bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/49227/2/bab 1.pdf · lima (pkl) yang awalnya...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Gresik merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Timur yang memiliki luas 1.191,25 km2. Sejak abad ke-11, Gresik menjadi pusat
perdagangan dan kota bandar yang dikunjungi oleh banyak bangsa. Kabupaten
Gresik juga sebagai pintu masuk Islam pertama, di Jawa.1 Sebagai salah satu kota
yang merupakan pusat penyebaran Islam di tanah Jawa, Gresik memiliki berbagai
macam peninggalan sejarah. Dominasi Islam menggambarkan kebudayaan yang
berkaitan dengan sejarah perkembangan Islam dan keramaian pesisir pantai dan
dermaganya yang terlibat perdagangan antar negara. Bangunan-bangunan
peninggalan sejarah masih berdiri tegak,di tengah kota dan tetap terpelihara
dengan baik. Peradaban masa lalu itu tercermin di Kantor Pos, Gardu Suling,
Gedung Limo, Gedung Gajah Mungkur, Kampung Kemasan hingga Kompleks
Alun-alun Gresik. Kompleks Alun-alun Gresik terdiri dari Masjid Jami’, Gedung
DPRD, Pendopo, Rumah Dinas Wakil Bupati,dan Alun-alun.2
Gresik merupakan salah satu kota kuno di Jawa yang merupakan pusat
pemerintahan yang berubah-ubah statusnya baik di era pemerintahan klasik
maupun hingga era pemerintahan modern yang berubah-ubah fungsi
pemerintahannya baik sebagai kediaman Residen, Bupati maupun Wedana.
Menurut Koentjaningrat,, bahwa asal mula suatu kota di Jawa kebanyakan adalah
pusat-pusat Administrasi Pra-Industri, perkembangan kota-kota tersebut sebagai
1 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Gresik di akses 17 Desember 2018. 2 www.google.com/a,p/wonggresik.com/sejarah-gresik/amp/ di akses 17 Desember 2018.
2
akibat sangat pentingnya administrasi pada masa kolonial Belanda, dan biasanya
sebelum masa tersebut, Kota-kota di Jawa, merupakan pusat-pusat pemerintahan
Keraton, Keagamaan atau Pelabuhan apabila berlokasi di daerah Pesisir.3
Berdasarkan pendapat tersebut, sudah jelas bahwa Gresik merupakan kriteria kota
yang sangat erat dengan berbagai macam perubahan karena merupakan daerah
pesisir yang sangat kental dengan perubahan budaya bahkan ekonominya. Pola
dan karakteristik kota pada zaman dahulu ketika jangkauan pergerakan dan
kegiatan perokonomian dan sosial masyarakat masih terbatas maka faktor-faktor
perkembangan dan pertumbuhan administratif Pemerintahan kota terutama
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi di dalam suatu kota itu
sendiri. Hal tersebut juga berpengaruh kepada status administrasi Kabupaten
Gresik. Gresik yang awalnya berstatus Kawedanan hingga menjadi Kabupaten
tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status administrasi
pemerintahan terhadap kota Gresik. Perubahan ini nantinya menjadi suatu dasar
perubahan fungsi alun-alun sebagai lambang Penguasa lokal maupun asing yang
berada di Kota Gresik bisa berarti Residen, Asisten Residen, Bupati atau Wedana.
Hal tersebut lah nanti yang akan merubah konsep alun-alun.
Konsep pembuatan alun-alun yang semula,merupakan sebuah pelataran
Sakral yang melambangkan sebuah harmoni antara langit yang dilambangkan
sebagai pohon beringin dan bumi,dilambangkan sebagai pasir halus.4 Konsep
ruang alun-alun juga dianggap sebagai simbol kesatuan aktivitas yang bersifat
filosofis religius, politis, ekonomis dan kultural, namun dalam perkembangannya
dari zaman kerajaan hingga sekarang,selalu mengalami perubahan maupun
3 DPRD, 2016,Jejak Rekam DPRD Kabupaten Gresik-catatan hasil perjalanan Kabupaten Gresik hlm. 176 4 Ibid. Hlm. 177
3
pergeseran makna.5 Sedangkan menurut Van Ramondt dijelaskan bahwa alun-alun
adalah halaman depan rumah dalam ukuran lebih besar. Penguasa bisa berarti
Raja, Bupati, Wedana, dan Camat bahkan Kepala Desa, yang memiliki halaman
halaman yang luas di depam istana atau pendopo tempat kediamannya yang
dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat sehari-hari dalam ikwal
pemerintahan militer, perdagangan, kerajinan dan pendidikan. Alun-alun
merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh
jalan,dan dapat digunakan untuk kegiatan masyarakat yang beragam.6 Dalam tata
ruang kota kuno di Jawa, alun-alun merupakan salah satu elemen penting, ia
sebagai pusat kegiatan dan menjadi landmark kota. Secara fisik alun-alun berupa
tanah lapang yang luas dan selalu berbentuk persegi mendekati bujur sangkar. Di
seputar alun-alun itu,berdiri bangunan-bangunan penguasa seperti istana,
kabupaten, tempat asisten residen,selain tempat ibadah.7 Secara dragmatis-historis
perkembangan alun-alun sebagai berikut :
Tabel 1.1 Perkembangan konsep Alun-alun di Jawa
Masa Konsep Alun-alun
Masa Kerajaan Hindu
(Abad VI M)
Sebuah jalan besar yang membagi dua pusat kota
kerajaan, Utara dan Selatan dengan posisi Pura/kerajaan
di sisi selatan dan wanguluntur (alun-alun) di depannya.
