bab i pendahuluan 1.1 latar belakang penelitianrepository.upi.edu/31350/4/fpeb_s_eki_1300722_chapter...

12
Risa Sari Pertiwi, 2017 IMPLIKASI PEDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF TERHADAP KESEJAHTERAAN MUSTAHIK BERDASARKAN MAQASHID SYARIAH (SURVEI PADA MUSTAHIK DI MISYKAT DPU DT BANDUNG) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ekonomi Islam menjadi bagian dari keseluruhan ajaran Islam yang salah satunya memberikan jaminan terwujudnya kesejahteraan. Pandangan ekonomi Islam bahwa kesejahteraan bukan semata-mata hanya permasalahan distribusi ekonomi secara material, namun ada hal lainnya yaitu spiritual (Purwana, 2014). Selain itu menurut Hikmat (2010) menyebutkan bahwa kesejahteraan material dan spiritual merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembangunan. Adapun kesejahteraan menurut al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulum Al-Din yaitu tercapainya kemaslahatan yang akan terwujud apabila terpeliharanya tujuan syara’ (Maqashid al-Shari’ah) (Karim, 2014). Oleh karena itu maka negara memiliki peranan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya baik secara material maupun spiritual. Kesejahteraan biasanya selalu dikaitkan dengan permasalahan kemiskinan dalam menilai keberhasilan pembangunan di suatu negara. Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada persoalan kemiskinan yang relatif tinggi. Kemiskinan di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan seperti sandang, pendidikan, perumahan, dan kesehatan. Gambar 1.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Sumber: Badan Pusat Statistik (2016) Berdasarkan Gambar 1.1 data BPS pada September 2016 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27 juta jiwa dengan persentase 11,68 persen 28280030 28592790 28005410 28553930 27727780 28513570 27764320 2013 2014 2015 2016 Semester 1 (Maret) Semester 2 (September)

Upload: others

Post on 21-Mar-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/31350/4/FPEB_S_EKI_1300722_Chapter 1.pdf · Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah

Risa Sari Pertiwi, 2017

IMPLIKASI PEDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF TERHADAP KESEJAHTERAAN MUSTAHIK

BERDASARKAN MAQASHID SYARIAH (SURVEI PADA MUSTAHIK DI MISYKAT DPU DT BANDUNG)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Ekonomi Islam menjadi bagian dari keseluruhan ajaran Islam yang salah

satunya memberikan jaminan terwujudnya kesejahteraan. Pandangan ekonomi

Islam bahwa kesejahteraan bukan semata-mata hanya permasalahan distribusi

ekonomi secara material, namun ada hal lainnya yaitu spiritual (Purwana, 2014).

Selain itu menurut Hikmat (2010) menyebutkan bahwa kesejahteraan material dan

spiritual merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembangunan.

Adapun kesejahteraan menurut al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulum Al-Din

yaitu tercapainya kemaslahatan yang akan terwujud apabila terpeliharanya tujuan

syara’ (Maqashid al-Shari’ah) (Karim, 2014). Oleh karena itu maka negara

memiliki peranan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya baik secara

material maupun spiritual.

Kesejahteraan biasanya selalu dikaitkan dengan permasalahan kemiskinan

dalam menilai keberhasilan pembangunan di suatu negara. Indonesia saat ini

sedang dihadapkan pada persoalan kemiskinan yang relatif tinggi. Kemiskinan di

Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dipandang sebagai

ketidakmampuan dari sisi ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan dasar makanan

dan bukan makanan seperti sandang, pendidikan, perumahan, dan kesehatan.

Gambar 1.1

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016)

Berdasarkan Gambar 1.1 data BPS pada September 2016 jumlah penduduk

miskin di Indonesia mencapai 27 juta jiwa dengan persentase 11,68 persen

28280030 28592790

28005410

28553930

27727780

28513570

27764320

2013 2014 2015 2016

Semester 1 (Maret) Semester 2 (September)

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/31350/4/FPEB_S_EKI_1300722_Chapter 1.pdf · Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah

2

Risa Sari Pertiwi, 2017

IMPLIKASI PEDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF TERHADAP KESEJAHTERAAN MUSTAHIK

BERDASARKAN MAQASHID SYARIAH (SURVEI PADA MUSTAHIK DI MISYKAT DPU DT BANDUNG)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terhadap total penduduk Indonesia. Jumlah penduduk miskin ini meskipun

mengalami penurunan sebesar 241,1 ribu jiwa pada Maret 2016, namun

persentase penurunan tersebut belum terlihat signifikan yaitu hanya 0,86 persen.

