bab i pendahuluan 1.1. latar belakang...
TRANSCRIPT
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada awal bulan Juli tahun 1997 merupakan suatu peristiwa yang membawa
perubahan besar bagi perekonomian Indonesia, di mana pada saat tersebut Indonesia
mengalami krisis moneter yang hingga saat ini masih terus berlangsung. Salah satu
dampak dari krisis moneter ini ialah naiknya harga-harga barang yang ditandai
dengan tingkat inflasi yang semakin naik. Selain itu di pasar uang terjadi fluktuasi
nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika.
Masalah utama yang seringkali ditemui oleh setiap perusahaan dalam
memperluas atau mengembangkan usahanya adalah masalah permodalan.
Permodalan dapat bersumber dari internal dan eksternal. Modal internal adalah modal
atau dana yang berasal dari perusahaan itu sendiri. Sedangkan modal eksternal adalah
dana yang diperoleh melalui penerbitan saham dan melalui hutang. Banyak
perusahaan-perusahaan di negara yang berkembang yang menggunakan hutang
sebagai penggerak kinerja perusahaannya. Namun penggunaan hutang ini dapat
menjadi ancaman bagi perusahaan, karena selain dapat memacu kinerja perusahaan,
tetapi dapat pula menjerumuskan perusahaan dalam belenggu lilitan hutang atau
perusahaan tersebut mengalami kondisi kesulitan keuangan (financial distress) dan
bahkan mengalami kebangkrutan.
1
-
2
Krisis moneter yang melanda Indonesia sampai saat ini nampaknya membawa
dampak pada segala sektor industri. Akibatnya adalah sangat langkanya likuiditas,
karena tingginya tingkat suku bunga dan kurs mata uang asing. Kondisi ini mencakup
pula penurunan drastis harga saham, pengetatan penyediaan kredit, dan penundaan
pelaksanaan proyek. Sangat labilnya kurs valuta asing dan tingkat suku bunga
berdampak buruk terhadap biaya dana dan kemampuan perusahaan untuk melunasi
hutangnya dalam bentuk valuta asing (US Dollar). Meningkatnya tingkat bunga dan
hutang mengakibatkan perusahaan tidak dapat melunasi hutang dan bunganya pada
saat jatuh tempo, kejadian ini melanda seluruh kegiatan perekonomian tidak
terkecuali garmen dan produk tekstil yang lain (Apparel and Other Textile Products).
Suatu perusahaan yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar hutangnya
yang telah jatuh tempo dapat dikategorikan mengalami kondisi kesulitan keuangan
(financial distress). Financial distress adalah kesulitan keuangan atau likuiditas yang
dapat dijadikan indikasi kebangkrutan. Financial distress dapat diketahui dari laporan
arus kas yang terus turun selama beberapa tahun, hutang yang besar dan proses
restrukturisasi terhadap suatu perusahaan. Jika keadaan ini terus berlangsung maka
perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan adalah kesulitan likuiditas
yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan operasinya dengan
baik.
Di sisi lain, terbukanya pintu gerbang globalisasi mengharuskan perusahaan
masuk ke arena yang penuh dengan persaingan. Garmen dan produk tekstil yang lain
(Apparel and Other Textile Products) yang merupakan salah satu sektor industri yang
-
3
memberikan nilai devisa yang cukup signifikasi bagi Indonesia perlu dipertahankan.
Pada saat terjadinya krisis, banyak perusahaan-perusahaan garmen dan produk tekstil
yang lain (Apparel and Other Textile Products) yang mengalami kesulitan keuangan,
karena fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar yang sangat tinggi dan
meningkatnya suku bunga pinjaman, hal ini mengakibatkan banyak perusahaan yang
gulung tikar.
Berlanjutnya krisis ekonomi akan menyebabkan penurunan lebih lanjut daya
beli masyarakat. Dalam masa krisis, telah terjadi pergeseran konsumsi masyarakat
dari produk-produk sekunder dan tertier ke produk primer seperti bahan pokok.
