bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah dalam sejarah

33
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah hukum perkembangan masyarakat, munculnya masyarakat Industri telah membuka lembar baru dalam hubungan dan corak produksi dalam masyarakat. Hubungan produksi dalam masyarakat industri telah menggantikan posisi tuan tanah dan raja dengan tani hamba di masa Feodalisme 1 menjadi pemilik modal atau borjuasi 2 dengan buruh sebagai kelas pekerja atau proletar 3 . Karl Marx seorang tokoh ekonomi politik dari Jerman mengatakan kedua kelas sosial ini berada dalam suatu hierarki dalam stratifikasi sosial di era Kapitalisme 4 . Kaum borjuis yang memiliki alat produksi memerlukan pekerja atau buruh untuk dapat memproduksi komoditas menjadi barang baru yang lebih tinggi nilainya. Sementara buruh yang tidak memiliki alat produksi memerlukan upah yang didapatkan dari pengusaha untuk memenuhi kebutuhannya sebagai ganti dari hasil kerjanya dalam perusahaan. Akan tetapi dalam perkembangannya era kapitalisme tidak lagi menjadikan industri sebagai sebuah sistem modern untuk memenuhi kebutuhan manusia akan tetapi sudah berubah menjadi instrumen untuk akumulasi kapital bagi borjuasi atau pengusaha. Akumulasi kapital yang dilakukan oleh pemilik modal pada hakikatnya lahir dari penghisapan nilai lebih dari hasil kerja buruh yang telahmelahirkan nilai baru dari suatu komoditas. Nilai baru yang dimaksud adalah ketika suatu barang yang nilainya bertambah menjadi barang baru yang nilainya lebih tinggi. Contohnya adalah kapas, pada awalnya nilai dari kapas adalah rendah karena nilai 1 Feodalisme adalah Sistem sosial yang memberikan kekuasaan pada segolongan besar bangsawan atau Raja yang disebut tuan tanah dengan bersandarkan pada penguasaan tanah (Feod berasal dari bahasa Perancis yang berarti tanah) 2 Dalam perspektif kelas Marx mengatakan bahwa “Borjuasi” adalah kelas yang lahir di era Kapitalisme sebagai kelas yang memiliki alat produksi 3 Proletar adalah kelas yang tidak memiliki alat produksi, di era kapitalisme Buruh telah menjadi kelas yang tidak memiliki alat produksi. 4 Kapitalisme adalah sistem dan paham ekonomi yang menjunjung tinggi kebebasan individu dan kepemilikan pribadi yang didalamnya terdapat peranan penting dari kapital sebagai alat utama dalam produksi Universitas Sumatera Utara

Upload: lykhanh

Post on 12-Jan-2017

232 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah hukum perkembangan masyarakat, munculnya masyarakat

Industri telah membuka lembar baru dalam hubungan dan corak produksi dalam

masyarakat. Hubungan produksi dalam masyarakat industri telah menggantikan

posisi tuan tanah dan raja dengan tani hamba di masa Feodalisme1 menjadi

pemilik modal atau borjuasi2 dengan buruh sebagai kelas pekerja atau proletar

3.

Karl Marx seorang tokoh ekonomi politik dari Jerman mengatakan kedua kelas

sosial ini berada dalam suatu hierarki dalam stratifikasi sosial di era Kapitalisme4.

Kaum borjuis yang memiliki alat produksi memerlukan pekerja atau buruh untuk

dapat memproduksi komoditas menjadi barang baru yang lebih tinggi nilainya.

Sementara buruh yang tidak memiliki alat produksi memerlukan upah yang

didapatkan dari pengusaha untuk memenuhi kebutuhannya sebagai ganti dari hasil

kerjanya dalam perusahaan. Akan tetapi dalam perkembangannya era kapitalisme

tidak lagi menjadikan industri sebagai sebuah sistem modern untuk memenuhi

kebutuhan manusia akan tetapi sudah berubah menjadi instrumen untuk akumulasi

kapital bagi borjuasi atau pengusaha.

Akumulasi kapital yang dilakukan oleh pemilik modal pada hakikatnya

lahir dari penghisapan nilai lebih dari hasil kerja buruh yang telahmelahirkan nilai

baru dari suatu komoditas. Nilai baru yang dimaksud adalah ketika suatu barang

yang nilainya bertambah menjadi barang baru yang nilainya lebih tinggi.

Contohnya adalah kapas, pada awalnya nilai dari kapas adalah rendah karena nilai

1Feodalisme adalah Sistem sosial yang memberikan kekuasaan pada segolongan besar bangsawan atau Raja

yang disebut tuan tanah dengan bersandarkan pada penguasaan tanah (Feod berasal dari bahasa Perancis

yang berarti tanah) 2Dalam perspektif kelas Marx mengatakan bahwa “Borjuasi” adalah kelas yang lahir di era Kapitalisme

sebagai kelas yang memiliki alat produksi 3Proletar adalah kelas yang tidak memiliki alat produksi, di era kapitalisme Buruh telah menjadi kelas yang

tidak memiliki alat produksi. 4Kapitalisme adalah sistem dan paham ekonomi yang menjunjung tinggi kebebasan individu dan

kepemilikan pribadi yang didalamnya terdapat peranan penting dari kapital sebagai alat utama dalam

produksi

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

2

gunanya rendah. Sementara ketika kapas sudah dipintal menjadi benang, maka

nilai guna dari benang akan jauh lebih tinggi daripada sebuah kapas. Begitu juga

halnya ketika benang sudah di produksi menjadi pakaian yang mampu memenuhi

kebutuhan manusia, maka nilai gunanya semakin tinggi dan hal inil terjadi akibat

dari adanya kerja produksi yang mengubah kapas menjadi benang dan mengubah

benang menjadi pakaian. Dan dari kerja produksi inilah lahir nilai baru. Sehingga

terjadi pertambahan nilai terhadap suatu barang tersebut dari bentuk

mulanya5.Dan yang terlibat dalam kerja produksi dalam industri adalah klas buruh

sementara klas pemilik modal hanya mengatur berlangsungnya produksi dalam

industri. Sementara dalam pembagian keuntungan dari hasil produksi dimonopoli

oleh klas pemilik modal. Karena upah yang didapatkan buruh adalah sebagai ganti

dari kerja yang dilakukannya untuk pemilik modal. Dan inilah yang dikatakan

Marx sebagai perampasan nilai lebih.

Dalam hubungan kerja produksi buruh adalah mereka yang bekerja pada

orang lain dengan menjual tenaga kerjanya dalam bentuk menerima upah dan

tidak mempunyai apa-apa kecuali tenaga kerjanya6, buruh terlahir karena

monopoli modal, dimana orang yang tidak memiliki modal harus bekerja kepada

yang memiliki modal, buruh tidak memiliki potensi lain selain tenaganya yang di

gunakan untuk memproduksi barang-barang dan sebagai gantinya buruh

mendapatkan upah/uang atas kerjanya memproduksi barang-barang untuk

didistribusikan ke pasar.

Hubungan kerja yang terjadi dalam era kapitalisme menempatkan

pemilik modal dan buruh memiliki kepentingan yang berbeda satu sama lain

terhadap orientasi produksi. Borjuasi atau pengusahabertujuan untuk

memperbesar sebanyak-banyak keuntungan dari hasil produksi dengan menekan

biaya produksi dari upah buruh atau pekerja. Sementara disisi lain buruh ingin

upahnya layak, maka upah yang diterima buruh harus sesuai dengan kebutuhan si

5Frederick Engels. 1982. Tentang Das Kapital Marx. Jakarta: Hasta Mitra . hal 39 6DR.Darsono Prawironegoro. 2012. KARL MARX “ Ekonomi Politik dan Aksi Revolusioner”. Jakarta. hal 233

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

3

buruh dan keluarganya7. Maka disini dapat dilihat secara konkret ada dua

kepentingan yang berbeda yaitu antara si pengusaha dengan keuntungannya dan

buruh dengan upahnya.Upah merupakan hak buruh, upah diterima saat adanya

hubungan produksi dan berakhir pada saat kerja berakhir. Sementara upah buruh

tidak dibayar jika buruh tidak bekerja. Sehingga keduanya akan saling

berbenturan satu sama lain dalam penentuan upah jika tidak ditangani dengan

aturan yang menjamin kepentingan kedua belah pihak.