Hal ini menunjukan bahwa masih terdapat 27,76 juta penduduk Indonesia yang

berada di bawah garis kemiskinan dengan rata-rata penghasilan sebesar Rp.

354.386 per kapita per bulan (BPS, 2016). Selain itu berdasarkan data tersebut

bahwa tingkat persentase kemiskinan di Indonesia relatif tinggi dan masih berada

di atas target pemerintah yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) 2015-2019 yang ditargetkan pada kisaran 6 – 8 persen (BPPN,

2014).

Gambar 1.2

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Jawa Barat

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016)

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, Jawa Barat memiliki jumlah

penduduk terbesar di Indonesia yaitu mencapai 43 juta jiwa atau sekitar 18 persen

dari total penduduk di Indonesia. Namun prihatin jika melihat jumlah penduduk

miskin di Jawa Barat yang cukup tinggi. Berdasarkan Gambar 1.2 jumlah

penduduk miskin Jawa Barat pada September 2016 sebesar 4,17 juta jiwa atau

sebesar 9,68 persen terhadap total penduduk Jawa Barat, sedangkan apabila

dibandingkan pada Maret 2016 jumlahnya 4,22 juta jiwa. Jumlah penduduk

miskin ini meskipun mengalami penurunan sebesar 56,21 ribu jiwa, namun

persentase penurunan ini belum terlihat signifikan yaitu hanya sebesar 1,33

persen. Adapun Garis Kemiskinan Jawa Barat pada September 2016 sebesar Rp.

332.119,- per kapita per bulan (BPS, 2016).

4477500

4297038 4327070

4435700

4224320

4421500 4382650

4238960

4485650

4168110

2012 2013 2014 2015 2016

Semester 1 (Maret) Semester 2 (September)

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/31350/4/FPEB_S_EKI_1300722_Chapter 1.pdf · Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah

3

Risa Sari Pertiwi, 2017

IMPLIKASI PEDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF TERHADAP KESEJAHTERAAN MUSTAHIK

BERDASARKAN MAQASHID SYARIAH (SURVEI PADA MUSTAHIK DI MISYKAT DPU DT BANDUNG)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Selain itu kesejahteraan juga selalu dikaitkan dengan kualitas hidup yang

tercermin dalam Human Development Index (HDI). Pada dasarnya penduduk

merupakan suatu aset besar yang dimiliki oleh suatu daerah dalam proses

pembangunan. Lain halnya ketika kualitasnya rendah maka akan menambah

beban suatu daerah melalui meningkatnya tingkat kemiskinan. Indeks

Pembangunan Manusia Manusia (IPM) merupakan indikator yang penting dalam

mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia atau

sebagai alat ukur untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Adapun

beberapa indikator IPM diantaranya dapat dilihat dari dibidang kesehatan,

pendidikan, dan pendapatan masyarakat.

Tabel 1.1

IPM Metode Baru Menurut Provinsi Tahun 2015

Peringkat Provinsi IPM Peringkat Provinsi IPM

1 DKI Jakarta 78,99 11 Jawa Barat 69,50

2 Daerah Istimewa

Yogyakarta 77,59 12 Jawa Tengah 69,49

3 Kalimantan Timur 74,17 13 Aceh 69,45

4 Kepulauan Riau 73,75 14 Sulawesi Selatan 69,15

5 Bali 73,27 15 Kep. Bangka

Belitung 69,05

6 Riau 70,84 16 Jawa Timur 68,95

7 Sulawesi Utara 70,39 17 Jambi 68,89

8 Banten 70,27 18 Kalimantan Utara 68,76

9 Sumatera Barat 69,98 19 Sulawesi Tenggara 68,75

10 Sumatera Utara 69,51 20 Bengkulu 68,59

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016)

