bab i pendahuluan 1 - unud

56
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius mengingat dampaknya yang besar terhadap kelangsungan hidup serta kualitas sumber daya manusia. Dampak negatif yang ditimbulkan berupa kretinisme ini berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia secara luas, meliputi tumbuh kembang termasuk perkembangan otak sehingga dapat mengancam kualitas sumber daya manusia karena memiliki potensi menurunkan tingkat kecerdasan. Hal ini dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia sekolah dan produktifitas pada orang dewasa sehingga timbul berbagai permasalahan sosial ekonomi pada masyarakat yang dapat menghambat proses pembangunan (Depkes RI,2005). Menurut WHO pada tahun 2003, secara global terdapat sekitar 54 negara yang menjadikan kekurangan iodium sebagai masalah kesehatan masyarakat, dimana 40 negara dengan defisiensi iodium tingkat ringan dan 14 negara dengan defisiensi iodium tingkat sedang dan berat. Di Asia Tenggara tingkat konsumsi iodium pada tahun 2002 sebesar 60,2%(WHO, 2004). Berdasarkan Riskesdas 2007, proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam iodium secara cukup di Indonesia hanya 62,3%. Angka ini menunjukkan penurunan dari survei GAKI tahun 2003 (73,3%). Dari 33 provinsi di Indonesia, baru 6 provinsi yang sudah mencapai proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium di atas 90% (USI), meliputi Provinsi Sumatra Barat, Jambi, Sumatra Selatan, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Papua Barat. Dari sampel 30 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, proporsi rumah tangga yang menggunakan garam beriodium yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (30-80 ppm KIO3) adalah 24,5%. Dan berdasarkan hasil survei pada tahun 2003, prevalensi penderita gondok di Indonesia yaitu sebesar 11,1%. (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008). Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang tidak termasuk endemis GAKI, namun hingga saat ini pencapaian konsumsi garam beriodium di tingkat rumah tangga di Kabupaten Badung hanya sebesar 51,9% dan masih di bawah target yang ditetapkan oleh Dinkes Provinsi Bali yaitu sebesar 80% (Dinkes Provinsi Bali, 2009).

Upload: others

Post on 09-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius

mengingat dampaknya yang besar terhadap kelangsungan hidup serta kualitas sumber daya manusia.

Dampak negatif yang ditimbulkan berupa kretinisme ini berpengaruh terhadap kualitas sumber daya

manusia secara luas, meliputi tumbuh kembang termasuk perkembangan otak sehingga dapat mengancam

kualitas sumber daya manusia karena memiliki potensi menurunkan tingkat kecerdasan. Hal ini dapat

berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia sekolah dan produktifitas pada orang dewasa

sehingga timbul berbagai permasalahan sosial ekonomi pada masyarakat yang dapat menghambat proses

pembangunan (Depkes RI,2005).

Menurut WHO pada tahun 2003, secara global terdapat sekitar 54 negara yang menjadikan kekurangan iodium

sebagai masalah kesehatan masyarakat, dimana 40 negara dengan defisiensi iodium tingkat ringan dan 14

negara dengan defisiensi iodium tingkat sedang dan berat. Di Asia Tenggara tingkat konsumsi iodium pada

tahun 2002 sebesar 60,2%(WHO, 2004).

Berdasarkan Riskesdas 2007, proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam iodium secara cukup di

Indonesia hanya 62,3%. Angka ini menunjukkan penurunan dari survei GAKI tahun 2003 (73,3%). Dari

33 provinsi di Indonesia, baru 6 provinsi yang sudah mencapai proporsi rumah tangga yang

mengkonsumsi garam beriodium di atas 90% (USI), meliputi Provinsi Sumatra Barat, Jambi, Sumatra

Selatan, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Papua Barat. Dari sampel 30 kabupaten/kota yang ada di

Indonesia, proporsi rumah tangga yang menggunakan garam beriodium yang sesuai dengan Standar

Nasional Indonesia (30-80 ppm KIO3) adalah 24,5%. Dan berdasarkan hasil survei pada tahun 2003,

prevalensi penderita gondok di Indonesia yaitu sebesar 11,1%. (Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, 2008).

Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang tidak termasuk endemis GAKI,

namun hingga saat ini pencapaian konsumsi garam beriodium di tingkat rumah tangga di Kabupaten

Badung hanya sebesar 51,9% dan masih di bawah target yang ditetapkan oleh Dinkes Provinsi Bali yaitu

sebesar 80% (Dinkes Provinsi Bali, 2009).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

2

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Puskesmas Petang II dengan sampel garam yang dibawa

oleh anak-anak SD pada masing-masing desa di wilayah kerja Puskesmas Petang II yang dianggap dapat

mewakili garam yang digunakan pada tingkat rumah tangga, menunjukkan bahwa konsumsi garam

dengan kandungan KlO3 >30 ppm sangat rendah yaitu sebesar 30%. Jumlah ini sudah mengalami

peningkatan dari survei yang dilakukan pada bulan Februari 2015, yaitu tingkat konsumsi garam

beriodium sebesar 0% (Puskesmas Petang II, 2015).

Dari data kunjungan yang dilakukan oleh Puskesmas Petang II pada tahun 2015, didapatkan prevalensi

kejadian gondok di wilayah kerja Puskesmas Petang II sebesar 2 per 1000 penduduk. Dengan rincian

terdapat 30% kasus grade III, 35% kasus grade II, dan 35% kasus grade I. Berdasarkan data ini

menunjukkan masih rendahnya asupan iodium dalam keluarga yang kemungkinan terjadi karena

rendahnya pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pengetahuan ibu dalam penggunaan garam

beriodium

Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Puskesmas Petang II untuk meningkatkan tingkat konsumsi

garam iodium yaitu mengadakan sosialisasi garam iodium yang dilakukan oleh petugas gizi, dan

dilakukan sosialisasi perorangan saat posyandu. Selain itu. Pemantauan penggunaan garam iodium

dilakukan setiap bulan Juli pada tingkat rumah tangga, pada tingkat masyarakat dilakukan setiap bulan

Februari dan Agustus. Pembagian garam iodium gratis kepada masyarakat dilakukan setiap bulan

Agustus. Pembagian garam iodium secara gratis bertujuan memberikan contoh jenis garam yang

mengandung iodium dan diharapkan masyarakat setiap membeli garam sesuai dengan contoh garam yang

dibagikan.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yakni faktor predisposisi (“predisposing factor”), faktor

yang mendukung (“enabling factor”) dan faktor yang mendorong atau memperkuat (“reinforcing factor”).

Upaya yang telah dilakukan Puskesmas Petang II, merupakan peran sebagai faktor pendorong yaitu

memberikan informasi tentang garam beriodium yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang manfaat penggunaan garam beriodium. Disini Puskesmas Petang II sudah berperan

sebagai pendidik kesehatan (Notoadmojo, 2003). Faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku

penggunaan garam beriodium yaitu pengetahuan, pendidikan, dan sikap. Begitu juga dengan faktor-faktor

pendukung perilaku penggunaan garam beriodium yang baik mencakup ketersediaan garam serta harga

yang menjadi akses untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dapat dinilai dengan menanyakan secara

langsung kepada masyarakat dan melakukan survei secara langsung ke penyedia garam iodium.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

3

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja

Puskesmas Petang II, 30% responden mengatakan belum mendapatkan informasi tentang garam iodium,

70% responden selalu memasukan garam pada saat dimasak, 30% responden mengatakan tidak tersedia

garam berlabel iodium di tempat membeli garam, dan sebanyak 70% responden belum melakukan

penyimpanan garam yang baik dan benar. Sementara dari hasil uji iodium dengan menggunakan iodine

tes, hanya 40% responden yang didapatkan menggunakan garam yang mengandung iodium.

Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap

dan perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan garam beriodium di wilayah kerja Puskesmas

Petang II.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini

adalah: “Bagaimanakah gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap

penggunaan garam beriodium di wilayah kerja Puskemas Petang II Kabupaten Badung?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan

garam beriodium di wilayah kerja Puskemas Petang II, Kabupaten Badung.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik Ibu Rumah Tangga berupa usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan

Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Ibu Rumah Tangga mengenai penggunaan garam beriodium

di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

c. Untuk mengetahui sikap Ibu Rumah Tangga mengenai penggunaan garam beriodium di wilayah

kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

d. Untuk mengetahui tempat mendapatkan garam di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten

Badung.

e. Untuk mengetahui harga garam iodium di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

f. Untuk mengetahui sumber informasi Ibu Rumah Tangga tentang garam beriodium di wilayah kerja

Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

4

g. Untuk mengetahui tingkat perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan garam iodium di

wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

h. Untuk mengetahui jenis garam yang digunakan Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas

Petang II Kabupaten Badung.

i. Untuk mengetahui kandungan iodium dalam garam yang digunakan Ibu Rumah Tangga di wilayah

kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

j. Untuk mengetahui cara menyimpan dan cara menggunakan garam Ibu Rumah Tangga di wilayah

kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

k. Untuk mengetahui alasan utama Ibu Rumah Tangga tidak menggunakan garam beriodium di wilayah

kerja Puskesmas Petang II, Kabupaten Badung.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat untuk ilmu pengetahuan

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian yang lebih lanjut.

1.4.2 Manfaat untuk program

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar evaluasi maupun perancangan bagi Dinas

Kesehatan Badung maupun Puskesmas dalam rangka promosi kesehatan konsumsi garam beriodium di

wilayah kerja Puskesmas Petang II dan dapat mencegah serta menanggulangi kasus GAKI.

1.4.3 Manfaat untuk masyarakat

Sebagai rujukan akan pentingnya meningkatkan perilaku konsumsi garam beriodium yang baik dalam

kehidupan sehari-hari dalam rangka mencegah GAKI.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iodium

2.1.1 Definisi Iodium

Iodium merupakan salah satu mineral penting bagi kehidupan manusia karena iodium sangat di perlukan

untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi otak. Hewanpun memerlukan iodium untuk

pertumbuhannya. Kebutuhan rata-rata perorang dewasa perhari 0,15 μg. Tubuh memerlukan asupan

iodium secara teratur setiap hari. Kekurangan iodium akan menyebabkan gangguan fisik maupun mental

mulai dari yang ringan sampai berat (Supariasa, 2002).

Zat iodium juga merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon

thyroxin (Sediaoetama, 2000). Iodium ada di dalam kelenjar tiroid, yang digunakan untuk mensintesis

hormon tiroksin triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4). Fungsi utama hormon-hormon ini adalah

mengatur pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2003).

2.1.2 Sumber Iodium

Iodium tersedia secara alami dalam tanah dan air sehingga iodium dapat diperoleh dari tanaman yang

tumbuh di tanah yang kaya iodium (BPS, 1995). Sumber utama iodium adalah sayur-sayuran, ikan laut,

dan rumput laut (Budiyanto, 2004). Laut merupakan sumber utama iodium. Oleh karena itu, makanan laut

berupa ikan, udang, dan kerang serta ganggang laut merupakan sumber iodium yang baik. Di daerah

pantai, air dan tanah mengandung banyak iodium sehingga tanaman yang tumbuh di daerah pantai

mengandung cukup banyak iodium (Almatsier, 2003).