Dalam penetapan upah sudah seharusnya dibutuhkan peran pemerintah

dalam memberikan sebuah solusi yang konkret dan objektif tanpa ada

keberpihakan pemerintah , artinya penetapan upah buruh harus sesuai dengan

kerja dan kebutuhan hidup buruh beserta keluarganya. Pemerintah sebagai

representatif dari negara berperan penting untuk mengatur persoalan upah untuk

mengantisipasi adanya benturan antara pengusaha dan buruh. Kebijakan

pengupahan yang ditetapkan dalam suatu negara mempunyai garis lurus dengan

tingkat kesejahteraaan buruh, artinya semakin tinggi upah buruh maka semakin

tinggi pula kesejahteraan buruh.

Dalam situasi kebijakan pengupahan di beberapa negara di dunia

Australia merupakan negara dengan upah minimun terbaik di dunia. Demikian

laporan Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dari 27

negara maju yang didata. Upah minimum pekerja Australia usia 21 tahun ke atas-

sebesar 15,96 dollar Australia per jam. Setelah pajak dan pengurangan lainnya,

nilai tersebut equivalen dengan 9,54 per dollar AS atau sekitar Rp 124.000 (kurs

Rp 13.000 per dollar AS)..Dan yang lebih menarik lagi, beban pajak mereka juga

rendah. Laporan OECD juga menunjukkan, upah minimum pekerja Australia

yang merupakan ibu (single) dengan dua anak dapat bekerja hanya enam jam per

7Martin Vranken. 1994. “Demise of the Australian Model Labor Of Law in the 1990s”.Comparative Labor

Law Journal. Vol 16 nomor 1 tahun 1994. hal. 12-13

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

4

minggu sehingga mereka dapat keluar dari garis kemiskinan. Selain itu mereka

juga menerima tunjangan dari negara.8

Sementara di Perancis Upah minimum US$ 8,24 per jam setara Rp

107.120. Akan tetapi di Perancis harga bahan pokok relatif mahal bahkan untuk

membeli sebotol air Minum seharga 2,80 US$ atau Rp 37.440. Amerika Serikat

yang merupakan salah satu negara dengan industri terbesar didunia menempati

peringkat ke-11 dengan tingkat upah minimum sebesar 7,25 dollar AS per jam.

Sedangkan jumlah take home pay (gaji bersih)nya sebesar 6,26 dollar AS per jam.

Akan tetapi di beberapa negara berkembang dan negara miskin di dunia seperti di

India Upah minimum: US$ 0,28 per jam setara Rp3.080 Seorang pekerja di India

berhak mendapatkan upah minimum US$ 0,28 per jam atau setara dengan Rp

3.640. Hal ini membuat para pekerja India mendapatkan upah US$ 2 dan US$ 3

per hari dan kurang dari US$ 700 per tahun atau setara dengan Rp 9.100.000 .

Akan tetapi Biaya hidup di India juga rendah. Sebotol air di India dijual seharga

US$ 0,25, sekarton susu US$ 0,50 dan selusin telur US$ 1 setara dengan Rp

13.000.

Di Indonesia kebijakan tentang penetapan upah masih juga tergolong

rendah, Di antara 10 negara Asean, Indonesia menduduki peringkat ke delapan

dengan gaji buruh terendah , sementara di peringkat pertama ada Singapura

dengan upah USD2.951 atau Rp35,8 juta. Berdasarkan data dari Numbeo, gaji

rata-rata per bulan buruh di Indonesia tercatat sebesar Rp3,67 juta. Pada

umumnya, seluruh pegawai di Indonesia menerima gaji di kisaran Rp2,5 juta-Rp5

juta per bulan. Masih sangat ketinggalan jauh dengan Malaysia, upah buruh rata-

810 Negara dengan upah minimum terbaik di dunia berdasarkan tingkat pendapatan masyarakat:

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10.negara.dengan.upah.minimum.terbaik.didunia diakses pada

tanggal 24 Mei 2016 pukul 23:40 Wib

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

5

ratanya nyaris empat kali lipat lebih tinggi dari Indonesia. Pekerja di Malaysia

rata-rata memperoleh gaji sebesar USD979,2 atau Rp 11,87 juta per bulan.9.

Begitu rendahnya upah di Indonesia mengakibatkan rendahnya

kesejahteraan penduduknya karena persoalan upah adalah salah satu persoalan

tentang hajat hidup orang banyak, karena dilansir oleh berdasarkan data BPS

tahun 2015 jumlah pekerja di Indonesia 120,8 juta tenaga kerja di Indonesia atau

sekitar 53 % dari jumlah penduduk Indonesia. Hal inilah yang membuktikan

bahwa begitu besar pengaruh besaran upah dalam menentukan keberlangsungan

hidup buruh. Dan hal yang sewajarnya jika buruh diberi upah yang layak untuk

memenuhi kebutuhan dan peningkatan kesejahterahannya. Dan prinsip yang harus

dijalankan dalam membuat kebijakan adalah adanya prinsip keadilan dalam

menentukan upah buruh.

Kebijakan dan aturan terkait skema pengupahan buruh di Indonesia

hingga saat ini belum mampu melahirkan solusi untuk memberikan win-win

solution kepada kedua belah pihak. Hal ini disebabkan adanya keberpihakan

pemerintah dalam menerapkan kebijakan pengupahan tersebut. Di masa Orde baru

kebijakan tentang pengupahan semata-mata hanya untuk menggerakan kembali

roda ekonomi yang bertumpu pada pasar, sehingga lebih melindungi para investor

ketimbang buruh. Rezim pemerintahan Soeharto menerapkan strategi modernisasi

defensif (defensive modernisatiton) dimana penguasa berusaha mengatur

segalanya dan mengontrol organisasi buruh untuk mengejar pertumbuhan

ekonomi10

.

Sementara dalam pemerintahan Megawati Soekarno Putri ditetapkan UU

no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang didalamnya terdapat aturan untuk

menentukan Upah minimum buruh. Upah minimum artinya sebagai jaring

9Gaji buruh di Indonesia nomor 8 terendah di Asia Tenggara dilihat dari rata rata upah minimumnya :

http://economy.okezone.com.read.2015/gaji-buruh-di-Indonesia-nomor8-terendah-se-Asia-Tenggara diakses

pada tanggal 1 juni 2016 Pukul 11:30 Wib 10Marsen. S. Naga. 2002. “Hukum Sebagai Perangkap Gerakan Buruh.Sedane”. Jurnal Kajian

Perburuhan.Vol 1 No.1 Desember tahun 2002.hal. 19

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

6

pengaman untuk pengusaha ,artinya upah minimum hanya upah terendah yang

didasarkan pada kriteria tertentu. Seperti upah ditetapkan masih berdasarkan

kebutuhan hidup seorang buruh/pekerja lajang, pertimbangan penetapan upah

tidak semata-mata survey komponen hidup layak atau disingkat dengan KHL.

KHL adalah standart kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh

lajang untuk memenuhi kehidupannya tetapi juga tingkat pertumbuhan ekonomi,

sehingga sering terjadi ketimpangan dalam survei. Filosopi dari upah minimum

adalah sebagai jaring pengamanan. Berarti pengusaha tidak boleh membayar upah

buruh lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan. Arti minimum berarti

tarif paling bawah, kurang dari itu berarti timpang. Oleh karena itu ketika

pengusaha membayar upah buruh dibawah upah minimum maka kehidupan buruh

akan melarat.

Pada bab X bagian kedua UU no 13 Tahun 2003 diterangkan dimana

upah minimum yang berlaku adalah Upah Minimum Provinsi ( UMP ), Upah

Minimum Kabupaten/Kota ( UMK ) yang tiap tahunnya ditentukan oleh Gubernur

untuk UMP dan Bupati/Walikota untuk UMK atas usulan dari Dewan Pengupahan

Daerah ataupun Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dengan proses tahapan

pembahasan dan survey terlebih dahulu. Sementara Penetapan upah minimum

provinsi di dasarkan pada permenakertrans no 13 tahun 2012 dipemerintahan

Susilo Bambang Yudhoyono yang direvisi dari permenakertrans no 17 tahun

2005, namun esensi dasarnya masih tetap sama dengan permen no 17 tahun 2005,

dimana kebutuhan hidup yang menjadi dasar survei harga hanyalah untuk

kebutuhan hidup buruh lajang. Artinya, kebutuhan hidup bagi para buruh yang

sudah berkeluarga, sampai sejauh ini tidak masuk dalam hitungan. Dalam

permenakertrans no 13 Tahun 2012 yang di maksud dengan “kebutuhan hidup

layak” adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat

memenuhi kebutuhan fisik dalam kurun waktu 1 (satu) bulan.

