bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...

33
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fiksi menurut Altenbernd dan Lewis (1966:14) dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, tetapi biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasi hubungan-hubungan antarmanusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur hubungan dengan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia. Sementara itu, fiksi, menurut Stanton (2007:21-22), dibagi menjadi dua, yakni fiksi serius dan fiksi populer. Fiksi serius bermaksud menyajikan pengalaman kemanusiaan melalui fakta-fakta, tema-tema, dan sarana-sarana kesastraan. Untuk memahami dan menikmatinya, kadang-kadang harus dilakukan semacam analisis terhadap bagian-bagian tersebut dan relasi-relasinya satu sama lain. Selanjutnya, menurut Nurgiyantoro (1998:18), fiksi atau sastra populer adalah sastra yang populer pada masanya dan banyak pembacanya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Sastra populer tidak menampilkan permasalahan

Upload: dinhtu

Post on 11-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Fiksi menurut Altenbernd dan Lewis (1966:14) dapat diartikan sebagai

prosa naratif yang bersifat imajinatif, tetapi biasanya masuk akal dan mengandung

kebenaran yang mendramatisasi hubungan-hubungan antarmanusia. Pengarang

mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap

kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan

tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur hubungan dengan penerangan

terhadap pengalaman kehidupan manusia.

Sementara itu, fiksi, menurut Stanton (2007:21-22), dibagi menjadi dua,

yakni fiksi serius dan fiksi populer. Fiksi serius bermaksud menyajikan

pengalaman kemanusiaan melalui fakta-fakta, tema-tema, dan sarana-sarana

kesastraan. Untuk memahami dan menikmatinya, kadang-kadang harus dilakukan

semacam analisis terhadap bagian-bagian tersebut dan relasi-relasinya satu sama

lain.

Selanjutnya, menurut Nurgiyantoro (1998:18), fiksi atau sastra populer

adalah sastra yang populer pada masanya dan banyak pembacanya, khususnya

pembaca di kalangan remaja. Sastra populer tidak menampilkan permasalahan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

2

kehidupan secara intens. Sebab jika demikian, sastra populer akan menjadi berat

dan berubah menjadi sastra serius.

Sebutan sastra populer mulai banyak digunakan setelah tahun 1970-an.

Sering pula sastra yang terbit setelah itu mempunyai fungsi hiburan belaka,

walaupun bermutu kurang baik, tetap dinamakan sebagai sastra populer atau sastra

pop (Kayam, 1981:82). Biasanya sastra populer bersifat artifisial atau bersifat

sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk

membacanya sekali lagi. Oleh karena itu, sastra populer cepat dilupakan

pembacanya apalagi dengan munculnya karya sesudahnya (Nurgiyantoro,

1998:20). Menurut Kayam (1981:88) sastra populer adalah perekam kehidupan,

dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba

kemungkinan. Ia menyajikan kembali rekaman-rekaman kehidupan itu dengan

harapan pembaca akan mengenal kembali pengalaman-pengalamannya sehingga

merasa terhibur karena seseorang telah menceritakan pengalaman-pengalamannya

itu. Sastra populer yang baik akan mengundang pembaca untuk

mengidentifikasikan dirinya.

Berdasarkan definisi terakhir oleh Kayam, fiksi lintasmedia dapat

dikategorikan sebagai fiksi atau sastra populer. Fiksi lintasmedia merupakan fiksi

yang disajikan secara berbeda, tak hanya berbentuk tulisan, ia disajikan bersama

musik dan visualisasi sederhana. Musik dan visualisasi tersebut dimaksudkan

untuk mempermudah pembaca menangkap pengalaman-pengalaman yang

disajikan teks sekaligus memasuki dirinya masing-masing dan mengenali kembali

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

3

pengalaman-pengalamannnya sebab musik dan visualisasi akan membantu

mengaktifkan indera-indera yang lain pula.

Sementara itu, fiksi lintasmedia merujuk pada format fiksi-musik-visual.

Hal ini memang bukan hal yang sama sekali baru, hanya saja masih belum umum.

Pembicaraan mengenai fiksi lintasmedia memang belum banyak. Dalam beberapa

media, terdapat dua tulisan yang membahas secara khusus tentang kemunculan

fiksi lintasmedia, yakni dari Damar Junianto (2011) dan Subakti Erri (2011).

Dalam tulisan Damar Junianto yang berjudul “Keniscayaan Hadirnya Fiksi

Lintasmedia”, dipaparkan bahwa fiksi lintasmedia hadir seiring dengan kemajuan

zaman dan menetas dari kemajuan teknologi. Terminologi fiksi lintasmedia secara

sederhana ia kemukakan sebagai sebuah kisah atau cerita yang disajikan dengan

memadukan dua atau lebih medium yang berbeda, misalnya tulisan dengan audio-

visual atau tulisan, musik, serta audio-visual sekaligus. Konteks fiksi lintasmedia

dalam penelitian ini adalah fiksi-audio-visual. Musik membantu menyituasikan

perasaan, sementara visual (foto, gambar bergerak, citra, warna) membantu daya

imajinasi. Oleh karena itu, dari segi format dan kebaruannya, fiksi lintasmedia

sebagai objek material dapat dikatakan istimewa dan menarik untuk diteliti.

Fiksi lintasmedia dapat digolongkan sebagai bagian dari sastra elektronik.

Dalam arti luas karya sastra yang diproduksi, dimodifikasi, dan dikemas dengan

menggunakan peralatan elektronik dapat dinamakan sastra elektronik. Sesuai

dengan media yang dipakai, sastra elektronik dapat diklasifikasikan ke dalam tiga

jenis, yakni sastra audio, sastra audiovisual, dan sastra multimedia (fiksi

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

4

lintasmedia) (diunduh di http://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_elektronik pada 13

April 2013 pukul 19:52 WIB).

Fiksi semacam itu telah dikembangkan di berbagai negara, contohnya di

Inggris. Pada situs wetellstories.co.uk, terdapat enam penulis berkolaborasi

menghasilkan suatu karya fiksi bentuk baru yang khusus didesain untuk internet.

Proyek tersebut diinisiasi oleh penerbit Penguin UK sejak tahun 1995. Penerbit

tersebut menantang beberapa penulis, di antaranya adalah Mohsin Hamid, lulusan

Princeton Universty yang menulis novel Moth Smoke (2000) dan diterbitkan

dalam sepuluh bahasa, pernah memenangkan Betty Trask Award, dan ia

merupakan finalis PEN/Hemingway Award. Selanjutnya ada Kevin Brooks,

seorang penulis fiksi popular remaja yang terkenal. Kemudian ada Nicci French,

pemenang penghargaan Naomi Alderman dan seorang penulis best-selling thriller,

termasuk novelnya yang sangat terkenal, yaitu Killing Me Softly (1999). Karya

digital mereka tersebut berbentuk fiksi yang diterbitkan dalam website tersebut.

Fiksi tersebut adalah fiksi baru yang menawarkan keunikan dan pengalaman

inovatif kepada pembaca dimana pun berada (diunduh di

http://www.wetellstories.co.uk/about pada 8 Oktober 2013 pukul 20.24 WIB).

