bab i pendahuluaneprints.umm.ac.id/56004/2/bab i.pdf · 2019-11-19 · 3 movement of natural...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah adalah sesuatu hal yang dihasilkan oleh berbagai fase dari aktifitas
manusia yang dimana komposisi besar jumlahnya tergantung pada pola konsumsi
dan struktur industri dan ekonomi. Berdasarkan bentuknya limbah dibagi menjadi
limbah padat dan limbah cair, limbah organik dan Anorganik, limbah kimia, limbah
berbahaya dan limbah radioaktif.1 Limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun
merupakan limbah-limbah yang dapat berpotensi menimbukan bahaya bagi
manusia dan kelestarian lingkungan sehingga diatur pergerakannya dalam
Konvensi Basel. Konvensi Basel mengatur 3 poin utama dalam lalu lintas
perdagangan yaitu Mengurangi perpindahan lalu lintas, Meminimalisir produk
Limbah B3 serta Melarang Pengiriman Limbah B3 kenegara yang tidak atau belum
mampu mengelola Limbah secara ramah lingkungan.2 Namun Indonesia dan
Jepang menjadikan Limbah B3 sebagai barang yang diperdagangkan melalui
kerangkan IJEPA tahun 2008-2014.
Indonesian Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) merupakan
salah satu bentuk kesepakatan kerjasama bilateral dibidang ekonomi antara
Indonesia dan Jepang, yang diawali dengan terbentuknya Joint Study Group pada
2003 yang membahas bentuk dan masa depan kerjasama bilateral antara Indonesia
dan Jepang. Joint Study Group mengadakan tiga kali rapat pada awal tahun 2005
1 Mohammad Tufik Makarao, “Aspek-aspek lingkungan hidup”, Indeks: Jakarta, Hal:155 2 Ibid,.
2
dalam rangka memutuskan layak tidaknya diadakan Free Trade Agreement (FTA)
antara Indonesia dan Jepang serta memutuskan waktu dimulainya proses negosiasi.
Dalam kunjungan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 2 Juni 2005
bersama dengan perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi menandatangani
dimulainya kesepakatan negosiasi Free Trade Agreement (FTA) dengan Indonesia
Japan Economic Partnership Agreement sebagai kerangka kesepakatannya.3
Pertemuan serta perundingan yang panjang ini, dilaksanakan oleh kedua
negara yang dimulai sebulan pasca penandatanganan Free Trade Agreement (FTA)
yaitu pada Juli 2005 hingga Juni 2007, menghasilkan ditandatanganinya kerangka
IJEPA pada 20 Agustus 2007 oleh kedua kepala pemerintahan yaitu Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono serta Perdana Menteri Shinzo Abe di Jakarta, Indonesia.
Dalam rangka pengimplementasian kerangka tersebut pihak Indonesia dan Jepang
mempersiapkan berbagai kebijakan dan infrastruktur pendukung sehingga pada 1
Juli 2008 IJEPA mulai diimplemetasikan secara resmi oleh kedua negara tersebut.4
IJEPA mengelompokan perundingan ke dalam 13 Expert Groups (EG)
dalam rangka mengkomprehersifkan serta melancarkan jalannya perundingan yang
meliputi perdagangan barang, prosedur bea cukai, aturan asal, investasi,
peningkatan lingkungan bisnis dan promosi kepercayaan bisnis, perdagangan jasa,
3 Betha Landes, 2013, “Manfaat Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) bagi
Indonesia (Studi ekspor komoditi Non migas Indonesia ke Jepang)” Skripsi: Malang, Hubungan
Internasional, Univeritas Muhammadiyah Malang. 4 Alin Indrawati, 2014, “Pengaruh investasi Jepang terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia Studi
kasus: Industri otomotif dalam IJEPA”, Skripsi: Malang, Hubungan Internasional, Universitas
Muhammadiyah Malang.
3
movement of natural person5, sumber daya energi dan mineral, hak kekayaan
intelektual, kerjasama, kebijakan persaingan, kerjasama teknis dan pembangunan
kapasitas, serta pengadaan umum pemerintah. IJEPA sendiri mempererat kemitraan
ekonomi antara Indonesia dan Jepang termasuk dalam Capacity Building6,
liberalisasi, peningkatan perdagangan dan Investasi yang bertujuan untuk
meningkatkan arus dibidang investasi dan jasa, pergerakan tenaga kerja diantara
kedua negara dan juga perdagangan.7 Indonesia berharap dengan adanya kerangka
kerjasama IJEPA ini, dapat mendukung semakin meningkatnya kualifikasi produk
ekspor Indonesia baik barang maupun jasa di Jepang serta memudahkan Indonesia
untuk masuk kepasar Internasional yang lebih luas.
Dari 13 pengelompokan perundingan diatas, elemen perundingan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah perdagangan barang. Dalam kerjasama IJEPA,
Jepang dan Indonesia menyepakati memasukan Limbah B3 sebagai barang yang
dapat dipejual belikan. Hal ini diatur dalam kerangka kerjasama IJEPA pada klausul
atau Pasal 29 ayat (2) huruf (J) yang berbunyi8:
“Scrap and waste derived from manufacturing or processing operations or
from consumption in the Party and fit only for disposal or for the recovery
of raw materials;”
5 Movement of Natural Person adalah Tenaga kerja yang berpindah ke negara lain misalnya tenaga
asing yang bekerja secara independen 6 Capacity Building adalah suatu proses untuk melakukan sesuatu atau serangkaian kegiatan untuk
melakukan perubahan multilevel dalam diri individu, kelompok-kelompok, organisasi-oraganisasi,
dan sistem-sistem guna memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi dalam
menghadapi perubahan lingkungan yang ada. 7 Betha Lande Op.cit., Hal.9 8 Republik Indonesia,”Agreement Between The Republic Of Indonesia Japan For An Economic
Partnership” diakses pada http://www.kemendag.go.id/id/perdagangan-kita/agreements
(13/04/2018, 20.22 WIB)
4
Dalam pasal ini, perjanjian IJEPA memasukan limbah dari manufaktur, hasil
pengolahan industri dan dari konsumsi yang tergolong Limbah B3 sebagai barang
yang dapat diperjual belikan atau diperdagangkan. limbah diperdagangkan karena
dapat didaur ulang menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi sekaligus
menghemat penggunaan sumber daya alam. Perdagangan limbah internasional
sendiri merupakan perdagangan limbah antar negara untuk pengolahan,
pembuangan atau aktifitas daur ulang lebih lanjut.
