unud-282-1750797429-bab i - vii & lampiran

113
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya tujuan pembangunan daerah tidak hanya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi juga harus mampu mewujudkan distribusi pendapatan yang merata diantara golongan masyarakat. Pembangunan sering diartikan dengan peningkatan pendapatan dan pengurangan kemiskinan, namun bukan peningkatan pendapatan per orang melainkan penekanan lebih besar terhadap pelayanan sosial khusunya kesehatan dan pendidikan (Sudhir Anand and Martin Ravallion, 1993). Distribusi pendapatan yang merata berimplikasi pada terwujudnya stabilitas nasional yang sehat dan dinamis di masyarakat. Masalah klasik yang besar dan mendasar bagi sebagian daerah di Indonesia yaitu masih belum bisa dituntaskan sampai saat ini masalah pengangguran dan kemiskinan. Perkembangan kondisi kemiskinan suatu daerah, secara ekonomi merupakan salah satu indikator untuk mengetahui perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dengan menurunnya tingkat kemiskinan suatu daerah berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Dalam mewujudkan tujuan Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur maka pemerintah sebagai salah satu penyelenggara negara dan pengemban amanat rakyat dalam mewujudkan tujuan negara, telah melakukan program pembangunan nasional yang bertujuan untuk menciptakan perluasan kesempatan bagi terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin seperti hak atas pekerjaan, hak atas pangan, hak atas pendidikan, kesehatan dan sebagainya

Upload: nadia-simatupang

Post on 22-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pada dasarnya tujuan pembangunan daerah tidak hanya untuk

    mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi juga harus mampu

    mewujudkan distribusi pendapatan yang merata diantara golongan masyarakat.

    Pembangunan sering diartikan dengan peningkatan pendapatan dan pengurangan

    kemiskinan, namun bukan peningkatan pendapatan per orang melainkan

    penekanan lebih besar terhadap pelayanan sosial khusunya kesehatan dan

    pendidikan (Sudhir Anand and Martin Ravallion, 1993). Distribusi pendapatan

    yang merata berimplikasi pada terwujudnya stabilitas nasional yang sehat dan

    dinamis di masyarakat. Masalah klasik yang besar dan mendasar bagi sebagian

    daerah di Indonesia yaitu masih belum bisa dituntaskan sampai saat ini masalah

    pengangguran dan kemiskinan. Perkembangan kondisi kemiskinan suatu daerah,

    secara ekonomi merupakan salah satu indikator untuk mengetahui perkembangan

    tingkat kesejahteraan masyarakat. Dengan menurunnya tingkat kemiskinan suatu

    daerah berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.

    Dalam mewujudkan tujuan Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil

    dan makmur maka pemerintah sebagai salah satu penyelenggara negara dan

    pengemban amanat rakyat dalam mewujudkan tujuan negara, telah melakukan

    program pembangunan nasional yang bertujuan untuk menciptakan perluasan

    kesempatan bagi terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin seperti hak atas

    pekerjaan, hak atas pangan, hak atas pendidikan, kesehatan dan sebagainya

  • 2

    dengan sasaran utama yang selalu mendapat perhatian yaitu kemiskinan dan

    pengangguran, juga target tujuan pembangunan millenium (MDGs) adalah

    menghapuskan kelaparan dan kemiskinan (Barnes Anger, 2010). Dampak dari

    pelaksanaan strategi pembangunan (pengentasan kemiskinan) yang berorientasi

    ekonomi menyebabkan masyarakat sebagai kelompok sasaran hanya sebagai

    obyek pembangunan, akibatnya dalam pemanfaatan bantuan tidak optimal

    sehingga banyak program bantuan (pengentasan kemiskinan) kurang memberikan

    hasil yang optimal karena kebijakan yang bersifat top down (Machmoed Zain,

    2010) seperti berbagai program pengentasan kemiskinan yang berupaya untuk

    meringankan beban hidup masyarakat telah dilaksanakan seperti bantuan langsung

    tunai ( BLT), skema kredit usaha tani (KUT), serta beras miskin (raskin ).

    Walaupun berbagai program telah dilakukan oleh pemerintah namun

    kegagalan tetap saja terjadi, hal ini salah satunya diakibatkan tidak tepatnya

    uluran bantuan yang diberikan serta peluang ekonomi dan bisnis lebih cepat

    dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi kuat yang memiliki produktivitas tinggi dapat

    menikmati hasil yang lebih besar dibandingkan pelaku ekonomi lemah baik itu

    melalui usaha perseorangan maupun kelompok atau patungan. Bahwa struktur

    pemerintahan yang fokus pada peran institusi lokal dapat meningkatkan efisiensi

    dan kesetaraan dalam pengentasan kemiskinan (JSTOR, 1996). Dalam

    memecahkan masalah kemiskinan maka data dan informasi tentang kemiskinan

    yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan

    pelaksanaan dan pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program

    penanggulangan kemiskinan baik di tingkat nasional, provinsi maupun

  • 3

    kabupaten/kota dimana upaya penanggulangan kemiskinan tersebut ditujukan

    untuk memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat

    yang kurang berdaya serta pentingnya basis data dalam setiap pembahasan tentang

    kemiskinan yang dimulai dari identifikasi masyarakat miskin berdasarkan ukuran

    standar hidup dan norma minimum (M.H. Suryanarayana, 1996). Masalah

    kemiskinan bukan hanya berkisar pada masalah definisi dan karakteristik

    masyarakat serta masalah yang berkaitan dengan konsumsi atau material, tetapi

    juga mengacu kepada ketidakberdayaan dalam berbagai aspek kehidupan

    berkeluarga dan bermasyarakat (Izza Mafruhah, 2000). Ketidakberdayaan

    masyarakat tersebutlah yang dianggap sebagai penyebab gagalnya program

    pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan sehingga ketimpangan pembagian

    pendapatan yang terjadi tercermin dari masih adanya masyarakat miskin yang

    perlu mendapat penanganan yang serius dari pemerintah.

    Pemerintah mencanangkan program nasional, PNPM-Mandiri pada

    tahun 2008 yang merupakan penggabungan Program Pengembangan Kecamatan

    (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), dimana

    dalam PNPM terdapat dua program inti yaitu PNPM-Mandiri Perdesaan yaitu

    khusus bergerak di wilayah perdesaan serta PNPM-Mandiri Perkotaan yaitu

    Program pemberdayaan khususnya bagi wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah

    perkotaan. PNPM-Mandiri Perkotaan merupakan program pemberdayaan

    masyarakat (community empowerment) yaitu pemerintah, sektor swasta dan

    masyarakat memberdayakan masyarakat miskin dalam arti memandirikan dan

    meningkatkan kemampuan masyarakat miskin dalam memperoleh hak- hak

  • 4

    ekonomi, sosial dan politik serta mengontrol keputusan keputusan yang

    menyangkut kepentingannya baik dalam hal menyalurkan aspirasi,

    mengidentifikasi masalah maupun kebutuhan- kebutuhannya sendiri. Melalui

    PNPM-Mandiri Perkotaan diharapkan adanya perubahan perilaku/sikap dan cara

    pandang masyarakat miskin serta mampu untuk berpartisipasi dalam semua aspek

    kehidupan bermasyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan proses pelibatan diri

    secara penuh pada suatu tekad yang telah menjadi kesepakatan bersama dimana

    tiap pihak yang berkepentingan/ terlibat (pemerintah, pemodal dan masyarakat)

    merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses perencanaan dan

    pembangunan (Hery Budiyanto, 2011). PNPM-Mandiri Perkotaan memiliki target

    untuk menanggulangi jumlah penduduk miskin pada wilayah yang menjadi target

    sasaran. Dalam PNPM-Mandiri Perkotaan ada tiga kelompok program yang

    dikembangkan yaitu meliputi : (i) kegiatan lingkungan, (ii) kegiatan sosial dan

    (iii) kegiatan ekonomi. Kegiatan lingkungan diarahkan untuk pembangunan

    infrastruktur lingkungan sepeti drainase, sanitasi, jalan lingkungan, persampahan

    dan lain-lain yang bermuara pada membaiknya derajat kesehatan lingkungan

    masyarakat. Kegiatan sosial diarahkan pada pengembangan aktivitas sosial seperti

    pelatihan ketrampilan bagi masyarakat miskin, perawatan kesehatan lansia dan

    lain-lain. Sedangkan kegiatan ekonomi dilakukan melalui sistem dana bergulir

    dan kegiatan simpan pinjam bagi masyarakat miskin.

    Kabupaten Badung sebagai penghasil PAD terbesar di Provinsi Bali dan

    merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai banyak penduduk pendatang

    yang datang dengan harapan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik.

  • 5

    Terlebih para migran ini apabila tidak didukung dengan keahlian dan ketrampilan

    memadai menyebabkan muncul pengangguran dan penduduk miskin. Pemerintah

    perlu belajar untuk merencanakan dan berupaya untuk mengontrol gerakan

    penduduk dalam negara dimana pada sebagian besar wilayah migrasi muncul

    kemiskinan (Ronald Skeldon, 2002). Dari data indikator perkembangan jumlah

    angkatan kerja, bekerja dan menganggur yang ada di Kabupaten Badung periode

    2005-2009 disajikan dalam Tabel 1.1.

    Tabel 1.1

    Indikator Perkembangan Angkatan kerja, Bekerja dan Menganggur

    di Kabupaten Badung

    No. Indikator

    Tahun

    2005

    (orang)

    2006

    (orang)

    2007

    (orang)

    2008

    (orang)

    2009

    (orang)

    1 Angkatan Kerja 228.940 232.437 233.807 234.599 238.087

    2 Bekerja 216.360 226.946 224.841 227.091 231.073

    3 Menganggur

    ( persen)

    12.580

    (5.49 )

    5.491

    (2.36)

    8.966

    (3.83)

    7.508

    (3.83)

    7.014

    (2.95)

    Sumber : Profil Badung Tahun 2005-2009 (data diolah)

    Dari Tabel 1.1 menunjukkan bahwa angkatan kerja pada tahun 2005

    berjumlah 228.940 orang, yang bekerja berjumlah 216.360 orang dan yang

    menganggur pada tahun yang sama berjumlah 12.580 orang dan tahun 2006

    angkatan kerja menjadi 232.807 orang, yang bekerja sebanyak 226.946 orang dan

    yang menganggur sebanyak 5.491 orang dan angkatan kerja pada tahun 2009

    berjumlah 238.087 orang dan yang bekerja berjumlah 231.073 orang dan yang

    menganggur berjumlah 7.014 orang. Dari data tersebut selama lima tahun dari

  • 6

    tahun 2005 s/d 2009 angkatan kerja di Kabupaten Badung terus mengalami

    peningkatan demikian juga yang bekerja kecendrungan juga meningkat, namun

    tingkat pengangguran kecendrungan menurun.

    Dilain pihak kondisi di Kabupaten Badung disamping tingkat

    pengangguran menurun, rumah tangga miskin juga mengalami penurunan yang

    datanya dapat dilihat pada Tabel 1.2.