Selanjutnya ada pula novel serial dan multimedia yang ditulis oleh Pamela

Redmond Satran dalam website hosprings.com sejak tahun 2009. Pamela

merupakan penulis sekaligus seniman visual dan musisi dalam novel digital

tersebut, tetapi kadangkala ia tetap berkolaborasi dengan seniman lainnya.

Sementara itu, tidak hanya pada prosa, puisi digital pun telah dibicarakan

oleh majalah Alire di Prancis pada April 2002. Dalam abstrak dari tulisan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

5

Phillippe Bootz yang termuat dalam majalah tersebut, terdapat istilah puisi digital.

Sastra digital menurut pandangan Bootz adalah tetap dapat dikatakan sebagai

sastra. Barangkali, jika di Indonesia, musikalisasi puisi Sapardi Djoko Damono

bisa kategorikan sebagai puisi digital mengingat usahanya untuk memakai seni

secara kolaboratif.

Selain itu, masih pada bahasan sastra digital atau elektronik, sekitar tahun

2001, terdengar nama Yayasan Multimedia Sastra. Kehadirannya ditengarai

dengan terbitnya buku Graffiti Gratitude pada tanggal 9 Mei 2001. Graffiti

Gratitude merupakan buku antalogi puisi cyber. Penerbitan antologi tersebut

dimotori oleh Sutan Iwan Soekri Munaf, Nanang Suryadi, Nunuk Suraja, Tulus

Widjarnako, Cunong, dan Medy Loekito. Mereka tergabung dalam satu wadah

yang dinamakan Yayasan Multimedia Sastra (YMS) tersebut. Pada press release

yang disebarkan di internet, presiden YMS, Medy Loekito (2002), berharap

antologi puisi digital ini dapat menjadi embrio dari perkembangan sastra yang

berbasis internet. Menurutnya, puisi digital lahir dari perkawinan berbagai cabang

seni yang masing-masing telah "ditransfer" kedalam bahasa digital. Menurut

Medy, pekerjaan itu dipermudah dengan memanfaatkan teknologi internet.

Sementara itu, menurut Faruk (2011:22), kemunculan Yayasan Multimedia

Sastra ini yang paling menonjol dan dapat dikatakan fenomenal. Sebagaimana

majalah Alire, usaha mereka bisa dikatakan keras untuk meyakinkan publik bahwa

karya-karya sastra yang dipublikasikan internet, karya-karya sastra internet atau

cyber adalah juga karya sastra dan bahkan mempunyai kemungkinan untuk

membentuk genre sastra tersendiri (Faruk, 2000:23). Kemungkinan sastra yang

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

6

dibuat dan dipublikasikan dalam dan melalui internet ini untuk menjadi genre

tersendiri memang terbuka karena terdapat beberapa di antaranya yang bersifat

multimedia dengan memanfaatkan juga citra-citra visual, audio-visual, dan

animasi (Faruk, 2000:23).

Berdasarkan beberapa fakta dan pertimbangan di atas, fiksi lintasmedia

tidak sama sekali baru dalam dunia sastra internasional. Namun, dengan melihat

keistimewaan dan kebaruannya seperti yang telah dipaparkan di atas, fiksi

lintasmedia merupakan karya sastra perlu dianalisis. Karya sastra sebagai objek

yang dianalisis, menurut Murtono (2010:9), dianggap sebagai sesuatu yang

menampilkan kualitas estetis yang paling beragam. Hakikat bahasa sebagai

medium menyebabkan hadirnya berbagai mediasi sehingga melahirkan berbagai

aspek estetis. Terjadinya keindahan itu diakibatkan oleh kemampuan penerima

untuk menikmatinya. Wolfgang Iser dalam bukunya The Act of Reading: A Theory

of Aesthetic Response (1976:34) mengemukakan bahwa teks memiliki arti ketika

ia dibaca. Oleh karena itu, membaca menjadi prasyarat penting bagi

proses interpretasi sastra. Titik sentral dalam pembacaan karya sastra adalah

interaksi antara struktur karya tersebut dengan penerima atau pembaca. Tidak

akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

proses pembacaannya. Dalam hal ini, analisis pembacaan terhadap teks menjadi

sesuatu yang amat penting merujuk pada model pendekatan pragmatis yang

dikemukakan oleh MH. Abrams.

Teori sastra yang menggunakan model pendekatan pragmatis salah satunya

adalah teori resepsi sastra. Junus (1985:1) mengemukakan bahwa resepsi sastra

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

7

membicarakan tentang bagaimana 'pembaca' memberikan „makna‟ terhadap karya

sastra yang dibacanya sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan

terhadapnya. Resepsi sastra tidak banyak memberikan tekanan pada teks dan

menjadi suatu gebrakan penting dalam penelitian sastra yang berbeda dari

kecenderungan selama ini.

Ada banyak pembicaraan mengenai teori resepsi sastra, namun penelitian ini

menggunakan teori estetika resepsi eksperimental yang dikemukakan oleh Rien T.

Segers. Resepsi, pada dasarnya, adalah komunikasi teks dengan pembacanya.

Apabila seorang pengarang menulis novel dan pembaca membaca karyanya,

pengarang dan pembaca adalah dua kutub proses komunikasi sastra yang sedang

berperan. Dalam pembacaan sebuah novel, saluran komunikasi terdiri atas materi

buku. Kode yang dipilih pengarang dan diketahui atau sebagian diketahui oleh

oleh pembaca memungkinkan pembaca untuk mendecode tanda-tanda tekstual

dan mengaitkan makna dengan materi teks. Saluran komunikasi memungkinkan

pembaca membaca teks sastra, di sisi lain, kode memungkinkan pembaca

menafsirkan teks sastra. Sesuai dengan kode yang didefinisikan Miller, kode

dalam sastra dapat dirumuskan sebagai suatu sistem tanda-tanda verbal yang

dipergunakan untuk menggambarkan atau menyampaikan informasi sastra

(Segers, 2000:17-18).

Estetika resepsi eksperimental merupakan disiplin instrumental yang

penting dalam penelitian evaluasi sastra karena menganggap putusan nilai sebagai

bentuk perilaku human yang dapat diukur dengan alat sinstrumen yang umumnya

digunakan dalam ilmu-ilmu sosial (Handy, 1970:16 via Segers. 2000:80).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

8

Karakter estetika resepsi ekserimental adalah karakter yang interdisipliner. Selain

itu, bagi estetika resepsi dan juga bagi estetika eksperimental berkenaan dengan

sastra, reaksi pembaca pada teks merupakan titik tolak suatu penelitian.

Kolaborasi antara estetika resepsi dengan estetika eksperimental mungkin

mengarahkan pada hasil-hasil penting bagi studi sastra, pendidikan, pengajaran

sastra, dan juga psikologi. Dalam kolaborasi ini, estetika resepsi memiliki tugas

menyusun basis penelitian teoritik dan merumuskan tujuan-tujuan penelitian;

estetika eksperimental akan memberikan kerangka bagi penelitian yang layak dan

tepat (Segers, 2000:82).