Masa Kerajaan Islam
dan masa Penyebaran
Islam (Abad XIII-XVI
M)
Menggunakan konsep kerajaan Hindu dengan
Kosmologi Utara-Selatan, Keraton dibagian selatan dan
Masjid di bagian barat. Bagian profan di utara dan alun-
alun di tengahnya.
Masa Kolonial Belanda
(XV-XIX M)
Mengkreasikan tiruan alun-alun tradisional atau
melengkapi alun-alun masa penyebaran Islam dengan
menambahkan kantor Kabupaten/Kanjengan, sebagai
simbol kekuasaan. Berturut-turut fasilitas pemerintahan
Belanda yang lain
5https://www.researchgate.net/publication/315380337_PELESTARIAN_KAWASAN_ALUN-ALUN di akses 19 November 2018. 6Jejak rekam DPRD Kabupaten Gresik, loc.cit 7 Ashadi,2017, Alun-alun Kota Jawa,Arsitektur UMJ Press, Jakarta pusat, hlm. 1
4
Masa Kemerdekaan
(Abad XX M)
Konsep alun-alun dipengaruhi oleh kondisi politik (orde
lama), ekonomi (orde baru) dan kondisi sosial (era
reformasi). Kekuatan ritel dan sektor informal turut
menggeser fungsi dan makna alun-alun.
Sumber : Subhan Ramdlani, 2010, Kedudukan dan Fungsi Masjid Agung
terhadap Alun-alun Kota Malang, Journal of Islamic Architecture vol.1 Issue 1
June 2010
Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, alun-alun kini berfungsi sebagai
tempat hiburan di akhir pekan untuk melepas penat setelah menjalani aktivitas
yang menjenuhkan setiap harinya. Sedangkan bagi masyarakat yang tinggal di
pulau Jawa, alun-alun dianggap sebagai salah satu identitas sebuah kota ataupun
kabupaten pada umumnya yang dapat berubah fungsinya menyesuaikan
perkembangan zaman. Perubahan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama itu
pun juga berpengaruh terhadap identitas alun-alun sebagai pusat pemerintahan.
Sama halnya dengan Alun-alun Gresik, di tahun 2017 mengalami perubahan
yang cukup signifikan. Pemerintah Daerah memutuskan untuk membangun
Islamic Center dan melakukan revitalisasi alun-alun. Bangunan Islamic Center ini
bakal dipadukan dengan kawasan cagar budaya yang ada di sekitarnya. Cagar
budaya yang dimaksud, termasuk Masjid Jami Gresik hingga makam salah wali
songo Maulana Malik Ibrahim,, yang memang berdekatan dengan alun-alun.8
Alasan pembangunan Islamic Center di atas kawasan alun-alun adalah rencana
awal tahun 2016,Pemerintah Daerah berencana mendirikan Islamic Center di
empat lokasi wilayah Gresik yakni di Kecamatan Cerme, Driyorejo, Gresik dan
Sidayu. Akan tetapi pada tahun 2017, Pemerintah Kabupaten Gresik memutuskan
hanya merealisasikan satu proyek, yaitu Alun-alun Gresik dikarenakan
8https://properti.kompas.com/read/2017/03/17/190000421/alunalun.gresik.bakal.disulap.jadi.islamic.centre di akses 17 Januari 2019
5
keterbatasan anggaran.9 Selain itu pembangunan Islamic Center sebagai salah satu
upaya Pemerintah Daerah dalam menjalankan visi “Membangun Desa Menata
Kota”.
Perubahan yang terjadi pada ruang publik ini tidak terlepas dari kebijakan dan
program yang dicetuskan oleh pemerintah daerah. Alun-alun Gresik tidak hanya
berfungsi sebagai wahana hiburan ataupun sekedar ruang terbuka hijau yang
bermanfaat untuk melepas penat akan tetapi alun-alun ini dapat dikatakan sebagai
salah satu pusat perekonomian penopang kehidupan masyarakat di sekitarnya
serta pusat pemerintahan Kabupaten Gresik hingga kini. Di tahun 2017, program
Islamic Center yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) tahun 2016-2021. Program tersebut menjadi salah satu program
proritas Pemerintah Daerah setelah muncul Peraturan daerah Kabupaten Gresik
Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten
Gresik Nomor 9 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Tahun 2016-2021. Dalam Perda tersebut hanya dijelaskan bahwa secara
umum dan tidak ada penjelasan pembangunan Islamic Center dalam Perda
tersebut.
