bab i pendahuluan 1.1. latar belakang 1.pdf23 bab i pendahuluan 1.1. latar belakang usia permulaan...
TRANSCRIPT
23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usia Permulaan tua menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
lanjut usia menyebutkan bahwa usia tua adalah proses menua dan lanjut usia
merupakan proses alami yang dialami oleh setiap orang (Kementrian Kesehatan RI,
2014). Lansia merupakan tahap terakhir dalam tahap pertumbuhan. Dan merupakan
proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu. Proses menua ditandai
dengan adanya perubahan-perubahan baik anatomis, biologis, fisiologis, maupun
psikologis. Gejala-gejala kemunduran fisik antara lain kulit mulai mengendur, timbul
keriput, mulai beruban, pendengaran dan penglihatan mulai berkurang, mudah lelah,
gerakan mulai lambat dan kurang lincah. Selain itu juga ada perubahan-perubahan yang
dialami lansia, seperti perubahan pada fisik, psikologis, spiritual, dan psikososial
menyebabkan lansia mudah mengalami stres (Azizah, 2011). Mengenai persepsi emosi
semua masalah akan berpotensi pada masalah emosional baik secara umum maupun
kejiwaan (Argstatter 2016). Kemampuan musik dapat memperbaiki dan mempengaruhi
kesehatan, musik dapat menghilangkan keadaan stres, dengan musik orang dapat
istirahat bahkan dengan musik orang bisa mengurangi rasa sakit, nyeri yang ada pada
tubuhnya, suara yang dihasilkan dari perpaduan alat, musik dapat di gunakan sebagai
pengobatan. Terapi musik dapat mempengaruhi kondisi seseorang baik fisik maupun
mental. Musik memberikan rangsangan pertumbuhan fungsi fungsi otak seperti fungsi
belajar, ingatan, berbicara, mendengar dan fungsi kesadaran (Natalina, 2013). Terapi
24
Musik dapat membangkitkan gelombang otak alfa yang menimbulkan rasa relaksi
sehingga perilaku individupun akan menjadi tenang sehinga bisa menurunkan
timbulnya dampak dari tingkat stressor pada lansia (Hartin Saidah, Eko Agus Cahyono,
2016).
World Federation of Musik Therapy menjelaskan terapi musik sebagai
penggunaan profesional dari musik dan elemennya sebagai salah satu intervensi dalam
bidang kesehatan, pendidikan, dan lingkungan sehari-hari dengan individu, kelompok,
keluarga, atau komunitas yang mencoba untuk melakukan optimalisasi kualitas
hidupnya dan meningkatkan kesehatan fisik, sosial, komunikatif, emosional,
intelektual, spiritualnya serta kondisi well-being dirinya (Edwards, 2017).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2016, jumlah penduduk lansia
dunia di perkirakan mencapai 900 juta atau setara dengan 12% dari jumlah seluruh
dunia. Jumlah tersebut dipredisikan mengalami peningkatan sehinga tahun 2050
menjadi dua miliar atau setara dengan 22%. Dari data tersebut di atas di perkirakan
angka prevalensi stres pada lanjut usia umumnya bervariasi antara 10% dan 20%,
tergantung pada situasi budaya. Secara keseluruhan populasi lanjut usia dengan stres
ringan, stres sedang, dan stres berat bervariasi dalam tingkat keparahan (Sapkota &
Pandey, 2013).
Menurut data dari Badan Pusat Statistik 2015 jumlah lansia di indonesia
sebanyak 28.283.000 jiwa (11,34%). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
dari tahun 2010 sampai dengan 2015. Sebaran penduduk lansia menurut provinsi
berdasarkan BPS (2015) paling tinggi adalah provinsi DI Yogyakarta yaitu sebanyak
25
13,04%, provinsi Jawa Timur sebanyak 10,40%, dan provinsi Jawa Tengah sebanyak
10,34%. Jumlah lansia di propinsi jawa timur pada tahun 2015 sebanyak 11,5 jiwa.
Jumlah lansia di kabupaten magetan pada tahun 2015 sebanyak 117.733 jiwa, yang
berusia 60-64 tahun sebanyak 30,65 %, yang berusia 65-69 tahun sebanyak 23,04 %,
yang berusia 70-75 sebanyak19,76 %, yang berusia lebih dari 75 tahun sebanyak 26,53
% (Badan Pusat Statistik, 2016). Menurut Badan Pusat Statistik (2015) prevalensi
kejadian stres pada lansia di Indonesia mencapai 8,34 %. Dan terus meningkat pada
tahun (2016) mencapai 8,69 %, dan juga meningkat pada tahun (2017), didapatkan
sebanyak 22,2% lansia di Indonesia yang mengalami stres.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2017 jumlah
lansia di Jawa Timur mencapai 12,25% lansia. Di Jawa Timur angka kejadian strespada
lansia mencapai 7,81% danstres menjadi salah satu problem gangguan mental yang
sering ditemukan pada lansia (Kaplan, 2016).
Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Surabaya tahun (2016). Jumlah
penduduk lansia dikelompokkan sesuai dengan batasan usia dan jenis kelamin.
Seseorang dapat dikategorikan sebagai lansia apabila telah memasuki umur 55 tahun
keatas, pada kategori ini dijelaskan bahwa jumlah lansia yang berumur 55-59 tahun
berada pada kategori jumlah lansia yang paling besar mencapai 107,288 jiwa. Untuk
kategori lansia terbesar kedua berusia 60-64 tahun dengan jumlah lansia dengan jumlah
penduduk 68,050 jiwa. Sedangkan untuk lansia yang berusia 75+ tahun keatas
jumlahnya lebih besar di bandingkan dengan usia 70-74 tahun yaitu 34,561 jiwa, selain
itu pada usia 75+ keatas memiliki jumlah lansia dengan jenis kelamin perempuan yang
26
pertumbuhannya lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan pada pengelompokan
umur lainnya.Menurut data dari (Badan Pusat Statistik tahun 2011). Di Surabaya
menurut Badan Pusat Statistik jumlah lansia tahun 2015 mencapai 179 ribu jiwa yang
mengalami stress 15%, data lansia pada 2016 mencapai 183 ribu jiwa yang mengalami
stres 10% sedangkan 2017 mencapai 198 ribu jiwa, yang mengalami stres 12%.Stres
merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan
tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Surveydi Panti Wreda
Jambangan Kota Surabaya, didapatkan jumlah lansia sebanyak 105 orang.Sebagian
besar lansia dimasukkan oleh keluarganya karena lansia sering di tinggal sendirian di
rumah.Hasil wawancara dengan petugas panti mereka mengatakan bahwa ada 64 lansia
di panti yang mengalami stres di karenakan lansia hanya sekali dalam semingu di
kunjunggikeluarganya. Hal tersebut inilah yang menyebabkan lansia mengalami
gangguan penurunan fungsi fisik.
Secara umum fisiologis yang terjadi pada lansia baik secara fisik maupun
mental menyebabkan lansia kurang peka terhadap berbagai rangsangan baik internal
maupun eksternal sehingga seseorang lansia rentan mengalami ganguan mental seperti
stres. Seseorang yang mengalami stress dapat di lihat dari perubahan- perubahan yang
terjadi pada kondisi fisiknya. Seseorang yang usianya sudah masuk ke dalam kategori
lansia atau lanjut usia sangatlah merasa banyak perubahan pada dirinya, di antaranya
memutihnya rambut, keripuynta kulit, menurunnya penglihatan, menurunya
pendengaran, dan tenagahnya mulai lemah. Maka ketahanan tubuhnya akan semakin
menurun dan rawan terserang penyakit seperti, tekanan dara tinggi, strok, jantung
27
koroner, kencing manis, kolestrol, pengapuran tulang, dan sebagainya yang semua itu
memicu terjadinya stres. Para lansia dengan keterbatasan yang dimilikinya kebanyakan
mereka memiliki perasaan yang sangat sensitive, merasa dirinya sudah tidak berguna
hingga kurang di hargai, minder kemudian menarik diri dari pergaulan dan sulit
berkomunikasi.Adapun akibat-akibat yang di timbulkan dari gejala stress itu sendiri
yaitu dapat berupa murung, berperilaku lambat, mengabaikan penampilan dan tangung
jawab, kehilangan nafsu, gelisah, aktivitas dan ingatan menurun, tidak
mampuberkosentrasi, cepat marah dan sering mengeluh tentang hal-hal yang di
kerjakan. Disamping itu, akibat yang lain yang berpengaruh dengan perasaan dan cara
pandang yaitu emosi, tidak mampu menemukan kesenangan, merasa putus asa, dan
kehilangan harga diri serta terkadang memiliki pikiran untuk bunuh diri. Jika di lihat
dari keluhan fisik, stress akan berakibat pada ganguan tidur, kelelahan, kekurangan
energi, sakit kepala, sakit pinggang gangguan pencernaan seperti perut mual,
perubahan kebiasaan buang air besar dan lain-lain. Mengalami perubahan fisik dan
mental.Perubahan tersebut membuat lansia mudah untuk mengalami masalah
emosional. Hal ini akan membuat lansia tidak dihargai dan mencetuskan lansia
mengalami kesepian dan kesepian ini awal dari terjadinya sres (Soejono dalam
Ariastuti, 2015).
