bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalahdigilib.unimed.ac.id/4550/11/9. bab i.pdf · penunjang...

20
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah membawa perubahan hampir di setiap aspek kehidupan. Berbagai aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi mewarnai dan menjadi salah satu faktor penting penunjang aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Keadaan ini menunjukkan betapa pentingnya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu berkontribusi serta memiliki kesempatan yang lebih baik dalam menghadapi persaingan yang semakin terus berkembang. Pendidikan adalah salah satu sektor yang mendapatkan banyak pengaruh dari laju perkembangan teknologi. Dari waktu ke waktu dapat kita rasakan begitu banyak perubahan dalam pendidikan. Salah satu perubahan yang terlihat jelas telah dilakukan di Indonesia yaitu telah berulang kali terjadi perubahan kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kemendiknas (2013:7) dalam Permendiknas Nomor 70 Tahun 2013 disebutkan bahwa: “Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.”

Upload: phamkhuong

Post on 06-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah

membawa perubahan hampir di setiap aspek kehidupan. Berbagai aplikasi ilmu

pengetahuan dan teknologi mewarnai dan menjadi salah satu faktor penting

penunjang aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Keadaan ini

menunjukkan betapa pentingnya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar

mampu berkontribusi serta memiliki kesempatan yang lebih baik dalam

menghadapi persaingan yang semakin terus berkembang.

Pendidikan adalah salah satu sektor yang mendapatkan banyak pengaruh

dari laju perkembangan teknologi. Dari waktu ke waktu dapat kita rasakan begitu

banyak perubahan dalam pendidikan. Salah satu perubahan yang terlihat jelas

telah dilakukan di Indonesia yaitu telah berulang kali terjadi perubahan kurikulum

pendidikan dasar dan menengah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

pendidikan.

Kemendiknas (2013:7) dalam Permendiknas Nomor 70 Tahun 2013

disebutkan bahwa: “Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia

Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara

yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi

pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.”

2

Munandar (1999:17) juga menyebutkan dalam GBHN 1993 khususnya

mengenai tujuan pendidikan nasional yaitu:

“Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitasmanusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwaterhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,berkepribadian, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, terampilberdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, danproduktif serta sehat jasmani dan rohani.”

Matematika sebagai bagian dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan

untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Tujuan tersebut

mengisyaratkan pentingnya kreativitas, aktivitas kreatif, dan pemikiran (berpikir)

kreatif dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, pembelajaran

matematika memiliki sumbangan yang penting untuk pengembangan kemampuan

berpikir kreatif dalam diri setiap individu siswa agar menjadi sumber daya

manusia yang berkualitas.

Seperti yang diungkapkan oleh Mahmudi (2008:1) bahwa daya kompetitif

suatu bangsa sangat ditentukan pula oleh kreativitas sumber daya manusianya.

Selanjutnya ia mengatakan bahwa kreativitas diperlukan pada setiap bidang

kehidupan. Ia diperlukan untuk mendesain sesuatu, meningkatkan kualitas hidup,

mengkreasi perubahan, dan menyelesaikan masalah. Dari penjelasan tersebut

terlihat bahwa kreativitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan, sehingga

kreativitas perlu dikembangkan terutama pada generasi muda yang mengemban

cita-cita sebagai penerus bangsa.

Kreativitas dihasilkan dari proses berpikir kreatif. Berpikir kreatif adalah

suatu proses yang digunakan ketika seorang individu mendatangkan atau

memunculkan suatu ide baru. Ide baru tersebut merupakan gabungan dari ide-ide

3

sebelumnya yang belum pernah diwujudkan. Berpikir kreatif ini ditandai dengan

adanya ide baru yang dimunculkan sebagai hasil dari proses berpikir tersebut.

Seperti yang diungkapkan oleh Munandar (1999:19) bahwa: “Hidup

kreatif berarti mengembangkan talenta yang dimiliki, belajar menggunakan

kemampuan diri sendiri secara optimal; menjajaki gagasan baru, tempat-tempat

baru, aktivitas-aktivitas baru; mengembangkan kepekaan terhadap masalah

lingkungan, masalah oranglain, masalah kemanusiaan.”

