bab i pendahuluanrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · bab i pendahuluan...

29
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang penuh bahaya dan ketidakpastian. Oleh karena itu, pada umumnya manusia telah terbiasa dengan resiko- resiko dan kecemasan-kecemasan kecil, namun dalam lapangan ekonomi, resiko dan ketidakpastian selalu disertai rasa takut tertimpa kerugian atau harapan mendapatkan laba atau kedua-duanya. Di antara resiko yang dihadapi manusia adalah bahaya kerugian finansial yang timbul karena kecelakaan atau bahaya yang tidak dapat diprediksi atau karena kelalaian manusia dan ini menjadi suatu ancaman sosial. Ancaman ini harus diantisipasi, walaupun terkadang mustahil dilakukan, namun harus dicari suatu penangkal guna mengatasi akibat-akibat yang merugikan (Siddiq 1987, hlm. 36). Oleh karena itu, sebagian orang berusaha untuk mengatasi akibat finansial yang berat dari jenis resiko yang dapat diukur tersebut guna membentuk sebuah kelompok, dan setiap anggotanya membayar sejumlah uang yang besarnya tidak memberatkan sebagai premi untuk menjamin anggota kelompok tersebut dari resiko kerugian apabila terkena musibah. Hal inilah yang kemudian dikenal sebagai asuransi. Namun demikian, asuransi hanya berkepentingan untuk menciptakan cara-cara pemberian ganti rugi bagi seseorang yang menderita kerugian finansial yang diakibatkan kecelakaan (Siddiq 1987, hlm. 3-5). Dengan demikian, asuransi merupakan salah satu sarana yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan umum masyarakat dengan cara kerjasama timbal balik. Dalam 1

Upload: others

Post on 01-Mar-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang penuh bahaya dan

ketidakpastian. Oleh karena itu, pada umumnya manusia telah terbiasa dengan resiko-

resiko dan kecemasan-kecemasan kecil, namun dalam lapangan ekonomi, resiko dan

ketidakpastian selalu disertai rasa takut tertimpa kerugian atau harapan mendapatkan

laba atau kedua-duanya. Di antara resiko yang dihadapi manusia adalah bahaya kerugian

finansial yang timbul karena kecelakaan atau bahaya yang tidak dapat diprediksi atau

karena kelalaian manusia dan ini menjadi suatu ancaman sosial. Ancaman ini harus

diantisipasi, walaupun terkadang mustahil dilakukan, namun harus dicari suatu

penangkal guna mengatasi akibat-akibat yang merugikan (Siddiq 1987, hlm. 36). Oleh

karena itu, sebagian orang berusaha untuk mengatasi akibat finansial yang berat dari

jenis resiko yang dapat diukur tersebut guna membentuk sebuah kelompok, dan setiap

anggotanya membayar sejumlah uang yang besarnya tidak memberatkan sebagai premi

untuk menjamin anggota kelompok tersebut dari resiko kerugian apabila terkena

musibah. Hal inilah yang kemudian dikenal sebagai asuransi. Namun demikian, asuransi

hanya berkepentingan untuk menciptakan cara-cara pemberian ganti rugi bagi seseorang

yang menderita kerugian finansial yang diakibatkan kecelakaan (Siddiq 1987, hlm. 3-5).

Dengan demikian, asuransi merupakan salah satu sarana yang diperlukan untuk

menyelesaikan persoalan umum masyarakat dengan cara kerjasama timbal balik. Dalam

1

Page 2: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

pandangan Islam, masalah perasuransian adalah termasuk masalah ijtihadiyah. Artinya

masalah perasuransian ini masih memberikan peluang untuk dikaji lebih lanjut, karena

tidak ada penjelasan hukumnya di dalam Al-Qur’an dan al-Hadits. Para imam madzhab,

seperti Imam Abu Hanifah (wafat tahun 150 H/767 M), Imam Malik (wafat tahun 179

H/795 M), Imam Syafi'i (204 H/819 M, dan Imam Ahmad bin Hambal (241 H/855 M),

dan ulama mujtahidin lainnya yang semasa dengan mereka (abad 2 H dan 3 H atau abad

8 dan 9 M) tidak memberikan fatwa hukum terhadap masalah asuransi, karena asuransi

belum dikenal pada waktu itu. Sebab sistem asuransi di dunia Timur baru dikenal pada

abad 19 M, sedangkan di dunia Barat sistem asuransi telah dikenal sejak abad 14 M

(Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial… http://74.125.153.132/search?

q=cache:wGXjInU0nCAJ:www.scribd.com/doc/4908860/

diakses 3 Agustus 2009).

Mengkaji hukum asuransi menurut syari'at Islam sudah tentu dilakukan dengan

menggunakan metode ijtihad (reasoning/exercise of judgement) yang lazim dipakai oleh

ulama mujtahidin sejak dahulu. Di kalangan ulama dan cendekiawan muslim ada tiga (3)

pendapat tentang hukum asurasi. Pertama, mengharamkan asuransi dalam segala

macam dan bentuknya yang ada saat ini, termasuk asuransi jiwa. Pendapat ini didukung

antara lain oleh Syaikh Ibnu Abidin (1784–1836 M) dari Mazhab Hanafi, penyusun

kitab Al-Hasyiyah Ibnu al-‘Ābidin, Muhammad Bakhit al Muth'ie (1854-1935 M) dalam

kitabnya al-Risalatu al-Ahkāmu as-Sukurtah, Syaikh Muhammad al-Ghazali dalam

kitabnya al-Islāmu wa al-Munāhiji al-Isytirakiyah, Dr. Yusuf Qardhawi penyusun kitab

al-Halālu wa al-harāmu fi al-Islāmi, Prof Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitab al-Fiqhu

2

Page 3: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

al-Islāmi Wa al-‘Ādilātuhu dan lain-lain. Alasan-alasan mereka yang mengharamkan

asuransi, antara lain: asuransi pada hakekatnya sama atau serupa dengan judi,

mengandung unsur (gharār) tidak jelas dan tidak pasti, mengandung unsur riba/rente,

mengandung unsur ekploitasi, karena pemegang polis kalau tidak bisa melanjutkan

pembayaran preminya, bisa hilang atau dikurangi uang premi yang telah dibayar, premi-

premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam pranktek riba

(kredit berbunga), asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar

mata uang tidak dengan tunai (cash and carry), dan hidup dan mati manusia dijadikan

obyek bisnis, yang berarti mendahului takdir Tuhan Yang Maha Kuasa. Walaupun

dalam sistem asuransi ada kerelaan diantara kedua belah pihak, namun kerelaan tersebut

tidak dapat diterima. Antara pemakan dan pemberi riba sama-sama rela, juga antara para

penjudi sama-sama rela, namun kesemuanya tetap dilarang syara’. (Qardhawi 2003, hal.

