bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah 1.pdf · di indonesia menghasilkan berbagai macam...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian penduduk Indonesia mempunyai pencaharian dibidang pertanian atau bercocok tanam, dimana Agraris (agrarius) berarti persawahan, perladangan, pertanian. Pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditi ekspor, antara lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, ubi, dan singkong. Disamping itu, Indonesia juga dikenal dengan hasil perkebunannya, antara lain karet (bahan baku ban), kelapa sawit (bahan baku minyak goreng), tembakau (bahan baku obat dan rokok), kapas (bahan baku tekstil), kopi (bahan minuman), dan tebu (bahan baku gula pasir). 1 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani di Indonesia tahun 2013 masih cukup banyak. Sektor pertanian sebanyak 31.705.337 orang, subsektor tanaman pangan 20.399.139 orang, hortikultura 11.950.989 orang, kehutanan 7.249.030 orang dan perkebunan 14.116.465 orang. 2 Sebagai salah satu pilar ekonomi negara, sektor pertanian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan terutama dari penduduk pedesaan yang masih di bawah garis kemiskinan. Pembangunan ekonomi selalu menjadi salah satu sasaran penting dari pembangunan yang dilaksanakan baik itu ditingkat nasional maupun tingkat 1 Fariz Abeng, Indonesia Negeri Agraris, URL : http://www.academia.edu/5894300/INDONESIA_NEGERI _AGRARIS, diakses tanggal 8 Februari 2015. 2 Indonesiahebat, 2014, 31 Juta penduduk Indonesia Berprofesi Sebagai Petani, http://www.indonesiahebat.org/news/2014/04/31-juta-penduduk-indonesia-berprofesi-petani#.VQ-oLigVqlI, diakses tanggal 3 April 2015

Upload: ngonhan

Post on 06-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian penduduk

Indonesia mempunyai pencaharian dibidang pertanian atau bercocok tanam,

dimana Agraris (agrarius) berarti persawahan, perladangan, pertanian. Pertanian

di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditi ekspor, antara

lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, ubi, dan singkong. Disamping itu,

Indonesia juga dikenal dengan hasil perkebunannya, antara lain karet (bahan baku

ban), kelapa sawit (bahan baku minyak goreng), tembakau (bahan baku obat dan

rokok), kapas (bahan baku tekstil), kopi (bahan minuman), dan tebu (bahan baku

gula pasir).1 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani di

Indonesia tahun 2013 masih cukup banyak. Sektor pertanian sebanyak 31.705.337

orang, subsektor tanaman pangan 20.399.139 orang, hortikultura 11.950.989

orang, kehutanan 7.249.030 orang dan perkebunan 14.116.465 orang. 2 Sebagai

salah satu pilar ekonomi negara, sektor pertanian diharapkan dapat meningkatkan

pendapatan terutama dari penduduk pedesaan yang masih di bawah garis

kemiskinan.

Pembangunan ekonomi selalu menjadi salah satu sasaran penting dari

pembangunan yang dilaksanakan baik itu ditingkat nasional maupun tingkat

1

Fariz Abeng, Indonesia Negeri Agraris, URL : http://www.academia.edu/5894300/INDONESIA_NEGERI

_AGRARIS, diakses tanggal 8 Februari 2015.

2 Indonesiahebat, 2014, 31 Juta penduduk Indonesia Berprofesi Sebagai Petani, http://www.indonesiahebat.org/news/2014/04/31-juta-penduduk-indonesia-berprofesi-petani#.VQ-oLigVqlI, diakses

tanggal 3 April 2015

2

regional. Pembangunan ekonomi nasional diarahkan untuk mempercepat

pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan

pelaku dan potensi daerah sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi

sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah selalu

diarahkan sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimiliki daerah, yang

selanjutnya diarahkan menjadi keunggulan kompetitif daerah. Dengan keunggulan

komparatif yang dimiliki daerah yang dilanjutkan menjadi keunggulan kompetitif

daerah, pembangunan ekonomi daerah dapat dilaksanakan dan akan menjadi

sektor andalan atau basis ekonomi daerah.