Selain permasalahan kemiskinan Jawa Barat yang cukup tinggi, Jawa Barat

masih dihadapkan pada permasalahan pembangunan manusianya. Di sisi lain

walaupun jumlah penduduk Jawa Barat terhitung tinggi, namun jika melihat Tabel

1.1 IPM Jawa Barat pada tahun 2015 masih cukup rendah dan hanya menempati

posisi ke-11 diantara provinsi lain di Indonesia. Berdasarkan data BPS (2014)

IPM Jawa Barat yang terdiri dari Angka Harapan Hidup (AHH) sebesar 80,35,

indeks pendidikan yang terdiri dari Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata

Lama Sekolah (RLS) sebesar 59,26 yang masih tergolong rendah, serta

pengeluaran sebesar 68,40 (BPS, 2016).

Kesejahteraan memiliki kaitan yang erat dengan permasalahan kemiskinan

dan kualitas hidup seseorang yang tercermin dalam IPM. Lain halnya berdasarkan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/31350/4/FPEB_S_EKI_1300722_Chapter 1.pdf · Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah

4

Risa Sari Pertiwi, 2017

IMPLIKASI PEDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF TERHADAP KESEJAHTERAAN MUSTAHIK

BERDASARKAN MAQASHID SYARIAH (SURVEI PADA MUSTAHIK DI MISYKAT DPU DT BANDUNG)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

QS. An-Nisa: 9 bahwa ketakwaan kepada Allah memiliki kaitan yang erat dengan

kesejahteraan, karena Allah SWT telah memberikan jaminan kesejahteraan berupa

kecukupan rezeki, kelapangan setiap urusan, dan diberikannya keberkahan dari

langit dan bumi, serta ampunan bagi orang yang bertakwa kepada Allah SWT.

قوا فا خافوا عليهم فليت ة ضع ي وليخش ٱلذين لو تركوا من خلفهم ذر وليقولوا قول سديدا ٩ٱلل

Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka

khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah

mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan

perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa: 9)

Selanjutnya berdasarkan QS. An-Nisa: 9 bahwa ketakwaan seseorang akan

menghantarkan kepada kesejahteraan atau kebahagian di dunia dan di akhirat

kelak. Peningkatan kesejahteraan ummat manusia termasuk salah satu tujuan

utama dalam Islam sebagai Rahmatan lil alamin. Hal ini dijelaskan dalam konsep

maqashid syariah yang memiliki tujuan untuk menjamin peningkatan

kesejahteraan dan kemaslahatan di tengah masyarakat. Dengan demikian maka

kesejahteraan dalam perspektif Islam bersifat multiaspek, yang tidak hanya

melihat aspek material namun aspek spiritual juga diperhatikan.

Sementara itu menurut al-Ghazali bahwa kesejahteraan suatu masyarakat

tergantung kepada pemeliharaan agama (diin), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan

(nasl), dan harta (maal), yang tujuan akhirnya untuk mencapai kebaikan dunia dan

akhirat (maslahat al-din wa al-dunya) (Karim, 2014). Sehubungan dengan

kesejahteraan yang erat kaitannya dengan permasalahan kemiskinan ini maka

Islam telah mengatur mekanismenya melalui instrumen keuangan publik Islam

yaitu zakat yang telah disebutkan oleh Allah SWT dalam QS. At-Taubah: 60.

ما ت ۞إن دق كين للفقراء و ٱلص ملين و ٱلمس قلوبهم ٱلمؤلفة عليها و ٱلعقاب وفي رمين و ٱلر بيل ٱبن و ٱلل وفي سبيل ٱلغ ن ٱلس ه فريضة م ٱلل

و ٠٦عليم حكيم ٱلل

Artinya : “ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang

fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang

dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang

berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/31350/4/FPEB_S_EKI_1300722_Chapter 1.pdf · Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah

5

Risa Sari Pertiwi, 2017

IMPLIKASI PEDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF TERHADAP KESEJAHTERAAN MUSTAHIK

BERDASARKAN MAQASHID SYARIAH (SURVEI PADA MUSTAHIK DI MISYKAT DPU DT BANDUNG)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah

Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60)