383-384).

Kedua, pendapat ulama yang membolehkan semua praktek asuransi dalam segala

macam dan bentuknya, asal ada kesepakatan/ kerelaan antara kedua belah pihak, saling

menguntungkan kedua belah pihak, mengandung kepentingan umum dan tidak

melakukan hal-hal yang melanggar aturan syara’. Pendapat ini, antara lain didukung

oleh Syaikh Abdur Rahman Isa, pengarang kitab al-Mu’āmalātu al-hadisah wa al-

Ahkāmuhā, Prof. Dr. Muhamamd Yusuf Musa (Guru Besar Fakultas Islam Universitas

Kairo Mesir), Abdul Wahab Khallaf (Guru Besar Hukum Islam Universitas Kairo

Mesir), Prof. Dr. Muhamamd al-Bahi (mantan Wakil Rektor Universitas Al-Azhar

Mesir), Dr. Muhammad Nejatullah Siddiq (Pengajar Universitas King Abdul Aziz), dan

3

Page 4: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

lain-lain. Alasan-alasan mereka yang membolehkan asuransi termasuk asurnsi jiwa

antara lain: tidak adanya nash Al Qur’an dan al-Hadits yang melarang secara tegas

sistem asuransi, adanya kesepakatan/kerelaan antara kedua belah pihak, saling

menguntungkan kedua belah pihak, mengandung kepentingan umum, tidak melakukan

hal-hal yang melanggar aturan syara’, sebab premi-premi yang terkumpul bisa

diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan untuk pembangunan, asuransi

termasuk akad mudhārābah, artinya terjadinya akad kerjasama bagi hasil antara

pemegang polis (pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi, sistem asuransi

termasuk koperasi (syirkah ta'āwuniyah), dan sistem asuransi diqiyaskan dengan sistem

pensiun, seperti taspen (Muhammad 2007, hal. 80).

Ketiga, pendapat ulama yang membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan

mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial. Kelompok ini memiliki

pandangan yang sama dengan kelompok ulama yang kedua di atas, dalam hal asuransi

yang berorientasi pada sosial kemasyarakatan. Sedangkan pandangan tentang keharaman

asuransi yang berorientasi pada keuntugan, sama dengan pendapat ulama pada kelompok

pertama. Pendapat ini didukung oleh antara lain oleh Muhamamd Abu Zahrah (Guru

Besar Hukum Islam Universitas Kairo Mesir) (Sula 2004, hal. 62).

Seiring dengan mulai dikembangkannya sistem ekonomi Islam modern, maka

muncullah alternatif pengganti asuransi konvensional yang diperdebatkan ulama tersebut

dengan asuransi yang didasarkan atas nilai-nilai Islam atau dikenal dengan asuransi

syari’ah. Asuransi syari’ah merupakan sistem alternatif, atau tepatnya pengganti atas

pola asuransi konvensional yang menerapkan sistem akad pertukaran yang tidak sejalan

4

Page 5: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

dengan syari’at Islam. Pada sistem asuransi syari’ah, setiap peserta bermaksud tolong

menolong satu sama lain dengan menyisihkan sebagian dananya sebagai iuran

kebajikan (tabarru’). Dana inilah yang kemudian digunakan untuk menyantuni siapa

pun di antara para peserta asuransi yang mengalami musibah. Jadi bukan dalam bentuk

akad pertukaran di antara dua pihak, melainkan akad untuk saling tolong menolong

(takāfuli) di antara semua peserta atau anggota.

Sebagai ajaran rahmatan lil ’ālamin, Islam memerintahkan umatnya untuk

menyantuni orang yang kehilangan harta benda, kematian kerabat maupun musibah

lainnya. Tindakan tersebut merupakan wujud kepedulian dan solidaritas (itsar), serta

tolong menolong (ta‘āwun) antar warga masyarakat, baik muslim maupun non-muslim.

Dengan cara demikian rasa persaudaraan (ukhuwah) akan semakin kokoh. Akan tetapi

cara-cara penyantunan itupun harus sejalan dengan syari‘at (QS 42: 13). Tidak boleh

mengandung unsur gharār (ketidakpastian), maisyir (untung-untungan), riba’ (bunga)

dan hal-hal lain yang bersifat maksiat. Dengan kata lain, ta‘āwun harus diletakkan di

atas nilai-nilai ketakwaan dan kebajikan, bukan pelanggaran hukum syari‘ah yang dapat

menimbulkan pertentangan atau permusuhan (QS (5) : 12).

Sebagai realisasinya, pada tahun 70-an dibeberapa negara Islam atau di negara-

negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam bermunculan asuransi yang

perinsip operasionalnya mengacu pada nilai-nilai Islam dan terhindar dari unsur gharār,

maisyir dan riba’ yang dilarang Islam. Pada tahun 1979, Faisal Islamic Bank of Sudan

memprakarsai berdirinya perusahaan asuransi syari’ah Islamic Insurance Co. Ltd. di

Sudan dan Islamic Insurance Co. Ltd. di Saudi Arabiyah. Keberhasilan asuransi syari’ah

5

Page 6: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

ini kemudian diikuti dengan berdirinya asuransi syari’ah di negara-negara Islam atau

negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam termasuk Indonbesia. Di

Indonesia, asuransi syari’ah secara resmi berdiri pada tanggal 25 Agustus 1994 yang izin

operasionalnya diperoleh dari Departemen Keuangan melalui Surat Keputusan No. Kep.

385/KMK.017/1994 tanggal 4 Agustus 1994.

Dasar hukum asuransi syari’ah dapat ditemukan dalam Pasal 1 Undang-Undang

nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, dan pasal 246 Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang. Prinsip dasar yang digunakan oleh asuransi syari’ah adalah berasaskan

konsep "takāful" yang merupakan perpaduan tanggung jawab dan persaudaraan peserta.