Gangguan akibat kekurangan iodium adalah rangkaian kekurangan iodium pada tumbuh kembang

manusia. Spektrum seluruhnya terdiri dari: gondok, kretin endemik yang ditandai terutama oleh gangguan

mental, gangguan pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang dewasa, sering dengan

kadar hormon rendah, angka lahir dan kematian bayi meningkat (Supariasa, 2002). Defisiensi iodium

akan menguras cadangan iodium serta mengurangi produksi T4. Penurunan T4 dalam darah memicu

sekresi TSH yang kemudian meningkatkan kerha kelenjar tiroid, untuk selanjutnya menyebabkan

terjadinya hiperplasia tiroid (Arisman, 2004).

Defisiensi iodium pada anak akan menyebabkan insidensi gondok. Angka kejadian gondok meningkat

bersama usia, dan mencapai puncaknya setelah remaja. Defisiensi iodium pada orang dewasa akan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

6

berakibat hipotiroidisme dan gangguan fungsi mental. Pemberian iodium dalam bentuk garam, roti atau

minyak beriodium, lebih efektif dalam pencegahan gondok orang dewasa (Supariasa, 2002).

2.2 Garam Iodium

2.2.1 Definisi Garam Iodium

Garam beriodium adalah garam yang telah diperkaya dengan KlO3 (Kalium Iodat) yang dibutuhkan oleh

tubuh untuk pertumbuhan dan kecerdasan. Garam beriodium yang digunakan sebagai garam konsumsi

harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) mengandung iodium sebanyak 30-80 ppm (Depkes

RI, 2003).

2.2.2 Uji Garam Beriodium

Garam beriodium memiliki manfaat yang sangat penting yaitu untuk mencegah dan menanggulangi

GAKI, maka mutu garam beriodium yang beredar di pasar perlu dilakukan pemantauan. Cara mengetahui

kadar iodium dalam garam dengan test kit yodida yaitu ambil 1 sendok teh garam, lalu tetesi dengan

cairan yodida, tunggu beberapa menit sampai terjadi perubahan warna pada garam dari putih menjadi biru

keunguan (pada garam beriodium), lalu bandingkan dengan warna kit yang tertera pada kemasan. Jadi

semakin tua warnanya, kandungan iodium didalam garam tersebut akan semakin baik. (Depkes RI, 2003).

Bila tidak tersedia tes kit atau iodina, dapat dilakukan tes menggunakan singkong, dimana singkong yang

masih segar dikupas kemudia diparut, lalu diambil satu sendok diperas tanpa ditambah air dituang

kedalam tempat yang bersih. Kemudian ditambah 4-6 sendok garam yang akan diperiksa dan

ditambahkan 2 sendok cuka sampai rata dan dibiarkan beberapa menit. Bila timbul warna ungu, berarti

garam tersebut mengandung iodium. (Depkes RI, 1999).

2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk

hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)

mempunyai bentangan yang sangat luas, seperti : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,

membaca, menulis, dan sebagainya. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup

berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

7

Berdasarkan Teori Lawrence Green tahun 1980 dalam Notoadmojo (2003), perilaku seseorang

dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yakni: Faktor predisposisi (“Predisposing factor”), faktor yang

mendukung (“enabling factor”) dan faktor yang mendorong atau memperkuat (“reinforcing factor”).

2.4.1 Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang dimaksud adalah faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang

meliputi pengetahuan, pendidikan, sikap, ekonomi (pendapatan), hubungan sosial (keyakinan,

kepercayaan, tradisi, nilai-nilai) dan pengalaman (Notoadmojo, 2003).

2.4.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu

obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2003).

Menurut Bloom (1987) dikutip dalam Notoadmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup di dalam domain

kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan

sebagainya.

b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.

c. Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya

satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya, dapat menyusun, dapat

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

8

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suau kriteria yang ditentukan

sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Pengalaman, dimana dapat diperolah dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain.

b. Tingkat pendidikan, dimana pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.

Secara umum, orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi akan mempunyai pengetahuan yang

lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

c. Sumber informasi, keterpaparan seseorang terhadap informasi mempengaruhi tingkat

pengetahuannya. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya

televisi, radio, koran, buku, majalah, dan internet.

Mayoritas penduduk Indonesia, bahkan juga para pedagang belum mengetahui manfaat garam iodium,

sehingga dalam transaksi jual beli garam hampir tidak terjadi pemilihan merek atau kualitas. Hal ini

karena mereka tidak mengetahui arti label iodium dalam kemasan garam (BPS, 1995). Dari penelitian

yang dilakukan oleh Setiarini (2010) menyatakan ada hubungan tingkat pengetahuan ibu rumah tangga

tentang GAKI dengan cara menyimpan dan menggunakan garam beyodium. Penelitian deskritif korelatif

yang dilakukan oleh Novitasari (2014) di Boyolali menunjukkan terdapat hubungan antara sikap ibu

rumah tangga dengan penggunaan garam beriodium. Berdasarkan penelitian di atas menunjukkan

pengetahuan dan sikap merupakan faktor internal dari ibu rumah tangga yang menjadi dasar terjadinya

perilaku konsumsi garam beriodium di rumah tangga tersebut.

2.4.1.2 Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian dengan jalan

membina potensi pribadinya, yang berupa rohani (cipta, rasa dan karsa) dan jasmani (panca indra dan

ketrampilan). Pendidikan merupakan hasil prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia, dan usaha

lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya (Budioro, 2002).

Cara pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun secara nonformal untuk memberi pengertian dan

mengubah perilaku. Wanita sangat berperan dalam pendidikan di dalam rumah. Mereka menanamkan

kebiasaan dan menjadi panutan bagi generasi yang akan datang tentang perlakuan terhadap lingkungan.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

9

Untuk dapat melaksanakan pendidikan ini dengan baik, para wanita perlu juga berpendidikan baik formal

maupun nonformal karena seorang ibu dapat memelihara dan mendidik anaknya dengan baik apabila ia

sendiri berpendidikan (Slamet, 2002).

2.4.1.3 Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau

objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup. Sikap secara nyata mrnunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.

Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial

(Notoatmodjo, 2003).

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan “pre-disposisi”

tindakan atau prilaku. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok

yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional atau

evaluasi emosional terhadap suatu obyek, dan kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga

komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap

yang utuh, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo,

2003).

Sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek), merespons (responding) dengan memberikan jawaban

apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap,

menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga, dan yang keempat yaitu bertanggung

jawab (responsible) terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap

yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung

dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara langsung

dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden

(Notoatmodjo, 2003).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat individu adalah (Azwan, 2007):

a. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, maka harus melalui kesan yang kuat. Berbagai

pengalaman yang dialami akan membentuk dan mempengaruhi pembentukan sikap seseorang.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

10

b. Kebudayaan

Kebudayaan mempengaruhi sikap dan memberi corak pengalaman individu yang menjadi kelompok

usahanya. Hanya kepribadian individu yang kuat dapat memudahkan dominasi kebudayaan dalam

pembentukan sikap individual.

c. Orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang dapat mempengaruhi

sikap kita. Seseorang yang dianggap penting akan diharapkan persetujuan bagi setiap tindakan dan

pendapat kita.

d. Media massa

Media massa menyampaikan informasi yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini yang kuat

dalam menilai suatu hal sehingga terbukalah arahan sikap tertentu.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam

pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri

individu.

f. Emosional

Emosi dapat mendasari bentuk sikap karena dapat berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi

atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Mengenai faktor predisposisi ibu rumah tangga terhadap perilaku dalam mengkonsumsi garam beriodium,

penelitian yang dilakukan oleh Hariyanti (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap terhadap

penggunaan garam beriodium dengan kejadian Gondok pada wanita usia subur yang memiliki satu anak.

Berdasarkan penelitian cross sectional yang telah dilakukan oleh Susanto dkk (2011) pada 105 IRT di

Jakarta Barat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan sikap

dan perilaku ibu dan terdapat hubungan antara sikap ibu dengan perilaku ibu.

2.4.2 Faktor Pendukung

Faktor pendukung mencakup ketersediaan sumber-sumber dan fasilitas yang memadai. Green dan Kreuter

(1991) yang dikutip dari Notoadmodjo (2010) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor pendukung

yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang mempermudah individu untuk

berperilaku sehat salah satunya yaitu dari ketersediaan sarana dan prasarana. Faktor-faktor pendukung

perilaku penggunaan garam beriodium yang baik mencakup ketersediaan garam serta harga yang menjadi

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

11

akses untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Diharapkan dengan tersedianya akses tersebut dapat

meningkatkan perilaku penggunaan garam beriodium (Kurniasari, 2012).

Distribusi garam beriodium dari perusahaan ke masyarakat, tergantung dari kemampuan produksi dan

pemasaran dalam suasana pasar bebas. Distribusi garam beriodium mempengaruhi ketersediaan garam

beriodium dipasaran. Perusahaan besar mampu melakukan distribusi antar pulau dan antar propinsi,

sedangkan perusahaan menengah dan kecil hanya mampu memasarkan produknya dalam satu propinsi

bahkan satu kabupaten atau kota saja. Pemasaran akhir umumnya melalui pengecer formal (pasar besar,

supermaket, toko bahan pangan), sampai dengan pengecer kecil diperkotaan dan pinggiran kota. Untuk

pasar desa di daerah terpencil umumnya sulit terjangkau oleh distributor garam beriodium. Secara

tradisional kebutuhan mereka dipenuhi distributor informal yang memasarkan garam krosok non-yodium.

(Depkes RI,2005).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari pada tahun 2012 pada keluarga petani garam

di Desa Genengmulyo pesisir utara Pulau Jawa menunjukan ketersediaan garam yang berada di

lingkungan keluarga petani garam masih jauh dari yang diharapkan, sebanyak 78,38% subjek garam tidak

memiliki merek dan nomor pendafaran MD/SP dan hampir seluruh garam yang dikonsumsi subjek

(93,7%) kurang mengandung iodium. Hal ini menunjukan hubungan antara ketersediaan dengan perilaku

masyarakat. Menurut Katim (1996) terdapat banyak hal yang mempengaruhi konsumsi dari garam

beriodium, salah satunya adalah harga garam beriodium, dimana garam yang banyak beredar di

masyarakat adalah garam non iodium dengan harga yang relatif lebih murah menyebabkan masyarakat

cenderung memilih garam non iodium.

2.4.3 Faktor Penguat

Faktor penguat sebagai faktor ketiga yang mempengaruhi perilaku kesehatan meliputi sikap dan perilaku

petugas. Semua petugas kesehatan baik dilihat dari jenis dan tingkatannya pada dasarnya adalah pendidik

kesehatan. Karenanya, petugas kesehatan harus memilki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai

kesehatan. Selain itu, perilaku tokoh masyarakat juga dapat merupakan panutan orang lain untuk

berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2003).