Dalam penelitian ini, fiksi lintasmedia dianalisis menggunakan teori estetika

resepsi eksperimental dengan tujuan membuktikan hipotesis bahwa ada perbedaan

tata nilai sastra dan faktor pendukung tata nilai sastra antara kelompok pembaca

sastra pada eksperimen I dan kelompok pembaca sastra pada eksperimen II

terhadap pembacaan fiksi Kau yang Mengutuhkan Aku (selanjutnya disingkat

menjadi KyMA), selain itu juga membuktikan bahwa faktor dampak memberi

sumbangan paling tinggi dalam tata nilai sastra kelompok pembaca fiksi

lintasmedia. Berdasarkan hal ini, dilakukan dua perlakuan (eksperimen) yang

berbeda dua kelompok responden. Perlakuan pada kelompok responden pertama

(eksperimen I), yakni responden dikondisikan membaca atau menikmati teks

hanya dalam format teks (tanpa audio-visual), sedangkan perlakuan pada

kelompok responden kedua (eksperimen II) adalah responden dikondisikan

membaca atau menikmati teks melalui format fiksi lintasmedia (dengan audio-

visual). Hal ini dilakukan untuk menguji adakah perbedaan terkait tata nilai

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

9

pembaca ketika teks sastra disajikan hanya dalam format teks dan dalam format

fiksi lintasmedia. Tujuan penelitian ini juga berkaitan dengan implikasi

munculnya fiksi lintasmedia yang disebut-sebut sebagai embrio genre sastra baru.

Perlunya diadakan penelitian ini juga didasari oleh pendapat Faruk

(2011:38) yang menyatakan bahwa anak-anak muda merupakan generasi

multimedia, generasi yang kepekaan inderawinya sejak kecil diasah oleh televisi

dan lanskap kehidupan yang semakin tervisualisasikan, mahasiswa termasuk di

dalam generasi yang demikian, mahasiswa sekarang cenderung tidak lagi dapat

dipesona oleh sekedar retorika bahasa, kejernihan konseptual, ketajaman

pemikiran yang kritis. Menurutnya, mahasiswa sekarang, dengan sensibilitas

multimedianya, hanya akan tertarik dengan tampilan yang multimedia, yang dapat

mengaktifkan seluruh indera mereka, dengan proses belajar-mengajar yang

membuat mereka terlibat, bukan yang membuat mereka mampu berjarak, yang

membawa mereka dalam kegiatan kolektif, bukan refleksi individual. Berdasarkan

hal itu, menurut Faruk, untuk mereka dibutuhkan sebuah metode pembelajaran

yang spesifik karena di dalam proses belajar-mengajar mahasiswa merupakan

variabel yang harus diperhitungkan. Hal tersebut juga dilatarbelakangi oleh

kenyataan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat lisan. Menurut Ong

(1982:172—173) karena ketergantungan bunyi, masyarakat lisan terus-menerus

mengasah kepekaan anggota-anggotanya terhadap bunyi, terus-menerus melatih

indera pendengarannya sebab dalam dan dengan tulisan masyarakat tidak terlalu

terdorong untuk mengingat informasi yang disampaikan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

10

Sementara itu, fiksi lintasmedia yang menjadi objek dalam penelitian ini

adalah karya yang berjudul Kau yang Mengutuhkan Aku (2011) karya Fahd

Djibran, Futih Aljihadi, dan Fiersa Besari. Karya ini diciptakan oleh tiga orang

sekaligus, yakni Fahd Djibran sebagai penyair (lyricist), Futih Aljihadi sebagai

videographer, dan Fiersa Besari sebagai musisi. Karya ini dapat diperoleh di

http://www.youtube.com/watch?v=L0pLhwvfpg0. Karya ini sampai sekarang telah

ditonton 2.250 orang dalam waktu satu bulan. Karya ini dianggap penting untuk

diteliti karena dalam karya inilah tiga profesi sekaligus bersatu untuk menciptakan

satu karya yang didalamnya terdapat muatan sastra. Jadi, fokus objek material

penelitian ini adalah pada muatan yang terdapat dalam karya tersebut.

Beranjak pada penulis fiksi tersebut, Fahd Djibran yang memiliki nama asli

Fahd Pahdepie merupakan penulis muda produktif yang telah menghasilkan

karya-karya, diantaranya A Cat in My Eyes (2008), Curhat Setan (2009), Rahim:

Sebuah Dongeng Kehidupan, Menatap Punggung Muhammad (2010), Yang

Galau, Yang Meracau (2011), dan belum lama ini meluncurkan Hidup Berawal

dari Mimpi (2012), sebuah karya kolaborasi bersama Bondan Prakoso &

Fade2Black dalam bentuk fiksi-musikal. Selain itu, karya terbaru yang

diluncurkan berjudul Perjalanan Rasa (2012). Karya fiksi lintas media yang telah

dihasilkan adalah Perpisahan Termanis (2011), Kau yang Mengutuhkan Aku

(2011), Apologia Sebuah Nama (2011) yang diluncurkan bertepatan dengan Hari

Ibu Nasional, Tentang Kita (2012), dan April (2013). Fahd dikenal sebagai

penulis kreatif yang memperkenalkan metode creative writhink dan menjadi

nominator dalam Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa Bidang Kreatif

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

11

Tahun 2009 yang diselenggarakan Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian

Pendidikan Nasional RI. Selain itu, ia juga pernah dianugerahi penghargaan

sebagai UNICEF Young Writer. Saat ini, ia merupakan peneliti di Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Sementara itu, Fiersa Besari adalah seorang musisi muda asal Bandung yang

kerap aktif berkarya. Saat ini, sudah dua album indie bertajuk akustik dan balada

dengan lirik yang liris lahir darinya, yakni album 11:11 (2012) dan Tempat Aku

Pulang (2013). Beberapa karyanya juga bisa diunduh di web pribadinya fiersa.tk.

Saat ini, Fiersa sedang dalam perjalanan menjelajah Indonesia. Selain itu,

terdapat nama Futih Al Jihadi. Futih adalah seorang seniman grafis muda yang

saat ini berkiprah di What If Artwork bersama istri dari Fahd Djibran.

Berdasar pada uraian di atas, kemunculan (embrio) genre baru ini erat

kaitannya dengan aspek pembaca, khususnya pada value judgments yang tercipta

sehingga dirasa sesuai ketika teori estetika resepsi eksperimental digunakan dalam

meneliti perbandingan antara dua perlakuan dalam penelitian ini. Tentunya,

dengan tidak mengesampingkan aspek bahwa pembacaan sastra itu bersifat poly-

interpretable.

1.2 Rumusan Masalah

Berkaitan dengan uraian di atas, permasalahan atau pertanyaan penelitian

sebagai rumusan masalah yang ingin dikemukakan dalam penelitian ini adalah

tata nilai sastra masing-masing kelompok responden terhadap teks KyMA yang

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

12

disajikan tanpa audio visual (eksperimen I) dan pada teks KyMA yang disajikan

dengan audio visual (eksperimen II).

