bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah i.pdf · ... sektor pertanian, ... kebudayaan menjadi...

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mengandalkan pariwisata sebagai objek mata pencaharian. Kebudayaan merupakan faktor utama ketertarikan wisatawan mancanegara datang ke Bali sehingga mendatangkan berbagai kesempatan mencari penghasilan pada sektor pariwisata. Produktifitas bisnis pariwisata budaya memicu pergerakan ekonomi di bidang perdagangan, sektor pertanian, hingga beragam pekerjaan bidang jasa. Keberadaan, keberlangsungan, dan keberlanjutan perekonomian Bali untuk selanjutnya terus menerus bergantung pada hal yang berkaitan dengan kebudayaan, sebab Bali memang hanya mempunyai sebagian kecil sumberdaya alam (fisik) yang dapat dikelola. Kebudayaan menjadi tonggak utama karena memiliki keberagaman jenis sehingga para wisatawan tidak pernah merasa bosan untuk menyaksikannya. Kebudayaan tersebut tidak saja terbatas pada sistem ritual dan keagamaan, namun juga mencangkup seluruh sendi kehidupan masyarakat Bali seperti; sistem tata ruang dan lingkungan hidup, sistem arsitektur ruang dan bangunan, sistem sosial kemasyarakatan, sistem irigasi dan pertanian, serta berbagai sub-sistem lainnya yang membangun satu kesatuan identitas budaya. Hal yang paling mendasar dan merupakan awal mula pembentuk kesatuan identitas dari sistem-sistem tersebut merupakan sistem sosial kemasyarakatan masyarakat Bali yang dikenal dengan nama desa pakraman. Desa Pakraman merupakan istilah lain dari desa adat seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas 1

Upload: dotuyen

Post on 05-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mengandalkan pariwisata sebagai

objek mata pencaharian. Kebudayaan merupakan faktor utama ketertarikan wisatawan

mancanegara datang ke Bali sehingga mendatangkan berbagai kesempatan mencari penghasilan

pada sektor pariwisata. Produktifitas bisnis pariwisata budaya memicu pergerakan ekonomi di

bidang perdagangan, sektor pertanian, hingga beragam pekerjaan bidang jasa. Keberadaan,

keberlangsungan, dan keberlanjutan perekonomian Bali untuk selanjutnya terus menerus

bergantung pada hal yang berkaitan dengan kebudayaan, sebab Bali memang hanya mempunyai

sebagian kecil sumberdaya alam (fisik) yang dapat dikelola. Kebudayaan menjadi tonggak utama

karena memiliki keberagaman jenis sehingga para wisatawan tidak pernah merasa bosan untuk

menyaksikannya. Kebudayaan tersebut tidak saja terbatas pada sistem ritual dan keagamaan,

namun juga mencangkup seluruh sendi kehidupan masyarakat Bali seperti; sistem tata ruang dan

lingkungan hidup, sistem arsitektur ruang dan bangunan, sistem sosial kemasyarakatan, sistem

irigasi dan pertanian, serta berbagai sub-sistem lainnya yang membangun satu kesatuan identitas

budaya.

Hal yang paling mendasar dan merupakan awal mula pembentuk kesatuan identitas dari

sistem-sistem tersebut merupakan sistem sosial kemasyarakatan masyarakat Bali yang dikenal

dengan nama desa pakraman. Desa Pakraman merupakan istilah lain dari desa adat seperti yang

tercantum dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Pada pasal 1

angka (4) disebutkan bahwa :

Desa pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai

satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun

temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah

tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

Pada pasal 3 Peraturan Menteri Desa Nomor 1 Tahun 2015 disebutkan bahwa desa adat

mempunyai kewenangan berdasarkan hak asal-usul yang meliputi:

a. Pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli;

b. Pengaturan dan pengurusan ulayat/wilayah adat;

c. Pelestarian nilai sosial budaya;

d. Penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di desa adat;

e. Penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan desa adat;

f. Pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat sesuai hukum adat;

g. Pengembangan kehidupan hukum adat.

Luasnya kewenangan yang diberikan kepada desa adat atau desa pakraman sebagaimana

disebut di Bali, merupakan bentuk pengakuan yang konkret terhadap eksistensi adat dan budaya

Bali. Selama ini pengakuan tersebut hanya tertuang dalam ketentuan Pasal 18b Undang-Undang

Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal tersebut menentukan bahwa:

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta

hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

masyarakat, serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur undang-

undang.

Penyelenggaraan pemerintahan desa pakraman akan dapat terlaksana secara maksimal

apabila desa pakraman memiliki kapasitas keuangan yang mandiri sehingga segala bentuk

penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya akan berjalan dengan baik.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

Salah satu bentuk kekayaan desa pakraman yang memiliki ciri khas dan mampu mendorong

perekonomian karena mempunyai fungsi selayaknya lembaga keuangan pada umumnya adalah

Lembaga Perkreditan Desa (LPD). LPD di Bali yang saat ini berjumlah 1.423 memiliki total aset

sebesar Rp 14,6 triliun atau dua kali lipat dari aset BPR di Bali. LPD yang memiliki aset diatas

Rp 100 milyar hingga tahun 2016 mencapai 29 unit. Jumlah aset yang sangat besar ini adalah

salah satu indikator betapa strategisnya LPD sebagai penghimpun dana masyarakat yang harus

dilindungi keberadaannya. Jika LPD dapat terus eksis dan berkembang tentu dampaknya dalam

mendorong perekonomian masyarakat desa pakraman sangatlah luar biasa. Dari 1.423 LPD di

Bali, hanya 10% (sepuluh persen) yang dinyatakan tidak sehat. Ini menunjukkan bahwa LPD

mampu dan eksis bersaing dengan lembaga keuangan lain yang sejenis.

Pengertian LPD termuat dalam Pasal 1 Angka 11 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor

4 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun

2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa, yaitu:

Lembaga Perkreditan Desa yang selanjutnya disebut LPD adalah lembaga keuangan

milik Desa Pakraman yang bertempat di wilayah Desa Pakraman.