Upaya mendorong kemampuan berpikir kreatif sebagai bekal hidup

menghadapi tuntutan, perubahan dan perkembangan zaman lazimnya melalui

pendidikan yang berkualitas. Semua bidang pendidikan tanpa terkecuali

pendidikan matematika harus memulai dan mengarahkan pada tujuan itu.

Pendidikan tersebut mengantarkan dan mengarahkan anak didik menjadi

pembelajar yang berkualitas dan kreatif. Keluaran akhir dari harapan ini akan

terwujud bila proses di kelas melalui pembelajaran memberi kesempatan bagi

siswa atau peserta didik mengembangkan potensi-potensinya untuk berpikir

kreatif. Lambertus (2013:73) menyatakan bahwa:

“Pengembangan berpikir kreatif merupakan salah satu fokus utamadalam dunia pendidikan matematika saat ini. Hal ini disebabkankarena berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan yang saatini dikehendaki dalam dunia kerja. Oleh karena itu, pembelajaranmatematika perlu dirancang sedemikian rupa sehingga menjadisarana yang tepat dalam mengembangkan kemampuan berpikirkreatif.”

Selain itu kemampuan berpikir kreatif diperlukan dalam menghadapi

masalah sehari-hari. Perkembangan informasi dan teknologi tidak lepas dari

kemampuan berpikir kreatif manusia. Dengan demikian semua bidang atau mata

4

pelajaran termasuk matematika, perlu mengembangkan model maupun strategi

pembelajaran yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di

sekolah yang akan dilaksanakan penelitian yaitu SMP Ar-Rahman kelas VIII,

didapat bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah. Hal ini terlihat

dari proses jawaban siswa yang kaku dan tidak variatif. Siswa cenderung hanya

memiliki satu macam cara dan jawaban, padahal soal yang diberikan adalah soal

terbuka, yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menjawab lebih dari satu

cara atau jawaban.

Misalnya pada soal “Buatlah himpunan bilangan yang mungkin dari

bilangan yang kurang dari 8!”. Sebagian besar siswa hanya menjawab satu

jawaban yaitu himpunan semua bilangan asli yang kurang dari 8, yang

beranggotakan 1,2,3,4,5,6,7. Seperti pada gambar 1.1 berikut ini:

Gambar 1.1 Contoh Jawaban Siswa-1

Padahal kemungkinan jawaban bisa beragam diantaranya: Himpunan semua

bilangan prima yang kurang dari 8, anggotanya 2,3,5,7; Himpunan semua

bilangan bulat positif yang kurang dari 8, anggotanya 1,2,3,4,5,6,7; Himpunan

semua bilangan ganjil positif yang kurang dari 8, anggotanya 1,3,5,7; dan

himpunan lainnya.

Begitu juga ketika siswa diberikan soal:

5

Dari gambar diagram Venn di samping, apa yang dapat

kamu simpulkan?

Kebanyakan siswa hanya menjawab dengan menuliskan masing-masing

himpunan dengan anggota-anggotanya. Seperti terlihat pada gambar 1.2 berikut

ini:

Gambar 1.2 Contoh Jawaban Siswa-2

Padahal banyak jawaban yang bisa didapat dari gambar tersebut, diantaranya: S

merupakan himpunan bilangan asli sampai 12, A merupakan himpunan bilangan

ganjil empat pertama, B merupakan himpunan bilangan asli sepuluh pertama, A =

{1,3,5,7}, B = {1,2,3,…,10}, S = {1,2,3,…,12}, A ⊂ B, Ac =

{2,4,6,8,9,10,11,12}, Bc = {11,12}, dan sebagainya.

Untuk menjawab kedua soal di atas dibutuhkan kemampuan berpikir

kreatif yaitu aspek berpikir lancar dan original, yaitu kemampuan menjawab

dengan berbagai jawaban dan memiliki jawaban yang baru. Dari proses jawaban

yang diberikan siswa terlihat bahwa siswa tidak mampu memenuhi aspek berpikir

6

kreatif tersebut, jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa

di SMP Ar-Rahman masih rendah dan perlu ditingkatkan.