Berdasarkan QS. At-Taubah: 60 bahwa Allah telah mengatur orang-orang

yang berhak menerima zakat, karena zakat bersumber dari harta yang jelas dan

mempunyai sasaran yang jelas serta prinsip-prinsip zakat telah diatur dalam al-

Quran dan Hadist. Selain itu menurut Beik (dikutip dalam Indonesia

Magnificence of Zakat, 2011) bahwa zakat memiliki sejumlah fungsi dan dimensi

penting baik spiritual personal, sosial, maupun dimensi ekonomi. Oleh karena itu

maka menurut Effendi & Wirawan (2013) upaya pengentasan kemiskinan tersebut

dapat melalui pengembangan kapasitas kelompok miskin melalui kegiatan

pemberdayaan masyarakat yang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan dan

kemandirian ummat.

Berkaitan dengan permasalahan kemiskinan dan pembangunan ekonomi,

maka salah satu peranan zakat yaitu untuk mengembangkan sumber pendanaan

pembangunan bagi kesejahteraan ummat. Kesejahteraan dalam hal pemenuhan

kebutuhan primer dalam jangka pendek, sementara untuk jangka panjang dalam

daya tahan dan kemandirian dapat meningkat. Selain itu, kesejahteraan dalam

pemenuhan kebutuhan spiritual seperti sholat, puasa, dan aspek spiritual lainnya.

Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah satu

pilar penting dalam Religious Financial Sector yang memiliki strategi nasional

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan,

pengentasan kemiskinan, serta stabilisasi sistem keuangan (BAZNAS, 2016).

Gambar 1.3

Penghimpunan Zakat Nasional

Gambar 1.4

Pertumbuhan Zakat Nasional

Sumber: BAZNAS (2016)

373,17 740 920

1200 1500

1729 2200 2700

3300 3700

Jumlah Penghimpunan Zakat Nasional

(Milyar Rupiah)

26,28

98,3

24,32

30,43 25

15,3

27,24 22,73

22,22 21,21

Pertumbuhan Zakat Nasional

(persen)

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/31350/4/FPEB_S_EKI_1300722_Chapter 1.pdf · Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah

6

Risa Sari Pertiwi, 2017

IMPLIKASI PEDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF TERHADAP KESEJAHTERAAN MUSTAHIK

BERDASARKAN MAQASHID SYARIAH (SURVEI PADA MUSTAHIK DI MISYKAT DPU DT BANDUNG)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan penelitian BAZNAS (2016) bahwa potensi zakat nasional pada

tahun 2015 mencapai Rp. 286 triliun. Adapun realisasi dari penghimpunan zakat,

infak, dan sedekah (ZIS) oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) resmi pada tahun

2015 baru mencapai Rp. 3,7 triliun atau kurang dari 1,3 persen dari potensinya.

Selain itu berdasarkan Gambar 1.3 dan 1.4 bahwa penghimpunan zakat nasional

mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Adapun persentase pertumbuhan

penghimpunan zakat nasional dari tahun 2006 hingga 2016 mengalami fluktuasi

pada setiap tahunnya. Pertumbuhan zakat terbesar yaitu pada tahun 2007

mencapai 98,30 persen dan pertumbuhan pada tahun-tahun berikutnya berkisar

antara 20 hingga 30 persen.

Tabel 1.2

Potensi Zakat Terbesar dan Terkecil Menurut Provinsi

No Keterangan Nama Provinsi Potensi Zakat

1 Provinsi dengan potensi

Zakat tertinggi

Jawa Barat Rp. 17, 67 triliun

Jawa Timur Rp. 15, 49 triliun

Jawa Tengah Rp. 13, 28 triliun

2 Provinsi dengan potensi

Zakat terendah

Bali Rp. 126, 25 miliar

Papua Rp. 117, 44 miliar

Papua Barat Rp. 111, 68 miliar

Sumber: BAZNAS dan FEM IPB (2011)