LPD memiliki kekhususan tersendiri, akan tetapi sistem pengelolaannya secara teknis

hampir sama dengan lembaga keuangan mikro dan lembaga perbankan konvensional. Salah satu

sifat kekhususan LPD adalah LPD wajib melakukan fungsi intermediasi, yakni menghimpun

dana (funding) hanya dari masyarakat desa pakraman dan menyalurkannya kembali dalam

bentuk kredit (lending) hanya kepada masyarakat desa pakraman. Kewajiban ini tertuang dalam

Pasal 2 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa, yaitu:

LPD merupakan badan usaha keuangan milik Desa yang melaksanakan kegiatan usaha

dilingkungan Desa dan untuk Krama Desa.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa juga

mengatur tentang ijin pendirian LPD, modal LPD, pengawasan LPD, dana perlindungan dan

penjaminan LPD, kepengurusan, hingga sanksi terkait pengelolaan LPD. Peraturan Daerah ini

ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur Bali Nomor 11 Tahun 2013 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga

Perkreditan Desa sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah

Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8

Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa. Peraturan Gubernur Bali tersebut berisikan

mekanisme pengelolaan LPD yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian pengelolaan LPD,

pengurus dan pengawas internal LPD, badan kerjasama LPD, lembaga pemberdayaan LPD, dana

pembinaan LPD, skim dana penjaminan simpanan nasabah LPD, hingga penyetoran dan

penggunaan keuntungan bersih LPD.

Pembentukan LPD didorong karena mendesak dan menguatnya kebutuhan keuangan

desa pakraman dalam menyelenggarakan berbagai fungsi peradaban yang sangat berat dan tidak

pernah dipikirkan atau dikerjakan oleh lembaga keuangan umum atau bank manapun juga. Sifat

khas LPD juga dibedakan oleh instrumen pengelolanya, yaitu dengan menggunakan instrumen

komunikasi dan sosial budaya, seperti awig-awig, pesangkepan, dan terutama tujuannya yaitu

keberadaan LPD, lebih dimaksudkan untuk membangun kemampuan keuangan masyarakat desa

pakraman, dalam rangka menunjang misi mereka untuk memelihara, menyangga, dan

mengembangkan peradaban budaya Bali. Peradaban budaya Bali yang menjadi landasan LPD

menjadikan karakteristik LPD juga bersifat sosial, komunal, religius (tidak hanya tanggungjawab

secara fisik/sekala namun juga secara nonfisik/niskala).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

Kekhususan LPD terutama dalam hal hak dan kewajiban seperti yang telah disebutkan di

atas, membuat pemerintah mengecualikan keberadaan LPD dalam Pasal 39 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (Undang-Undang LKM).

Posisi LPD dan lembaga keuangan sejenis, misalnya, Lumbung Pitih Nagari di Sumatera

Selatan, dianggap tidak termasuk dalam Lembaga Keuangan Mikro dan dibebaskan dari segala

aturan yang mengikat Lembaga Keuangan Mikro serta dinyatakan diakui keberadaannya

berdasarkan hukum adat. LPD hanya terdapat di Bali, untuk itu LPD hanya tunduk pada hukum

adat yang di Bali, pengaturan tentang LPD ini wajib terdapat dalam awig-awig pada masing-

masing desa pakraman.

Pengecualian ini menimbulkan kekosongan hukum mengingat seperti yang telah

dipaparkan di atas, selama ini status dan kedudukan LPD hanya diatur dalam Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi

Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa. Belum ada tindak lanjut dari

pemerintah Provinsi Bali didalam menyikapi Undang-Undang LKM dengan melakukan revisi

Peraturan Daerah tersebut agar pengaturan dan tata kelola LPD disesuaikan dengan hukum adat.

Namun demikian, Majelis Desa Pakraman Bali telah melaksanakan Paruman Agung Tanggal 8

Agustus 2014 yang menghasilkan Keputusan Paruman Agung III MDP Bali No. 007/SK-PA

III/MDP Bali/VIII/2014 tentang Pararem LPD Bali, sebagai upaya untuk mengamankan

keberadaan LPD agar sesuai dengan amanat Undang-Undang LKM.

LPD dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat desa pakraman juga mensyaratkan

adanya jaminan yang diikuti dengan pengikatan jaminan demi keamanan LPD apabila ada

peminjam yang melakukan wanprestasi. Oleh sebab itu, untuk saat ini, karena belum adanya

pengaturan lebih lanjut mengenai LPD termasuk dalam melakukan pengikatan jaminan dalam

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

transaksi kredit, Notaris/PPAT masih mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan

berdasarkan hukum negara (misalnya ; untuk pengikatan jaminan berupa benda tetap mengacu

kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah serta untuk pengikatan jaminan berupa benda

bergerak tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia). Kondisi ini disebabkan karena LPD dalam Peraturan Daerah disebut sebagai Badan

Usaha Keuangan Milik Desa yang mengacu kepada pengertian Badan Usaha Milik Desa sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Ini juga disebabkan

dalam pengaturan dan tata kelola LPD (baik oleh Peraturan Daerah maupun Peraturan Gubernur)

tidak ada ketentuan mengenai pengikatan jaminan kredit di LPD.

Hal ini menimbulkan polemik karena melihat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1996 tentang Hak Tanggungan, jika dilihat dari aspek pemegang haknya, Pasal 9 Undang-

Undang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa yang berhak memegang hak tanggungan adalah

perseorangan dan badan usaha. Demikian pula apabila memperhatikan Pasal 1 angka 6 Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa pemegang hak

atau penerima fidusia adalah korporasi maupun perseorangan. LPD dalam karakteristik dan

kekhususannya yang diamanatkan untuk tunduk pada hukum adat seperti saat ini, dianggap tidak

dapat dipersamakan dengan badan hukum, korporasi, maupun perseorangan seperti yang ada di

Indonesia saat ini.

Dari berbagai uraian latar belakang permasalahan di atas, maka secara sistematis

permasalahan pokok dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM yang

mengecualikan keberadaan LPD, maka kedudukan LPD tidak lagi dapat dipersamakan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

dengan Bank Pekreditan Rakyat, Koperasi, Lembaga Keuangan Mikro, maupun lembaga

keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga Keuangan Mikro

tidak dapat diterapkan pada LPD.