Berpikir kreatif jarang ditekankan pada pembelajaran matematika karena

model pembelajaran yang diterapkan cenderung berorentasi pada pengembangan

pemikiran linier dengan masalah-masalah yang rutin. Model pembelajaran

matematika yang khusus berorientasi pada upaya pengembangan berpikir kreatif

matematis jarang ditemukan. Guru di sekolah lebih mengajarkan matematika

secara hafalan dengan menggunakan masalah rutin.

Seperti yang diungkapkan oleh Setiamihardja, dkk (2007:1) bahwa:

“Pembelajaran matematika yang dilakukan pada saat ini masih jauhdari apa yang diharapkan, karena pembelajaran masih didominasioleh pengajar dan hanya merupakan penyampaian informasi saja,tidak banyak melibatkan aktivitas siswa dengan demikianpembelajaran yang diperoleh siswa kurang bermakna dan siswakurang mampu untuk mengaplikasikan pengetahuannya dalamkehidupan sehari-hari.”

Kenyataan di lapangan, perangkat pembelajaran yang menekankan

berpikir kreatif dalam matematika tidak tersedia. Buku siswa atau LKS yang ada

(digunakan di sekolah) cenderung menekankan pada penguasaan konsep dengan

tidak memberikan kebebasan siswa berpikir secara mandiri dan kreatif. Adanya

sumber belajar yang demikian tidak mendorong pengembangan kemampuan

berpikir kreatif siswa di kelas.

Berikut ini adalah salah satu contoh soal yang diambil dari buku pegangan

siswa yang biasa diberikan oleh guru setelah selesai melaksanakan pembelajaran

himpunan:

7

Soal tersebut adalah soal rutin dan kurang menantang. Soal yang tidak

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan cara ataupun

penyelesaian yang baru atau berbeda dari cara yang diberikan oleh guru, sehingga

menghambat berkembangnya kemampuan berpikir kreatif matematik siswa.

Motivasi dan kemampuan guru dalam mengajar untuk mendorong

kreativitas atau kemampuan berpikir kreatif siswa masih belum memadai. Hal

tersebut berdasar anggapan bahwa mengajarkan berfikir kreatif menuntut siswa

menyelesaikan masalah yang kompleks, padahal untuk masalah yang umum saja

tidak semua siswa dapat menyelesaikan. Anggapan lain bahwa soal yang divergen

untuk mendorong munculnya kemampuan berpikir kreatif terlalu sulit bagi siswa.

Seperti yang diungkapkan oleh Siswono (2005a:1) bahwa

“Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika di SMPadalah rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah(soal cerita), khususnya soal non rutin atau terbuka (open ended).Padahal kenyataanya, soal yang umum atau mudah (rutin) dapat

8

dimodovikasi atau dikreasi menjadi soal (masalah) yang divergendan mengantar berfikir kreatif siswa.”

Oleh karena itu keberadaan model atau perangkat pembelajaran

matematika dapat memotivasi dan mengarahkan pembelajaran matematika yang

berorientasi pada peningkatan kemampuan berpikir kreatif. Cara yang dapat

digunakan guru antara lain adalah dengan memberikan soal yang beragam, soal

yang tidak rutin, dan soal aplikasi konsep atau rumus matematika dalam bidang

studi lain. Hal ini akan membantu siswa memahami interrelasi konsep-konsep.

Seperti yang diungkapkan oleh Mahmudi (2010:8) bahwa: “Salah satu cara

mengukur kemampuan berpikir kreatif adalah dengan menggunakan soal terbuka,

yaitu soal yang memiliki beragam solusi atau strategi penyelesaian.”

Pembelajaran yang selalu memberikan soal atau tantangan yang beragam

dan tidak rutin adalah pembelajaran open-ended. Pembelajaran open-ended

merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki dengan cara

memberikan berbagai masalah non rutin yang beragam, yang memiliki cara

penyelesaian maupun hasil yang beragam (terbuka), sehingga siswa dapat

mengungkapkan cara mereka masing-masing dalam penyelesaian masalah tanpa

dibatasi.

Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran

yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan

solusinya juga bisa beragam. Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan

orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing,

keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk berimprovisasi

9

mengembangkan metode, cara, atau pembelajaran yang bervariasi dalam

memperoleh jawaban. Selanjutnya siswa juga diminta untuk menjelaskan proses

mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian pembelajaran ini lebih

mementingkan proses daripada produk yang akan membentuk pola pikir,

keterbukaan, dan ragam berpikir.