Karena itulah permintaan terhadap produk garmen dan produk tekstil yang lain
(Apparel and Other Textile Products) mengalami penurunan. Garmen dan produk
tekstil yang lain (Apparel and Other Textile Products) Indonesia sendiri dihadapkan
oleh berbagai persoalan keuangan, seperti krisis likuiditas sebagai dampak dari
kebijakan uang ketat dan kurang dipercayanya Perbankan Indonesia oleh kalangan di
luar negeri. Krisis ekonomi yang terjadi telah menurunkan likuiditas rata-rata
perusahaan. Usaha penyelamatan yang mereka gunakan selama ini dan menjadi
cadangan bagi kegiatan usaha mulai menipis hinggga terhentinya industri ini tinggal
menunggu hari. Kondisi ini diperparah dengan iklim politik dan keamanan yang tidak
mendukung ditambah tidak adanya kebijakan pemerintah yang menstimulus kegiatan
usaha, akibatnya banyak investor asing yang selama ini menjalin kerja sama dengan
Indonesia terpaksa menghentikan kerja sama tersebut.
-
4
Kesulitan lain yang dihadapi disebabkan karena mayoritas bahan baku industri
garmen dan produk tekstil yang lain (Apparel and Other Textile Products) masih
diimpor. Industri ini memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap impor.
Selain masih tergantung pada suplai impor bahan baku, hal lain adalah banyaknya
perusahaan yang menggunakan mesin-mesin lama. Peremajaan mesin industri garmen
dan produk tekstil yang lain (Apparel and Other Textile Products) ini sangat
bermanfaat atas kualitas produk yang dihasilkan, yang akan mempengaruhi daya
saing, dan pada akhirnya akan mempengaruhi keuntungan yang akan diterima oleh
perusahaan sehingga tercermin dalam kinerja keuangan.
Menyadari kondisi yang melanda industri garmen dan produk tekstil yang lain
(Apparel and Other Textile Products) di masa krisis, maka dalam penelitian ini
penulis bermaksud untuk melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan yang
bergerak dalam industri garmen dan produk tekstil yang lain (Apparel and Other
Textile Products) pada perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Penelitian ini menganalisa kemungkinan perusahaan-perusahaan garmen dan produk
tekstil yang lain (Apparel and Other Textile Products) mengalami kondisi kesulitan
keuangan dan bahkan akan terancam kebangkrutan. Alasan penulis melakukan
penelitian pada industri garmen dan produk tekstil yang lain (Apparel and Other
Textile Products) karena adanya penurunan volume penjualan pada setiap perusahaan
dari tahun 2000 hingga tahun 2003. Hal ini bisa dilihat pada data laporan keuangan
tahunan perusahaan yang terdapat dalam Indonesian Capital Market Directory
(ICMD). Selain hal tersebut, sejak krisis ekonomi banyak pelaku industri garmen dan
-
5
produk tekstil yang lain terjerat hutang, industri tersebut memerlukan pendanaan
modal kerja baru dari sumber dalam negeri.
Mengacu pada uraian di atas, maka diambil topik yang membahas tentang
EVALUASI KEBANGKRUTAN USAHA PADA PERUSAHAAN APPAREL
AND OTHER TEXTILE PRODUCTS YANG TERDAFTAR DI BEJ
1.2. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas peneliti melakukan perumusan masalah
sebagai berikut: Apakah terdapat kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada
perusahaan industri garmen dan produk tekstil yang lain (Apparel and Other Textile
Products) yang terdaftar di BEJ dilihat dari analisa Z-score Altman ?
