bab i (hasil)

10
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) merupakan salah satu kekayaan flora yang cukup potensial di Indonesia. Sambiloto yang juga dikenal sebagai “King of Bitters” bukanlah tumbuhan asli Indonesia, tetapi diduga berasal dari India. Menurut data spesimen yang ada di Herbarium Bogoriense di Bogor, sambiloto sudah ada di Indonesia sejak 1893. Di India, Sambiloto adalah tumbuhan liar yang digunakan untuk mengobati penyakit disentri, diare, atau malaria. Hal ini ditemukan dalam Indian Pharmacopeia dan telah disusun paling sedikit dalam 26 formula Ayurvedic. Dalam Traditional Chinese Medicine (TCM), sambiloto diketahui penting sebagai tanaman ”cold property” dan digunakan sebagai penurun panas serta membersihkan racun-racun di dalam tubuh. Tanaman ini kemudian menyebar ke daerah tropis Asia hingga sampai di Indonesia (Widyawati, 2007). Di Indonesia, Sambiloto masuk dalam 9 tanaman unggulan nasional yang sampai ke tahap uji klinis dimana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi meneliti lebih lanjut beberapa tanaman unggulan. Tujuannya untuk meningkatkan pemanfaatan bahan alam Indonesia agar bisa terjamin mutu, khasiat dan keamanannya sehingga dapat 1