Perpaduan tanggung jawab adalah salah satu bentuk dari sikap saling tolong menolong

(ta’āwun) yang menjadi doktrin ajaran Islam. Dalil lain yang menjadi landasan hukum

berdiri dan berkembangnya asuransi syari’ah adalah fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.

21/DSN-MUI/X/2000.

Keberadaan asuransi syari’ah di Indonesia ini semakin kuat setelah munculnya PP

No. 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 73 Tahun 1992 dan PP No

81 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 73 Tahun 1992. Dalam

Penjelasan Umum PP No. 39 Tahun 2008 dinyatakan bahwa PP ini diharapkan dapat

memberi landasan hukum yang lebih kuat untuk penyelenggaraan usaha perasuransian

berdasarkan prinsip syariah. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong tumbuh dan

berkembangnya usaha perasuransian berdasarkan prinsip syariah yang makin dirasakan

kebutuhannya oleh masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur juga mengenai

penyelenggaraan kegiatan usaha asuransi dan reasuransi berdasarkan prinsip-prinsip

6

Page 7: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

syari’ah antara lain ysng berkaitan dengan permodalan, struktur organisasi, dan

pengawasannya.

Pasal 2A ayat (2) PP No. 39 Tahun 2008 membolehkan pendirian Perusahaan

Asuransi (baik asuransi kerugian atau asuransi jiwa) yang menyelenggarakan seluruh

usahanya berdasarkan prinsip-perinsip syari’ah. Demikian juga, pendirian perusahaan

asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip-perinsip

syari’ah dengan membentuk Unit Syariah (Pasal 2A ayat (3)). Adapun yang dimaksud

dengan Unit Syari’ah adalah unit kerja di kantor pusat Perusahaan Asuransi atau

Perusahaan Reasuransi yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang dan/atau

kantor pemasaran yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah (Pasal 1 ayat 5).

Baik Perusahaan Asuransi maupun Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan

seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah harus memiliki dewan

pengawas syariah (Pasal 3 huruf f.).

Sementara bila mendasarkan legalitas asuransi syari’ah pada UU No. 2 tahun 1992

tentang usaha perasuransian maka terlihat Undang-undang tersebut kurang

mengakomodasi keberadaan asuransi syari’ah di Indonesia, karena tidak mengatur

mengenai keberadaan asuransi berdasarkan perinsip syari’ah (Dewi 2005, hlm. 128).

Berdasarkan undang-undang tersebut, perjanjian yang terjadi adalah antara pihak

penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi) di mana terjadi

konsep peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung. Sementara dalam asuransi

syari’ah didasarkan atas konsep kerjasama dan perlindungan, perjanjian penanggungan

bukanlah antara penanggung dengan tertanggung, tetapi perjanjian terjadi antara para

7

Page 8: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

tertanggung sendiri yang saling berjanji untuk menanggung di antara mereka. Jadi dalam

asuransi syari’ah perusahaan hanya sebagai pemegang amanah, bukan penanggung

seperti pada asuransi konvensional (Dewi 2005, hlm. 181).

Demikian juga pada peraturan pelaksana UU tersebut, yaitu: PP No. 63 Tahun

1999 tentang perubahan atas PP No. 73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha

perasuransian terdapat persoalan. Pasal 7 PP No. 63 tanun 1999 menyebutkan bahwa

sekurang-kurangnya 20 % dari modal disetor yang dipersyaratkan harus ditempatkan

dalam bentuk deposito berjangka pada bank umum. Namun ketentuan tersebut tidak

dapat begitu saja diterapkan dalam asuransi syari’ah. Dalam asuransi syari’ah, deposito

berjangka yang digunakan harus sesuai dengan syari’ah. Pada pasal 13 PP No. 63 tahun

1999 diatur bahwa investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi disyaratkan

pada jenis investasi yang sama dan menguntungkan serta memiliki tingkat likuiditas

yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Sementara dalam asuransi syari’ah

persyaratan asuransi tersebut harus ditambah dengan jenis investasi yang sesuai dengan

syari’ah (Dewi 2005, hlm. 182).

Hal inilah yang menimbulkan pemikiran peneliti untuk menkaji lebih jauh lagi

tentang kedudukan Asuransi Syari’ah menurut UU No. 2 Tahun 1992 dan PP No. 39

Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 73 Tahun 1992 dan PP No 81

Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 73 Tahun 1992. Melalui penelitian

ini diharapkan akan terlihat kedudukan Asuransi Syari’ah dalam sistem perasuransian di

Indonesia menurut UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dan PP No. 39

Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 73 Tahun 1992 dan PP No 81

8

Page 9: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 73 Tahun 1992. Oleh karena itu

penelitian ini diberi judul “ASURANSI SYARI’AH SEBAGAI LEMBAGA

KEUANGAN UMAT: Suatu Tinjauan Terhadap keberadaan Asuransi Syari’ah

Menurut UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian”.

Rumusan Masalah

1. Apa yang melatar belakangi berdirinya asuransi syari’ah?

2. Bagaimanakah kedudukan asuransi syari’ah menurut UU No. 2 Tahun 1992

Tentang Usaha Perasuransian dan Peraturan Pelaksananya?

3. Bagaimana Penyelenggaraan Asuransi Syari’ah menurut UU No. 2 Tahun 1992,

PP No. 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 73 Tahun 1992 dan

PP No 81 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 73 Tahun 1992?

Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Untuk mengetahui latar belakangi berdirinya asuransi syari’ah.

2. Untuk mengetahui kedudukan asuransi syari’ah menurut UU No. 2 Tahun 1992

Tentang Usaha Perasuransian dan Peraturan Pelaksananya.

3. Untuk mengetahui Penyelenggaraan Asuransi Syari’ah menurut UU No. 2 Tahun

1992, PP No. 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 73 Tahun 1992

dan PP No 81 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 73 Tahun 1992.

9

Page 10: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

Tinjauan pustaka

Penelitian tentang asuransi syari’ah ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Di

antaranya adalah: Muhammad Nejatullah Siddiqi dalam bukunya yang berjudul

Insurance in an Islamic Economy (1985). Buku tersebut membahas secara rinci tentang

asal usul pentingnya jaminan asuransi untuk mengurangi resiko financial akibat musibah

yang menimpa manusia, unsur judi dan keburukan-keburukan dalam asuransi

konvensional, asuransi dalam sistem kapitalis, sosialis dan asuransi dalam sistem Islam.