    Tabel 1.2

    Jumlah dan Proporsi Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Badung

    ( 2006-2009 )

    Tahun Rumah Tangga

    (RT)

    Rumah Tangga Miskin

    (RTM)

    Prosentase

    2006 89.138 5.201 5,83

    2007 90.910 4.022 4,42

    2008 93.877 3.826 4,08

    2009 95.553 3.266 3,42 Sumber : BPS Kabupaten Badung, 2005-2010 (data diolah) Ket : KK :Kepala Keluarga

    Dari Tabel 1.2 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga di Kabupaten

    Badung menunjukkan kecendrungan yang semakin meningkat , sedangkan jumlah

    rumah tangga miskin menunjukkan jumlah yang semakin menurun dengan

    proporsi jumlah RTM terhadap RT pada tahun 2009 sebesar 3,42 persen.

    Berdasarkan hasil pendataan tahun 2008 jumlah rumah tangga miskin (RTM) di

    masing- masing kecamatan di Kabupaten Badung terdapat jumlah rumah tangga

    miskin (RTM), seperti tampak pada Tabel 1.3.

  • 7

    Tabel 1.3

    Jumlah dan Proporsi RTM Per Kecamatan di Kabupaten Badung

    Tahun 2008

    Kecamatan Rumah Tangga

    (RT)

    Rumah Tangga Miskin

    (RTM)

    Prosentase

    Kuta Selatan 16.704 437 2,62

    Kuta 9.025 115 1,27

    Kuta Utara 14..420 272 1,89

    Mengwi 24.853 1.043 4,20

    Abiansemal 21.855 1.568 7,17

    Petang 7.020 391 5,57

    JUMLAH 93.877 3.826 4,07

    Sumber : BPS Kabupaten Badung,2009 (data diolah)

    Dari tabel 1.3 tampak bahwa proporsi jumlah RTM di Kecamatan Abiansemal

    yang paling tinggi sebesar 7,17 persen dan Kecamatan Kuta memiliki proporsi

    RTM terendah dibandingkan kecamatan lainnya yaitu sebesar 1,27 persen.

    Dalam upaya mempercepat pengentasan angka kemiskinan tersebut,

    Kabupaten Badung menerapkan program penanggulangan kemiskinan PNPM-

    Mandiri Perkotaan. Adapun sektor ekonomi yang memberikan kontribusi dominan

    bagi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita di Kabupaten Badung

    adalah sektor pariwisata terutama di wilayah Badung Selatan, dimana Kecamatan

    Kuta termasuk diwilayah tersebut. Wilayah Kecamatan Kuta dikenal sebagai

    daerah pariwisata, dimana dampak pariwisata menunjukkan kondisi wilayah Kuta

    lebih makmur jika dibandingkan wilayah lainnya di Kabupaten Badung, karena

    berbagai fasilitas sosial dan ekonomi tersedia di Kecamatan Kuta seperti

    perhotelan dan restoran, jasa transportasi, sarana hiburan dan lain- lain. Namun

  • 8

    dari data kemiskinan pada Tabel 1.3 masih terdapat rumah tangga miskin di

    Kecamatan Kuta. Dalam upayanya mempercepat pengentasan kemiskinan

    tersebut, Kabupaten Badung menerapkan program penanggulangan kemiskinan

    PNPM-Mandiri Perkotaan dimana salah satu kecamatan penerima Program

    PNPM-Mandiri Perkotaan adalah Kecamatan Kuta. Dari Tabel 1.4 dapat

    dijelaskan bahwa di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung terdapat 115 rumah

    tangga miskin dengan proporsi jumlah RTM di Desa/Kelurahan Kuta sebesar 1,90

    persen dan Kedonganan sebesar 2,60 persen.

    Tabel 1.4.

    Jumlah dan Proporsi RTM di Kecamatan Kuta

    Tahun 2008 Desa/ Kelurahan Rumah Tangga

    (RT)

    Rumah Tangga Miskin

    (RTM)

    Prosentase

    Legian 965 2 0,21

    Kuta 2.746 52 1,90

    Tuban 3.269 27 0,80

    Seminyak 815 2 0,25

    Kedonganan 1.230 32 2,60

    JUMLAH 9.025 115 1,27

    Sumber : BPS Kabupaten Badung, 2009 (data diolah)

    Pelaksanaan PNPM-Mandiri Perkotaan di wilayah Kuta dalam

    pengentasan kemiskinan nampaknya perlu diteliti secara mendalam mengingat

    Kecamatan Kuta merupakan pusat pengembangan pariwisata di Badung Selatan

    yang dikunjungi oleh para wisatawan baik wisatawan domestik maupun

    mancanegara namun di Kabupaten Badung masih terdapat masyarakat miskin,

    serta bagaimana masyarakat miskin di Kecamatan Kuta memandang kemiskinan

  • 9

    itu sendiri. Hal ini dimungkinkan akibat ketidakberdayaan masyarakat miskin

    dalam menyerap program- program pemerintah, kebijakan pemerintah yang tidak

    berpihak kepada masyarakat miskin, serta akibat sikap, perilaku dan partisipasi

    masyarakat miskin itu sendiri yang kurang memiliki peran dalam pembangunan

    daerah.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan

    pokok permasalahan sebagai berikut :

    1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan

    Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) dalam menanggulangi

    kemiskinan di Kecamatan Kuta ?

    2. Bagaimana dampak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

    Perkotaan (PNPM-MP) terhadap penghasilan rumah tangga miskin dan

    penciptaan peluang kerja bagi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta ?

    3. Bagaimana persepsi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta terhadap

    kemiskinan ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan atas rumusan permasalahan sebagaimana yang

    dikemukakan diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai

    berikut :

    1. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan

    Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) di Kecamatan Kuta.

  • 10

    2. Untuk mengetahui apakah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

    Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) berdampak positif terhadap penghasilan

    rumah tangga miskin dan penciptaan kesempatan kerja masyarakat miskin di

    Kecamatan Kuta.

    3. Untuk mengetahui persepsi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta terhadap

    kemiskinan.

    1.4 Kegunaan Penelitian

    Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Manfaat teoritis ,

    Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah hasil penelitian tentang

    penanggulangan kemiskinan.

    2. Manfaat praktis, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

    informasi bagi aparatur pemerintah Kabupaten Badung dalam merumuskan

    kebijakan- kebijakan strategis yang berkaitan dengan program

    penanggulangan kemiskinan maupun pemberdayaan masyarakat .

  • 11

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Landasan Teori

    2.1.1 Pengertian Kemiskinan

    Kemiskinan mempunyai banyak dimensi dan perumusan definisi

    kemiskinan merupakan sesuatu yang problematik pada tataran konsep maupun

    praktis tentang siapa yang dapat dianggap sebagai penduduk miskin, serta banyak

    hal tentang kehidupan masyarakat miskin bahwa mereka memiliki akses pasar dan

    kwalitas infrastruktur yang terbatas (Abhijit Banerjee, 2002)

    Menurut Bappenas (2005), kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang

    atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan tidak mampu memenuhi hak-

    hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang

    bermartabat. Hak- hak dasar tersebut antara lain :

    1. Terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,

    perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup

    2. Rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan

    3. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik

    Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi

    juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi

    seseorang atau sekelompok orang dalam menjalankan hidup bermartabat. Hak-

    hak dasar tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain

  • 12

    sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi pemenuhan hak

    lainnya.

    Kemiskinan menurut Suparlan (1995), didefinisikan sebagai suatu standar

    tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada

    sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang

    umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang

    rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan,

    kehidupan moral dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang

    miskin.

    Kemiskinan juga didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi

    standar kebutuhan minimum, yang dikenal sebagai garis batas kemiskinan atau

    garis kemiskinan yang terdiri dari dua komponen yaitu : garis kemiskinan

    makanan dan non makanan. Menurut Badan Pusat Statistik, nilai standar

    kebutuhan minimum makanan mengacu pada harga dan tingkat konsumsi dari 52

    jenis bahan makanan dengan batas kecukupan makanan yang mampu

    menghasilkan energi 2.100 kalori/kapita /hari, sedangkan non makanan terdiri dari

    27 paket komoditi untuk perkotaan dan 25 komoditi untuk perdesaan yang dalam

    hal ini mewakili pola konsumsi penduduk kelas bawah, dengan batas kecukupan

    non makanan ditetapkan sebesar nilai rupiah yang dikeluarkan oleh penduduk

    kelas bawah untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum non makanan seperti

    perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan dan aneka barang jasa lainnya (Badan

    Pusat Stastistik, 1999).

  • 13

    Penduduk miskin atau penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan

    adalah individu dengan pengeluaran lebih rendah dari garis kemiskinan. Kriteria

    penduduk miskin menurut BPS (2005) sebagai berikut :

    1) Luas lantai perkapita : 8 m,

    2) Jenis lantai tempat tinggal dari tanah/bambu/kayu murahan,

    3) Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/bersama-sama dengan rumah

    tangga lain,

    4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga

    lain,

    5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik

    6) Sumber air minum/ketersediaan air bersih : air hujan/ sumur / mata air tidak

    terlindung,

    7) Bahan bakar memasak sehari- hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah,

    8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu,

    9) Hanya membeli satu stel pakaian dalam setahun,

    10) Hanya sangggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari,

    11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik,

    12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani : dengan luas lahan

    500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan

    pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000 per bulan,

    13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat

    SD/hanya SD,

  • 14

    14) Tidak memiliki tabungan /barang yang mudah dijual dengan nilai minimal

    Rp.500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal

    motor atau barang modal lainnya. Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka

    dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.

    Menurut Mubyarto (1998), kemiskinan adalah situasi serba kekurangan

    disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan

    ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai

    tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta

    dalam pembangunan. Jadi kemiskinan yaitu suatu kondisi ketidakmampuan dan

    ketidakberdayaan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak.

    Selanjutnya Sharp, et.al (1996) dalam Kuncoro (2004) mengidentifikasi

    penyebab kemiskinan yaitu : Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena

    adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan

    distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki

    sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan

    muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas

    sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah yang pada

    gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena

    rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau

    karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam

    modal.

    Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan

    kemiskinan yang dikemukan oleh Ragnar Nurkse, ekonom pembangunan ternama

  • 15

    tahun 1953 bahwa a poor country is poor because it is poor, dalam Todaro

    (2004) . Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal

    menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan

    rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan berimplikasi

    pada rendahnya tabungan dan investasi, dan berimplikasi pada keterbelakangan

    demikian seterusnya. Adanya lingkaran kemiskinan di suatu daerah di Indonesia

    merupakan fenomena penyebab sekaligus akibat sehingga apabila pemerintah

    mampu melakukan kebijakan anti kemiskinan yang mencakup sumber daya

    manusia, prasarana dasar, struktur perekonomian dan penerimaan di daerah,

    memungkinkan adanya peluang daerah untuk keluar dari lingkaran setan

    kemiskinan Ragnar Nurkse (Jaka Sumanta, 2005).