Penghitungan upah yang diatur dalam permen no 13 tahun 2012 dimana

dasar penetapan upah minimum di Indonesia adalah KHL, yang nilainya diperoleh

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

7

melalui survei harga. Secara normatif, yang dimaksud dengan “hidup layak”

adalah standar kebutuhan hidup seorang buruh secara fisik dan non-fisik untuk 1

(satu) bulan.Ketentuan ini menjelaskan hanya untuk memenuhi kehidupan pekerja

lajang. Sehingga keberadaan keluarga tidak dihitung oleh pengusaha

keberadaannya dalam menentukan pengupahan. Hal ini sangat bertentangan

dengan UU no. 13 tahun 2003 pasal 88 yang mengatakan, “setiap pekerja/buruh

berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi

manusia”. Sehingga jelas bahwasannya sebagai seorang manusia hidup

berkeluarga merupakan hak semua manusia dan pengusaha harus memperhatikan

upah layak buruh untuk dapat memenuhi kebutuhan buruh dan keluargannya

secara wajar yang meliputi pangan, sandang dan papan serta jaminan hari

tua.Seperti itu juga peranan dari pemerintah yang berkelanjutan pada Pasal 4

No.17/MenVII/2005 yang mengatakan penetapan Upah minimum provinsi

didasarkan pada nilai KHL kabupaten/kota terendah di propinsi yang

bersangkutan dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti

tidak menjadi rata-rata nilai KHL dari kabupaten/kota dalam menetapkan Upah.

Akan tetapi dari KHL terendah.

Jadi meskipun Permen 13 tahun 2012 ini di katakan sebagai peraturan

penyempurna dari Permen 17 tahun 2005 untuk penetapan upah yang sesuai

dengan kebutuhan hidup layak, namun secara kualitas tidak mengalami

perubahan, dan hal itu sama sekali tidak membawa perubahan terhadap

peningkatan atau perbaikan kesejahteraan kaum buruh dan keluarganya. Ini

karena perubahan tersebut tidak menyentuh substansi, tetapi hanya menambahkan

14 komponen kebutuhan yang nilainya sangat kecil dan tidak sesuai dengan

kebutuhan riil buruh serta jauh dari tuntutan sejati klas buruh Indonesia. Upah

buruh tetaplah murah, perubahan kebijakan di tataran regulasi hanya untuk

memperhalus praktek politik pengupahan di Indonesia dan hanya sekedar

meredam tuntutan dan aspirasi sejati dari klas buruh Indonesia, karena

kenyataannya perubahan peraturan tersebut justru memperendah posisi tawar

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

8

buruh di hadapan pengusaha. Maka yang terkandung dalam sistem upah minimum

di Indonesia adalah ; upah minimum sebagai jaring pengamanan, upah minimum

hanya untuk lajang, dan pengusaha diijinkan melakukan penundaan atau

penangguhan11

.

Upah minimum hanya untuk lajang artinya pengusaha hanya

menanggung kebutuhan seorang buruh tanpa mempertimbangkan keluarga buruh.

Penghitungan harga kebutuhan sangat ketat berdasarkan harga pasar.Berarti

terjadi kesulitan buruh dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dan bagaimana

jika si buruh mempunyai keluarga sehingga harus membagi upahnya untuk

kebutuhan istrinya dan anaknya. Kondisi ini yang membuat maraknya anak-anak

buruh tidak mengecap dunia pendidikan serta tingkat kesejahteraan yang rendah.

Seperti pada masa orde baru yang didasarkan pada kebutuhan fisik minimum (

KFM) yang pencapaiannya hanya berkisar 80-90 persen dari KFM. Sehingga

buruh hanya sekedar hidup mencari makan dengan hidup serba kekurangan.

Sementara pengusaha mendapatkan nilai lebih dari hasil kerja buruh.

Kebijakan pengupahan bertambah rumit setelah keluarnya keputusan

menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI Nomor kep-23/Men/2003. Pengusaha

berhak melakukan penangguhan upah. Dimana upah minimum hukumnya tidak

wajib bagi dari pengusaha untuk membayar jika memang pengusaha keberatan

dapat mengajukan penangguhan/penundaan dalam pelaksanaan pembayaraan

upah minimum. Atas dasar peraturan ini penguasaha dapat menunda membayar

upah minimum paling lambat 10 hari sebelum upah minimum disepakati oleh

buruh/serikat buruh. Dan persoalan seperti ini semakin berdampak pada tingkat

kesejahterahan buruh. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan

kebutuhan dan keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah. Tetapi hal ini

belum terlaksana dimana tingkat kesejahteraan buruh masih dibawah standart

karena tidak sesuai pemberian Upah dengan KHL. Setiap akhir tahun buruh selalu

11Hand book. Minimalisasi penetapan upah layak. Analisis terhadap peraturan menteri tenaga kerja dan

transmigrasi No. 17/MEN/VII/2005

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

9

menanti persentase kenaikan UMP-nya. Tentu harapannya sangat besar terhadap

pemerintahan untuk menetapkan upah yang layak.

Dalam UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan juga diatur tentang

dewan pengupahan sebagai salah satu aktor dalam penetuan upah minimum,

dewan pengupahan bertugas untuk mensurvei harga-harga komoditas untuk

pemenuhan kebutuhan hidup seorang buruh, yang kemudian diakumulasikan guna

menetapkan nilai upah yang kemudian direkomendasikan kepada pemerintah.

Dewan pengupahan terdiri dari organisasi pengusaha, serikat pekerja/Serikat

buruh dengan komposisi 2:1:1. Sehingga dapat kita lihat dari komposisi dewan

pengupahan sudah ada intervensi dari pengusaha sangat besar dalam menentukan

UMP/UMK. Sehingga dalam perkembangan sistem pengupahan diIndonesia

kerap terjadi disparitas antara pihak buruh dan pihak pengusaha.

Belum sampai disitu pemerintah mengeluarkan Inpres No.9 Tahun 2013

tentang penetapan upah yang diinstruksikan kepada Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi (Menakertrans), dimana “untuk daerah yang Upah Minimumnya

masih berada di bawah nilai KHL, kenaikan Upah Minimum dibedakan antara

Industri Padat Karya tertentu dengan industri lainnya.” Artinya, di daerah yang

upah minimumnya masih di bawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL), tidak boleh

ada kenaikan Upah Minimum Provinsi/Kabupaten/Kota (UMP/K) yang bersifat

umum atau lintas-sektoral, hanya boleh ada kenaikan upah minimum sektoral

(UMSP/K). besaran kenaikan upah pada provinsi dan/atau kabupaten/kota yang

upah minimumnya telah mencapai KHL atau lebih, ditetapkan secara bipartit

antara pemberi kerja dan pekerja dalam perusahaan masing-masing12

.” Artinya,

untuk daerah yang upah minimumnya telah mencapai KHL atau lebih, tidak boleh

ada kenaikan UMP/K, hanya boleh ada kenaikan upah aktual di tingkat

perusahaan yang ditetapkan secara bipartit.

12 Peraturan Pemerintah yang tertuang dalam Inpres no.9 tahun 2013 tentang upah minimum harus dicabut :

http://www.prp-indonesia.org/2013/-inpres-no-9-tahun-2013-tentang-upah-minimum-harus-dicabut diunduh

pada tanggal 14 April 2016 Pukul 21.00 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

10

UMP/K sendiri, menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan (UUK), “ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan

rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota” (Pasal

89).Jadi, UMP/K mustahil ditetapkan secara bipartit, karena harus dengan Surat

Keputusan (SK) Gubernur. Ditambah lagi Inpres ini menginstruksikan Kepolisian

Negara Republik Indonesia untuk “memantau proses penentuan dan pelaksanaan

kebijakan penetapan Upah Minimum.” Artinya, Inpres ini bukan hanya

membolehkan keterlibatan kepolisian dalam proses penentuan upah minimum,

tetapi malah mengharuskannya. Hal ini membuka peluang lebih besar bagi

kepolisian untuk melakukan pembatasan terhadap aksi demonstrasi yang

dilakukan buruh dalam proses penentuan upah minimum.

Di akhir tahun 2015 tepat di bulan oktober pemerintah kembali

mengeluarkan kebijakan baru tentang sistem pengupahan yaitu Peraturan

Pemerintah No.78 Tahun 2015 Tentang sistem pengupahan buruh. Peraturan

Pemerintah No.78 Tahun 2015 atau dikenal dengan PP Pengupahan merupakan

salah satu kebijakan yang lahir dari paket ekonomi IV pemerintahan Jokowi-Jusuf

Kalla tentang ketenagakerjaan. Paket kebijakan ekonomi Pemerintahan Jokowi-

Jusuf Kalla adalah salah satu cara untuk menangani krisis ekonomi global yang

berdampak pada krisis ekonomi nasional. Begitu juga halnya dengan Peraturan

Pemerintah No.78 Tahun 2015 yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi-Jusuf

Kalla adalah untuk memberikan suatu kekondusifan atas iklim investasi bagi

pemilik modal asing untuk menanamkan sahamnya di Indonesia yang menurut

pemerintah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ditengah terpaan krisis

global.