Upload: hasty-wahyuni

Post on 19-Nov-2015

222 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

file

TRANSCRIPT

6

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSambiloto (Andrographis paniculata Ness.) merupakan salah satu kekayaan flora yang cukup potensial di Indonesia. Sambiloto yang juga dikenal sebagai King of Bitters bukanlah tumbuhan asli Indonesia, tetapi diduga berasal dari India. Menurut data spesimen yang ada di Herbarium Bogoriense di Bogor, sambiloto sudah ada di Indonesia sejak 1893. Di India, Sambiloto adalah tumbuhan liar yang digunakan untuk mengobati penyakit disentri, diare, atau malaria. Hal ini ditemukan dalam Indian Pharmacopeia dan telah disusun paling sedikit dalam 26 formula Ayurvedic. Dalam Traditional Chinese Medicine (TCM), sambiloto diketahui penting sebagai tanaman cold property dan digunakan sebagai penurun panas serta membersihkan racun-racun di dalam tubuh. Tanaman ini kemudian menyebar ke daerah tropis Asia hingga sampai di Indonesia (Widyawati, 2007).Di Indonesia, Sambiloto masuk dalam 9 tanaman unggulan nasional yang sampai ke tahap uji klinis dimana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi meneliti lebih lanjut beberapa tanaman unggulan. Tujuannya untuk meningkatkan pemanfaatan bahan alam Indonesia agar bisa terjamin mutu, khasiat dan keamanannya sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat (Widyawati, 2007).Dalam industri obat tradisional Indonesia, Sambiloto dimanfaatkan untuk berbagai produk, seperti jamu anti inflamasi, obat penurun tekanan darah, dan sebagainya (Kemala dkk, 2004). Selain itu juga merupakan salah satu bahan penyusun ramuan jamu anti diabetes, dan dibuat sediaan bersama-sama simplisia yang lain dalam bentuk serbuk simplisia, pil, kapsul ataupun kaplet. (Awal dkk, 2008).Khasiat Sambiloto yang begitu banyak disebabkan karena Sambiloto memiliki zat kandungan yang lengkap sehingga bermanfaat sebagai obat. Yang dimana Sambiloto mengandung zat aktif yang disebut andrographolida (zat pahit) dan bersifat sebagai anti inflamasi dan antibakteri. Disamping itu, daun Sambiloto mengandung saponin, flavonoid, alkaloid dan tannin yang juga bersifat antibakteri terhadap bakteri penyebab infeksi (Yusron dkk, 2004). Selain itu dapat juga digunakan sebagai pestisida alami bersama dengan mimba untuk mencegah hama dan penyakit tanaman (Suryawati dkk, 2007). Stafilokokus berasal dari perkataan staphyle yang berarti kelompok buah anggur dan kokus yang berarti benih bulat. Kuman ini tidak bergerak, tidak berspora dan postif Gram (Warsa, 2009). Staphylococcus aureus adalah patogen utama pada manusia. Hampir semua orang pernah mengalami infeksi Staphylococcus aureus selama hidupnya, dengan derajat keparahan yang beragam (Brooks dkk, 2008).Manusia merupakan koloni alamiah dari Staphylococcus aureus. Tiga puluh sampai dengan lima puluh persen manusia dewasa sehat terkolonisasi bakteri ini, dengan 1020% terkolonisasi secara persisten. Staphylococcus aureus diperkirakan 20-75% ditemukan pada saluran pernapasan atas, muka, tangan, rambut dan vagina. Seseorang yang terkolonisasi oleh Staphylococcus aureus akan terjadi peningkatan resiko untuk mendapat infeksi tumpangan lainnya. Rerata kolonisasi Staphylococcus tinggi pada pasien-pasien dengan Diabetes Melitus (DM) tipe 1, pengguna obat-obat intravena, menjalani hemodialisis rutin, menjalani pembedahan, Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), sirosis hati dan defek pada kualitas atau kuantitas leukositnya (Biantoro, 2008).Penyakit ataupun temuan klinis yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus yaitu di antaranya pneumonia, meningitis, empiema, endokarditis, atau sepsis dengan supurasi di berbagai organ. Stafilokokus dengan daya invasif rendah dapat menyebabkan berbagai infeksi kulit (misalnya akne, pioderma, atau impetigo) (Brooks dkk, 2008). Infeksi bakteri ini menimbulkan penyakit dengan tanda-tanda yang khas. Lesi yang ditimbulkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada abses lesi ataupun jerawat. Bakteri menginvasi dan berkembang biak dalam folikel rambut yang menyebabkan kematian sel atau nekrosis pada jaringan setempat. Selanjutnya diikuti dengan penumpukan sel radang dalam rongga tersebut. Sehinggga terjadi akumulasi penumpukan pus dalam rongga. Penumpukan pus ini mengakibatkan terjadinya dorongan terhadap jaringan sekitar dan terbentuklah dinding-dinding oleh sel-sel sehat sehingga terbentuklah abses. Bakteri ini juga akan bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain lewat pembuluh getah bening dan pembuluh darah sehingga terdapat juga peradangan dari vena dan trombosis. Diantara organ yang sering diserang oleh bakteri Staphylococcus aureus adalah kulit yang mengalami luka dan dapat menyebar ke orang lain yang juga mengalami luka (Razak dkk, 2013).Pengobatan akibat infeksi Staphylococcus aureus dapat diberi antibiotik berupa Penisilin G atau derivat Penisilin lainnya, namun pada infeksi yang berat diduga sudah ada beberapa yang telah resisten terhadap Penisilin (Razak dkk, 2013). Masalah resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik ini mula-mula ditemukan pada tahun 1980-an dengan ditemukannya kasus multipel resisten pada strain bakteri Streptococcus pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis, Staphylococcus aureus, dan Enterococcus faecalis. Semakin tinggi penggunaan antibiotik, semakin tinggi pula tekanan selektif proses revolusi dan proliferasi strain mikroorganisme yang bersifat resisten (Pratiwi, 2012). Dalam kurun waktu 50 tahun ini telah terjadi peningkatan kejadian infeksi yang disebabkan oleh mikoorganisme yang resisten terhadap berbagai agen antimikroba atau antibiotik. Suatu mikroorganisme dianggap multi resisten jika banyak diantara antibiotik yang biasa digunakan tidak dapat membunuh mikroorganisme tersebut. Mikroorganisme dengan resistensi multi-obat akan banyak menyebabkan banyak masalah dalam lingkungan perawatan kesehatan dan bahkan dalam masyarakat. Beberapa faktor dapat menyebabkan terjadinya peningkatan ini, diantaranya adalah salah pemilihan dan penggunaan dari agen antibiotik sehingga muncul adanya mikroorganisme yang resisten. Hal ini akan menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas, serta peningkatan biaya perawatan. Ada beberapa macam keadaan dimana mikroorganisme resisten terhadap antibiotik, antara lain methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), vancomycin-resistant Enterococci (VRE), dan methicillin-resistant Acinobacter baumanii (MRAB). Diantara infeksi resistensi diatas, yang paling banyak mendapat perhatian adalah Methicillin-resistant S aureus (MRSA) (Biantoro, 2008).Strain Methicillin-resistant S aureus (MRSA) menjadi pusat perhatian sejak resisten terhadap semua antibiotik -lactam dan juga dalam kasus-kasus antibiotik grup lain, terutama di rumah sakit. Sehingga pengobatan terhadap S aureus menjadi sangat kompleks. Pada tahun 2001, World Health Organization (WHO) menyatakan strategi global pertama untuk menangani fenomena ini, salah satu rekomendasinya yaitu dengan memonitori kecenderungan penggunaan obat anti mikroba dalam standar mikrobiologi (Nurhani, 2010). Sebagai pilihan lain dari penggunaan antibiotik yang sudah banyak mengakibatkan resistensi, salah satu cara alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan antibakteri yang berasal dari alam, yang dimana diharapkan tidak menimbulkan resistensi, lebih alami dan meminimalisir masuknya zat-zat kimia ke dalam tubuh manusia.Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengembangkan ekstrak Andrographis Paniculata Nees. Sebagai salah satu alternatif pengobatan pada penyakit yang diakibatkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Efek antibakteri dari ekstrak Andrographis Paniculata Nees Dapat diketahui melalui pengukuran diameter zona hambat dan penentuan konsentrasi ekstrak yang sesuai standar antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan permasalahannya, yaitu: Apakah terdapat efek antibakteri ekstrak daun Sambiloto (Andrographis Paniculata Nees.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus?C. Tujuan Penelitiana. Tujuan UmumPenulisan ini bertujuan untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak daun Sambiloto (Andrographis Paniculata Nees.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

