bab 2 latar belakang berdirinya asuransi syari’ah …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/bab...

36
BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH Pengertian Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi, di mana secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lainnya. Hal ini bisa dimaklumi, karena mereka dalam mendefinisikannya disesuaikan dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam memandang asuransi. Kata asuransi berasal dari bahasa belanda assurantie yang dalam hukum Belanda disebut verzekring yang artinya pertanggungan. Dari istilah assurantie tersebut kemudian timbul istilah assuradeur bagi penanggung dan geassureerde bagi tertanggung (Yafie 1994, hal. 205-206). Secara istilah, Robert I. Mehr mendefinisikan asuransi sebagai suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proposional di antara semua unit-unit dalam gabungan tersebut (Sula 2004, hal. 26). Sementara C Arthur Williams Jr. dan Richard M. Heins (1987, hal. 214-215) melihat asuransi dari dua sudut pandang. Pertama, asuransi adalah perlindungan terhadap resiko finansial oleh penanggung. Kedua, asuransi adalah alat yang mana resiko dua orang atau lebih atau perusahaan-perusahaan digabungkan melalui kontribusi premi yang pasti atau yang ditentukan sebagai dana yang dipakai untuk membayar klaim. 1

Upload: others

Post on 20-Nov-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

BAB 2

LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH

Pengertian

Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi, di mana

secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lainnya. Hal

ini bisa dimaklumi, karena mereka dalam mendefinisikannya disesuaikan dengan sudut

pandang yang mereka gunakan dalam memandang asuransi. Kata asuransi berasal dari

bahasa belanda assurantie yang dalam hukum Belanda disebut verzekring yang artinya

pertanggungan. Dari istilah assurantie tersebut kemudian timbul istilah assuradeur bagi

penanggung dan geassureerde bagi tertanggung (Yafie 1994, hal. 205-206). Secara

istilah, Robert I. Mehr mendefinisikan asuransi sebagai suatu alat untuk mengurangi

resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar kerugian individu

secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian

dibagi dan didistribusikan secara proposional di antara semua unit-unit dalam gabungan

tersebut (Sula 2004, hal. 26). Sementara C Arthur Williams Jr. dan Richard M. Heins

(1987, hal. 214-215) melihat asuransi dari dua sudut pandang. Pertama, asuransi adalah

perlindungan terhadap resiko finansial oleh penanggung. Kedua, asuransi adalah alat

yang mana resiko dua orang atau lebih atau perusahaan-perusahaan digabungkan melalui

kontribusi premi yang pasti atau yang ditentukan sebagai dana yang dipakai untuk

membayar klaim.

1

Page 2: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat empat unsur,

yaitu: pertama, perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak yang

sekaligus terjalin hubungan keperdataan; kedua, peremi berupa sejumlah uang yang

sanggup dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung; ketiga, adanya ganti rugi dari

penanggung kepada tertanggung jika terjadi kalim atau masa perjanjian selesai; dan

keempat, adanya suatu peristiwa yang tidak tertentu yang adanya suatu resiko yang

memungkinkan datang atau tidak ada resiko (Djazuli dan Yadi Jawari 2002, hal. 119).

Dari definisi tersebut, tampak ada dua pihak yang terlibat dalam asuransi, yaitu:

Pertama, pihak yang mempunyai kesanggupan untuk menanggung atau menjamin yang

disebut dengan ”penanggung”; dan kedua, pihak yang akan mendapatkan ganti rugi jika

menderita suatu musibah sebagai akibat dari suatu peristiwa yang belum atau akan

terjadi yang disebut ”tertanggung”. Pihak pertama bisa berupa perseorangan atau badan

hukum atau lembaga seperti perusahaan, sedangkan pihak kedua adalah masyarakat luas.

Jadi, hakikat asuransi adalah ”Perjanjian Peruntungan”. Peruntungan yang dimaksud

adalah peristiwa yang akan terjadi tersebut belum menentu dan belum diketahui secara

pasti, baik oleh perusahaan maupun peserta asuransi. Jika peristiwa itu sudah diketahui

sebelumnya atau sudah direncanakan, khususnya oleh pserta, maka perusahaan asuransi

tidak berkewajiban menunaikan kewajibannya (Djazuli dan Yadi Jawari 2002, hal. 120).

Dengan demikian, asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada

perekonomian, dengan cara manggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena risiko yang

sama atau hampir sama, dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas kerugiannya

2

Page 3: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

dapat diramalkan dan bila kerugian yang diramalkan terjadi akan dibagi secara

proposional oleh semua pihak dalam gabungan itu.

Usaha asuransi merupakan usaha jasa keuangan yang menghimpun dana

masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi untuk memberikan perlindungan

kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya

kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya

seseorang. Sedangkan usaha penunjang usaha asuransi adalah usaha yang

menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa akturia

(pasal 2 pasal 2 UU No 2 Tahun 1992).

Dalam menerjemahkan makna asuransi kedalam kontek ajaran Islam terdapat

beberapa istilah yang semakna dengan asuransi, antara lain: takāful, ta’min dan Islamic

insurance. Istilah-istilah tersebut pada dasarnya tidak berbeda satu sama lain yaitu

mengandung makna pertanggungan atau saling menanggung. Namun, istilah yang paling

populer dipergunakan sebagai istilah lain dari asuransi adalah takāful. Istilah takāful

pertama kali dipergunakan oleh Daru Al-Māl Al-Islāmi, sebuah perusahaan asuransi

Islam di Genewa yang berdiri pada tahun 1983 (Dewi 2005, hlm. 122).

Secara bahasa, takāful (تكافل) berasal dari akar kata kafala-yakfulu-takāfala-

yatakāfalu-takāful yang artinya saling menanggung atau menanggung bersama. Dalam

Al-Qur'an tidak dijumpai kata takāful, namun ada sejumlah kata yang seakar dengan

kata takāful (Landasan Syari’ah Asuransi Syari’ah dalam http://takaful.com/ diakses 20

Mei 2009). seperti dalam disebutkan dalam surat Thoha (20) ayat 40:

øøø) øøø´øøø? øøøø÷øø& øøøø)øøøø øøøø ø/ø3ø9øøø& 4øø?øø `øø øø&ø#øøø3ø� (

3

Page 4: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

"(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada(keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akanmemeliharanya?"

dalam surat An-Nisa (04) ayat 85 Allah SWT berfirman`¨ø øø ø øø±ø ø ø ø øø»øøø© ø øø ø |ø øø `ø3øø øø&©! ø=øøø øø ø ø ø÷]øø ø ( `øøøø

øøøøø±øø øøøø»øøø© øøø¥øø øøø `ø3øø øø&©! ×øøøø. øøø÷ø øøø 3 øø%ø.øø ø !ø# 4øø?øøøøøø. &øø øø« øø ø øø )øø øøøø

”Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperolehbahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk,niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atassegala sesuatu”.

Apabila pengertian takāful dimasukkan kedalam pengertian mu’amālah, maka

takāful mengandung arti saling memikul resiko, sehingga antara satu dengan yang

lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan

atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang

mengeluarkan dana kebajikan (baca: tabarru') yang ditujukan untuk menanggung resiko

tersebut (Dewi 2005, hlm. 122). Takāful dengan pengertian seperti ini sesuai dengan

firman Allah SWT QS. Al-Maidah/ 5 : 2 :

(#øøøøøøøøø?øø… øø?øø øøøø9ø9ø# 3øøøø)ø9ø#øø ( øø øø (#øøøøøøøøø? øø?øø øø øø ø }ø#øøøøøøøøøø9ø#øø 4 (#øø)¨?ø#øø ©!ø# ( ¨øø) ©!ø# øøøøøø© ø>øø)øøø9ø# øøø

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, danjangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalahkamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

Di samping istilah takāful, dalam Islam asuransi juga disebut at-ta’min ( yang ( التأمين

berasal dari kata ( أمن ) yang memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman

dan bebas dari rasa takut. Hal ini dapat dipahami karena asuransi memberikan

perlindungan terhadap anggotanya yang terkena musibah, sehingga mereka merasa aman

dan tenang dari kerugian yang ditimbulkan dari musibah tersebut.