Jika dilihat dari sisi hukum sebenarnya pembangunan Islamic Center tidak
menyalahi aturan bahkan sesuai dengan prosedur yang ada. Program ini tertera
dalam RTRW hingga Rencana Kerja dinas terkait. Anggaran pembangunan juga
jelas tertera dalam Rencana Kerja (Renja) Dinas Pekerjaan Umum dan Tata
Ruang Kabupaten Gresik. Lalu jika dilihat dari sisi penataan kota dengan
9 www.jawapos.com, 02/12.2017, Satu Islamic Center Diwujudkan, Tiga Ditunda di akses 19 November 2018
6
menyesuaikan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Gresik
tahun 2010-2030, pembangunan Islamic Center dapat dikatakan sedikit
menyimpang dengan isi RTRW tersebut. Dalam RTRW di bagian ketiga yakni
tentang Kebijakan dan Strategi Pola Ruang Wilayah Kabupaten tepatnya pada
pasal 23 poin ke lima terdapat satu hal penting yang perlu diperhatikan yaitu
strategi pelestarian Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah dengan
menjaga keaslian bangunan kuno. Seperti yang kita ketahui bahwa alun-alun dan
sekitarnya yang akan diubah menjadi Islamic Center adalah bangunan cagar
budaya milik Kabupaten Gresik. Sehingga pembangunan Islamic Center kali ini
dapat dikatakan tidak menyesuaikan dengan RTRW yang ada selain itu
pembangunan ini merupakan salah satu bentuk penyimpangan penggunaan ruang
publik kota di Gresik.
Berdasarkan analisis penulis terdapat beberapa masalah yang menyerupai
masalah pembangunan Islamic Center di kawasan Alun-alun kota berkaitan
dengan penyimpangan penggunaan lahan ataupun ruang publik kota. Berikut
adalah tabel beberapa penyimpangan lahan di Kabupaten Gresik:
Tabel 1.2 Deviasi Lahan di Kabupaten Gresik
No Tahun Fungsi awal lahan Deviasi lahan
1)
2008-2014
Kawasan Pertanian di
Desa Drancang
Kecamatan Menganti
Dirubah menjadi kawasan industri
dan permukiman secara bertahap
2) 2018
Taman kota
Sidomoro
Landmark Keris Kanjeng Sepuh
Sidayu
3) 2018 Pulau Jalan Kebomas Landmark Tugu Lontar
4) 2019 Kawasan Alun-alun
Kota
Kawasan Islamic Center secara
bertahap
Sumber : Kesimpulan penulis dengan mengambil data dari dokumen P2KH,
jurnal serta website.
7
Sama seperti dengan permasalahan yang berkaitan dengan alih fungsi lahan,
pembangunan Islamic Center ini juga membawa permasalahan tersendiri.
Pembangunan ini ditentang masyarakat karena terdapat beberapa hal yang
menyebabkan timbulnya konflik antara Pemerintah Daerah dan Masyarakat.
Pertama, kejanggalan, pada kebijakan pembangunan ini adalah pengalokasian
anggaran pembangunan. Selama masa pembangunan yakni sejak tahun 2017-2019
awal, pembangunan Islamic Center telah menghabiskan anggaran sebesar Rp
10.000.000.000; (sepuluh miliar) di tahun 2017 dan Rp 18.890.000.000; di tahun
2018.10. Di dalam Renja tahun 2017, pengalokasian anggaran murni untuk
pembangunan Islamic Center dengan lokasi ex-Kawedanan lama, atau alun-alun
Kota.
Pada Renja Tahun 2018, alokasi anggaran untuk pembangunan Islamic Center
di Kecamatan Driyorejo dan pembangunan kawasan alun-alun. Hal ini menjadi
salah satu fokus yang harus diperhatikan hingga kini, karena seperti yang
diketahui program prioritas Pemerintah Kabupaten Gresik dalam dua tahun
terakhir ini salah satunya adalah penyelesaian pembangunan Islamic Center yang
dibangun di lahan alun-alun. Kedua, Alun-alun Gresik merupakan salah satu situs
cagar budaya.
Bagi masyarakat asli Gresik, alun-alun termasuk di dalamnya Masjid Jami’
hingga kompleks pemakaman Maulana Malik Ibrahim merupakan peninggalan
para walisongo dan merupakan identitas khas Kota Santri sebagai desain para
walisongo terdahulu. Pembangunan Islamic Center merubah keberadaan alun-alun
10 Menyesuaikan data dari rencana kerja Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Gresik di tahun 2017 dan 2018
8
beserta fungsinya. Padahal alun-alun milik masyarakat umum tanpa memandang
agama. Jika bangunan tersebut sudah selesai, maka pemerintah terkesan hanya
mengutamakan umat Islam saja tanpa ada toleransi bagi agama yang lain. Ketiga,
kurangnya diskusi yang dilakukan pemerintah daerah dengan masyarakat.
