bab i - iii studi habitat dan kerapatan populasi ediiiiiittt

Upload: yayaque

Post on 19-Jul-2015

120 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hutan adalah salah satu sumber kekayaan alam yang mempunyai peranan sangat penting bagi pembangunan dan member manfaat yang sangat besar bagi manusia. Kekayaan tersebut harus dimanfaatkan secara optimal dan dilestarikan agar dapat dirasakan oleh masyarakat baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang. Hutan juga berpotensi sebagai sumber penyebaran plasma nutfah. Keanekaragaman plasma nutfah sebagai bagian dari kekayaan hayati tropis juga banyak dijadikan inang bagi beberapa jenis plasma nutfah terutama pohon-pohon dalam hutan hujan tropis yang berukuran besar dan tinggi. Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk tumbuhan obat. Menurut Hariana (2004), diketahui lebih dari 20.000 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat, namun baru 1.000 jenis yang sudah didata dan baru sekitar 300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional dan salah satunya adalah tumbuhan sarang semut. Tumbuhan sarang semut merupakan salah satu sumber plasma nutfah yang terdapat di hutan hujan tropis. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan epifit yang menempel pada pepohonan, artinya hidup menumpang pada inangnya.

1

Menurut Zoerain (1992), tumbuhan tidak dapat berdiri sendiri sebagai individu atau kelompok tumbuhan terisolasi. Tumbuhan sarang semut memiliki keunikan pada umbinya yang dijadikan tempat bagi semut dan cendawan saling bersimbiosis. Menurut Subroto dan Hendro (2006), manfaat sarang semut antara lain mengatasi tumor, asam urat, jantung koroner, maag, keputihan, wasir, TBC, migrain, rematik, leukimia, meningkatkan imunitas tubuh, memperbaiki fungsi ginjal dan meningkatkan produksi ASI. Selain itu, berbagai kandungan zat kimia yang sudah diketahui antara lain glukan (gula kompleks), polifenol : flavonid, enzim, glikosida, tanin, tokoferol, multimineral (Ca, Na, K, P, Zn, Fe, Mg). Menurut Tampubolon (1991), penggunaan tumbuhan sebagai obat disamping murah juga tidak menimbulkan efek samping dibandingakan dengan menggunakan obat modern. Jenis sarang semut pertama kali dipublikasikan oleh Jack tahun 1823 dan sampai saat ini sekitar 26 spesies sarang semut yang ditemukan di dunia. Beberapa negara beriklim tropis seperti Indonesia, Australia, Vietnam, Malaysia, Filipina dan Kepulauan Solomon juga merupakan habitat beberapa jenis Myrmecodia. Di Indonesia terdapat 26 spesies tumbuhan sarang semut terutama di pulau Irian (Papua), sedangkan di Kalimantan Barat baru diketahui 2 jenis tumbuhan sarang semut yaitu Myrmecodia tuberosa Jack dan Hydnopitum sp. Menurut Subroto dan Hendro (2006), sarang semut tumbuh dan hidup di tempat lembab seperti di tepi-tepi sungai, di bawah rerimbunan tajuk dan di dasar2

jurang. Sarang semut sebagai tumbuhan epifit tersebar pada daerah dengan ketinggian 500 900 meter dpl. Tumbuhan sarang semut merupakan kekayaan alam hayati yang belum terdata, dengan data-data tersebut tentunya akan lebih membantu pelestariannya dalam memelihara keragaman flora. Keragaman jenis tumbuhan sarang semut merupakan kekayaan hayati yang perlu diungkapkan sebagai daya dukung kawasan, sekaligus dapat menunjang pendidikan serta penelitian, oleh karena itu penelitian mengenai studi habitat dan kerapatan populasi tanaman sarang semut (Myrmecodia Jack) di Kawasan Wisata Alam Pancur Aji Kecamatan Kapuas Kabupaten Sanggau sangat diperlukan.

B. Masalah Penelitian Di Kalimantan Barat ketergantungan terhadap sumber daya hutan semakin meningkat terutama yang terjadi pada seluruh kawasan hutan yang ada di Kabupaten Sanggau. Seiring dengan pertambahan penduduk, eksploitasi hasil hutan seperti perambahan hutan, penebangan liar dan penambangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas vegetasi pada hutan tersebut. Tumbuhan sarang semut sekarang sudah dikenal oleh masyarakat bahkan ada sebagian yang diambil untuk dikonsumsi oleh masyarakat karena khasiat yang terkandung didalamnya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan tidak mempunyai efek samping.