4

Page 5: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

Mustafa Ahmad Zarqa dalam al-Ikhtishādi al-Islāmiyah (1968) menjelaskan bahwa

asuransi adalah cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko

(ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan

kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya. Sementara Husain Hamid Hisan

(1996, hal. 2) menjelaskan bahwa asuransi adalah sikap ta’āwun yang telah diatur

dengan sistem yang sangat rapi antara sejumlah besar manusia. Semuanya telah siap

mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian mereka mengalami peristiwa tersebut,

maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit

pemberian (derma) yang diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian

tersebut mereka dapat menutupi kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa

musibah. Dengan demikian asuransi merupakan ta’āwun yang terpuji, yaitu saling

tolong-menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa.

Menurut az-Zarqa sebagaimana dikutip Hisan (1996. hal. 3) sistem asuransi yang

dipahami oleh ulama syari’ah adalah sebuat sistem ta’āwun dan tadhāmun yang

bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah.

Jadi, asuransi Syariah (Ta’min, Takāful atau Tadhāmun) adalah usaha saling

melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam

bentuk aset dan/ atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi

resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah. Akad yang sesuai

dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharār (penipuan), maysir (perjudian),

riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.

5

Page 6: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'āwun yang artinya tolong

menolong atau saling membantu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi

ta'āwun prinsip dasarnya adalah dasar syari’at yang saling toleran terhadap sesama

manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta.

Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2:

#øøøøøøøøø?øø… øø?øø øøøø9ø9ø# 3øøøø)ø9ø#øø ( øøøø (#øøøøøøøøø? øø?øø øøøøø}ø#øøøøøøøøøø9ø#øø

"Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan salingtolong menolong dalam dosa dan permusuhan"

Jadi, asuransi syari’ah merupakan sebuah sistem di mana para

partisipan/anggota/ peserta mendonasikan/ menghibahkan sebagian atau seluruh

kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang

dialami oleh sebagian partisipan/anggota/peserta. Peranan perusahaan dalam asuransi

syari’ah hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari

dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.

Sejarah Asuransi Syari’ah

Dalam literature fiqh klasik terdapat beberapa konsep yang mirip kepada konsep

asuransi, yang menurut sebagian ulama dapat dijadikan dasar dalam mengakomodir

konsep asuransi yang didasarkan pada syari’at Islam, diantaranya adalah:

1. Al-’Āqilah

Menurut Thoman Patrick dalam bukunya Dictionnary of Islam (2001. hal. 4),

al-’āqilah sudah menjadi kebiasaan suku Arab. Sejak zaman dulu, jika ada salah satu

6

Page 7: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

anggota suku yang terbunuh oleh anggota dari suku yang lain, pewaris korban akan

dibayar sejumlah uang darah/diyat sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari

pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh tersebut disebut al-’āqilah yang harus

membayar uang darah atas nama pembunuh (Dewi 2005, hlm. 123).

Kata al-’āqilah bermakna ashābah yang menunjukkan hubungan ayah dengan

pembunuh. Dalam konsep al-’āqilah suku Arab zaman dulu harus siap untuk

melakukan kontribusi finansial atas nama pembunuh untuk membayar pewaris

korban. Menurut Muhammad Syakir Sula (2004. hal. 31) kesiapan untuk membayar

kontribusi keuangan sama dengan premi dalam praktek asuransi.

Dalam perkembangan selanjutnya, menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam

Fathul Bāri (1981. hal. 296) sistem al-’āqilah ini diterima oleh Rasulullah SAW dan

menjadi bagian dari hukum Islam. Hal ini terlihat dari hadits yang menceritakan

pertengkaran antara dua wanita dari suku Huzail, di mana salah seorang dari mereka

memukul yang lainnya dengan batu hingga mengakibatkan kematian wanita tersebut

dan juga bayi yang sedang dikandungnya. Pewaris korban membawa permasalahan

tersebut ke Pengadilan. Rasulullah SAW memberikan keputusan bahwa konpensasi

bagi pembunuh anak bayi adalah membebaskan budak, baik laki-laki maupun

wanita. Sedangkan konpensasi atas membunuh wanita adalah uang darah (diyat)

yang harus dibayar oleh al-’āqilah (saudara pihak ayah) dari yang tertuduh.

2. Al-Muwālat

Al-Muwālat adalah perjanjian jaminan, di mana seorang penjamin menjamin

seseorang yang tidak memiliki waris dan tidak dikeketahui ahli warisnya. Penjamin

7

Page 8: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

setuju untuk menanggung bayaran dia, jika orang yang dijamin tersebut melakukan

jināyah. Apabila orang yang dijamin meninggal, maka penjamin boleh mewarisi

hartanya sepanjang tidak ada ahli warisnya (Az-Zarqa’ 1962, hal. 23).

3. Al-Qasāmah

Konsep perjanjian al-qasamah adalah perjanjian yang berhubungan dengan jiwa

manusia. Sistem ini melibatkan usaha pengumpulan dana dalam sebuah tabungan

atau pengumpulan uang iuran dari peserta atau majelis. Manfaatnya akan dibayar

kepada ahli waris yang dibunuh jika kasus pembunuhan itu tidak diketahui siapa

pembunuhnya atau ada keterangan saksi yang layak untuk bener-bener secara pasti

siapa pembunuhnya. (Yusof 1996, hal. 8-9).

4. At-Tanāhud

Al-Tanāhud adalah makanan yang dikumpulkan dari peserta safar kemudian

dicampur menjadi satu. Makanan tersebut dibagikan pada saatnya kepada mereka,

walaupun mereka mendapatkan porsi yang berbeda. Dalam sistem ini makanan yang

diserahkan bisa jadi sama kadarnya atau berbeda-beda. Demikian juga dengan

makanan yang akan mereka terima nantinya, bisa jadi sama porsinya dan bisa juga

berbeda. Dalam Shahih Bukhari hadits 1076 disebutkan bahwa Rasulullah bersabda

”Marga Asy’ari (asy’ariyin) ketika keluarganya mengetahui kekurangan bahan

makanan, maka mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki dalam satu

kumpulan. Kemudian dibagi diantara mereka secara merata. Mereka adalah bagian

dari kami dan kami adalah bagian dari mereka”.

8

Page 9: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

Walaupun bentuk-bentuk akad di atas memiliki kemiripan dengan asuransi, namun

beberapa diantaranya memiliki perbedaan dengan praktek asuransi yang berkembang

saat ini. Seperti pada al-’āqilah, ”pembayar premi” justru tidak mendapatkan 'manfaat'

dari preminya tersebut, karena diperuntukkan bagi orang lain. Hal ini menunjukkan

terdapat perbedaan antara asuransi dengan al-’āqilah. Hal serupa juga terjadi pada akad

al-dhamānu khatru tariqi, di mana penjamin memberikan jaminannya secara sukarela,

dan tidak berdasarkan 'premi' yang dibayar oleh terjamin. Namun demikian, tetap harus

diakui bahwa masalah asuransi merupakan masalah yang baru dalam dunia Islam,

walaupun telah ada sebelumnya praktek-peraktek yang sejenis dengan asuransi di zaman

permulaan Islam.