Kesimpulan yang bisa diambil dari buku tersebut adalah semua asuransi yang

menyangkut bahaya pada jiwa, anggota badan dan kesehatan harus ditangani oleh negara

dalam hubungannya dengan sistem kesejahteraan sosial. Oleh karena itu harus diberikan

kebebasan kepada semua individu untuk mengambil asuransi guna menganggulangi

kerugian financial yang terjadi pada diri dan keluarganya. Menjadi kewajiban Negara

Islam untuk mengembangkan ekonomi serta mengurangi kesenjangan akibat distribusi

kekayaan yang timpang di masyarakat. Sistem Islam harus menyediakan asuransi untuk

memenuhi kewajiban jaminan sosial dan menunjuang pertumbuhan ekonomi serta

keadilan social.

Gemala Dewi dalam bukunya Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan

Perasuransian syari’ah di Indonesia (2004) membahas secara panjang lebar dan luas

mengenai aspek-aspek hukum yang tercakup dalam dunia perbankan dan perasuransian

syari’ah di Indonesia serta tinjauan terhadap kemungkinan kondifikasi hukum dalam

undang-undang perbankan dan perasuransian di Indonesia. Dari semua bentuk lembaga

keuangan yang ada di Indonesia hampir semua telah memiliki konsep berdasarkan

10

Page 11: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

ketentuan hukum Islam dalam prakteknya. Lembaga keuangan yang disesuaikan dengan

konsep syari’ah tersebut, bisa disebut dengan lembaga keuangan syari’ah. Olah karena

itu saat ini di Indonesia telah berkembang berbagai lembaga keuangan yang

menjalankan prinsip syari’ah termasuk asuransi syari’ah. Namun dalam

perkembangannya, sifat efisiensi yang dikembangkan lembaga tersebut membawa sifat

ingin mendapatkan keuntungan dengan mudah tanpa menanggung resiko. Disamping itu,

baik KUH Perdata KUHD, UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian dan PP

No. 63 Tahun 1999 terlihat kurang mengakomodasi keberadaan asuransi syari’ah di

Indonesia, karena tidak mengatur mengenai keberadaan asuransi berdasarkan perinsip

syari’ah. Hal ini tentu menimbulkan benturan dengan ketentuan syari’ah. Untuk itu

prinsip ketentuan Hukum Perikatan Islam perlu dituangkan dalam peraturan perundang-

undangan dengan mengadakan kondifikasi terhadap ketentuan syari’at yang mengatur

ketentuan lembaga keuangan berdasarkan perinsip syari’ah.

A.M. Hasan Ali dalam bukunya ”Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu

Tinjauan, Analisis, Historis, Teoritis dan Praktis” membahas seputar permasalahan

asuransi syari’ah di Indonesia. Buku ini telah membahas asuransi syari’ah dari aspek

hukum Islam yang komperhensip, mulai dari konsep dasar hukum Islam yang menjadi

acuan asuransi hingga mengkomparasikan antara praktek dan realita kekinian

perkembangan asuransi syari’ah.

Berdasarkan data yang ada, Peneliti berkesimpulan bahwa kajian yang secara

khusus membicarakan tentang keberadaan Asuransi Syari’ah menurut UU No. 2 Tahun

1992 dan PP No. 39 Tahun 2008 belum dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini

11

Page 12: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

merupakan studi yang diperlukan dalam memahami keberadaan Asuransi Syari’ah di

Indonesia dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan perbedanya dengan

asuransi konvensional.

Kerangka Teori

Dalam penelitian ini akan digunakan teori hukum. Menurut Hans Kelsen1 (1881-1973),

hukum adalah sebuah sistem norma, sedangkan norma adalah pernyataan yang

menekankan aspek “seharusnya” atau das solen, dengan menyertakan beberapa

peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dari aksi

manusia yang deliberatif. Hukum, yang merupakan pernyataan-pernyataan “seharusnya”

tidak bisa direduksi ke dalam aksi-aksi alamiah. Menurut Kelsen, untuk mengukur

tindakan-tindakan dan kejadian yang bertujuan untuk menciptakan sebuah norma legal

dapat dimulai dengan menilai sebuah aturan “seharusnya” dengan memprediksinya

terlebih dahulu. Saat “seharusnya” tidak bisa diturunkan dari “kenyataan”, dan selama

peraturan legal intinya merupakan pernyataan “seharusnya”, di sana harus ada

presupposition yang merupakan pengandaian (Teori Hukum Murni dalam

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Hukum_Murni diakses 3 Agutus 2009).

Hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi

untuk memenuhi kebutuhan sosial. Hukum sebagai suatu konsep yang dapat

dikembangkan sedemikian rupa untuk dijadikan alat rekayasa sosial. Menurut Jeremias

Bentham, baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan

1 Seorang filsuf dan ahli hukum terkemuka dari Austria, lahir di Praha pada 11 Oktober 1881. Pada 1906, Kelsen mendapatkan gelar doktor pada bidang hukum.

12

Page 13: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

oleh penerapan hukum itu sendiri. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik, jika

akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan sebesar-

besarnya, dan mengurangi penderitaan (Teori Ilmu Hukum, dalam http://74.125.153.132/

diakses 3 Agustus 2009).

Sebagai ajaran yang menjadi rahmatan li al-’ālamin, Islam mengakui bahwa

kecelakaan, kemalangan dan kematian merupakan takdir Allah SWT. Takdir Allah SWT

tersebut tidak dapat ditolak, namun manusia diperintahkan untuk membuat perencanaan

untuk menghadapi masa depan agar terhindar dari kemalangan. Dalam surat Yusuf ayat

43-49, Allah telah menggambarkan contoh usaha manusia yang membentuk sistem

proteksi menghadapai kemungkinan yang buruk di masa depan. Secara ringkas, ayat

tersebut bercerita tentang pertanyaan raja Mesir tetang mimpinya kepada Nabi Yusuf as.

di mana raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh

tujuh ekor sapi yang kurus, dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau

berbuah serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah. Nabi Yusuf dalam hal

ini menjawab supaya kamu bertanam tujuh tahun dan dari hasilnya hendaklah disimpan

sebagian untuk menghadapi tujuh tahun yang amat sulit.

Ayat tersebut menganjurkan manusia untuk selalu berusaha menjaga kelangsungan

kehidupan dengan meproteksi kemungkinan terjadinya kondisi yang buruk. Dengan

demikian berasurnasi tidak bertentangan dengan takdir, bahkan Allah menganjurkan

adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan dengan sistem proteksi

yang dikenal dalam mekanisme asuransi.