Memang benar telah dilakukan sosialisasi atau diskusi terkait dengan
pembangunan Islamic Center di tahun 2017 yang dihadiri para pemuka agama,
organisasi masyarakat yang dianggap mampu mewakili masyarakat dan tokoh
masyarakat lainnya.11 Akan tetapi masyarakat masih menganggap kebijakan
pembangunan Islamic Center pemerintah belum memihak pada masyarakat
karena pemerintah tidak menetapi janji untuk melakukan penataan Pedagang Kaki
Lima (PKL) yang awalnya berdagang di alun-alun kota. PKL merasa dirugikan
karena mereka tidak diberikan tempat untuk pindah berdagang di yang layak.
Mereka dipindahkan di lahan milik Perusahaan Semen Indonesia lebih tepatnya di
badan jalan yang berada di jalur transportasi industri
Berdasarkan permasalahan diatas, masyarakat melakukan berbagai macam
protes untuk menghentikan proses pembangunan sebagai upaya penghentian
pembangunan. Melalui media sosial, masyarakat diwakili Dewan Pimpinan
Cabang (DPC) Pemuda Demokrat menyebarkan petisi online isinya terkait
permohonan dukungan penolakan renovasi alun-alun Kabupaten Gresik. Lalu
secara tertulis masyarakat memasang spanduk atau banner serta mencoret tembok
tempat proyek pembangunan dan masyarakat yang tergabung dalam Forum Peduli
Cagar Budaya Gresik berserta mahasiswa, sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL)
yang direlokasi dari alun-alun beserta Organisasi Masyarakat (Ormas) lainnya
11 http://islamiccentregresik.blogspot.com/2018/11/kebijakan-pembangunan-islamic-centre.html?m=1 di akses pada 10 Maret 2019
9
melakukan demo terus menerus di depan proyek pembangunan Islamic Center
tersebut.
Konflik adalah sebuah fenomena yang selalu ada dalam kehidupan bernegara
dan masyarakat, oleh karena itu peneliti menggunakan konsep konflik Johan
Galtung dalam melihat permasalahan yang terjadi di Kabupaten Gresik antara
Pemerintah Daerah dan masyarakat terkait pembangunan Islamic Center diatas
lahan alun-alun. Johan Galtung (2009), menggambarkan konflik adalah penyebab
kekerasan. Kekerasan merupakan sebuah konflik yang belum terselesaikan.
Selain itu konflik juga memiliki beberapa arti, yang pertama konflik sebagai
benturan fisik dan verbal dimana akan muncul penghancuran dan yang kedua
,konflik diasumsikan sebagai sekumpulan permasalahan yang menghasilkan
penyelesaian yang merupakan penciptaan baru.12 Dalam teori konflik menurut
Galtung terdapat tiga aspek penting yang harus diperhatikan yakni Sikap
(Attitude), Perilaku (Behavior) dan Kontradiksi (Contradiction). 13 Attitude,
dalam pengertian konflik berarti adanya penolakan terhadap superioritas pihak
lain. Behavior adalah mental, ekspresi verbal atau fisik yang ditimbul dalam
konflik. Tindak kekerasan, kekerasan, sikap tidak hormat kejahatan seksual
hingga pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) adalah bentuk dari behavior.
Dapat dikatakan behavior, adalah bentuk aksi nyata dari konflik. Selanjutnya
adalah contradiction. Contradiction adalah bagian yang menunjukkan adanya
12 Budi Purwoko dan Refia Juniarti Hendrastin, 2014, Studi Kasus Dinamika Psikologis Konflik Interpersonal Siswa Merujuk Teori Segitiga Abc Konflik Galtung, Jurnal BK Unesa Volume 04 Nomor 02 Tahun 2014, Hlm. 365 13 Ibid. Hlm. 368
10
perbedaan atau kontradiksi tujuan antar pihak yang berkonflik. Ketiga unsur
tersebut saling berkaitan satu sama lain.14
Jika konflik pembangunan Islamic Center dikaitkan dengan teori konflik
Galtung, konflik antara Pemerintah Daerah dan masyarakat ini dimulai dari dari
adanya perbedaan tujuan dari pihak yang berkonflik. Dari sudut pandang
pemerintah, pembangunan berguna untuk meningkatkan nilai lebih dari wisata
religi yang ada di Kabupaten Gresik sedangkan masyarakat menganggap alun-
alun adalah sebuah cagar budaya yang tidak boleh dirubah begitu saja dan
menghilangkan sisi historisnya. Dari perbedaan pendapat tersebut muncul
penolakan dari pihak masyarakat karena pembangunan Islamic Center di atas
lahan alun-alun yang merupakan cagar budaya tetap berjalan. Masyarakat
melakukan protes hingga demo secara langsung didepan lokasi pembangunan
supaya Pemerintah Daerah mempertimbangkan atau mengkaji kembali
pembangunan Islamic Center yang dibangun di atas lahan cagar budaya.