Bentuk-bentuk mu’āmālah di atas (Al-’Āqilah, Al-Muwālah dan At-Tanāhud)

karena memiliki kemiripan dengan prinsip-prinsip asuransi Islam, oleh sebagian ulama

dianggap sebagai embrio dan acuan operasional asuransi Islam yang dikelola secara

profesional. Bedanya, sistem mu’āmalah tersebut didasari atas ’amāl tathāwwu’ dan

tabarru’ yang tidak berorientasi pada profit.

Pada abad kedua hijriah para pedagang muslim yang kebanyakan menggunakan

lalu lintas laut telah melaksanakan sistem kerjasama atau tolong-menolong untuk

mengatasi berbagai kejadian dalam menopang usaha mereka, layaknya seperti

mekanisme asuransi. Kerjasama itu mereka lakukan untuk membantu mengatasi

kerugian perdagangan yang diakibatkan musibah seperti tabrakan, tenggelam, terbakar

datau akibat serangan penyamun. Kemudian sistem ini diadopsi oleh para pelaut Eropa

dengan mengadakan investasi atau mengumpulkan uang bersama dengan sistem

9

Page 10: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

membungakan uang. Dunia Islam ber-ta’aruf dengan suransi sekitar abad Ke-19 M

melalui penjajahan dunia Barat atas beberapa bagian Dunia Islam (Sula 2004. hal. 84-

85). Oleh karenanya, sesungguhnya asuransi merupakan sesuatu yang baru dan asing di

kalangan muslim. Secara karakter, asuransi sangat kental dengan karakteristik negeri

tumbuh dan berkembangnya yang tentunya sangat berbeda dengan karakter mu’āmālah

Islāmiyah.

Ibnu Abidin (1784–1836 M) dianggap sebagai orang pertama di kalangan fuqāha

yang mendiskusikan masalah asuransi. Ibnu Abidin adalah seorang ulama bermazhab

Hanafi, yang mengawali untuk membahas asuransi dalam karyanya yang popular, yaitu

al-Hasyiyah Ibn al-’Abidin, Bab Jihād, Fashlu Isti'man Al-Kāfir. Dalam bukunya

tersebut beliau menulis:

"Telah menjadi kebiasaan bila para pedagang menyewa kapal dari seorang harby,mereka membayar upah pengangkutannya. Ia juga membayar sejumlah uang untukseorang harby yang berada di negeri asal penyewa kapal, yang disebut sebagaisukārah (premi asuransi) dengan ketentuan bahwa barang-barang pemakai kapalyang disewanya itu, apabila musnah karena kebakaran, tenggelam, dibajak atausebagainya, maka penerima uang premi asuransi itu menjadi penanggung sebagaiimbalan uang yang diambil dari pedagang itu. Apabila barang-barang merekaterkena masalah yang disebutkan di atas, maka si wakillah yang membayar kepadapara pedagang itu sebagai uang pengganti sebesar junlah uang yang pernahditerimanya” (Az-Zuhaili 2002, III, hal. 441).

Adapun perkembangan industri asuransi syariah di Indonesia, diawali dengan

kelahiran asuransi syariah pertama Indonesia pada 1994. Saat itu, PT Syarikat Takaful

Indonesia (STI) berdiri pada tanggal 24 Februari 1994 yang digerakkan oleh Ikatan

Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat

Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa

pengusaha Muslim Indonesia. Saat itu para wakil dari tiga lembaga ini membentuk Tim

10

Page 11: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia atau TEPATI, yang dipimpin oleh direktur

utama PT STI, Rahmat Saleh (Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia, dalam

http://www.ipin4u.esmartstudent.com/asuransi.htm diakses 20 Mei 2009).

Sebagai langkah awal, lima orang anggota TEPATI melakukan studi banding ke

Malaysia pada September 1993. Malaysia merupakan negara ASEAN pertama yang

menerapkan asuransi dengan prinsip syariah sejak tahun 1985. Di negara jiran ini,

asuransi syariah dikelola oleh Syarikat Takafu Malaysia Sdn. Bhd. Setelah berbagai

persiapan dilakukan, STI mendirikan PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi

Takaful Umum. Secara resmi, PT Asuransi Takaful Keluarga didirikan pada 25 Agustus

1994, dengan modal disetor sebesar Rp 5 miliar. Sementara PT Asuransi Takaful Umum

secara resmi didirikan pada 2 Juni 1995.

Setelah Asuransi Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi pun menyadari

cukup besarnya potensi bisnis asuransi syariah di Indonesia. Hal ini kemudian

mendorong berbagai perusahaan ramai-ramai masuk bisnis asuransi syariah, di

antaranya dilakukan dengan langsung mendirikan perusahaan asuransi syariah penuh

maupun membuka divisi atau cabang asuransi syariah. Sejumlah lembaga yang

kemudian ikut mendirikan asuransi syariah adalah Asuransi Syariah Mubarakah,

Asuransi Jiwa Asih Great Eastern, MAA Life Insurance, Asuransi Bringin Jiwa

Sejahtera, dan pada akhir 2002 didirikan cabang syariah Asuransi Tri Pakarta. Pada

Maret tahun 2003 AJB Bumiputera 1912 juga mengembangkan asuransi syariah

(Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia, dalam http://www.ipin4u.esmartstudent.com/

asuransi.htm diakses 20 Mei 2009).

11

Page 12: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

Dengan terbentuknya asuransi takaful di Indonesia, tentu dapat memperkuat

keberadaan lembaga perbankan syari’ah yang terlebih dahulu sudah ada, yakni Bank

Muamalat karena pada perinsipnya Bank Muamalat tentu membutuhkan lembaga

asuransi yang dijalankan dengan prinsip syari’ah.

Tahun 2003, telah berdiri 11 perusahaan asuransi yang menjalankan prinsip-prinsip

syari’ah. Pada tahun 2006, perusahaan asuransi syariah telah meningkat menjadi 30

perusahaan dan membukukan pertumbuhan premi sebesar 73% dengan nilai total Rp 475

miliar. Kemudian tahun 2007, asuransi syari’ah berkembang menjadi 38 perusahaan

asuransi syariah dengan rincian 2 perusahaan asuransi syariah, 1 asuransi umum, 12

asuransi jiwa syariah, 20 asuransi umum syariah, dan 3 asuransi syariah. Akhir tahun

2007, diperkirakan pertumbuhan premi asuransi syari’ah bisa mencapai Rp 700 miliar

(Perkembangan Asuransi Syariah 2008 dalam http://www.asuransisyariah.net/).

Walaupun pada di tahun 2007 asuransi syari’ah mengalami pertumbuhan yang

pesat, namun kontribusi terhadap total industri baru mencapai 1,11% per 2006 dan

diperkirakan meningkat ke posisi 1.33% tahun 2007. Hal itu tidak terlepas dari jumlah

pelaku industri asuransi syari’ah yang masih terbatas dan baru menunjukkan

peningkatan dalam dua tahun terakhir. Menurut Muhaimin Iqbal (Ketua Umum Asosiasi

Syariah Indonesia) hingga awal tahun 2008, di Indonesia sudah ada 3 perusahaan yang

full asuransi syariah, 32 cabang asuransi syariah, dan 3 cabang reasuransi syariah

(Perkembangan Asuransi Syariah 2008 dalam http://www.asuransisyariah.net/).