2. LPD hanya ada di Bali. Oleh karena itu, LPD tunduk pada hukum adat Bali dalam hal ini

awig-awig yang ada pada masing-masing desa pakraman, sehingga pemerintah harus

melakukan revisi untuk melakukan penyesuaian status dan kedudukan hukum LPD agar

sesuai dengan amanat Undang-Undang LKM.

3. Belum adanya tindak lanjut dari pemerintah terkait amanat status dan kedudukan hukum

LPD, baik itu berupa perubahan, penggantian, maupun pencabutan Peraturan Daerah

menyebabkan timbulnya kekosongan hukum baik dalam status dan kedudukan hukum

LPD maupun dalam pengikatan jaminan kredit di LPD.

Dari uraian di atas maka dapat ditarik suatu isu hukum yang berkaitan dengan adanya

kekosongan hukum berkaitan dengan status dan kedudukan hukum LPD dengan berlakunya

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 yang berpotensi menimbulkan polemik terkait keabsahan

pengikatan jaminan kredit di LPD , karena belum adanya aturan hukum adat maupun

perubahan/penggantian/pencabutan Peraturan Daerah yang menyatakan bahwa LPD tunduk pada

hukum adat. Padahal pengikatan jaminan dalam transaksi kredit amatlah penting demi

memberikan rasa aman bagi LPD, ketika si peminjam melakukan wanprestasi karena memiliki

kepastian hukum dalam pelaksanaan lelang jaminan.

Dalam penelitian ini, peneliti telah membandingkan dengan beberapa penelitian

sebelumnya yang juga membahas tentang masalah perkreditan di LPD. Adapun penelitian yang

mirip dengan penelitian ini antara lain:

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Nyoman Rumbiani dalam rangka menyelesaikan

program Pascasarjana di Magister Kenotariatan Universitas Udayana (2013) yang

berjudul “Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Atas Tanah pada Lembaga

Perkreditan Desa di Kabupaten Gianyar”. Rumusan masalah yang terdapat dalam

penelitian ini adalah :

a). Persyaratan apakah yang harus dipenuhi oleh bukan krama desa (krama

tamiu) dalam mengajukan permohonan kredit di Lembaga Perkreditan Desa

Kabupaten Gianyar dengan jaminan hak atas tanah?

b) Bagaimanakah tanggungjawab serta upaya hukum yang dilakukan oleh

Lembaga Perkreditan Desa di kabupaten Gianyar apabila debitur

wanprestasi?

Simpulan dari permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian tersebut adalah :

a). Hasil penelitian menunjukkan persyaratan yang harus ditempuh debitur Lembaga

Perkreditan Desa yang bukan krama desa/krama tamiu dalam mengajukan kredit

dengan jaminan hak milik atas tanah untuk memperoleh kredit pada Lembaga

Perkreditan Desa di Kabupaten Gianyar adalah adanya penanggung jawab atau

penjamin dari krama desa. Untuk kredit di atas Rp 25 juta, krama tamiu juga

diwajibkan menyerahkan jaminan sertipikat hak milik atas tanah atas nama

peminjam kredit. Sertipikat Hak Milik tersebut kemudian dibuatkan Akta

Pembebanan Hak Tanggungan (APHT).

b). Apabila debitur wanprestasi, tanggungjawab dan langkah yang diambil oleh

Lembaga Perkreditan Desa adalah melakukan pendekatan secara kekeluargaan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

dengan memperpanjang jangka waktu pengembalian kredit sehingga debitur bisa

mencicil sesuai kemampuannya.

2. Penelitian ini ditulis oleh Jeanne Wiryadani Ratnaningrum yang dalam rangka

menyelesaikan program Pascasarjana di Magister Kenotariatan Universitas Udayana

(2015). Tesis ini menganalisis mengenai “Wewenang Lembaga Perkreditan Desa

sebagai Subjek Hak Tanggungan”. Rumusan masalah yang diangkat pada tesis ini ada

dua, pertama apakah Lembaga Perkreditan Desa berwenang sebagai subjek hukum hak

tanggungan dan yang kedua bagaimana akibat hukum dari perjanjian yang dibuat oleh

LPD sebagai debitur dalam suatu perjanjian Hak Tanggungan. Kesimpulan yang

didapat adalah, pertama LPD tidak dapat menjadi subjek hukum hak tanggungan

karena LPD adalah duwe desa pakraman. Akibat hukum dari perjanjian LPD adalah

tidak sah karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 ayat (4)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dari uraian beberapa penelitian diatas tidak ditemukan kesamaan, karena fokus dari pada

kajian penelitian ini adalah lebih kepada kekosongan hukum berkaitan dengan status dan

kedudukan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro yang berpengaruh terhadap pengikatan jaminan

di LPD, sehingga tingkat originalitas penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian

tentang kajian yuridis pengikatan jaminan di LPD merupakan isu hukum yang penting demi

terjaganya keamanan lembaga keuangan khusus milik desa pakraman yang hanya satu-satunya

di Bali, untuk itu berdasarkan hal inilah yang melatarbelakangi penulis tertarik mengangkat

penelitian ini dengan judul: “Status dan Kedudukan Lembaga Perkreditan Desa (LPD)

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

terkait Pengikatan Jaminan dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013

tentang Lembaga Keuangan Mikro”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut:

1.2.1 Bagaimanakah status dan kedudukan hukum Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dengan

berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro?

1.2.2 Bagaimanakah pengaturan hukum pengikatan jaminan pada Lembaga Perkreditan Desa

(LPD) dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga

Keuangan Mikro?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan yang

berkaitan dengan permasalahan-permasalahan perkreditan di Lembaga Perkreditan Desa di

Provinsi Bali, agar dikemudian hari tidak terjadi keragu-raguan dan para pihak yang bersengketa

dapat memiliki kepastian hukum.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui status dan kedudukan hukum Lembaga Perkreditan Desa (LPD)

dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga

Keuangan Mikro.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

b. Untuk mengetahui pengaturan hukum pengikatan jaminan pada Lembaga Perkreditan

Desa (LPD) dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang

Lembaga Keuangan Mikro.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang hukum adat dan hukum jaminan. Penelitian ini

dapat membantu untuk lebih memperhatikan dan berusaha untuk memberikan sumbangan

pemikiran sesuai dengan kejadian dan fakta di lapangan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu

pengetahuan dalam bidang hukum adat serta agar para pihak mengerti akan tuntutan dan

menyadari pentingnya perlindungan hukum terhadap hak-hak lembaga adat yang belum

sepenuhnya terakomodasi oleh pemerintah.