Hal ini mempunyai korelasi terhadap sistem pengupahan buruh,dimana

salah satu indikator untuk menarik minat para Investor adalah dengan memastikan

upah dari buruh adalah rendah. Dengan rendahnya upah buruh maka para investor

dapat menekan yang namanya biaya produksi. Semakin besar biaya produksi yang

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

11

dipangkas oleh perusahaan maka keuntungan yang didapat juga akan semakin

besar. Dan inilah salah satu pelayanan pemerintah terhadap para investor yang

ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

Didalam Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 mekanisme penetapan

upah yang diatur dalam pasal 44 yaitu berdasarkan fomulasi;

UMt + (UMt X (Inflasit + Δ % PDBt)

Artinya kenaikan upah tahunan buruh akan berdasarkan upah tahun

berjalan dikali dengan inflasi yang ditambah dengan persentasi pertumbuhan

ekonomi atau PDBt (pendapatan domestik bruto). Sehingga dapat dikatakan

bahwasanya penetapan upah buruh dipengaruhi oleh tingkat inflasi dan persentase

pertumbuhan ekonomi. Sementara dalam Pasal 43 ayat (5) dinyatakan bahwa

untuk peninjauan komponen kebutuhan hidup layak dilakukan setiap lima tahun

sekali. Dengan kata lain, pemerintah hanya akan melakukan peninjauan atas

komponen kebutuhan hidup layak yang digunakan sebagai dasar penghitungan

upah hanya sekali selama lima tahun.

Menghitung kenaikan upah buruh berdasarkan inflasi dan persentase

pertumbuhan ekonomi sama halnya dengan membatasi upah buruh dibawah 10%

per tahun. Karena Angka inflasi, meskipun berkorelasi dengan kenaikan harga

bahan kebutuhan pokok akan tetapi faktanya kenaikan harga-harga kebutuhan

pokok jauh melampaui angka inflasi, ambil contoh inflasi 5% kenaikan harga-

harga kebutuhan pokok bisa melampaui angka 5 %. Selama ini pemerintah tidak

pernah mempunyai upaya nyata dalam membantu kehidupan buruh untuk

melakukan kontrol atas harga kebutuhan pokok. Jika harga-harga kebutuhan

pokok melambung tinggi, tentu nilai upah yang diterima oleh buruh tidak akan

sebanding dengan beban untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Hasil studi

internal organisasi salah satu Serikat buruh yaitu Gabungan Serikat Buruh

Indonesia (GSBI) menunjukkan, lebih dari 60% dari total upah yang diterima oleh

buruh digunakan untuk memenuhi konsumsi kebutuhan pokoknya.Jika demikian,

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

12

bagaimana klas buruh di Indonesia bisa mendapatkan upah yang lebih baik jika

inflasi dijadikan parameter untuk penetapan upah. Jika inflasinya tinggi, sudah

pasti kenaikan harga juga lebih tinggi. Jika kenaikan harga tinggi, seberapapun

kenaikan upah tentu akan terampas kembali oleh harga barang13

.

Selain inflasi, formulasi upah didalam PP Pengupahan juga dihitung

berdasarkan pertumbuhan ekonomi. Ditengah situasi krisis global yang melanda

seluruh negeri, tren pertumbuhan ekonomi juga akan mengalami pelambatan.

Sejak lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi global angkanya tidak pernah

melebihi 4%, bahkan di Amerika sendiri pertumbuhan ekonominya mendekati nol

persen, atau tidak tumbuh sama sekali. Jika pemerintah Indonesia selalu

mengklaim memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi hingga 6%, tentu hal ini

patut dipertanyakan. Jikapun benar terjadi pertumbuhan ekonomi, pertanyaan

selanjutnya adalah siapa yang menikmati pertumbuhan ekonomi ini.. Bahkan pada

semester kedua tahun ini, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali

dikoreksi pada angka 4,9%. Artinya, kontribusi pertumbuhan ekonomi untuk

kenaikan upah buruh tahun 2016 kemungkinan hanya akan berada pada kisaran

5%. Jika diasumsikan inflasi berada pada angka 5%, maka upah tahun 2016 hanya

akan naik sebesar 10% saja.

Hasil survei KHL yang dilakukan oleh GSBI dan beberapa serikat buruh

lain dibeberapa kota/kabupaten menunjukkan bahwa seharusnya kenaikan upah

untuk tahun 2016 berada pada kisaran 25-30%, akan tetapi apabila kenaikan upah

tahun 2016 didasarkan pada formula penetapan kenaikan upah sebagaimana diatur

didalam PP No. 78/2015, hampir dapat dipastikan kenaikan upah hanya berkisar

10%.

Diaspek politik, Formulasi yang telah ditetapkan melalui peraturan ini

akan membatasi kesempatan bagi buruh untuk berjuang menentukan upahnya.

13DPP GSBI,Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 sebuah skema politik upah murah Jokowi-JK :

http://www.infogsbi.org/2015/10/pp-no-782015-tentang-pengupahan-skema.html diunduh pada tanggal 2 Mei

2016 Pukul 22.15 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

13

Dalam pernyataan yang sama paska Paket Kebijakan Ekonomi IV diluncurkan,

pemerintah menyatakan bahwa formulasi upah ini akan meredam “kegaduhan”

yang selama ini terjadi setiap tahun menjelang kenaikan upah. Ini sejalan dengan

Paket Kebijakan Ekonomi I yang secara tegas memberikan jaminan kepastian bagi

investor atau pengusaha. Jaminan kepastian yang disebut dalam hal ini adalah,

investasi yang ditanamkan tidak mengalami gangguan, karena situasi keamanan

yang kondusif.

Berdasarkan Latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis

tertarik untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan dengan judul:

“Kebijakan Pengupahan Di Indonesia (Studi Analisis: Peraturan Pemerintah

No.78 Tahun 2015)”

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana Kebijakan Pengupahan Di Indonesia dalam Peraturan Pemerintah

No.78 Tahun 2015?

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini adalah analisis terhadap kebijakan pengupahan di Indonesia

yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015, maka batasan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keterlibatan buruh dalam penetapan upah sesuai dengan

Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015?

2. Dalam penelitian ini akan mengkaji bagaimana dampak yang muncul dari

Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 baik secara ekonomi, sosial dan

bagaimana dampaknya terhadap perusahaan?

1.4. Tujuan Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

14

Penelitian ini mempunyai tujuan :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang sistem penetapan upah di

Indonesia khususnya sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.78

Tahun 2015. Dan bagaimana keterlibatan buruh dalam penetapan upah

sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015.

2. Untuk meneliti bagaimana dampak ekonomi, sosial ,dan politik yang

dialami buruh dari lahirnya Peraturan Pemerintah No.78 tentang Sistem

pengupahan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini sungguh diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang sungguh

diharapkan mampu memberikan sebuah sumbangsih mengenai konsep dan

analisis tentang sistem pengupahan buruh di Indonesia.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi serta pisau

analisis bagi buruh untuk mengkaji kebijakan pengupahan di Indonesia

khususnya PP No.78 Tahun 2015.

3. Secara akademis, penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik.

1.6 Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

15

1.6.1. Teori Kebijakan Publik

1.6.1.1 Konsep Kebijakan Publik

Dalam proses berjalannya sebuah negara dibutuhkan sebuah peran dari

pemerintah untuk menata kehidupan masyarakat yang dipimpinnya. Peran

pemerintah dalam hal ini adalah bagaimana pemerintah yang memiliki otoritas

mengeluarkan sebuah aturan yang dapat menyelesaikan persoalan persoalan yang

dialami oleh negara maupun masyarakat. Proses penyelesaian permasalahan

biasanya dilakukan dengan mengeluarkan sebuah kebijakan publik. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan

asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu

pekerjaan. Banyak sekali definisi tentang kebijakan publik yang dikemukakan

oleh para ahli:

William N. Dunn merumuskan kebijakan publik sebagai berikut :

Kebijakan Publik (Public Policy) adalah pedoman yang berisi nilai-nilai dan

norma norma yang mempunyai kewenangan untuk mendukung tindakan-tindakan

pemerintah dalam wilayah yurisdiksinya.14

Sementara Konsep kebijakan publik

menurut David Easton sebagai berikut : Alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh

masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat berbuat secara otoritatif

untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk

dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai

tersebut.15

Carl Frederich memandang kebijakan publik adalah suatu arah tindakan

yang diusulkan oleh seorang kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan - kesempatan

14Wiliiam N. Dunn dalam Ibnu Syamsi. 1993. Diktat Kuliah Kebijaksanaan Publik dan Pengambilan

Keputusan. Fisipol UGM: Yogyakarta. hal 5 15David Easton dalam Miftah Thoha. 1992. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu administrasi Negara.Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada. hal 59-60

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

16

terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dalam rangka mencapai

suatu tujuan atau merealisasikan atau suatu maksud tertentu16

.