Praktik usaha perasuransian yang mendasarkan pada prinsip syariah di Indonesia,

saat ini berpedoman pada Undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian, PP

12

Page 13: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

No. 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73

Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, Fatwa Dewan Syariah

Nasional (DSN-MUI) dan secara teknis pengaturannya diatur dalam beberapa Keputusan

Menteri Keuangan (KMK) yang di samping berlaku bagi usaha perasuransian

konvensional, juga berlaku bagi usaha perasuransian usaha perasuransian berdasarkan

prinsip syariah. Adapun beberapa KMK dimaksud adalah KMK No. 422/KMK.06/2003

tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, KMK

No. 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan

Perusahaan Reasuransi, serta KMK No. 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan

Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Asuransi dalam Pandangan Ulama

Konsep dan perjanjian asuransi merupakan persoalan baru yang menimbulkan

perdebatan dikalangan ulama tentang status hukumnya menurut syari’at Islam. Di antara

mereka ada yang membolehkan dan menghalalkan asuransi, ada juga yang melarang dan

mengharamkannya dan adapula kelompok yang mengharamkan asuransi hanya pada

sebagian macamnya saja atau jenis-jenis asuransi tertentu.

Untuk itu dalam kesempatan ini akan dibicarakan beberapa pendapat ulama dari

berbagai mazhab sebagai bahan rujukan dalam mengkaji persoalan asuransi dari sudut

pandang Islam. Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari

fiqh Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:

a. Pendapat pertama adalah pendapat ulama yang mengharamkan asuransi

13

Page 14: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

Ulama yang mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya

diantaranya adalah:

1) Syaikh Ibnu Abidin dari Mazhab Hanafi adalah orang yang pertama kali

berbicara tentang asuransi dikalangan ahli fiqh. Terkait dengan persoalan

asuransi ini beliau berpendapat bahwa “yang jelas menurut saya, tidak boleh

(tidak halal) bagi si pedagang itu mengambil uang pengganti dari barang-

barangnya yang telah musnah, karena yang demikian itu iltizāmu mā lam yalzam

(mewajibkan sesuatu yang tidak lazim/wajib)” (Al-Jamal 1996, hal. 359).

2) Syaikh Muhammad Bakhit Almuthi’ie (Mufti Besar Mesir 1854-1935). Sebagian

ulama penduduk kota Slanik (Semenanjung Balkan) pernah bertanya kepada

beliau sekitar seorang muslim yang menempatkan harta bendanya di bawah

penjaminan suatu perusahaan dengan membayar sejumlah uang kepada

perusahaan itu. Menanggapi pertanyaan itu beliau menjawab menurut hokum

syara’ jaminan atas harta benda adakalanya dengan tanggungan/kafalah atau

dengan jalan ta’āddy/itlaf. Jaminan dengan jalan kafalah dalam persoalan ini

tidaklah terjadi, karena persyaratan kafalah yaitu adanya al-makfulu bihi tidak

terpenuhi maka tidak terjadilah ‘aqadu al-kafālah. Adapun penjaminan dengan

ta’āddy/itlaf (perusakan), perusahaan tidak melakukan ta’āddy/itlaf atas harta

benda orang tersebut, bahkan harta benda tersebut musnah disebabkan takdir

semata, maka dari jalan ini penjaminan perusahaan ini tidak tepat (Yafie 1994,

hal. 211-212).

14

Page 15: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

3) Syaikh Muhammad al-Ghazali, ulama dan tokoh haraki dari Mesir. Beliau

menyatakan bahwa asuransi itu mengandung unsur riba.

4) Syaikh Yusuf al-Qardhawi (Guru Besar Universitas Qatar). Beliau menyatakan

bahwa asuransi dalam praktek sekarang ini bertentangan dengan prinsip-prinsip

syari’at Islam, misalnya pada sursnasi kecelakaan: seorang anggota membayar

sejumlah uang setiap tahunnya kepada perusahaan asuransi, dan apabila ia lolos

dari kecelakaan maka uang jaminan itu hilang/hangus. Menurut Yusuf Qardhawi,

usaha semacam ini jauh dari watak perdagangan dan solideritas bersyarikat (Sula

2004, hal. 62).

5) Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, ulama fiqh, Guru Besar Universitas Damaskus

Syiria. Menurut beliau pada hakekatnya akad asuransi termasuk dalam ‘aqad

gharār yaitu akad yang tidak jelas tentang ada tidaknya sesuatu yang diakadkan.

Jika diqiyaskan kepadanya akad pertukaran harta, maka akad asuransi memberi

kesan gharar seperti gharār yang terdapat dalam akad jual beli (Muslehuddin

1995, hal. 145-146).

Jadi, pada perinsipnya alasan-alasan yang dijadikan dasar oleh sebagian ulama untuk

mengharamkan asuransi adalah:

• Asuransi sama dengan judi

• Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.

• Asuransi mengandung unsur riba/renten.

15

Page 16: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

• Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak

bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar

atau di kurangi.

• Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.

• Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.

• Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan

mendahului takdir Allah.

b. Pendapat Kedua adalah Membolehkan

Ulama yang membolehkan praktek asuransi dalam segala macam dan bentuknya

diantaranya adalah:

1. Syaikh Abdur Rahman Isa adalah seorang Guru Besar Universitas Al-Azhar.

Beliau berpendapat bahwa asuransi merupakan praktek muamalah gaya baru

yang belum dijumapai imam-imam terdahulu, demikian juga para sahabat Nabi

SAW. Pekerjaan ini menghasilkan kemaslahatan ekonomi yang banyak. Ulama

telah menetapkan bahwa kepentingan umum yang selaras dengan hokum syara’

patut diamalkan. Dengan demikian karena asuransi menyangkut kepentingan

umum, maka halal menurut syara’. Perjanjian asuransi adalah sama dengan

perjanjian ji’alah/ ‘memberi janji upah’. Asuransi mewajibkan perusahaan untuk

membayar sejumlah uang ganti kerugian, apabila pihak peserta asuransi telah

membayar uang premi kepada pusahaan. Menurut Syaikh Abdur Rahman Isa

sesungguhnya peeusahaan asuransi dengan nasabahnya saling mengikat dalam

perbuatan tersebut atas dasar saling meridhai (Sula 2004, hal. 71).

16

Page 17: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

2. Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas

Cairo Mesir). Beliau mengatakan bahwa asuransi bagaimanapun bentuknya

merupakan koperasi yang menguntungkan masyarakat. Asuransi jiwa

menguntungkan nasabah sebagaimana halnya menguntungkan perusahaan

pengelola asuransi. Sepanjang praktek asuransi dilakukan bersih dari unsure riba,

maka asuransi hukumnya boleh. Dengan ketentuan apabila nasabah masih hidup

menurut jangka waktu yang ditentukan dalam polis, maka dibolehkan dia minta

pembayaran kembali sebesar premi yang sudah dibayar tanpa tambahan. Namun

jika sang nasabah telah meninggal, maka ahli warisnya berhak menerima nilai

asuransi yang tercantum dalam polis dan ini halal menurut syara’ (Sula 2004,

hal. 72).

3. Syaikh Abdul Wahab Khalaf/ Guru Besar Universitas Islam Kairo. Menurut

beliau asuransi itu boleh, sebab termasuk dalam akad mudharabah. Dalam

asuransi orang yang berkongsi/nasabah, memberikan hartanya dengan jalam

membayar premi, sementara perusahaan mengelola harta tersebut hingga dapat

menghasilkan keuntungan timbal balik, baik bagi nasabah maupun perusahaan

sesuai dengan perjanjian. Dalam majalah Hiwaul Islam No 11 tahun VII beliau

menyimpulkan bahwa prikatan asuransi jiwa adalah akad yang sah, berguna bagi

para anggota/nasabahnya.