1.3. Batasan Masalah
Agar permasalahan yang ada tidak terlampau luas, maka peneliti memberikan
batasan-batasan sebagai berikut:
1. Penelitian di lakukan terhadap perusahaan industri garmen daan produk
tekstil yang lain (Apparel and Other Textile Products) yang terdaftar di BEJ
karena adanya penurunan volume penjualan pada setiap perusahaan dari
tahun 2000 hingga tahun 2003 yang bisa dilihat dalam data keuangan setiap
perusahaan yang terdapat dalam Indonesia Capital Market Directory. (lihat
lampiran)
-
6
2. Analisis yang di lakukan berdasarkan laporan keuangan yang di
publikasikan dari periode 2000 sampai dengan 2003 dan digunakan sebagai
laporan keuangan tahunan perusahaan.
3. Menggunakan data dalam bentuk rasio keuangan yang diambil dari laporan
keuangan tahunan. Adapun laporan keuangan yang digunakan adalah
laporan keuangan tahunan perusahaan empat tahun terakhir setelah masa
krisis moneter, yaitu tahun 2000, 2001, 2002, dan 2003.
4. Sampel yang digunakan sebanyak 16 perusahaan.
5. Alat analisis data yang digunakan ialah Z-score Altman.
1.4. Tujuan Penelitian
Ada pun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk
mengetahui perusahaan-perusahaan yang diindikasikan mengalami
kebangkrutan dan perusahaan-perusahaan yang diindikasikan tidak mengalami
kebangkrutan pada perusahaan industri garmen dan produk tekstil yang lain
(Apparel and Other Textile Products) yang terdaftar di BEJ selama kurun waktu
2000-2003 dilihat dari analisa Z-score Altman.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi perusahaan tentang
bagaimana memprediksikan kebangkrutan sehingga dapat mencegah
terjadinya kebangkrutan.
-
7
2. Bagi investor, dapat mengetahui keadaan perusahaan-perusahaan tersebut
sehingga dapat mengambil keputusan untuk investasi atau divestasi.
3. Bagi kreditur, dapat menarik piutangnya lebih cepat atau menambah modal
untuk mengatasi kesulitan keuangan jika melihat hasil penelitian ini.
4. Bagi pemerintah, prediksi kebangkrutan ini digunakan untuk menetapkan
kebijakan di bidang perpajakan dan kebijakan-kebijakan lain yang
menyangkut hubungan pemerintah dengan perusahaan.
5. Bagi Bank dan Lembaga Perkreditan, informasi kemungkinan kebangkrutan
yang dihadapi perusahaan nasabahnya dan calon nasabahnya sangat
diperlukan untuk menentukan status apakah pinjaman harus di berikan,
negosiasi pembayaran kembali perlu dibuat ulang dan kebijakan lain
sehubungan dengan pemberian pinjaman.
6. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi ilmiah dan
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiraan kepada semua pihak,
baik rekan mahasiswa maupun perusahaan tentang bagaimana metode Z-
Score Altman dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan
perusahaan.
-
8
1.6. Kerangka Pemikiran
Prediksi perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan
Analisis Z-Score: 1.Working Capital. 2.Earning Before Interest and Tax. 3.Total Assets. 4.Market Value Equity. 5.Retained Earning. 6.Sales. 7.Book Value Of Debt.
Prediksi perusahaan yang mengalami kebangkrutan
Laporan Keuangan Perusahaan Industri Garmen dan Produk Tekstil yang Lain (Apparel and Other Textile Products) per 31 Desember
Untuk mengatasi konflik yang terjadi antar variabel maka penelitian
tentang kebangkrutan banyak yang menggunakan Multiple Discriminant
Analysis (MDA) yaitu dengan mengamati seluruh aspek keuangan perusahaan
selama jangka waktu tertentu. MDA mengukur keterkaitan statistik rasio-rasio
keuangan seperti likuiditas, leverage, dan profitabilitas untuk memprediksi
kemungkinan kebangkrutan. Menurut Foster (1996) beberapa penelitian tentang
kebangkrutan menggunakan MDA di antaranya adalah :
a. Beaver (1966), meneliti 79 pasangan perusahaan manufaktur berskala besar,
masing-masing pasang terdiri dari yang telah bangkrut dan yang tidak
bangkrut. Beaver menggunakan 30 rasio keuangan yang dibandingkan
-
9
selama 5 tahun sebelum kebangkrutan terjadi. Hasilnya menunjukkan bahwa
perusahaan yang akan bangkrut memiliki rasio yang rendah dan cenderung
mengecil sampai bangkrut.