Pembagian kebijakan publik sangat banyak macamnya dari dasar

pemikiran, dan jenis kebijakan publik namun demikian secara sederhana dapat

dikelompokan menjadi tiga yaitu:

1. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau mendasar,

yaitu: Undang-Undang dasar Negara Reoublik Indonesia tahun 1945,

Undang – Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang,Peraturan Pemeirntah,Peraturan Presiden dan Peraturan

Daerah.

2. Kebijakan publik yang bersifat mesoatau menengah berupa penjelasan

pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berbentuk peraturan menteri, Surat

Edaran Kebijakanya dapat pula berbentuk Surat Keputusan Bersama

atau SKB antar Menteri, Gubernur dan Bupati atau Walikota.

3. Kebijakan Publik yang bersifat mikro adalah kebijakan yang mengatur

kebijakanya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik di

bawah Menteri, Gubernur ,Bupati atau Wali Kota17

.

Ditinjau dari sifat kebijakannya, Lowi membagi kebijakan umum empat tipe,

yaitu18

:

1. Kebijakan regulatif: kebijakan ini terjadi apabila mengandung paksaan

dan akan diterapkan secara langsung terhadap individu. Artinya

adalah bahwa kebijakan ini dibuat agar individu tidak melakukan

suatu tindakan yang tidak diperbolehkan. Seperti undang-undang

hukum pidana, undang-undang antimonopoli dan kompetisi yang tidak

sehat dan berbagai ketentuan yang menyangkut keselamatan umum.

16Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publi. Jogjakara : Media Presindo. hal 16. 17Riant Nugroho D. 2006. Kebijakan Publik Untuk negara-negara berkembang. Jakarta. Hal 31 18Theodore J Lowi. 2005. American Government Power and Purpose. WW Norton & Company. Dalam buku

Ramlan Surbakti. 2010. Memahami ilmu politik. Jakarta: PT. Grasindo. Hal. 246-247.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

17

2. Kebijakan redistributif: kebijakan yang bersifat paksaan secara

langsung kepada warga negara, tetapi penerapannya melalui

lingkungan. Seperti pengenaan pajak secara progresif kepada sejumlah

orang yang termasuk kategori wajib pajak untuk memberikan manfaat

bagi orang lain melalui berbagai program pemerintah.

3. Kebijakan distributif: kebijakan yang pengenaannya dilakukan secara

tidak langsung (jauh dari pengenaan paksaan secara fisik), tetapi

kebijakan tersebut diterapkan secara langsung terhadap individu.

Dalam kebijakan ini penggunaan anggaran belanja negara atau daerah

untuk memberikan manfaat secara langsung kepada individu, seperti

pendidikan dasar bebas biaya, subsidi energi BBM dan sebagainya.

4. Kebijakan konstituen: kemungkinan paksaan secara fisik sangat jauh

dari kebijakan tersebut. Kebijakan ini dapat dikatakan sebagai

kebijakan sisa dari ketiga kebijakan diatas. Kebijakan ini mencakup

dua lingkup bidang yaitu urusan keamanan nasional dan keamanan

dan luar negeri.

Berdasarkan definisi-definisi kebijakan publik yang disebutkan di atas

termasuk ke dalam klasifikasi kebijakan sebagai keputusan karena definisi di atas

menitikberatkan kepada pemerintah sebagai aktor yang memiliki otoritas untuk

membuat keputusan, baik keputusan untuk melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu yang berdampak pada kehidupan masyarakat.

1.6.1.2 Proses Pembuatan Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan dimulai dengan menganalisis masalah yang

harus diselesaikan melalui pembuatan kebijakan. Mengamati sebuah masalah

yang menjadi pokok pembahasan dalam kebijakan menjadikan sebuah kebijakan

menjadi tepat sasaran ataupun tidak menyimpang dari pemecahan permasalahan

yang diinginkan pada awalnya. Kegiatan dalam proses pembuatan kebijakan

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

18

biasanya berkaitan dengan bagian politik dikarenakan lembaga – lembaga politik

sangat sering bersinggungan dengan proses ini. Proses pembuatan kebijakan

ditunjukkan melalui serangkaian tahap yang saling bergantung satu dengan yang

lain yang diatur menurut sesuai dengan urutan waktu, antara lain19

:

1. Penyusunan agenda

2. Penyusunan formulasi kebijakan

3. Pengadopsian kebijakan

4. Implementasi kebijakan

5. Penilaian/Evaluasi kebijakan.

Proses – proses tersebut diataslah yang kemudian menjadi rangkaian kritis

yang mengantarkan pembuatan kebijakan menjadi bisa diterima dan dilaksanakan

oleh semua kalangan dalam jangka waktu yang sesuai dengan kondisi serta dalam

lingkungan yang berbeda.

1.6.1.3 Analisis Kebijakan Publik

Suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi

sedemikian rupanya sehingga dapat memberi landasan dari para pembuat

kebijakan dalam membuat keputusan20

. Didalam menganalisis sebuah kebijakan

publik dapat diproses melalui sebuah proses untuk menguraikan dan mengkaji

unsur-unsur penting dalam sebuah kebijakan. Selain itu analisis kebijakan publik

juga untuk melahirkan sebuah alternatif baru yang dapat memberikan sebuah

solusi atas persoalan persoalan yang belum diselesaikan dari kebijakan tersebut.

Tindakan tindakan yang diambil dalam analisis kebijakan mungkin dapat dimulai

dengan menguraikan isu-isu seputar permasalahan yang ada sampai dengan

melakukan evaluasi terhadap suatu program kebijakan publik secara

lengkap.Kebijakan publik diharapkam dapat menghasilkan informasi dan

19

Ibid. Hal 7 20William.N.Dunn. 2003. Analisis Kebijakan Publik I. Yogyakarta . Gadjah Mada University Press. hal.95.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

19

argumen-argumen yang memiliki dasar logika yang jelas dan mengandung 3

macam tolak ukur utama yaitu :

1. Nilai yang pencapainya mertupakan tolak ukur utama untuk melihat

apakah masalah telah teratasi

2. fakta yang keberadaanya dapat membatasi atau meningkatkan

pencapaian nilai-nilai

3. tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-

nilai21

.

Adapun pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan sesorang dalam

menganalisis sehingga memiliki dasar logika yang kuat yaitu pendekatan

empiris,valuatif dan normatif.

Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan Publik

Tabel 1.1

Pendekatan Pertanyan Utama Tipe Informasi

Empiris Adakah dan adakah

(fakta)

Deskriptif dan prediktif

Valuatif Apa manfaatnya (nilai) Valuatif

Normatif Apakah yang harus di

perbuat (aksi)

Preskriptif

Sumber : Analisis Kebijakan Publik. Wiliam N. Dunn Hal 98

Tabel diatas menjelaskan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam

menganalisis sebuah kebijakan publik. Pendekatan empirisi menekankan

penjelasan berbagai sebab dan akibat dari sebuah kebijakan publik. Pertanyaan

utama di dalam pendekatan empiris bersifat faktual dan informasi yang dihasilkan

bersifat deskriptif. Contohnya meramalkan, menjelaskan pengeluaran publik

21Ibid, Hal 97

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

20

untuk kesehatan, pendidikan atau jalan raya22

. Sebaliknya, pendekatan valuatif

lebih menekankan terhadap penentuan bobot atau nilai yang terkandung didalam

kebijakan. Adapun pertanyaan dalam analisisnya adalah berapa nilai dan bobot

yang terkandung di dalam kebijakan tersebut, sehingga informasi yang dihasilkan

bersifat valuatif. Sebagai contoh, setelah memberikan informasi deskriptif

mengenai berbagai macam kebijakan perpajakan, analisis dapat mengevaluasi

berbagai cara yang berbeda dalam mendistribusikan beban pajak menurut

konsekuensi etis dan moral mereka. Dan yang terakhir adalah pendekatan

normatif yang menekankan terhadap rekomendasi serangkaian tindakan-tindakan

yang akan datang yang dapat menyelesaikan masalah publik, pertanyaan dalam

pendekatan ini adalah yang berkenaan dengan tindakan yang diaplilkasikan dari

kebijakan publik tersebut. Sebagai contoh, kebijakan jaminan terhadap upah

minimum tahunan buruh yang dapat direkomendasikan sebagai cara untuk

menyelesaikan masalah kesejahterahan buruh saat ini.