13

Page 14: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

Sistem asuransi dalam Islam didasarkan pada rasa persaudaraan (ukhuwah) dan

tolong menolong (ta‘āwun). Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang memerintahkan

umatnya untuk menyantuni orang yang kehilangan harta benda, kematian kerabat

maupun musibah lainnya. Tindakan tersebut merupakan wujud kepedulian dan

solidaritas (itsar), serta tolong menolong (ta‘āwun) antar warga masyarakat, baik

muslim maupun non-muslim.

Dengan cara demikian rasa persaudaraan (ukhuwah) akan semakin kokoh. Akan

tetapi cara-cara penyantunan itu pun harus sejalan dengan syari‘at (QS 42:13), dan tidak

boleh mengandung unsur gharār (ketidakpastian), maisyir (untung-untungan), riba’

(bunga) dan hal-hal lain yang bersifat maksiat. Dengan kata lain, ta‘āwun harus

diletakkan di atas nilai-nilai ketakwaan dan kebajikan dan bukan pelanggaran hukum

syari‘ah yang dapat menimbulkan pertentangan atau permusuhan. Hal ini sejalan

dengan firman Allah SWT yang artinya “Saling tolong menolonglah kalian dalam

kebajikan dan takwa, dan jangan kalian saling tolong-menolong dalam dosa dan

permusuhan”(QS 5:12).

Sejalan mulai dikembangkannya sistem ekonomi Islam modern, sistem asuransi

"takāful" dan "ta'āwun" muncullah sebagai alternatif pengganti asuransi konvensional.

Model asuransi ini lebih dekat kepada prinsip-prinsip Islam dan sesuai dengan makna

dari kata "ta'āwun" itu sendiri. Asuransi ini didasarkan kepada asas saling membantu

dan saling menolong, hal ini sesuai dengan al-Qur'an Surah al-Maidah 2 ayat yang

artinya "Bertolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan janganlah saling

tolong menolong dalam dosa dan permusuhan". Asuransi takaful juga merupakan

14

Page 15: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

pengembangan dari konsep "qardul hasān" yang dianjurkan dalam agama. Qardhul

hasan adalah pinjaman tanpa imbalan yang memungkinkan peminjam untuk

menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu dan mengembalikan dalam

jumlah yang sama pada akhir periode yang disepakati. Dalam konsep "qardul hasān" ,

jika peminjam mengalami kerugian bukan karena kelalaianya, maka kerugian tersebut

dapat mengurangi jumlah pinjaman. Dengan demikian, "qardul hasān" merupakan

pinjaman yang ikhlas dengan niat sedekah untuk membantu si peminjam mengatasi

kesulitannya.

Dalam Islam, seseorang dilarang mempersyaratkan atau menetapkan

kelebihan/keuntungan dalam pemimjaman, setiap pinjaman harus dilakukan dengan

ikhlas dan niat sedekah. Namun, jika kelebihan atau kebaikan dari peminjaman tersebut

bukan berasal dari ketetapan, janji atau kebiasaan maka ia halal. Dalam riwayat Humayd

ibn Qays al-Makki dijelaskan bahwa Mujahid berkata ’Abdullah ibn Umar ra.

Meminjam beberapa dirham dari seseorang, kemudian dia membayar hutangnya dengan

dirham yang lebih baik. Orang tersebut berkata: ”Wahai Abu ’Abd Rahman, ini lebih

baik dari dirham-dirham yang aku pinjamkan kepadamu”. ’Abdullah ibn Umar ra

berkata: ”Aku tahu. Tapi aku gembira dengan hal itu” (Ibn Annas 1999, hlm. 377).

Menanggapi hadits tersebut Imam Maliki menjelaskan bahwa tidak ada larangan bagi

seseorang yang meminjamkan emas, perak, makanan, atau hewan untuk mengambil

sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah ia pinjamankan, jika itu bukan ketetapan di

antara mereka dan juga bukan kebiasaan di antara mereka. Namun, jika kelebihan

15

Page 16: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

pinjaman tersebut berasal dari ketetapan, janji atau kebiasaan, maka itu tidak dibenarkan

dan tidak ada kebaikan didalamnya (Ibn Annas 1999, hlm. 378).

Berdasarkan hal tersebut, sistem asuransi takaful dibangun sebagai usaha untuk

saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi

dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk

menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah.

Pola kerja asuransi ta'āwun adalah perusahaan asuransi bertindak memfasilitasi

dana yang dihibahkan oleh para peserta asuransi, secara sukarela dan menyalurkan

kepada para peserta asuransi yang terkena musibah, baik kematian, kerusakan barang

atau musibah lainnya. Asuransi ini tidak berorientasi komersial, namun lebih kepada

orientasi sosial.

Secara rinci perbedaan antara asuransi jiwa syari’ah dan asuransi jiwa

konvensional adalah pertama, Kontrak atau ’aqad. Kejelasan ’aqad dalam praktik

mu’amalah menjadi prinsip karena akan menentukan sah atau tidaknya secara syari’ah.

Demikian pula dengan kontrak antara peserta dengan perusahaan asuransi. Asuransi

konvensional menerapkan kontrak yang dalam syari’ah disebut kontrak jual beli

(tabaduli). Dalam kontrak ini harus memenuhi syarat-syarat kontrak jual-beli.

Ketidakjelasaan persoalan besarnya premi yang harus dibayarkan karena bergantung

terhadap usia peserta yang mana hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal,

mengakibatkan asuransi konvensional mengandung apa yang disebut gharār

ketidakjelasaan pada kontrak sehingga mengakibatkan akad pertukaran harta benda

dalam asuransi konvensional dalam praktiknya cacat secara hukum. Sehingga dalam

16

Page 17: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

asuransi jiwa syariah kontrak yang digunakan bukan kontrak jual beli melainkan kontrak

tolong menolong (takāfuli). Jadi, asuransi jiwa syari’ah menggunakan apa yang disebut

sebagai kontrak tabarru yang dapat diartikan sebagai derma atau sumbangan. Kontrak

ini adalah alternatif uang halal dan dibenarkan dalam melepaskan diri dari praktik yang

diharamkan pada asuransi konvensional. Tujuan dari dana tabarru’ ini adalah

memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu satu

dengan yang lain sesama peserta asuransi syariah apabila diantaranya ada yang terkena

musibah. Oleh karenanya dana tabarru’ disimpan dalam satu rekening khsusus, dimana

bila terjadi risiko, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening dana tabarru’ yang

sudah diniatkan oleh semua peserta untuk kepentingan tolong menolong.