b. Altman (1968), meneliti 33 pasang perusahaan manufaktur yang bangkrut
dan tidak. Dari 22 rasio yang digunakan, ternyata hanya 5 yang berpengaruh
kuat dalam memprediksi kebangkrutan. Rasio-rasio ini cenderung mengecil
sampai mengalami bangkrut.
c. Blum (1974), menggunakan 5 rasio keuangan, 6 trend dan ukuran variabel
keuangan yang berbeda dengan satu variabel return saham.
d. Altman, Haldeman, dan Narayanan (1977), meneliti 53 perusahaan bangkrut
dan 58 perusahaan tidak bangkrut di sektor retail. Dari 27 rasio yang
digunakan maka hanya 7 di antaranya yang memberikan pengaruh paling
dominan yaitu ROA, stability of earning, interest coverage ratio, retained
earnings to total capital ratio. Keakuratannya berkisar 96% untuk satu tahun
menjelang bangkrut, dan 70% untuk lima tahun sebelum bangkrut.
e. Damboleana & Khoury (1980), menggunakan 19 rasio keuangan dengan
variabel yang berbeda-beda.
f. Ohlson (1980), menggunakan 6 rasio keuangan, 2 laporan keuangan yang
berdasar variabel dummy, dan 1 variabel ukuran perusahaan.
g. Edmister (1983), menganalisa laporan keuangan dengan sampel perusahaan
kecil. Hasilnya adalah ketepatan prediksi kebangkrutan dapat dicapai
dengan data 3 tahun.
-
10
h. Zmijewski (1983), menggunakan 5 rasio keuangan dan 1 variabel berbeda.
Selain penelitian di atas, penelitian tentang financial distress atau prediksi
kebangkrutan untuk perusahaan industri selain tekstil dan garmen (Apparel and
Other Textile Products) ini sepengetahuan penulis belum pernah ditulis oleh
peneliti lain. Penelitian yang berkaitan tentang financial distress yang berkaitan
dengan industri perbankan pernah diteliti oleh Payamta dan Masud
Machfoedsz yang meneliti tentang kinerja perbankan pada jurnal kelola Gajah
Mada University Business Review No.20/VIII/1999 tentang topik Evaluasi
Tingkat Kemungkinan Kebangkrutan Perusahaan Industri Makanan dan
Minuman Sebelum dan Sesudah Menjadi Perusahaan Publik di BEJ.
Financial distress tentang industri makanan dan minuman pernah ditulis
juga oleh Kurniawan Suharto tahun 2000 dalam tesis pada Program Studi
Magister Manajemen dengan topik Evaluasi Tingkat Kemungkinan
Kebangkrutan Perusahaan Industri Makanan dan Minuman Sebelum dan Pada
Masa Krisis Moneter. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan hanya
menggunakan analisis diskriminan.
Tahun 1995 Muji Hartoto dan Anies S. Basalamah menulis tentang
Meramalkan Kebangkrutan Perusahaan Publik pada Majalah Keuangan
edisi November-Desember. Mengambil sampel 25 buah perusahaan yang telah
go publik dengan menganalisa laporan keuangan 31 Desember 1992.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Altman (1968) yang menemukan ada
lima rasio keuangan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan dan di antara
-
11
lima rasio keuangan tersebut, likuiditas dan leverage sangat bermanfaat sekali
untuk mendeteksi dan memprediksi kebangkrutan perusahaan. Selain lima rasio
keuangan tersebut, Altman juga mengenalkan metode Z-Score yaitu skor yang
ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang
menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.