1.6.1.4. Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Pembuatan Kebijakan

Dalam perumusan kebijakan publik paling tidak terdapat sebanyak enam

faktor strategis yang biasanya mempengaruhi, factor-faktor tersebut meliputi :

1. Faktor Politik. Faktor ini perlu dipertimbangkan dalam perumusan suatu

kebijakan publik, karena dalam perumusan suatu kebijakan diperlukan

dukungan dari berbagai actor kebijakan (policy actors), baik aktor-aktor

dari pemerintah maupun dari kalangan bukan pemerintah (pengusaha,

LSM, asosiasi profesi, media massa, dan lain-lain).

2. Faktor ekonomi/financial. Faktro ini pun perlu dipertimbangkan terutama

apabila kebijakan tersebut akan menggunakan atau menyerap dana yang

cukup besar atau akan berpengaruh pada situasi ekonomi dalam suatu

daerah.

22Thomas Dye. 1976. Police Analysis: What Governments Do Why They do it, and what Diffrence

Makes.Univesrity AL. The University of Alabama Press.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

21

3. Faktor administratif/organisatoris. Dalam perumusan kebijakan perlu pula

dipertimbangkan faktor administratif atau organisatoris yaitu apakah

dalam pelaksanaan kebijakan itu benar-benar akan didukung oleh

kemampuan administratif yang memadai, atau apakan sudah ada

organisasi yang akan melaksanakan kebijakan itu.

4. Faktor teknologi. Dalam perumusan kebijakan publik perlu

mempertimbangkan teknologi yaitu apakah teknologi yang ada dapat

mendukung apabila kebijakan tersebut diimplementasikan.

5. Faktor sosial, budaya dan agama. Faktor ini pun perlu dipertimbangkan,

misalnya apakah kebijakan tersebut tidak menimbulkan benturan sosial,

budaya, dan agama atau yang sering disebut masalah SARA.

6. Faktor pertahanan dan keamanan. Faktor pertahanan dan keamanan ini pun

akan berpengaruh dalam perumusan kebijakan, misalnya apakah kebijakan

yang akan dikeluarkan tidak mengganggu stabilitas keamanan suatu

daerah. .

1.6.2. Teori Upah

Upah adalah jumlah uang dari pengusaha yang dibayar kepada

pekerja/buruh sesuai dengan ketentuan perundang-undang. Upah sudah menjadi

pembahasaan yang hangat di Indonesia. Terbukti bagaimana pekerja melalui

serikat pekerja/buruh atau bahkan sektor rakyat lainnya tiap melakukan aksi

massa selalu mengeluh terkait rendahnya upah buruh yang membuat penghidupan

buruh semakin merosot.

Salah satu faktor produksi yang berpengaruh dalam kegiatan memproduksi

adalah tenaga kerja, dengan mengolah barang mentah menjadi barang jadi

maupun barang setengah jadi menjadi barang jadi atau dikenal dengan proses

produksi sehingga menghasilkan output yang yang diinginkan perusahaan.

Adanya pengorbanan yang dikeluarkan tenaga kerja untuk perusahaan maka

tenaga kerja berhak atas balas jasa yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

22

tersebut berupa upah. Sadono Sukirno membuat perbedaan diantara dua

pengertian upah 23

:

1. Upah Nominal (upah uang) adalah jumlah uang yang diterima para pekerja

dari para pengusaha sebagai pembayaran atas tenaga mental dan fisik para

pekerja yang digunakan dalam proses produksi.

2. Upah Riil adalah tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan

upah tersebut membeli barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan para pekerja.

Pendapat lain dari Edwin B. Flippo menjelaskan, “a wage a price for the

service human being”, yang mana artinya adalah upah merupakan harga yang

diberikan oleh pemilik perusahaan kepada para karyawan atas dasar jasa yang

telah diberikan oleh karyawan24

.

Dari defenisi diatas upah memiliki suatu maksud sebagai pengganti jasa

yang telah diserahkan kepada pihak lain atau majikan. Disini pekerja

menginginkan agar pekerjaan yang telah dihasilkan dihargai oleh pihak

perusahaan atau majikan

Tujuan pengupahan bagi pekerja diantaranya sebagai berikut.

1. Sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan.

2. Dengan pemberian upah dapat digunakan oleh pekerja untuk memenuhi

kebutuhannya sehari hari.

3. Dengan upah yang memadai dapat menjadi motivasi bagi karyawan untuk

bekerja secara efektif dan efisien. Adapun tujuan pengupahan bagi

perusahaan antara lain sebagai berikut.

a. Dengan pengupahan akan dapat meningkatkan produktivitas

perusahaan. Hal ini dikarenakan karyawan akan dapat konsentrasi

23 Sadono Sukirno. 2008. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada 24 Edwin Fillipo dalam Mohammed Kazannudin. 2007. “Pengaruh upah dan pengawasan terhadap

produktivitas karyawan(PT.Tonga tiur putra kragan Rembang)”. Jurnal fokus ekonomi. Vol.2 No.1 Juni

2007.hal 13

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

23

penuh pada pekerjaan, sehingga dalam bekerja tidak terbebani

masalah tentang kelangsungan hidup mereka.

b. Dengan pengupahan akan mendapatkan keuntungan.

Adapun jenis-jenis upah dapat dikemukakan sebagai berikut :25

a. Yang dimaksud dengan upah nominal ialah sejumlah uang yang

dibayarkan kepada para buruh yang berhak secara tunai sebagai imbalan

atas pengerahan jasa-jasa atau pelayanannya sesuai dengan ketentuan-

ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kerja dibidang industri atau

perusahaan ataupun dalam suatu organisasi kerja, dimana kedalam upah

tersebut tidak ada tambahan atau keuntungan yang lain yang diberikan

kepadanya. Upah nominal ini sering disebut upah uang (money wages)

sehubungan dengan wujudnya yang memang berupa uang secara

keseluruhannya.

b. Upah nyata (Real Wages)

Yang dimaksud dengan upah nyata adalah upah uang yang nyata

yang benar-benar harus diterima oleh seseorang yang berhak. Upah nyata

ini ditentukan oleh daya beli upah tersebut yang akan banyak tergantung

dari besar atau kecilnya jumlah uang yang diterima dan besar atau kecilnya

biaya hidup yang diperlukan. Ada kalanya upah itu diterima dalam wujud

uang dan fasilitas atau in natura, maka upah nyata yang diterimanya yaitu

jumlah upah uang dan nilai rupiah dari fasilitas dan barang in natura

tersebut.

c. Upah hidup

Dalam hal ini upah yang diterima seorang buruh itu relatif cukup

untuk membiayai keperluan hidup yang lebih luas, yang tidak hanya

25 Kartasapoetra. 1992. Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila. Jakarta. Sinar Grafika. Hal 100

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

24

kebutuhan pokoknya saja yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian

dari kebutuhan sosial keluarganya, misalnya bagi pendidikan, bagi bahan

pangan yang memiliki nilai-nilai gizi yang lebih baik, iuran asuransi jiwa

dan beberapa lainnya lagi.

d. Upah minimum (Minimum Wages)

Sebagaimana pendapatan yang dihasilkan para buruh dalam suatu

perusahaan sangat berperan dalam hubungan perburuhan. Bertitik tolak

dari hubungan formal ini haruslah tidak dilupakan bahwa seorang buruh

adalah seorang manusia dan dilihat dari segi kemanusiaan, sewajarnyalah

kalau buruh itu mendapatkan penghargaan yang wajar dan atau

perlindungan yang layak. Dalam hal ini maka upah minimum sebaikya

dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidup buruh tersebut dan

keluarganya, walaupun dalam arti sederhana.

e. Upah wajar (Fair wages)

Upah wajar dimaksudkan sebagai upah yang secara relatif dinilai

cukup wajar oleh pengusaha dan para buruhnya sebagai uang imbalan atas

jasa-jasa yang diberikan buruh kepada pengusha atau perusahaan, sesuai

dengan perjanjian kerja diantara mereka. Upah wajar ini tentuya bervariasi

dan bergerak antara upah minimum dan upah hidup yang diperkirakan

oleh pengusaha cukup untuk mengatasi kebutuhan hidup buruh beserta

keluarganya.26

Upah wajar sangat bervariasi dan selalu berubah-ubah

antara upah minimum upah hidup, sesuai dengan faktor-faktor yang

mempengaruhinya, yaitu:27

1. Kondisi negara pada umumnya.

2. Nilai upah rata didaerah dimana perusahaan itu berada.

26

Ibid, hal 102 27

Zaenal Asikin dkk. 2008. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Hal. 91

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

25

3. Peraturan perpajakan.

4. Standar hidup para buruh itu sendiri

5. Undang-undang mengenai upah khususnya.

6. Posisi perusahaan dilihat dari struktur perekonomian

negara.