Sebelumnya masalah Limbah B3 telah diatur dalam Konvensi Basel (The
Convention on The Control of Transboundary Movement of Hazardous and their
Disposal) yang merupakan Konvensi yang mengatur tentang pengendalian gerakan
lintas batas limbah berbahaya dan pembuangan atau Limbah B3. Sejak tahun 1980-
an, isu pengelolaan limbah berbahaya telah menjadi agenda lingkungan
internasional sehingga pada tahun 1981, isu pengelolaan limbah berbahaya
dimasukan kedalam tiga bidang prioritas dalam United Nation Enviromental
Programme’s (UNEP). Isu ini kemudian diadopsikan pada Konvensi Basel yang
ditandatangani pada 22 Maret 1989 di kota Basel, Swiss dan berlaku secara resmi
pada 5 Mei 1992. Tujuan umum dari terbentuknya Konvensi Basel yaitu
melindungi Kesehatan Manusia dan lingkungan dari dampak yang ditimbulkan oleh
semakin meningkatnya timbulan dan kompleksitas Limbah B3, perpindahan lintas
batas dan pengolahan limbah B3 dan limbah lainnya.9 Selain itu, Konvensi Basel
juga memiliki 3 sasaran utama yaitu, mengurangi perpindahan lintas batas Limbah
9 Katrina Kummer Peiry , “Konvensi Basel tentang pengawasan perpindahan Limbah B3” , diakses
pada http://legal.un.org/avl/ha/bcctmhwd/bcctmhwd.html (21/12/2017, 10.28 WIB)
5
B3, meminimalisir produksi Limbah B3, serta melarang pengiriman Limbah B3 ke
negara yang tidak atau belum mampu mengelola limbah secara ramah lingkungan.
Pada tahun 2017, terdapat 178 negara yang telah meratifikasi konvensi ini dan
Indonesia merupakan salah satunya. Indonesia meratifikasi Konvensi Basel pada
12 Juli 1993 dengan keputusan Presiden No.61 Tahun 1993 dan dijelaskan kembali
pada peraturan Presiden No.47 Tahun 2005 serta Peraturan Presiden No.60 Tahun
2005.10 Atas dasar latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk membahas
fenomena ini dan memberikan judul penelitian dengan “Rasionalitas Indonesia
dalam Menyetujui Klausul Perdagangan Limbah B3 dalam Kerangka
Indonesian Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut: “Bagaimana Rasionalitas pemerintah Indonesia menyepakati
klausul perdagangan Limbah B3 dalam kerangka IJEPA?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan Penelitian
a. Menjelaskan Rasionalitas Indonesia dalam menyepakati klausul
perdagangan Limbah dalam kerangka IJEPA
10 “Konvensi Basel” diakses pada https://crpg.info/wiki/Konvensi+Basel (26/04/2018, 20.47 WIB)
6
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini nantinya diharapkan akan menjadi salah satu sumbangan
penelitian bagi penelitian selanjutnya yang ingin membahas atau melanjutkan
penelitian tentang Rasionalitas Indonesia dalam perdagangan limbah B3 antara
Indonesia dan Jepang dalam kerangka IJEPA maupun pada ruang lingkup serta
kerangka yang berbeda. Memperluas kajian Studi Hubungan Internasional yang
berfokus pada kajian tentang perdagangan limbah antar negara.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Memberikan wawasan yang lebih luas bagi penulis serta sumbangan dan
rekomendasi bagi praktisi Hubungan Internasional, aktor-aktor Hubungan
Internasional terutama yang berfokus pada kebijakan pemerintah serta masalah
lingkungan. Hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi sumber valid bagi seluruh
masyarakat Indonesia yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang latar belakang,
sebab, dampak serta rasionalitas Indonesia dalam menyepakati perdagangan limbah
dengan Jepang dalam IJEPA.
1.4 Penelitian Terdahulu
Kajian suatu penelitian tidak lepas dari penelitian terdahulu yang dapa
membantu penelitian yang akan dilakukan. Penelitian dan referensi sebelumnya
harus memiliki kesinambungan dengan peneltian penulis, maka dari pada hal itu
penelitian terdahulu yang penulis ambil masih berkaitan dengan kerjasama
7
Indonesia Japan Economic partnership Agreement (IJEPA) serta perdagangan
Limbah B3 yang diatur dalam Konvensi Basel.
Penelitian pertama yang dapat mendukung peneitian ini adalah Tesis
berjudul “Diplomasi ekonomi Jepang dalam upaya perpindahan Limbah B3
melalui Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)”. Penelitian
ini ditulis oleh Nurshinta Anggia Anggraeni dengan menggunakan metode
Deskriptif kualitatif, Departemen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas
Gadjah Mada.11 Masalah lalu lintas perpindahan Limbah telah diatur dalam
Konvensi Basel akan tetapi Jepang yang termasuk dalam kelompok JUSCANZ
(Japan, United states, Canada dan New Zealand) yaitu negara maju penghasil utama
Limbah B3 menolak untuk meratifikasi Ban Amandement yang merupakan
pelarangan total lalu lintas Limbah B3, walaupun Jepang sendiri termasuk dalam
negara pihak Konvensi Basel guna untuk melindungi kepentingannya. Jepang
melakukan perjanjian bilateral dalam bentuk Economic Partnership Agreement
dengan berbagai negara berkembang guna mempermudah serta memfasilitasi
pengiriman Limbah ke negara berkembang dengan kedok perdagangan ekonomi
termasuk Indonesia.