Sebuah kebijakan atau program yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah tidak
akan menjadi sebuah konflik apabila Pemerintah Daerah juga mempertimbangkan
usulan-usulan dari masyarakat. William Dunn, menjelaskan terdapat tiga elemen
penting dalam pembuatan kebijakan yakni pelaku/aktor kebijakan, lingkungan
kebijakan dan kebijakan publik.15 Kebijakan publik lahir dari tuntutan-tuntutan
yang dipengaruhi lingkungan, dan kemudian ditransformasikan ke dalam suatu
sistem politik. Faktor lingkungan antara lain adalah sosial ekonomi, sumberdaya
alam, iklim, topografi dan demografi, budaya dan lain sebagainya. Dalam
14 Gabriela Natalia Primi Bagas Gati, 2014, Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik antara Masyarakat Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012), Jurnal Analisis Hubungan Internasional , Vol. 3 ,No.3 Hlm.1145 15 Model Pelatihan Analisis Kebijakan oleh Lembaga Administrasi Negara Hlm. 12
11
berbagai arti kebijakan publik, pemerintah memiliki peran paling dominan dalam
pembuatan kebijakan publik, akan tetapi pembuatan kebijakan publik tidak berada
diruang hampa. Selalu ada tujuan dan maksud tertentu dari pembuatan kebijakan
publik serta dibutuhkan elemen lain untuk membuat sebuah kebijakan dapat
dilaksanakan dengan baik. Begitu juga kebijakan Pemerintah Kabupaten Gresik
dalam pembangunan Islamic Center. Dalam pembuatan kebijakan, pemerintah
hanya terfokus pada program-program yang telah direncanakan terlebih dahulu
tanpa memperhatikan kebutuhan lingkungan serta aspirasi masyarakat. Karena
pemerintah lebih mendominasi dalam proses pembuatan kebijakan, setelah
kebijakan tersebut berjalan menimbulkan konflik dari lingkungan dimana
kebijakan publik tersebut berjalan.
Berdasarkan penjelasan secara umum dan melalui teori peneliti menganggap
pentingnya penelitian ini berdasarkan pada konflik yang terjadi antara Pemerintah
Daerah dan masyarakat akibat pembangunan Islamic Center di atas lahan alun-
alun yang merupakan salah satu cagar budaya di Kabupaten Gresik. Tentu hal ini
membuat peneliti tertarik untuk mengetahui secara langsung dan mendalami
terkait konflik yang ada. Penelitian ini difokuskan kepada apa saja faktor atau
alasan Pemerintah Daerah membangun Islamic Center di atas lahan alun-alun kota
yang merupakan identitas sebuah daerah dilihat baik dari sisi politik, ekonomi,
sosial dan budaya. Konflik ini menggiring peneliti karena memiliki daya tarik
tersendiri bagaimana Pemerintah Daerah sebagai pemangku kebijakan atau
pemegang kekuasan mengambil keputusan yang berdampak besar pada
masyarakat dan seperti apa kelanjutan pembangunan Islamic Center yang
12
mengundang pro dan kontra serta bagaimana penyelesaian konflik yang terjadi
antara Pemerintah Daerah dan Masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian latar belakang dapat dibuat rumusan masalah sebagai
berikut :
1.2.1 Mengapa konflik terjadi antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat
tentang Pembangunan Islamic Center di Kabupaten Gresik?
1.2.2 Bagaimana cara menyelesaikan konflik Pemerintah Daerah dengan
masyarakat tentang pembangunan Islamic Center di Kabupaten Gresik?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian menggambarkan hasil yang ingin dicapai setelah
penelitian selesai, khususnya yang teridentifikasi dalam latar belakang dan
perumusan masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah
1.3.1 Mengetahui konflik yang terjadi antara Pemerintah Daerah dan masyarakat
tentang Pembangunan Islamic Center di Kabupaten Gresik.
1.3.2 Mengetahui cara menyelesaikan konflik Pemerintah Daerah dengan
masyarakat tentang pembangunan Islamic Center di Kabupaten Gresik.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat baik secara praktis
maupun akademis sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
penambahan khazanah keilmuan mata kuliah Manajemen Konflik dan
Konsensus khususnya dalam penyelesaian sebuah konflik.
13
1.4.2 Manfaat praktis, penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan rujukan baik
praktisi sosial, politisi maupun pemerintah yang berkaitan dengan
hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat serta manajemen
konflik.