    Amartya Sen, dalam Todaro (2004) memaparkan bahwa tingkat

    kemiskinan tidak dapat diukur dari tingkat pendapatan atau bahkan dari utilitas

    seperti pemahaman konvensional; yang paling penting bukanlah apa yang dimiliki

    seseorang ataupun kepuasan yang ditimbulkan oleh barang- barang tersebut,

    melainkan apakah yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan barang tersebut.

    Jadi pada intinya untuk dapat memahami konsep kesejahteraan secara umum dan

    kemiskinan secara khusus, kita harus berfikir lebih dari sekedar ketersediaan

    komoditi- komoditi dan kegunaannya.

    Kemiskinan juga diklasifikasikan menjadi lima kelas menurut

    Sumodingrat (1999), yaitu :

    1) Kemiskinan Absolut, selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar minimum

    yang memungkinkan seseorang hidup layak, juga ditentukan oleh tingkat

  • 16

    pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Kemiskinan absolut merupakan

    kemiskinan yang tidak mengacu atau tidak didasarkan pada garis kemiskinan.

    2) Kemiskinan Relatif, apabila pendapatan sekelompok orang dalam masyarakat

    lebih rendah dibandingkan kelompok lain tanpa memperhatikan apakah

    mereka termasuk dalam kategori miskin absolut atau tidak. Penekanannya

    adalah adanya ketimpangan pendapatan dalam masyarakat antara yang kaya

    dan yang miskin atau dikenal dengan istilah adanya ketimpangan distribusi

    pendapatan.

    3) Kemiskinan Struktural, mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang

    disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki

    tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.

    4) Kemiskinan Kronis, dibedakan tiga berdasarkan penyebabnya yaitu :

    a. Kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup

    masyarakat yang tidak produktif.

    b. Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian ( daerah- daerah yang kritis

    akan sumberdaya alam dan daerah terpencil )

    c. Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan, terbatasnya

    lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti

    ekonomi pasar.

    5) Kemiskinan Sementara, terjadi akibat adanya : perubahan siklus ekonomi dari

    kondisi normal menjadi krisis ekonomi, perubahan yang bersifat musiman,

    dan bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya

    tingkat kesejahteraan masyarakat.

  • 17

    Menurut Bagong Suyanto (2008), masyarakat miskin tidak memiliki

    surplus pendapatan untuk bisa ditabung bagi pembentukan modal dan pendapatan

    yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pokok sehari-

    hari. Disamping itu faktor lain yang menyebabkan berbagai program pengentasan

    kemiskinan menjadi kurang efektif tampaknya adalah berkaitan dengan kurangnya

    dibangun ruang gerak yang memadai bagi masyarakat miskin itu sendiri untuk

    memberdayakan dirinya.

    Dari beberapa pengertian kemiskinan diatas, disimpulkan bahwa

    kemiskinan adalah suatu kondisi kekurangan/ketidakmampuan memenuhi

    kebutuhan yang mendasar dan tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan material

    semata.

    2.1.2 Ukuran Kemiskinan

    Berbagai pendekatan / konsep digunakan sebagai bahan perhitungan dan

    penentuan batas- batas kemiskinan adalah sebagai berikut :

    1. United Nation Development Program (UNDP,2000) meninjau kemiskinan

    dari dua sisi yaitu dari sisi pendapatan dan kualitas manusia. Dilihat dari sisi

    pendapatan, kemiskinan ekstrim (extreme poverty) atau kemiskinan absolut

    adalah kekurangan pendapatan untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dasar

    atau kebutuhan minimal kalori yang diperlukan. Dari sisi kualitas manusia,

    kemiskinan secara umum (overall poverty), atau sering disebut sebagai

    kemiskinan relatif adalah kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan

    non pangan seperti pakaian, energi, dan tempat bernaung.

  • 18

    2. Bank Dunia menetapkan batas kemiskinan pada tahun 1992 melalui ukuran

    dollar yaitu sebesar $ 98 atau senilai Rp. 203.000,- dan tahun 2000 diubah

    menjadi $ 470. Karenanya bila seorang individu hanya mampu memenuhi

    kebutuhan hidupnya kurang dari satu dollar per hari dapat dikatakan sebagai

    dibawah garis kemiskinan dan dengan menggunakan dollar sebagai mata uang

    kunci akan dapat diketahui jumlah masyarakat miskin atau keadaan ekonomi

    suatu negara..

    Selanjutnya Sajogyo dalam Subagio (2000) menggunakan ukuran

    pengeluaran ekuivalen beras untuk mengetahui tingkat kemiskinan yaitu 360 kg

    beras untuk daerah perkotaan dan 240 kg beras untuk desa. Sajogyo merinci

    kemiskinan dalam beberapa kategori seperti Tabel 2.1

    Tabel 2.1

    Kategori kemiskinan dipedesaan dan perkotaan

    ( dalam kg beras perkapita, pertahun )

    Katagori Pedesaan Perkotaan

    Melarat 180 270

    Sangat miskin 240 360

    Miskin 320 480 Sumber : Subagio ( 2000 )

    2.1.3 Program Penanggulangan Kemiskinan

    2.1.3.1 Latar Belakang Program

    PNPM- Mandiri Perkotaan dilaksanakan sebagai upaya pemerintah untuk

    membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam

    menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Penanganan kemiskinan

    membutuhkan keterlibatan semua pihak dan terkoordinasi baik pihak pemerintah,

    swasta dan masyarakat.

  • 19

    Berdasarkan buku pedoman PNPM- Mandiri Perkotaan tahun 2008,

    dijelaskan bahwa program PNPM- Mandiri Perkotaan merupakan kelanjutan

    Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), dengan prinsip-prinsip

    pelaksanaan yaitu : bertumpu pada pembangunan manusia, berorientasi pada

    masyarakat miskin, partisipasi masyarakat dalam pembangunan, otonomi dalam

    mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola, desentralisasi, mempunyai

    kesetaraan dan keadilan gender dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan,

    pengambilan keputusan secara demokratis, transparansi dan akuntabel dalam

    pengelolaan kegiatan, prioritas kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan,

    kolaborasi antara semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan

    kemiskinan, keberlanjutan dan sederhana dalam pelaksanaan program, maka dari

    itu arah program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri (P2KP)

    adalah untuk mendukung upaya peningkatan indek pembangunan manusia (IPM).

    2.1.3.2 Tujuan Pelaksanaan PNPM-Mandiri Perkotaan

    Tujuan umum pelaksanaan PNPM adalah "Meningkatnya kesejahteraan

    dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri". Dengan demikian

    secara khusus tujuan PNPM Mandiri Perkotaan dirumuskan sebagai berikut :

    "Masyarakat di Kelurahan peserta program menikmati perbaikan sosial-ekonomi

    dan tata kepemerintahan lokal".

    2.1.3.3 Sasaran Program PNPM Mandiri Perkotaan

    Sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan

    secara nasional adalah :

  • 20

    a. Terbangunnya Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) yang dipercaya,

    aspiratif, representatif dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan

    berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat.

    b. Tersedianya Perencanaan Jangka Menengah (PJM) Pronangkis sebagai wadah

    untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan

    yang komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat

    dalam rangka pengembangan lingkungan permukiman yang sehat, serasi,

    berjati diri dan berkelanjutan.

    c. Terbangunnya forum LKM tingkat kecamatan dan kota/kabupaten untuk

    mengawal terwujudnya harmonisasi berbagai program daerah.

    d. Terwujudnya kontribusi pendanaan dari Pemerintah Kota/Kabupaten dalam

    PNPM Mandiri Perkotaan sesuai dengan kapasitas fiskal daerah.

    2.1.4. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

    Pemberdayaan masyarakat miskin sebagai persyaratan penting bagi solusi

    berkelanjutan terhadap kemiskinan dan kelaparan. Pemberdayaan didefinisikan

    sebagai kemampuan seseorang khususnya untuk memiliki akses terhadap sumber

    daya produktif yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan pendapatan,

    mendapatkan barang serta layanan yang dibutuhkan dan partisipasi dalam proses

    pengembangan dan keputusan yang mempengaruhi masyarakat miskin (IFAD,

    2002-2004).

    Menurut Sumaryadi (2005) secara konseptual, ada 3 (tiga) prinsip dasar

    dari konsep pemberdayaan masyarakat antara lain : 1) Pemberdayaan sangat

  • 21

    menekankan pentingnya partisipasi masyarakat, baik pada tahap perencanaan

    program, pelaksanaan maupun pada tahap pengembangannya. 2) Pemberdayaan

    selalu tidak memisahkan antara fisik proyek dengan pelatihan ketrampilan dan 3)

    Sumber dana bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat umumnya berasal dari

    anggaran pemerintah, partisipasi pihak swasta dan dari partisipasi masyarakat

    sendiri.

    Modal sosial sebagai sebuah konsep yang didefinisikan sebagai suatu

    proses pembelajaran sosial yang berfungsi untuk memberdayakan orang dan

    melibatkan mereka sebagai warga negara dalam kegiatan kolektif yang bertujuan

    untuk pembangunan sosial ekonomi, pengentasan kemiskinan dan pembangunan

    berkelanjutan (Ali Asadi,dkk, 2008). Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah

    membantu pengembangan manusiawi dari masyarakat lemah, rentan, miskin,

    marjinal dan kaum kecil seperti petani kecil, buruh tani, masyarakat miskin

    perkotaan, masyarakat adat yang terbelakang, kaum muda pencari kerja, kaum

    cacat dan kelompok wanita yang dikesampingkan. Memberdayakan kelompok-

    kelompok masyarakat tersebut secara sosio ekonomi sehingga mereka sanggup

    berperan serta dalam pengembangan masyarakat, karena salah satu akibat

    pemberdayaan adalah meningkatnya kinerja masyarakat sehingga mereka mampu

    mengambil tanggung jawab terhadap pekerjaannya.

    Dalle Daniel Sulekale (2003), bahwa percepatan penanggulangan

    kemiskinan dapat dilakukan dengan mengubah paradigma pemberdayaan

    masyarakat dari yang bersifat top- down menjadi partisipatif, dengan bertumpu

  • 22

    pada kekuatan dan sumber- sumber daya lokal. Penanggulangan kemiskinan yang

    tidak berbasis komunitas dan keluarga miskin itu sendiri akan sulit berhasil.

    Menurut Bagong Suyanto (2008) bahwa lambatnya perkembangan

    ekonomi rakyat disebabkan sempitnya peluang untuk berpartisipasi dalam

    pembangunan yang mana hal itu merupakan konsekuensi dari kurangnya

    penguasaan dan pemilikan asset produksi terutama tanah dan modal, disamping

    itu faktor lain yang menyebabkan berbagai program pengentasan kemiskinan

    menjadi kurang efektif berkaitan dengan kurangnya dibangun ruang gerak yang

    memadai bagi masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya.

    Menurut Rakhmat Jalaludin (1999), upaya pemberdayaan masyarakat

    dapat dilihat dari tiga sisi antara lain :

    1) Menciptakan suasana/ iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

    berkembang (enabling) dengan kata lain, adanya pemihakan kepada

    masyarakat untuk maju dan berkembang karena pada dasarnya setiap manusia/

    masyarakat mempunyai potensi yang dapat dikembangkan sehingga

    pengertian pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun daya tersebut

    dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi

    yang dimiliki oleh masyarakat serta mengembangkan potensi tersebut.