Kemampuan musik dapat memperbaiki dan mempengaruhi kesehatan, musik
dapat menghilangkan keadaan stres, dengan musik orang dapat istirahat bahkan dengan
musik orang bisa melupakan masalah. Diantaranya ada beberapa terapi musik di
Indonesia contohnya, terapi musik klasik, rebana, kroncong dan muronttal, semua jenis
28
musik tersebut menurut peneliti sebelumnya dapat menurunkan stres. Akan tetapi,
musik religion, lebih evektif di bandingkan terapi-terapi musik yang lain dalam hal
menurunkan tingkat sres. Musik Religion memiliki pengaruh besar pada kondisi
psikologi sosial lansia karena Musik Religion memiliki efek yang besar terhadap
keterganguan dan kondisi rileks pada diri seseorang.Musik Religion juga menimbulkan
rasa aman dan sejahtera, dan sedih.Selain itu. Terapi Musik dapat membangkitkan
gelombang otak alfa yang menimbulkan rasa rileks sehingga perilaku individupun akan
menjadi tenang sehinga bisa menurunkan timbulnya dampak dari tingkat stressor pada
lansia (Hartin Saidah, Eko Agus Cahyono, 2016). Pemberian Terapi Musik Religion
yaitu dalam seminggu dua kali dalam durasi musik 30 menit (Sulistorin 2014).
Berdasarkan survey di Panti Wreda Jambangan Kota Surabaya, mereka mengatakan
sulit tidur karena stres, walaupun tidurnya tidak sampai dua jam pada malam hari,
setelah itu terbagun dan tidak dapat tidur lagi. Ada beberapa lansia yang mengeluh
merasa takut dan kuatir akan masa tuanya, ada yang termenung dan duduk sendiri
mengobrol. Di panti wreda untuk mengatasi stres tersebut pada lansia sudah di
berikandengan cara melakukan kegiatan seperti senam pagi, olah raga tetapi untuk
pemberian terapi musik religi belum pernah di lakukan, dimana terapi musik religi
sangat efektif menurunkan stres.
Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Pengaruh Pemberian Terapi Musuk Religion Terhadap Penurunan
Tingkat Stres Pada Lansia Di Panti Wreda Jambangan Kota Surabaya.”
1.2. Rumusan Masalah
29
Apakah ada pengaruh pemberian terapi musik religion terhadap penurunan
tingkat stress pada lansia di panti Wreda Jambangan Kota Surabaya.?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
mengetahui pengaruh pemberian terapi musik religion terhadap penurunan
tingkat stres pada lansia di Panti Wreda Jambangan Kota Surabaya.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat stres pada lansia sebelum di berikan terapi musik
religion di panti Wreda Jambangan Kota Surabaya.
2. Memberikan terapi musik religion pada lansia di panti Wreda Jambangan
Kota Surabaya.
3 Mengetahui efektivitas penurunan tingkat stres pada lansia setelah di
berikan terapi musik religion di Panti Wreda Jambangan Kota Surabaya.
4. mengetahui pengaruh pemberian terapi musik religion terhadap penurunan
tingkat stres pada lansia di Panti Wreda Jambangan Kota Surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan di gunakan
sebagai kajian pustaka untuk menambah keilmuan dalam bidang keperawatan
gerontik.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Untuk Masyarakat
30
Diharapakan penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat secara umum
khususnya bagi klien, keluarga, dan bagi perawat untuk di jadikan informasi
sebagai salah satu terapi komplomenter, yaitu yang di kenal dengan pemberian
Terapi Musik Religion terhadap penurunan tingkat stres pada lansia di Panti
Wreda Jambangan Kota Surabaya.
2. Bagi Panti Wreda Jambangan kota Surabaya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan serta penyuluhan kesehatan pada lansia yang
cenderung kurangnya pemberiante terapi musik religion terhadap penurunan
Tingkat stres pada lansia guna peningkatan tarif hidup yang lebih tinggi.
3. Bagi Para Lansia
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi kesehatan yang
berguna demi mempertahankan pola hidup sehat dan mendapatkan gambaran
tentang pentingnya pemberian terapi musik religion untuk mendapatkan
kualitas hidup yang optimal.
4. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penilitian selanjutnya guna
peningkatan dan pengembagan riset keperawatan di Indonesia padamasa-masa
mendatang.