1.5 Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan batasan terhadap masalah-masalah yang
dapat dijadikan pedoman dalam penelitian sehingga akan memudahkan dalam
mengoperasionalkannya pada saat di lapangan. Untuk memahami dan
memudahkan dalam menafsirkan teori yang ada dalam penelitian ini, maka akan
ditentukan definisi konseptual yang berhubungan dengan hal-hal yang akan
diteliti, yaitu :
1.5.1 Konflik
Istilah konflik, dalam ilmu politik sering dikaitkan dengan kekerasan, seperti
kerusuhan, kudeta, terorisme dan revolusi.16 Konflik mengandung pengertian
perbedaan pendapat, persaingan dan pertentangan antar individu dengan individu,
individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, dan kelompok dengan
pemerintah.17 Johan Galtung menilai konflik. adalah proses dinamis karena
struktur, sikap dan perilaku dapat berubah dan saling mempengaruhi.
Kemunculan konflik mengarah pada perubahan sosial dan jika lebih dalam lagi
dapat menyebabkan perubahan lingkungan sosial.18 Maka dari itu konflik dapat
diartikan sebagai perbedaan pendapat, persaingan dan pertentangan diantara
16 Suripto, 2016, Analisis Sengketa atau Konflik Politik, Jurnal Politikologi Vol 3/No.1/Oktober 2016, Hlm. 83-84 17 Ibid. 18 Gabriela Natalia Primi Bagas Gati, 2014, Dinamika dan Faktor Pendorong Keberlanjutan Konflik antara Masyarakat Tuareg dengan Pemerintahan Mali (1962-2012), Jurnal Analisis Hubungan Internasional , Vol. 3 ,No.3 Hlm.1145
14
sejumlah individu, kelompok dan organisasi dalam mendapatkan atau
mempertahankan sumber-sumber dari keputusan yang dibuat dan dilaksanakan
oleh pemerintah.
Konflik merupakan suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan masyarakat. Konflik dalam masyarakat dibedakan menjadi macam-
macam bentuk : 1) Konflik pribadi atau individu, yang didasari karena masalah
pribadi. 2) Konflik rasial yang terjadi karena pertentangan kelompok ras yang
berbeda kepentingan dan kebudayaan. 3) Konflik politik, konflik yang
menyangkut golongan-golongan dalam masyarakat maupun diantara negara yang
berdaulat. 4) konflik antar kelas sosial, yang merupakan pertentangan antara dua
kelas sosial yang berbeda kepentingan. 5) Konflik internasional, merupakan
konflik antara beberapa negara yang berbeda kepentingan.19
Perbedaan dan kerasnya benturan kepentingan memicu konflik di dalam
masyarakat. Konflik yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal : 1) Adanya latar
belakang sosial politik, ekonomi dan sosial budaya yang berbeda dan memiliki
pengaruh yang sangat kuat.. 2) Adanya pemikiran yang menimbulkan ketidak
sepamahaman antara yang satu dengan yang lain. 3) Adanya sikap tidak simpatik
terhadap suatu pihak,, sistem dan mekanisme yang ada dalam organisasi. 4)
Adanya rasa tidak puas terhadap lingkungan organisasi, sikap frustasi, rasa tidak
senang dan lain-lain sementara tidak dapat berbuat apa-apa, dan apabila harus
meninggalkan kelompok, berarti harus menanggung resiko yang tidak kecil. 5)
Adanya dorongan rasa harga diri yang berlebih-lebihkan dan berakibat pada
19 Hanisitinurjanah.blogspot.com/2015/02/konflik-politik.hmtl?m=1 di akses 1 Februari 2019
15
keinginan untuk berusaha sekuat tenaga untuk melakukan rekayasa dan
manipulasi.20
1.5.2 Islamic Center
Islamic Center adalah pusat kegiatan masyarakat muslim melaksanakan
ibadah dan dakwah, pemberdayaan umat, serta pengembangan kebudayaan
Islam.21 Dari pengertian tersebut dapat dijabarkan bahwa Islamic Center
merupakan tempat umat Islam melaksanakan ibadah dan mengamalkan nilai-nilai
Islam yang universal, tempat para ulama dan intelektual muslim untuk mengkaji
IMTAK dan IPTEK, serta tempat masyarakat berinteraksi dan berapresiasi
mengembangkan karyanya dalam meningkatkan kualitas hidup berdasarkan nilai-
nilai Islam. Fungsi Islamic Center dapat dikatakan sebagai penjabaran luas
terhadap fungsi masjid sebagai tempat ibadah ataupun tempat sesama manusia
saling berinteraksi.