    2) Memperkuat potensi/ daya yang dimiliki masyarakat (empowering) dengan

    kata kuncinya adalah penyiapan meliputi langkah-langkah nyata yang

    menyangkut penyediaan berbagai masukan ( input) serta pembukaan akses

    kedalam berbagai peluang (opportunity) yang akan membantu masyarakat

    lebih berdaya guna.

  • 23

    3) Memberdayakan masyarakat mengandung makna melindungi. Dalam proses

    pemberdayaan masyarakat harus dicegah yang lemah menjadi bertambah

    lemah karena ketidakberdayaan dalam menghadapi yang kuat.

    Margono (2000), mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah

    mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa hingga masyarakat memiliki

    daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya tanpa adanya kesan

    bahwa perkembangan itu adalah hasil kekuatan eksternal. Masyarakat harus

    dijadikan subyek bukan obyek.

    Tingkat efektivitas dapat dievaluasi terkait dengan efektivitas pelaksanaan

    PNPM-Mandiri Perkotaan meliputi variabel input, proses dan juga output.

    Variabel input meliputi : ketepatan sasaran, tujuan dan tingkat sosialisasi; variabel

    proses meliputi : kelembagaan, ketepatan penggunaan dana dan tujuan program,

    prosedur, dan pengawasan sedangkan variabel output meliputi : kegiatan PNPM-

    Mandiri Perkotaan, transparan dan diumumkan; gotong royong dan tambahan

    pendapatan; monitoring dan evaluasi proyek.

    Menurut Subagyo (2000) efektivitas adalah kesesuaian antara output

    dengan tujuan yang ditetapkan. Tingkat efektivitas program dalam hal ini

    menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan program

    yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Jarak (range)

    realisasi program sebagai berikut :

    1) 1% sampai dengan 50% : tidak efektif

    2) 51% sampai dengan 100% : efektif

  • 24

    Tingkat kualifikasi efektivitas menurut Keputusan Menpan No Kep./25/M/M

    Pan/2/2004, sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.2

    Tabel 2.2

    Tingkat Kualifikasi Efektifitas

    No Nilai Interval (%) Tingkat Efektifitas

    1 di bawah 40 Sangat tidak efektif

    2 40 - 59,99 Tidak efektif

    3 60 - 79,99 Cukup efektif

    4 diatas 79,99 Sangat efektif

    Sumber : SK.Menpan No.25/M/MPan/2/2004

    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi respon kebijakan untuk

    kemiskinan di negara kaya dan negara miskin (Peter Mc.Cawley, 2001) yaitu :

    1. Negara kaya : kemiskinan relatif kecil dari jumlah penduduk, target

    intervensi anti kemiskinan terjangkau baik dari segi biaya anggaran nasional

    dan non anggaran, transfer perkapita untuk kelompok sasaran lebih besar, dan

    program anti kemiskinan umumnya cukup efektif dan dilaksankan dengan cara

    yang relatif efisien.

    2. Di negara berkembang : kemiskinan pada beberapa kasus menunjukkan

    proporsi lebih dari 50 persen jumlah penduduk, pembebanan biaya baik dari

    segi anggaran nasional maupun non anggaran, transfer perkapita kepada

    kelompok sasaran umumnya kecil serta program yang dimplementasikan

    buruk dan membuat tujuan yang cendrung mengarah pada korupsi.

    2.2 Penelitian Sebelumnya

    Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tentang Persepsi Masyarakat

    Miskin Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan

  • 25

    Masyarakat Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan dalam Menanggulangi

    Kemiskinan, Studi Kasus di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung ini belum pernah

    ada yang melakukannya, sehingga hasil penelitian ini merupakan penelitian baru,

    namun tidak menutup kemungkinan bahwa hasil penelitian serupa yang berkaitan

    dengan penelitian di bidang kemiskinan telah banyak yang melakukannya dalam

    program dan lokasi yang berbeda, seperti :

    (i) hasil penelitian Subagyo (2000) dengan topik Efektivitas Penanggulangan

    kemiskinan dalam Pemberdayaan Masyarakat, studi kasus di Kabupaten

    Jawa Timur dengan obyek penelitiannya adalah masyarakat penerima

    bantuan program IDT dan Program PKS ( program keluarga sejahtera )

    dalam bentuk pembinaan kredit keluarga sejahtera. Hasil penelitiannya dapat

    disimpulkan dengan teknik analisa yang digunakan adalah efektivitas

    program dan uji statistik dengan menggunakan uji t, bahwa bantuan dana

    yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk program IDT dan PKS

    memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan dan

    kesempatan kerja masyarakat. Selain itu bantuan- bantuan tersebut

    berdampak positif terhadap peningkatan kepedulian penduduk kaya dengan

    penduduk miskin terhadap ketimpangan ekonomi dan terhadap penurunan

    jumlah penduduk miskin di desa IDT sebesar 5 persen dan di desa non IDT

    sebesar 20 persen.

    (ii) penelitian dari I Gusti Bagus Indrajaya (UNUD, 2003) yang meneliti

    tentang Analisis Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan

    Masyarakat di Provinsi Bali.

  • 26

    (iii) penelitian Wayan Artana Dana (UNUD, 2008) : Studi Komparatif

    Karakteristik RTM dan Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Kuta Selatan

    dengan Kecamatan Petang Kabupaten Badung.

    (iv) penelitian Bagus Krisno Dwipoyono I Gusti Bagus (UNUD, 2009) :

    Efektivitas Penyaluran dan Dampak Bantuan Penanggulangan Kemiskinan

    Perkotaan (P2KP) Terhadap Pendapatan dan Kesempatan Kerja Rumah

    Tangga Miskin di Kota Denpasar.

    (v) penelitian dari Anak Agung Mas Bagiawati (UNUD, 2011) : Persepsi

    Masyarakat Miskin Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional

    Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan ( PNPM-MP ) dalam

    Menanggulangi Kemiskinan : Studi Kasus di Kelurahan Ubud Kabupaten

    Gianyar, dengan hasil penelitian : bahwa Pelaksanaan Program PNPM-MP

    sangat efektif dalam menanggulangi kemiskinan di Kelurahan Ubud

    Kabupaten Gianyar dan berdasarkan persepsi responden bahwa faktor yang

    mempengaruhi kemiskinan di Ubud antara lain : perempuan yang kurang

    memperoleh hak, kemiskinan akibat kerentanan umur, pendidikan yang

    kurang dan kemiskinan akibat tindakan sendiri.

  • 27

    BAB III

    KERANGKA BERFIKIR DAN KONSEP PENELITIAN

    3.1 Kerangka Berfikir Penelitian

    Penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara bertahap, terpadu,

    terukur, sinergi dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan

    berbagai pihak dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama untuk mewujudkan

    pemenuhan hak- hak dasar.

    Tanpa koordinasi dan sinergi, tidak akan diperoleh efektivitas pelaksanaan

    program penanggulangan kemiskinan dan efisiensi pemanfaatan dana

    pembangunan dalam pengentasan kemiskinan. Keberhasilan PNPM- Mandiri

    Perkotaan dalam menanggulangi kemiskinan sangat tergantung dari cara pandang

    atau persepsi masyarakat terhadap kemiskinan serta efektivitas pelaksanaan

    program diharapkan memberikan dampak positif bagi masyarakat miskin di

    wilayah penerima program.

    Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu menafsirkan

    kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Bila

    individu memandang sesuatu yang dilihatnya dan mencoba menafsirkan,

    penafsirannya sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pelaku persepsi

    dimana persepsi dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, minat dan

    pengalaman masa lalu.

  • 28

    Kerangka berfikir penelitian mengenai Persepsi Masyarakat Miskin

    terhadap Efektivitas Pelaksanaan Program PNPM-Mandiri Perkotaan (Studi kasus

    di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung dapat disajikan pada Gambar 3.1

    Gambar 3.1. Kerangka Alur Penelitian

    Keberhasilan pelaksanaan suatu program penanggulangan kemiskinan

    PNPM-MP agar sesuai tujuan yang diinginkan dapat dilihat dari efektivitas

    pelaksanaan program. Efektivitas program akan terwujud apabila adanya

    partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam program serta persepsi yang tinggi dari

    masyarakat miskin (RTM) terhadap PNPM-MP. Efektivitas program yang

    diharapkan memberikan dampak positif meliputi adanya peningkatan pendapatan

    RTM dan kesempatan kerja bagi RTM itu sendiri.

    PNPM - MP

    Efektivitas Program

    Pendapatan RTM

    Persepsi RTM

    Kesempatan Kerja

  • 29

    3.2 Kerangka Konsep Penelitian

    Pelaksaanaan program penanggulangan kemiskinan PNPM-MP sebagai

    upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dalam

    menanggulangi kemiskinan secara mandiri diharapkan berhasil sesuai dengan

    tujuan yang ditetapkan. Keberhasilan dan efektivitas program penanggulangan

    kemiskinan akan terwujud apabila adanya partisipasi masyarakat dalam

    pelaksanaan pogram meliputi tahapan perencanaan, tahapan proses, dan tahapan

    output yang dituangkan dalam Gambar 3.2.

    PNPM - MP

    Penurunan Angka Kemiskinan

    Perencanaan/Input Hasil/Output Pelaksanaan/

    Proses

    Efektivitas Program

    Dampak Program

    Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Persepsi Masyarakat Miskin

    terhadap Efektifitas Pelaksanaan PNPM MP dan Kemiskinan

  • 30

    Tahapan pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan PNPM-MP

    bagi masyarakat miskin meliputi berbagai tahapan dimana efektivitas program

    diukur dari masing- masing tahapan melalui variabel input pada tahap

    perencanaan, variabel proses pada tahap pelaksanaan dan variabel output pada

    tahap hasil dari pelaksanaan program. Efektivitas dari setiap tahapan program

    tersebut diharapkan berdampak pada penurunan angka kemiskinan. Dengan

    menurunnya angka kemiskinan, maka kegiatan program penanggulangan

    kemiskinan PNPM-MP efektif dan berdampak positif bagi masyarakat miskin.

    3.3 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis penelitian mengenai dampak pelaksanaan program terhadap

    peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di Kecamatan

    Kuta sebelum dan sesudah menerima bantuan yaitu : adanya peningkatan

    pendapatan dan peningkatan kesempatan kerja sesudah menerima program

    dibandingkan sebelum menerima program PNPM Mandiri Perkotaan.

  • 31

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian

    Kemiskinan tidak hanya identik dengan kesulitan pemenuhan kebutuhan

    dasar, tetapi juga ketidakmampuan dalam mengembangkan status sosialnya.