Dalam Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), Jepang
mendapatkan pengurangan tarif hingga 0% pada komoditas barang Trade in Goods
termasuk Limbah B3 yang bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan
11 Nurshinta A.A, 2017, “Diplomasi ekonomi Jepang dalam upaya perpindahan Limbah B3 melalui
Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)”.Tesis: Jogjakarta, Hubungan
Internasional, Universitas Gadja Mada
8
lingkungan hidup atas pencemaran lingkungan hidup dalam domestik Jepang. disisi
lain, Jepang menawarkan kopensasi pengembangan kapasitas teknologi serta
investasi pengolahan Limbah B3 ramah lingkungan yang dibutuhkan Indonesia. hal
ini dilakukan untuk mengakomodasi kepentingan masing-masing pihak. Penelitian
diatas sama-sama memiliki objek permasalahan yang sama yaitu perdagangan
Limbah B3 dalam kerangka IJEPA akan tetapi subjek dalam penelitian diatas dilihat
dari Diplomasi Jepang sedangkan subyek dalam penelitian ini adalah Rationalitas
Indonesia dalam perdagangan Limbah B3 dalam IJEPA.
Penelitian terdahulu kedua yang mendukung peneliatian ini adalah skripsi
berjudul “Dampak kerjasama Indonesia-Japan Economic Partnership
Agreement terhadap industri manufaktur Indonesia” penelitian ini ditulis oleh
Muhammad Azmi Mubarak, Jurusan Hubungan Internasional, Universitas
Muhammadiyah Malang.12 Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang
menggambarkan dampak kerjasama IJEPA terhadap industri manufaktur Indonesia.
Jepang sebagai mitra dagang Indonesia yang potensial memang banyak
memberikan bantuan terutama pada investasi pada sektor industri manufaktur
Indonesia. Investasi Jepang tersebut dilakukan melalui program pusat
pengembangan industri manufaktur (MIDEC).
Program yang mengarah pada empat sektor ini, yaitu elektrik dan
elektronik. Peralatan berat dan konstruksi, otomotif, dan energi ini menampakan
12 M Azmi Mubarak, 2012, “Dampak kerjasama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement
terhadap industry manufaktur Indonesia”, Skripsi: Malang, Hubungan Internasional, Universitas
Muhammadiyah Malang
9
hasil yang cukup baik bagi perindustrian Indonesia. Industri-industri manufaktur
Indonesia juga mengalami peningkatan ekspor manufaktur. Pertumbuhan industri
di Indonesia ini juga memberikan dampak positif bagi penciptaaan lapangan kerja
di Indonesia. Lapangan pekerjaan yang tercipta ini membantu sumber daya manusia
Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan baik sebagai buruh maupun tenaga ahli.
Penelitian ini memiliki objek yang sama yaitu kerangka IJEPA akan tetapi subjek
dari penelitian sangatlah berbeda dimana penelitian diatas membahas tentang
dampak dari IJEPA terhadap industry manufaktur di Indonesia.
Penelitian ketiga yang dapat mendukung penelitian ini adalah skripsi
berjudul “Tinjauan hukum internasional terhadap ekspor-impor Limbah B3
yang disepakati dalam Indonesian-Japan Economic Partnership Agreement
(IJEPA)”. Penelitian ini ditulis oleh Danar Anindito, Fakultas Hukum, Universitas
Indonesia.13 Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis yang
menggambarkan pandangan hukum akan kegiatan ekspor impor Limbah B3 yang
dilakukan oleh Indonesia dan Jepang dalam kerangka IJEPA. Penelitian ini berisi
tentang bagaimana hukum lingkungan internasional serta hukum perdagangan
internasional terkait Limbah B3 yang terdapat dalam IJEPA. Indonesia dan Jepang
merupakan negara anggota Konvesi Basel seharusnya berkewajiban mematuhi
ketentuan-ketentuan serta kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan oleh
Konvensi Basel. Dimana dalam konvesi Basel memperbolehkan penjualan Limbah
13 Danar Anindito, 2012, “Tinjauan hukum internasional terhadap ekspor-impor Limbah B3 yang
disepakati dalam Indonesian-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)” Skripsi: Depok,
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, diakses dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20296286-
S1827-Tinjauan%20hukum.pdf (13/04/2018, 21.04 WIB)
10
B3 selama masih memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Konvensi
Basel. Dalam IJEPA, Indonesia dan Jepang tetap mengikuti aturan dalam Konvensi
Basel akan pengiriman Limbah B3 yaitu sesuai PIC yang berlaku. Selain itu
berdasarkan peraturan lingkungan hidup di Indonesia dan Konvensi Basel, Jepang
dilarang mengirimkan limbah ke Indonesia karena ada hukum nasional yang
mengatur akan impor limbah yaitu pada UU no.32 Tahun 2009 dan PP 18/1999
Junco PP 85/1999 serta Indonesia yang masih belum mampu mengolah limbah
secara lingkungan menjadi faktor Indonesia tidak dapat menerima limbah dari
Jepang.
Indonesia dapat mengirim limbah ke Jepang karena kualisifikasi Jepang
yang dapat mengolah limbah secara lingkungan serta tidak adanya hukum nasional
yang mengatur tentang perdagangan limbah, dimana Indonesia pernah mengirim
Fly Ash, yaitu debu dari sisa pengolahan batu bara yang dapat diolah kembali
menjadi bahan baku pembuatan semen. Penelitian ini memiliki subjek yang sama
yaitu perdagangan Limbah B3 dalam kerangka IJEPA akan tetapi subjek dari
penelitian ini lebih berfokus terhadap aturan hukum internasional dalam ekspor
impor Limbah B3. Berbeda dengan penelitian yang ditulis sekarang lebih berfokus
pada Rasionalitas Indonesia dalam menyepakati klausul perdagangan Limbah B3
dalam kerangka IJEPA.