1.5.3 Pemerintah Daerah
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menjelaskan bahwa pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.22 Sementara
Apparodal mengemukakan bahwa pemerintah daerah adalah pemerintah oleh
badan-badan yang terpilih secara populer yang ditugaskan untuk tugas
20 Hidayat, Imam, 2009, Teori-teori Politik, Setara Press, Malang, Hlm. 76 21 Elib. Unikom.ac.id/download/Islamic Center Sukabumi di akses 5 Januari 2019. 22 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (2)
16
administratif dan eksekutif dalam hal-hal yang berkaitan dengan penghuni tempat
atau distrik tertentu.23
Pemerintah daerah harus dipandang sebagai landasan dalam struktur sistem
politik yang demokratis dan pembangunan yang berkelanjutan. Dalam
perancangan sistem politik demokratis, pemerintah daerah harus dipandang
sebagai landasan kebijakan pembangunan nasional,, karena berfungsi sebagai
wahana yang vital pada tingkat tertentu untuk menjamin peningkatan pemahaman
dan dukungan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan.24
1.5.4 Masyarakat
Masyarakat adalah keseluruhan antara hubungan-hubungan antar manusia.
Robert M.Mclver, mengemukakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem
hubungan-hubungan yang ditata.25 Sementara itu Max Weber mengungkapkan
bahwa masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan
oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.26 Selain itu Emile
Durkheim juga mendefiniskan bahwa masyarakat adalah kenyataan objektif
individu-individu yang menjadi anggotanya.27
Kehidupan masyarakat merupakan sebuah sistem sosial dimana bagian-bagian
yang ada didalamnya saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya menjadi
suatu kesatuan yang terpadu. Manusia bertemu dengan manusia lainnya dalam
sebuah masyarakat dengan peran yang berbeda-beda.
23 Apparodal. A, 1975, The Substance of Politics, New Delhi Oxford University Press, Hlm.287 24Setiawan, Irfan, 2018, Handbook Pemerintah Daerah, Yogyakarta, WR Hlm. 54 25 M. Maclver, Robert, 1961, The Web of Goverment, New York : The Macmillan Company Hlm. 22 26Tejokusumo, Bambang, 2014, Dinamika Masyarakat sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan Sosial,Geoduksi Volume III Nomor 1 , Maret 2014,Hlm.39 27 Ibid
17
1.6 Definisi Operasional
Menurut Silalahi, definisi operasional merupakan kondisi-kondisi, bahan-
bahan dan prosedur-prosedur yang diperlukan untuk mengidentifikasi atau
menghasilkan kembali, satu atau lebih acuan konsep yang didefinisikan28. Dalam
definisi operasional ini bertujuan untuk menjabarkan konsep lebih jelas, agar lebih
mudah untuk dipahami. Adapun konsep yang akan didefinisikan secara
operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.6.1 Konflik Pemerintah Daerah dengan masyarakat tentang pembangunan
Islamic Center.
1.6.2.1. Kondisi awal alun-alun Gresik.
1.6.2.2. Kebijakan pembangunan Islamic Center.
1.6.2.3. Faktor penyebab konflik Pemerintah Daerah dengan masyarakat
terkait pembangunan Islamic Center.
1.6.2.4. Bentuk konflik yang terjadi antara Pemerintah Daerah dengan
masyarakat terkait pembangunan Islamic Center.
1.6.2.5. Aktor-aktor yang terlibat dalam konflik antara Pemerintah Daerah
dan masyarakat terkait pembangunan Islamic Center.
1.6.2 Resolusi konflik Pemerintah Daerah dengan masyarakat terkait perubahan
kawasan alun-alun kota menjadi Islamic Center.
1.6.2.1. Koordinasi
1.6.2.2. Mediasi
1.6.2.3. Ajudikasi
28 Silalahi, Ulber, 2012, Metode Penelitian Sosial. Bandung, Refika Aditama Hlm. 119
18
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian problem solution karena
penelitian ini berusaha untuk menemukan solusi yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaannya tertentu. Pada
penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode kualitatif.
1.7.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif menurut Sugiyono, adalah penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel ataupun lebih
(independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan
variabel yang lain.29
1.7.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Gresik tepatnya di Dinas
Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Gresik. Penelitian pada instansi
dinas tersebut menghasilkan data yang lebih akurat terkait dengan
pembangunan Islamic center.
1.7.3 Subyek Penelitian
Subyek penelitian merupakan pihak yang menjadi sasaran penelitian guna
memperoleh informasi terkait dengan topik penelitian. Untuk mendapatkan
informasi yang lengkap, maka dalam penelitian ini yang menjadi subyek
penelitian adalah
29 Sugiyono, 2008, Memahami Pendekatan Penelitian, Bandung : CV Alfabeta, Hlm. 5
19
a) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Gresik atau
pegawai dinas sebanyak 1 orang.
b) Kepala Dinas Koperasi, UMKM dan Perindag Kabupaten Gresik atau
pegawai dinas sebanyak 1 orang.
c) Perwakilan dari Pemuda Demokrat sebanyak 1 orang.
d) Budayawan dan Sejarawan dari Yayasan Literasi Mataseger sebanyak 1
orang.
e) Lembaga
1) Forum Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya Gresik sebanyak
2 orang.