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yakni tujuan

teoritis dan tujuan praktis. Secara teoritis, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

tata nilai sastra masing-masing kelompok responden terhadap teks KyMA yang

disajikan tanpa audio visual (eksperimen I) dan pada teks KyMA yang disajikan

dengan audio visual (eksperimen II) dengan menggunakan teori estetika resepsi

eksperimental yang dikemukakan oleh Segers untuk membuktikan hipotesis

bahwa ada perbedaan tata nilai sastra dan faktor pendukung tata nilai sastra

antara kelompok pembaca sastra pada eksperimen I dan kelompok pembaca

sastra pada eksperimen II terhadap pembacaan fiksi KyMA, selain itu juga

membuktikan bahwa faktor dampak memberi sumbangan paling tinggi dalam tata

nilai sastra kelompok pembaca fiksi lintasmedia. Dengan demikian, penelitian ini

diharapkan dapat berkontribusi terhadap perkembangan penelitian sastra

Indonesia.

Adapun tujuan praktis penelitian ini adalah menambah wawasan pembaca

dalam upaya memahami cara baru membaca sastra dan mencipta karya fiksi

lintasmedia sehingga dapat meningkatkan apresiasi pembaca terhadap fiksi

lintasmedia. Pada tahap selanjutnya, diharapkan penelitian ini mampu mendorong

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

13

peneliti-peneliti lain untuk turut menyambung dialektika demi keberagaman dan

kedalaman penelitian sastra Indonesia.

1.4 Hipotesis

Sebagaimana uraian di atas, penelitian ini mengkaji tata nilai sastra masing-

masing kelompok responden terhadap teks KyMA yang disajikan tanpa audio

visual (eksperimen I) dan pada teks KyMA yang disajikan lengkap dengan audio

visual (eksperimen II) dengan menggunakan teori estetika resepsi eksperimental

yang dikemukakan oleh Segers untuk membuktikan hipotesis. Adapun hipotesis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.4.1 Ada perbedaan tata nilai sastra antara kelompok pembaca sastra pada

eksperimen I dan kelompok pembaca sastra pada eksperimen II terhadap

pembacaan fiksi KyMA.

1.4.2 Ada perbedaan faktor pendukung tata nilai sastra antara kelompok pembaca

sastra pada eksperimen I dan kelompok pembaca sastra pada eksperimen II

terhadap pembacaan fiksi KyMA.

1.4.3 Faktor dampak memberi sumbangan paling tinggi dalam tata nilai sastra

kelompok pembaca fiksi lintasmedia KyMA.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

14

1.5 Tinjauan Pustaka

Salah satu tulisan yang membahas tentang fiksi lintas media adalah

“Keniscayaan Hadirnya Fiksi Lintasmedia” oleh Damar Junianto (dalam

Kompasiana, 18 November 2011). Pembicaraan dalam tulisan ini adalah seputar

kehadiran fiksi lintasmedia dan terminologinya. Tulisan tersebut menghasilkan

kesimpulan bahwa fiksi lintasmedia hadir seiring dengan kemajuan zaman, ia

menetas dari kemajuan teknologi. Terminologi fiksi lintasmedia secara sederhana

dikemukakan sebagai sebuah kisah atau cerita yang disajikan dengan memadukan

dua atau lebih medium yang berbeda, misalnya tulisan dengan audio-visual atau

tulisan, musik, serta audio-visual sekaligus.

Pembicaraan lain adalah pada artikel “Dengar Fiksinya, Baca Musiknya”

oleh Subakti Erri (dalam Kompasiana, 21 November 2011). Tulisan tersebut

menyatakan bahwa kini menghadirkan puisi atau fiksi tidak sekadar musikalisasi

puisi yang hanya bisa dipentaskan di panggung-panggung kesenian, tetapi melalui

medium internet blog, youtube, jejaring sosial, yang kita tidak saja berbagi

inspirasi dan ide hanya lewat kata-kata, melainkan juga bisa menggabungkan

berbagai nuansa seni. Fiksi lintasmedia adalah salah satu contoh konkretnya.

Menurut Er, sebuah tulisan dalam dunia blogging kini tidak hanya mengandalkan

diksi sastra, tapi juga bisa menampilkan ambience atas apa yang dirasakan dan

ingin ungkapkan.

Sementara itu, tulisan-tulisan yang menggunakan teori dan metode estetika

resepsi eksperimental belum banyak ditemukan. Berikut ini terdapat dua buah

skripsi mahasiswa dalam lingkungan Fakultas Ilmu Budaya UGM yang

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

15

membahas studi eksperimental resepsi sastra. Penelitian pertama merupakan

skripsi dari Dyah Hasto Palupi (1987) yang berjudul “Tata Nilai Pembaca Sastra

terhadap Tiga Buah Cerita Pendek Indonesia: Sebuah Studi Eksperimental Resepsi

Sastra”. Penelitian ini mengambil tiga objek, yakni cerpen Ancam-ancaman karya

Julius Sirajanamual, Jodoh (1999) karya A. A. Navis, dan Meja karya Hamid

Jabar. Palupi membagi populasi menjadi dua kelompok, yakni kelompok pembaca

akademik dan non akademik. Namun, kedua kelompok tersebut adalah kelompok

intelektual.

Sementara itu, penelitian selanjutnya merupakan skripsi dari Johan Argono

(2007) yang berjudul “Kajian Eksperimental Resepsi Sastra terhadap Cerkak

Lelakone Si Lan Man”. Penelitian ini merupakan penelitian terhadap karya sastra

Jawa yang berbentuk cerkak dan berbahasa Jawa pula. Argono membagi populasi

menjadi dua kelompok, yakni kelompok mahasiswa Jurusan Sastra Nusantara

yang memang kesehariannya mengapresiasi karya sastra Jawa, dengan kelompok

mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia yang justru kesehariannya mengapresiasi

karya sastra berbahasa Indonesia. Argono berasumsi bahwa ada perbedaan

pendapat yang signifikan antara kelompok kritikus dengan latar belakang

akademis Sastra Nusantara dan Sastra Indonesia. Asumsi selanjutnya adalah ada

perbedaan faktor-faktor yang mendukung tata nilai sastra antara kedua kelompok

tersebut. Kedua skripsi di atas dapat memberikan referensi pada penulis tentang

teori dan metode estetika resepsi eksperimental milik Segers.

Selain kedua skripsi di atas, terdapat laporan penelitian yang ditulis oleh

Cahyaningrum Dewojati (2008) berjudul “Keterbacaan Novel Laskar Pelangi di

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

16

Kecamatan Sanden”. Penelitian tersebut berusaha menjelaskan adanya fenomena

keterbacaan karya sastra, khususnya Laskar Pelangi di komunitas generasi muda

desa di wilayah Sanden, Bantul. Penelitian ini juga berusaha mengungkapkan

tanggapan pembaca yang berangkat dari frame budaya desa dalam merespon

novel Laskar Pelangi sebagai produk global. Penelitian ini bermaksud

menjelaskan pengaruh karya sastra tersebut dalam kehidupan sosial-budaya

mereka. Dalam hal ini, penelitian ini menggunakan teori resepsi sastra

eksperimental dalam menganalisis keterbatasan novel Laskar Pelangi tersebut.

Di samping itu, terdapat sebuah disertasi oleh Titin Nurhayatin (2011) dari

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Disertasi tersebut berjudul

“Efektivitas Model Pembelajaran Membaca Fiksi dengan Pendekatan Estetika

Resepsi”. Teori dan metode pendekatan estetika resepsi yang dipakai dalam

disertasi ini adalah teori dan metode milik Segers model Indiana. Model

pembelajaran membaca prosa fiksi dengan pendekatan estetika resepsi diberikan

di kelas perlakuan dan pendekatan konvensional diberikan di kelas kontrol.