1.5 Landasan Teoritis

Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum atau teori

hukum khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma, dan lain-

lain, yang akan dipakai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Landasan teoritis

terdiri atas pemikiran-pemikiran teoritis yaitu pengertian tentang hukum, konsep-konsep hukum,

dan teori-teori hukum yang digunakan dalam setiap penelitian disebabkan terdapat hubungan

yang erat antara teori dengan kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian tersebut. Landasan

teoritis tersebut akan menuntun penelitian ke arah yang lebih jelas.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

Teori yang akan digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama mengenai

pengaturan hukum pengikatan jaminan Hak Tanggungan pada LPD setelah berlakunya Undang-

Undang Lembaga Keuangan Mikro adalah Teori Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

dan Teori Badan Hukum. Sedangkan teori Transplantasi Hukum akan digunakan untuk

menjawab rumusan masalah kedua.

a. Teori Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Pada mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan dikenal mengenai teori

jenjang hukum (Stufentheorie) yang merupakan pendapat dari Hans Kelsen. Hans Kelsen

menyatakan bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu

hirarki (tata susunan) dalam arti suatu norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber, dan berdasar

pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak

dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif, yaitu norma dasar (grundnorm).1

Norma Dasar merupakan norma tertinggi dalam suatu sistem norma yang tidak lagi dibentuk

oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi norma dasar itu ditetapkan terlebih dahulu oleh

masyarakat sebagai norma dasar yang merupakan gantungan bagi norma-norma yang berada di

bawahnya, sehingga suatu norma dasar itu dikatakan pre-supposed.2

Norma dasar sendiri berarti kaidah-kaidah yang paling fundamental tentang kehidupan

manusia di mana di atas norma dasar tersebut dibuatlah kaidah-kaidah hukum lain yang lebih

konkret dan lebih khusus. Biasanya, norma dasar yang berlaku dalam suatu negara ditulis dalam

konstitusi negara tersebut. Suatu norma dasar tidak dengan sendirinya mengikat tanpa kehadiran

suatu aturan hukum yang lebih konkret berupa norma hukum yang valid. Harus ada hukum

positif untuk itu, baik dalam bentuk aturan tertulis, yurisprudensi, maupun hanya berupa hukum

1 Trevor. J. Saunders, 2005, The Laws, Penguin Books, New York.

2Maria Farida Indrati Soeprapto, 2010,Ilmu Perundang-Undangan : Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan,

Kanisius, Yogyakarta, hal. 41.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

kebiasaan yang mengikat secara hukum yang menyatakan bahwa manusia tersebut memiliki

suatu kewajiban terhadap suatu hal tertentu.3

Menurut Hans Kelsen suatu norma hukum itu selalu bersumber dan berdasar pada norma

yang di atasnya, tetapi ke bawah norma hukum itu juga menjadi sumber dan menjadi dasar bagi

norma yang lebih rendah daripadanya. Dalam hal tata susunan/hirarki sistem norma, norma yang

tertinggi (norma dasar) itu menjadi tempat bergantungnya norma-norma di bawahnya, sehingga

apabila norma dasar itu berubah akan menjadi rusaklah sistem norma yang ada di bawahnya.4

Hans Nawiasky, salah seorang murid Hans Kelsen mengembangkan teori tentang jenjang

norma dalam kaitannya dengan suatu negara. Hans Nawiasky menyatakan bahwa suatu norma

hukum dari negara manapun selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang. Norma yang di bawah

berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku,

bersumber dan berdasar pada suatu norma yang tertinggi yang disebut norma dasar.5 Hans

Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, norma

hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-kelompok, dan pengelompokan norma hukum

dalam suatu negara itu terdiri atas empat kelompok besar antara lain:

1. Kelompok I: Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara);

2. Kelompok II: Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar/Aturan Pokok Negara);

3. Kelompok III: Formell Gesetz (Undang-Undang ”Formal”);

4. Kelompok IV: Verordnung & Autonome Satzung (Aturan pelaksana).6

Hans Nawiasky memaparkan, isi staatsfundamentalnorm ialah norma yang merupakan

dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar dari suatu negara

3Ibid, hal. 138

4Ibid, hal 42

5Astim Riyanto, 2000, Teori Konstitusi, Yapemdo, Bandung, hal. 56

6Jimly Asshiddiqie & M. Ali Safaat, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hal.171.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

(staatsverfassung), termasuk norma pengubahannya. Hakikat hukum suatu

staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau undang-undang dasar.

Ia ada terlebih dulu sebelum adanya konstitusi atau undang-undang dasar.7 Selanjutnya Hans

Nawiasky melanjutkan bahwa norma tertinggi yang oleh Hans Kelsen disebut sebagai norma

dasar (basic norm) dalam suatu negara seharusnya tidak disebut sebagai staatsgrundnorm

melainkan staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara. Grundnorm mempunyai

kecenderungan untuk tidak berubah atau bersifat tetap, sedangkan di dalam suatu negara norma

fundamental negara itu dapat berubah sewaktu-waktu karena adanya pemberontakan, kudeta dan

sebagainya.8

Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dalam pembentukan peraturan

perundangan-undangan perlu memperhatikan asas-asas peraturan perundang-undangan antara

lain9:

1. Undang-Undang tidak dapat berlaku surut;

2. Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat;

3. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa lebih tinggi mempunyai kedudukan yang

tinggi pula (Lex superiori derogat legi inferiori);

4. Undang-Undang yang bersifat khusus akan mengesampingkan atau melumpuhkan

undang-undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat legi generalis);

5. Undang-Undang yang baru mengalahkan atau melumpuhkan undang-undang yang lama

(Lex posteriori derogat legi priori);

7Soerjono Soekanto & Purnadi Purbacaraka, 1993, Perihal Kaidah Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, hal. 88.