3

Sebagian masyarakat ada juga yang mengambil tumbuhan sarang semut dalam jumlah besar kemudian dijual kepada penampung karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kegiatan tersebut bila terjadi secara terus-menerus akan menjadi ancaman utama yang akan menyebabkan berkurangnya populasi serta hilangnya tumbuhan sarang semut. Perlindungan terhadap plasma nutfah dapat dilakukan dengan

pembudidayaan atau pemeliharaan. Usaha pemeliharaan ini tidak lepas dari informasi yang mendalam mengenai habitat terutama ruang lingkup habitat yang berpengaruh seperti iklim, geografi, serta pengaruh berbagai organisme terhadap organisme lainnya. Kesemua faktor ini diperlukan sebagai data awal untuk keperluan pembudidayaan. Upaya perlindungan dan pelestarian akan berhasil dengan baik jika didukung oleh data mengenai besarnya populasi dan jenis-jenis spesies sarang semut secara lengkap dan akurat. Pada kawasan wisata alam Pancur Aji belum ada data-data mengenai populasi tumbuhan sarang semut. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang studi habitat dan kerapatan populasi tumbuhan sarang semut terutama di kawasan wisata alam Pancur Aji guna menunjang upaya pelestarian tumbuhan sarang semut secara berkelanjutan.

4

C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui habitat dan kerapatan sarang semut yang terdapat di kawasan wisata alam Pancur Aji Kabupaten Sanggau. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk bahan penelitian tumbuhan sarang semut dimasa mendatang.

5

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka 1. Klasifikasi dan Morfologi Tumbuhan Sarang Semut Tumbuhan sarang semut memiliki klasifikasi sebagai berikut (Subroto dan Hendro, 2006); Divisi : Tracheophyta, Kelas : Magnoliopsida, Subkelas : Lamiidae, Ordo : Rubiales, Famili : Rubiaceae, Genus : Myrmecodia dan Hydnopitum. Tumbuhan sarang semut memiliki morfologi sebagai berikut : a. Akar Menurut Soedjono (1994), akar tumbuhan epifit mempunyai lapisan yang bersifat spongy (berongga) dan dibawahnya terdapat lapisan yang mengandung klorofil sehingga pada saat akar menyentuh permukaan batang yang keras akar akan mudah melekat. Menurut Rukmana (2000), akar tumbuhan epifit terdiri dari 2 macam yaitu akar melekat dan akar udara. Akar lekat berfungsi sebagai pelekat dan menahan keseluruhan tumbuhan agar tetap berada pada posisinya sedangkan akar udara berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan karena memiliki kemampuan menyerap unsur hara.

6

Menurut Subroto dan Hendro (2006), tumbuhan sarang semut merupakan epifit yang merambat pada batang atau dahan pohon sehingga akarnya menempel pada permukaan batang inangnya. Bagian akar yang menempel mengikuti bentuk permukaan batang, umumnya memiliki perakaran yang berukuran pendek. b. Umbi Umbi pada tumbuhan sarang semut umumnya berbentuk bulat dan akan menggelembung seiring bertambahnya umur. Beratnya umbi sarang semut bisa mencapai 0,5 5 kg. Seluruh permukaan umbi dipenuhi oleh duri tajam dan bagian dalam umbinya terdapat rongga-rongga labirin yang dihuni oleh semut Ochetellus sp. dan cendawan endofit. Tumbuhan sarang semut, semut dan cendawan saling bersimbiosis. Semut merasa nyaman tinggal di sarang semut karena suhunya dapat dipertahankan hingga 30 C, bilik-bilik sarang semut melindungi semut dari fluktuasi suhu. Suhu malam terlampau dingin tidak menjadi masalah karena umbi tumbuhan ini dapat menaikkan suhu sehingga kondisinya tetap nyaman bagi semut (Subroto dan Hendro, 2006). c. Batang