Kedua, Kontrak Al-Mudhārābah. Dalam hal ini, pola investasi bagi hasil adalah

cirinya dimana perusahaan asuransi hanyalah pengelola dana yang terkumpul dari para

peserta. Secara teknis, al-mudharābah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak

dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak

lainnya menjadi pengelola. Keuntungan yang dihasilkan dari usaha secara mudhārābah

tersebut, kemudian dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, begitu

juga apabila rugi, maka kerugian tersebut juga ditanggung bersama-sama antara pihak

pengelola asuransi dengan nasabah. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena

kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas

kerugian tersebut. Kontrak bagi hasil disepkati didepan sehingga bila terjadi keuntungan

maka pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan kontrak bagi

hasilnya adalah 60:40, dimana peserta mendapatkan 60 persen dari keuntungan sedang

17

Page 18: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

perusahaan asuransi mendapat 40 persen dari keuntungan. Dalam kaitannya dengan

investasi, yang merupakan salah satu unsur dalam premi asuransi, harus memenuhi

syari’ah Islam dimana tidak mengenal apa yang biasa disebut riba’. Semua asuransi

konvensional menginvestasikan dananya dengan mekanisme bunga. Dengan demikian

asuransi konvensional susah untuk menghindari riba’. Sedangkan asuransi syari’ah

dalam berinvestasi harus menyimpan dananya ke berbagai investasi berdasarkan syari’ah

Islam dengan sistem al-mudharābah.

Ketiga, dana hangus. Pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, di mana

peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri

sebelum masa jatuh tempo. Begitu pula dengan asuransi jiwa konvensional non-saving

(tidak mengandung unsur tabungan) atau asuransi kerugian, jika habis masa kontrak dan

tidak terjadi klaim, maka premi asuransi yang sudah dibayarkan hangus atau menjadi

keuntungan perusahaan asuransi. Sementara dalam konsep asuransi syari’ah,

mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru masuk sekalipun karena

satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, maka dana atau premi yang sebelumnya

sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja yang sudah

diniatkan untuk dana tabarru’ yang tidak dapat diambil. Begitu pula dengan asuransi

syari’ah umum, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka pihak perusahaan

mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan pola bagi hasil, misalkan 60:40

atau 70:30 sesuai dengan kesepakatan kontrak di muka.

Di Indonesia, sistem asuransi syari’ah ini secara resmi telah berdiri pada tanggal

25 Agustus 1994 yang izin operasionalnya diperoleh dari Departemen Keuangan melalui

18

Page 19: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

Surat Keputusan No. Kep.385/KMK.017/1994 tanggal 4 Agustus 1994. Dasar hukum

asuransi syari’ah dapat ditemukan dalam Pasal 1 Undang-Undang nomor 2 tahun 1992

tentang usaha perasuransian, dan pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Prinsip dasar yang digunakan oleh asuransi syari’ah adalah berasaskan konsep "takāful"

yang merupakan perpaduan tanggung jawab dan persaudaraan peserta. Perpaduan

tanggung jawab adalah salah satu bentuk dari sikap saling tolong menolong (ta’āwun)

yang menjadi doktrin ajaran Islam. Dalil lain yang menjadi landasan hukum berdiri dan

berkembangnya asuransi syari’ah adalah fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 21/DSN-

MUI/X/2000.

Keberadaan asuransi syari’ah di Indonesia ini semakin kuat setelah munculnya

Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 73

Tahun 1992 yang kemudian pada sebagian pasalnya diperbaharui dengan PP No 81

Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 73 Tahun 1992, yakni tentang

penyesuaian modal sendiri yang harus dipenuhi oleh perusahaan asuransi. Dalam

Penjelasan Umum PP No. 39 Tahun 2008 dinyatakan bahwa PP ini diharapkan dapat

memberi landasan hukum yang lebih kuat untuk penyelenggaraan usaha perasuransian

berdasarkan prinsip syari’ah. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong tumbuh dan

berkembangnya usaha perasuransian berdasarkan prinsip syari’ah yang makin dirasakan

kebutuhannya oleh masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur juga mengenai

penyelenggaraan kegiatan usaha asuransi dan reasuransi berdasarkan prinsip syariah

antara lain berkaitan dengan permodalan, struktur organisasi, dan pengawasannya.

19

Page 20: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

Pasal 2A ayat (2) PP No. 39 Tahun 2008 membolehkan pendirian Perusahaan

Asuransi (baik asuransi kerugian atau asuransi jiwa) yang menyelenggarakan seluruh

usahanya berdasarkan prinsip-perinsip syari’ah. Demikian juga, pendirian perusahaan

asuransi yang menyelenggarakan sebagian usahanya berdasarkan prinsip-perinsip

syari’ah dengan membentuk Unit Syariah (Pasal 2A ayat (3)). Adapun yang dimaksud

dengan Unit Syari’ah adalah unit kerja di kantor pusat Perusahaan Asuransi atau

Perusahaan Reasuransi yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang dan/atau

kantor pemasaran yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah (Pasal 1 ayat 5).

Baik Perusahaan Asuransi maupun Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan

seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah harus memiliki dewan

pengawas syariah (Pasal 3 huruf f.).

Metodologi Penelitian

1. Pendekatan

Dalam meneliti dan mengkaji “Asuransi Syari’ah Sebagai Lembaga Keuangan

Umat: Suatu Tinjauan Terhadap keberadaan Asuransi Syari’ah Menurut UU No. 2

Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian” ini, akan digunakan pendekatan

hukum, hal ini disebabkan karena penelitian ini mengkaji tentang UU No. 2 Tahun

1992 dan peraturan pelaksananya serta al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan

landasan hukum penyelenggaraan asuransi syari’ah di Indonesia.