9 Purnadi Purbacanaka & M. Chidir Ali, 1990, Disiplin Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 58

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

6. Undang-Undang merupakan sarana terbaik untuk keseimbangan spiritual masyarakat

maupun individu, melalui proses pembaharuan atau pelestarian.10

Dalam sistem perundang-undangan dikenal adanya hirarki peraturan perundang-

undangan. Ada peraturan perundang-undangan yang mempunyai tingkatan yang tinggi dan ada

yang mempunyai tingkatan lebih rendah. Pengaturan mengenai jenis dan hierarki peraturan

perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam proses penerapan suatu peraturan tidak cukup hanya dengan peraturan yang baik

(pro-masyarakat) dan dilaksanakan oleh aparatur pemerintah yang baik (bukan hanya sebagai

corong undang-undang), akan tetapi wajib pula dilengkapi dengan budaya hukum masyarakat

yang berkeinginan kuat mematuhi aturan tersebut. Budaya hukum suatu masyarakat ditentukan

oleh nilai-nilai tertentu yang hidup pada masyarakat serta dijadikan sebagai acuan dalam

membuat suatu aturan. Artinya, ketika suatu undang-undang dibuat harus terlebih dahulu melihat

budaya hukum masyarakat yang akan diaturnya.

Dalam upaya mengetahui budaya hukum tersebut, salah satu caranya adalah dengan

melakukan studi ilmiah terhadap suatu peraturan yang akan dibuat yaitu biasanya dikenal dengan

naskah akademik suatu rancangan peraturan perundang-undangan. Suatu naskah akademik harus

memiliki kajian ilmiah tentang keadaan sosiologis masyarakat terhadap aturan-aturan yang akan

10

Ellydar Chaidir & Sudi Fahmi, 2010, Hukum Perbandingan Konstitusi, Total Media, Yogyakarta, hal. 73

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

dibuat. Oleh sebab itu, keberadaan naskah akademik tersebut harus ada dalam setiap rancangan

peraturan perundang-undangan.

Naskah akademik mempunyai 7 (tujuh) indikator dan/atau faktor yang harus ada, yang

dikenal dengan istilah ROCCIPI (Rules, Opportunity, Capacity, Communication, Interest,

Procces dan Ideology). Berikut ini merupakan penjelasan mengenai ROCCIPI yang sangat

diperlukan dalam pembuatan naskah akademik.11

Dari tujuh indikator tersebut dibagi menjadi indikator subjektif dan indikator objektif.

Termasuk dalam indikator dan/atau faktor subjektif ini adalah Interest dan Ideology.12

1. Interest terkait dengan pandangan tentang manfaat bagi pelaku peran (pembuat undang-

undang maupun yang terkena atau masyarakat yang diaturnya);

2. Ideology terkait dengan masalah yang lebih luas cakupannya yakni nilai, sikap, selera,

bahkan mitos-mitos dan asumsi-asumsi tentang dunia, agama, kepercayaan, politik,

sosial, ekonomi.

Sedangkan yang termasuk indikator dan/atau faktor objektif adalah Rules, Opportunity,

Capacity, Communication dan Procces.13

1. Rules adalah faktor bahwa orang berperilaku tidak hanya dalam satu peraturan, tetapi

dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang sering saling terkait. Oleh sebab itu,

pembuatannya harus selalu mengingat peraturan perundang-undangan lain yang mungkin

ada kaitannya baik secara vertikal maupun horizontal. Kalau ini diabaikan maka bisa

timbul penolakan bahkan digugat secara hukum untuk dibatalkan melalui judicial review;

11

Aan Seidman, Robert B. Seidmann, & Nalin Abeyserkere, 2001, Penyusunan Rancangan Undang-

Undang dalam Perubahan Masyarakat yang Demokratis, sebuah Panduan untuk Pembuat Rancangan Undang-

Undang, ELIPS, Jakarta, hal. 21 12

Local Government Support Program, 2007, Legal Drafting Penyusunan Peraturan Daerah Buku

Pegangan untuk DPRD, The United States Agency for International Development (USAID), Jakarta, hal. 17 13

Ibid, hal. 18

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

2. Opportunity adalah faktor lingkungan (eksternal) dari pihak-pihak yang akan dituju yang

juga harus diketahui secara jelas sehingga memungkinkan mereka berperilaku sesuai

dengan perintah atau larangan peraturan perundang-undangan yang akan dibuat. Faktor

ini menuntut pembuat peraturan perundang-undangan memahami tentang konfigurasi dan

keadaan riil masyarakat yang akan dikenakan peraturan yang akan dibuat sebab hukum

yang tak berpijak pada realitas sosial tak akan dapat bekerja secara efektif;

3. Capacity adalah faktor yang terkait dengan ciri-ciri pelaku (internal) yang mungkin

punya masalah yang bisa mendorong mereka atau menyulitkan mereka atau tidak

memungkinkan mereka untuk menaati peraturan perundang-undangan;

4. Communication adalah faktor peran pihak yang berwenang atau aparat dalam mengambil

langkah-langkah, apakah sudah memadai atau belum, untuk mengomunikasikan

peraturan perundang-undangan kepada pihak yang dituju. Pihak yang dituju untuk

berlakunya peraturan perundang-undangan itu, harus mendapat informasi yang jelas juga,

bukan hanya kita yang harus mendapat informasi tentang mereka, tetapi juga mereka

harus mendapat infomasi dari kita tentang peraturan perundang-undangan yang akan

dibuat. Oleh sebab itu, komunikasi dan publikasi melalui media massa menjadi sangat

penting;

5. Procces adalah prosedur bagi pelaku peran untuk memutuskan akan memenuhi

(mematuhi) atau tidak akan mematuhi terhadap peraturan perundang-undangan. Dari

faktor ini terkandung juga keharusan agar pembentukan peraturan perundang-undangan

harus melalui prosedur dan mekanisme yang berlaku untuk itu yang jika tidak

diperhatikan produknya dapat terkena pengujian yudisial (yudicial review) secara formal.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

Setidaknya, dengan adanya tujuh indikator dan/atau faktor tersebut terdapat dalam naskah

akademik rancangan peraturan perundang-undangan, maka masyarakat akan dapat

melaksanakannya dengan suka rela dan bertanggungjawab.

b. Teori Badan Hukum

Teori Badan Hukum pertama kali berkembang di Inggris pada masa revolusi industri.

