalam melakukan
penegakan hukum terhadap
peredaran minuman
beralkohol tanpa label edar?
2. Apa kendala Dinas
Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Bali
dalam penegakan hukum
terhadap peredaran
minuman beralkohol tanpa
label edar?
2. Dewi Maharani
Ismitania
1006816205
Analisis Kebijakan Pelekatan
Pita Cukai Minuman
Mengandung Etil Alkohol
Buatan Dalam Negeri
1. Bagaimanakah perubahan
sistem pengawasan yang
dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai
pada minuman mengandung
etil alkohol buatan dalam
negeri?
2. Bagaimanakah penerapan
kebijakan pelekatan pita
cukai atas minuman
mengandung etil alkohol
buatan dalam negeri?
3 M. Khalil Qibran
B 111 08 138
Tinjauan Kriminologis Terhadap
Penyalahgunaan Minuman
Beralkohol Oleh Anak Di
Kabupaten Mamuju Sulawesi
Barat (Studi Kasus Tahun 2009-
2012)
1. Faktor apa yang menjadi
penyebab sehingga
terjadinya penyalahgunaan
minuman beralkohol yang
dilakukan oleh Anak di
Kab. Mamuju Provinsi
Sulawesi Barat?
2. Upaya apakah yang
ditempuh oleh aparat
penegak hukum untuk
menanggulangi terjadinya
penyalahgunaan minuman
beralkohol yang dilakukan
oleh Anak di Kab. Mamuju
Provinsi Sulawesi Barat?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi ini terbagi menjadi dua tujuan yakni tujuan umum dan
tujuan khusus :
1.5.1 Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah dalam kerangka pengembangan ilmu
hukum sehubungan dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai suatu proses).
Paradigma ilmu tidak akan berhenti dalam penggaliannya atas kebenaran dalam bidang
perlindungan konsumen, khususnya yang berkaitan dengan Peranan Balai Pengawas Obat dan
Makanan Terhadap Penyaluran Minuman Alkohol Ilegal Dalam Kaitannya Dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan demikian tujuan umum
penelitian ini sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui tanggung jawab perusahan penyalur minuman alkohol
terhadap peredaran minuman alkohol ilegal.
b. Untuk mengetahui upaya penyelesaian terhadap penyalur minuman alkohol ilegal
oleh BPOM
1.5.2 Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari penelitian skripsi ini yaitu sebagai
berikut:
1. Untuk memahami mengenai tanggung jawab perusahaan penyalur minuman beralkohol
terhadap peredaran minuman beralkohol ilegal.
2. Untuk memahami dan menganalisa lebih lanjut mengenai upaya penyelesaian terhadap
penyalur minuman alkohol yang ilegal oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat teoritis
Adapun manfaat teoiris yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini yaitu sebagai
berikut:
a. Manfaat positif
Secara keilmuan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat positif bagi
perkembangan ilmu hukum, khususnya bidang Hukum Perlindungan Konsumen
terutama yang berkaitan dengan Peranan Balai Pengawas Obat dan Makanan Terhadap
Penyaluran Minuman Alkohol Ilegal Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
b. Manfaat bagi pihak Pemerintahan
Bagi pihak pemerintahan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran
agar lebih tegas untuk menindak pelaku usaha yang dengan sengaja mengedarkan
minuman beralkohol oplosan di masyarakat sehingga dapat membahayakan masyarakat
sebagai konsumen yang mengkonsumsinya.
c. Manfaat bagi masyarakat
Bagi masyarakan pada umumnya hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
referensi bagi masyarakat pada umumnya sebagai konsumen agar lebih berhati-hati
dalam membeli minuman beralkohol agar tidak merugikan dirinya sendiri
1.6.2 Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini yaitu sebagai
berikut: untuk lebih memahami mengenai aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan peredaran
minuman beralkohol ilegal dan juga untuk mengetahui perlindungan hukum yang dapat
diberikan kepada konsumen akibat kerugian yang ditimbulkan karena mengkonsumsi minuman
beralkohol ilegal.