2) Pengurus Anak Cabang Gerakan Pemuda (PAC GP) Ansor
Kecamatan Kota Gresik sebanyak 1 orang.
3) Paramaniaga Pedagang Alun-alun Gresik (PPAG) sebanyak 2
orang.
1.7.4 Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data sebagai berikut :
a) Data Primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari umber asli
(tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek
(orang) secara individual atau kelompok,, hasil observasi terhadap suatu
benda (fisik), kejadian atau kegiatan dan hasil pengujian. Dalam hal ini
data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak
Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Gresik, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dan Masyarakat sekitar alun-alun.
20
b) Data Sekunder digunakan untuk mendapatkan landasan teori penelitian
dan memperkuat data primer yang telah diperoleh melalui wawancara.
Data sekunder diperoleh melalui data dokumentasi, dengan menggunakan
sumber-sumber seperti buku bacaan,,jurnal hingga surat kabar. Data
sekunder penelitian ini adalah dokumen yang berkaitan dengan Konflik
Pembangunan Islamic Center seperti Rencana Kerja Dinas Pekerjaan
Umum dan Tata Ruang (DPUPR), Laporan Akuntabilitas DPUPR, Renstra
DPUPR, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten
Gresik serta Undang-undang/ Peraturan Daerah/ Keputusan Bupati yang
berkaitan dengan tema penelitian ini.
1.7.5 Teknik Pengumpulan Data
Tujuan dari kegiatan penelitian adalah pengumpulan suatu data. Kegiatan
pengumpulan data dilakukan dengan teknik tertentu dan menggunakan alat
tertentu yang disebut dengan Instrumentasi Penelitian. Data yang diperoleh
diolah agar menjadi sebuah informasi. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini kualitatif, adalah teknik yang memungkinkan
diperolehnya data detail dengan waktu yang lama.30 Dalam pengumpulan data
peneliti menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Observasi
Teknik pengamatan langsung merupakan teknik pengumpulan data
yang paling banyak dipakai dalam penelitian kualitatif. Teknik observasi
merupakan suatu metode dengan cara langsung datang pada obyek yang
dituju.
30 Maryadi, dkk, 2010, Pedoman Penulisan Skripsi FKIP, Surakarta: Univesitas Muhammadiyah Surakarta, Hlm. 14
21
b) Wawancara
Sugiyono mengemukakan bahwa teknik pengumpulan dengan
melakukan wawancara langsung,dengan pimpinan ataupun karyawan
tentang objek observasi yang sedang teliti wawancara yang dilakukan
adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah
wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
datanya.
c) Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa cacatan, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan
sebagainya. Dalam penelitian ini, dokumentasi digunakan untuk mencari
data-data yang dibutuhkan yang berhubungan dengan dokumen-dokumen
serta catatan yang ada pada Dinas tersebut.
1.7.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses pengumpulan data secara sistematis
untuk mempermudah peneliti menarik kesimpulan. Analisis data menurut
Bogdan dan Sugiyono, yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematik
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan
lain sehingga mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain.31 Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu analisis
berdasarkan data yang diperoleh.
31 Sugiyono, Op.cit, Hlm.334
22
Miles dan Huberman menjelaskan, bahwa analisis terdiri dari tiga alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data,
penarikan kesimpulan atau verifikasi.32 Mengenai ketiga alur tersebut
dijabarkan sebagai berikut :
a) Penyajian data
Pada tahap ini cara yang mudah bergerak maju adalah memecah-
mecah inovasi ke dalam komponen-komponen atau aspek-aspek tertentu,
dengan menggunakan ini sebagai baris matriks. Kolom matriks adalah
jangka-jangka waktu, dari penggunaan awal sampai penggunaan nanti.
Jika terjadi perubahan dalam komponen selama jangka waktu itu, kita
dapat memasukkan deskripsi singkat dari perubahan itu.
b) Reduksi Data
Reduksi data adalah bagian dari analisis. Reduksi data merupakan
suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan
dan membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data, dengan cara
sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
c) Display Data
Dalam tahapan ini, peneliti akan memaparkan atau
mendeskripsikan data-data yang telah diperoleh menjadi hasil dari
penelitian ini.
d) Penarikan Kesimpulan
Dalam proses ini selalu disertai dengan upaya verifikasi (pemikiran
kembali), sehingga disaat ditemukan ketidaksesuaian antara fenomena dan
32 Miles dan Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Jakarta : Universitas Indonesia Press, Hlm.16
23
data dengan konsep dan teori yang dibangun, maka peneliti kembali
melakukan pengumpulan data atau reduksi data atau perbaikan dalam
penyajian data kembali, sehingga dapat diperoleh kesimpulan yang benar-
benar utuh. Dalam penarikan kesimpulan peneliti menggunakan kerangka
teori yang dipakai sebagai kerangka pikir riset.