Sementara dalam PP No.78 Tahun 2015 defenisi Upah adalah hak pekerja

atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari

pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan

dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan

perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja buruh dan keluarganya atas

suatu pekerjaan dan jasa yang telah atau akan dilakukan28

. Disini dapat kita

pahami bahwasanya upah adalah hak yang berarti yang harus didapatkan oleh

pekerja, dan dalam penetapannya bahwa upah harus segaris lurus dengan

kesejahterahan buruh atau pekerja, dilihat dari tingkat upah yang didapat mampu

memberikan kesejahteraan buruh dan keluarganya. Disini dapat kita tekankan

bahwa perumusan dan penetapan upah yang dilakukan dalam suatu bentuk

perjanjian antara pengusaha dan buruh tidak hanya upah seorang lajang

(Tidakberkeluarga).

Secara tidak langsung penguasaan pengusaha atas pekerja/buruh adalah

kewenangannya. Kerja buruh menghasilkan kekayaan bagi pengusaha yang

mengendalikan suatu perusahaan. Hubungan antara pengusaha-pekerja/buruh

tidak bias dilepaskan. Percepatan kapital di suatu negara seperti di Indonesia akan

meningkatkatkan upah pekerja/buruh. Mari kita andaikan suatu keadaan yang

lebih baik bila kapital produktif tumbuh maka permintaan kerja akan naik yang

ikut mempengaruhi upah buruh. Tetapi karena persaingan perusahaan-perusahan

,sehingga mendorong perusahaan besar cenderung bertahan karena dipengaruhi

kapital/modal. Sementara perusahaan kecil karena dampak persaingan banyak

yang bangkrut, akusisi atau merger diantara empat temboknya.

28PeraturanPemerintah No.78 Tahun 2015 BAB I Pasal 1 ayat 1tentang defenisi Upah

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

26

Kenaikan upah yang nyata bersyarat pada pertumbuhan cepat

kapital/modal produktif. Pertumbuhan cepat kapital produktif mengakibatkan

pertumbuhan yang sama cepatnya dalam kekayaan, kemewahan, kebutuhan-

kebutuhan sosial, kenikmatan-kenikmatan sosial. Jadi walaupun kenikmatan

buruh telah meningkat, namun kepuasan sosial yang dipenuhinya telah berkurang

dalam perbandingan dengan kenikmatan kaum kapitalis yang meningkat, yang tak

dapat dicapai oleh buruh, dalam perbandingan dengan keadaan perkembangan

masyarakat pada umumnya. Hasrat dan kesukaan kita lahir dari masyarakat; oleh

sebab itu kita mengukurnya menurut masyarakat dan bukannya menurut benda-

benda yang memuaskannya. Karena hasrat dan kesukaan itu bersifat sosial, maka

mereka bersifat relatif. Upah tidak semata-mata dihasilkan oleh komoditas yang

dapat menggantikan upah itu. Tetapi upah mengandung hubungan. Yang diterima

pekerja/buruh adalah yang pertama, sejumlah uang tertentu. Apakah upah itu

hanya ditentukan hanya dengan nilai uang dalam upah itu ? jadi harga uang kerja

tidak sesuai dengan upah riil artinya komoditas yang dihasilkan tidak sesuai

dengan upah yang diterima.

Karena itu, bila kita berbicara tentang naik atau turun upah kita harus ingat

tidak hanya akan harga kerja dalam bentuk uang, upah nominal. Tetapi baik upah

nominal, yaitu sejumlah uang yang untuk itu buruh menjual dirinya kepada kaum

kapitalis, maupun upah riil, yaitu jumlah komoditi yang dapat dibelinya dengan

uang itu, tidak menghabiskan hubungan-hubungan yang terkandung didalam upah

sehingga membuat keuntungan besar bagi kapitalis. Upah sangat dipengaruhi oleh

perbandingan keuntungan Pengusaha/kapitalis, laba kapitalis. Melalui pergantian

upah terhadap kerja, si kapitalis mendapatkan nilai baru dari pekerja/buruh

sebagai akumulasi modal.

1.6.4. Tinjauan Pustaka

Adapun yang menjadi Tinjauan pustaka dalam Penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

27

1. “Upah buruh di Indonesia” yang ditulis oleh Abdullah Sulaiman29

: yang

didalamnya membahas dan menguraikan tentang pengupahan mulai dari

permulaan kemerdekaan yang dimana upah hanya sekedar pemenuhan

kebutuhan pokok seperti biaya makan, perumahan ,transportasi, kesehatan,

keamanan. Didalamya juga dibahas tentang Konvensi ILO (Indonesia

Labour Organization) yang pada akhirnya mendorong Indonesia untuk

melakukan penetapan upah minimum dan diberlakukannya perlindungan

upah bagi laki-laki dan perempuan.

Tuntutan buruh mendesak kenaikan upah tersebut juga mendorong

Pemerintah meratifikasi beberapa konvensi ILO tahun 1954 antara lain

UU No.49 Tahun 1954 tentang berlakunya hak-hak dasar untuk

berorganisasi dan berunding bersama terkait penetapan upah. Akan tetapi

hingga tahun 2003 posisi serikat buruh belum mampu mendorong secara

konkret pemerintah dalam menetapkan upah yang layak, karena meskipun

serikat buruh terlibat dalam penetapan upah dengan majikan atau

pengusaha, akan tetapi masih saja ditentukan sepihak oleh pemerintah

dengan legitimasi kebijakan yang ada. Kemudian didalam buku ini juga

dibahas mengenai persoalan buruh tentang pelarangan mogok buruh

berdasarkan Kepres No.123 Tahun 1963. Kemudian pada masa

Industrialisasi antara rentang 1996-1997 penetapan upah dipengaruhi oleh

faktor eksternal dan internal dimana ada hubungan antara ekspor dan

impor yang berkaitan dengan permintaan produksi barang yang semakin

tinggi dengan keinginan mendapatkan keuntungan yang tinggi. Ditambah

lagi dengan posisi tawar buruh yang lemah karena melimpahnya tenaga

kerja sementara serikat buruh yang ada tunduk pada kebiajakan

pemerintah.

Kebijakan pengupahan minimum yang dikaji dalam buku ini

dikatakan bermula dari Upah minimum Regional yang kemudian

29Abdullah Sulaiman. 2008. Upah Buruh di Indonesia. Jakarta: Universitas Trisakti

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

28

dikhususukan lagi menjadi Upah minimum sektoral karena UMR tidak

mampu mewakili kebutuhan buruh di tingkat kota dan kabupaten. UU no

13 Tahun 2013 juga belum memberikan kepastian perlindungan upah pada

buruh karena tidak tegas dalam memberikan batasan batasan tentang

komponen upah dan desentralisasi upah, dan tidak tegas menjelaskan

kriteria-kriteria yang dihadapi pengusaha sehingga melakuakn

penangguhan upah kepada buruh. Didalam buku ini juga dibahas

mengenai penyelesaian perselisihan hubungan perindustrian berdasarkan

UU No.13 Tahun 2013 dan UU No.2 Tahun 2004 yang mengakibatkan

dualisme kebijakan yang pada akhirya menimbulkan kerancuan terhadap

penyelesaian sengketa antara pengusaha dan buruh.

2. Dikriminatif dan Ekpoloitatif dalam buku yang ditulis dan diterbitkan oleh

yayasan Akatiga30

: dimana dalam penelitian dibuku ini diuraikan bahwa

Praktek kerja kontrak dan outsourcing buruh mulai muncul dan terus

meluas sejak UU Ketenagakerjaan No. 13Tahun 2003 diberlakukan.

Labour Market yang merupakan wujud dari konsep Labour Market

Flexibility atau LMF yang diperlukan untuk melemaskan kekakuan

peraturan ketenagakerjaan melalui kemudahan merekrut dan memecat

buruh secara umum telah menguntungkan perusahaan akan tetapi dengan

harga yang harus dibayar dengan memburuknya kesempatan kerja, kondisi

kerja dan kesejahteraan buruh sekaligus. Hasil penelitian yang ditulis

dalam buku ini menemukan berbagai pelanggaran terhadap UU dan

peraturan-peraturan yang terkait dan terhadap lima konvensi ILO tentang

hak dasar buruh: kebebasan berserikat, perundingan kolektif, persamaan

renumerasi, perlindungan kekerasan dan anti diskriminasi. Penelitian ini

mengungkapkan praktek pembedaan hak-hak buruh kontrak dan

outsourcing dari buruh tetap, meskipun mereka melakukan jenis pekerjaan

yang sama, dengan jam kerja yang sama dan di tempat kerja yang sama.