4. Dr. Muhammad Nejatullah Siddiq, ulama berkebangsaan India, Pengajar

Universitas King Abdul Aziz. Beliau menganalogikan asurasni dengan kafālah

atau ganti rugi. Menurutnya, dalam asuransi nasabah justru mencari perlindungan

17

Page 18: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

dari resiko yang tak terelakkan, misalnya kematian. Namun demikian

menganalogikan asuransi dengan kafalah ditentang oleh ulama sejak abad ke IX

Masehi misalnya oleh Imam Al-Razi dalam tafsir Al-Kabir Jilid V (Siddiq 1987,

hal. 9-12).

5. Prof Mustafa Ahmad Zarqa/ Guru Besar Universitas Syiria. Menurut beliau jika

ada anggota asuransi sebelum preminya selesai diangsur terkena musibah, maka

kepadanya dibayar penuh oleh persahan sebesar uang yang telah diperjanjikan.

Asuransi semacam ini tidak mengandung tipuan bagi kedua belah pihak, sehinga

dibolehkan oleh syara’. Menurut az-Zarqa, sistem asuransi pensiuan dalam

bentuknya yang umum, menjadi bukti bolehnya praktek asuransi dalam syari’at

Islam. Jika sisitem pension diterima, mengapa sistem perikatan lainnya yang

serupa dan diperlukan dalam kehidupan manusia tidak diperbolehkan.

Jadi, pada perinsipnya alasan-alasan yang dijadikan dasar oleh sebagian ulama untuk

membolehkan asuransi adalah:

• Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.

• Saling menguntungkan kedua belah pihak.

• dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul

dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.

• Asuransi termasuk akad mudhārābah (bagi hasil)

• Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta’āwuniyah).

• Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.

18

Page 19: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

c. Pendapat Ketiga adalah membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan

mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial. Pendapat ketiga ini

dianut antara lain oleh Muhammad Abu Zahrah (Guru Besar Hukum Islam pada

Universitas Cairo). Abu Zahro menyimpulkan bahwa asuransi soasial adalah halal

dan merupakan perkara alami yang perlu dilakukan. Sedangkan asuransi yang

semata-mata bersifat komersil hukumnya haram (Yafie 1994, hal. 216-217). Dalam

hal ini dapat disimpulkan:

1. Asuransi yang bersifat perkumpulan dengan tujuan sosial adalah halal dan tidak

ada syubhat didalamnya.

2. Tidak menyetujui akad-akad asuransi yang tidak bersifat perkumpulan dengan

alasan ada syubhatu qimar dan gharār di dalamnya, sehingga gharār itu menjadi

penyebab tidak sahnya semua akad.

3. Ada riba’ didalamnya karena adanya bunga yang diperhitungkan. Ini satu pihak,

sementara di pihak lain ia memberika sejumlah kecil uang, lalu menerima lebih

banyak jumlahnya.

4. Merupakan ‘aqd al-sharf persetujunan jual beli uang, dan ‘aqd al-sharf itu tidak

sah bila tidak tunai.

5. Tidak ada keadaan memaksa/dharurah dalam bidang prekonomian yang

mewajibkannya (Sula 2004, hal. 62).

Walaupun ulama berbeda pendapat dalam memandang asuransi dari sudut Islam,

namun pada perinsipnya pandangan mereka bermuara pada dua hal, yaitu: pertama

mereka setuju dengan praktek asuransi jika didasarkan atas kerelaan kedua belah pihak,

19

Page 20: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

berdasarkan asas saling tolong menolong dan saling menguntungkan kedua belah pihak

serta didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan syara’; dan kedua, ulama

mengharamkan semua praktek asuransi yang mengandung unsur gharār, riba’, maysir,

pemerasan dan yang bersifat komersil karena bertentangan dengan aturan-aturan yang

ditetapkan syara’. Dengan demikian, jika praktek asuransi yang dikembangkan adalah

praktek asuransi yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, maka bisa dipastikan

mereka setuju dan sepakat, karena tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Hal ini

disebabkan karena asuransi telah menjadi kebutuhan umat untuk saling tolong menolong

dalam meminimalkan kerugian jika terjadi bencana atau musibah yang tidak diduga.

Prinsip-prinsip Asuransi Syari’ah

Keharaman praktik asuransi konvensional dalam syari’at Islam disebabkan karena

adanya beberapa unsur yang terdapat dalam sistem asuransi konvensional yang

bertentangan dengan syari’at Islam, yaitu: unsur gharār yang terlihat dari unsur

ketidakpastian tentang sumber dana yang digunakan untuk menutupi klaim dan hak

pemegang polis, unsur mayssir yaitu unsur judi yang digambarkan dengan kemungkinan

adanya pihak yang dirugikan di atas keuntungan pihak yang lain, dan unsur riba’ karena

praktik asuransi konvensional mengembangkan modalnya dengan menggunakan sistem

bunga. Dengan demikian, untuk menghalalkan sistem asuransi, maka unsur-unsur yang

bertentangan dengan syari’at Islam tersebut harus dihilangkan dan diganti dengan unsur-

unsur yang dibolehkan oleh syari’at Islam.

20

Page 21: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

Jadi, asuransi yang diperbolehkan secara syar’i adalah asuransi yang tidak

menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang terdapat dalam syari’at Islam.

Berikut adalah 10 nilai mendasar dalam pengelolaan asuransi syari’ah1, yaitu :

1. Prinsip Tauhid

Tauhid merupakan prinsip dasar dalam asuransi syari’ah, karena pada haekekatnya

setiap muslim harus melandasi dirinya dengan ajaran tauhid dalam menjalankan

segala aktivitas dalam kehidupannya termasuk. Artinya ketika seseorang berniat

hendak berasuransi, maka ia harus berlandaskan pada prinsip tauhid dan

mengharapkan keridhaan Allah SWT. Dengan demikian, dari sisi perusahaan, asas

yang digunakan dalam berasuransi syari’ah tidak hanya didasarkan keinginan untuk

meraih keuntungan, atau menangkap peluang pasar yang sedang cenderung pada

syari’ah. Lebih dari itu, niat awalnya adalah untuk mengimplementasikan nilai-nilai

syari’ah dalam dunia asuransi. Sedangkan dari sisi nasabah, berasuransi syari’ah

adalah bertujuan untuk melakukan transaksi saling tolong-menolong dalam

menghadapi musibah yang mungkin terjadi berlandaskan atas prinsip-prinsip

syari’ah. Dalam konsep ini nilai tauhid terimplementasikan pada industri asuransi

syari’ah, karena dalam konsep asuransi syari’ah para nasaba saling tolong-menolong

dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman :

ليعبدون وما خلقت الجن والإنس إلا

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya merekamenyembah-Ku” (QS. 51 : 56).

1 Rikza Maulan, 2009, Nilai-Nilai Dalam Pengelolaan Asuransi Syariah dalam http://74.125.153.132/search?q=cache:GoXquW5-8RUJ:asuransisyariah.myblogrepublika.com

21

Page 22: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

Ayat tersebut menjelaskan bahwa tujuan utama penciptaan manusia adalah untuk

beribadah kepada Allah SWT, oleh karena itu aktivitas apa pun yang dilakukan oleh

manusia di dunia ini termasuk berasuransi harus ditujukan untuk beribadah kepada

Allah SWT dan tidak boleh melanggar syari’at yang telah ditetapkan Allah SWT.

2. Prinsip Keadilan

Prinsip kedua yang menjadi nilai-nilai dalam mengimplementasikan asuransi

syari’ah adalah prinsip keadilan. Artinya, asuransi syari’ah harus benar-benar

bersikap adil, khususnya dalam membuat pola hubungan antara nasabah dengan

nasabah, maupun antara nasabah dengan perusahaan asuransi syariah, terkait dengan

hak dan kewajiban masing-masing. Asuransi syari’ah tidak boleh mendzalimi

nasabah dengan hal-hal yang dapat menyulitkan atau merugikan nasabah.