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara kemampuan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa,

Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas Pasundan dalam membaca prosa

fiksi dengan pendekatan estetika resepsi dengan kemampuan mahasiswa

membaca prosa fiksi dengan pendekatan konvensional. Selain itu, ia telah sampai

pada kesimpulan bahwa model pembelajaran membaca prosa fiksi dengan

pendekatan estetika resepsi lebih efektif meningkatkan hasil dan kualitas proses

pembelajaran daripada model pembelajaran membaca prosa fiksi dengan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

17

pendekatan konvensional. Sebagaimana kedua skripsi di atas, disertasi ini juga

dapat memberikan referensi pada penulis tentang teori dan metode estetika resepsi

eksperimental milik Segers.

Terdapat pula penelitian lain yang menggunakan teori estetika resepsi

eksperimental, yakni penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningrum Dewojati

yang berjudul “Pendidikan Karakter dalam Karya Sastra” (2012). Penelitian ini

mengkaji internalisasi nilai-nilai dalam cerpen Robohnya Surau Kami, Senyum

Karyamin, dan Telepon dari Aceh karya Seno Gumira Adjidarma. Teori yang

digunakan adalah teori estetika resepsi eksperimental model Indiana dan Yale.

Penelitian ini menggunakan responden para pelajar SMA di Yogyakarta.

Tulisan di atas telah menggunakan teori resepsi sastra eksperimental Segers.

Namun, objek material yang diteliti sejauh ini hanya sampai pada cerita pendek

dan efektivitas model pembelajaran fiksi. Sementara itu, sepengetahuan penulis,

penelitian-penelitian mengenai fiksi lintasmedia belum dibicarakan mengingat

kemunculannya yang belum lama dan masih terbatas, sejauh ini hanya sebatas

tulisan-tulisan esai dalam media massa seperti yang diuraikan di atas. Topik-topik

penelitian yang berkaitan mengenai kajian estetika resepsi eksperimental pada

fiksi lintasmedia hingga saat ini belum ditemukan.

1.6 Landasan Teori

Fiksi, menurut Stanton (2007:21—22), dibagi menjadi dua, yakni fiksi

serius dan fiksi populer. Fiksi serius bermaksud menyajikan pengalaman

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

18

kemanusiaan melalui fakta-fakta, tema-tema, dan sarana-sarana kesastraan.

Untuk memahami dan menikmatinya, kadang-kadang harus dilakukan semacam

analisis terhadap bagian-bagian tersebut dan relasi-relasinya satu sama lain.

Sementara itu, fiksi populer juga bermaksud menyajikan pengalaman

kemanusiaan. Hanya saja, tidak diperlukan perlakuan-perlakuan khusus atau

analisis-analisis untuk memahami fiksi jenis ini.

Fiksi lintasmedia dapat digolongkan dalam fiksi populer. Dalam tulisan

Damar Junianto (dalam Kompasiana, 18 November 2011) yang berjudul

“Keniscayaan Hadirnya Fiksi Lintasmedia”, dipaparkan bahwa fiksi lintasmedia

hadir seiring dengan kemajuan zaman dan menetas dari kemajuan teknologi.

Terminologi fiksi lintasmedia secara sederhana ia kemukakan sebagai sebuah

kisah atau cerita yang disajikan dengan memadukan dua atau lebih medium yang

berbeda, misalnya tulisan dengan audio-visual atau tulisan, musik, serta audio-

visual sekaligus.

Sementara itu, Fahd Djibran dalam tulisannya “Saya, Revolvere Project, dan

(Gagasan) Fiksi Lintasmedia” (2010) menyatakan bahwa format fiksi-musik-

visual memang bukan hal yang sama sekali baru, tetapi memang masih belum

umum. Alasannya mengerjakan karya-karya fiksi-auvi (fiksi-audio-visual,

meminjam istilah lain dari Bambang Trimansyah) karena ia menemukan cara baru

menyediakan „pintu‟ dan „jendela‟ yang bisa mengajak penikmatnya memasuki

dirinya masing-masing. Musik membantu menyituasikan perasaan, sementara

visual (foto, gambar bergerak, citra, warna) membantu daya imajinasi. Djibran

beranggapan bahwa jika kedua elemen ini digabung dengan fiksi dalam konsep

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

19

audio-visual, karya tersebut akan mengajak pembaca menemukan dirinya dalam

karya yang bersangkutan secara lebih baik. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan

bahwa karya sastra juga erat kaitannya dengan pembaca.

Hubungan antara karya dan pembacanya dijelaskan dalam proses

komunikasi sastra. Menurut Dieter Janik, ada tiga lapisan komunikasi dalam

sastra. Lapisan pertama berkenaan dengan hubungan komunikasi antara

pengarang, teks, dan pembaca. Lapisan kedua terdiri atas komunikasi antara

narator dan pembaca implisit (implied reader, yang menunjuk pada peran

pembaca dalam teks). Adapun lapisan ketiga dalam (sepanjang) tiga poros. Poros

horizontal menyajikan tiga jenis penyelidikan semiotik (murni, deskriptif, dan

terapan); poros vertikal menyajikan tiga tataran hubungan semiotik (sintaktik,

semantik, dan pragmatik); dan poros yang menyajikan tiga kategori sarana terdiri

atas hubungan komunikasi timbal balik antarpelaku dan teks (Segers, 2000:15).

Resepsi pada dasarnya adalah komunikasi teks dengan pembacanya.

Apabila seorang pengarang menulis novel dan pembaca membaca karyanya,

pengarang dan pembaca adalah dua kutub proses komunikasi sastra yang sedang

berperan. Dalam pembacaan sebuah novel, saluran komunikasi terdiri atas materi

buku. Kode yang dipilih pengarang dan diketahui atau sebagian diketahui oleh

oleh pembaca memungkinkan pembaca untuk mendecode tanda-tanda tekstual

dan mengaitkan makna dengan materi teks. Saluran komunikasi memungkinkan

pembaca membaca teks sastra, di sisi lain, kode memungkinkan pembaca

menafsirkan teks sastra Sesuai dengan kode yang didefinisikan Miller, kode

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

20

dalam sastra dapat dirumuskan sebagai suatu sistem tanda-tanda verbal yang

dipergunakan untuk menggambarkan atau menyampaikan informasi sastra

(Segers, 2000:17--18).