1.7 Landasan Teoritis
Menurut pendapat Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, teori adalah suatu penjelasan yang
berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga
merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya
umum.4 Untuk meneliti mengenai suatu permasalahan hukum, maka pembahasan adalah relevan
apabila dikaji menggunakan teori-teori hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum.
Teori hukum dapat digunakan untuk menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan
konsep yuridis, yang relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian
hukum.5
Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang membahas atau menganalisis tidak
sekedar menjelaskan atau menjawab pertanyaan atau permasalahan secara kritis ilmu hukum
maupun hukum positif dengan menggunakan interdisipliner. Jadi, tidak hanya menggunakan
metode sinskripsi saja. Dikatakan secara kritis karena pertanyaan-pertanyaan atau permasalahan
teori hukum tidak cukup dijawab secara “otomatis” oleh hukum positif karena memerlukan
argumentasi atau penalaran.6
Landasan Teoritis atau Kerangka Teori adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum
umum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma dan
lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Untuk
membahas permalasahan yang diangkat dalam skripsi ini maka digunakan beberapa teori hukum,
diantaranya yaitu:
1. Teori perlindungan hukum
Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum yang
dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Sunaryati Hartono mengatakan bahwa
hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik
4 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar,
Yogjakarta, h. 134 5 Salim H.S., 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali, Jakarta, h. 54
6Sudikno Mertokusumo, 2012, Teori Hukum (edisi revisi) , Cahaya Atma Pusaka, Yogjakarta, h. 87.
untuk memperoleh keadilan sosial.7 Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum
tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam
melaksanakan kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan
sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang
telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang bersangkutan merasa aman.
Menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo, menjelaskan teori
pelindungan hukum bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai
kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan
terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai
kepentingan di lain pihak.8 Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu
di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.9
Teori perlindungan hukum dalam penelitian ini tentunya didasari oleh teori perlindungan
hukum yang dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, dimana perlindungan hukum yang
dilakukan dalam wujud perlindungan hukum preventif, artinya ketentuan hukum dapat
dihadirkan sebagai upaya pencegahan atas tindakan pelanggaran hukum. Upaya pencegahan ini
diimplementasikan dengan membentuk aturan-aturan hukum yang bersifat normatif.10 Ada dua
macam bentuk perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum yang bersifat preventif dan
represif. Preventif artinya perlindungan yang diberikan sebelum terjadinya sengketa, sedangkan
sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang
7 Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, h. 55
8 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 53
9 Ibid, h. 54
10
Budi Agus Riswandi, 2005, Aspek Hukum Internet Banking, Persada, Jogjakarta, h.200
muncul apabila terjadi suatu pelanggaran terhadap norma-norma hukum dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam kaitannya dengan penelitian dalam skripsi ini, teori perlindungan
hukum dipergunakan untuk membahas permasalahan pertama terkait dengan perlindungan
hukum bagi masyarakat dari bahaya minuman beralkohol oplosan yang beredar di pasaran.
Perlindungan hukum tentunya diperlukan dari segi prefentif untuk mencegah peredaran minuman
beralkohol oplosan tersebut, sedangkan secara represif memberikan perlindungan hukum bagi
konsumen yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi minuman beralkohol oplosan tersebut.
2. Teori tanggung jawab
Menunjuk pada pertanggungjawaban terdapat dua istilah yang berkaitan dengan tanggung
jawab dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum
yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang
bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau
potensial seperti kerugian, ancaman, kajahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk
melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas
suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga
kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan.11
Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada
pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek
11
Busyra Azheri, 2012, Corporate Social Responsibility, Cet.II, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 86.
hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.12 Secara
umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan Unsur Kesalahan yaitu prinsip yang cukup
umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPerdata Pasal 1365,
1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang
baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur
kesalahan yang dilakukannnya. Pasal 1365 KUHPerdata yang lazim dikenal sebagai
pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur
pokok, yaitu :
a. Adanya perbuatan;
b. Adanya unsur kesalahan;
c. Adanya kerugian yang diderita;
d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.13
Kesalahan yang dimaksud adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian
hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga kepatutan dan
kesusilaan dalam masyarakat.