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan

dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama,

para petugas terutama petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk

memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Agar masyarakat memiliki kemampuan dan kemandirian untuk

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

12

mengatasi masalah gizi yang dihadapi antara lain masalah GAKI, maka perlu dimasyarakatkan garam

beriodium secara merata. Kondisi demikian hanya mungkin terwujud apabila para pertugas, pedagang

garam dan konsumen telah memilih bekal pengetahuan gizi secara praktis sebagai pemicu terwujudnya

masyarakat sadar gizi, yaitu masyarakat yang berperilaku gizi baik dan benar (Depkes RI, 1998).

2.5 Perilaku Penggunaan Garam Beriodium

2.5.1 Jenis Garam

Penggunaan garam beriodium bertujuan untuk menyediakan unsur iodium kepada masyarakat secara

teratur dan berkesinambungan agar masyarakat tercukupi kebutuhannya akan unsur iodium. Menurut

Deperindag, ada beberapa jenis garam yang diproduksi oleh pabrik-pabrik yaitu garam krosok atau kiloan

atau curah dimana garam ini memiliki kristal yang kasar, dan dipilih dari garam krosok bermutu baik,

dibungkus dalam bungkus plastik transparan atau dalam karung plastik dan dikonsumsi masyarakat

sebesar 17,9 %. Garam yang kedua adalah garam bata atau briket yaitu garam yang berbentuk bata yang

dikemas dalam plastik buram maupun transparan, berisi 12 bata dengan berat sekitar 1,5 kg sampai

dengan 3,5 kg per plastik dan dikonsumsi masyarakat sebesar 26,9 %. Dan yang terakhir adalah garam

berlabel atau bermerk iodium, adalah garam yang kristalnya sangat halus menyerupai gula pasir yang

dikemas dalam plastic transparan disajikan untuk garam meja dan dikonsumsi masyarakat sebesar 55,1 %

(Depkes RI, 1996).

2.5.2 Penyimpanan Garam oleh Rumah Tangga

Walaupun garam yang dibeli mengandung cukup iodium tetapi penanganan dan cara penyimpanan oleh

rumah tangga dapat menyebabkan kandungan iodium dalam berkurang atau bahkan hilang. Masih banyak

rumah tangga yang menyimpan dalam tempat terbuka, meletakkan garam sembarangan, dan membiarkan

basah atau berair (BPS, 1995). Penyimpanan garam beriodium yang baik yaitu garam beriodium

diletakkan di bejana atau wadah tertutup, tidak terkena cahaya atau tembus cahaya melihat bahwa sifat

dari iodium yang mudah menguap dan peka terhadap cahaya sehingga untuk menghindari penurunan

kadar iodium dan meningkatnya kadar air, karena kadar iodium menurun bila terkena panas dan kadar air

yang tinggi akan melekatkan iodium dalam garam (Departemen Gizi dan Kesehatan FKM UI, 2012).

Penyimpanan garam beriodium secara tertutup dimaksudkan agar kandungan iodium yang ada dalam

garam tidak berkurang atau menguap. Garam yang disimpan secara terbuka cenderung kadar iodiumnya

kurang bahkan tidak ada (BPS, 2002 ).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

13

Salah satu hasil penelitian di daerah Wonosobo, menunjukkan sebagian besar (59,3%) masyarakat masih

melakukan cara penyimpanan garam yang buruk. Hampir seluruh masyarakat menyimpan garam di

bejana yang terbuat dari bahan plastik bening yang tipis dan tidak dapat tertutup dengan rapat. Hasi uji

Chi Square dalam penelitian yang sama juga menunjukkan adanya hubungan antara cara penyimpanan

garam dengan kadar iodium garam pada rumah tangga dalam penelitian (Wuninggarsari, 2010)

2.5.3 Cara Menggunakan Garam Beriodium

Faktor lain yang sangat penting dalam mempengaruhi kandungan atau kualitas iodium dalam garam

adalah cara penggunaannya selama proses pengolahan. Cara menggunakan garam yang benar saat

pemasakan adalah tidak membubuhkannya saat awal pemasakan atau masakan mendidih, tetapi setelah

masakan matang dan siap untuk dihidangkan. Cara penggunaan garam beriodium yang masih salah akan

mengurangi dan merusak iodiumnya. Dalam waktu 10 menit di atas kompor yang menyala, kandungan

iodium sudah berkurang dan bahkan hilang (Arisman, 2007).

Walaupun demikian masih banyak dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa

cara menggunakan garam beriodium oleh IRT pada proses pemasakan masih salah. Seperti pada

penelitian di Pacitan tahun 2010, sebesar 73,2% ibu-ibu menggunakan garam sewaktu awal pemasakan

ketika kompor sedang menyala dan makanan sedang mendidih. Hal tersebut dilakukan dengan alasan

supaya rasa asin dari garam menyerap ke dalam masakan dan makanan terasa lebih enak (Setiarini, 2010).

Hal yang serupa ditemukan pada penelitian lain oleh Suraji di Kabupaten Kendal Semarang, tahun 2003.

Penelitian tersebut menyatakan bahwa hampir seluruh ibu yang menjadi responden dalam penelitian

tersebut, masih melakukan cara penggunaan garam yang salah walaupun dari segi pengetahuan, sebagian

besar telah mengetahui cara menggunakan garam beriodium yang benar (Suraji,2003).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

14

BAB III

KERANGKA TEORI

Penelitian ini melihat gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap penggunaan garam

beriodium di tingkat rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II, Kabupaten Badung. Gambaran

dari kerangka berpikir penelitian dilandasi dari teori Lawrance Green (Notoadmojo, 2003) dimana

terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan individu atau kesehatan masyarakat,

yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong.

Gambar 1. Skema Kerangka Penelitian (Notoadmojo, 2003)

BAB IV

Faktor predisposisi:

1. Tingkat pendidikan

2. Pekerjaan

3. Tingkat pengetahuan

4. Sikap

5. Ekonomi (pendapatan)

6. Pengalaman

Faktor penguat:

1. Penyuluhan oleh

petugas kesehatan

Penggunaan garam

iodium

Faktor pendukung:

1. Ketersediaan Sarana

dan Prasana

2. Fasilitas

Ala

san

Tid

ak

men

ggu

nak

an

Gara

m I

od

ium

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

15

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung pada bulan Mei tahun

2016.

4.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif cross sectional untuk mengetahui

gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan garam

beriodium di wilayah kerja Puskesmas Petang II Kabupaten Badung.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah Ibu Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas Petang II yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.2.1 Besar Sampel

Dengan nilai Zα=1,96; p=0,4 ; q= 0,61 ; d= 10%

Jadi berdasarkan rumus diatas dapat dihitung

Karena populasi ibu rumah tangga di tempat penelitian kurang dari 10.000, dilakukan koreksi jumlah

sampel menggunakan formula:

Berdasarkan dari rumus tersebut, didapatkan jumlah sampel minimal sebanyak 89,5 sampel.

Besar sampel pada penelitian ini ada sebanyak 90 sampel.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

16

4.3.2.2 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah pertama pemilihan banjar dengan

teknik multistage sampling, dimana pemilihan banjar berdasarkan desa, di wilayah kerja

Puskesmas Petang II yang terdiri dari 2 desa dan 18 banjar.

Desa Belok terdiri dari 9 banjar yaitu: Banjar Selantang, Banjar Belok, Banjar Bon,

Banjar Sidan Kawan, Banjar Sidan Induk, Banjar Penikit, Banjar Sekarmuti, dan Banjar

Jempanang.

Desa Pelaga terdiri dari 9 banjar yaitu: Banjar Pelaga, Banjar Kiadan, Banjar

Nungnung, Banjar Bukian, Banjar Tinggan, Banjar Semanik, Banjar Tiyingan, Banjar

Auman, dan Banjar Bukit Munduk Tiying.

Satu banjar dipilih secara random dari satu desa yang sebelumnya dipilih secara random juga.

Pemilihan sampel diambil dari setiap kepala keluarga (KK) di banjar yang terpilih. Kepala

keluarga dipilih secara accidental, dimana jika pada KK tersebut terdapat sampel yang

memenuhi kriteria inklusi, lansung dijadikan sampel dan responden penelitian.

4.3.2.3 Kriteria Sampel

1. Kriteria Inklusi

Ibu Rumah Tangga sesuai dengan KK yang terpilih dan bersedia menjadi responden

2. Kriteria Eksklusi

Tidak mampu diwawancarai disebabkan kondisi medis umum yang berat.

Tidak berada di tempat saat penelitian berlangsung

4.4 Responden

Responden penelitian adalah semua sampel penelitian terpilih.

4.5 Variabel Penelitian

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

No. Variabel Definisi Operasional Skala

1 Usia Angka dalam tahun yang didapatkan

dari kartu identitas penduduk yang

Numerik

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

17

dimiliki ibu.

2 Tingkat

Pendidikan

Pendidikan formal yang terakhir kali

pernah ditempuh ibu. Tingkat

pendidikan dikategorikan menjadi

rendah, menengah, tinggi.

Ordinal

3 Pekerjaan Suatu hal yang dilakukan ibu di luar

pekerjaan rumah tangga sendiri dan

mendapatkan hasil/pendapatan dari

pekerjaaannya tersebut.

Nominal

4 Tingkat

Pengetahuan

Segala sesuatu yang diketahui IRT

tentang garam beriodium. Tingkat

pengetahuan diukur dengan 10

pertanyaan. Total nilai dikategorikan

menjadi :

Kategori baik bila jawaban

responden benar dengan nilai

total 76-100

Kategori cukup bila jawaban

responden benar dengan total

nilai 40-75

Kategori kurang bila jawaban

responden benar dengan total

nilai 0-39

Ordinal

5 Sumber

informasi

Ada tidaknya informasi ataupun

himbauan mengenai penggunaan

garam beriodium dari tenaga

kesehatan, media cetak, media

elektronik, kerabat dekat, dan lain

sebagainya

Nominal

6 Cara memilih

garam

Cara IRT memilih jenis garam yang

akan digunakan. Ada 3 pilihan jenis

garam yang digunakan yaitu garam

Nominal

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

18

yang dikemas dan bermerek, garam

yang dikemas tanpa merek, dan garam

yang tidak dikemas.

7 Jenis garam Garam yang digunakan oleh IRT yaitu

berupa garam halus, garam

krosok/curai/kasar, atau garam bata.

Nominal

8 Kandungan

iodium dalam

garam

Kandungan iodium yang dites dengan

menggunakan iodine tes. Kandungan

iodium baik atau memenuhi standar

bila warna yang ditimbulkan warna

biru atau ungu tua. Kandungan iodium

tidak memenuhi standar bila warna

yang ditimbulkan ungu pucat atau

biru muda. Tidak ada kandungan

iodium bila tidak berubah warna.

Nominal

9 Cara menyimpan Hal yang dilakukan IRT dalam

menyimpan/meletakkan garam yang

telah dibeli di rumah. Cara

penyimpanan dikategorikan dalam

benar jika ibu memilih menyimpan

garam pada wadah yang tertutup,

tidak dekat dengan hawa panas.