    Melalui program PNPM-MP yang merupakan program penanggulangan

    kemiskinan guna pengentasan kemiskinan secara berkelanjutan tanpa dukungan

    dan partisipasi dari masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya,

    tentunya tujuan program tidak akan berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

    4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Adapun yang menjadi lokasi penelitian yaitu Kecamatan Kuta Kabupaten

    Badung yang terdiri dari lima desa/kelurahan yaitu Tuban, Kuta, Kedonganan,

    Legian, dan Seminyak. Penentuan lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan

    Kuta Kabupaten Badung, didasarkan pada pemikiran bahwa wilayah Kuta

    merupakan pusat perdagangan dan kota pariwisata, namun masih memiliki

    keluarga miskin dan Kecamatan Kuta sebagai wilayah penerima PNPM-MP.

    Pemerintah Kabupaten Badung juga sudah melaksanakan program

    penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan guna pengentasan kemiskinan.

    Waktu penelitian yaitu tahun 2011

    4.3 Populasi dan Sampel

    Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah seluruh

    populasi rumah tangga miskin (RTM) yang ada di Kecamatan Kuta berdasarkan

  • 32

    hasil pendataan BPS Kabupaten Badung tahun 2008 yaitu sebanyak 115 rumah

    tangga.

    4.4. Identifikasi Variabel

    Untuk menghindari agar pembahasan tidak keluar dari pokok

    permasalahan, maka variabel yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah :

    1.) Variabel Input / Perencanaan :

    a. Sosialisasi P2KP

    b. Sasaran

    c. Tujuan bantuan

    2.) Variabel Proses/ Pelaksanaan :

    . a. Kelembagaan

    b. Ketepatan penggunaan dana dan tujuan program

    c. Prosedur dan pengawasan

    3.) Variabel Output/Hasil:

    a. Kegiatan PNPM-Mandiri Perkotaan

    b. Transparan dan diumumkan

    c. Gotong royong dan tambahan pendapatan

    d. Monitoring dan evaluasi proyek

    4.5. Definisi Operasional Variabel

    Berdasarkan hasil identifikasi variabel diatas, selanjutnya dapat diuraikan

    definisi operasional variabel sebagai berikut :

  • 33

    1). Sosialisasi P2KP, dimaksudkan bahwa masyarakat memperoleh

    penjelasan/sosialisasi tentang program penanggulangan kemiskinan,

    baik dilihat dari jenis kegiatan maupun lokasi kegiatan.

    2). Sasaran, bahwa sasaran penerima manfaat dari program PNPM

    Mandiri Perkotaan adalah masyarakat miskin sebagai pemegang peran

    utama dalam pelaksanaan program

    3). Tujuan bantuan dimaksudkan manfaat yang diperoleh masyarakat yaitu

    untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya yang

    meliputi peningkatan kemampuan sumber daya manusia, peningkatan

    kesehatan dan aktifitas sosial.

    4). Kelembagaan, dimaksudkan Lembaga Pengelola di tingkat masyarakat

    adalah lembaga yang dipercaya, aspiratif, representatif, dan akuntabel

    untuk mendorong timbul dan berkembangnya partisipasi dan

    kemandirian masyarakat.

    5). Ketepatan penggunaan dana, dan tujuan program adalah kesesuaian

    alokasi dana dan tujuan program saat pelaksanaan program.

    6). Prosedur dan pengawasan adalah kemudahan didalam pencairan dana,

    proses pelaksanaan administrasi kegiatan dan kemudahan bantuan

    dana bergulir.

    7). Kegiatan PNPM-Mandiri Perkotaan, dimaksudkan bahwa

    keberlanjutan dan pemeliharaan proyek PNPM- Mandiri Perkotaan

    baik kegiatan fisik, sosial dan ekonomi.

  • 34

    8). Transparan dan diumumkan, bahwa keterbukaan dari realisasi

    pelaksanaan hasil kegiatan, penerima program serta besaran dana yang

    digunakan.

    9). Gotong royong, dan tambahan pendapatan adalah keterlibatan atau

    peran serta RTM, pemerintah setempat dan kelompok peduli untuk

    bersama-sama menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.

    10). Monitoring, dan evaluasi proyek adalah pelaksanaan pengendalian

    program berupa pertanggungjawaban keuangan, pengawasan oleh

    instansi terkait dan kegiatan audit.

    11) Total Pendapatan, yaitu jumlah keseluruhan pendapatan yang

    diperoleh anggota keluarga dan kepala rumah tangga

    12) Total Kesempatan Kerja, yaitu jumlah keseluruhan peluang kerja (jam

    untuk bekerja) dari anggota keluarga dan kepala rumah tangga

    13).Dampak Program adalah adanya perubahan dari sisi pendapatan dan

    kesempatan kerja bagi penduduk miskin setelah dilaksanakannya

    PNPM Mandiri Perkotaan.

    14).Persepsi masyarakat miskin, merupakan pandangan, pendapat, respon

    masyarakat miskin terhadap kemiskinan.

    4.6. Sumber dan Jenis Data

    4.6.1 Jenis Data Menurut Sumbernya

    Jenis data menurut sumbernya meliputi data primer dan data sekunder :

  • 35

    1). Data primer adalah data yang diperoleh langsung dan diolah pertama kali oleh

    peneliti, misalnya data mengenai pendapat responden terhadap pelaksanaan

    program PNPM Mandiri Perkotaan.

    2). Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua seperti

    misalnya instansi Pemerintah di lingkungan pemerintah Kabupaten Badung,

    data statistik kecamatan, profil kelurahan dan lain-lainnya.

    4.6.2 Jenis Data Menurut Sifatnya

    Berdasarkan sifatnya, data yang digunakan dalam penelitian ini dapat

    dibedakan menjadi dua :

    1). Data Kuantitatif adalah data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka,

    seperti misalnya data jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin (RTM),

    penerima manfaat, besarnya bantuan yang diterima, jumlah penduduk

    penerima bantuan, dan lain-lain.

    2). Data Kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka-angka yang diperoleh

    dari penelitian, misalnya data mengenai pendapat responden mengenai

    pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, persepsi

    mengenai kemiskinan.

    4.7 Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data menggunakan metode sebagai berikut :

    1). Wawancara terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyan (kuesioner)

    yang telah dipersiapkan, pertanyaan yang diajukan terkait dengan variabel-

    variabel yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.

  • 36

    2). Observasi yaitu dilakukan dengan cara melakukan pengamatan lapangan

    terhadap pelaksanan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta,

    seperti mengamati terhadap kegiatan fisik lingkungan yang dilakukan,

    pengamatan kondisi sosial dan kemiskinan masyarakat di Kecamatan Kuta.

    3). Wawancara mendalam (Indepth Interview) adalah wawancara yang dilakukan

    khusus terhadap beberapa informan dengan menyiapkan daftar pertanyaan

    terstruktur sehingga akan diketahui kondisi pelaksanaan program PNPM

    Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, serta permasalahan yang dihadapi

    dalam penanggulangan kemiskinan di Kuta.

    4.8 Teknis Analisa Data

    1). Untuk mengetahui tingkat efektivitas pelaksanaan program PNPM Mandiri

    Perkotaan dilakukan dengan analisis deskriptif dengan terlebih dahulu

    melakukan pengukuran instrumen penelitian dengan menggunakan skala

    likert. Instrumen penelitian yang dirancang dalam kuesioner yang terdiri dari

    empat katagori jawaban yang mempunyai gradasi dari yang sangat positif

    sampai yang sangat negatif. Empat katagori jawaban tersebut adalah (a)

    sangat setuju, (b) setuju, (c) tidak setuju, (d) sangat tidak setuju. Untuk

    keperluan analisis maka jawaban atas kuesioner tersebut diberi skor.

    Kesimpulan terhadap efektivitas berdasarkan perhitungan terhadap frekwensi

    skor yang diperoleh dibandingkan dengan skor ideal, maka akan didapat nilai

    tingkat efektifitas, dengan menggunakan acuan dari Keputusan Menpan No

    Kep./25/M/M Pan/2/2004, sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.2.

  • 37

    2). Untuk mengetahui dampak program terhadap peningkatan pendapatan KK

    miskin dan kesempatan kerja digunakan analisis dengan rumus statistik uji

    beda dua rata-rata. Menurut Nata Wirawan (2002) :

    t = d

    sd n

    Keterangan :

    d = nilai rata-rata beda n pengamatan berpasangan

    Sd = Simpangan baku beda pengamatan berpasangan (Standar deviasi)

    yang dapat dihitung dengan :

    Sd = ( d - d )

    n 1

    d = d

    n

    df = v = ( n 1 )

    Keterangan :

    di = Beda pengamatan pasangan yang ke i

    df = Degree of freedom (derajat bebas)

    Tabel t yang digunakan adalah uji satu arah dengan taraf signifikansi adalah

    5% dengan derajat bebas n 1. Bila t hitung nilainya lebih kecil dari t tabel

    maka Ho diterima, artinya rata-rata karakteristik sebelum dan sesudah

    program adalah sama, atau tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah program.

  • 38

    Bila t hitung lebih besar dari t tabel, maka Ho ditolak berarti rata-rata

    karakteristik sesudah program lebih besar daripada sebelum program, berarti

    program berdampak positif terhadap pendapatan maupun kesempatan kerja.

    3) Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap kemiskinan

    dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif melalui pengukuran terhadap

    instrumen penelitian dengan menggunakan skala likert. Instrumen penelitian

    dalam bentuk kuesioner. Jawaban terhadap instrumen penelitian tersebut

    dikatagorikan menjadi empat katagori yaitu (a) sangat setuju, (b) setuju, (c)

    tidak setuju, (d) sangat tidak setuju. Untuk keperluan analisis maka jawaban

    terhadap kuesioner diberi skor. Kesimpulan terhadap jawaban responden akan

    menentukan apakah persepsi masyarakat terhadap kemiskinan positif atau

    negatif. Dalam analisis terhadap jawaban responden lebih jauh juga akan dapat

    disimpulkan persepsi masyarakat terhadap kemiskinan apakah kemiskinan itu

    dapat dihapuskan atau merendahkan martabat manusia.

    4) Uji Hubungan antara variabel status perkawinan, jenis kelamin, dan latar

    belakang pendidikan dengan total pendapatan baik sebelum maupun setelah

    PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta.

    Untuk memperkuat kesimpulan yang akan diperoleh dari analisis diatas maka

    digunakan analisis Chi Square (2) yang ditujukan untuk mengetahui

    hubungan antara berbagai variabel tersebut diatas. Apabila distribusi 2

    h (chi

    square hasil perhitungan) lebih besar dari t (chi square tabel) keputusan

    berada di daerah penolakan terhadap hipotesis nol (Ho ditolak) dan menerima

  • 39

    Ha, sehingga kesimpulannya sesuai dengan formulasi yang terdapat pada Ha

    artinya terdapat hubungan antara berbagai variabel tersebut.