Teori resepsi sastra merupakan salah satu pendekatan pragmatis dalam

ilmu sastra. Pendekatan pragmatis mempertimbangkan implikasi pembaca melalui

berbagai kompetensinya. Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan

pembaca, maka masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan

pragmatis, diantaranya adalah berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap

sebuah karya sastra, baik sebagai pembaca eksplisit maupun implisit, baik dalam

kerangka sinkronis maupun diakronis (Ratna, 2010:72)

Selain itu, interpretasi dan evaluasi dalam teks sastra sebagian besar

bergantung pada identifikasi dan analisis terhadap konotasi. Informasi yang

disampaikan dalam oleh teks sastra sebagai suatu keseluruhan memiliki sifat

konotatif sedemikian rupa sehingga menimbulkan penafsiran dan penilaian yang

berbeda terhadap suatu teks. Poliinterpretabilitas suatu teks sastra memungkinkan

pembaca mempunyai beberapa kode. Penerima kode mempunyai kebebasan untuk

menerapkan kodenya sendiri atas kode tekstual yang berbeda, dan mengabaikan

kode pengirim informasi. (Segers, 200:21)

Dari pandangan mengenai resepsi seperti yang dikemukakan, dapat

diketahui bahwa upaya penelitian sastra dari sisi resepsi pembaca dapat dilakukan

terhadap sambutan atas karya sastra yang berkembang, sebagaimana yang dapat

dilakukan terhadap karya sastra lama. Demikian pula, penelitian dari sisi pembaca

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

21

ini juga dapat dilakukan terhadap sambutan karya-karya yang sewaktu. Penelitian

yang pertama sering disebut dengan penelitian sambutan pembaca historis dan

kedua di disebut dengan penelitian sambutan pembaca kotemporer (Segers, 1978:

96--97).

Penelitian terhadap pembaca ini juga berhubungan dengan penelitian

terhadap khalayak. Menurut Stokes (2006:148), penelitian khalayak menempatkan

pengalaman manusia sebagai pusat penelitian. Meneliti khalayak media dan

budaya memungkinkan peneliti menyelidiki manfaat-manfaat sosial media.

Dengan mencermati bagaimana teks-teks diterima, peneliti akan mampu

memahami dampak, efek, dan pengaruh media. Penelitian khalayak juga

memungkinkan untuk meneliti apa yang diperoleh orang-orang dari media, yang

mereka sukai (dan tidak disukai), serta mengapa. Dalam hal ini, pemahaman

tersebut memberikan beberapa pertimbangan untuk penelitian dalam skripsi ini.

Penelitian ini meneliti pembaca terhadap sambutan atas karya sastra yang

berkembang, yaitu fiksi lintasmedia, fiksi yang berkembang karena kemajuan

teknologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tata nilai sastra masing-masing

kelompok responden terhadap teks KyMA yang disajikan tanpa audio visual

(eksperimen I) dan pada teks KyMA yang disajikan dengan audio visual

(eksperimen II) dengan menggunakan teori estetika resepsi eksperimental yang

dikemukakan oleh Segers untuk membuktikan hipotesis bahwa ada perbedaan

tata nilai sastra dan faktor pendukung tata nilai sastra antara kelompok pembaca

sastra pada eksperimen I dan kelompok pembaca sastra pada eksperimen II

terhadap pembacaan fiksi KyMA, selain itu juga membuktikan bahwa faktor

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

22

dampak memberi sumbangan paling tinggi dalam tata nilai sastra kelompok

pembaca fiksi lintasmedia.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Menurut Nawawi

(2007:88), metode eksperimen adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk

mengungkapkan hubungan sebab akibat dua variabel atau lebih dengan

mengendalikan pengaruh variabel yang lain. Metode ini dapat dibedakan menjadi

dua jenis dari segi tujuannya, yakni eksperimen eksploratif (explorative

experimental) dan eksperimen pengembangan (developmental experiment).

Eskperimen eksploratif bermaksud mempertajam masalah dan perumusan

hipotesis tentang hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih.

Eksperimen eksploratif ini biasanya menggunakan binatang atau benda

percobaan. Sementara itu, eksperimen pengembangan dilakukan untuk menguji

atau membuktikan hipotesis dalam rangka menyusun generalisasi yang berlaku

umum (Nawawi, 2007:88). Oleh karena itu, penelitian estetika resepsi

eksperimental ini termasuk dalam eksperimen pengembangan.

Sasaran studi dalam penelitian ini adalah tata nilai pembaca. Tata nilai

pembaca sastra diteliti dengan instrumen metodologi penelitian ilmu sosial.

Metode penelitian yang digunakan dipinjam dari psikologi dengan beberapa

modifikasi dan menggunakan beberapa prosedur statistik (Segers, 2000:111).

Sementara itu, pertimbangan penggunaan ilmu statistika ini, yakni (1)

statistik bekerja dengan angka-angka, angka memiliki dua arti, yaitu sebagai

jumlah atau frekuensi dan angka yang menunjukkan nilai atau harga yang

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

23

berkaitan dengan kualitas, (2) statistik bersifat objektif, hal ini menyangkut arti

dan penggunaan kenyataan-kenyataan statistik adalah persoalan lain yang berada

di luar kompetensi statistik, dan (3) statistik bersifat universal, dapat digunakan

pada hampir semua bidang penelitian, baik dalam wilayah eksakta maupun sosial

(Hadi, 1982:222).

Dalam penelitian estetika resepsi eksperimental, terdapat beberapa

permasalahan yang harus diselesaikan untuk memperoleh gambaran mengenai

tata nilai pembaca, yaitu perbedaan penilaian secara keseluruhan, tingkat

kesamaan dan hubungan antara kriteria penilaian dengan keseluruhan penilaian,

faktor analisis atau pengelompokan, dan korelasi antara macam-macam perangkat

kriteria dengan evaluasi keseluruhan terhadap cerpen (Segers, 2000:112).

Untuk menjawab permasalahan pertama, akan dibandingkan cerita dengan

sangat sederhana, yaitu dengan merata-rata (mean) nilai keseluruhan yang

diberikan oleh semua responden dalam kelompok tertentu. Nilai ini tidak

memberitahukan apapun tentang bagaimana responden sampai pada penilaiannya,

tetapi memberi ukuran global tentang reaksi-reaksi evaluatif dan nilai yang

sebenarnya yang diberikan oleh responden kepada beberapa cerpen yang menjadi

objek (Segers, 2000:112).

Untuk jawaban permasalahan kedua, indeks bernomor akan digunakan dan

akan disebut koefisien korelasi (r). Hal ini digunakan untuk mengukur tingkat

kesamaan dari dua belas kriteria pada saat dipakai oleh para penilai, dan hubungan

antara 12 kriteria dengan keseluruhan evaluasi. Semakin tinggi koefisiennya,

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

24

semakin dekat hubungan antara kedua perangkat nilai itu ketika hubungan itu

diterapkan. Dengan kata lain, semakin tinggi korelasi, semakin baik orang dapat

menduga nilai sebuah cerita dengan satu variabel dengan nilainya pada variabel

lain (Segers, 2000:112-113).

Permasalahan ketiga dapat ditunjukkan dengan menggunakan prosedur yang

disebut factor analysis. Faktor analisis adalah prosedur yang dirancang untuk

mengidentifikasi jumlah dan sifat dimensi yang menjadi dasar pengukuran ganda.

Faktor analisis adalah suatu konstruksi, suatu kesatuan hipotesis yang

diperkirakan mendasari tes-tes dan perfomansi tes. Terdapat tiga langkah faktor

analisis, yaitu persiapan matriks korelasi, meringkas faktor-faktor penting;

penyelidikan pengurangan data, dan rotasi kea rah pemecahan terakhir; pencarian

faktor-faktor sederhana dan dapat diinterpretasi. Berapa banyak faktor yang

diringkas bergantung pada keputusan peneliti. Dalam banyak hal, ini adalah

prosedur trial and error untuk menemukan sejumlah faktor yang memadai

(Segers, 2000:113).