Nominal

10 Cara

menggunakan

garam

Cara IRT dalam menggunakan garam

saat pengolahan makanan. Pemilihan

cara penggunaan dikategorikan

menjadi benar yaitu pada saat

makanan/masakan dihidangkan

Nominal

11 Sikap terhadap

garam beriodium

Tanggapan atau reaksi yang dimiliki

ibu rumah tangga terhadap garam

beryodium. Sikap dinilai dengan 10

pernyataan pada aspek sikap. Total

Ordinal

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

19

nilai yang diperoleh dikategorikan

menjadi :

Kategori baik bila jawaban

responden dengan nilai total 76-

100

Kategori cukup bila jawaban

responden dengan total nilai 46-

75

Kategori kurang bila jawaban

responden dengan total nilai 0-39

12 Tingkat Perilaku Wujud nyata yang dilakukan ibu

rumah tangga terhadap penggunaan

garam beriodium. Perilaku dinilai dari

poin-poin aspek perilaku. Nilai

tersebut ditotal dan dikategorikan

menjadi :

Kategori baik bila jawaban

responden benar dengan nilai

total 76-100

Kategori cukup bila jawaban

responden benar dengan total

nilai 40-75

Kategori kurang bila jawaban

responden benar dengan total

nilai 0-39

Ordinal

13 Ketersediaan

garam beriodium

Ada tidaknya garam beriodium yang

dijual di wilayah kerja Puskesmas

Petang II. Termasuk kedalamnya

juga: tempat membeli garam sehari-

hari dan jenis garam yang paling

banyak ditemukan

Nominal

14 Harga garam Harga garam beriodium menurut IRT Nominal

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

20

beriodium di pasaran, apakah terjangkau atau

tidak terjangkau

4.6 Jenis dan Sumber Data

4.6.1 Data Primer

Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi menggunakan kuisioner mengenai

gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan garam

beriodium di wilayah kerja Puskesmas Petang II.

Kuisioner yang digunakan mengacu pada dari kuisioner penelitian Hasibuan (2009) menngenai

gambaran prilaku ibu rumah tangga dalam penggunaan garam beriodium yang berhubungan dengan

penelitian ini. Kuesioner tersebut kemudian dimodifikasi disesuaikan dengan variable-variabel yang

dicantumkan dalam penelitian ini.

4.7 Analisa Data

4.7.1 Analisis Univariat

Menggambarkan distribusi setiap variabel berupa karakteristik responden (usia, tingkat pendidikan,

pekerjaan), tingkat pengetahuan dan sikap/persepsi, ketersediaan dan harga garam beriodium di

pasaran, sumber informasi tentang garam beriodium, dan perilaku Ibu Rumah Tangga yang

meliputi: jenis garam yang digunakan, kandungan iodium dalam garam yang digunakan, cara

menyimpan dan cara menggunakan, serta alasan yang mempengaruhi Ibu tidak menggunakan

garam beriodium di wilayah kerja puskesmas Petang II, Kabupaten Badung.

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat pada penelitian ini akan dilakukan pada:

a. Tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan

b. Tingkat pengetahuan dengan sikap

c. Tingkat pengetahuan dengan perilaku

d. Sikap dengan perilaku

e. Harga garam beriodium dengan perilaku

f. Ketersediaan garam iodium dengan perilaku

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

21

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakeristik Responden

Tabel 2. Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Usia (N=90)

-20-44

-44-59

->59

60

21

9

66,7

23,3

10,0

Tingkat Pendidikan (N=90)

-Rendah

-Menengah

-Tinggi

11

48

31

12,3

53,3

34,4

Pekerjaan (N=90)

-Petani

-PNS

-Pegawai Swasta

-Pedagang

-Ibu rumah tangga

67

2

3

2

16

74,4

2,2

3,3

2,2

17,8

Berdasarkan pada penelitan yang telah dilakukan, didapat data bahwa umur responden yang paling

banyak berada pada rentang usia 20-44 tahun (66,7%). Sebanyak 53,3% responden memiliki tingkat

menengah. Sebagaian besar reponden bekerja sebagai petani yaitu sebesar 74,4%.

5.2 Pengetahuan Responden

Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Responden

Frekuensi Persentase (%)

Tingkat pengetahuan :

-Kurang

-Cukup

-Baik

19

47

24

21,1

52,2

26,7

Dari hasil penelitian, tingkat pengetahuan dalam penelitian ini dinilai berdasarkan poin-poin pada tabel

pengetahuan, dilakukan skoring, kemudian di kelompokan menjadi 3 tingkat nilai, yaitu baik (>75),

cukup (40-75), dan (<40). Didapatkan sebagian besar responden (52,2%) memiliki tingkat pengetahuan

cukup tentang garam beriodium.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

22

Tabel 4. Pengetahuan Tentang Garam Beriodium

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Screening Question „Pernah mendengar tentang

garam beriodium?‟ (N=90)

-Ya

-Tidak

74

16

82,2

17,8

Sumber informasi (N=74)

-Dari petugas kesehatan

-Dari aparat desa

-Media elektronik

-Kerabat dekat

49

5

3

17

66,2

6,7

4,1

23,0

Manfaat garam beriodium (N=74)

-mencegah penyakit gondok

-mencegah penyakit hipertensi

-sebagai penyedap makanan

-tidak tahu

61

12

1

0

82,4

16,2

1,4

0

Sumber iodium selain garam (N=74)

-Ikan laut

-tahu, tempe

-tahu

-tempe

59

14

1

0

79,7

18,9

1,4

0

Cara memilih garam beriodium (N=74)

-Garam yang dikemas dan bermerek

-Garam yang di kemas dan tidak bermerek

-Garam yang tidak pakai kemasan

52

21

1

70,3

28,3

1,4

Cara menggunakan garam beriodium (N=74)

-Pada saat makanan/masakan akan dihidangkan

-Pada saat makanan/masakan mendidih

-Pada saat makanan mulai dimasak

14

43

17

18,9

58,1

23,0

Garam iodium yang paling baik (N=74)

-Garam halus

-Garam krosok/curia/kasar

-Garam bata

55

19

0

74,3

25,7

0

Cara menyimpan garam yang benar (N=74)

-Pada wadah tertutup dan tidak dekat hawa panas

-Pada wadah yang tertutup

-Sembarang saja

43

31

0

58,1

41,9

0

Fungsi menyimpan garam beriodium yang benar

(N=74)

-Iodium tidak mengalami penguapan/rusak

-Garam kering/tidak basah

-Garam nya tetap asin

29

42

3

39,1

56,8

4,1

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Pengetahuan tentang kandungan garam iodium

(N=74)

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

23

-Ya, 30-80ppm

-Ya

-Tidak

9

38

27

12,2

51,3

36,5

Sebelum di lakukan pengukuran tingkat pengetahuan pada responden, terlebih dahulu ditanyakan

screening question yaitu „Apakah ibu pernah mendengar tentang garam beriodium?‟. Hasil dari screening

question mendapatkan sebagian besar responden (82,2%) mengaku sudah pernah mendengar mengenai

garam beriodium. Tetapi masih terdapat responden yang belum pernah mendengar tentang garam

beriodium yaitu sebanyak 17,8%. Oleh karena itu, responden yang belum pernah mendengar tentang

garam beriodium dimasukkan ke dalam kelompok pengetahuan kurang karena tidak pernah memperoleh

informasi mengenai garam beriodium.

Dari seluruh reponden yang pernah mendengar tentang garam beriodium, sebanyak 66,2% dari reponden

tersebut mendapatkan informasi mengenai garam beriodium dari petugas kesehatan. Responden lainnya

menyatakan pernah mendengar tentang garam beriodium dari sumber seperti aparat desa, media

elektronik dan kerabat dekat. Untuk menilai seberapa dalam pengetahuan responden tentang manfaat

garam beriodium, responden diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan

garam beriodium. Hampir seluruh responden (82,4%) mengetahui bahwa garam beriodium bermanfaat

untuk mencegah penyakit gonodok. Sebagian besar responden juga mengetahui bahwa ikan laut

merupakan sumber makanan yang banyak mengandung iodium (79,7%). Dalam memilih garam, 70,3%

reponden mengaku telah memilih garam yang bermerek dan di kemas dari warung.

Dari aspek penggunaan garam, lebih dari sebagian responden menggunakan garam pada saat masakan

mendidih (58,1%). Sejumlah 74,3% mengetahui cara memilih garam iodium yang baik dan memilih

garam yang halus. Sebanyak 58,1% responden sudah mengetahui cara menyimpan garam beriodium yang

benar yaitu dalam wadah yang tertutup dan diajuahkan dari panas. Tetapi, sebagian besar reponden

(56,8%) tidak mengetahui fungsi penyimpanan garam yang benar. Mayoritas responden menjawab fungsi

penyimpanan garam yang baik adalah untuk menjaga garam tetap kering. Pengetahuan tentang kandungan

iodium dalam garam dari responden sangat rendah, yaitu hanya 12,2% dari responden yang mengetahui

kandungan garam iodium yang benar.

5.3 Sikap Responden

Tabel 5. Sikap Responden

Sikap Frekuensi Persentase

(%)

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

24

- Kurang

- Cukup

- Baik

19

32

39

21,1

35,6

43,3

Kategori sikap dalam penelitian ini meliputi poin-poin sikap pada kuisioner dan dikelompokkan menjadi

3 tingkatan nilai, yaitu baik (>75), cukup (40-75), dan kurang (<40). Berdasarkan atas penelitian tersebut,

didapatkan sikap responden tentang garam beriodium baik sebanyak 43,3%, cukup 35,6%, dan 21,1%

responden memiliki sikap yang kurang.

Tabel 6. Sikap Penggunaan Garam Beriodium Responden

Komponen Sikap SS

(%)

S

(%)

KS

(%)

TS

(%)

STS

(%)

Membeli garam beriodium (N=74) 12

(16,2)

57

(77,0)

4

(5,4)

1

(1,4)

0

(0)

Menyimpan garam dalam wadah tertutup

(N=74)

16

(21,6)

55

(74,3)

2

(2,7)

1

(1,4)

0

(0)

Menambahkan makanan pada saat siap

dihidangkan (N=74)

4

(5,4)

36

(48,6)

19

(25,7)

12

(16,2)

3

(4)

Membeli garam yang berkemasan dan

bermerk (N=74)

4

(5,4)

42

(56,8)

17

(23,0)

7

(9,4)

4

(5,4)

Kandungan iodium paling bagus pada

garam halus (N=74)

5

(6,8)

58

(78,3)

5

(6,8)

4

(5,4)

2

(2,7)

Makanan laut untuk memenuhi kebutuhan

iodium (N=74)

4

(5,4)

63

(85,1)

2

(2,7)

5

(6,8)

0

(0)

Mencari informasi garam iodium ke

petugas kesehatan (N=74)

12

(16,2)

54

(72,9)

1

(1,4)

5

(6,8)

2

(2,7)

Komponen Sikap SS

(%)

S

(%)

KS

(%)

TS

(%)

STS

(%)

Menggunakan garam iodium 1 sendok

makan perhari (N=74)

0

(0)

45

(60,8)

12

(16,2)

10

(13,5)

7

(9,5)

Kekurangan iodium dapat mengganggu

pertumbuhan anak (N=74)

5

(6,8)

47

(53,5)

7

(9,5)

8

(10,7)

7

(9,5)

Memperhatikan label 30-80ppm setiap

membeli garam iodium (N=74)

2

(2,7)

50

(67,5)

9

(12,3)

10

(13,5)

3

(4)

Total 64

(8,9)

507

(70,8)

66

(9,2)

51

(7,2)

28

(3,9)

Keterangan: SS=sangat setuju, S=setuju, KS=kurang setuju, TS=tidak setuju, STS=sangat tidak setuju

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

25

Berdasarkan tabel diatas, hampir seluruh responden setuju dengan pernyataan makanan laut untuk

memenuhi kebutuhan iodium (85,1%), kandungan iodium paling bagus pada garam halus (78,3%),

responden membeli garam beriodium (77,0%), menyimpan garam dalam wadah tertutup (74,3%), dan

mencari informasi garam beriodium ke petugas kesehatan (72,9%).