  • 40

    BAB V

    HASIL PENELITIAN

    5.1 Gambaran Umum Kecamatan Kuta

    Kecamatan Kuta, merupakan salah satu kecamatan dari 6 kecamatan yang

    terdapat di Kabupaten Badung dengan luas wilayah mencapai 17,52 Km2

    berdasarkan pengukuran GPS tahun 2003. Ditinjau dari kondisi peruntukan lahan

    di Kecamatan Kuta dalam Tahun 2010, maka peruntukan lahan di Kecamatan

    Kuta didominasi lahan bukan pertanian 1.532 Ha. Jumlah penduduk di Kabupaten

    Badung berdasarkan data registrasi penduduk tahun 2009 (Badung dalam angka,

    2010) tercatat 388.514 jiwa, dengan jumlah penduduk Kecamatan Kuta sejumlah

    9.182 KK atau sekitar 39.335 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 20.202 jiwa

    dan perempuan sebanyak 19.133 jiwa serta kepadatan penduduk di Kecamatan

    Kuta sebanyak 2.245 jiwa per Km2

    dan merupakan kepadatan tertinggi jika

    dibandingkan dengan kecamatan yang lain di Kabupaten Badung.

    Pada tahun 2008 Kabupaten Badung mempunyai 3.266 rumah tangga

    miskin dan sebanyak 115 rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta (386 jiwa),

    dimana dari jumlah rumah tangga miskin tersebut tersebar di beberapa

    lingkungan/ lokasi banjar di wilayah Kuta yang terdiri dari 5 desa/ kelurahan.

    5.2 Karakteristik Responden

    Dalam penelitian ini responden adalah seluruh rumah tangga yang tergolong

    miskin atau tidak mampu yang merupakan populasi dari penelitian ini. Lokasi

    responden seluruhnya di wilayah Kecamatan Kuta, yang tersebar di 5 desa/

  • 41

    kelurahan, yang tidak bermukim dalam satu lokasi kawasan penduduk miskin,

    namun terpencar-pencar yang menyatu dalam satu komunitas pemukiman

    banjar/lingkungan, serta berada di seputar kawasan perhotelan dan restaurant.

    Hasil penelitian mengenai karakteristik responden menurut kelompok

    umur di Kecamatan Kuta dapat dijelaskan yaitu proporsi responden yang paling

    besar berada pada umur 59 tahun keatas yang mencapai 42,61 persen, proporsi

    jumlah responden yang paling kecil berada pada kelompok umur dibawah 39

    tahun sebesar 6,09 persen. Faktor umur masing- masing responden dalam

    penelitian ini, erat berkaitan dengan aspek kemiskinan, karena faktor umur

    umumnya berpengaruh terhadap tingkat produktivitas, kesehatan dan kemampuan

    fisik dalam melakukan berbagai jenis aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan

    seseorang..

    Karakteristik responden menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kuta

    menunjukkan bahwa sebagian besar adalah kepala keluarga laki-laki, sedangkan

    perempuan hanya berkisar 10,43%, dimana umumnya merupakan Kepala

    Keluarga yang berstatus sebagai Janda.

    Dilihat dari Tingkat Pendidikan, proporsi tingkat pendidikan responden

    yang tertinggi adalah SD sebesar 62,61 persen dan terendah adalah SMA sebesar

    6,16 persen, sedangkan karakteristik berdasarkan jumlah anggota keluarga yang

    dimiliki yaitu sebesar 39,13 persen memiliki jumlah anggota keluarga 3 sampai 4

    orang dan sebesar 23,48 persen mempunyai jumlah anggota keluarga lebih dari 4

    orang. Karakteristik responden di Kecamatan Kuta dapat dilihat pada Tabel 5.1.

  • 42

    Tabel 5.1.

    Karakteristik Responden Kecamatan Kuta

    Indikator

    Jumlah

    orang Persentase

    Kelompok Umur (tahun)

    39 7 6,09

    40 49 25 21,74

    50 59 34 29,56 >59 49 42,61

    Jenis Kelamin

    Laki-laki 103 89,57

    Perempuan 12 10,43

    Tingkat Pendidikan

    Tidak Tamat SD 20 17,39

    SD 72 62,61

    SMP 16 13,91

    SMA 7 6,16

    Perguruan Tinggi - -

    Jumlah Anggota Keluarga

    1-2 43 37,39

    3-4 45 39,13

    > 4 27 23,48 Sumber : Hasil Penelitian, 2011(data diolah).

    5.3 Efektivitas Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta

    Efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta,

    berdasarkan pernyataan responden terhadap tahapan-tahapan program dimana

    jawaban responden akan dikelompokkan dalam katagori positif dan negatif. Untuk

    kelompok katagori positif berdasarkan pernyataan responden yang memilih

    pernyataan sangat setuju dan setuju, sedangkan untuk kelompok katagori negatif

    akan dipilih berdasarkan pernyataan responden yang memilih pernyataan tidak

    setuju dan sangat tidak setuju.

    5.3.1 Variabel Input/ Perencanaan

  • 43

    Variabel input pada tahap perencanaan yang berorientasi pada masyarakat

    miskin terdiri dari 3 hal yaitu mengenai sosialisasi P2KP kepada masyarakat

    miskin sudah dilaksanakan pemerintah melalui petugas kepada penerima bantuan,

    dimana bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui P2KP sesuai kebutuhan

    masyarakat miskin dan sudah sesuai dengan sasaran yang dituju yaitu masyarakat

    miskin di perkotaan, serta tujuan bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui

    P2KP sudah secara jelas diketahui para penerima bantuan bagi masyarakat miskin

    perkotaan.

    Berdasarkan hasil penelitian dari 115 responden rumah tangga miskin di

    Kecamatan Kuta, maka indikator sosialisasi mendapat respon jawaban terbesar

    dengan proporsi sebesar 99,13 persen seperti pada Tabel 5.2.

    Tabel 5.2

    Persepsi Reponden Terhadap Indikator Orientasi Program

    Keluarga Miskin pada Tahap Input/ Perencanaan

    No Indikator

    Jumlah Responden

    Positif Negatif

    Orang % Orang %

    1 Sosialisasi P2KP kepada masyarakat miskin sudah dilaksanakan pemerintah melalui petugas kepada penerima bantuan

    114 99,13 1 0,87

    2 Bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui P2KP berupa bantuan sesuai kebutuhan masyarakat miskin sudah mengenai sasaran masyarakat miskin di perkotaan

    113 98,26 2 1,74

    3 Tujuan bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui P2KP sudah secara jelas diketahui para penerima bantuan bagi masyarakat miskin perkotaan

    112 97,39 3 2,61

    Rata-Rata 98,26 1,74

    Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah).

  • 44

    5.3.2 Variabel Proses/ Pelaksanaan

    Variabel proses pada tahap pelaksanaan yang memprioritaskan masyarakat

    miskin (mengelola program sendiri) meliputi terdapat kelembagaan ditingkat

    desa/ kelurahan yang memiliki otonomi untuk mengambil keputusan pelaksanaan

    kegiatan bantuan P2KP, kesesuaian antara tujuan program dengan ketepatan

    pemanfaatan sehingga bantuan tidak menyimpang, prosedur dalam perolehan

    bantuan P2KP mudah dimengerti dan dipahami masyarakat, serta adanya

    pengawasan pemerintah dalam keterlibatan pemberian bantuan.

    Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 115 responden di Kecamatan Kuta,

    diketahui respon positif responden sebesar 99,13 persen terhadap indikator tujuan

    program, ketepatan bantuan dan prosedur dalam perolehan bantuan serta diperoleh

    respon negatif sebesar 4,35 persen pada indikator kelembagaan, seperti disajikan

    pada Tabel 5.3.

    Tabel 5.3

    Persepsi Reponden Terhadap Indikator

    Prioritas Pada Masyarakat Miskin ( Mengelola Program Sendiri )

    No Indikator

    Jumlah Responden

    Positif Negatif

    Orang % Orang %

    1 Terdapat kelembagaan ditingkat desa/ kelurahan dan memiliki otonomi untuk mengambil keputusan pelaksanaan kegiatan

    110 95,65 5 4,35

    2 Bantuan P2KP, disesuaikan antara tujuan program dgn ketepatan pemanfaatan sehingga bantuan tidak menyimpang

    114 99,13 1 0,87

    3 Prosedur dalam perolehan bantuan P2KP, mudah dimengerti dan dipahami masyarakat

    114 99,13 1 0,87

    4 Adanya pengawasan pemerintah dalam keterlibatan pemberian bantuan

    113 98,26 2 1,74

    Rata-Rata 98,04 1,96

    Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah).

  • 45

    5.3.3 Variabel Output/ Hasil

    Untuk meneliti variabel output pada tahap hasil berupa transparansi dan

    akuntabel, maka indikator yang dikaji meliputi seluruh kegiatan PNPM Mandiri

    Perkotaan telah dapat dilaksanakan di lapangan, dilakukan pencatatan berupa

    pembukuan/ laporan keuangan (transparan) dan diumumkan secara massal/

    ditempel dipapan pengumuman desa, pelaksanaan proyek dapat memberikan

    kesempatan kerja bagi masyarakat miskin dan dilaksanakan secara gotong royong

    serta memberi tambahan upah bagi masyarakat miskin, juga dilakukan

    pengawasan berupa monitoring maupun evaluasi proyek dari tingkat pusat,

    provinsi, dan kabupaten.

    Hasil penelitian diperoleh respon positif terhadap indikator pengawasan dan

    monitoring program sebesar 99,13 persen, dan respon negatif sebesar 6,96 persen

    pada indikator pembukuan/laporan keuangan, seperti disajikan pada Tabel 5.4.

    Tabel 5.4

    Persepsi Reponden Terhadap Indikator

    Transparansi dan Akuntabel

    No Indikator

    Jumlah Responden

    Positif Negatif

    Orang % Orang %

    1 Seluruh kegiatan PNPMMandiri Perkotaan telah dapat dilaksanakan di lapangan

    113 98,26 2 1,74

    2 Pembukuan/laporan keuangan( transparan ) diumumkan secara massal/ditempel dipapan pengumuman desa

    107 93.04 8 6,96

    3 Pelaksanaan proyek ( kesempatan kerja bagi masyarakat miskin ) dilaksanakan secara gotong royong dan memberi tambahan upah bagi masyarakat miskin

    111 96,52 4 3,48

    4 Dilakukan pengawasan dari pusat, provinsi, dan kabupaten berupa monitoring dan evaluasi proyek.

    114 99,13 1 0,87

    Rata-Rata 96,74 3,26

    Sumber : Hasil Penelitian, 2011(data diolah)

  • 46

    5.3.4 Perhitungan Efektifitas PNPM Mandiri Perkotaan.

    Nilai efektifitas program PNPM-MP dilihat dari variabel input/

    perencanaan, variabel proses/ pelaksanaan dan variabel output/hasil selanjutnya

    dipetakan pada kualifikasi dengan mengikuti Pedoman Keputusan Menteri

    Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep 25/M/M.PAN/2/2004, yang disajikan

    pada Tabel 5.5.