Berdasarkan Tabel 1.2 melihat potensi zakat Jawa Barat mencapai Rp. 17,67

triliun yang merupakan hasil penelitian BAZNAS Provinsi Jawa Barat bekerja

sama dengan FE IPB. Adapun realisasi dari pengumpulan zakat Jawa Barat pada

tahun 2012 hingga 2016 secara umum mengalami peningkatan, tetapi pada tahun

2013 mengalami penurunan sebesar 47 persen. Berdasarkan data pengumpulan

zakat di Jawa Barat menunjukan adanya kesenjangan yang cukup tinggi antara

potensi zakat dengan realisasi penghimpunan zakat. Hal ini dapat dilihat dari data

aktual penghimpunan ZIS berdasarkan provinsi bahwa Jawa Barat pada tahun

2016 baru mencapai Rp. 71,71 miliar atau sebesar 0,4 persen dari potensinya

(BAZNAS, 2016).

Permasalahan lainnya yaitu dalam hal rasio efektivitas penyerapan dana

zakat atau disebut Allocation to Collection Ratio (ACR). Rasio ini dapat

mengukur kemampuan sebuah lembaga zakat dalam menyalurkan dana zakatnya

dengan cara membagi total dana penyaluran dengan total dana penghimpunan

(Zakat Core Principles, 2015). Berdasarkan data BAZNAS (2016) bahwa

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/31350/4/FPEB_S_EKI_1300722_Chapter 1.pdf · Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah

7

penghimpunan zakat Jawa Barat sebesar 71,71 miliar sedangkan penyaluran

zakatnya sebesar 27,26 miliar. Data tersebut menunjukan bahwa Jawa Barat saat

ini memiliki ACR sebesar 38,01 persen dan termasuk kategori Below Expectation.

Kategori Below

Expectation ini menunjukan bahwa total dana zakat yang disalurkan masih lebih

sedikit dibandingkan dana zakat yang dihimpun (BAZNAS, 2016).

Pendistribusian dana zakat dapat disalurkan melalui program konsumtif

yang bersifat jangka pendek dan program produktif yang bersifat jangka panjang

guna memberdayakan mustahik secara produktif. Pendistribusian zakat melalui

program produktif diharapkan akan memiliki daya tahan sosial ekonomi pada

jangka panjang, seperti bantuan pendanaan usaha mikro mustahik (Beik &

Arsyianti, 2015). Adapun menurut Adnan (2013) menyebutkan bahwa bantuan

pendanaan mikro melalui dana zakat ini merupakan aplikasi maqashid syariah

dalam pendistribusian dana zakat. Hal ini diperkuat dengan hasil kajian riset

bahwa adanya korelasi positif antara modal usaha dari zakat produktif yang

disalurkan terhadap peningkatan pendapatan mustahik (Rusli et al., 2013).

Zakat yang disalurkan melalui program produktif menurut Keputusan

Menteri Agama (dikutip dalam Rusli et al., 2013) merupakan pendayagunaan

zakat berbasis pengembangan ekonomi dalam bentuk pemberian modal usaha

kepada mustahik yang diarahkan pada usaha ekonomi produktif guna

meningkatkan kesejahteraan mustahik. Selain itu jika menurut Qadir menyatakan

bahwa zakat produktif yaitu zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai modal

untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi guna menumbuhkan kemandirian

serta peningkatan kesejahteraan mustahik melalui pembinaan dan pendampingan

(Rusli et al., 2013).

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat

menyebutkan bahwa lembaga yang mengelola zakat di Indonesia terdapat dua

yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat Nasional

(LAZNAS). Indonesia memiliki beberapa LAZNAS diantaranya yaitu Dompet

Peduli Ummat Daarut Tauhiid (DPU DT) sebagai lembaga yang dibentuk oleh

masyarakat yang memiliki tugas untuk membantu dalam hal pengumpulan,

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/31350/4/FPEB_S_EKI_1300722_Chapter 1.pdf · Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah

8

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Salah satu kegiatan yang dilakukan

oleh DPU DT Bandung yaitu menyalurkan dana zakat produktif melalui program

pemberdayaan ekonomi ummat yang disalurkan dalam bentuk modal usaha

dengan akad qardhul hasan.