30Yayasan Akagita. 2010. Diskriminasi dan Eksploitatif. Yayasan Akatiga.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

29

Kondisi semacam itu menunjukkan bahwa kebijakan LMF atau pasar kerja

fleksibel dalam konteks kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia dan

lemahnya penegakan hukum, perlu ditinjau ulang.

3. Jurnal Kebijakan Penetapan Upah Minimum di Indonesia (The Minimum

Wage Policy in Indonesia) oleh Izzaty Rafika Sari31

: Didalam Jurnal ini

dibahas bahwasanya penetapan upah minimum bertujuan untuk

meningkatkan upah para pekerja yang masih berpendapatan di bawah upah

minimum. Pendekatan yang diambil dalam analisis upah minimum adalah

Pendekatan Pasar tenaga kerja. Pasar tenaga kerja, sama halnya dengan

pasar pasar lainnya dalam perekonomian diatur oleh kekuatan-kekuatan

permintaan dan penawaran. Ketidakseimbangan antara permintaan dan

penawaran tenaga kerja akan menentukan tingkat upah.32

Namun kebijakan

upah minimum tidak hanya berdampak pada upah pekerja dengan tingkat

upah di sekitar upah minimum, tetapi juga berdampak ke seluruh distribusi

upah. Oleh sebab itu, kebijakan upah minimum pada akhirnya akan

berdampak pada harga, iklim usaha dan penyerapan tenaga kerja.

Penetapan upah minimum masih menghadapi banyak kendala yaitu

mekanisme penetapan upah minimum bersifat ad hoc dan tidak pasti dan

kenaikan upah minimum sulit diprediksi dan diperhitungkan. Kebijakan

menaikkan UMP harusnya ditempatkan dalam kerangka kebijakan industri

dan kerangka kebijakan makro yang komprehensif dan tidak parsial. Upah

karyawan akan meningkat jika upah minimum dinaikkan, tetapi secara

bersamaan, ketidakpatuhan terhadap aturan upah minimum pun akan

meningkat sehingga mengurangi manfaat yang diharapkan. Kebijakan ini

menimbulkan inefisiensi dengan menghambat pekerja informal yang ingin

masuk ke sektor formal karena perusahaan tidak mampu atau tidak

bersedia membayar upah minimum lebih tinggi sesuai aturan, padahal para

31Izzaty Rafika Sari. 2013. “ Kebijakan Penetapan Upah Minimum di Indonesia (The Minimum Wage Policy

in Indonesia)”. Jurnal ekonomi dan kebijakan publik. Vol IV no.2.Desember tahun 2013. 32Gregory Mankiw. 2003. Teori Makro Ekonomi. Jakarta: Erlangga. hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

30

pekerja tersebut bersedia menerima upah lebih rendah. Kehati-hatian

diperlukan dalam menaikkan upah minimum untuk menghindari sejumlah

masalah yang terkait dengan kebijakan penetapan upah tinggi. Masalah

tingkat ketidakpatuhan yang tinggi, pertambahan pekerjaan formal yang

lebih lambat ketika upah minimum naik, dan pekerja miskin yang tidak

beranjak dari ekonomi informal. Bila kebijakan upah minimum yang kaku

di sektor modern ini terus dilanjutkan dengan akibat mengurangi

pertumbuhan penyerapan tenaga kerja hingga di bawah angka

pertumbuhan angkatan kerja, akan lebih banyak pekerja yang dipaksa

bekerja pada pekerjaan dengan bayaran rendah serta kondisi kerja yang

lebih buruk, atau masuk ke sektor informal yang akan menambah jumlah

kelompok pekerja yang saat ini merupakan kelompok pekerja terbesar di

Indonesia.

1.7. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara yang dipergunakan

untuk mencapai tujuan penelitian yang dilakukan.Dalam penelitian ini penulis

menerapkan metode deskriptif kualitatif yaitu suatu metode dalam meneliti

status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem

pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang33

. Tujuan dari

penelitian dengan metode deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran,

atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat

serta hubungan antar fenomena yang diselidiki berdasarkan data data yang

tekumpul.

1.7.1. Jenis Penelitian

Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian deskriptif dapat diartikan

sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat, dan

33Nazir mohammad. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. hal 54

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

31

lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagai mana

adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data-data dan

fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat dipahami dan disimpulkan.34

Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan kebijakan pengupahan

buruh di Indonesia dan bagaiamana keterlibatan buruh dalam penetapan upah

sekaligus menguraikan dampak ekonomi, sosial dan politik yang ditimbulkan

terhadap kehidupan klas buruh. Tentunya penelitian menggunakan data-data,

konsep-konsep yang berguna sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil

penelitian, menganalisis dan sekaligus untuk menjawab persoalan yang diteliti.

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini sumber data di bedakan atas dua sumber yaitu:

1. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini yakni melalui metode

wawancara (interview). Teknik pengumpulan data melalui wawancara

ialah dengan bertanya langsung kepada informan ataupun narasumber

yang dianggap sesuai dengan objek penelitian serta melakukan tanya

jawab secara langsung kepada informan yang terkait dengan penelitian ini.

sebagai narasumber dalam penelitian ini antara lain :

a. Pihak buruh yaitu Yogi Saputra yang bekerja di PT.Oleo Champ

Kawasan Industri Medan II dan Fahmi Nurdinhah yang bekerja di

PT.Pasifik Medan Industri.

b. Pihak Organisasi/Serikat buruh yaitu Rudi HB Daman selaku ketua

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gabungan Serikat Buruh Indonesia

(GSBI) dan Nicholas Sutrisman SH selaku Ketua kordinator

wilayah Serikat Buruh Sejahterah Indonesia (SBSI) Sumatera

Utara.

34Hadar Nawawi. 1987. Metodelogi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal

63

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

32

c. Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Sumatera Utara yaitu Ririn

Bidasari SH, M.Hum sebagai kepala seksi persyaratan kerja,

pengupahan, dan jaminan sosial. Juga merangkap sebagai

sekretaris dewan pengupahan Sumatera Utara.

2. Sumber data sekunder yang diperoleh dari Undang-undang, Buku-buku,

Jurnal, tabloid, literatur serta majalah terkait pengupahan di Indonesia.

1.7.3. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan Penulis dalam penelitian ini adalah

Menggunakan analisis kualitatif , yang menekankan analisis pada sebuah peroses

pengambilan kesimpulan secara induktif dan deduktif serta analisis pada

fenomena yang sedang diamati dengan metode ilmiah35

. Dalam menganalisis

konteks Politik Pengupahan di Indonesia, akan menggunakan Teori Kebijakan

publik, teori evaluasi kebijakan publik , dan teori tentang upah. Kolaborasi dari

teori diatas diharapkan mampu menjadi pisau analisis untuk mengkaji secara

konkret tentang kebijakan pengupahan berdasarkan PP No.78 tahun 2015.

1.8. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan terperinci, serta

mempermudah isi dari skripsi ini, maka penulis membagi penulisan skripsi ini

dalam empat bab. Adapun susuna sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut ;

BAB I : PENDAHULUAN

35Burhan Bungin. 2001 Metode Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press. hal 4

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah

33

Bab Satu ini akan menguraikan dan membahas latar belakang masalah, pokok

permasalahan yang akan dibahas dan tujuan mengapa diadakan penelitian ini dan

metode penelitian serta kerangka teori yang akan menjadi landasan pembahasan

masalah tentang sistem pengupahan di Indonesia.

BAB II : KEADAAN PENGUPAHAN DI INDONESIA SECARA UMUM

Bab Kedua ini akan menguraikan sistem pengupahan secara umum di Indonesia

baik dari orde lama, orde baru sampai pada era reformasi dan membahas tinjauan

kebijakan yang tetuang dalam Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015..

BAB III : ANALISIS KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA YANG

TERTUANG DALAM PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015

Di dalam Bab Ketiga akan memuat analisis kebijakan pengupahan buruh yang

tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang bagaimana

keterlibatan buruh dalam proses penetapan upah dan bagaimana dampak yang

muncul baik secara ekonomi, sosial,yang dialami buruh. Dalam sub bagiannya

membahas tentang bagaimana mekanisme penetapan upah dalam PP NO.78

Tahun 2015.

BAB IV : PENUTUP

Bab Keempat yaitu penutup akan meliputi kesimpulan-kesimpulan dari ulasan

pembahasan sebelumnya, serta saran-saran yang diperoleh dari penelitian yang

telah dilakukan.

Universitas Sumatera Utara