5.4 Perilaku Penggunaan Garam Beriodium Responden

Tabel 7. Tingkat perilaku

Tingkat perilaku Frekuensi Persentase (%)

Kurang 48 53,3

Cukup 25 27,8

Baik 17 18,9

Perilaku terhadap penggunaan garam beriodium meliputi beberapa poin pada setiap soal. Masing-masing

poin diberikan nilai yang dijumlah untuk menentukan 3 kategori tingkat perilaku: baik (>75), cukup (40-

75), dan kurang (<40). Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa tingkat perilaku responden yang baik

terhadap penggunaan garam beriodium cenderung rendah. Lebih dari sebagian responden masih memiliki

tingkat perilaku terhadap penggunaan garam beriodium yang kurang. Hanya 18,9% responden

mempunyai perilaku yang baik dalam penggunaan garam beriodium.

Tabel 8. Perilaku Penggunaan Garam Beriodium

Faktor Frekuensi Persentase

(%)

Menggunakan garam beriodium (N=90)

- Ya

- Tidak

59

31

65,5

34,4

Hasil uji Tes Iodine (N=90)

- Ungu Tua 27 30,0

- Biru Muda/Ungu pucat 32 35,6

- Tidak berubah warna 31 34,4

Cara menyimpan garam (N=90)

- Benar 47 52,2

- Salah 43 47,8

Pemberian garam beriodium pada makanan siap

dihidangkan (N=90)

- Benar 11 12,2

- Salah 79 87,8

Penambahan garam iodium satu sendok makan per

hari (6-10 gram/hari)

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

26

- Benar 18 20,0

- Salah 72 80,0

Cara memilih garam (N=90)

- Membeli garam yang halus 61 67,8

- Memperhatikan label garam beriodium 30-

80ppm pada kemasan

28 31,3

Mengkonsumsi makanan laut (N=90)

- Ya 56 62,2

- Tidak 34 37,8

Alasan tidak Menggunakan garam beriodium (N=31)

- Harga tidak terjangkau 9 29,0

- Rasa tidak enak 6 19,4

- Tidak tersedia di pasaran 1 3,2

- Akses ke penjual sulit/jauh 1 3,2

- Sudah menjadi kebiasaan turun-temurun 14 45,2

Tiga puluh empat koma empat persen dari jumlah sampel garam responden yang telah diuji dengan

menggunakan iodine test, tidak mengandung iodium sama sekali. Sementara dari sampel garam yang

mengandung iodium, sebanyak 35,6% memiliki garam yang kandungannya tidak memenuhi standar

kebutuhan (dibawah 30ppm). Sebanyak 52,2% responden didapatkan menyimpan garam dengan cara

yang benar yaitu jauh dari panas dan di dalam wadah tertutup. Cara penggunaan garam beriodium setelah

makanan yang dimasak matang atau penggunaan setelah makanan dihidang didapatkan masih sangat

rendah (12,2%).

Dari observasi yang dilakukan saat penelitian, 67,8% responden menggunakan garam halus. Sebanyak

62,2% responden mengkonsumsi makanan laut dalam makanan sehari-hari mereka. Dari wawancara,

hanya sebagian kecil (20,0%) responden menambah garam beriodium pada pengolahan makanan setiap

hari dengan takaran 1 sendok. Kurang dari sebagian responden sering melihat label garam beriodium

apabila membeli garam (31,1%). Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden yang

menggunakan garam beriodium dengan cara yang salah (63,1%).

Alasan responden tidak menggunakan garam beriodium paling banyak adalah faktor sudah menjadi

kebiasaan turun temurun dikeluarga yaitu sebesar 45,2%, alasan terbanyak setelahnya adalah karena

harga tidak terjangkau yaitu sebesar 29,0% dan rasa yang tidak enak yaitu sebesar 19,4%, alasan tidak

tersedia dipasaran yaitu sebesar 3,2%, dan hanya 3,2% yang mengatakan alasan karena akses ke penjual

yang sulit dan jauh dan 1,5% mengatakan alasan karena garam beriodium tidak tersedia di pasaran.

5.5 Ketersediaan Garam Beriodium

Tabel 9. Ketersediaan Garam Beriodium

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

27

Faktor Frekuensi Persentase (%)

Ketersediaan garam beriodium (N=90)

- Ya 79 87,8

- Tidak 11 12,2

Tempat membeli garam (N=90)

- Pasar 17 18,9

- Warung 65 72,2

- Supermarket 8 8,9

Jenis garam yang banyak ditemukan (N=90)

- Garam berkemasan dengan tabel iodium 52 57,8

- Garam krosok 38 42,2

- Garam bata 0 0,0

Harga garam beriodium (N=90)

- Terjangkau 81 90,0

- Tidak terjangkau 9 10,0

Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang membeli garam sehari-hari terbanyak di warung

yaitu sebesar 72,2% diikuti oleh tempat terbanyak kedua yaitu di pasar sebesar 18,9% dan paling sedikit

yang dibeli di supermarket yaitu sebesar 8,9%. Diketahui pula bahwa jenis garam yang paling banyak

ditemukan adalah garam dengan kemasan beiodium lebih banyak ditemukan di pasaran dan sebanyak

42,2% ditemukan adalah garam krosok atau kiloan. Sebanyak 90,0% responden mengatakan harga garam

beriodium adalah berjangkau dan hanya 10,0% responden mengatakan harga garam beriodium tidak

terjangkau.

Ketersediaan garam beriodium adalah ada tidaknya atau bisa tidaknya ditemukan garam kemasan berlabel

iodium di daerah sekitar tempat tinggal yang masih dapat dijangkau oleh responden. Penelitian

menunjukkan hasil bahwa sebanyak 87,8% mengatakan garam kemasan berlabel iodium tersedia atau

dapat ditemukan di daerah tempat tinggal responden.

5.6 Gambaran Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 10. Tabulasi silang Tingkat pendidikan dengan tingkat Pengetahuan Responden.

Tingkat Pengetahuan Total

Tingkat Pendidikan Kurang Cukup Baik

- Rendah

- Menengah

- Tinggi

1 (9,1%)

14(29,2%)

4 (12,9%)

8 (72,7%)

23 (47,9%)

16 (51,6%)

2 (18,2%)

11 (22,9%)

11 (35,5%)

11 (100%)

48 (100%)

31 (100%)

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

28

Total 19 47 24 90

Tabel di atas menunjukan bahawa semua responden dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai

tingkat pengetahuan yang cukup. Sebanyak 51,6% responden dengan tingkat pendidikan tinggi juga

memiliki tingkat pengetahuan cukup. Tidak terdapat kecenderungan peningkatan tingkat pengetahuan

tentang garam beriodium dengan tingkat pendidikan.

5.7 Gambaran Sikap Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Tabel 11. Tabulasi Silang Sikap dengan Tingkat Pengetahuan

Sikap Total

Tingkat Pengetahuan Kurang Cukup Baik

- Kurang 15(83,3%) 2(11,1%) 1(5,6%) 18 (100%)

- Cukup 4(8,3%) 21(43,8%) 23(47,9%) 32 (100%)

- Baik 0(0,0%) 9(37,5%) 15(62,5%) 39 (100%)

Total 18 48 24 90

Dari hasil penelitian menujukan bahwa sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan yang baik

mengenai garam beriodium, cenderung memiliki sikap yang baik yaitu sebesar 62,5%. Terdapat

kecenderungan peningkatan sikap tentang penggunaan garam beriodium dengan peningkatan

pengetahuan.

5.8 Gambaran Perilaku Berdasarkan Sikap

Tabel 12. Tabulasi Silang Sikap dengan Tingkat Perilaku

Tingkat Perilaku Total

Sikap Kurang Cukup Baik

- Kurang 15 (78,9%) 4 (21,1%) 0 (0%) 19 (100%)

- Cukup 17 (53,1) 9 (28,1%) 6 (18,8%) 32 (100%)

- Baik 16 (41,0%) 12 (30,8%) 11 (28,2%) 39 (100%)

Total 48 25 17 90

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

29

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat kecenderungan peningkatan sikap terhadap peningkatan

tingkat prilaku penggunaan garam beriodium. Responden dengan sikap baik, memiliki perilaku yang baik

dalam penggunaan garam beriodium (28,2%).

5.9 Gambaran Perilaku Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Tabel 13. Tabulasi silang kategori perilaku dengan tingkat Pengetahuan Responden.

Kategori perilaku Total

Pengetahuan Kurang Cukup Baik

- Kurang

- Cukup

- Baik

16 (84,2%)

27 (57,4%)

5 (20,8%)

3 (15,8%)

15 (31,9%)

7 (29,2%)

0 (0,0%)

5 (10,7%)

12 (50,0%)

19 (100%)

47 (100%)

24 (100%)

Total 48 25 17 90

Pada tabel di atas, didapatkan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan baik, cenderung memiliki

prilaku yang baik tentang penggunaan garam beriodium. Terdapat kecenderungan antara pengetahuan

dengan perilaku.

5.10 Gambaran Perilaku Berdasarkan Harga Garam Beriodium

Tabel 14. Tabulasi silang tingkat perilaku dengan harga garam beriodium

Tingkat perilaku Total

Harga garam Kurang Cukup Baik

- Terjangkau 41 (50.6%) 23 (28.4%) 17 (21.0%) 81 (100%)

- Tidak terjangkau 7 (77.8%) 2 (22.2%) 0 (0.0%) 9 (100%)

Total 48 25 17 90

Dari tabel diatas berdasarkan harga garam, responden yang memiliki perilaku kurang sebagian besar

menganggap harga garam masih terjangkau (50,6%).

5.11 Gambaran Perilaku Berdasarkan Ketersediaan Garam Iodium

Tabel 15. Tabulasi silang tingkat perilaku dengan ketersediaan garam beriodium

Tingkat perilaku Total

Ketersediaan

garam beriodium Kurang Cukup Baik

- Ya 41 (51.9%) 21 (26.6%) 17 (21.5%) 79 (100%)

- Tidak 7 (63.6%) 4 (36.4%) 0 (0.0%) 11 (100%)

Total 48 25 17 90

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

30

Dari tabel di atas, dapat disimpukan bahwa responden yang menganggap garam beriodium tersedia atau

dapat ditemukan di daerah sekitar tempat tinggal masih cenderung memiliki tingkat perilaku yang kurang

(51,9%). Sementara dari responden yang mengganggap garam beriodium tidak tersedia, paling banyak

atau hampir seluruhnya memiliki tingkat perilaku yang kurang yaitu 63.6%.