Untuk daerah Bali sendiri, pertanian adalah faktor utama yang menopang

perekonomian Provinsi Bali. Namun, pembangunan yang berkembang pesat

terutama di sektor pariwisata, menyebabkan peralihan fungsi lahan pertanian tidak

bisa dihindari. Tercatat dari kurun waktu Tahun 2005 hingga 2010, luas lahan

sawah di Bali terkikis 5.206 Ha. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Bali, pada 2013 luas lahan pertanian berkurang 460 Ha menjadi 81.116

Ha, dibandingkan dengan 2012 seluas 81.625 Ha. Angka tersebut menunjukkan

bahwa lahan pertanian yang ada saat ini hanya sekitar 14% dari luas daratan Pulau

Dewata.3

Beralih fungsinya lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian merupakan

fenomena yang sering terjadi. Pertumbuhan suatu kota, yang berakibat pada

peningkatan kebutuhan lahan, akan membawa implikasi terhadap semakin

pesatnya aktivitas ekonomi di luar bidang pertanian. Sejalan dengan hal tersebut,

3

Feri Kristianto, 2014, ALIH FUNGSI LAHAN : Areal Pertanian Berkurang 400 Ha Per Tahun,

http://bali.bisnis.com/m/read/20140629/16/45799/alih-fungsi-lahan-areal-pertanian-berkurang-400-ha-per-tahun, diakses

tanggal 3 April 2015

3

semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pola aktivitas manusia yang

menuntut ruang (space) untuk bergerak berakibat pada pergeseran perubahan

penggunaan lahan.

Sesuai dengan keunggulan yang dimiliki, pengembangan perekonomian

Kabupaten Badung ditekankan pada sektor pariwisata. Ketimpangan atau tidak

seimbangnya pembangunan antar sektor di Kabupaten Badung dimana sektor

pertanian yang merupakan sektor primer yang terabaikan. Berbagai aktivitas

ekonomi di luar sektor pertanian yang lebih menguntungkan dibandingkan sektor

pertanian menyebabkan lahan-lahan pertanian dengan cepat beralih fungsi untuk

kegiatan ekonomi lainnya yang berkaitan dengan pariwisata. Penyusutan lahan

atau alih fungsi lahanpun tidak terhindarkan, baik itu penyusutan lahan pertanian

pada umumnya dan pertanian sawah pada khususnya.

Pada dasarnya Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan

Pasal 33 ayat (3) yang mengatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Tanah sebagai sarana untuk memenuhi

kebutuhan dasar manusia dapat dilihat dalam Undang–Undang Agraria No.5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Bahwa Hukum

Agraria berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa didasarkan pada Hukum Adat,

sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang

berdasarkan atas persatuan bangsa, sosialisme Indonesia serta dengan unsur–unsur

4

yang bersandar pada hukum agama.4 Bumi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa

yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar–besar kemakmuran

dan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam Pasal 1 Undang–Undang No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjelaskan bahwa bidang lahan pertanian

yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna

menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan

nasional. Selanjutnya Pasal 3 Undang–Undang No.41 Tahun 2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan dengan

tujuan:

a. Melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan

b. Menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan

c. Mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan

d. Melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani

e. Meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat

f. Meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani

g. Meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak

h. Mempertahankan keseimbangan ekologis

i. Mewujudkan revitalisasi pertanian.

Ketentuan yang mewajibkan Pemerintah untuk memberikan perlindungan

terhadap lahan pertanian diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No.41

4

Tim New Merah Putih, 2012, Undang–Undang Agraria No.5 Tahun 1960 : Peraturan Dasar Pokok–Pokok

Agraria, Cet. I, New Merah Putih, Yogyakarta, h. 6.

5

Tahun 2009 dinyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib

melakukan:

a. Pembinaan setiap orang yang terikat dengan pemanfaatan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

b. Perlindungan terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Jumlah lahan sawah di Kabupaten Badung pada Tahun 2003 adalah 10.334

Ha, dan jumlah lahan sawah tersebut menyusut menjadi 10.125 Ha pada Tahun

2007. Jadi dalam lima tahun berturut-turut alih fungsi lahan sawah ke lahan bukan

sawah seluas 209 Ha.5 Jumlah alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Badung pada

Tahun 2009 s.d. 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.1

Tabel 1.1

Jumlah Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Badung Dirinci per

Kecamatan Tahun 2009 s.d. 2013 (dalam Hektar)

Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung.6

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk

menentukan faktor–faktor apa saja yang terkait dalam menentukan keberhasilan

serta strategi hukum pemerintah dalam mempertahankan tanah pertanian di

Kabupaten Badung. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul tentang “UPAYA

5

Istri Brahmi Witari, 2011, Strategi Mempertahankan Sawah di Kabupaten Badung, Tesis pada Program Pasca

Sarjana, h.6

6 Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung. 2014.

http://badungkab.bps.go.id/data/publikasi/Bdung%20Dlm%20Angka%202014/badung%20dalam%20angka%202014/files/

search/searchtext.xml. Diakses tanggal 26 Maret 2015.