7

Menurut Tjitrosomo (1994), batang berfungsi sebagai penyangga daun dan pada ujung batang terdapat titik vegetatif yang meristematik sehingga akan terjadi permbentukan sel baru secara terus-menerus. Batang selain berfungsi sebagai pusat titik tumbuh yang terdapat pada setiap pangkal bongkol atau batang, pada perkembangan selanjutnya akan membentuk bongkol atau batang yang baru. Menurut Subroto dan Hendro (2006), batang tumbuhan sarang semut permukaannya agak kasar dan tidak kelihatan beruas-ruas melainkan berjedul-jedul (bekas tempat melekatnya daun). Tumbuhan sarang semut biasanya memiliki satu atau beberapa cabang. Batangnya jarang ada yang bercabang, pada beberapa spesies tidak bercabang sama sekali. Batangnya tebal dan internodalnya sangat dekat, kecuali pada pangkal sarang semut dari beberapa spesies. d. Daun Menurut Harjadi (1979), daun pada tumbuhan tingkat tinggi merupakan alat fotosintesis yang pokok. Lembaran daun merupakan embelan pipih dari batang yang tersusun sedemikian rupa sehingga memberikan suatu permukaan yang luas untuk absorpsi energi cahaya matahari secara efisien dan melekat pada batang dengan tangkai atau petiole yang kadang-kadang berupa stipule. Daun tumbuhan terutama yang berasal8

dari daerah tropik lembab, air dapat dibuang melalui lubang-lubang kecil pada epidemis yang sering terdapat di ujung daun. Menurut Subroto dan Hendro (2006), daun sarang semut tebal seperti kulit, beberapa spesies daunnya sempit dan panjang. Stipula (penumpu) besar, persisten, terbelah dan berlawanan dengan tangkai daun (petiol), serta membentuk telinga pada klipeoli, kadang-kadang terus berkembang menjadi sayap di sekitar atas klipeolus. e. Bunga Menurut Subroto dan Hendro (2006), pembungaan mulai terjadi sejak terbentuknya beberapa ruas (internodal) dan ada pada tiap nodus (buku). Dua bagian pada setiap bunga berkembang pada suatu kantong udara (alveolus) yang berbeda. Alveoli tersebut memiliki ukuran yang berlainan dan terletak pada tempat yang berbeda di batang. Kuntum bunga muncul pada dasar alveoli. Bunga tumbuhan sarang semut jarang kleistogamus (menyerbuk tidak terbuka) dan kadang-kadang heterostilus.

2. Penyebaran dan Ekologi Tumbuhan Sarang Semut

Daerah penyebaran tumbuhan sarang semut mulai dari semenanjung Malaysia hingga Filipina, Kamboja Sumatera, Kalimantan, Jawa, Papua, Papua

9

Nugini, Cape York hingga Kepulauan Solomon. Pada sebagian daratan Papua, tumbuhan sarang semut dapat dijumpai di daerah pegunungan tengah, yaitu di hutan belantara Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Tolikora, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Paniai. Keanekaragaman yang terbesar dari tumbuhan sarang semut ditemukan di Pulau Papua, setiap spesies dataran tingginya adalah lokal spesifik (Subroto dan Hendro, 2006). Tumbuhan sarang semut penyebarannya mulai dari hutan bakau dan pohon-pohon di pinggir pantai hingga ketinggian 2.400 meter dpl. Di tempat lembab seperti di tepi-tepi sungai, di bawah rerimbunan tajuk, di dasar jurang, dan padang rumput merupakan habitat dari tumbuhan sarang semut. Menurut Loveles (1989), habitat merupakan jumlah semua faktor yang menentukan kehadiran suatu tumbuhan atau komunitas tumbuhan. Beberapa faktor lingkungan yang penting antara lain (Soerianegara dan Indrawan, 1988) : 1. Faktor iklim meliputi cahaya, suhu, curah hujan, kelembapan udara, angin dan gas udara. 2. Faktor geografis, meliputi letak geografis, topografi, geologi dan vulkanime. 3. Faktor edafis, meliputi jenis tanah, sifat fisik, sifat kimia, sifat biologi dan erosi.