Penelitian terdahulu keempat yang mendukung penelitian ini adalah jurnal
berjudul “ Impor New Process Scraps and Waste of Natural Latex Condoms
ditinjau dari Prespektif Konvensi Basel (Studi Kasus pada PT. Rubber & Rubber
Tech)". Penelitian ini ditulis oleh Rahayu Repindowaty Harahap, Bagian Hukum
11
Internasional, Fakultas Hukum Universitas Jambi, dalam jurnal penelitian
Universitas Jambi, Seri Humaniora, Vol.14 No.2 Juli-Desember 2012.14 Penelitian
menggunakan Jenis penelitian Yuridis Normatif (Legal Research) dimana peneliti
mengkaji dan menganalisis peraturan perundang-undangan terkait kasus Limbah
B3 berupa kondom bekas & waste latex yang dilakukan oleh PT Rubber & Rubber
Tech. Dimana sesuai dokumen transportasi laut, PT RRT mengimpor New Process
scrap & waste of natural latex condom (Karet alam sisa produksi dalam pembuatan
kondom) dengan berat bersih 25.280 Kg dari Jerman, akan tetapi yang dikirim oleh
Pihak Jerman bukanlah barang yang dipesan melainkan kondom yang sudah bekas
pakai. Kondom bekas menurut KLH tergolong dalam Limbah B3 karena kondom
bekas pakai mengandung berbagai virus maupun bakteri yang dapat
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Jerman yang merupakan
negara Pihak Konvensi Basel telah melanggar hukum internasional yang ditetapkan
oleh Konvensi Basel 1989 serta hukum nasional negara Indonesia sendiri. oleh
karena itu berdasarkan aturan Konvensi Basel, Indonesia melakukan re-ekspor
Limbah kondom bekas yang dikirim oleh Jerman. Re-ekspor adalah mengekspor
kembali barang impor keluar dari daerah pabean karena tidak sesuai dengan barang
yang dipesan. Penelitian ini memiliki objek yang sama yaitu perdagangan Limbah
yang diatur oleh Konvensi Basel akan tetapi Subjek dari penelitian ini berbeda,
dimana pada penelitian ini Jerman sebagai negara yang mengekspor Limbah tidak
14 Rahayu R.H, 2012,”Impor New Process Scraps and Waste of Natural Latex Condoms ditinjau
dari prespektif Konvensi Basel (Studi Kasus pada PT. Rubber & Rubber Tech)”, Jurnal: Seri
Humaniora, Vol.14 No.2 Juli-Desember 2012, Universitas Jambi
12
terikat dengan Konvensi Basel serta tidak memiliki perjanjian bilateral dengan
Indonesia akan perdagangan Limbah.
Penelitian terdahulu kelima yang dapat mendukung penelitian ini adalah
Skripsis berjudul “Implementasi Indonesia-Japan Economic Partnership
(IJEPA) dalam capacity building melalui MIDEC: Tinjauan Ekonomi Politik”.
Penelitian ini ditulis oleh Brian Nova Permana, Ilmu hubungan internasional,
Universitas Gadjah mada.15 Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Penelitian ini menjelaskan dalam kesepakatan IJEPA, Indonesia dan Jepang
membuka akses pasar yang besar sehingga produk Jepang dapat masuk keIndonesia
begitupun sebaliknya. Akan tetapi barang Indonesia yang masuk ke Jepang belum
memiliki kualitas yang dapat disandingkan dengan barang produksi Jepang.
Mengingat Jepang dan Indonesia berada dalam posisi asimetris yang mana
teknologi industri manufaktur Jepang lebih advance dan mature, sedangkan
Indonesia masih berada jauh dibawah Jepang. Pada akhirnya di dalam IJEPA juga
disepakati mengenai pilar cooperation khususnya yaitu capacity building industri
manufaktur yang tujuannya adalah meningkatkan daya saing global produk
Indonesia. Bagi Indonesia capacity building memiliki arti penting karena
diharapkan dengan dilaksanakannya capacity building industri manufaktur ini,
produk Indonesia dapat menembus pasar Jepang yang terkenal dengan control
kualitas tinggi. Apabila produk Indonesia dapat menembus pasar Jepang, itu artinya
15 Brian Nova P, 2014, “Implementasi Indonesia-Japan Economic Partnership (IJEPA) dalam
capacity building melalui MIDEC: Tinjauan Ekonomi Politik”, Skripsi: Yogyakarta, FISIP,
Universitas Gadjah Mada, diakses dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?act=view&buku_id=76180&mod=penelitian_detail&sub
=PenelitianDetail&typ=html (13/04/2018, 22.54 WIB)
13
produk Indonesia tidak diragukan lagi kualitasnya. Oleh karena itu nantinya produk
tersebut menembus pasar negara lain, yang juga berarti dapat berpotensi positif
untuk kesejahteraan nasional Indonesia.
Hasil implementasi IJEPA selama 5 tahun sejak 2008 hingga 2013
khususnya dalam sektor kerjasama yaitu capacity building melalui MIDEC, belum
maksimal. Serta Jepang memiliki kepentingan besar dalam pelaksanaan MIDEC
baik dari segi ekonomi maupun politik di Asia tenggara untuk mendominasi dari
segi pasar, investasi dan sebagai penjamin stabilitas politik serta keinginan
mengungguli China dan Korea selatan. Selain itu Jepang juga berkepentingan untuk
melindungi dan memperkuat basis produksi industry manufaktur milik Jepang yang
beroperasi di Indonesia. Penelitian ini memiliki objek yang sama yaitu Kerangka
kerjasama IJEPA akan tetapi memiliki subjek yang berbeda, dimana penelitian ini
hanya berfokus terhadap pengimplementasian MIDEC dalam kerangka IJEPA dan
tidak membahas tentang perdagangan Limbah sama sekali.