DPU DT menghadirkan program zakat produktif melalui MiSykat

(Microfinance Syariah berbasis masyarakat) dalam bentuk pemberdayaan

ekonomi produktif. Program MiSykat ini dikelola secara sistematis, intensif, dan

berkesinambungan yang didalamnya memiliki kegiatan dalam hal pengembangan

pengetahuan, penanaman nilai, dan pengembangan keterampilan sehingga

mustahik dapat menjadi lebih mandiri dan berkarakter. Program pendayagunaan

zakat produktif yang diberikan kepada mustahik diharapkan dapat

mengembangkan usaha, meningkatkan pendapatan, dan kesejahteraan mustahik

baik secara material maupun spiritual.

Adanya penanaman nilai pada program MiSykat berupa kegiatan mentoring

yang dilakukan rutin setiap pekan dapat memperbaiki sisi spiritualitas mustahik.

Penanaman nilai ini memiliki muatan religiusitas dan berperan penting dalam

kehidupan sosial. Hal ini karena menurut Sadewa et al. (2015) menyebutkan

bahwa religiusitas memiliki pengaruh positif terhadap kesejahteraan baik dari

sisi fisik maupun psikis atau mental. Kesejahteraan yang hakiki dan penuh berkah

hanya akan dicapai dengan menerapkan ajaran agama secara menyeluruh dalam

setiap aspek kehidupan. Hal ini tentu berbeda dengan pandangan barat yang tidak

memasukkan aspek religiusitas dalam mengukur kesejahteraan, namun hanya

mengedepankan nilai nilai materialistik (Sadewa et al., 2015)

Secara empiris terdapat beberapa hasil kajian riset terkait pendayagunaan

zakat produktif terhadap kesejahteraan mustahik yaitu oleh Nafiah (2015) yang

menyebutkan bahwa adanya peningkatan kesejahteraan mustahik yang

dipengaruhi oleh pendayagunaan zakat produktif sebesar 30,5 persen. Hal ini

dilihat dari peningkatan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan mustahik yang

lebih baik setelah mengikuti program pendayagunaan zakat produktif di salah satu

lembaga zakat. Fakta empiris ini didukung oleh hasil riset lainnya yaitu Effendi

& Wirawan (2013); Andriati & Huda (2015); Wulansari & Setiawan (2014); dan

Sartika (2008) yang menunjukan bahwa adanya pengaruh positif dari jumlah zakat

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/31350/4/FPEB_S_EKI_1300722_Chapter 1.pdf · Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah

9

produktif yang disalurkan terhadap kesejahteraan mustahik melalui program

pendampingan atau pemberdayaan terhadap kesejahteraan mustahik dari sisi

material. Selain itu menurut Andriati & Huda (2015) menyebutkan bahwa adanya

pengaruh yang positif dari pendampingan usaha terhadap kesejahteraan mustahik.

Berdasarkan beberapa hasil kajian riset tersebut menunjukkan bahwa

dampak dari pendayagunaan zakat produktif dapat memperbaiki sisi material

mustahik yang ditandai dengan peningkatan pendapatannya. Namun terdapat

perbedaan dari hasil kajian riset Beik & Arsyanti (2016) terkait dampak zakat

terhadap kemiskinan dan kesejahteraan yang diukur dari sisi material dan

spiritual. Hasilnya menunjukkan bahwa adanya peningkatan tingkat kesejahteraan

mustahik sebesar 96,8 persen, serta adanya peningkatan skor spiritualitas sebesar

13,09 persen. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa dampak dari

pendayagunaan zakat produktif selain dapat memperbaiki dari sisi material

mustahik, serta adanya peningkatan dari sisi spiritual.

Adapun pada penelitian ini akan fokus untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi kesejahteraan mustahik dari adanya program pendayagunaan zakat

produktif yaitu MiSykat. Pengukuran tingkat kesejahteraan pada penelitian ini

akan menggunakan indikator maqashid syariah yaitu dari aspek material seperti

pendapatan serta pemenuhan kebutuhan makanan dan non makanan, sedangkan

aspek spiritual seperti sholat, puasa, sedekah, membaca qur’an, hijab, dan

meninggalkan riba. Dengan demikian, mengukur tingkat kesejahteraan mustahik

harus mencakup aspek material dan spiritual, sehingga dapat mencerminkan

bagaimana kesejahteraan menurut perspektif Islam.