5.12 Gambaran Perilaku Berdasarkan Sumber Informasi

Responden ditanyakan darimana mereka paling banyak mendapatkan informasi atau pengetahuan

mengenai garam beriodium selama ini. Dari hasil penelitian, pada tabel 16 menunjukkan para responden

yang tingkat perilakunya cukup, cenderung memperoleh informasi tentang garam beriodium dari petugas

kesehatan yaitu 36.7% . Sementara menurut para responden yang mempunyai tingkat perilaku kurang

tidak pernah mendengar mengenai garam beriodium sebesar 87,5%. Sebanyak 28,6% responden

berperilaku baik memperoleh sumber informasi garam beriodium dari petugas kesehatan.

Tabel 16. Tabulasi silang sumber infomasi dengan tingkat perilaku

Tingkat perilaku Total

Sumber informasi Kurang Cukup Baik

- petugas kesehatan 17 (34.7%) 18 (36.7%) 14 (28,6%) 49 (100%)

- aparat desa 4 (80.0%) 1 (20.0%) 0 (0,0%) 5 (100%)

- media elektronik 2 (66.7%) 1 (33.3%) 0 (0,0%) 3 (100%)

- kerabat dekat 11 (64.7%) 3 (17.6%) 3 (17,6%) 17 (100%)

- tidak pernah mendengar 14 (87.5%) 2 (12.5%) 0 (0,0%) 16 (100%)

Total 48 25 17 90

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

31

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga. Kaitan antara ibu rumah tangga dengan

konsumsi garam beriodium di rumah tangga juga dibenarkan oleh Setiarini, 2010 menyatakan terdapat

hubungan tingkat pengetahuan ibu rumah tangga (IRT) dengan gangguan akibat kekurangan Iodium

(GAKI) serta cara menyimpan dan menggunakan garam beriodium. Hubungan antara ibu rumah tangga

dengan konsumsi garam beriodium di rumah juga dibenarkan oleh penelitian oleh Wariyanto (2013),

yang menyatakan intervensi yang tepat dilaksanakan untuk meningkatkan konsumsi garam beriodium di

tingkat rumah tangga adalah dengan peningkatan peran ibu rumah tangga dalam pendekatan keluarga.

Karakteristik ibu dalam penelitian ini terdiri dari umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Pada kategori

umur, reponden di kelompokkan menjadi 3 kelompok yang meliputi rentang umur 20-44, 44-59, dan > 59

tahun. Kelompok tersebut di bagi berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sihombing

(2014). Berdasarkan hasil penelitian umur IRT paling banyak berada pada rentang usia 20 - 44 tahun

yaitu 66,7%. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya ibu yang menjadi responden untuk penelitian

ini masih pada usia produktif dan mampu untuk melaksanakan tugasnya dalam menggunakan garam

beriodium.

Tingkat pendidikan responden paling banyak adalah kategori menengah (53,3%).Sebagian besar

responden bekerja sebagai petani (74,4%) dan hanya 17,8% dari responden tidak bekerja.

6.2 Pengetahuan Tentang Garam Beriodium Berdasarkan Pendidikan

Menurut Notoatmodjo pengetahuan adalah hal yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

seseorang. Di dapatkan bahwa, pengetahuan diperlukan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun

sikap dan perilaku setiap hari, dan dapat pengetahuan merupakan faktor yang mempengaruhi tindakan

sesorang. Tanpa adanya pengetahuan, seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan

menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Selain dari itu, pengetahuan juga mempunyai

implikasi kuat dengan sikap dan perilaku seseorang. Dengan bekal pengetahuan yang baik, seseorang ibu

seharusnya dapat menerapkan perilaku penggunaan garam beriodium yang baik sehari-hari.

(Notoatmodjo, 2003).

Sebelum dilakukan pengukuran tingkat pengetahuan, sikap dan sumber informasi mengenai garam

beriodium, pada IRT telah diberikan screening question terlebih dahulu yaitu “Apakah responden pernah

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

32

mendengar tentang garam beriodium?”. Hasil dari kuesioner yang diterima, didapatkan sebagian besar

responden mengaku pernah mendengar mengenai garam beriodium (82,2%). Responden yang belum

pernah mendengar mengenai garam beriodium langsung di kategorikan ke dalam kelompok tingkat

pengetahuan kurang.

Dari hasil penelitian didapatkan pengetahuan reponden mengenai garam beriodium sebagian besar dalam

kategori cukup (52,2%). Dilihat dari beberapa aspek pengetahuan, lebih dari sebagian responden

mengetahui bahwa ikan laut merupakan sumber makanan lain yang mengandungi banyak iodium

(65,6%). Lebih dari sebagian reponden sudah mengetahui manfaat garam beriodium untuk mencegah

penyakit gondok (67,8%). Pada aspek pemilihan garam beriodium yang baik, lebih dari sebanyak 61,1%

responden sudah mengetahui bahwa garam halus merupakan garam beriodium yang paling baik. Menurut

penelitian dari Handayani (2013) garam berbentuk halus lebih tinggi kandungan iodium nya di

bandingkan garam berbentuk bata atau briket, apalagi krosok. Kebanyakan reponden juga bisa mengenal

pasti cara pemilihan garam yang benar yaitu dengan membeli garam yang dikemas dan bermerek

(57,8%). Tetapi pengetahuan reponden pada kandungan garam iodium rata-rata tidak tepat, hanya 10,0%

reponden tahu bahwa garam beriodium yang baik dan benar harus tertulis 30-80ppm pada kemasan atau

bungkusan garam. Hal tersebut menunjukkan bahwa reponden tidak mampu dalam mengidentifikasi

garam dengan kandungan iodium yang baik. Berdasarkan dari hasil penelitian ini disarankan agar dinas

kesehatan dalam melakukan pengawasan kualitas garam beriodium yang beredar dimana hasil

pengawasan merek garam beriodium yang memenuhi syarat diinformasikan kepada masyarakat dan

konsumen terutama yang tinggal di daerah epidemik GAKI harus mempunyai pengetahuan dalam

memilih dan membeli garam beriodium dengan kualitas memenuhi syarat (30-80ppm KIO3).

Kadar iodium, menurut penelitian Handayani dipengaruhi oleh penyimpanannya, penyimpanan garam

iodium yang tidak menggunakan wadah (kedap sinar dan tidak berkarat) yang tertutup rapat dan kering,

akan mengakibatkan kandungan iodium berkurang (Handayani, 2013). Menempatkan garam iodium di

ruangan yang lembap dan terkena panas akan menyebabkan penurunan kadar iodium dan kadar air,

karena kadar iodium menurun bila terkena panas dan air akan menguapkan iodium. Lebih dari sebagian

responden mengetahui cara menyimpan garam beriodium dengan cara yang benar (52,2%) yaitu reponden

menyimpan garam beriodium pada wadah yang tertutup rapat dan tidak dekat dengan hawa panas.

Responden mungkin menyimpan garam beriodium pada wadah yang tertutup dan jauh dari hawa panas

secara kebetulan atau akibat sudah menjadi kebiasaan.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

33

Hasil penelitian memperlihatkan kebanyakan responden tidak mengetahui dengan tepat fungsi meyimpan

garam beriodium (46,7%), reponden hanya mengetahui bahwa fungsi menyimpan garam beriodium pada

wadah yang tertutup rapat dan jauh dari hawa panas adalah bertujuan supaya garam tetap kering.

Kurangnya pengetahuan mengenai fungsi penyimpanan garam sebenarnya memiliki implikasi tersendiri.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Handayani, kadar iodium dipengaruhi oleh beberapa faktor

terkait dengan penyimpanan. Kehilangan kandungan iodium terbanyak terjadi pada garam yang disimpan

dengan menggunakan gelas berwarna merah gelap (Handayani, 2003). Kadar iodium garam akan semakin

menurun seiring dengan lamanya garam disimpan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan

pemahaman tentang tujuan penyimpanan garam beriodium dengan baik. Hal yang perlu ditekankan

adalah kandungan iodium dalam garam yang dapat berkurang akibat penggunan media penyimpanan

yang salah, lamanya waktu simpan, dan penempatan garam yang salah.

Kurangnya pengetahuan reponden pada beberapa aspek mengenai garam beriodium mengakibatkan

responden tidak mendapat manfaat yang optimal dari penggunaan garam beriodium. Responden

umumnya tidak mengetahui bahwa kandungan iodium dari garam beriodium itu dapat hilang akibat dari

cara penggunaan yang salah. Menurut WHO (1996) cara pengolahan bahan makanan yang dimasak

dengan menggunakan garam beriodium ternyata berpengaruh pada kadar iodium nya seperti menggoreng

akan kehilangan 20% iodium, memanggang akan kehilangan iodium sebesar 23%, dan merebus akan

kehilangan iodium lebih besar yaitu 58%. Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden

tidak mengetahui bahawa cara penggunaan garam sewaktu memasak yang benar yaitu saat masakan atau

makanan di hidangkan (87,8%). Temuan tersebut sejalan dengan dari hasil penelitian Setiarini (2010)

menunjukkan cara penggunaan garam beriodium oleh IRT pada proses pemasakan sebagian besar masih

salah yaitu sebanyak 73,2%. Hal tersebut di karenakan responden beranggapan jika garam ditambahkan

setelah proses memasak maka rasanya tidak akan meresap. Menurut penelitian dari Sihombing, cara

menggunakan garam beriodium yang masih salah disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan oleh IRT

sewaktu proses memasak.

Faktor tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Dari Tabulasi silang yang

dilakukan antara pendidikan dan tingkat pengetahuan, di dapatkan bahwa, lebih dari sebagian reponden

dengan tingkat pendidikan tinggi mempunyai tingkat pengetahuan cukup (51,6%) dan sebanyak 35,5%

mempunyai tingkat pengetahuan yang baik mengenai garam beriodium. Menurut penelitian yang telah

dilakukan oleh Sihombing (2014) tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut menentukan

mudah tidaknya seseorang menyerap informasi gizi kesehatan sehingga seseorang memiliki pengetahuan

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

34

gizi dan kesehatan yang baik. Sehubungan dengan hal tersebut, reponden dengan tingkat pendidikan yang

memiliki tingkat pengetahuan garam beriodium yang tinggi umumnya berusaha untuk memahami,

menerapkan dan menyebarkan informasi kesehatan dalam hal ini garam beriodium ke dalam keluarga dan

orang lain.

Responden dengan tingkat pendidikan kurang ditemukan memiliki tingkat pengetahuan cukup sebanyak

72,7%. Hasil ini sesuai dengan penelitian dari Sihombing, yang menyatakan bahwa pengetahuan

seseorang tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal saja tetapi juga diperoleh dari pendidikan non-

formal. Pendidikan non-formal di peroleh dari pengalaman yang berasal dari sumber lain misalnya seperti

media masa, media elektronik, buku, petugas kesehatan dan keluarga. Hal ini demikian, membuktikan

bahwa informasi mengenai garam beriodium tidak semata-mata hanya didapatkan dari pendidikan formal.