2. Jenis dan Sumber data

a. Jenis data

20

Page 21: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu: data

yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

masalah asuransi secara umum dan asuransi syari’ah, seperti: UU No. 2 Tahun

1992 Tentang Usaha Perasuransian dan peraturan pelaksananya, termasuk nash-

nash al-Qur’an dan al-Hadits serta pendapat ulama yang terkait dengan masalah

asuransi.

b. Sumber data

Sumber data utama yang dipergunakan dalam penelitian ini sepenuhnya

diperoleh dari UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dan

peraturan pelaksananya serta nash-nash al-Qur’an dan al-Hadits serta pendapat

ulama yang terkait dengan masalah asuransi. Selain itu sumber data penunjang

adalah pemikiran-pemikiran para ahli yang terdapat buku-buku, artikel dan

majalah yang membahas persoalan yang dibahas.

3. Metode Pengumpulan Data

Berhubung penelitian ini merupakan studi kepustakaan, maka data yang diambil

adalah data yang bersumber dari kepustakaan. Data yang dibutuhkan dalam

penelitian ini dikumpulkan dengan cara mengoleksi dan membaca UU No. 2 Tahun

1992 Tentang Usaha Perasuransian dan peraturan pelaksannya termasuk PP No. 39

Tahun 2008 serta pemikiran-pemikiran para ahli yang terdapat dalam berbagai

tulisan, baik berupa buku-buku, makalah dan artikel yang membahas persoalan yang

sedang dibahas.

4. Analisis Data

21

Page 22: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

Data yang telah dikumpulkan akan diklasifikasikan dan dianalisa dengan metode

sebagai berikut: 1) metode content analisis (analisis isi), yakni: penulis akan

memahami pesan-pesan yang terkandung dalam UU No. 2 Tahun 1992 Tentang

Usaha Perasuransian dan PP No. 39 Tahun 2008. Dalam analisa isi, standar yang

digunakan adalah pemikiran-pemikiran para ahli yang berkaitan dengan masalah

asuransi syari’ah dan UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dan PP

No. 39 Tahun 2008.

Sistematika pembahasan

Unuk lebih terarahnya penelitian ini, penulis akan mengunakan arahan berupa

sistematika pembahasan sebagai pedoman dalam penulisan tesis ini. Secara sistematis,

penelitian ini disusun dalam lima bab, yaitu Bab pertama, adalah Bab Pendahuluan.

Pada bab ini akan dibahas latar belakang munculnya masalah yang akan dibahas dalam

tesis ini, kemudian akan dirincikan juga pokok-pokok masalah yang akan dijawab dalam

tesisi ini, serta tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori dan

metodologi penelitian yang akan menjadi pijakan dalam penelitian ini. Bab kedua,

membahas masalah latar belakang berdirinya asuransi Syari’ah. Pada bab ini akan

dibahas pengertian asuransi syari’ah, sejarah berdirinya asuransi syari’ah, asuransi

dalam pandangan ulama, prinsip-prinsip asuransi syari’ah dan perbedaan asuransi

syari’ah dengan asuransi konvensional. Bab ketiga, membahas tentang asuransi syari’ah

menurut UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dan peraturan

pelaksananya. Pada bab ini akan dibahas keberadaan asuransi syari’ah menurut UU No.

2 Tahun 1992 dan PP No. 39 Tahun 2008, objek usaha perasuransian syari’ah, bidang

22

Page 23: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

dan jenis usaha perasuransian syari’ah, Persyaratan pendirian perusahaan perasuransian

Syari’ah, Susunan Organisasi Perusahaan Perasuransian dan permodalan asuransi

syari’ah. Bab keempat, mambahas penyelenggaraan asuransi syari’ah menurut UU No. 2

Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dan PP No. 39 Tahun 2008 Tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Bab kelima, merupakan kesimpulan dan saran.

Pada bab ini akan disimpulkan inti jawaban atas pokok masalah pada bab pertama dan

akan dikemukakan saran-saran terkait tentang masalah yang di bahas.

23

Page 24: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

REFERENSI

Al-Qur’an dan terjemahannya, diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara PenerjemahAl-Qur’an. CV. Toha Putra, Semarang.

Agustianto, Optimalisasi Dewan Pengawas Syariah 3, dalamhttp://74.125.153.132/search?q=cache:prDW9RH1eFwJ:www.scribd.com/doc/4685584/optimalisasi-dewan-pengawas-syariah-3-agustiant, diakses 2 Juni 2009

Amin, Abdullah 2006, Asuransi Syari’ah: Keberadaan Dan Kelebihannya Di Tengah Asuransi Konvensional, PT Gramedia, Jakarta.

Apa Itu Asuransi Syariah? Dan Apa Perbedaanya Dengan Asuransi Konvensional?http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2008/10/24/ diakses 20 Maret 2009

Bagaimana Hukum Asuransi? dalam http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg03322.html diakses 20 Maret 2009

Dewi, Gemala 2004, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransiansyari’ah di Indonesia, Prenada Media Jakarta.

Djazuli, A. dan Yadi Janwari 2002, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengantar), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Chapara, M. Umer 2000, Islam dan Pembangunan Ekonomi. Diterjemahkan olehIkhwan Abidin Basyir. Gema Insani Press, Jakarta.

-------- 2001, Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam. Diterjemahkan olehIkhwan Abidin Basyir. Gema Insani Press. Jakarta

Dahlan, Abdul Aziz 1996, Ensiklopedi Hukum Islam P.T. Ichtiar Baru Van Hoeve:Jakarta.

Desain Sistem Pemasaran Asuransi Syari'ah dalamhttp://www.mubarakah.co.id/_artikel.php?id=3 diakses 9 Juni 2009

24

Page 25: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

Djuned, Angkasah, Sistem Operasional TAKAFUL (Asuransi Syariah) dalamMengeliminir GHARAR, MAISIR dan RIBA, dalamhttp://dunia-syariah.blogspot.com/2008/11/sistem-operasional-takaful-asuransi.htmldiakses 28 Mei 2009

Al-Jamal, Muhammad Abdul Mu’in 1996, Masu’suatul Iqtishad Al-Islami, Mesir Darul Kitab al-Misri.