Istilah Teori Badan Hukum berasal dari terjemahan bahasa inggris yaitu The Intity Theory.14

Sementara itu dalam bahasa Belanda disebut dengan Rechtpersoon Theorie. Badan Hukum atau

Rechtpersoon adalah himpunan orang sebagai perkumpulan, perkumpulan diadakan atau diakui

oleh pejabat umum, maupun perkumpulan itu didirikan untuk maksud tertentu yang tidak

berkentangan dengan undang-undang dan kesusilaan.15

Menurut Munir Fuady beberapa prinsip

hukum tentang badan hukum khususnya badan hukum bisnis, yang berkembang sejak revolusi

industri sebagai berikut :

1. Pengakuan kepada perkumpulan-perkumpulan bisnis sebagai badan hukum;

2. Sebagai badan hukum, perusahaan adalah pemangku hak dan kewajiban;

3. Tanggung jawab yang terpisah antara pribadi pemilik perusahaan dengan tanggung jawab

perusahaannya sendiri;

4. Berlaku prinsip kebebasan mengalihkan saham (free transfer ability of share / interest);

5. Sebagai badan hukum perusahaan dapat memiliki harta benda sendiri;

6. Sebagai badan hukum, perusahaan memiliki manajemen selaku kaki tangan

penyelenggara perusahaan;

7. Berlaku prnsip kebebasan untuk mendirikan perusahaan (freedom on incorporation);

8. Perusahaan berwenang untuk membuat kontrak dan melakukan berbagai perbuatan

hukum lainnya, kecuali terhadap perbuatan hukum yang tidak sesuai dengan kodrat badan

hukum.16

Teori badan hukum dipelopori oleh sarjana Jerman, Friedrich Carl von Savigny (1779 –

1861), tokoh utama aliran atau mazhab sejarah pada permulaan abad ke – 19.17

Teori ini dianut

14

Chidir Ali, 2011, Badan Hukum, Alumni, Bandung, hal. 29 15

HS Salim, 2010, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, hal.25 16

Munir Fuady, 2013, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, hal.157 17

HS Salim, loc.cit

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

di beberapa Negara, antara lain di negeri Belanda dianut oleh Opmozer, Diephuis, Land dan

Houwing serta Langemayer.18

Menurut Von Savigny bahwa hanya manusia saja yang

mempunyai kehendak. Selanjutnya dikemukakan bahwa badan hukum adalah suatu abstraksi,

bukan merupakan suatu hal yang konkrit.19

Jadi karena hanya suatu abstraksi, maka tidak

mungkin menjadi suatu subjek dari hubungan hukum, sebab hukum memberi hak-hak kepada

yang bersangkutan suatu kekuasaan dan menimbulkan kehendak berkuasa (wilsmacht). Orang

bersikap seolah-olah ada subjek hukum, tetapi wujud yang tidak riil itu dapat melakukan

perbuatan-perbuatan sehingga yang melakukan ialah manusia sebagai wakil-wakilnya. Teori

Badan Hukum terdiri atas beberapa pembagian antara lain : Teori Fiksi, Teori Organ, Teori Leer

van het ambtelijk vermogen, Teori Kekayaan Bersama, Teori Kekayaan Bertujuan, Teori

Kenyataan Yuridis, dan Teori dari Leon Duguit. Diantara tujuh pembagian Teori Badan Hukum

yang dipaparkan di atas, teori yang dipergunakan adalah Teori Fiksi.

Teori Fiksi menjelaskan badan hukum semata-mata hanyalah buatan pemerintah atau

negara. “Terkecuali negara, badan hukum itu suatu fiksi yakni sesuatu yang sebenarnya tidak ada

tetapi orang menghidupkannya dalam bayangannya untuk menerangkan sesuatu hal”.20

Dengan

kata lain Von Savigny berpendapat badan hukum itu semata-mata buatan negara saja. Menurut

alam hanya manusia sajalah sebagai subjek hukum, badan hukum itu hanya suatu fiksi, tetapi

orang menciptakan dalam bayangan suatu pelaku hukum (badan hukum) sebagai subjek hukum

diperhitungkan sama dengan manusia.21

c. Teori Transplantasi Hukum

18

Munir Fuady, loc.cit 19

Munir Fuady, loc.cit 20

Chidir Ali, op.cit, hal. 31- hal. 32 21

Ali Rido, 2012, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi,

Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung, hal.7

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

Teori Transplantasi Hukum akan digunakan untuk menjawab rumusan masalah kedua

berkaitan dengan pengaturan hukum pengikatan jaminan pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD)

dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Studi mengenai “Transplantasi Hukum” memang merupakan studi yang terbatas

jumlahnya. Konsep ini sendiri oleh berbagai ahli diberikan pengertian yang berbeda-beda. Salah

satu definisi dikemukakan oleh Alan Watson bahwa Transplantasi Hukum merupakan “the

borrowing and transmissibility of rules from one society or sistem to another”. Definisi

semacam ini bisa disebut sebagai definisi yang luas, yang mempertimbangkan bukan saja

pembentukan hukum sebagai hubungan antar negara melainkan pula pengaruh dari tradisi hukum

antar masyarakat.22

Legal transplants atau legal borrowing, atau legal adoption demikian istilah yang

diperkenalkan oleh Alan Watson, untuk menyebutkan suatu proses meminjam atau mengambil

alih atau memindahkan hukum dari satu tempat atau dari satu negara atau dari satu bangsa ke

tempat, negara atau bangsa lain kemudian hukum itu diterapkan di tempat yang baru bersama-

sama dengan hukum yang sudah ada sebelumnya.23

Definisi lainnya yang dikemukakan oleh Black’s law dictionary menyangkut legal

reception memiliki makna dimana keberadaan suatu wilayah hukum tertentu bisa memberikan

pengaruh pada pembentukan hukum di wilayah hukum lainnya. Ditemukan pula pendapat dari

sudut pandang ahli pemerintahan seperti Frederick Schauer yang memberi pengertian legal

22

Budiyoni, Tri, 2009, Transplantasi Hukum Harmonisasi dan Potensi Benturan Studi Transplantasi

Doktrin Yang Dikembangkan dari Tradisi Common Law pada UU PT, Griya Media, Salatiga, hal 9

23Ibid, hal. 10

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

transplantation sebagai “…the process by which laws and legal institutions developed in one

country are then adopted by another.”24

Menurut Tri Budiyono, Transplantasi Hukum25

adalah pengambilalihan aturan hukum

(legal rule), ajaran hukum (doctrine), struktur (structure), atau institusi hukum (legal institution)

dari suatu sistem hukum yang lain atau dari wilayah hukum ke wilayah hukum yang lain.