    Tabel 5.5

    Perhitungan Efektivitas Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan

    Kecamatan Kuta

    No Variabel Jumlah

    Responden

    Rata-rata

    ( % )

    Penilaian

    Efektivitas

    1 INPUT/ PERENCANAAN

    a. Sosialisasi

    b. Tujuan

    c. Sasaran

    115

    115

    115

    98,13

    98,26

    97,39

    Sangat Efektif

    Sangat Efektif

    Sangat Efektif

    RATA-RATA PERENCANAAN 115 98,26 Sangat Efektif

    2 PROSES/ PELAKSANAAN

    a. Kelembagaan di Tk. masyarakat.

    b.Bantuan sesuai program dan ketepatan

    manfaat

    c.Prosedur mudah dimengerti dan

    dipahami.

    d..Pengawasan pemerintah dlm

    pemberian bantuan.

    115

    115

    115

    115

    95,65

    99,13

    99,13

    98,26

    Sangat Efektif

    Sangat Efektif

    Sangat Efektif

    Sangat Efektif

    RATA-RATA PELAKSANAAN 115 98,04 Sangat Efektif

    3 OUTPUT/HASIL

    a. Transparan dan Akuntabel

    115

    96,74

    Sangat Efektif

    RATA-RATA HASIL 115 96,74 Sangat Efektif

    Rata-Rata Penilaian Efektivitas 115 97,68 Sangat Efektif

    Sumber : Hasil Penelitian, 2011(data diolah)

    5.4 Dampak Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Bagi Masyarakat Miskin di Kecamatan Kuta.

    Penelitian ini mengukur dampak pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di

    Kecamatan Kuta yaitu berdasarkan persepsi responden terhadap indikator dampak

    program bagi masyarakat miskin, penggunaan bantuan oleh masyarakat miskin,

  • 47

    dampak program terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja serta

    persepsi masyarakat miskin terhadap kemiskinan itu sendiri.

    5.4.1 Persepsi Masyarakat Miskin Terhadap Dampak Pelaksanaan PNPM

    Mandiri Perkotaan Di Kecamatan Kuta

    Dampak pelaksanaan Program PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan

    Kuta, ditinjau dari persepsi masyarakat miskin maka hasil penelitiannya diperoleh

    respon positif terbesar yaitu 97,39 persen terhadap indikator adanya peningkatan

    pendapatan masyarakat setelah program dan respon negatif sebesar 17,39 persen

    pada indikator adanya peningkatan usaha setelah adanya program, sebagaimana

    Tabel 5.6

    Tabel 5.6

    Persepsi Reponden Terhadap Indikator

    Dampak Program PNPM Mandiri Perkotaan Bagi Masyarakat Miskin

    No Indikator Jumlah Jawaban Responden (orang)

    Positif Negatif

    Orang % Orang %

    1 Adanya peningkatan pendapatan

    masyarakat setelah adanya PNPM Mandiri

    Perkotaan

    112 97,39 3 2,61

    2 Adanya peningkatan/penciptaan kesempatan

    kerja bagi masyarakat miskin setelah

    adanya PNPM Mandiri Perkotaan

    105 91,31 10 8,70

    3 Adanya peningkatan usaha yang dapat

    mendatangkan penghasilan setelah adanya

    PNPM Mandiri Perkotaan

    95 82,61 20 17,39

    4 Adanya peningkatan barang-barang yang

    dapat dipakai untuk berusaha setelah adanya

    PNPM Mandiri Perkotaan.

    100 86,96 15 13,04

    Rata-Rata 89,57 10,45

    Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah)

  • 48

    Ditinjau berdasarkan persepsi responden terhadap penggunaan bantuan oleh

    masyarakat, maka berdasarkan hasil penelitian terhadap 115 responden di

    Kecamatan Kuta, hasilnya adalah sebagaimana Tabel 5.7.

    Tabel 5.7

    Penggunaan Bantuan PNPM Mandiri Perkotaan

    Oleh Masyarakat Di Kecamatan Kuta

    No Penggunaan Bantuan Oleh Masyarakat Frekwensi Persentase

    1 Modal Usaha 30 26,09

    2 Kebutuhan Sehari-hari 89 77,39

    3 Biaya Sekolah 47 40,87

    4 Kesehatan 28 24,35

    5 Cicilan Utang 41 35,65

    6 Lainnya 32 27,83

    Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah).

    Berdasarkan jawaban responden pada Tabel 5.7 dapat dijelaskan bahwa sebanyak

    77,39 persen responden menggunakan bantuan PNPM untuk memenuhi

    kebutuhan sehari-hari, 40,87 persen untuk biaya sekolah dan hanya 26,09 persen

    responden menggunakan bantuan untuk modal usaha.

    5.5 Persepsi Masyarakat Terhadap Kemiskinan

    Persepsi masyarakat miskin terhadap kemiskinan dibedakan menjadi 2 hal

    yaitu persepsinya terhadap program penanggulangan kemiskinan dan terhadap

    faktor penyebab kemiskinan. Persepsi responden terhadap program

    penanggulangan kemiskinan mendapat respon positif dilihat dari indikator yaitu

    adanya kejujuran, keadilan, keikhlasan dan sifat gotong royong; sangat peduli dan

    tidak bersikap masa bodoh terhadap program serta mempunyai rasa percaya

    terhadap program, masing- masing mendapat respon positif sebesar 100 persen

    dan 99,13 persen, sedangkan indikator malu dan minder menerima bantuan dalam

  • 49

    program mendapat respon negatif sebesar 43,48 persen. Hasil persepsi responden

    di Kecamatan Kuta terhadap penanggulangan kemiskinan adalah sebagaimana

    Tabel 5.8.

    Tabel 5.8

    Persepsi Reponden Terhadap Penanggulangan Kemiskinan

    No Indikator

    Jumlah Jawaban Responden

    Positif Negatif

    Orang % Orang %

    Persepsi Terhadap Penanggulangan Kemiskinan

    1 Kejujuran, keadilan, keikhlasan dan sifat gotong

    royong adalah hal yang sangat diperlukan dalam

    kehidupan bermasyarakat.

    115 100 - 0

    2 Sangat Peduli dan tidak bersikap masa bodoh

    terhadap program penanggulangan kemiskinan

    yang dilaksanakan

    114 99,13 1 0,87

    3 Mempunyai rasa percaya terhadap program

    penanggulangan kemiskinan 114 99,13 1 0,87

    4 Malu dan minder menerima bantuan dalam

    program penanggulangan kemiskinan. 65 56,52 50 43,48

    5 Penanggulangan kemiskinan sebaiknya

    dilakukan juga oleh masyarakat secara swadaya,

    pemerintah dan kelompok peduli.

    108 93,92 7 6,09

    6 Belum merasa puas dengan pendapatan yang

    selama ini didapatkan 93 80,87 14 12,17

    7 Turut serta dalam menanggulangi kemiskinan di

    wilayahnya. 102 88,69 13 11,30

    8 Pengambilan keputusan dalam kegiatan rembug

    warga oleh masyarakat sebaiknya dilakukan

    dengan musyawarah mufakat.

    112 97,4 3 2,61

    9 Masyarakat seharusnya bersikap kritis terhadap

    pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di

    wilayahnya.

    105 91,31 10 8,7

    Sumber : Hasil Penelitian, 2011(data diolah)

    Sedangkan hasil pengukuran persepsi masyarakat tentang faktor-faktor

    penyebab kemiskinan itu sendiri, maka dari penelitian terhadap 115 responden

    rumah tangga miskin yang terdapat di Kecamatan Kuta diperoleh respon positif

    terhadap indikator kemiskinan terkait dengan pendidikan yang kurang sebesar

    93,91 persen dan kemiskinan hanya dapat dihapus oleh tindakan sendiri sebesar

  • 50

    86,09 persen, sedangkan respon negatif responden sebesar 58,26 persen terhadap

    indikator kemiskinan terkait dengan perempuan yang kurang memperoleh hak dan

    sebesar 56,52 persen kemiskinan terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga

    sebagaimana tampak pada tabel 5.9.

    Tabel 5.9

    Persepsi Reponden Terhadap Kemiskinan

    No Indikator

    Jumlah Jawaban Responden

    Positif Negatif

    Orang % Orang %

    Persepsi Terhadap Kemiskinan

    1 Kemiskinan ditentukan oleh nasib 58 50,43 57 49,56

    2 Kemiskinan ditentukan oleh tindakan sendiri 92 80,00 23 20,00

    3 Kemiskinan ditentukan oleh lingkungan 56 48,70 59 51,31

    4 Kemiskinan ditentukan oleh Pemerintah 68 59,13 47 40,87

    5 Kemiskinan hanya dapat dihapus oleh nasib 52 45,22 63 54,78

    6 Kemiskinan hanya dapat dihapus oleh tindakan

    diri sendiri 99 86,09 16 13,91

    7 Kemiskinan hanya dapat dihapus oleh

    lingkungan 75 65,22 40 34,78

    8 Kemiskinan hanya dapat dihapus oleh

    Pemerintah 75 65,22 40 34,78

    9 Kemiskinan terkait dengan perempuan yang

    kurang memperoleh hak 48 41,74 67 58,26

    10 Kemiskinan terkait pendidikan yang kurang 108 93,91 7 6,09

    11 Kemiskinan terkait dengan kekerasan dalam

    rumah tangga 50 43,48 65 56,52

    12 Kemiskinan terkait dengan kerentanan karena

    umur 73 63,47 42 36,52

    13 Kemiskinan terkait dengan keturunan 55 47,83 60 52,17

    Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah)

    Dari berbagai persepsi masyarakat miskin tersebut, dilihat dari kondisi yang

    dialami yaitu miskin secara material sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan

    akan pangan, sandang, papan dan kesehatan secara layak, bukan menjadi tolok

    ukur bahwa orang miskin tidak bahagia bahkan kadang kala sebagian besar

    masyarakat miskin merasa cukup bahagia dengan kondisi yang dialaminya. Untuk

    mengetahui seberapa jauh faktor kemiskinan yang dialami masyarakat miskin di

    Kecamatan Kuta dengan Kebahagiaan yang dialaminya, hasil penelitian terhadap

  • 51

    115 responden di Kecamatan Kuta bahwa sebanyak 95 orang (82,61%) responden

    menyatakan bahagia dengan keadaan saat ini dan respon negatif sebanyak 20

    orang (17,39%).

    Untuk mengetahui persepsi masyarakat miskin terhadap urut-urutan

    kegiatan yang diperlukan dalam penanggulangan rumah tangga miskin di

    Kecamatan Kuta, maka diketahui bahwa urutan tindakan yang diperlukan dalam

    menghapus kemiskinan adalah menunggu takdir menempati peringkat pertama

    pilihan responden sebesar 86,09 persen dan bantuan pemerintah menempati

    peringkat terakhir pilihan responden yaitu sebesar 38,26 persen. Adapun rincian

    pernyataan responden tersebut adalah sebagaimana Tabel 5.10.

    Tabel 5.10

    Persepsi Reponden Terhadap Urutan-urutan Tindakan

    Yang Diperlukan Dalam Menghapus Kemiskinan

    Urutan Kegiatan Peringkat Persentase Pilihan

    Prioritas I

    Menunggu Takdir I 86,09

    Bantuan Masyarakat setempat II 69,57

    Kerja Keras III 65,22

    Bantuan Pengusaha IV 52,17

    Bantuan Pemerintah V 38,26

    Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah)

    5.6 Hubungan Antar Variabel

    Guna lebih mempertajam analisis maka dilihat hubungan atau keterkaitan

    antar beberapa variabel dengan analisis Chi Square.