6.3 Sikap Tentang Garam Beriodium Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang

merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling bereaksi di dalam

memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pembentukan sikap yaitu pengalaman pribadi, apa yang telah atau sedang dialami mempengaruhi atau

sebagai dasar terbentuknya sikap. Pengaruh dari orang lain, orang sekitar kita merupakan komponen

sosial yang mempengaruhi sikap serta pengaruh kebudayaan, budaya dimana seseorang tinggal

berpengaruh terhadap pembentukan sikap. Media masa mempunyai pengaruh yang besar terhadap

pembentukan kepercayaan orang yang berpengaruh terhadap pembentukan sikap, dan lembaga

pendidikan, dimana pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan sikap karena meletakan

konsep moral dalam individu. (Notoatmodjo, 2003).

Secara umum, sikap atau persepsi responden terhadap konsumsi garam beriodium yaitu 43,3% responden

memiliki sikap yang baik, sebagian besar responden menyatakan setuju dari komponen sikap yang dinilai.

Aspek mengonsumsi makanan laut untuk memenuhi kebutuhan iodium selain dari garam merupakan

aspek dengan persentase terbesar (85,1%).

Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman.

Karena sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan disekitar

individu yang bersangkutan pada saat-saat yang berbeda-beda (Sarwono, 2000). Pengetahuan dapat

diartikan sebagai proses belajar seumur hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat

penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan. Sesuai dengan pernyataan Soehardjo

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

35

sikap sebagai suatu tindakan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dalam

objek-objek piskologis, afeksi positif adalah afeksi senang terhadap suatu objek. Bila seorang ibu

memiliki pengetahuan yang baik, maka pengetahuan tersebut akan mengarahkan ibu untuk bersikap baik

pula. Pengetahuan yang dimiliki ibu akan menjadi dasar bagi ibu untuk bersikap.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan

yang baik cenderung memliki sikap yang baik (62,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian Susanto, 2011

dimana pada penelitian ini didapatkan responden dengan pengetahuan baik memiliki sikap yang baik pula

(55,6%).

6.4 Perilaku Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Sumber Informasi, Harga dan

Ketersediaan Garam Beriodium

Pengetahuan dengan mengadopsi dengan mengadopsi konsep dari teori Green adalah faktor enabling

yang mengarahkan tindakan tepat pada perilaku kesehatan. Pengetahuan akan membuka wawasan ibu

terhadap masukan informasi khususnya garam beriodium dan selanjutnya dipraktikan untuk mencapai

tujuan yang diinginkan yaitu menggunakan garam beriodium. Menurut Soehardjo hasil pendidikan orang

dewasa adalah perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku

didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Sikap merupakan

respon seseorang terhadap suatu hal dan dia akan berprilaku sesuai dengan respon tersebut. Praktek

dibentuk oleh pengalaman interaksi individu dengan lingkungan khususnya yang menyangkut

pengetahuan dan sikap terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan responden tentang garam beriodium sebagian besar cukup yaitu sebanyak 52,2%. Terdapat

kecenderungan antara pengetahuan garam beriodium dengan perilaku mengkonsumsi garam beriodium,

responden dengan tingkat pengetahuan baik cenderung memiliki perilaku yang baik pula (50,0%) . Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Setiarini, 2010 yaitu dari 198 orang responden yang

memilki pengetahuan yang baik mengenai garam beriodium akan membentuk sikap yang baik dan

menjadi dasar untuk memiliki perilaku yang baik dalam menggunakan garam beriodium (36,7%).

Hasil tabulasi silang antara perilaku dengan sikap (tabel 12) didapatkan terdapat kecenderungan antara

sikap atau persepsi terhadap perilaku penggunaan garam beriodium dengan konsumsi garam beriodium.

Hal ini dapat terlihat dari responden dengan sikap baik sudah memiliki perilaku yang baik (28,2%), dan

responden dengan sikap yang kurang masih memiliki perilaku yang kurang (78,9%). Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanto 2011 yang mendapatkan hasil besarnya sikap yang baik

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

36

diikuti dengan oleh tindakan yang baik yaitu hanya sebesar 23,9%. Dan responden dengan sikap kurang

juga memiliki perilaku yang kurang (45,8%).

Menurut hasil penelitian pada tabel 8 diperoleh gambaran umum mengenai perilaku Ibu Rumah Tangga

terhadap konsumsi garam beryodium yaitu sebagian besar responden sudah menggunakan garam

beryodium yaitu sebanyak 65,6%. Namun, angka ini masih berada dibawah target yang ditetapkan oleh

Dinas Kesehatan Provinsi Bali yaitu sebesar 80% (Dinkes Provinsi Bali, 2008). Sebanyak 34,4% masih

belum mengonsumsi garam beriodium, berasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Ekawati,

2013 menyebutkan bahwa perilaku Ibu Rumah Tangga yang tidak mengkonsumsi garam beryodium

dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman Ibu Rumah Tangga akan pentingnya konsumsi garam beryodium

bagi kesehatan. Rendahnya penggunaan garam beriodium pada rumah tangga di kawasan penelitian juga

disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya sudah menjadi kebiasaan turun temurun penggunaan garam

tidak beriodium, harga garam krosok lebih murah dibandingkan dengan garam yodium, selera rasa, serta

kemudahan mereka dalam mendapatkan garam krosok.

Garam yang bermutu adalah garam beriodium yang jika diuji menggunakan tes cepat (iodine test)

mengalami perubahan warna berwarna ungu dan mengandung iodium sebanyak 30-80 ppm. Penggunaan

garam beriodium bertujuan untuk menyediakan unsur iodium kepada masyarakat secara teratur dan

berkesinambungan agar masyarakat tercukupi kebutuhannya akan unsur iodium. Untuk mengatasi

kekurangan asupan iodium dalam makanan, pemerintah membuat program penggunaan garam beriodium

dengan menambahkan (suplementasi) kalium iodat ke dalam garam dapur sesuai dengan standar nasional,

tetapi masih banyak garam yang ditemukan beredar tidak memenuhi standar.

Dari hasil observasi dan pengecekan kandungan iodium pada garam yang digunakan oleh responden,

sebanyak 34,4% responden masih menggunakan garam tidak mengandung iodium, hanya 30% responden

yang mempunyai hasil tes iodine positif berubah menjadi ungu tua yang menunjukkan bahwa baru 30%

responden menggunakan garam beriodium yang sesuai standar. Dan sebanyak 35,6% garam yang

digunakan oleh responden memiliki kandungan iodium yang tidak memenuhi standar. Hasil ini sejalan

dengan hasil survei semi kuantitatif yang menunjukkan secara nasional persentase rumah tangga yang

mengonsumsi garam beriodium dengan kandungan cukup (30-80ppm) sejak tahun 1997-2003 berkisar

antara 62% sampai dengan 73,24% (Kartono, 2010). Kandungan iodium yang tidak memenuhi standar

nasional juga terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Amalai pada tahun 2015, didapatkan sebanyak

88,9% garam yang digunakan memiliki kandungan iodium <30ppm.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

37

Dari hasil observasi didapatkan hanya 31,3% responden yang menggunakan garam iodium dengan label

kandungan iodium 30-80ppm. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan responden terhadap

kandungan iodium yang sesuai dengan standar nasional hanya 12,2% responden yang mengetahui bahwa

sebaiknya membeli garam iodium dengan label kandungan 30-80ppm. Selain itu faktor yang

mempengaruhi responden menggunakan garam dengan kandungan iodium yang tidak sesuai standar

karena masih banyak garam beriodium yang beredar tidak memenuhi standar.

Salah satu aspek yang berperan terhadap jenis garam yang digunakan saat ini adalah faktor ketersediaan

daripada garam tersebut. Garam sehat adalah garam konsumsi dengan kandungan yodium minimal 30

ppm dan dianjurkan mengkonsumsi garam beriodium 6-10 gram/hari (1 sendok makan). Dipasaran

terdapat 3 jenis garam diantaranya yaitu garam halus, garam krosok dan garam briket. Dari segi kualitas,

maka garam halus adalah yang paling bagus, kemudian garam briket dan yang terakhir garam krosok

(Sarlan, 2009). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran umum mengenai jenis garam yang

dikonsumsi ibu rumah tangga yaitu sebagian besar responden mengkonsumsi bentuk garam halus

(67,8%). Ini menunjukkan responden sudah menggunakan jenis garam yang benar. Namun sebanyak

80% responden belum menggunakan garam beriodium sebanyak 6-10 gram/hari (1 sendok makan). Hal

ini disebabkan karena pengetahuan responden masih kurang mengenai seberapa banyak garam yang harus

dikonsumsi perhari, selain itu responden juga tidak pernah mengukur takaran garam yang digunakan

tergantung dengan keperluan saat memasak dan takaran yang digunakan hanya perkiraan saja.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas iodium pada garam di rumah tangga antara lain adalah

penggunaan dan penyimpanan garam oleh ibu rumah tangga, walaupun garam yang dibeli mengandung

iodium cukup tetapi pengelolaan dan penyimpanan oleh ibu rumah tangga yang kurang baik dapat

menyebabkan kandungan iodium dalam garam berkurang bahkan bisa hilang (BPS-UNICEF, 1995).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa cara penyimpanan garam beriodium oleh ibu rumah tangga

sebanyak 52,2% sudah menyimpan garam dengan cara yang benar yaitu pada tempat yang tertutup rapat

dan tidak dekat dengan panas. Sebanyak 47,8% ibu masih menyimpan garam dengan cara yang salah

yaitu dekat dengan panas atau ditaruh pada tempat yang terbuka. Masih banyak responden yang

menyimpan garam berioidum dengan salah disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan fungsi

menyimpan garam dengan benar, jadi masih banyak responden yang menyimpan dengan cara yang salah.

Dalam pengolahan makanan cara penggunaan garam sebagian besar masih salah yaitu sebanyak 87,8%.

Hanya 12,2% responden yang benar untuk cara penggunaan garam. Cara ini dilakukan karena sudah

menjadi kebiasaan oleh ibu rumah tangga dengan pemberian garam pada proses pemasakan lebih praktis.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

38

Hasil ini sejalan dengan penelitian Sihombing, 2014 yang didapatkan 69,14% responden sudah

menyimpan garam dengan baik dan cara penggunaan garam sebagian besar masih salah yaitu pada

awal/waktu persiapan (38,06%) maupun pada saat proses pemasakan (23,64%).