2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab. Prinsip ini menyebutkan bahwa
tergugat selalu dianggap bertanggung jawab, sampai ia dapat membuktikan bahwa ia
tidak bersalah. Kata “dianggap” dalam prinsip ini sangat penting karena ada
kemungkinan tergugat membebaskan diri dari tanggung jawab, yaitu dalam hal ia
dapat membuktikan bahwa ia telah “mengambil” semua tindakan yang diperlukan
12Ridwan H.R., 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 335-337.
13
Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia , Gramedia Widiasrana, Jakarta, h. 73.
untuk menghindarkan terjadinya kerugian, dalam prinsip ini, beban pembuktiannya
ada pada si tergugat.
3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab. Prinsip ini adalah kebalikan
dari prinsip kedua yang telah disebutkan tadi. Prinsip praduga untuk tidak selalu
bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat
terbatas.
4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak disamakan dengan absolute liability, dalam prinsip
ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggung jawab, kecuali
apabila kerugian yang timbul karena kesalahan pihak yang dirugikan sendiri.
5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan. Prinsip tanggung jawab dengan
pembatasan (limitation of liability principle) ini sangat disenangi oleh pelaku usaha
untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian strandar yang
dibuatnya.14
Sebagai pelaku usaha yang menjual produk yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat secara
luas tentunya pelaku usaha juga bertanggungjawab atas keamanan dari produk yang dijual
kepada masyarakat tersebut. Dalam kaitannya dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi
ini, teori pertanggungjawaban dipergunakan untuk membahas permasalahan kedua .
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum
empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan dan mengenai
pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, Undang-Undang atau
14
ibid
kontrak) secara in action/in abstracto pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam
masyarakat (in concreto).15
Penelitian ini dilakukan untuk memastikan apakah hasil penerapan pada peristiwa hukum
in concreto itu telah sesuai atau tidak dengan ketentuan Undang-Undang atau kontrak telah
dilaksanakan sebagaimana mestinya atau tidak, sehingga para pihak yang berkepentingan
mencapai tujuannnya. Penelitian yuridis empiris harus dilakukan di lapangan dengan metode dan
teknik penelitian lapangan yaitu mengadakan kunjungan dan berkomunikasi dengan para pihak
yang berkaitan langsung.
1.8.2 Jenis pendekatan
Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk mengawali sebagai
dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis. Dalam
penelitian hukum empiris terdapat beberapa pendekatan yaitu :
a. Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam penelitian hukum
bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam
praktik hukum.
b. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) hal ini dimaksudkan bahwa
peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan
analisis.
c. Pendekatan fakta (the fact approach)
d. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach)
e. Pendekatan Frasa (Words and Phrase Approach)
15
Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 134
f. Pendekatan sejarah (Historical Approach), pendekatan sejarah ini dilakukan dengan
menelaah latar belakang dan perkembangan dari materi yang diteliti.
g. Pendekatan perbandingan (Comparative Approach), pendekatan ini dilakukan dengan
membandingkan peraturan perundangan Indonesia dengan satu atau beberapa
peraturan perundangan negara-negara lain. 16
Dalam penulisan karya ilmiah ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah, serta dapat
dipertahankan secara ilmiah, maka masalah dalam penelitian ini akan dibahas menggunakan
jenis pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach), pendekatan Analisis Konsep
Hukum (Analitical & Conseptual Approach) dan pendekatan fakta (The Fact Approach).
1.8.3 Sifat penelitian
Sifat penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian
yang bersifat deskriptif analitis bertujuan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya,17 maka dapat diambil data obyektif karena ingin
menggambarkan kenyataan yang terjadi pada Balai Pengawas Obat dan Makanan dalam hal
melakukan pengawasan minuman beralkohol ilegal di Provinsi Bali.
1.8.4 Data dan sumber data
Dalam penelitian hukum empiris data dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
16
Fajar Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka
Pelajar, Yogjakarta, h. 185-190.
17
Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, (selanjutnya disebut Soerjono
Soekanto II) h. 10.