Pembelajaran open-ended memberikan kesempatan kepada siswa untuk

memperoleh pengetahuan, pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan

masalah dengan beberapa strategi. Menurut Silver (1997:77), dengan

menggunakan soal terbuka dapat memberi siswa banyak pengalamaan dalam

menafsirkan masalah, dan mungkin membangkitkan gagasan yang berbeda bila

dihubungkan dengan penafsiran yang berbeda pula.

Melalui presentasi dan diskusi tentang beberapa penyelesaian alternatif,

pembelajaran ini membuat siswa menyadari adanya metode-metode penyelesaian

yang beragam, yang pada akhirnya kapasitas matematika siswa untuk

menyelesaikan masalah matematis yang fleksibel dapat meningkat. Seperti yang

diungkapkan oleh Kang Sup (2003:164) yaitu: “Creative thinking ability and

expressive ability in the field of mathematics can be measured by ‘open-ended’ or

‘open-response’ problems and questions that require more than one answer.”

Dengan demikian, pembelajaran open-ended menjanjikan suatu

kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai strategi dan cara yang

diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya

tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang

secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap

10

siswa terkomunikasikan melalui proses belajar mengajar. Seperti yang

dikemukakan oleh Silver (1997:77):

“The development of students’ creative fluency is also likely to beencouraged through the classroom use of ill-structured, open-ended problems that are stated in a manner that permits thegeneration of multiple specific goals and possibly multiple correctsolutions, depending upon one’s interpretation.”

Pembelajaran open-ended memberikan kesempatan kepada siswa seluas-

luasnya untuk mencari cara dan solusi yang berbeda-beda dari masalah yang

diberikan baik secara individu maupun berkelompok maka akan menumbuhkan

kemandirian belajar siswa. Siswa akan merasa mampu untuk menyelesaikan

permasalahan yang diberikan tanpa bergantung kepada orang lain. Selain itu guru

mengemas pembelajaran sekaligus memanfaatkan kesempatan untuk

mengembangkan materi pembelajaran lebih lanjut yang sedikit banyak telah

dikenal oleh siswa sendiri. Dengan cara demikian siswa akan benar-benar merasa

berkepentingan dan termotivasi tinggi untuk menyelesaikan permasalahan sendiri.

Jadi, dengan menerapkan pembelajaran open-ended kemandirian belajar siswa

juga dapat meningkat dengan sendirinya.

Dalam kegiatan pembelajaran, kemandirian sangat penting karena

kemandirian merupakan sikap pribadi yang sangat diperlukan oleh setiap individu.

Dengan kemandirian, siswa cenderung belajar lebih baik, mampu memantau,

mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara

efisien, akan mampu mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berfikir

dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional.

11

Siswa yang mempunyai kemandirian belajar memiliki inisaitif dalam

belajar, mampu mendiagnosa kebutuhan dalam belajar, dapat menetapkan target

atau tujuan belajar, mampu memonitor dan mengontrol belajar, mampu memilih

dan menerapkan strategi belajar, mampu mengevaluasi proses dan hasil belajar,

memandang kesulitan sebagai tantangan, mampu memanfaatkan dan mencari

sumber belajar yang relevan, serta yakin dengan dirinya sendiri.

Pembelajaran dimana siswa hanya duduk tenang dan mendengarkan

informasi dari guru sepertinya sudah membudaya sejak dulu, sehingga untuk

mengadakan perubahan ke arah pembelajaran yang aktif, kreatif, dan

menyenangkan memang agak sulit.

Berdasarkan observasi awal di kelas VII SMP Ar-Rahman sebelum

penelitian, pembelajaran matematika di kelas juga cenderung berupa pembelajaran

yang teacher-centered. Pembelajaran yang bersifat searah ini membuat siswa

selalu bergantung pada pekerjaan guru. Sehingga selama proses belajar mengajar

siswa cenderung pasif saat mengikuti pelajaran matematika. Siswa mendengarkan,

mencatat materi yang terkait, dan dituntut untuk menghafalkannya lalu siswa

disuruh untuk mengerjakan latihan-latihan soal dengan rumus yang diberikan guru

tanpa tahu akan tujuan dan manfaat yang akan mereka peroleh.