No Kecamatan 2009 2010 2011 2012 2013

1 Kuta Selatan 0 0 0 0 0

2 Kuta 0 0 0 3 0

3 Kuta Utara 0 10 8 29 38

4 Mengwi 0 0 10 7 11

5 Abiansemal 0 0 24 12 2

6 Petang 0 0 0 0 0

Jumlah 0 10 42 51 51

6

HUKUM PEMERINTAHAN KABUPATEN BADUNG DALAM

MEMPERTAHANKAN TANAH PERTANIAN DI DAERAH BADUNG”

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan “Upaya Hukum Pemerintahan

Kabupaten Badung dalam Mempertahankan Tanah Pertanian di Daerah Badung”

yaitu :

1. Bagaimanakah kewenangan Pemerintahan Kabupaten Badung dalam

upaya mempertahankan tanah pertanian di daerah Badung?

2. Bagaimanakah tindakan hukum Pemerintah Kabupaten Badung untuk

mempertahankan tanah pertanian di daerah Badung?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini terbatas hanya pada faktor-

faktor yang terkait dalam mempertahankan tanah pertanian serta strategi hukum

pemerintah Kabupaten Badung untuk mempertahankan tanah pertanian di daerah

Badung. Seperti yang kita ketahui, lahan pertanian sekarang ini sudah sangat

berkurang di daerah Kabupaten Badung, dimana sektor pariwisata yang memiliki

peranan penting dalam perekonomian daerah Badung. Berbagai permasalahan

yang timbul di dalam masyarakat merupakan kewajiban pemerintah untuk

membuat kebijaksanaan. Dalam masalah ini, kebijaksanaan pemerintah untuk

mempertahankan tanah pertanian wajib untuk dilaksanakan untuk kepentingan

masyarakat.

7

1.4 Orisinalitas Penelitian

Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat dalam dunia pendidikan

di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas

dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan beberapa judul penelitian

sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti akan

menampilkan 1 skripsi dan 1 Tesis terdahulu yang pembahasannya berkaitan

dengan “Upaya Hukum Pemerintahan Kabupaten Badung dalam

Mempertahankan Tanah Pertanian di Daerah Badung”.

Adapun judul dari skripsi tersebut yaitu “Analisis faktor–faktor yang

mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Demak”, penulis Zaenil

Mustopa Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponogoro,

Tahun 2011) dengan rumusan masalah: bagaimana perkembangan alih fungsi

lahan pertanian ke non pertanian beberapa tahun kebelakang yang terjadi di

Kabupaten Demak dan bagaiamana pengaruh peningkatan jumlah penduduk,

jumlah industri, serta besarnya PDRB Kabupaten Demak terhadap besarnya alih

fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Demak? Selanjutnya, tesis dengan judul

“Strategi Mempertahankan Pertanian Sawah di Kabupaten Badung”, penulis A.A.

Istri Brahmi Witara (Mahasiswi Program Pascasarjana Universitas Udayana

Denpasar, Tahun 2011) dengan rumusan masalah apakah usahatani pertanian

sawah di Kabupaten Badung menguntungkan?, faktor-faktor pendukung apa saja

yang terkait dalam menentukan keberhasilan mempertahankan pertanian sawah di

Kabupaten Badung?, rumusan alternatif strategi apakah yang tepat dalam

mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung? Dan prioritas strategi

8

apa yang seharusnya dipilih dalam mempertahankan pertanian sawah di

Kabupaten Badung?

Berdasarkan penelitian penulis, judul dari penulis ialah “Upaya hukum

pemerintah Kabupaten Badung dalam mempertahankan tanah pertanian di daerah

Badung” dimana yang sebagai penulis I Putu Arik Sanjaya (Mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas Udayana, Tahun 2015) dengan rumusan masalah apa saja

faktor–faktor yang terkait dalam menentukan keberhasilan pemerintahan

Kabupaten Badung dalam mempertahankan tanah pertanian di Daerah Badung?

Dan bagaimanakah strategi hukum pemerintah Kabupaten Badung dalam

mempertahankan tanah pertanian di Daerah Badung ?