Penelitian terdahulu keenam yang dapat mendukung penelitian ini adalah
Jurnal berjudul “Kebijakan Pelarangan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3)
dan Permasalahannya”. Penelitian ini ditulis oleh Teddy Prasetiawan, Pusat
Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) sekretariat jenderal DPR RI
dalam Jurnal Widyariset Vol.15 No.1 April 2012.16 Penelitian ini menggunakan
16 Teddy Prasetiawan, 2012, “kebijakan pelarangan impor pelarangan impor Limbah bahan
berbahaya beracun (B3) dan permasalahannya”, Jurnal: Jurnal Widyariset Vol.15 No.1 April 2012,
di akses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=351167&val=8084&title=HAZARDOUS%2
0WASTE%20IMPORT%20BAN%20POLICY%20AND%20PROBLEMS (13/04/2018, 21.35
WIB)
14
metode kualitatif yang bersifat deskriptif yang mengambarkan bahayanya Limbah
B3. Limbah B3 merupakan jenis Limbah yang membutuhkan perhatian khusus
dalam pengelolaanya. Kecenderungan negara maju untuk mengekspor Limbah B3
ke negara miskin dan berkembang dimana Indonesia salah satunya. Padahal hal ini
dapat mengancam kesehatan dan menyebabkan kerusakan lingkungan. Oleh karena
itu Indonesia berkomitmen untuk melarang adanya impor limbah. Selain hal diatas
pelarangan impor limbah yang diambil oleh Indonesia juga disebabkan oleh resiko
bencana yang dapat diakibatkan oleh pengolahan Limbah yang salah, komitmen
Indonesia dalam Konvensi Basel untuk melarang impor Limbah serta keterbatasan
pengolahan Limbah B3 didalam negeri.
Indonesia masih sering kurang berhati-hati, sehingga masih ada kasus
masuknya limbah ke Indonesia. Modus memasukan limbah ke wilayah Indonesia
antara lain (a) mencampurkan Limbah B3 dengan bahan lain, (b) memalsukan
dokumen barang, (c) membuang limbah dilepas pantai Indonesia (Open sea
discharge). Penelitian ini memiliki objek yang sama yaitu tentang perdagangan
limbah akan tetapi memiliki subjek yang berbeda, dimana penelitian ini hanya
membahas kebijakan pelarangan Limbah B3 di Indonesia secara umum tanpa
membahas kerjasama perdagangan limbah yang lebih spesifik. Akan tetapi
penelitian-peneliatian diatas dapat menjadi sumber informasi tambahan dalam
penulisan penelitian ini.
15
Tabel 1.1 Posisi Penelitian
No. Nama Penelitian &
Judul
Teori / Konsep
& Metodologi
Hasil Penelitian,
persamaan dan
perbedaan
1. Nurshinta Anggia
Anggraeni
(Tesis: Diplomasi
ekonomi Jepang dalam
upaya perpindahan
Limbah B3 melalui
Indonesia-Japan
Economic Partnership
Agreement (IJEPA))
Metodologi:
Kualitatif
Deskriptif
Konsep:
- Diplomasi
Ekonomi
- Issue Linkerd
Hasil: Jepang berhasil
melakukan diplomasi
ekonomi dalam Upaya
perpindahan Limbah B3
dengan menggunakan
IJEPA sebagai alatnya.
Dimana Jepang berhasil
meyakinkan Indonesia
menandatangani Klausul
Perdagangan limbah untuk
melindungi kelestarian
lingkungan territorial
Jepang dari Limbah B3
dengan cara menawarkan
transfer teknologi serta
investasi pengolahan
Limbah B3 secara ramah
lingkungan pada
Indonesia.
Persamaan: Membahas
perdagangan limbah dalam
kerangka IJEPA
Perbedaan: Lebih
berfokus pada strategi
diplomasi Jepang dalam
perdagangan limbah
dengan menggunakan
issue linkerd.
2. Muhammad Azmi
Mubarak
(Skripsi: Dampak
kerjasama Indonesia-
Japan Economic
Partnership Agreement
terhadap industri
manufaktur Indonesia)
Metodologi:
Deskriptif
Konsep:
- Liberalisme
- Kerjasama
Internasional
- Industri
Manufaktur
Hasil: Dampak kerjasama
Indonesia dan Jepang
dalam IJEPA dalam
bidang Manufaktur
memberikan keuntungan
yang positif bagi
Indonesia.peningkatan
ekspor manufaktur serta
penciptaan lapangan kerja
16
merupakan hasil yang
diperoleh bagi Indonesia
Persamaan: membahas
kerjasama ekonomi dalam
kerangka IJEPA
Perbedaan: lebih
berfokus pada bidang
manufaktur dalam
kerangka IJEPA
3. Danar Anindito
(Skripsi:
Tinjauan hukum
internasional terhadap
ekspor-impor Limbah
B3 yang disepakati
dalam Indonesian-
Japan Economic
Partnership Agreement
(IJEPA))
Metodologi:
Deskriptif analitis
Konsep:
- Perjanjian
perdagangan
bilateral
- Limbah B3
- Prinsip
lingkungan
internasional
- Enviromental
Exception
Hasil: Perjanjian
perdagangan IJEPA
melanggar beberapa
ketentuan Konvensi Basel
sehingga perdagangan B3
hanya boleh dilakukan
dalam hal Jepang
mengimpor Limbah B3
dari Indonesia.
Persamaan: membahas
perdagangan Limbah B3
dalam kerangka IJEPA
Perbedaan: lebih
berfokus pada ketentuan
hukum internasional serta
pengimplemetasianya.