Dari hasil observasi tersebut juga didapat bahwa, pada saat pembelajaran

berlangsung sebagian siswa tidak memperhatikan penjelasan guru. Siswa juga

tidak membaca buku-buku pelajaran dan tidak mengerjakan LKS kalau tidak

diminta atau diperintahkan oleh guru. Ketika guru memberikan pekerjaan rumah,

siswa tidak mengerjakannya di rumah. Mereka cenderung mengerjakan pekerjaan

12

rumah di sekolah dan mengandalkan jawaban teman. Siswa tidak berani

mengemukakan pendapatnya dan malas bertanya. Saat guru memberikan

penugasan pada siswa untuk mempelajari materi selanjutnya, siswa tampak sekali

tidak mempelajari materi yang ditugaskan. Ini menunjukkan siswa belum dapat

merancang belajar mereka sendiri. Hasilnya siswa menjadi cepat bosan, kurang

berkonsentrasi, dan kurang aktif dalam pembelajaran. Kondisi yang demikian

menunjukkan kurangnya kemandirian siswa dalam pembelajaran matematika.

Jadi, kemandirian belajar siswa dapat dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi dan

motivasi siswa dalam pembelajaran matematika.

Untuk merangsang serta mengoptimalkan konsentrasi dan motivasi

tersebut, kita harus mengkondisikan otak anak untuk siap menerima materi

dengan situasi dan cara pembelajaran yang menyenangkan. Yakni prinsip belajar

dengan menggunakan peran otak kanan, seperti belajar sambil bermain dan

bermain sambil belajar.

Diharapkan dengan menerapkan pembelajaran ini, keseimbangan antara

otak kanan dan otak kiri dapat dicapai, karena selain menggunakan pikiran,

pembelajaran ini juga disertai gerakan-gerakan bio-fisik yang dapat mengantarkan

kegairahan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Pembelajaran ini

dikenal dengan senam otak (brain-gym).

Brain-gym dikenal sebagai pembelajaran unik dalam bidang pendidikan

yang pertama kali diciptakan oleh Dennison. Brain-gym adalah serangkaian gerak

sederhana yang menyenangkan dan digunakan oleh para murid di Educational

13

Kinesiologi (Edu-K) untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan

menggunakan keseluruhan otak.

Brain-gym bermanfaat pula untuk melatih fungsi keseimbangan dengan

merangsang beberapa bagian otak yang mengaturnya. Mengingat otak sebagai

pusat kegiatan tubuh yang akan mengaktifkan seluruh organ dan sistem tubuh

melalui pesan-pesan yang disampaikan melewati serabut syaraf secara sadar

maupun tidak sadar, maka dalam hal ini belahan otak kiri akan aktif jika sisi

kanan tubuh digerakkan dan belahan otak kanan akan aktif apabila sisi kiri tubuh

digerakkan. Sifat ini memungkinkan munculnya dominasi salah satu sisi. Upaya

untuk mengintegrasikan kedua sisi tubuh (bilateral integration) perlu selalu

diupayakan agar kedua belahan otak bisa bekerjasama dengan baik.

Dalam upaya ini, program brain-gym mengenalkan keterampilan yang

berupa gerakan-gerakan yang dapat menstimulasi koordinasi kedua belahan otak

dan mengintegrasikan dua sisi tubuh bekerjasama dengan baik. Metode atau

teknik pelatihan brain-gym tidak hanya bertujuan untuk menolong para siswa agar

memanfaatkan seluruh potensi belajar alamiah, melalui gerakan tubuh dan

sentuhan, tapi juga bisa dikatakan sebagai usaha alternatif yang alami dan sehat

untuk menghadapi ketegangan dan tantangan pada diri sendiri dan orang lain.

Siswono (2005b:2) menyatakan bahwa:

“Dalam berpikir kreatif dua bagian otak akan sangat diperlukan.Keseimbangan antara logika dan kreativitas sangat penting. Jikasalah satu menempatkan deduksi logis terlalu banyak, makakreativitas akan terabaikan. Dengan demikian untuk memunculkankreativitas diperlukan kebebasan berpikir tidak dibawah kontrolatau tekanan.”