Transplantasi hukum dapat menimbulkan harmonisasi hukum apabila terjadi kebersesuaian yang

meliputi aturan hukumnya, ajaran hukumnya, struktur hukumnya, atau institusi hukumnya.

Semuanya bergantung dari substansi yang ditransplantasikan.

Transplantasi Hukum selalu terkait dengan tradisi hukum. Tradisi hukum yang ada bukan

saja menyangkut Civil Law, tetapi juga di Indonesia, terdapat hukum adat dan hukum Islam.

Dalam situasi dimana tradisi-tradisi hukum yang ada saling berkompetisi (contoh: menempatkan

sistem perbankan Syariah dalam sistem hukum perbankan nasional yang notabene “barat”) maka

Transplantasi Hukum mungkin saja tidak akan selesai dalam waktu singkat, melainkan akan

memerlukan usaha harmonisasi hukum yang menjadi agenda nasional. Hal di atas kini dialami

pula oleh sebuah negara baru, Timor Leste, yang harus melakukan harmonisasi terhadap produk-

produk bentukan hukum Indonesia, hukum Portugis, hukum adat, dan hukum dari wilayah

Amerika latin, mulai dari isi konstitusinya sampai dengan prosedur berperkara di pengadilan.26

Pilihan politik Transplantasi Hukum dalam kebijakan pembangunan hukum nasional

yang sesuai dengan jiwa dan roh hukum Indonesia, jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, dasar

ideologis-filosofis Pancasila yang merupakan the original paradicmatic value of Indonesian

24

Frederick Schauer. The Politics and Incentives of Legal Transplantations. CID (Center for International

Development at Harvard University) Working Paper No. 44. April 2000. 25

Budiyono, Tri, 2002, “Menggagas Sintesa Global-Lokal dalam Membangun Hukum Ekonomi, Jurnal

Ilmu Hukum, Edisi April-Oktober 2002, hal. 1 26

Duarte Tilman Soares.Perbandingan Penerapan Hukum Nasional Timor Leste dengan Hukum yang

berlaku di Indonesia. Makalah seminar di fakultas hukum uksw, tanggal 18 Februari 2003.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

culture and society, adalah pilihan politik dalam aktivitas pembuatan norma hukum konkrit

(basic policy) tanpa harus mengabaikan posisi dan keberadaan Indonesia ditengah-tengah

pergaulan internasional. Dengan demikian hukum yang dilahirkan adalah hukum yang commit

nationally, think globaly and act locally.27

Transplantasi saat ini dan ke depan akan terus menjadi pilihan politik hukum di negeri

ini. Kebijakan membuat undang-undang (basic policy) yang memadukan unsur yang bersumber

dari hukum asing dengan hukum yang bersumber dari the original paradicmatic values of

Indonesian culture and society haruslah dilakukan secara cermat dan penuh perhitungan, agar

hukum yang akan diberlakukan di negeri ini tidak tercerabut dari akar ideologis-filosofis negara

dan bangsa Indonesia.28

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang pada dasarnya

merupakan metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu

atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, kecuali itu maka diadakan

pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian yang ditimbulkan

di dalam gejala yang bersangkutan. Jenis penelitian ini adalah penelitian yang berbasis kepada

ilmu hukum normatif, dan mengacu kepada norma-norma hukum positif yang terdapat didalam

peraturan perundang-undangan dan bahan hukum lainnya29

.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif karena, sebagaimana tergambar pada

uraian latar belakang masalah, penelitian ini berusaha mencari jawaban atas terjadinya adanya

27

Evaristus Hartoko W, 2002, “Good Corporate Governance in Indonesia”, Griffin’s View on International

and Comparative Law”, Volume 3 Number 1, Januari 2002, hal. 103 28

Ibid, hal 109 29

Ibrahim Johni, 2005, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayu Media Publishing,

hal. 336.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

kekosongan hukum berkaitan dengan status dan kedudukan hukum LPD dengan berlakunya

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 yang berpotensi menimbulkan polemik terkait keabsahan

pengikatan jaminan kredit di LPD, karena belum adanya aturan hukum adat maupun

perubahan/penggantian/pencabutan Peraturan Daerah yang menyatakan bahwa LPD tunduk pada

hukum adat. Padahal pengikatan jaminan dalam transaksi kredit amatlah penting demi

memberikan rasa aman bagi LPD, ketika si peminjam melakukan wanprestasi karena memiliki

kepastian hukum dalam pelaksanaan lelang jaminan.

Dalam penelitian hukum normatif seringkali dikonsepkan apa saja yang tertulis

dalam peraturan perundang-undangan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang diharapkan untuk

memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti.

Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis

secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.

Penelitian ini meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum,

peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan dan beberapa buku mengenai

Lembaga Perkreditan Desa dan jaminan yang ada untuk mengetahui secara jelas mengenai

kedudukan dan status LPD.

1.6.2 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum normatif umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan

yakni; Pendekatan Kasus ( The Case Approach), Pendekatan Perundang-Undangan (The

Statute Approach), Pendekatan Fakta (The Fact Approach), Pendekatan Analisis Konsep

Hukum (Analytical and Conceptual Approach), Pendekatan Futuristik (Futuristic

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

approach), dan Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach). Dalam penelitian ini

akan digunakan jenis pendekatan:30

1. Pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach);

Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Undang-Undang Fidusia),

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (Undang-Undang Hak

Tanggungan), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Undang-

Undang Desa), dan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Lembaga

Perkreditan Desa yang akan berkaitan erat dengan kewajiban Lembaga

Perkreditan Desa dalam melakukan pengikatan jaminan terhadap jaminan kredit

yang diajukan oleh debiturnya.