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh terutama dari penelitian yang dilakukan
langsung didalam masyarakat.18 Sumber data primer yang diperoleh dari penelitian ini
dengan melakukan penelitian yang berlokasi di Provinsi Bali, yaitu dengan melakukan
penelitian pada Balai Pengawas Obat dan Makanan mengenai peredaran minuman
beralkohol ilegal. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan
informan dan responden yang ada pada lokasi penelitian tersebut. Informan, adalah
orang atau individu yang memberikan informasi data yang dibutuhkan oleh peneliti
sebatas yang diketahuinya. Informan diperlukan didalam penelitian empiris untuk
mendapatkan data secara kualitatif. Responden, adalah seseorang atau individu yang
akan memberikan respons terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Responden
ini merupakan orang atau individu yang terkait secara langsung dengan data yang
dibutuhkan.19
2. data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dengan
menggunakan bahan-bahan hukum20 sebagai berikut:
i. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari :
(a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
(c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
18
Ibid, h. 156 19
Ibid, h. 174 20
Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.
24.
(d) Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015
tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan
Penjualan Minuman Beralkohol;
(e) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengendalian
Peredaran Minuman Beralkohol Di Provinsi Bali.
ii. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literatur-literatur, buku-buku, makalah,
dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumen-dokumen yang berkenaan
dengan masalah yang dibahas.
iii. Sedangkan Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus dan ensiklopedi.21
1.8.5 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data primer yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan
metode wawancara dengan mengambil sampel secara Non Random Sampling, yaitu suatu cara
menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan atau menunjuk sendiri sampel dalam
penelitiannya. Sesuai dengan judul dalam penulisan skripsi ini maka dalam penelitian ini sampel
yang digunakan yaitu Balai Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Bali dengan mewawancarai
para informan dan responden yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.
Tehnik pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini menggunakan tehnik studi
dokumen melalui kepustakaan dipergunakan dengan cara mencatat
data-data yang bersumber pada bahan hukum primer maupun dari bahan hukum sekunder yang
berupa buku-buku tulisan dari para sarjana dan bahan hukum tersier yang berupa kamus dan
ensiklopedi.
1.8.6 Teknik penentuan sampel penelitian
21
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2004, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 120
Adapun lokasi Penelitian dalam penyusunan penelitian ini pada Balai Pengawas Obat dan
Makanan Provinsi Bali. Terpilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian dikarenakan Balai
Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Bali mempunyai wewenang untuk mengawasi peredaran
obat-obatan dan makanan di masyarakat.
Dalam Penelitian ini metode sampel yang digunakan adalah sampel secara Non Random
Sampling, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan atau menunjuk
sendiri sampel dalam penelitiannya. Sesuai dengan judul dalam penulisan tesis ini maka dalam
penelitian ini sampel yang digunakan yaitu pegawai Balai Pengawas Obat dan Makanan Provinsi
Bali.
Penentuan informan dilakukan dengan teknik penentuan informan dengan menggunakan
metode snowball sampling yang dipilih berdasarkan penunjukan atau rekomendasi dari sampel
sebelumnya. Sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh peneliti yaitu dengan mencari
informan kunci, kemudian informan berikutnya yang akan dijadikan sampel tergantung dari
rekomendasi yang diberikan oleh informan kunci. yang diawali dengan menunjuk sejumlah
informan yaitu informan yang mengetahui, memahami, dan berpengalaman sesuai dengan objek
penelitian ini yakni Pegawai Balai Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Bali.
1.8.7 Teknik pengolahan data
Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di lapangan
sehingga siap pakai untuk dianalisa.22 Setelah data dikumpulkan kemudian data diolah secara
kualitatif dengan melakukan studi perbandingan antara data lapangan dengan data kepustakaan
sehingga akan diperoleh data yang bersifat saling menunjang antara teori dan praktik.
1.8.8 Teknik analisis data
22
Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek , Sinar Grafika, Jakarta, h. 72.
Dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan tersebut, digunakan metode analisis
deskriptif, yaitu menggambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut
kategori untuk memperoleh kesimpulan.23Dalam metode analisis deskriptif, setelah data
dianalisis kemudian disusun kembali secara sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan
tentang permasalahan hukum dalam penelitian ini.
23Suharsini Arikunto, 1986, Prosedur Penelitian, Bina Aksara, Jakarta, h. 194.