4. Rahayu Repindewati
Harahap
(Jurnal: Impor New
Process Scraps and
Waste of Natural Latex
Condoms ditinjau dari
prespektif Konvensi
Basel (Studi Kasus
pada PT. Rubber &
Rubber Tech))
Metodologi:
Yuridis Normatif
Konsep:
- Hukum
Internasional
- Hukum
Nasional
Hasil: Indonesia pada
akhirnya mengirim
kembali (Re-ekspor)
limbah kondom bekas
yang dikirim oleh Jerman,
karena kondom bekas
digolongkan sebagai
Limbah B3 yang dapat
menyebabkan masalah
kesehatan dan lingkungan
serta melanggar Konvensi
Basel serta Hukum
lingkungan hidup nasional
Indonesia.
Persamaan: Perdagangan
limbah yang diatur dalam
Konvensi Basel dan
17
Peraturan lingkungan
Hidup Indonesia
Perbedaan: Limbah B3
berasal dari Jerman yang
tidak memiliki perjanjian
bilateral dengan Indonesia.
5. Brian Nova Permana
(Skripsi: Implementasi
Indonesia-Japan
Economic Partnership
(IJEPA) dalam capacity
building melalui
MIDEC: Tinjauan
Ekonomi Politik
Metodologi:
Kualitatif
Konsep:
- Issue Linkage
Economy
diplomacy
Hasil: Implementasi
MIDEC IJEPA belum
berjalan sesuai dengan
yang diharapkan
Indonesia. Hambatan dari
implementasi MIDEC
sendiri yaitu kepentingan
Jepang yang tidak ingin
Indonesia memiliki daya
saing di bidang
manufaktur serta Jepang
tidak ingin kehilangan
peranan dan pasar di Asia
Tenggara
Persamaan: membahas
kerjasama dalam kerangka
IJEPA
Perbedaan: lebih
berfokus pada
pengimplementasian
MIDEC
6. Teddy Prasetiawan
(jurnal: kebijakan
pelarangan impor
pelarangan impor
Limbah Bahan
Berbahaya Beracun
(B3) dan
permasalahannya )
Metodologi:
Deskriptif
Konsep:
- Limbah B3
- Konvensi Basel
Hasil: Masih terdapat
masalah dalam penegakan
kebijakan pelarangan
impor Limbah B3. Masih
tumpang tindihnya
kebijakan yang mengatur
Limbah B3 di Indonesia
Persamaan: membahas
tentang perdagangan
limbah
Perbedaan: hanya
berfokus pada
perdagangan limbah secara
umum di Indonesia
18
1.5 Kerangka Teori dan Konseptual
1.5.1 Rational Choice Theory
Charles W Kegley dan Shannon L Blaton dalam bukunya World Politics
Trend and Transformation mendefinisikan bahwa Model pengambilan kebijakan
Rational Choice merupakan proses pegambilan suatu kebijakan dengan tujuan
memperoleh kepentingan secara maksimal serta memperoleh resiko yang minimal
dengan pertimbangan yang cermat. hal ini menuntut pengambil kebijakan untuk
mempertimbangan berbagai faktor baik internal dan eksternal sebelum pada
akhirnya mengambil sebuah keputusan. Pengambilan keputusan kemudian
dimanifestasikan dalam bentuk kebijakan yang berakhir pada keputusan yang
dinilai rasional.
Terdapat tahapan-tahan yang harus dilewati untuk menentukan suatu
keputusan yang Rasional. Menurut Kegley terdapat 4 tahapan yang harus dilewati
oleh aktor dalam pengambilan keputusan yaitu: Problem Recognition and
Definition, Goal Selection, Identification of Alternatives serta tahap yang paling
terakhir yaitu Choice. Penjelasan terkait 4 tahapan tersebut diuraikan sebagai
berikut17:
1. Problem Recognition and Definition
Tahapan pertama ini merupakan tahap awal dalam proses pembuatan
keputusan oleh aktor, yang dimana aktor pembuatan keputusan harus mampu
mendefinisikan isu yang tengah dipermasalahkan serta mampu menggambarkan
17 Charles W Kegley and Shannon L. Blanton, 2010-2011 Edition,” World Politics Trend and
Transformation” The University of Memphis
19
secara objektif bagaimana situasi yang ada dilingkungan eksternal. Dalam
medefinisikan isu, aktor harus mampu melihat secara objektif serta memerlukan
suatu informasi yang lengkap dimulai dari tindakan, kemampuan, motivasi, serta
karakteristik lingkungan eksternal yang mempengaruhi.
Dalam hal ini Indonesia dan Jepang membentuk hubungan kerjasama dalam
bidang ekonomi tahun 2008 yaitu Indonesia Japan Economic Partnership
Agreement (IJEPA), guna mencapai kepentingan nasional masing-masing negara.
Akan tetapi dalam perjanjian kerjasama IJEPA kedua negara tersebut memasukan
Limbah hasil produksi dan konsumsi yang tergolong dalam Limbah B3 sebagai
barang yang dapat diperdagangkan, sedangkan Indonesia sendiri telah meratifikasi
Konvensi Basel yang mengatur lalu lintas Limbah B3.
2. Goal Selection
Goal selection atau penentuan tujuan merupakan tahap kedua dalam
rangkaian pengambilan keputusan. Dimana pengambilan keputusan harus memiliki
tujuan yang jelas sehingga dapat menentukan model serta strategi yang dapat
diambil. Tujuan yang ingin dicapai bisa dalam bidang ekonomi, politik, keamanan
ataupun yang lainnya. Dalam hal ini, Indonesia memiliki kerjasama hubungan
ekonomi dengan Jepang demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara dengan
perdagangan maupun Investasi yang ditawarkan dalam perjanjian IJEPA.