Berdasarkan fenomena permasalahan yang sudah dipaparkan dan hasil riset

sebelumnya, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh bagaimana tingkat

kesejahteraan mustahik berdasarkan maqashid syariah yang meliputi aspek

material dan spiritual dari adanya pendayagunaan zakat produktif. Oleh karena itu

penelitian ini berjudul “Implikasi Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap

Kesejahteraan Mustahik Berdasarkan Maqashid Syariah (Survei pada Mustahik

MiSykat DPU DT Bandung.”

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/31350/4/FPEB_S_EKI_1300722_Chapter 1.pdf · Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah

10

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penulis perlu untuk

mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan mustahik yaitu

sebagai berikut:

1. Tingkat kemiskinan di Indonesia relatif masih tinggi (BPS, 2016).

2. Jawa Barat termasuk provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi

(BPS, 2016).

3. IPM Jawa Barat masih tergolong rendah (BPS, 2014).

4. Adanya kesenjangan antara potensi zakat dengan realisasi pengumpulan

zakat (BAZNAS, 2016).

5. ACR zakat Jawa Barat saat ini berada pada kategori Below Expectation

(BAZNAS, 2016).

6. Kurangnya program pendayagunaan zakat produktif dalam meningkatkan

kemandirian ekonomi mustahik (Widiastuti et al., 2015).

7. Pengukuran keberhasilan program pendayagunaan zakat produktif masih

bersifat parsial, kurang memperhatikan aspek spiritual serta adanya

perubahan mental dan karakter mustahik (Beik & Arsyianti, 2015).

1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian dan identifikasi masalah, maka

rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pendayagunaan zakat produktif di MiSykat DPU DT

Bandung?

2. Bagaimana gambaran kesejahteraan mustahik yang mengikuti MiSykat

DPU DT Bandung secara material dan spiritual?

3. Sejauh mana pengaruh jumlah zakat produktif yang diterima mustahik

terhadap pendapatan mustahik?

4. Sejauh mana pengaruh pendampingan usaha terhadap pendapatan

mustahik?

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/31350/4/FPEB_S_EKI_1300722_Chapter 1.pdf · Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah

11

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh gambaran

pendayagunaan zakat produktif pada MiSykat DPU DT Bandung. Selain itu untuk

memperoleh gambaran kesejahteraan mustahik yang mengikuti MiSykat DPU DT

Bandung baik dari sisi material maupun spiritualnya. Selanjutnya pada penelitian

ini akan mengukur sejauh mana pengaruh dari jumlah zakat produktif yang

diterima oleh mustahik dan pendampingan usaha terhadap kesejahteraan

mustahik.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini terbagi kedalam dua hal,

pertama manfaat teoritis yaitu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi bagi pengembangan teori, konsep ilmiah, dan referensi

dalam ilmu ekonomi Islam, khusunya Manajemen Zakat, Infak, Sedekah, dan

Wakaf (ZISWAF) dalam pengelolaan zakat melalui program produktif. Selain itu

sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang dapat memberikan pengetahuan

dan pemahaman baru terkait dampak pendayagunaan zakat produktif terhadap

kesejahteraan material dan spiritual mustahik. Hal ini mengingat pentingnya

pengukuran aspek material dan spiritual agar mampu mencerminkan konsep

kesejahteraan dalam Islam.

Manfaat kedua dari penelitian ini yaitu dalam hal praktis yang diharapkan

dapat berguna bagi pemahaman penulis sekaligus bagi lembaga zakat sebagai

umpan balik (feedback) tentang pentingnya pendayagunaan zakat produktif. Hal

ini sebagai upaya dalam mengatasi permasalahan kemiskinan serta untuk

meningkatkan kualitas kehidupan mustahik baik dari sisi material maupun

spiritual. Selanjutnya dapat menjadi rujukan implementasi pengelolaan zakat

terutama bagi lembaga – lembaga zakat dalam hal pendistribusian zakat agar lebih

efektif dan efisien.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/31350/4/FPEB_S_EKI_1300722_Chapter 1.pdf · Dengan demikian keberadaan zakat dalam permasalahan ini menjadi salah

12