Ditinjau dari sisi asuransi sebagai sebuah perusahaan, potensi untuk melakukan

ketidakadilan sangatlah besar. Seperti adanya unsur dana hangus (pada saving

produk), dimana nasabah yang sudah ikut asuransi (misalnya asuransi pendidikan)

pada periode tertentu, namun karena suatu hal ia berhenti menjadi peserta asuransi di

tengah jalan, maka premi yang telah dibayarkan pada perusahaan asuransi menjadi

hangus. Oleh karena itu pada asuransi syariah, dana saving nasabah yang telah

dibayarkan melalui premi harus dikembalikan kepada nasabah bersangkutan, berikut

hasil investasinya, termasuk ketika nasabah berhenti ditenggah jalan. Landasan

prinsip keadilan dalam berasuransi adalah firman Allah SWT :

هداء امين لله شششش ياأيهشششا الذين ءامنشششوا كونشششوا قشششو تعششدلوا نآن قششوم على ألا ط ولا يجششرمنكم ششش بالقسشش

22

Page 23: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

اعدلوا هو أقششرب للتقششوى واتقششوا الله إن الله خبششيربما تعملون

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yangselalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Danjanganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untukberlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Danbertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yangkamu kerjakan. (QS. Al-Maidah/ 5 : 08)

Ayat tersebut menegaskan bahwa setiap mukmin harus berupaya menegakkan

kebenaran dan keadilan karena Allah SWT dalam segala bidang kehidupan termasuk

dalam berasuransi. Sistem asuransi yang dijalankan harus bertujuan untuk saling

melindungi dari berbagaimacam kezaliman dengan tidak memakan harta sesama

dengan jalan yang batil. Hal ini didasarkan pada firman Allah:

$øøøøøø ¯»øø øøø ø%©!ø# (#øøøøø#øø øø (#ø øø=ø2ø øø? ø ø3ø9øøøøøø& ø ø6øø÷øø/

øøøø»ø6ø9øøø/ ø øø) øø& øøø ø3ø? ø ø øø»øø øø `øø <ø#øøø? øøø3øøøø 4 … ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamudengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukasama suka di antara kamu…’ (QS. 4 ayat 29)

3. Prinsip Tolong Menolong

Semangat tolong menolong merupakan aspek yang sangat penting dalam operasional

asuransi syari’ah. Karena pada hekekatnya, konsep asuransi syariah didasarkan pada

prinsip ini, di mana sesama peserta ber-tabarru’ atau berderma untuk kepentingan

nasabah lainnya yang tertimpa musibah. Nasabah tidaklah berderma kepada

perusahaan asuransi syari’ah, peserta berderma hanya kepada sesama peserta saja.

Perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai pengelola saja. Konsekwensinya,

perusahaan tidak berhak mengklaim atau mengambil dana tabarru’ nasabah.

Perusahaan hanya mendapatkan dari ujrah (fee) atas pengelolaan dana tabarru’

23

Page 24: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

tersebut, yang dibayarkan oleh nasabah bersamaan dengan pembayaran kontribusi

(premi). Perusahaan asuransi syariah mengelola dana tabarru’ tersebut, untuk

diinvestasikan (secara syari’ah) lalu kemudia dialokasikan pada nasabah lainnya

yang tertimpa musibah. Dengan konsep ini, berarti antara sesama nasabah telah

mengimplementasikan saling tolong menolong, kendatipun antara mereka tidak

saling bertatap muka. Allah SWT berfirman :

والعدوان الإثم على تعاونوا ولا والتقوى البر على وتعاونوا

“Dan bertolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, danjanganlah kalian bertolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan”(QS. Al-Maidah : 2).

4. Prinsip Kerjasama

Antara nasabah dengan perusahaan asuransi syariah terjalin kerjasama, tergantung

dari akad apa yang digunakannya. Dengan akad mudharābah atau musytarākah

(nanti akan terjalin kerjasama dimana nasabah bertindak sebagai shahibul maal

(pemilik modal) sedangkan perusahaan asuransi syariah sebagai mudhārib

(pengelola/ pengusaha). Apabila dari investasi dana tersebut terdapat keuntungan,

maka akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati, misalnya 40% untuk

perusahaan asuransi syariah dan 60% untuk nasabah. Ketika kerjasama terjalin

dengan baik, nasabah menunaikan hak dan kewajibannya, demikian juga perusahaan

asuransi syariah menunaikan hak dan kewajibannya secara baik, maka akan terjalin

pola hubungan kerjasama yang baik pula, yang insya Allah akan membawa

keberkahan pada kedua belah pihak.

24

Page 25: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

5. Prinsip Amanah

Amanah juga merupakan prinsip yang sangat penting dalam asuransi syariah. Karena

pada hakekatnya kehidupan ini adalah amanah yang kelak harus dipertanggung

jawabkan dihadapan Allah SWT. Perusahaan dituntut untuk amanah dalam

mengelola dana premi nasabah. Demikian juga nasabah, perlu amanah dalam aspek

resiko yang menimpanya. Jangan sampai nasabah tidak amanah dalam artian

mengada-ada sesuatu sehingga yang seharusnya tidak klaim menjadi klaim yang

tentunya akan berakibat pada ruginya para peserta yang lainnya. Perusahaan pun

juga demikian, tidak boleh semena-mena dalam mengambil keuntungan, yang

berdampak pada ruginya nasabah. Dan transaksi yang amanah, akan membawa

pelakunya mendapatkan surga. Rasulullah SAW bersabda :

هدا ديقين والششش دوق الأمين مع النبيين والصشش التاجر الص) رواه الترمذي(ء

“Seorang pebisnis yang jujur lagi amanah, (kelak akan dikumpulkan di akhirat)bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada’”. (HR. Turmudzi)

6. Prinsip Saling Ridha (’An Tarādhin)

Dalam transaksi apapun, aspek an tarādhin atau saling me-ridha-i harus selalu

menyertai. Nasabah ridha dananya dikelola oleh perusahaan asuransi syariah yang

amanah dan profesional. Begitu juga perusahaan asuransi syariah ridha terhadap

amanah yang diberikan nasabah dalam mengelola kontribusi (premi) mereka.

Demikian juga nasabah ridha dananya dialokasikan untuk nasbah-nasabah lainnya

yang tertimpa musibah, untuk meringankan beban penderitaan mereka. Dengan

25

Page 26: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

prinsip inilah, asuransi syariah menjadikan saling tolong menolong memiliki arti

yang luas dan mendalam, karena semuanya menolong dengan ikhlas dan ridha,

bekerjasama dengan ikhlas dan ridha, serta bertransaksi dengan ikhlas dan ridha

pula.

7. Prinsip Menghindari Riba

Riba merupakan bentuk transaksi yang harus dihindari oleh setiap muslim termasuk

dalam berasuransi. Karena riba’ merupakan transaksi muamalah yang batil.

Kontribusi (premi) yang dibayarkan nasabah, harus diinvestasikan pada investasi

yang sesuai dengan syariah dan sudah jelas kehalalannya. Demikian juga dengan

sistem operasional asuransi syariah juga harus menerapakan konsep sharing of risk

yang bertumpu pada akad tabarru’, sehingga menghilangkan unsur riba pada

pemberian manfaat asuransi syariah (klaim) kepada nasabah (Konsep Operasional

Takaful dalam http://masridwan.co.cc/?p=257).

8. Prinsip Menghindari Maisyir.

Asuransi jika dikelola secara konvensional akan memunculkan unsur maisyir.