Sementara itu, permasalahan keempat dapat dijawab dengan menguji

korelasi antara faktor-faktor yang muncul dalam faktor analisis dengan evaluasi

keseluruhan atas semua cerita digabung dan masing-masing cerita secara terpisah.

Skor total pada semua variabel yang paling representative dari semua faktor

khusus, dihitung untuk masing-masing penilaian person terhadap cerpen tertentu.

Skor total ini dibandingkan dengan nilai yang diberikan seseorang dalam

evaluasinya terhadap sebuah cerita secara keseluruhan. Jika korelasinya tinggi

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

25

menyarankan bahwa faktor-faktor yang muncul benar-benar membentuk dimensi-

dimensi yang menentukan evaluasi keseluruhan. Jika korelasinya rendah mungkin

menandakan bahwa yang terakhir itu bukan merupakan masalah, jelas bahwa ada

serangkaian kemungkinan di dalamnya (Segers, 2000:114). Keempat

permasalahan yang akan dipecahkan di atas adalah untuk memperoleh gambaran

tata nilai pembaca sastra dalam penelitian ini.

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode estetika

resepsi eksperimental seperti yang dikembangkan oleh Segers. Kajian ini hanya

mengenai value judgment yang berlandaskan pada satu kriteria atau lebih yang

relevan dengan studi sastra (Segers, 2000:101). Value judgment pembaca diteliti

dengan instrumen metodologi penelitian ilmu sosial. Salah satu tujuan studi ini

ialah menemukan seberapa jauh penelitian semacam itu dapat membantu studi

sastra umumnya dan studi penelitian sastra khususnya (Segers, 2000:102). Metode

penelitian yang digunakan dipinjam dari psikologi dengan beberapa modifikasi

dan menggunakan beberapa prosedur statistik (2000:101).

Penelitian ini mengkaji pendapat responden dalam penilaian karya sastra.

Dalam hal ini responden berkedudukan sebagai informed reader, ‟pembaca yang

diberi informasi‟. Informed reader dibatasi dengan tiga karakteristik, yaitu (1)

pewira kompeten terhadap bahasa yang dipakai dalam teks, (2) memiliki

pengetahuan semantik yang penuh, pendengar dewasa yang dapat memahami

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

26

tugasnya; ini termasuk pengetahuan (misalnya pengalaman menciptakan dan atau

memahami) atau perangkat leksikal, kemungkinan kolokasi, idiom, dialek

profesional, dan lain-lain, dan (3) memiliki kompetensi sastra (Fish, 1972:406).

Beberapa kriteria di atas akan merujuk pada kriteria yang termasuk dalam

populasi. Responden yang dipilih adalah responden yang berlatar belakang

pendidikan akademik Jurusan Sastra Indonesia. Penelitian ini tidak

mengelompokkan responden berdasarkan latar belakangnya, tetapi berdasarkan

perlakuan dalam eksperimen. Perlakuan pertama adalah membaca fiksi hanya

dalam format teks (tanpa audio-visual). Sementara itu, perlakuan kedua adalah

membaca cerpen dalam bentuk fiksi lintasmedia (dengan audio-visual). Kedua

kelompok tersebut diminta untuk memberikan pendapat terhadap karya fiksi

lintasmedia KyMA.

Untuk menjaring pendapat dari kedua kelompok tersebut, peneliti

menggunakan kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini seluruhnya

menggunakan kuesioner yang telah digunakan oleh Segers terhadap mahasiswa

Universitas Yale di Amerika pada tahun 1974 sampai dengan 1975. Kuesioner

tersebut menggunakan teknik skala kuesioner bedaan semantik yang nantinya

masing-masing responden menilai sebuah fiksi lintasmedia dengan mengisi

kuesioner tersebut. Berdasarkan jawaban pada kuesioner tersebut akan diketahui

penilaian masing-masing kelompok terhadap karya tersebut. Penilaian dalam

kuesioner tersebut diwujudkan dengan angka-angka. Angka-angka tersebut

diwujudkan berdasarkan jawaban yang dipilih oleh masing-masing responden

sehingga dapat memudahkan pengolahan dan analisis.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

27

Sementara itu, oleh karena penelitian ini bersifat eksperimental, yakni

eksperimen pengembangan, dibutuhkan uraian mengenai variabel-variabel yang

tepat. Menurut Bungin (2005:59-60), variabel atau ubahan berarti faktor tak tetap

atau berubah-ubah atau bervariasi. Dengan demikian, variabel adalah fenomena

yang bervariasi dalam bentuk, kualitas, mutu standar, dan sebagainya yang

penjelasannya amat sangat bervariasi sebagaimana bervariasinya variabel itu

sendiri. Singkatnya, menurut Hadi (1982:437) segala sesuatu yang akan menjadi

objek pengamatan dalam penelitian itu disebut sebagai variabel atau ubahan.

Ada dua variabel dalam penelitian ini yang digunakan untuk

pengelompokan data, diantaranya variabel bebas dan terikat. Menurut Hadi

(1982:437), variabel bebas merupakan variabel yang efeknya dinilai dari kriteria-

kriteria dan variabel terikat merupakan variabel perilaku sebagai kriteria dari

mana efek perlakuan hendak dinilai.

Sementara itu, variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini

dijelaskan berikut ini.

1.7.1 Variabel bebas, yakni karya fiksi lintasmedia KyMA dan dua kelompok

responden.

1.7.2 Variabel terikat, yakni kemampuan responden dalam memahami fiksi

lintasmedia KyMA yang diwujudkan melalui 17 kriteria dalam kuesioner

bedaan semantik.

Jadi, penelitian ini akan membahas pendapat dari dua kelompok responden,

yakni kelompok pembaca fiksi tanpa audio-visual dan kelompok pembaca fiksi

dengan audio-visual dalam memahami fiksi lintasmedia KyMA yang diwujudkan

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

28

melalui tata nilai masing-masing kelompok melalui kuesioner bedaan semantik

sebagai data yang akan dianalisis dalam penelitian ini.

Penelitian ini menggunakan 17 pertanyaan yang seluruhnya diambil dari

kuesioner penelitian Segers yang berjumlah 20 pertanyaan, artinya dalam

penelitian ini menghilangkan 3 pertanyaan karena dianggap kurang relevan.

Seluruhnya merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Segers terhadap

mahasiswa Universitas Yale di Amerika pada tahun 1974 sampai dengan 1975.

Keduapuluh pertanyaan tersebut lahir dari tiga faktor yang berkaitan erat

dengan kriteria pembaca terhadap sebuah cerita pendek. Menurut Segers

(2000:158), ketiga faktor yang dimaksud adalah faktor kebaruan, dampak, dan

bentukan. Keduapuluh pertanyaan dalam kuesioner tersebut merupakan

perwujudan dari tiga faktor tersebut yang terdapat kriteria-kriteria sastra di

dalamnya. Kriteria-kriteria tersebut, meliputi tema, universalitas, bahasa, plot,

orisinalitas (keaslian), keterlibatan, teknik narasi, karakterisasi, tempo, kerumitan,

dapat dipahami, struktur, masuk akal, khayalan (imaji), isi, aspek mengikat, ironis,

suka cita, bentuk, dan minat. Namun, dalam penelitian ini hanya digunakan 17

kriteria, 3 kriteria yang lain sengaja tidak dipakai karena kurang tepat dalam kasus

penelitian ini. Poin khayalan (imaji), kerumitan, dan ironis adalah tiga poin yang

sengaja dihilangkan dalam kuesioner penelitian ini.