14

Brain-gym sangat cocok untuk upaya peningkatan kreativitas siswa. Dalam

penelitian gerakan-gerakan yang dipakai oleh peneliti, yaitu gerakan-gerakan yang

berfungsi untuk mengaktifkan otak dalam meningkatkan proses belajar berhitung.

Pembelajaran open-ended berbasis brain-gym merupakan pembelajaran

dengan open-ended dengan didukung dengan gerakan-gerakan brain-gym pada

proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran lebih bersemangat dan

menarik. Dengan pembelajaran seperti ini kemampuan berpikir kreatif matematis

dan kemandirian belajar siswa akan dapat ditingkatkan.

Kemampuan berpikir kreatif setiap siswa tidak sama antara siswa laki-laki

dan siswa perempuan. Dalam belajar matematika tentunya pemahaman siswa akan

berbeda pula. Pertanyaan terbuka memungkinkan keterlibatan siswa lebih banyak

karena siswa diminta memberi kontribusi yang lebih dari gagasan pribadinya. Ini

berarti hasil dari kerja kelas akan lebih kaya lagi, dan akan muncul berbagai ide

yang diekspresikan siswa, yang dapat dibandingkan dan didiskusikan. Dengan

cara ini memungkinkan guru memperoleh ide yang baik tentang apa yang mampu

dihasilkan siswa. Berdasarkan hal tersebut dimungkinkan terdapat interaksi

antara pendekatan pembelajaran berdasarkan gender siswa terhadap kemampuan

berpikir kreatif siswa.

Berdasarkan hasil observasi peneliti di SMP Ar-Rahman, tempat rencana

melakukan penelitian, didapat bahwa guru matematika di sekolah tersebut

melakukan pembelajaran matematika dengan pembelajaran ekspositori.

Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan kepada

proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok

15

siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal

(Sanjaya, 2012:179). Roy Killen dalam Sanjaya (2012:179) menyebutkan bahwa

pembelajaran ekspositori ini sering disebut juga dengan pembelajaran langsung

(direct instruction) karena dalam pembelajaran, materi disampaikan langsung oleh

guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi. Materi pelajaran seakan-akan

sudah jadi.

Dalam Sanjaya (2012:185) disebutkan ada lima langkah dalam

pembelajaran ekspositori, yaitu persiapan, penyajian, menghubungkan,

menyimpulkan, dan penerapan. Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya,

Sibarani, C (2014), meneliti tentang peningkatan kreativitas siswa dengan

pembelajaran berbasis masalah menggunakan soal open-ended dibandingkan

dengan pembelajaran biasa. Hasil yang diperoleh adalah terdapat peningkatan

pada kedua kelas, akan tetapi peningkatan pada pembelajaran biasa lebih rendah

dibandingkan peningkatan pada kelas dengan pembelajaran berbasis masalah.

Begitu pula pada penelitian Arianto (2013) tentang peningkatan kemampuan

berpikir kreatif matematik siswa dengan pendekatan open-ended, yang

memperoleh bahwa terdapat peningkatan pada kelas yang diajarkan dengan

pembelajaran konvensional, akan tetapi lebih rendah dibandingkan dengan

peningkatan pada kelas dengan pendekatan open-ended.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya dan

sebagai salah satu alternatif pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa dengan

menggunakan pembelajaran open-ended berbasis brain-gym maka telah

16

dilakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan kemampuan berpikir kreatif

matematis dan kemandirian belajar siswa SMP Ar-Rahman Medan melalui

pembelajaran open-ended berbasis brain-gym”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut :.

1. Siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika.

2. Pembelajaran masih berorientasi pada pola pembelajaran yang lebih banyak

didominasi guru.

3. Guru hanya menyajikan soal-soal rutin dan tanpa tantangan.

4. Pembelajaran yang digunakan kurang mendukung peningkatan kemampuan

berpikir kreatif matematis siswa.

5. Setiap manusia memiliki kemampuan berpikir dan tingkat kreativitas yang

berbeda.