1.5 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Setiap penulisan karya ilmiah memiliki tujuan dalam pembuatannya.

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya hukum

pemerintahan Kabupaten Badung dalam mempertahankan tanah pertanian di

daerah Badung.

b. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian sesuai

permasalahan yang dibuat adalah:

1. Untuk menganalisis faktor–faktor yang menentukan keberhasilan

pemerintah dalam mempertahankan tanah pertanian di Kabupaten

Badung

9

2. Untuk memahami tindakan hukum Pemerintah dalam mempertahankan

tanah pertanian di Kabupaten Badung.

1.6 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian yang bertitik tolak dari meragukan suatu teori tertentu disebut

penelitian verifikatif. Adapun manfaat teoritis dalam penelitian ini antara lain:

1. Untuk dapat memperkaya pengembangan teori ilmu pengetahuan guna

menambah pustaka hukum yang berkaitan dengan hukum pemerintahan

2. Untuk pemahaman dan gambaran tentang hukum

3. Mengembangkan pengetahuan dalam bidang Hukum Agraria khususnya

tentang mempertahankan tanah pertanian daerah Badung.

b. Manfaat Praktis

Penelitian yang bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah praktis.

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memberikan masukan kepada pemerintah daerah Kabupaten

Badung dalam rangka menerapkan suatu kebijakan dalam

mempertahankan tanah pertanian

2. Untuk dapat dipakai sebagai acuan bagi para praktisi hukum maupun

masyarakat di Kabupaten Badung terkait dengan kebijaksanaan

pemerintah

1.7 Landasan Teoritis

Dalam setiap penelitian selalu harus disertai dengan teori–teori, konsep-

konsep maupun pandangan–pandangan para pakar yang berpengaruh sebagai

10

landasan pemikiran penelitian. Pandangan–pandangan teoritis dimaksud dijadikan

dasar dalam mengkaji permasalahan dalam skripsi, seperti berikut ini:

1.7.1. Negara Hukum

Untuk memahami masalah pelaksanaan dan penerapan ketentuan tentang

peraturan peruntukan lahan untuk pertanian yang setiap tahun mengalami

pengurangan, maka diperlukan pemahaman tentang konsep negara hukum, karena

konsep negara hukum menjunjung tinggi adanya sistem hukum yang menjamin

kepastian hukum. Berdasarkan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh

Lawrence Meir Friedman “a legal system in actual is a complex in which

structure, substance and culture interact” terdiri dari 3 komponen yaitu substansi

hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum

(legal culture). 7

Konsep negara hukum juga menjunjung tinggi perlindungan hak–hak

rakyat, termasuk hak–hak rakyat atas sumber daya agraria, dengan tujuan

terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Selanjutnya dihubungkan dengan

UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara

Hukum”.

Dengan demikian Negara Indonesia adalah sebuah negara yang

menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan atas prinsip–prinsip hukum untuk

membatasi kekuasaan pemerintah. Hal ini berarti kekuasaan negara dibatasi oleh

hukum (rechtsstaat), bukan didasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) yang

secara jelas ditentukan dalam UUD 1945. Negara hukum sebagai paham liberal

7

Lawrence M Friedman, 1975, The Legal System, A social Science Perspective, Rusell Sage Foundation, New

York, h. 4.

11

berubah ke paham negara kemakmuran (welvaarstaat) dipelopori oleh F. J. Sthal.

Menurut F. J. Sthal ada 4 unsur Negara hukum yaitu :

1. Adanya pengakuan hak asasi manusia

2. Adanya pemisahan kekuasaan

3. Pemerintahan harus didasarkan atas asas legalitas atau undang–undang

4. Adanya peradilan administrasi, yang mengadili sengketa administrasi

antara penguasa dan penduduk.

1.7.2 Teori Kewenangan

Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan

dengan istilah Belanda “bevoegdheid” (yang berarti wewenang atau berkuasa).

Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata

Pemerintahan (Hukum Administrasi), karena pemerintahan baru dapat

menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Pengertian

kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sama dengan

wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.8

Menurut S. F. Marbun, menyebutkan wewenang mengandung arti

kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis

adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang

berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. Wewenang itu dapat

mempengaruhi terhadap pergaulan hukum, setelah dinyatakan dengan tegas

wewenang tersebut sah, baru kemudian tindak pemerintahan mendapat kekuasaan

8

Boemiya Helmy, 2010, Sumber Kewenangan : Atribusi, Delegasi dan Mandat, URL:

https://boeyberusahasabar.wordpress.com/2013/12/10/sumber kewenangan-atribusi-delegasi-dan-mandat/, diakses tanggal

10 Februari 2015.

12

hukum (rechtskracht). Pengertian wewenang itu sendiri akan berkaitan dengan

kekuasaan.9

1.7.3 Konsep Perundang–Undangan

Undang–undang adalah ketentuan–ketentuan yang disusun oleh pemerintah

yang dilaksanakan oleh DPR dan unsur–unsur terkait, aturan–aturan yang dibuat

penguasa untuk dipatuhi masyarakat dan hukum. Undang–Undang 1945

merupakan konstitusi dasar yang menjadi pedoman pokok dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, negara mengatasi

segala paham, golongan, kelompok dan perseorangan serta menghendaki

persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek dan dimensi kehidupan sosial.

Istilah perundang–undangan (Legislation, wetgeving, atau Gesetzgebung)

dalam beberapa kepustakaan mempunyai 2 (dua) pengertian yang berbeda. Dalam

kamus umum yang berlaku, istilah legislation dapat diartikan dengan perundang-

perundangan dan pembuatan undang–undang.10

Istilah Wetgeving diterjemahkan

dengan pengertian membentuk undang–undang, dan keseluruhan daripada

Undang-Undang Negara,11

sedangkan istilah Gesetzgebung diterjemahkan dengan

pengertian perundang–undangan.12

Menurut UU No.12 Tahun 2011 menyebutkan tentang Pembentukan

Peraturan Perundang–Undangan di Indonesia. Adapun tata urutan perundang–

undangan yang dimaksud adalah:

a. UUD 1945

9

S.F Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta,

h. 154.

10

Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, 1987, Kamus Inggris-Indonesia, Cet, XV, PT Gramedia, Jakarta, h. 353.

11

S. Wojowasito, 1985, Kamus Umum belanda-Indonesia, PT Ichtiar Baru-van Hoeve, Jakarta, h. 802. 12

Adolf Heiken, SJ., 1992, Kamus Jerman-Indonesia, Cet. III, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 202.

13

b. Ketetapan MPR

c. UU/Perppu

d. Peraturan Presiden

e. Peraturan Daerah Provinsi

f. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota13

1.7.4 Peraturan Daerah

Peraturan Daerah adalah salah satu produk peraturan perundang-undangan

tingkat daerah yang dibentuk oleh Kepala Daerah, baik Daerah Provinsi maupun

Daerah Kabupaten/Kota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi

maupun Kabupaten/Kota. Kewenangan daerah dalam membentuk Peraturan

Daerah secara legalitas ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintahan Daerah dan secara teknis diatur lebih lanjut dalam

Peraturan Perundang-undangan lainnya.

Dalam pembentukan daerah tidaklah mudah karena memerlukan

pengetahuan dan pemahaman yang cukup terutama tentang teknik

pembentukannya, sehingga Peraturan daerah yang dibentuk tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan dan kepentingan umum. Berdasarkan

ketentuan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, yang

dimaksud Peraturan daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan/atau Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan daerah dibuat oleh pemerintah daerah dalam

rangka untuk menjalankan otonomi daerah dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia.14

13 Undang – Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan. 14 Zarkasi, Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Peraturan Perundang–undangan, URL:

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=11867&val=873, Diakses tanggal 10 Februari 2015.

14

1.7.5 Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk mengurus dan

mengatur sendiri urusan di daerahnya. Secara teoritis, kata kunci dalam otonomi

berarti juga desentralisasi, sedangkan dalam pengertian yuridis-praktis berarti

peningkatan daerah Tingkat II.15

Dengan otonomi daerah, diharapkan daerah

mampu mengembangkan seluruh potensi daerahnya sehingga akan terjadi

keseimbangan kesejahteraan masyarakat di seluruh lapisan. Konsep pemikiran tentang otonomi daerah, mengandung pemaknaan

terhadap eksistensi otonomi tersebut terhadap penyelenggaraan pemerintah

daerah. Bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-

luasnya mengandung makna bahwa daerah diberikan kewenangan membuat

kebijakan daerah, untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa,

dan pemberdayan masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan

rakyat. Agar otonomi daerah tersebut dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan

yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa

pemberian pedoman seperti dalam penelitian, supervisi, pengendalian, koordinasi,

pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu, pemerintah wajib untuk memberikan

fasilitas-fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan dan

dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan

secara efisiensi dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan asas umum pemerintahan, ada beberapa hal yang menjadi urusan

pemerintahan daerah meliputi:

15

HAW. Widjaja, 1995, Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II, Cet. II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

h.33

15

1. Bidang legislasi berdasarkan atas prakarsa sendiri membuat peraturan

daerah (Perda) dan peraturan kepala daerah meliputi peraturan gubernur

dan/atau peraturan bupati/walikota.