Beberapa aspek di atas dicari dengan menggunakan alat, yakni kuesioner

dengan teknik skala bedaan semantik. Teknik ini menggunakan tujuh nilai ruang,

sebagai contoh berikut ini.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

29

Sangat

buruk Buruk

Agak

buruk Cukup

Agak

baik Baik Sangat baik

1 2 3 4 5 6 7

Sangat

tidak setuju

Tidak

setuju

Agak

setuju

Cukup

setuju setuju

sangat

setuju

Sangat amat

setuju

(sempurna)

1 2 3 4 5 6 7

Bergerak dari kiri ke kanan, simbol di atas dapat dibaca: sangat buruk, buruk,

agak buruk, cukup, agak baik, baik, sangat baik. Selain itu, juga bisa dibaca sangat

tidak setuju, tidak setuju, agak setuju, cukup setuju, setuju, sangat setuju, sangat

amat setuju (sempurna). Dari kiri ke kanan jawaban tersebut mempunyai nilai

mulai 1 (satu) sampai dengan 7 (tujuh). Dalam penerapannya, responden diminta

untuk membuat keputusan yang paling tepat sesuai dengan penilaiannya masing-

masing dengan memberikan tanda yang sesuai. Nilai yang dihasilkan pada setiap

butir pasangan kata bedaan semantik berjarak satu sampai tujuh sehingga makin

tinggi nilainya makin dekat korelasinya, demikian pula sebaliknya.

Sementara itu, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis.

Hipotesis I dan II dibuktikan dengan melakukan analisis uji t atau uji perbedaan,

sedangkan hipotesis III dibuktikan dengan melakukan analisis regresi. Yang

dimaksud dengan uji perbedaan atau uji t adalah sebuah pengujian yang bertujuan

untuk melihat apakah sebuah sampel mempunyai perbedaan yang nyata dengan

sampel yang lain (Tim BPS, 2009:35). Pada penelitian ini, digunakan analisis uji t

dua sampel. Uji t dua sampel akan membandingkan rata-rata dari dua kelompok

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

30

yang tidak berhubungan satu dengan yang lain, dengan tujuan apakah kedua

kelompok tersebut mempunyai rata-rata yang sama ataukah tidak secara signifikan

(Tim BPS, 2009:37). Sementara itu, analisis regresi dilakukan dengan tujuan

mencari seberapa besar pengaruh sebuah variabel terhadap variabel yang lain

(Tim BPS, 2009:50).

Untuk memudahkan, langkah-langkah kerja penelitian ini adalah sebagai

berikut. Pertama, menyiapkan rancangan instrumen (Segers, 2000:110).

Selanjutnya, hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden ditabulasikan untuk

diukur, kemudian dianalisis apakah ada korelasi antara faktor-faktor dan evaluasi

keseluruhan. Dalam penelitian ini, dilakukan dua perlakuan yang berbeda.

Perlakuan pertama adalah membaca fiksi hanya dalam format teks (tanpa audio-

visual). Sementara itu, perlakuan kedua adalah membaca cerpen dalam bentuk

fiksi lintasmedia (dengan audio-visual). Kedua kelompok tersebut diminta untuk

memberikan pendapat terhadap karya fiksi lintasmedia KyMA.

Langkah-langkah penelitian akan dipaparkan lebih rinci pada poin-poin

berikut ini.

1. Menentukan bahan atau materi yang digunakan dalam penelitian.

2. Menentukan populasi, sampel, dan data.

3. Menentukan responden.

Responden diambil dari mahasiswa tingkat akhir Jurusan Sastra Indonesia

FIB UGM yang dirasa telah mendapatkan keilmuan yang cukup dalam hal

kritik sastra.

4. Melakukan studi pustaka.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

31

5. Menyusun kuesioner.

Dalam hal ini, kuesioner yang dipakai diadaptasi dari penelitian terdahulu,

yakni penelitian yang dilakukan oleh Segers dengan topik yang sama.

6. Mengambil data dengan pengisian kuesioner oleh responden.

7. Tabulasi data hasil pengisian kuesioner oleh responden dengan menggunakan

metode Segers.

8. Mengidentifikasi perbedaan penilaian secara keseluruhan yang diberikan oleh

masing-masing kelompok responden terhadap karya.

9. Mengidentifikasi tingkat kesamaan dan hubungan antara kriteria penilaian

dengan keseluruhan penilaian terhadap karya.

10. Mencari faktor analisis, mengelompokkan kriteria-kriteria menjadi perangkat

atau item-item yang saling berhubungan.

11. Menganalisis korelasi antara macam-macam perangkat kriteria dengan

evaluasi keseluruhan.

12. Mengkaji hipotesis.

13. Menarik kesimpulan.

1.8 Populasi, Sampel, dan Data

Berdasarkan kedudukan responden sebagai informed reader, populasi pada

penelitian ini adalah para kritikus sastra yang memiliki kriteria, yaitu (1)

kompeten dalam menggunakan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tulis,

(2) memiliki pengetahuan seputar karya sastra, (3) memiliki kompetensi dalam

kritik sastra, (4) merupakan digital natives, dan (5) merupakan mahasiswa tingkat

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

32

akhir Jurusan Sastra Indonesia yang dipastikan memiliki pengetahuan tentang

sastra dan memiliki kompetensi dalam kritik sastra.

Berdasarkan populasi tersebut, diambil 60 mahasiswa sebagai sampel.

Masing-masing tiga puluh responden diberi dua perlakuan yang berbeda.

Perlakuan untuk 30 responden pertama adalah responden dikondisikan membaca

fiksi hanya dalam format teks (tanpa audio-visual), sedangkan perlakuan untuk 30

responden lainnya adalah responden dikondisikan membaca cerpen dalam bentuk

fiksi lintasmedia (dengan audio-visual).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan teknik

purposive random sampling, yaitu pemilihan secara acak dari sekelompok subjek

yang didasarkan pada ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya; dan

setiap individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk ditugaskan

menjadi anggota sampel (Hadi, 1993: 74-78).

1.9 Sistematika Penyajian

Laporan ini disajikan dalam tiga bab. Pembagian pembahasan pada tiap-tiap

bab tersebut adalah sebagai berikut.

Bab I berupa pendahuluan yang mencakup latar belakang penelitian,

rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis, tinjauan pustaka, landasan teori,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64447/potongan/S1-2013... · akan mungkin untuk mendeskripsikan tanggapan pembaca tanpa menganalisis

33

Bab II berisi pemaparan hasil laporan penelitian berdasarkan kedua

eksperimen dan analisis tata nilai sastra masing-masing kelompok responden

terhadap teks KyMA yang disajikan tanpa audio visual (eksperimen I) dan pada

teks KyMA yang disajikan dengan audio visual (eksperimen II).

Bab III berisi kesimpulan dan saran.