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa 34,4% responden tidak menggunakan garam beriodium, alasan

paling banyak tidak menggunakan adalah sudah menjadi kebiasaan turun temurun dari keluarga, yaitu

sebesar 45,2%. Pengaruh kebiasaan yang dipelajari dan dikerjalan sejak kecil dengan mudah menjadi

tingkah laku menetap dan sukar diubah, dan kepraktisan merupakan pendorong bagi setiap diberlakunya

kebiasaan yang diinternalisasikan sejak masa kecil. Alasan harga garam beriodium tidak terjangkau

merupakan alasan terbanyak kedua yaitu 19,4%, dimana hal tersebut membuktikan masih terdapat

masyarakat dengan status ekonomi rendah di kawasan ini. Untuk alasan terbesar ketiga yaitu alasan rasa

tidak enak dengan angka sebesar 19,4%, kebanyakan responden yang mengatakan alasan ini mengatakan

rasa dari garam beriodium lebih pahit dari garam krosok sehingga penyebabkan mereka tetap memilih

garam krosok. Untuk alasan lainnya sebesar 3,2% yaitu faktor tidak tidak tersedia di kawasan tempat

tinggal dan sulit mendapat akses ke penjual garam beriodium menunjukkan masih ada kesulitan dan

kekurangan dalam ketersediaan garam beriodium.

Konsumsi makanan laut dikatakan sudah baik karena sebagian besar responden sudah mengonsumsi

makanan laut (62,2%). Makanan laut yang dikonsumsi antaranya adalah ikan laut. Secara tidak langsung

responden mendapatkan asupan iodium dari ikan laut yang dikonsumsinya. Diperlukan suatu upaya

sosialisasi dari puskesmas agar masyarakat mengetahui bahwa makanan laut adalah salah satu sumber

iodium, sehingga pencapaian ini dapat ditingkatkan.

Distribusi dari garam akan dipasarkan ke berbagai tempat, pemasaran akhir umumnya melalui pengecer

formal yaitu melalui pasar besar dan supermaket, sampai dengan pengecer kecil diperkotaan dan

pinggiran kota melalui warung-warung dan penjual keliling (Depkes RI, 2005). Dari hasil penelitian dapat

dilihat bahwa sebagian besar responden membeli garam yang digunakan sehari-hari paling banyak di

warung yaitu 72,2%. Hal tersebut dikarenakan dengan alasan akses yang lebih mudah dan cepat untuk

membeli garam disekitar rumah. Selain warung 18,9% responden membeli garam di pasar. Pasar

merupakan tempat yang lengkap dan sebagian besar ibu-ibu membeli segala bahan masakan di pasar

besar terdekat. Hanya 8,9% responden yang membeli garam dari supermarket. Ini juga dipengaruhi

dengan faktor perjalanan yang harus menempuh jarak yang jauh.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

39

Kebijakan pemerintah dalam progam penggunaan garam beriodium oleh masyarakat dibuat dalam Surat

Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri tahun 1985 yaitu Menteri Kesehatan, Menteri Perdagangan dan

Menteri Koperasi tentang pengadaan dan pendistribusian garam beriodium di daerah. Dengan adanya

surat keputusan bersama ini diharapkan garam yang beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat mengadung

iodium sesuai dengan yang ditetapkan sehingga progam penanggulangan masalah GAKI di Indonesia

dapat dilakukan (Panjaitan, 2008).

Dari hasil penelitian mengenai harga garam iodium di masyarakat ditemukan bahwa sebagian besar

responden mengatakan harga yang terjangkau untuk garam beriodium yaitu sebesar 90% hal itu dapat

dikatakan bahwa masyarakat tidak merasa terbebani dengan harga garam beriodium dan merasa harga

tidak terlalu berbeda jauh dengan harga garam yang kiloan jika dibandingkan dengan manfaat yang

didapatkan dari garam beriodium.

Sumber informasi merupakan faktor penguat perilaku seseorang untuk menggunakan garam beriodium.

Adanya himbauan atau dorongan dari pihak lain untuk menggunakan garam beriodium akan mendukung

perilaku terhadap garam beriodium yang baik (Hidayat, 2012). Informasi yang diperoleh dari suatu

sumber informasi bermanfaat untuk menambah pengetahuan, meyakinkan atau memberi kepastian kepada

penerima informasi, dan memberikan standar atau aturan-aturan untuk melakukan hal tertentu (Sutanta,

2003).

Dari hasil penelitian didapatkan responden yang tidak pernah mendengar informasi tentang garam

beriodium, sebagian besarnya memiliki tingkat perilaku garam beriodium yang kurang (87,5%),

dibandingkan dengan responden lain yang pernah mendengar informasi tentang garam beriodium.

Persentase tingkat perilaku baik yang paling tinggi terdapat pada responden yang mendapatkan sumber

informasi dari petugas kesehatan. Hal ini bisa disebabkan karena responden paling suka mendapatkan

informasi dari petugas kesehatan karena informasi yang didapatkan lebih terpercaya dibandingkan dengan

sumber informasi lainnya (Depkes, 2000), sehingga perilaku garam beriodium yang baik dapat terbentuk.

Meninjau dari hasil penelitian kami dan penelitian sebelumnya, perlu dilakukan peningkatan penyuluhan

oleh tenaga kesehatan karena sumber informasi tersebut paling disenangi oleh masyarakat.

Sedangkan yang mendapatkan sumber informasi dari media elektronik dalam hal ini televisi, masih

cenderung memiliki tingkat perilaku yang kurang. Hal ini berbeda dengan penelitian tentang kampanye

dan penggunaan garam berioidum di Jawa Barat menyatakan bahwa pesan yang disampaikan dalam

media elektronik televisi dapat diterima dengan baik hingga kini walaupun tayangan tersebut sudah

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

40

berakhir tahun 2003. Tayangan iklan juga jelas, mudah dimengerti dan logis, karena penggunaan bahasa

yang dapat dipahami oleh semua lapisan masyarakat. Saat ini memang, tayangan tersebut sudah tidak

muncul di televisi (Anggorodi, 2010). Pada penelitian kami, walaupun infomasi dari media elektronik

jelas dan mudah dipahami, namun iklan pada media elektronik sudah berakhir tahun 2003, sehingga

hanya 4,1% responden yang menyatakan mendapat informasi dari media elektronik. Responden yang

mendapat informasi dari media elektronik sebanyak 66,7% memiliki prilaku yang kurang, hal ini

memperlihatkan bahwa informasi dari petugas kesehatan yang lebih informatif dan komunikatif lebih

efektif dalam meningkatkan perilaku responden.

Dari tabel 17 tabulasi silang antara ketersediaan garam dan tingkat perilaku dapat dilihat bahwa 51,9%

responden yang menyatakan garam beriodium tersedia tetapi masih memiliki perilaku yang kurang. Dari

tabel 16 harga garam dan tingkat perilaku memperlihatkan bahwa sebanyak 50,6% responden yang

menyatakan harga garam beriodium terjangkau masih memiliki perilaku yang kurang. Seperti yang sudah

dijelaskan diatas, perilaku penggunaan garam beriodium dipengaruhi oleh banyak faktor.

6.5 Kelemahan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan yang penulis sadari, baik yang terjadi saat penghitungan

sampel sampai akhir analisis yang membuat penelitian ini dalam beberapa hasilnya tidak sesuai dengan

teori dan penelitian sebelumnya. Adapun kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Informasi yang diperoleh sebagian besar hanya didasarkan wawancara dan pengakuan dari responden,

tanpa adanya observasi lebih lanjut. Sehingga kita tidak dapat mengetahui apakah jawaban yang

dikatakan oleh responden benar atau tidak saat wawancara.

2. Informasi yang diperoleh terkait garam yang digunakan, kandungan iodium pada garam serta

penyimpanan garam hanya didasarkan observasi, sehingga data yang didapatkan hanya mencerminkan

kondisi dari pengambilan data.

3. Penilaian kandung iodium dalam garam dilakukan secara kualitatif sehingga tidak dapat menentukan

kadar iodium secara kuantitatif. Sampel penelitian didapatkan dengan metode consecutive sampling,

sehingga belum dapat menggambarkan keadaan masyarakat sepenuhnya.

4. Poin-poin pernyataan dalam menilai aspek sikap responden masih mirip dengan aspek pengetahuan.

Sehingga diperlukan penyesuain kuisioner lagi jika dilakukan penelitian lain yang serupa.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

41

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

42

BAB VII

PENUTUP

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:

1. Karakteritik subjek penelitian sebagian besar IRT dalam kelompok rentang usia 20-44 tahun (66,7%)

dengan tingkat pendidikan kelompok menengah (53,3%) dan bekerja sebagai petani (74,4%).

2. Sebanyak 52,2% IRT memiliki tingkat pengetahuan yang cukup.

3. Sebagian besar IRT memiliki sikap yang baik terhadap penggunaan garam beriodium (43,3%).

4. Sebanyak 87,8% IRT mengatakan bahwa garam beriodium telah tersedia. Dan sebanyak 57,8% IRT

mengaku garam berlabel iodium lebih banyak ditemukan. IRT mengaku lebih banyak membeli garam

di warung sekitar rumah.

5. Sebagian besar IRT (90%) mengatakan bahwa harga garam beriodium adalah terjangkau.

6. Sebagian besar IRT (54,4%) mendapatkan informasi mengenai garam beriodium petugas kesehatan.

Masih terdapat 17,7% IRT yang mengaku tidak pernah mendapatkan informasi tentang garam

beriodium.

7. Lebih dari separuh IRT (53,3%) memiliki tingkat perilaku kurang.

8. Terdapat lebih banyak IRT (67,8%) yang sudah memilih jenis garam halus.

9. Hanya sebanyak 30% IRT yang menggunakan garam dengan kandungan iodium sesuai dengan

standar (30-80ppm).

10. Hanya sebanyak 52,2% IRT yang menyimpan garam dengan baik.

11. Terdapat lebih banyak IRT (87,8%) yang tidak menggunakan garam pada saat makanan mau

dihidangkan.

12. Dari IRT yang tidak menggunakan garam beriodium, sebanyak 45,2% beralasan tidak menggunakan

garam beriodium karena sudah menjadi kebiasaan turun temurun.

7.2 Saran

Adapun saran yang dapat kami ajukan adalah sebagai berikut:

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

43

1. Melakukan pengawasan kualitas garam beriodium yang beredar memenuhi syarat kandungan

iodium (30-80ppm KIO3).

2. Meningkatkan promosi kesehatan mengenai garam beriodium khususnya mengenai cara

penggunaan garam beriodium yang benar, memperhatikan label kandungan iodium saat membeli

garam beriodium, cara dan fungsi meyimpan garam, dan jumlah garam yang harus dikonsumsi

perhari dengan pendekatan personal agar mampu mengajak masyarakat untuk mengubah perilaku.

3. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dalam upaya perencanaan program gizi

khususnya pemantauan garam beriodium.

4. Diharapkan masyarakat lebih meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya

mengkonsumsi garam beriodium guna menanggulangi GAKI misalnya melalui kegiatan

penyuluhan, yang diharapkan dapat menjadi dasar untuk memperkuat perilaku mereka dalam

penggunaan garam beriodium.

5. Khususnya kepada pedagang garam di warung agar meningkatkan pengadaan garam berlabel

iodium di warung sebagai tempat terbanyak IRT memperoleh garam sehari-harinya.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

44

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

45

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

46

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

47

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

48

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

49

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

50

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

51

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

52

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

53

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

54

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

55

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1 - UNUD

56