Karena seorang nasabah bisa jadi membayar premi hingga belasan kali namun tidak

pernah terjadi klaim. Di sisi yang lain, terdapat nasabah yang baru satu kali

membayar premi lalu terjadi klaim. Hal ini terjadi, karena konsep dasar yang

digunakan dalam asuransi konvensional adalah konsep transfer of risk. Di mana

perusahaan asuransi konvensional ketika menerima premi, otomatis premi tersebut

menjadi milik perusahaan, dan ketika membayar klaim pun adalah dari rekening

perusahaan. Sehingga perusahaan bisa untung besar (ketika premi banyak sedangkan

26

Page 27: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

klaim sedikit), atau bisa rugi (ketika premi sedikit dan klaimnya banyak) (Siddiq

1987, hal. 26-27).

9. Prinsip Menghindari Gharār

Gharar adalah ketidakjelasan. Berbicara mengenai resiko atau musibah, adalah

berbicara tentang ketidakjelasan. Karena resiko atau musibah bisa terjadi dan bisa

tidak. Dalam syariat Islam, kita tidak diperbolehkan bertransaksi yang menyangkut

aspek ketidakjelasan. Dalam asuransi (konvensional), peserta tidak mengetahui

apakah ia mendapatkan klaim atau tidak? Karena klaim sangat bergantung pada

resiko yang menimpanya. Jika ada resiko, maka ia akan dapat klaim, namun jika

tidak ada resko maka nasabah tidak mendapakan klaim. Hal seperti ini menjadi

gharār, karena akad atau konsep yang digunakan adalah transfer of risk. Sedangkan

jika menggunakan aspek sharing of risk, ketidakjelasan tadi tidak menjadi gharār.

Namun berbeda dari asuransi konvensional, dalam asuransi syari’ah apabila salah

sati nasabah mendapatkan musibah, maka sesama nasabah akan saling bantu

membantu dari dana tabarru’ yang dikelola oleh perusahaan asuransi syari’ah

(Siddiq 1987, hal. 33-34).

10. Prinsip Menghindari Risywah

Dalam menjalankan bisnisnya, baik pihak asuransi syariah maupun pihak nasabah

harus menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari aspek risywah (sogok menyogok atau

suap menyuap). Karena apapun dalihnya, risywah pasti akan menguntungkan satu

pihak, dan pasti akan ada pihak lain yang dirugikan. Nasabah umpamanya tidak

boleh menyogok oknum asuransi supaya bisa mendapatkan manfaaat (klaim). Atau

27

Page 28: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

sebaliknya perusahaan tidak perlu menyogok supaya mendapatkan premi

(kontribusi) asuransi. Namun semua harus dilakukan secara baik, transparan, adil

dan dilandasi dengan ukhuwah islamiyah (Konsep Operasional Takaful dalam http://

masridwan.co.cc/?p=257) .

Inilah sepuluh prinsip dasar dalam mekanisme pengelolaan asuransi syari’ah. Jadi,

asuransi dalam pandangan Islam adalah suatu upaya untuk saling tolong menolong

antara sesama anggota dalam meminimalkan kerugian jika terjadi bencana atau musibah

yang tidak diduga. Secara umum perihal asuransi syari’ah ini mempunyai dua fungsi

yaitu fungsi bisnis (tijārah) dan fungsi sosial (tabarru’). Untuk fungsi tijārah, maka para

pihak dapat menerapkan akad mudhārābah musytarākah dan akad wakālah bil ujrah,

sedangkan untuk fungsi tabarru’ para pihak dapat menerapkan akad akad tabarru’ yang

merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi. Adapun pengertian

tabarru’ sendiri adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan

kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial an sich.

Dengan demikian ciri-ciri asuransi syari’ah adalah

1. Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sehingga sumbangan yang

diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang

dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau

akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan

tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil dari

mudhārābah bukan riba’.

28

Page 29: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

2. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi

kedua belah pihak). Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak

bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan

tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi

atau pengurus yang ditunjuk bersama).

3. Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan

dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah, seperti halnya dalam asuransi

takaful.

4. Akad asuransi syari’ah bersih dari gharār dan riba’.

5. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.

Beda Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional

Pada perinsipnya asuransi syari’ah dan asuransi konvensional mempunyai tujuan yang

sama, yaitu: pengelolaan atau penanggulangan risiko. Perbedaan mendasar antara

keduanya adalah cara pengelolaan risikonya, yaitu: pada asuransi konvensional

penanggulangan risiko dilakukan dengan cara transfer risiko dari para peserta kepada

perusahaan asuransi (risk transfer), sedangkan pada asuransi syari’ah penanggulangan

risiko dilakukan dengan azas saling tolong menolong dengan membagi risiko di antara

peserta asuransi (risk sharing).

Selain perbedaan cara pengelolaan risiko, ada juga perbedaan mendasar lainnya

antara asuransi syari’ah dan asuransi konvensional, yaitu: mengenai cara mengelola

unsur tabungan produk asuransi. Pengelolaan dana pada asuransi syari’ah menganut

sistem investasi syari’ah yang terbebas dari unsur riba, perjudian dan segala sesuatu

29

Page 30: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

yang dilarang syara’. Sementara pengelolaan dana tabungan pada asuransi konvensional

diinvestasikan secara bebas termasuk dengan mekanisme bunga.

Secara rinci perbedaan antara asuransi syari’ah dan asuransi konvensional dapat

dilihat pada uraian berikut :

1. Kontrak atau Akad

Kejelasan kontrak atau akad dalam praktek mu’āmālah menjadi prinsip karena akan

menentukan sah atau tidaknya suatu akad secara syari’ah. Demikian juga dengan

kontrak antara peserta dengan perusahaan asuransi.

Pada asuransi konvensional diterapkan kontrak yang dalam syari’ah disebut

kontrak jual beli (tabaduli). Dalam hal ini, kontrak harus memenuhi syarat-syarat

kontrak jual-beli. Pada asuransi konvensional terdapat ketidakjelasaan pada besarnya

premi yang harus dibayarkan, karena bergantung terhadap usia peserta, yang dalam

pandangan Islam hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Hal ini

mengakibatkan asuransi konvensional mengandung apa yang disebut gharār —

ketidakjelasaan pada kontrak sehingga mengakibatkan akad pertukaran harta benda

dalam asuransi konvensional dalam praktiknya menjadi cacat secara hukum (Hisan

1996, hal. 18).

Oleh karena itu, dalam asuransi syari’ah kontrak yang digunakan bukan kontrak

jual beli melainkan kontrak tolong menolong (takāfuli). Di mana dalam sistem ini,

nasabah yang satu menolong nasabah yang lain ketika nasabah tersebut sedang

mengalami kesulitan. Jadi, asuransi syari’ah menggunakan apa yang disebut sebagai

kontrak tabarru’ yang dapat diartikan sebagai derma atau sumbangan. Kontrak ini

30

Page 31: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

adalah alternatif uang sah dan dibenarkan dalam melepaskan diri dari praktek yang

diharamkan pada asuransi konvensional (Mengenal Konsep Dasar Asuransi Syariah

dalam http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/).

Tujuan dari dana tabarru’ ini adalah memberikan dana kebajikan dengan niat

ikhlas untuk tujuan saling membantu satu antara sesama peserta asuransi syari’ah

apabila diantaranya ada yang terkena musibah. Oleh karenanya, dana tabarru’

tersebut disimpan dalam satu rekening khsusus, dimana bila terjadi risiko, dana

klaim yang diberikan adalah dari rekening dana tabarru’ yang sudah diniatkan oleh

semua peserta untuk kepentingan tolong menolong.