Dengan adanya metode-metode di atas seperti rasio keuangan dan Z-
Score, potensi kebangkrutan di masa yang akan datang dapat diprediksi. Selain
itu pula, analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan dapat
mengantisipasi adanya potensi kebangkrutan. Analisa laporan keuangan
merupakan suatu proses yang berguna untuk memeriksa data keuangan masa
lalu dan saat sekarang dengan tujuan mengevaluasi performa dan mengestimasi
resiko serta potensi di masa depan. Diharapkan dengan melakukan penelitian
ini perusahaan-perusahaan dapat mengetahui langkah apa yang harus dilakukan
guna melangsungkan hidup perusahaannya dan terhindar dari kebangkrutan.
1.7. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut: Terdapat kecenderungan sebagian besar perusahaan
industri garmen dan produk tekstil yang lain (Apparel and Other Textile
Products) yang terdaftar di BEJ selama kurun waktu 2000 hingga 2003
mengalami kebangkrutan.
-
12
1.8. Metode Penelitian
1.8.1. Jenis Data
Data yang dibutuhkan merupakan data sekunder, data yang diperoleh
dan dikumpulkan dari pihak lain, dalam hal ini diperoleh dari laporan
keuangan dan berbagai dokumen yang berkaitan dengan penelitian yang
terdiri dari: gambaran umum perusahaan atau profil perusahaan, laporan
keuangan perusahaan selama lima tahun. Alasan untuk penggunaan data
sekunder adalah diharapkan proses pengumpulan data dapat lebih hemat
waktu dan biaya penelitian.
Data tersebut diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory
tahun 2000, 2001,2002 dan 2003.
1.8.2. Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan sampel ditentukan secara purposive sampling, yaitu
dengan mengambil sampel laporan keuangan perusahaan industri garmen dan
produk tekstil yang lain (Apparel and Other Textile Products) dari masing-
masing kategori yang tercatat dan terdaftar di BEJ.
1.8.3. Alat Analisis
Alat analisis data digunakan untuk memecahkan permasalahan atau
sebagai bukti benar salahnya suatu hipotesis yang telah ditemukan di atas.
Alat analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Z-Score
Altman.
-
13
Analisis dengan metode Z-Score (Discriminant Score) menggunakan
MDA untuk mengetahui apakah ada kemungkinan perusahaan pailit/bangkrut.
Ada pun rumus Z-Score sebagai hasil MDA (Foster, 1986;551) tersebut ialah:
Z-SCORE = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3+ 0,420 X4 + 0,998 X5
Di mana :
Z = Nilai yang menyatakan resiko kebangkrutan/ overall index
X1= WC (CA-CL)/TA =Working Capital/Total Asset
X2= RE/TA =Retained Earning/Total Asset
X3= EBIT/TA =Earning Before Interest and Tax/Total Asset
X4= MVE/BVD =Market Value Equity/Book Value of Debt
` X5= S/TA = Sales / Total Asset
Dengan menggunakan model analisis ini, kebangkrutan perusahaan
dapat diprediksi dengan kriteria sebagai berikut :
1. Jika perusahaan yang dianalisa memperoleh nilai Z < 1,81 maka
perusahaan diprediksi akan bangkrut.
2. Jika perusahaan memperoleh nilai indeks Z > 2,99 maka perusahaan
diprediksi tidak bangkrut.
3. Dan bila nilai Z di antara 1,81 < Z < 2,99 adalah grey area, yaitu daerah
kritis bagi perusahaan.
Untuk perusahaan yang bangkrut menghasilkan nilai Z = -0,2599 dan
untuk perusahaan tidak bangkrut menghasilkan nilai Z = 4,8863, sebagai
pedoman untuk mengklasifikasikan perusahaan dipilih batas nilai Z = 2,675
-
14
yang merupakan titik tengah dari selang nilai Z yang menghasilkan kesalahan
klasifikasi maksimum. Dan Altman menyatakan Semakin kecil nilai Z dari
suatu perusahaan, semakin besar kemungkinannya untuk bangkrut. (George
Foster, Financial Statement Analysis, 1986:551)