    5.6.1. Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Umur Responden Sebelum PNPM

    Hasil perhitungan hubungan antara total pendapatan dengan umur

    responden sebelum PNPM dapat dijelaskan yaitu proporsi responden dengan

    kelompok umur diatas 50 tahun lebih banyak mempunyai pendapatan kurang dari

  • 52

    Rp. 759.999,- dibandingkan responden dengan kelompok umur dibawah 50 tahun.

    Hal ini diperjelas pada Tabel 5.11.

    Tabel 5.11

    Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Umur

    di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

    Pendapatan sebelum PNPM

    Total Umur (tahun) = 59 orang 41 8 0 49

    % 83.7 16.3 0.00 100.00

    Total orang 84 28 3 115

    % 73.00 24.30 2.60 100.00

    Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

    5.6.2 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Umur Responden Sesudah PNPM

    Hasil perhitungan hubungan antara total pendapatan dengan umur

    responden sesudah PNPM dapat dijelaskan yaitu responden yang mempunyai

    pendapatan kurang dari Rp.1.026.666,- dan diatas Rp.1.026.667,- didominasi oleh

    kelompok umur diatas 50 tahun dengan proporsi sebesar 44,1 persen , sedangkan

    proporsi responden dengan kelompok umur dibawah 50 tahun yang mempunyai

    pendapatan diatas Rp.2.053.333,- hanya sebesar 16 persen. . Hal ini diperjelas

    pada Tabel 5.12.

  • 53

    Tabel 5.12

    Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Umur

    di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM

    Pendapatan sesudah PNPM Total

    Umur (tahun) = 2.053.333

    39 orang 5 2 0 7

    % 71.4 28.6 0.00 100.00

    40-49 orang 11 10 4 25

    % 44.0 40.0 16.0 100.00

    50-59 orang 14 15 5 34

    % 41.2 44.1 14.7 100.00

    >= 59 orang 31 12 6 49

    % 63.3 24.5 12.2 100.00

    Total orang 61 39 15 115

    % 53.00 33.90 13.00 100.00

    Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

    5.6.3 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Status Perkawinan Responden Sebelum PNPM

    Hubungan antara variabel total pendapatan dengan status perkawinan

    sebelum PNPM bahwa responden dengan status kawin dan tidak kawin di

    Kecamatan Kuta dominan mempunyai pendapatan kurang dari Rp.759.999,-, dan

    hanya sebesar 2,7 persen responden dengan status kawin yang mempunyai

    pendapatan diatas Rp.1.520.000,-.Dari hasil perhitungan kelompok pendapatan

    rumah tangga miskin dan status perkawinan sebelum pelaksanaan PNPM tampak

    pada Tabel 5.13.

  • 54

    Tabel 5.13

    Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Status Perkawinan

    di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

    Pendapatan sebelum PNPM Total

    Status

  • 55

    Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

    5.6.5 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jenis Kelamin

    Sebelum PNPM

    Berdasarkan hasil perhitungan bahwa hubungan antara variabel total

    pendapatan dengan jenis kelamin sebelum PNPM yaitu proporsi responden

    berjenis kelamin laki-laki dan perempuan lebih banyak mempunyai pendapatan

    kurang dari Rp. 759.999,-. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.15.

    Tabel 5.15

    Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Jenis Kelamin

    di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

    Pendapatan sebelum PNPM Total

  • 56

    dibandingkan responden dengan jenis kelamin perempuan. Uraian tersebut dapat

    diperjelas dalam Tabel 5.16.

    Tabel 5.16

    Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Jenis Kelamin

    di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM

    Pendapatan sesudah PNPM Total

    =

    2.053.333

    Jenis Kelamin Laki-laki orang 53 36 14 103

    % 51.50 35.00 13.60 100.00

    Perempuan orang 8 3 1 12

    % 66.70 25.00 8.30 100.00

    Total orang 61 39 15 115

    % 53.00 33.90 13.00 100.00 Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah).

    5.6.7 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan

    Pendidikan Sebelum PNPM

    Hasil perhitungan hubungan antara variabel total pendapatan dengan

    pendidikan sebelum PNPM diketahui yaitu responden yang mempunyai

    pendapatan kurang dari Rp. 759.999,- didominasi responden dengan pendidikan

    tidak tamat SD sebesar 100 persen sedangkan proporsi responden dengan

    pendidikan diatas SD bahkan SMA hanya sebesar 14,30 persen yang mempunyai

    pendapatan diatas Rp.1.520.000,-. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel

    5.17.

  • 57

    Tabel 5.17

    Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Tingkat Pendidikan

    di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM Pendapatan sebelum PNPM Total

  • 58

    Tabel 5.18

    Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Tingkat Pendidikan

    di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM

    Pendapatan sesudah PNPM Total

    =

    2.053.333

    Pendidikan

    Tidak tamat SD orang 17 3 0 20

    % 85.00 15.00 0.00 100.00

    SD orang 34 28 10 72

    % 47.20 38.90 13.90 100.00

    SMP orang 7 6 3 16

    % 43.80 37.50 18.80 100.00

    SMA orang 3 2 2 7

    % 42.90 28.60 28.60 100.00

    Total orang 61 39 15 115

    % 53.00 33.90 13.00 100.00 Sumber : Hasil Perhitungan Statistik(data diolah)

    5.6.9 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jumlah

    Anggota Keluarga Sebelum PNPM

    Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa hubungan antara variabel

    total pendapatan dengan jumlah anggota keluarga sebelum PNPM yaitu proporsi

    responden dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 5 orang lebih banyak

    mempunyai pendapatan kurang dari Rp.759.999,- dibandingkan dengan responden

    yang mempunyai jumlah anggota keluarga diatas 5 orang lebih banyak

    mempunyai pendapatan diatas Rp. 1.520.000,-. Uraian tersebut dapat diperjelas

    dalam Tabel 5.19.

  • 59

    Tabel 5.19

    Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Jumlah Anggota Keluarga

    di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM Pendapatan sebelum PNPM Total

  • 60

    % 57.80 30.40 11.80 100.00

    >5 orang orang 2 8 3 13

    % 15.40 61.50 23.10 100.00

    Total orang 61 39 15 115

    % 53.00 33.90 13.00 100.00 Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

    5.6.11. Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Umur

    Sebelum PNPM

    Berdasarkan hasil perhitungan dapat dijelaskan hubungan antara total

    kesempatan kerja dengan umur responden sebelum PNPM bahwa responden yang

    berumur dibawah 50 tahun sebesar 57,1 persen mempunyai kesempatan kerja

    kurang dari 3 jam/kegiatan sedangkan proporsi responden dengan umur diatas 50

    tahun lebih banyak mempunyai kesempatan kerja lebih dari 4 jam/kegiatan/bulan

    bahkan sebesar 29,4 persen responden lansia mempunyai kesempatan kerja diatas

    8 jam/kegiatan.. Hal ini diperjelas pada Tabel 5.21.

    Tabel 5.21

    Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Umur

    di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

    Kesempatan Kerja sebelum PNPM Total

    Umur (tahun) =9 jam

    39 orang 4 3 0 7

    % 57.1 42.9 0.00 100.00%

    40-49 orang 10 12 3 25

    % 40.0 48.0 12.0 100.00

    50-59 orang 6 18 10 34

    % 17.6 52.9 29.4 100.00

    >= 59 orang 26 15 8 49

    % 53.1 30.6 16.3 100.00

    Total orang 46 48 21 115

    % 40.00 41.70 18.30 100.00

    Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

    5.6.12 Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Umur

    Sesudah PNPM

  • 61

    Hasil perhitungan hubungan antara total kesempatan kerja dengan umur

    sesudah PNPM dapat dijelaskan yaitu responden dengan kelompok umur dibawah

    50 tahun mempunyai kesempatan kerja berkisar 5-8 jam/kegiatan sedangkan

    proporsi responden dengan kelompok umur diatas 50 tahun sebesar 29,4 persen

    mempunyai kesempatan kerja diatas 8 jam/kegiatan/bulan, hal ini menunjukkan

    bahwa terjadi peningkatan jumlah kesempatan kerja, sebagaimana diperjelas pada

    Tabel 5.22.

    Tabel 5.22

    Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Umur

    di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM

    Kesempatan Kerja sesudah PNPM Total

    Umur (tahun) =9 jam

    39 orang 2 5 0 7

    % 28.6 71.4 0.00 100.00

    40-49 orang 8 13 4 25

    % 32.0 52.0 16.0 100.00

    50-59 orang 2 22 10 34

    % 5.9 64.7 29.4 100.00

    >= 65 orang 18 21 10 49

    % 36.7 42.9 20.4 100.00

    Total orang 30 61 24 115

    % 26.10 53.00 20.90 100.00

    Sumber : Hasil Perhitungan Statistik(data diolah)

    5.6.13 Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Tingkat Pendidikan Sebelum PNPM

    Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa hubungan antara variabel

    total kesempatan kerja dengan Tingkat Pendidikan sebelum PNPM yaitu

    didominasi responden dengan pendidikan tidak tamat SD dengan proporsi sebesar

    65 persen mempunyai kesempatan kerja kurang dari 3 jam/kegiatan dan

    kesempatan kerja berkisar 4-8 jam/kegiatan lebih banyak dimiliki responden

    dengan pendidikan diatas SD. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.23.

  • 62

    Tabel 5.23

    Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Tingkat Pendidikan

    di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

    Kesempatan Kerja sebelum PNPM Total

    =9 jam

    Pendidikan Tidak tamat SD orang 13 6 1 20

    % 65.00 30.00 5.00 100.00

    SD orang 27 28 17 72

    % 37.50 38.90 23.60 100.00

    SMP orang 4 10 2 16

    % 25.00 62.50 12.50 100.00

    SMA orang 2 4 1 7

    % 28.60 57.10 14.30 100.00

    Total orang 46 48 21 115

    % 40.00 41.70 18.30 100.00

    Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

    5.6.14 Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Tingkat Pendidikan Sesudah PNPM

    Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa hubungan antara variabel

    total kesempatan kerja dengan Tingkat Pendidikan sesudah PNPM yaitu sebesar

    45 persen responden dengan pendidikan dibawah SD dan sebesar 56,30 persen

    responden dengan pendidikan diatas SD memperoleh kesempatan kerja diatas 5

    jam/kegiatan, maka terjadi peningkatan jumlah kesempatan kerja yang diperoleh

    responden. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.24.

  • 63

    Tabel 5.24

    Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Tingkat Pendidikan

    di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM

    Kesempatan Kerja sesudah PNPM Total

    =9 jam

    Pendidikan Tidak tamat SD orang 10 9 1 20

    % 50.00 45.00 5.00 100.00

    SD orang 16 38 18 72

    % 22.20 52.80 25.00 100.00

    SMP orang 3 9 4 16

    % 18.80 56.30 25.00 100.00

    SMA orang 1 5 1 7

    % 14.30 71.40 14.30 100.00

    Total orang 30 61 24 115

    % 26.10 53.00 20.90 100