2. Masalah perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah

daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional,

demokratis, transparan, dan bertanggungjawab dalam rangka pendanaan

penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan

3. Perencanaan APBD yang merupakan rencana keuangan tahunan

pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.16

1.8 Metode Penelitian

Untuk memenuhi kriteria ilmiah, penyusunan skripsi ini memerlukan

metode–metode penelitian tertentu. Adapun metode penelitian yang digunakan

dalam penyusunan skripsi ini untuk memenuhi syarat sebagai suatu penelitian

empiris yang dapat dipertanggungjawabkan adalah:

a. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian secara hukum

empiris. Penelitian hukum empiris mengkaji permasalahan yang diangkat dengan

menganalisa masalah yang dikaitkan dengan peraturan perundang–undangan yang

berlaku dan teori–teori yang sudah ada. Penelitian hukum empiris memiliki istilah

lain yang digunakan dalam ilmu hukum yaitu penelitian hukum sosiologis dan

disebut juga dengan penelitian lapangan. Penelitian sosiologis ini bertitik tolak

dari data primer, yaitu data yang di dapat langsung dari masyarakat sebagai

16

Siswanto Sunarno, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah, di Indonesia, Cet.I, Sinar Grafika, Jakarta, h.8

16

sumber data pertama dengan melalui penelitian lapangan. Perolehan data primer

dari penelitian lapangan dapat dilakukan baik dengan metode pengamatan

(Observasi), wawancara ataupun penyebaran kuisioner.17

b. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa jenis pendekatan. Melalui

pendekatan tersebut, penelitian akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek

mengenai isu yang sedang dicoba untuk mencari jawabannya. Penelitian–

penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum adalah :

1) Pendekatan Fakta (The Fact Approach)

Pendekatan masalah yang didasarkan pada fakta-fakta yang terjadi di

lapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas.

2) Pendekatan Undang–undang (Statute Approach)

Dilakukan dengan menelaah semua undang–undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.

3) Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan–pandangan dan doktrin–

doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pemahaman akan

pandangan–pandangan dan doktrin–doktrin tersebut merupakan sandaran

untuk membangun argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang

dihadapi.18

17

Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum dalam Praktek, Cet. III, Sinar Grafika, Jakarta, h.13.

18 Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Cet. VI, Preanada Media Group, Jakarta, H. 93

17

Pada penelitian ini, penulis menggunakan jenis pendekatan berdasarkan

sudut sifatnya. Menurut sudut sifatnya, penelitian hukum empiris ini dibedakan

menjadi tiga, antara lain :

1. Penelitian yang bersifat eksploratis (penjajakan atau penjelajahan) adalah

suatu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh keterangan,

penjelasan dan data mengenai hal-hal yang belum diketahui, sehingga

penelitian ini dapat disebut sebagai penelitian penjelajahan yang bersifat

dasar sekali.

2. Penelitian yang bersifat deksriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk

melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu,

biasanya dalam penelitian ini peneliti sudah mendapatkan/mempunyai

gambaran yang berupa data awal tentang permasalahan yang akan

diteliti.

3. Penelitian yang bersifat ekspalanatoris adalah suatu penelitian untuk

memerangkan, memperkuat atau menguji dan bahkan menolak suatu

teori atau hipotesa–hipotesa serta terhadap hasil–hasil penelitian yang

ada.19

Dalam skripsi ini, sifat penelitian yang dipakai adalah empiris deskriptif.

Dimana tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan secara

tepat sifat–sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Selain itu

untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau untuk menentukan ada tidaknya

hubungan antara teori–teori ataupun asas-asas yang terdapat dalam kebijaksanaan

19

Suratman dan Philips Dillah, 2014, Metode Penelitian Hukum, Cet. II, Alfabeta, Bandung, h. 47.