2. Sistem Pengelolaan Dana

Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi konvensional (premi)

diinvestasikan pada sembarang sektor dan dengan menggunakan sistem bunga.

Sedangkan dana yang terkumpul dari nasabah pada perusahaan asuransi syari’ah

(premi) diinvestasikan berdasarkan syari’ah dengan sistem bagi hasil

(mudharabah).2 Dalam hal ini, pola investasi bagi hasil adalah cirinya di mana

perusahaan asuransi hanyalah pengelola dana yang terkumpul dari para peserta (Sula

2004, hal. 304).

Dengan sistem mudhārābah ini, keuntungan usaha yang didapat oleh pihak

asuransi akan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,

sedangkan apabila terjadi kerugian, maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh

pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian dipengelola. Namun,

2 Secara teknis, al-mudhārābah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.

31

Page 32: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

jika kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalian si pengelola, maka

pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut (Mengenal Konsep Dasar

Asuransi Syariah dalam http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/ diakses 20 Maret

2009).

Kontrak bagi hasil pada asuransi syari’ah disepkati di awal kontrak, sehingga bila

terdapat keuntungan, maka pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil

tersebut. Misalkan kontrak bagi hasilnya adalah 60: 40, dimana peserta mendapatkan

60 persen dari keuntungan sedang perusahaan asuransi mendapat 40 persen dari

keuntungan.

3. Pada asuransi syari’ah, ada dana yang dihibahkan oleh peserta asuransi atau yang

disebut dengan dana Tabarru’ untuk Ta’āwun peserta lainnya. Sehingga pada

asuransi syari’ah terjadi tindakan saling tanggung-menanggung antara sesama

peserta.

Pada asuransi syari’ah, premi yang terkumpul diperlakukan tetapi sebagai dana

milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya.

Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan

perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan

pengelolaan dana tersebut.

4. Pada asuransi syari’ah, bila ada peserta yang terkena musibah, maka untuk

pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru’ (dana sosial)

seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong.

32

Page 33: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari

rekening milik perusahaan.

5. Pada asuransi syari’ah, investasi dana dari peserta hanya dibenarkan melalui

instrument yang menggunakan akad yang sesuai dengan syari’at Islam. Investasi

yang boleh dilakukan oleh asuransi syari’ah hanya investasi pada yang dihalalkan

oleh ajaran Islam. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik

dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan

dalam asuransi konvensional, tidak dikenal adanya akad antara pihak asuransi

dengan peserta. Dalam asuransi konvensional, investasi hanya diwajibkan pada jenis

investasi yang aman, menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan

kewajiban yang harus dipenuhi. Dalam asuransi konvensional, keuntungan

sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh

apa-apa (Sula 2004, hal. 306-307).

6. Pada operasional juga terlihat perbedaan, dalam asuransi syariah pengawasan

dilakukan oleh Dewan Syariah, karena perusahaan hanya sebagai pemegang amanah

dari nasabah untuk dikelola. Sedangkan di konvensional tidak ada pengawasan

terhadap penggunaan dana nasabah karena dana premi dinilai milik perusahaan.

Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syari’ah yang

merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen,

produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam.

Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.

33

Page 34: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

7. Dana Hangus

Pada asuransi konvensional dikenal dana hangus. Jika peserta tidak dapat

melanjutkan pembayaran premi atau ingin mengundurkan diri sebagai peserta

asuransi sebelum masa jatuh tempo, maka premi yang telah dibayarkan kepada pihak

asuransi dianggap hangus. Demikian juga pada asuransi jiwa konvensional non-

saving (tidak mengandung unsur tabungan) atau asuransi kerugian, jika habis msa

kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi asuransi yang sudah dibayarkan akan

hangus atau menjadi keuntungan pihak perusahaan asuransi (Mengenal Konsep

Dasar Asuransi Syariah dalam http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/).

Dalam konsep asuransi syari’ah, tidak dikenal mekanisme dana hangus. Peserta

yang baru masuk sekalipun, karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, maka

dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali, kecuali

sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yang tidak dapat

diambil.

Begitu pula dengan asuransi syariah umum, jika habis masa kontrak dan tidak

terjadi klaim, maka pihak perusahaan akan mengembalikan sebagian dari premi

tersebut dengan pola bagi hasil, misalkan 60:40 atau 70:30 sesuai dengan

kesepakatan kontrak di muka. Dalam hal ini maka sangat mungkin premi yang

dibayarkan di awal tahun dapat diambil kembali dan jumlahnya sangat bergantung

dengan tingkat investasi pada tahun tersebut (Mengenal Konsep Dasar Asuransi

Syariah dalam http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/ diakses 20 Maret 2009).

34

Page 35: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

Dengan demikian, ada tujuh prinsip yang membedakan asuransi syariah dengan

asuransi konvensional, yaitu : Pertama, Keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS),

yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan produk yang ada dalam

pengelolaan investasi dana. DPS ditemukan pada asuransi syariah tapi tidak pada

asuransi konvensional. Kedua, Akad yang akan dilaksanakan. Akad yang dilaksanakan

pada asuransi syariah berdasarkan prinsip tolong menolong (takaful), sedangkan pada

asuransi konvensional berdasarkan akad jual beli (tadabbuli). Ketiga, Prinsip

perhitungan investasi dana. Pada asuransi syariah, dasar perhitungan investasi dana

berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah). Pada asuransi konvensional dasar

perhitungan investasi dana berdasarkan riba. Keempat, Kepemilikan dana. Pada asuransi

syariah dana investasi yang terkumpul dari peserta (premi) merupakan milik peserta

seutuhnya sementara perusahaan asuransi hanya merupakan pemegang amanah atau

sebagai pengelola dana (mudharib). Pada asuransi konvensional, dana investasi yang

terkumpul dari peserta (premi) menjadi milik perusahaan, sehingga perusahaan bebas

menentukan alokasi investasi penggunaan dana. Kelima, Pembayaran klaim.

Pembayaran klaim yang dilakukan oleh asuransi syariah diambil dari rekening tabarru’

(dana kebajikan) seluruh peserta. Sejak awal menyimpan dana investasinya, peserta

sudah diminta keikhlasannya bahwa akan ada penyisihan dana yang akan digunakan

untuk menolong peserta lain jika terkena musibah. Sedangkan pada asuransi

konvensional pembayaran klaim diambil dari dana milik perusahaan.

Keenam, Keuntungan yang diperoleh perusahaan asuransi. Pada asuransi syariah,

keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dari investasi dana peserta akan dibagi

35

Page 36: BAB 2 LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASURANSI SYARI’AH …repository.radenfatah.ac.id/6585/2/Bab 2.pdf · Banyak definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli pada istilah asuransi,

antara perusahaan dengan peserta sesuai dengan prinsip bagi hasil, dengan proporsi yang

telah disepakati bersama di awal. Sedangkan pada asuransi konvensional keuntungan

yang diperoleh perusahaan menjadi milik perusahaan seutuhnya. Dan ketujuh,

Kemungkinan adanya dana yang hangus. Pada asuransi syari’ah tidak mengenal adanya

dana hangus meskipun peserta menyatakan akan mengundurkan diri karena sesuatu dan

lain hal. Dana yang telah disetorkan tetap dapat diambil kecuali dana yang sejak awal

telah diikhlaskan masuk ke dalam rekening tabarru’ (dana kebajikan). Sedangkan pada

asuransi konvensional dikenal adanya dana yang hangus jika peserta tidak dapat

melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum jatuh tempo (Apa

Itu Asuransi Syari’ah? …dalam http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/ diakses 20

Maret 2009).

36