3. Identification of Alternatives
Tahap ketiga dari proses pengambilan keputusan yang harus dilalui oleh
actor pengambilan kebijakan yaitu proses pengidentifikasian alternatif-alternatif
pilihan yang muncul. Dalam tahap ini, aktor harus mampu menganalisa setiap
20
peluang yang mendasari pengambilan suatu keputusan. Aktor juga harus mampu
mengkalkulasikan untung rugi dari setiap alternatif yang diambilnya. Dalam hal ini
Indonesia dihadapkan dalam 2 pilihan dimana Indonesia ingin mencapai
keuntungan ekonomi dengan diberlakukannya kesepakatan IJEPA yang
didalamnya terdapat Klausul yang memperbolehkan perdagangan Limbah atau
menjadi negara yang patuh akan Konvensi Basel yang telah diratifikasi oleh
Indonesia.
4. Choice
Tahap ini merupakan tahan terakhir dalam tahapan pengambilan keputusan.
Setelah melakukan banyak pertimbangan aktor pengambil keputusan akan
memutuskan satu pilihan yang paling rasional atas dasar pertimbangan faktor-faktor
pendorongnya. Dimana keputusan tersebut nantinya akan membawa keuntungan
yang maksimal atau memiliki peluang yang paling menguntungkan dengan
kerugian yang paling sedikit. Dalam hal ini Indonesia memutuskan untuk
meratifikasi perjanjian kerjasama IJEPA yang didalamnya terdapat klausul
perdagangan Limbah dengan Jepang. Hal ini dianggap lebih menguntungkan bagi
Indonesia dalam upaya peningkatan keuntungan ekonomi.
1.5.2 Konsep Liberalisasi Perdagangan
IJEPA merupakan sebuah wujud dari liberalisasi perdagangan, dimana
Liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas didefinisikan sebagai situasi
tanpa hambatan tarif atau pengurangan hambatan tarif dan non tarif yang dikenakan
kepada arus masuk dan arus keluar barang dan jasa. Dasar pemikiran liberalisasi
perdagangan berawal dari Adam Smith pada abad 18 dan David Ricardo pada abad
21
ke 19 yang mengembangkan basis perdagangan internasional.18 Liberalisasi
perdagangan mencakup langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan
perdagangan bebas .19
Menurut Sadono Sukirno terdapat empat manfaat yang dapat diperoleh dari
perdagangan internasional yaitu pertama, memperoleh barang yang tidak dapat
diproduksi di negeri sendiri. kedua, memperoleh keuntungan dari spesialisasi.
ketiga, memperluas pasar serta menambah keuntungan, serta keempat, Tranfer
teknologi modern. Selain manfaat dari perdagangan internasional, menurut
Apridar, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi serta mendorong suatu
negara untuk melakukan perdagangan internasional diantaranya yaitu:20
1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
2. Keinginan untuk memperoleh keuntungan dan meningkatkan
pendapatan negara
3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
4. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk
menjual produk tersebut
5. Adanya perbedaan keadaan sumber daya alam, iklim, tenaga kerja,
budaya dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan
hasil produksi dan keterbatasan produksi
18 Hariati sinaga, “free trade or trade liberalization”, diakses pada www.uni-
kassel.de/einrichtungen/fileadmin/datas/einrichtungen/icdd/Publications/Decent_Work_Glossary/1
.Hariati_Free_Trade.pdf (16/12/2017,20.04 WIB) 19 Vasiliki Pigka, “The impac of trade openness on economic growth”, diakses pada
https://thesis.eur.nl/pub/15905/356613-Pigka-Balanika.pdf (16/12/2017, 20.24 WIB) 20 Gocklas L, Sulasmiyati S, Op.Cit., Hal.193
22
6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang
7. Keinginan membuka kerjasama, hubungan politik, dan dukungan dari
negara lain
8. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satupun negara yang dapat
hidup sendiri
Menurut sebagian pakar ekonomi, perdagangan antar negara sebaiknya
dibiarkan secara bebas dengan pengenaan dan hambatan tarif yang seminim
mungkin. Dimana perdagangan yang lebih bebas akan memberikan manfaat bagi
kedua negara pelaku dan bagi dunia serta meningkatkan kesejahteraan
dibandingkan dengan tidak adanya perdagangan. Selain meningkatkan
kesejahteraan antar negara liberalisasi perdagangan juga akan meningkatkan
kuantitas perdagangan dunia dan peningkatan efensiensi ekonomi.21
Secara konsep, penghapusan berbagai bentuk intervensi dan hambatan
menjadikan penerapan liberalisasi perdagangan akan mendorong peningkatan
volume perdagangan baik ekspor maupun impor menjadi semakin besar sehingga
nilai tambah yang diciptakan juga semakin besar. Kondisi ini akan terus berlanjut
dan memacu pertumbuhan ekonomi dunia.22
Kerjasama antara Indonesia dan Jepang dalam kerangka IJEPA, sesuai
dengan konsep Liberalisasi perdagangan dimana hubungan kerjasama perdagangan
regional maupun bilateral, hambatan tarif maupun non-tarif yang ditetapkan lebih
21 Gatot hardono, Dkk, “Liberalisasi perdagangan”, diakses pada
http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/4080/3407 (19/12/2017, 11.18
WIB) 22 Ibid.
23
diturunkan bahkan dihilangkan melampaui aturan yang ditetapkan WTO (World
Trade Organization) pada seluruh sektor termasuk Limbah. Dimana pada
Pemberlakuan tarif dan non-tarif oleh IJEPA lebih rendah dibandingkan
pemberlakuan tarif yang ditetapkan oleh WTO yaitu sekitar 9% hingga 15%. Tarif
masuk bea cukai dari Indonesia dan Jepang diturunkan atau dihapus menjadi 0%.