18

pemerintah dalam mempertahankan tanah pertanian yang saat ini semakin

berkurang.20

c. Sumber Data

Pada umumnya, data dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh

secara langsung dari masyarakat dan bahan pustaka. Data yang diperoleh secara

langsung dari masyarakat disebut dengan data primer (data dasar) dan data yang

diperoleh dari bahan pustaka disebut data sekunder. Untuk memperoleh data

dalam penelitian ini, data yang didapatkan bersumber dari data berikut :

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber utama.

Adapun sumber utama dari penelitian ini adalah data dari Dinas Pertanian,

Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, Badan Pusat Statistik Kabupaten

Badung dan BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian

dan Pengembangan) Badung.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang bersumber dari penelitian kepustakaan.

Penelitian kepustakaan yang dimaksud antara lain: dokumen–dokumen resmi,

buku–buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan yang menunjang dan

berkaitan dengan penelitian serta untuk menyempurnakan data yang di dapat dari

lapangan.

20

Amirudin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Grafindo Persada Jakarta, h. 25.

19

Untuk sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh

dari sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum

tertier. Adapun ketiga bahan hukum yang dimaksud adalah:

1) Bahan Hukum Primer merupakan bahan–bahan hukum yang mengikat

(perundang–undangan).

2) Bahan Hukum Sekunder merupakan bahan yang bersumber dari buku–

buku atau literatur–literatur hukum, jurnal–jurnal hukum, karya tulis

hukum serta internet.

3) Bahan Hukum Tertier merupakan bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus (hukum) dan ensiklopedia.

d. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data–data praktis, dapat digunakan tiga cara dalam

pengumpulan data, antara lain :

1) Teknik Studi Dokumen

Dalam pengumpulan data, teknik studi dokumen menggunakan sumber

kepustakaan yang relevan dengan permasalahan penelitian, dengan cara membaca

dan mencatat kembali data yang kemudian dikelompokan secara sistematis. Data

yang diperoleh merupakan data yang berhubungan dengan masalah dalam

penelitian ini. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

20

2) Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan merupakan penelitian yang dilakukan secara langsung

dilapangan untuk mendapatkan data primer (basic data primary data). Dalam

penelitian ini, untuk mendapatkan data primer dilakukan pada Dinas Pertanian,

Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, Badan Pusat Statistik Kabupaten

Badung dan BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian

dan Pengembangan) Badung.

3) Daftar Pertanyaan (Questionnaire)

Daftar Pertanyaan (Questionnaire) merupakan cara pengumpulan data

dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang disampaikan secara tertulis kepada

pihak yang berkopeten untuk mendapatkan data sesuai dengan penelitian yang

diambil penulis yaitu tentang mempertahankan tanah pertanian yang semakin

berkurang di daerah Kabupaten Badung. Daftar pertanyaan (Questionnaire)

bersifat tertutup, tidak memberikan kesempatan kepada responden untuk

menjawab secara bebas menurut pengertian, logika dan gaya bahasa sendiri.

4) Wawancara (interview)

Wawancara (interview) merupakan situasi peran antar pribadi dengan

bertatap muka (face to face), ketika seseorang yaitu pewawancara mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang

relevan dengan masalah penelitian kepada seseorang responden.21

21 Amirudin dan Zainal Asikin, op. cit, h. 82.

21

e. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data lapangan dan hasil

pengumpulan data siap dipakai untuk dianalisis. Analisis data sebagai tindak

lanjut proses pengolahan data merupakan kerja seorang peneliti yang memerlukan

ketelitian dan pencurahan data secara optimal.22

Setelah semua data atau bahan hukum terkumpul, kemudian dianalisis

secara kualitatif dengan teori yang relevan sesuai dengan permasalahan dengan

menghubungkan antara yang satu dengan yang lainnya dengan tetap bertumpu

pada isinya. Pengolahan dan penyajian data secara kualitatif merupakan data

yang terkumpul tidak berupa angka–angka yang dapat dilakukan pengukuran, data

tersebut sukar diukur dengan angka, hubungan antara variabel tidak jelas, sampel

lebih bersifat non probabilitas, pengumpulan data menggunakan pedoman

wawancara dan pengamatan (observasi).23

Selanjutnya hasil yang diperoleh

disajikan secara analisis deskriptif kualitatif merupakan penggambaran secara

lengkap tentang aspek–aspek yang bersangkut paut dengan masalah, kemudian

disimpulkan untuk menjawab permasalahan secara umum dan sistematis.

22

Amirudin dan Zainal Asikin, op. cit, h. 25. 23

Suratman dan Philips Dillah, op. cit, h. 145.