Al-Kaaf, Abdullah Zaky 2002, Ekonomi Dalam Perspektif Islam. CV. Pustaka Setia,Bandung

Kaaf, Monzer 2000, Ekonomi Islam: Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem EkonomiIslam. Alih bahasa Mahmun Husein. Aditia Media, Yogyakarta

Keputusan Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 01 Tahun 2000Tentang Pedoman Dasar Dewan Syari'ah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (PDDSN-MUI), dalam http://www.mui.or.id/ diakses 9 Juni 2009

Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Edisi Kedua. PT.Rajagrafindo Persada:jakarta. 2004

Keputusan Menteri Keuangan RI No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha danKelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dalamhttp://www.djlk.depkeu.go.id/asuransi/Peraturan/2_KMK426.pdfKeputusan Menteri Keuangan RI No.421/KMK/2003 tentang Penilaian Kemampuandan Kepatutan bagi Direksi dan Komisaris Perusahaan Perasuransian dalamhttp://www.djlk.depkeu.go.id/asuransi/Peraturan/2_KMK426.pdfKeputusan Menteri Keuangan RI No.422/KMK/2003 tentang Penyelenggaraan UsahaPerusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dalamhttp://www.djlk.depkeu.go.id/asuransi/Peraturan/2_KMK422.pdfKeputusan Menteri Keuangan RI No.425/KMK/2003 tentang Perizinan danPenyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi; dalamhttp://www.djlk.depkeu.go.id/asuransi/Peraturan/2_KMK425.pdfKeputusan Menteri Keuangan RI No.424/KMK/2003 tentang Kesehatan KeuanganPerusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dalam http://www.djlk.depkeu.go.id/asuransi/Peraturan/2_KMK425.pdf

Konsep Operasional Takaful dalam http://masridwan.co.cc/?p=257 dakses 20 Mei 2009

Landasan Syari’ah Asuransi Syari’ah dalam http://takaful.com/index.php/publisher/ 20April 2009

25

Page 26: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

Manan, M. Abdul 1997, Teori dan Praktek Ekonomi Islam. P.T. Dana Bhakti PrimaYasa: Yogyakarta.Mengenal Konsep Dasar Asuransi Syari’ah dalamhttp://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/ diakses 20 Maret 2009

Muchsin. 2004, Masa Depan Hukum Islam di Indonesia. “IBLAM”: Jakarta..

Muhammad 2004, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam. BPFE-Yogyakarta:Yogyakarta.

Muslehuddin, Muhammad 1995, Incurance and Islamic Law, Makazi Maktaba Islami,Delhi

Muslim 1981, Shahih Muslim Dar al-Fiqr Jus:I.

An-Nabhan, M. Faruq 2000, Sistem Ekonomi Islam. Alih Bahasa Muhadi Zainuddin danBahauddin Mursali. UII Press, Yogyakarta

Perkembangan Asuransi Syariah 2008 dalam http://www.asuransisyariah.net/ 20 April2009

PP RI No 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan PemerintahNomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dalamhttp://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=pp39-2008.htm diakses 20April 2009

PP RI No 63 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dalamhttp://www.bpkp.go.id/unit/hukum/pp/1999/063-99.pdf diakses 20 April 2009

PP No. 73 Tahun 1992 Tentang: Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dalamhttp://www.bapepam.go.id/perasuransian/regulasi_asuransi/pp_asuransi/ diakses 20April 2009

Rahman, Afzalur 1995, Doktrin Ekonomi Islam. diterjemahkan oleh Soeroyo Nastangin.PT. Dana Bakti Wakaf: Yogyakarta. Jilid 1dan 3.

Rahmat, Jalaluddin 1994, Islam Aktual: Refleksi Sosial Seorang CendikiawanMuslim. Mizan Bandung

Rikza Maulan, 2009, Nilai-Nilai Dalam Pengelolaan Asuransi Syariah dalamhttp://74.125.153.132/search?q=cache:GoXquW5-8RUJ:asuransisyariah.myblogrepublika.com diakses 20 Mei 2009

26

Page 27: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

Sabiq, Sayyid 1990, Fiqh as-Sunnah diterjemahkan oleh Kahar Mansyur. Jakarta: KalamMuliya.

Siddiqi, M. Nejatullah 1987, Asuransi Di Dalam Islam, Pustaka, Bandung.

------- 1991, The Economic Enterprise in Islam diterjemahkan oleh Anas Sidik. BumiAksara: Jakarta.

------- 1992, Teaching Economics In An Islamic Perspective dalam Reading InMicroeconomics An Islamic Perspective. Editor: Sayyid Tahir et.al. Longman MalaysiaSDN BHD.

Sula, Muhamamd Syakir 2004, Asuransi Syari’ah Konsep dan Sistem Operasional,Gema Insani, Jakarta.

al-Tariqi, Abdullah Abdul Husain 2004, Al-Iqtishad al-Islam: Ushusun wa muba’un waAkhdaf. Diterjemahkan oleh M. Irfan Syofwani. Magistra Insani Perss, Semarang

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dalamhttp://www.bapepam.go.id/perasuransian/regulasi_asuransi/uu_asuransi/UU_02_1992_Perasuransian.pdf diakses tanggal 20 April 2009

Yafie, Ali 1994, Asuransi Dalam Pandangan Islam, Mengagas Fiqh Sosial, Mizan, Bandung.

Yusof, Muhammad Fadli 1996, Takaful Sistem Insurans Islam, Utusan Publications danDistributors SDN BHD, Malaysia

Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia, majalah Proteksi edisi Februari 2003/tahunXXIV dalam http://www.ipin4u.esmartstudent.com/asuransi.htm diakses tanggal 20April 200920 April 2009

Siddiqi, Muhammad Nejayullah 1987, Asurasni di dalam Islam diterjemahkan olehTa’lim Musafir, Pustaka bandung.

Az Zarqa’, Mustafa Ahmad 1962, Aqdud Ta’min wa Mauqifu Asy-Syari’ah Al IslamiyahMinhu Damaskus Az-Zuhaily, Wahbah. 2002 Al-Fiqh Al-Islam wa Adilatuhu. Dar Al-Fiqr: Mesir. Juz III

27

Page 28: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

ASURANSI SYARI’AH SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN UMAT:Suatu Tinjauan Terhadap keberadaan Asuransi Syar’ah Menurut UU No. 2 Tahun 1992

Tentang Usaha Perasuransian

28

Page 29: BAB I PENDAHULUANrepository.radenfatah.ac.id/6585/1/Bab 1.pdf · 2020. 3. 4. · BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sering kali aktivitas manusia terjadi dalam keadaan yang

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Islam (MHI)

Program Studi Hukum Islam Konsentrasi Ekonomi Syari’ah

Oleh :

SRI WAHYUNINGSIHNIM. 060201077

PROGRAM PASCASARJANAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN FATAH

PALEMBANG 2009

29