6. Kemandirian belajar siswa masih rendah.

7. Kurangnya konsentrasi dan motivasi siswa dalam belajar.

8. Pembelajaran belum mempertimbangkan kemampuan kedua belahan otak.

1.3 Batasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini lebih terarah dan jelas, maka

penulis memberikan suatu batasan tentang masalah yang penulis teliti. Masalah

yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi hanya pada kemampuan berpikir kreatif

17

matematik, kemandirian belajar siswa, pembelajaran open-ended berbasis brain-

gym, dan di SMP Ar-Rahman Medan.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang

diajarkan dengan pembelajaran open-ended berbasis brain-gym lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran ekspositori?

2. Apakah peningkatan kemandirian belajar siswa yang diajarkan dengan

pembelajaran open-ended berbasis brain-gym lebih tinggi dibandingkan

dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran ekspositori?

3. Apakah terdapat interaksi antara gender dengan pembelajaran terhadap

peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa?

4. Bagaimana proses jawaban siswa pada tes kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran open-ended berbasis brain-

gym dan pembelajaran ekspositori?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa

yang diajarkan dengan pembelajaran open-ended berbasis brain-gym lebih

tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran

ekspositori.

18

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemandirian belajar siswa yang

diajarkan dengan pembelajaran open-ended berbasis brain-gym lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran ekspositori.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara gender dengan

pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis

siswa.

4. Untuk mengetahui bagaimana proses jawaban siswa pada tes kemampuan

berpikir kreatif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan

pembelajaran open-ended berbasis brain-gym dan pembelajaran ekspositori.

1.6 Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas dapat diperoleh manfaat

penelitian sebagai berikut:

1. Apabila pembelajaran dengan pembelajaran open-ended berbasis brain-gym

dalam penelitian ini berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa, maka

dapat dijadikan sebagai alternatif salah satu pendekatan untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran matematika dan secara khusus memperbaiki hasil

belajar matematika siswa.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi guru-guru SMP

dalam pembelajaran jika menggunakan pembelajaran dengan pendekatan

open-ended berbasis brain-gym serta dapat berguna bagi pengembang

kurikulum matematika SMP.

3. Sebagai sumber informasi bagi sekolah perlunya merancang sistem

pembelajaran dengan pembelajaran open-ended berbasis brain-gym sebagai

19

upaya mengatasi kesulitan belajar siswa guna meningkatkan hasil belajar

matematika siswa.

1.7 Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap apa yang akan diteliti,

maka peneliti akan mengajukan definisi operasional sebagai berikut :

1. Pembelajaran open-ended adalah pembelajaran yang menyajikan suatu

permasalahan yang memiliki metode atau penyelesaian yang benar lebih

dari satu.

Tahap-tahap pembelajaran open-ended antara lain:

1. penyajikan masalah terbuka,

2. pengorganisasian pembelajaran,

3. perhatikan dan catat respon siswa,

4. bimbingan dan pengarahan, dan

5. membuat kesimpulan.

2. Brain-gym adalah serangkaian gerak sederhana yang menyenangkan dan

digunakan untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa dengan

menggunakan keseluruhan gerakan-gerakan yang merangsang kemampuan

kedua belahan otak.

Adapun contoh gerakan-gerakan brain-gym antara lain:

1. Gerakan Silang,

2. Titik Positif,

3. Gajah,

4. Tombol Imbang,

20

5. Putaran Leher, dan

6. Burung Hantu

3. Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh

guru bidang studi matematika yang mengajar di sekolah tempat dilakukann

penelitian.

4. Kemampuan berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental yang digunakan

seorang untuk membangun ide atau gagasan yang baru.

Indikator dari kemampuan berpikir kreatif adalah berpikir lancar

(fluency), berpikir luwes (flexibility), berpikir orisinil (originality), dan

berpikir memperinci/mendalam (elaboration).

5. Kemandirian belajar adalah perilaku siswa dalam mewujudkan kehendak

atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain,

dalam hal ini adalah siswa tersebut mampu melakukan belajar sendiri,

dapat menentukan cara belajar yang efektif, mampu melaksanakan tugas-

tugas belajar dengan baik dan mampu untuk melakukan aktivitas belajar

secara mandiri.