Ketentuan ini diberlakukan bagi impor barang yang dilengkapi dengan surat
keterangan asal (dari IJEPA) yang telah ditandatangani oleh pejabat setempat.23
1.6 Metodelogi penelitian
1.6.1 Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah eksplanatif. Penelitian eksplanatif
merupakan penelitian yang mengkaji keterkaitan berupa sebab-akibat atau
kausalitas beserta pengaruhnya terhadap fenomena yang hendak diteliti. Adapun
tujuan dari penelitian eksplanatif adalah untuk menerangkan suatu fenomena dan
menguji hipotesis berdasarkan variabel-variabel penelitian yang telah ditemukan.
1.6.2 Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisa deduksi yaitu
dengan cara menguji data terkait fenomena yang diteliti melalui teori yang
digunakan sebgai bahan dasar analisis dalam peneitian. Hal ini kan mempengaruhi
proses pembentukan hipotesis dalam penelitian.
23 Direktorat bea Cukai, ”petunjuk pelaksanaan impor barang dalam rangka skema
IJEPA”,http://itpc.or.jp/wp-content/uploads/pdf/ijepa/Presentasi%20IJ-
EPA%20Bea%20dan%20Cukai.pdf diakses pada (15/12/2017, 20.40 WIB)
24
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini penulis memperoleh data dari penelitian bersumber dari
kegiatan studi pustaka (library research) dengan cara mengumpulkan beberapa
materi dan data fenomena yang bersumber dari buku, jurnal ilmiah, maupun surat
kabar elektronik dan situs daring yang berkaitan dengan judul penelitian. Sifat dari
bahan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini termasuk dalam kategori
data sekunder berupa hasil analisis dari berbagai literatur yang kemudian
dikembangkan dan digunakan untuk mendukung penelitian
1.7 Ruang lingkup penelitian
Penulis menentukan ruang lingkup dan Batasan pada penelitian ini
berdasarkan batasan waktu dan batasan materi sebagai berikut:
1.7.1 Batasan waktu
Batasan waktu yang digunakan oleh penulis yaitu dari rentang waktu 2005-
2008. Pada tahun 2005 merupakan awal dari pembentukan Joint Study Group antara
Indonesia dan Jepang. Serta tahun 2008 merupakan tahun dimulainya pelaksanaan
implementasi IJEPA.
1.7.2 Batasan materi
Pada penelitian ini pembahasan materi akan berfokus pada Rasionalitas
Indonesia dalam menyutujui klausul perdagangan limbah B3 dalam Indonesian
Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).
25
1.8 Hipotesa
Hipotesa yang diajukan oleh penulis akan Analisa Rasionalitas Indonesia
dalam menyetujui klausul perdagangan Limbah B3 dalam kerangka IJEPA yaitu
adanya kepentingan nasional (national interest) dalam bidang ekonomi. Hal ini
dijelaskan berdasarkan rational choice theory, dimana pengambilan keputusan
diambil melewati 4 tahapan-tahapan pengambilan keputusan yaitu Problem
Recognition and Definition, Goal selection, Identification of Alternatives dan
Choice. Rasionalitas Indonesia dalam mengambil keputusan didasari pada kalkulasi
untung ruginya. Adapun faktor-faktor tersebut sebagai berikut:
1. Dengan adanya kesepakatan IJEPA, Indonesia dapat melakukan
perdagangan ekspor-impor dengan Jepang serta Indoensia dapat
memperoleh investasi yang ditanam oleh Jepang di Indonesia serta
berbagai keuntungan ekonomi yang ditawarkan dalam perjanjian IJEPA
2. Kurangnya kewajiban serta kopensasi hukum dari Konvensi Basel
menjadikan Indonesia “berani” untuk melanggar ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Konvensi Basel. Selain itu limbah yang diperdagangkan
juga dapat membawa keuntungan bagi Indonesia karena posisi Indonesia
yang belum mampu mengelola Limbah B3 secara ramah lingkungan
membuat Indonesia memilih untuk mengirim Limbah B3 ke Jepang yang
mana pengolahan Limbah B3 secara mandiri oleh Indonesia lebih besar
dibandingkan biaya pengiriman.
26
1.9 Sistematika Penulisan
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan sistematika
penulisan yang dapat dibagi dalam lima bab sebagai berikut :
Bab I merupakan bab pendahuluan. Komposisi dalam bab ini tersusun atas
Latar belakang, Rumusan Masalah, Tujuan penelitian, Manfaat Penelitian,
Penelitian terdahulu, Kerangkan teori dan konseptual, Metode penelitian, Hipotesa
dan Sistematika penulisan.
Bab II menggunakan judul Masalah Limbah B3 dan Kesepakatan Konvensi
Basel terkait perdagangan limbah. Dimana pada bab ini, penulis akan mepaparkan
Masalah dan dampak dari Limbah B3, Konvensi Basel sebagai rezim perdagangan
Limbah B3, Serta Konsekuensi terhadap negara yang telah meratifikasi Konvensi
Basel .
Bab III menggunakan judul Perdagangan Limbah dalam kerangka IJEPA.
Dimana dalam bab ini akan dipaparkan Ekonomi menjadi Prioritas pembangunan,
Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) dalam kerangka
Liberalisasi perdagangan, serta Perdagangan limbah dalam kerangka Indonesian
Japan Economic Partneship Agrement (IJEPA)
Bab IV menggunakan Judul Rasionalitas Indonesia dalam Klausul
Perdagangan Limbah B3 IJEPA: Kepentingan ekonomi. Dimana pada bab ini,
penulis akan menjelaskan Faktor pendorong rasionalitas penandatangan perjanjian
IJEPA serta Kalkulasi untung rugi keputusan Indonesia: Ratifikasi kerjasama
IJEPA berdasarkan Rational Choice Theory
27
Bab V merupakan Penutup. Dimana pada bab ini penulis akan memberikan
kesimpulan dan saran berdasarkan pembahasan yang telah dibahas didalam skripsi
ini.