10

4. Faktor biotik, meliputi manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan mempunyai korelasi yang nyata dengan habitat dalam hal penyebaran jenis, kerapatan dan dominasinya. Tempat tumbuh tidak hanya berarti tanah tempat berpijak akar, melainkan semua faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1988). Faktor dan abiotik adalah faktor-faktor dari ekosistem yang merupakan komponen habitat (Djamal, 1992). Faktor-faktor ini tidak hanya mencakup kondisi fisik dan kimia (iklim dan tanah) yang berlaku, tetapi juga pengaruh berbagai organisme terhadap organisme lainnya. Tumbuhan sarang semut jarang ditemukan di hutan tropis dataran rendah, tetapi lebih banyak ditemukan di hutan dan daerah pertanian terbuka dengan ketinggian sekitar 600 meter dpl (Subroto dan Hendro, 2006). Sarang semut banyak ditemukan menempel di beberapa pohon, umumnya di pohon kayu putih (Melalueca), cemara gunung (Casuarina), kaha (Catanopsis), pohon beech (Nothofagus) dan pepohonan yang memiliki kulit batang yang keras. Sarang semut jarang menempel pada pohon-pohon dengan batang halus dan rapuh seperti Eucalyptus. Di habitat liarnya, tumbuhan sarang semut dihuni oleh beragam jenis semut, satu tumbuhan sarang semut hanya dihuni oleh satu jenis semut (Subroto dan Hendro, 2006).

11

3. Kerapatan Menurut Odum (1993), kerapatan yaitu besarnya populasi dalam suatu unit ruang atau luas tertentu. Kerapatan kasar merupakan jumlah populasi persatuan areal pengamatan seluruhnya, sedangkan kerapatan akologi atau kerapatan jenis merupakan jumlah populasi persatuan ruang habitat. Pengaruh populasi terhadap komunitas dan ekosistem tidak hanya tergantung kepada jenis dari organisme yang terlibat, tetapi tergantung kepada jumlahnya atau kerapatan populasinya. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pengambilan contoh, meliputi penghitungan dan pengambilan organisme di dalam petak contoh atau transek yang cukup besar jumlahnya untuk memperoleh taksiran kasar mengenai kerapatan di dalam daerah yang diambil contohnya. Nilai kerapatan diperlukan karena dapat menunjukkan kondisi daya dukung habitatnya dan kelestarian hidup satwa (Alikodra, 1990). Kerapatan dapat dipakai untuk menunjukkan kepentingan relatif setiap jenis dalam komunitas, jika jenis itu serupa dalam bentuk dan ukuran kehidupannya (Ewusie, 1990).

4. Keadaan Lokasi Wisata Alam Pancur Aji

12

Kawasan wisata alam Pancur Aji terletak di Kabupten Sanggau Propinsi Kalimantan Barat. Kawasan ini memiliki luas 1.154 ha dan berada di antara dua Kelurahan yaitu Kelurahan Beringin dan Kelurahan Bunut Kecamatan Kapuas. Kawasan hutan Pancur Aji ditetapkan sebagai Objek Pengembangan Wisata Alam dan Buatan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Sanggau No. 133 Tahun 2002 Tanggal 04 Juni 2002 dengan Luas 1.154 ha. Selanjutnya diperkuat lagi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 449/Menhut-II/2004 Tanggal 11 Nopember 2004 Tentang Pemberian Ijin sebagai Lembaga Konservasi Ex-situ Satwa Liar Dalam Bentuk Kebun Binatang (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Sanggau, 2002). Secara astronomi kawasan wisata alam Pancur Aji terletak antara 00 442 LU 00 714 LU dan 1100 3139 BT 1100 3426 BT. Berdasarkan rencana induk pengelola pariwisata Kabupaten Sanggau tahun 2002, kondisi topografi kawasan ini bergelombang dengan kemiringan 8% 40% dengan ketinggian berkisar antara 21 380 meter dari permukaan laut (dpl). Jenis tanah yang banyak terdapat di kawasan Pancur Aji adalah podsolik merah kuning (PMK) dan tanah latosol. Di beberapa bagian terutama di bagian Timur, podsolik ini sudah mulai berasosiasi dengan aluvial gleyc hjumic dengan tekstur sedang dan kedalaman efektif kurang dari 90 cm. horison tanah di kawasan ini terselubung, berwarna cokelat, merah hingga kuning dengan tekstur liat dan struktur remah hingga bergumpal lemah konsistensi gembur.13