2. Pendekatan Futuristik (Futuristic approach);

Pada pendekatan futuristik maka dicari pemecahannya dalam peraturan-peraturan

yang belum mempunyai kekuatan berlaku, yaitu dalam rancangan undang-undang.

Intepretasi ini merupakan metode penemuan hukum yang bersifat antisipatif. Metode

ini dilakukan dengan menafsirkan ketentuan perundang-undangan dengan

berpedoman pada kaedah-kaedah perundang-undangan yang belum mempunyai

kekuatan hukum, Contohnya pada saat undang- undang tentang pemberantasan tindak

subversi yang pada saat itu sedang di bahas di DPR akan mencabut berlakunya

undang-undang tersebut, maka jaksa berdasarkan interpretasi futuristik,

menghentikan penuntutan terhadap orang yang di sidik berdasarkan undang-undang

30

Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana, Jakarta, hal. 133

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

pemberantasan tindak pidana subversi. Hakim apabila menghadapi suatu kasus,

dimana kasus tersebut belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi

Hakim mengetahui bahwa untuk kasus tersebut telah mempunyai rancangan dan pasti

akan disahkan oleh DPR, maka hakim dapat menggunakan rancangan tersebut untuk

melakukan penemuan hukum.

3. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analytical and Conceptual Approach);

Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti harus mencari suatu

mengenai kecocokan penerapan konsep pengikatan jaminan Hak Tanggungan

dan Fidusia berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan dan Undang-Undang

Fidusia dengan konsep LPD sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang

Lembaga Keuangan Mikro. Pendekatan ini merupakan dasar analisis terhadap

konsep dari suatu norma.

1.6.3 Sumber Bahan Hukum

Sebagai penelitian hukum normatif, penelitian ini menitikberatkan pada studi

kepustakaan. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sumber bahan hukum primer antara lain:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

b. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek);

c. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889);

d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3632);

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

e. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro

(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394);

f. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125);

g. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491);

h. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5495);

i. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang

Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa

Pakraman;

j. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa

sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Provinsi

Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa;

k. Surat Keputusan Gubernur Nomor 972 Tahun 1984 tentang Lembaga Perkreditan

Desa;

l. Pararem Lembaga Perkreditan Desa.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

2. Bahan hukum sekunder, yaitu, bahan-bahan yang dapat memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah

lainnya, pendapat pakar hukum yang erat kaitannya dengan objek penelitian.31

3. Bahan hukum tertier, yaitu, bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk

dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, internet, serta makalah-

makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik Pengumpulan Bahan Hukum yang dipergunakan dalam penulisan penelitian

ini ialah dengan melakukan pencatatan secara sistematis dari bahan-bahan yang diperoleh

melalui studi kepustakaan beserta dialog yang dilakukan kepada tokoh-tokoh di bidang

hukum.

1.6.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Berdasarkan bahan hukum yang telah diperoleh melalui studi kepustakaan dan dialog,

maka bahan-bahan hukum tersebut diolah secara kualitatif. Terhadap bahan-bahan hukum yang

diperoleh ini dilakukan pengklasifikasian untuk mempermudah di dalam mendukung penulisan

secara menyeluruh. Selanjutnya dari data-data tersebut dilakukan penyajian secara deskriptif

analisis dalam bentuk karya ilmiah berupa tesis. Adapun teknik analisis bahan hukum yang

digunakan yaitu deskripsi, sistematisasi, evaluasi, interpretasi, dan argumentasi, yang dipaparkan

sebagai berikut:32

1. Teknik deskripsi

31

Ronny Hanitijo Soemitro, 1982, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, hal. 24.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

Teknik deskripsi adalah memaparkan situasi atau peristiwa. Pada teknik ini tidak mencari

atau menjelaskan hubungan, tidak adanya hubungan, tidak menguji hipotesis, atau

membuat prediksi.33

Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau

posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum. Jadi, dalam tesis ini yang

dideskripsikan adalah pengaturan hukum pengikatan jaminan pada Lembaga Perkreditan

Desa (LPD) dengan berlakunya Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro.

2. Teknik sistematisasi

Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum

atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajat dan tidak

sederajat. Dalam tesis ini akan dibahas apakah LPD merupakan badan usaha sesuai

dengan pengertian yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah dan pengaturan hukum pengikatan jaminan pada LPD mengingat

kedudukannya yang telah dibedakan dari jenis lembaga-lembaga keuangan mikro yang

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan

Mikro, namun dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang

Lembaga Perkreditan Desa, LPD masih dikategorikan sebagai Badan Usaha Milik Desa.

3. Teknik evaluasi

Adapun penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah,

sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi pernyataan rumusan

norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan hukum primer maupun badan hukum

sekunder. Dalam tesis ini, LPD sebagai kreditur yang dapat menjadi penerima hak

tanggungan dan fidusia karena merupakan suatu badan usaha milik desa harus ditujukkan

33

M. Hariwijaya, 2007, Metodelogi dan Teknik Penulisan Skripsi Tesis dan Disertasi, Azza Grafika,

Yogyakarta, hal. 48

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · ... sektor pertanian, ... Kebudayaan menjadi tonggak utama ... keuangan lain, sehingga peraturan-peraturan yang mengikat Lembaga

dasar hukumnya dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang

Lembaga Keuangan Mikro.

4. Teknis interpretasi

Berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran gramatikal, historis, sistematis, teleologis,

kontektual, dan lain-lain. LPD dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang

Lembaga Keuangan Mikro kedudukannya sudah dikecualikan, sehingga LPD seharusnya

diberikan status dan kedudukan yang sesuai dengan jiwa hukum adat mengingat

kedudukannya yang sangat khusus yang tunduk pada hukum adat.

5. Teknik argumentasi

Tidak dapat dipisahkan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada

alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam tesis ini nantinya akan ada temuan

hukum yaitu pengaturan hukum pengikatan jaminan pada Lembaga Perkreditan Desa

(LPD) setelah berlakunya Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro dan penjelasan

mengenai status kedudukan Lembaga Perkreditan Desa dengan berlakunya Undang-

Undang Lembaga Keuangan Mikro yang sesuai dengan karakteristiknya selaku lembaga

keuangan milik desa adat.