Kelompok hutan dalam kawasan ini termasuk tipe hutan hujan dataran rendah dengan tumbuh-tumbuhan yang mendominasi adalah Tengkawang (Shorea sp.), Ubah (Eugenia sp.), dan Medang (Litsea sp.). Pada umumnya kawasan Pancur Aji iklimnya dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim angin barat yang berlangsung antara bulan Nopember Maret dan musim angin timur yang berlangsung antara bulan Mei September, sedangkan bulan-bulan peralihan terjadi pada bulan April dan Oktober. Kecepatan angin rata-rata 0,18 meter/detik, temperatur udara dikawasan ini setiap tahunnya berkisar antara 22 34 0C dengan rata-rata suhu udara sebesar 26,3 0C. Kawasan Pancur Aji dan sekitarnya tiap tahunnya mempunyai 1 bulan kering dan 11 bulan basah (bahkan pada tahun 2001 bulan basah mencapai 12 bulan yang berarti tanpa bulan kering). Dengan demikian dapat dikategorikan bahwa di wilayah ini termasuk ke dalam klasifikasi iklim tropis basah dan dari pemantauan kurun waktu di atas mempunyai curah hujan tertinggi dibandingkan wilayah lain Kabupaten Sanggau. Rata-rata curah huja perbulannya mencapai lebih dari 250 mm, meskipun dengan hari hujan hanya ratarata 14 hari per-bulannya.

B. Kerangka Konsep

14

Kalimantan Barat memiliki kawasan hutan yang luas di dalamnya terkandung berbagai macam kekayaan hayati. Informasi kekayaan alam yang terkandung di dalamnya terutama tentang flora, khususnya sarang semut belum banyak diketahui baik dari jenis maupun upaya pelestarian dan pemanfaatannya. Suatu sistem pengelolaan, pembinaan dan pengembangan yang baik memerlukan sejumlah informasi tentang kandungan di dalam kawasan hutan, termasuk kondisi keragaman flora yang mampu bertahan. Kawasan wisata alam Pancur Aji perlu dikelola dengan baik mengingat aktivitas manusia terhadap pemungutan sarang semut yang dilakukan pada hutan alam lainnya terjadi secara terus-menerus. Hal ini yang akan menyebabkan penurunan potensinya di hutan alam, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kelangkaan bahkan kepunahan, upaya pengembangan jenis ini khususnya di Kalimantan Barat belum banyak dilakukan. Usaha ini memerlukan penelitian mengenai habitat sarang semut terutama faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh seperti faktor iklim, faktor geografis, faktor edafis dan faktor biotis dengan demikian akan dapat diketahui karakteristik tempat tumbuh sarang semut. Setiap individu tumbuhan yang terdapat dalam suatu kawasan mempunyai toleransi yang berbeda dan juga menginginkan keadaan lingkungan optimal tertentu.

15

Faktor-faktor tersebut yang akan menjadi dasar bahwa studi habitat dan kerapatan populasi sarang semut di hutan terutama di kawasan wisata alam Pancur Aji sangat penting dilakukan dan diharapkan hasilnya dapat dijadikan masukan kepada pihak pengelola wisata alam Pancur Aji dan sebagai bahan dasar untuk pemanfaatan serta pengembangan dimasa yang akan datang.

16

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di kawasan wisata alam Pancur Aji Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Pada kawasan ini ditentukan 3 titik pada tempat tertinggi di kawasan tersebut. Yang akan dijadikan sebagai lokasi pengambilan sampel, yaitu pada kaki bukit, punggung bukit dan puncak bukit. Penelitian ini akan berlangsung selama 30 hari, yaitu mulai dari bulan Agustus sampai bulan September 2011.

B. Alat dan Objek Penelitian Alat yang digunakan adalah alat tulis-menulis, kertas, kalkulator, peta kawasan, kompas, kamera digital, hygrometer, termometer, teropong binocular, kantong plastik, parang, pisau, meteran dan tali. Objek penelitian ini adalah semua jenis tumbuhan sarang semut yang terdapat dalam petak-petak pengamatan dalam kawasan hutan Pancur Aji Kabupaten Sanggau.

17

C. Pengumpulan Data 1. Data Primer Data yang diamati dalam penelitian ini meliputi : jumlah sarang semut di lokasi penelitian, keadaan iklim di lokasi penelitian yang terdiri dari suhu, kelembapan, jenis tanaman inang dan jenis vegetasi. 2. Data Sekunder Data yang diambil meliputi keadaan umum lokasi penelitian yang mencakup curah hujan serta iklim makro dan mikro.

D. Metode Pelaksanaan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan sistem petak pengamatan/petak contoh. Mengenai ketinggian lokasi pengamatan secara umum sebagian besar perbukitan, dimana tiap petak diletakkan pada tiga titik utama penelitian, yaitu pada kaki bukit, pada punggung bukit dan pada puncak bukit.

18

Pembuatan petak-petak pengamatan diletakkan secara acak. Petak pengamatan diletakkan pada 3 titik utama pengamatan, yaitu pada kaki bukit, pada punggung bukit dan pada puncak bukit. Pada tiga titik utama tersebut terdapat tiga petak pengamatan. Jadi secara keseluruhan terdapat 9 petak dengan rincian sebagai berikut:

a. Pada kaki bukit terdapat 3 (tiga) petak (A, B dan C). b. Pada punggung bukit terdapat 3 (tiga) petak (A1, B1 dan C1). c. Pada puncak bukit terdapat 3 (tiga) petak (A2, B2 dan C2).

Petak pengamatan pada penelitian ini berbentuk bujur sangkar dengan ukuran petak 35 m x 35 m. Kemudian pada masing-masing petak utama dibuat anak petak dengan tiga ukuran masing-masing : a. Anak petak berukuran 5x5 m. b. Anak petak berukuran 15x15 m. c. Anak petak berukuran 25x25 m. Tata letak contoh denah petak pengamatan dapat dilihat pada gambar berikut :35x35 m 25x25 m 15x15 m

19

5x5 m

E. Pelaksanaan Penelitian Teknis pelaksanaan penelitian melalui beberapa tahap, yaitu : 1. Survei Pendahuluan Survei pendahuluan dilakukan untuk menentukan lokasi pengambilan sampel dengan kriteria bahwa daerah yang dijadikan lokasi penelitian berpotensi sebagai tempat penyebaran populasi sarang semut. Survei pendahuluan juga menentukan letak petak pengamatan. 2. Pengambilan Data Tumbuhan Sarang Semut Pada setiap petak dikumpulkan data tanaman sarang semut serta data vegetasi pohon tanaman inang. Pada setiap petak pengamatan dihitung jumlah individu setiap jenis tumbuhan sarang semut. Perhitungan jumlah tumbuhan sarang semut juga dilakukan untuk semua jenis tumbuhan inang. 3. Pengamatan Data Faktor Lingkungan Pengumpulan data dilakukan diseluruh areal pengamatan. Data yang diambil antara lain habitat, kerapatan, dan jenis tumbuhan sarang semut. Data20

faktor lingkungan yang diamati meliputi suhu udara, kelembapan, jenis tanah, ketinggian tempat, dan jenis tumbuhan inang. Pengamatan suhu udara dan kelembapan udara dilakukan selama 10 hari. Suhu udara rata-rata perhari dihitung menggunakan rumus : (2 x pagi) + (1 x siang) + (1 x sore) 4 4. Identifikasi Tumbuhan Sarang Semut Spesies tumbuhan sarang semut yang ditemukan pada areal pengamatan tersebut diidentifikasi sampai tingkat spesies dengan melihat morfologi umbi, batang, daun dan bunga.

F. Analisis Data Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) analisis data untuk hasil pengamatan tanaman sarang semut di lapangan menggunakan rumus sebagai berikut :1. Kerapatan (K) (Individu/m2).

Kerapatan menunjukkan jumlah sarang semut pada setiap petak pengamatan.

21

K = Jumlah Individu Suatu Jenis Luas Petak Contoh 2. Kerapatan Relatif (Kr) Kr = Kerapatan Suatu Jenis x 100% Kerapatan Seluruh Jenis 3. Kelimpahan (k) Jumlah sarang semut juga dihitung kelimpahanya terhadap jenis tumbuhan inangnya (individu/pohon). k = Jumlah Individu Suatu Jenis Sarang Semut Jumlah Individu Suatu Pohon Inang 4. Frekuensi (F) Frekuensi jenis merupakan perbandingan banyaknya petak yang terisi oleh suatu jenis tumbuhan sarang semut terhadap jumlah petak seluruhnya. F = Jumlah Plot Ditemukannya Suatu Jenis Jumlah Plot Seluruh Jenis

Frekuensi relatif (Fr) suatu jenis : Fr = Frekuensi Suatu Jenis x 100% Frekuensi Seluruh Jenis

22