b. Tujuan Khusus1. Mengetahui hubungan antara berbagai konsentrasi ekstrak daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.2. Mengetahui kadar hambat minimal (KHM) konsentrasi ekstrak daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) terhadap bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro.D. Manfaat Penelitian1. Bagi peneliti:a. Dapat memenuhi syarat pembuatan skripsi sebagai tugas akhir perkuliahan.b. Dapat bisa menemukan alternatif baru untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.2. Bagi masyarakat dan pemerintah:a. Dapat mengetahui manfaat daun Sambiloto sebagai obat-obatan herbal.b. Dapat menjadikan hal ini sebagai referensi sehingga daun Sambiloto menjadi obat herbal terstandar yang diakui secara luas khasiatnya.3. Bagi instansi, diharapkan menjadi salah satu referensi untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.E. Keaslian PenelitianMenurut penelitian yang dilakukan oleh Bachtiar Arif Wicaksono pada tahun 2010 di Kota Surakarta, dengan pengambilan sampel bakteri Escherichia coli yang di ambil langsung dari urin pasien dimana penelitian ini menguji efek antibakteri dari ekstrak Sambiloto (Andrographis pani-culata Nees). Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium dengan metode post test only with control design. Dari hasil penelitian didapatkan zona hambat ekstrak Sambiloto dalam konsentrasi 50% (0 mm), 75% (0 mm) dan 100% (0 mm), yang artinya ekstrak Sambiloto tidak memili daya hambat terhadap bakteri Escherichia coli pada penelitian ini.Penelitian selanjutnya yaitu yang dilakukan oleh Rani Tiyas Budiyanti tahun 2010 di Kota Surakarta, dengan sampel yang dipakai adalah Ascaris suum yang berasal dari usus halus babi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan penelitian the post test only controlled group design. Dari hasil penelitian pada uji tahap I yang dapat dilihat menunjukkan bahwa infusa herba sambiloto mempunyai efek antihelmintik dan dapat membunuh cacing Ascaris suum secara in vitro mulai konsentrasi 40% walaupun efektifitasnya sebagai antihelmintik lebih rendah daripada pirantel pamoate.Penelitian lainnya yang serupa juga dilakukan oleh Ruth Nova Mardiana tahun 2011 di Kota Surakarta, dengan sampel ekstrak daun Sambiloto diujikan pada biakan bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium dengan rancangan penelitian yaitu posttest only control group design dengan pendekatan cross sectional. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap konsentrasi menyebabkan perbedaan nyata terhadap diameter hambat pada masing-masing bakteri uji. Aktivitas antibakteri ekstrak daun Sambiloto pada konsentrasi 100%> 75% 50% > 25%, yang berarti ekstrak daun Sambiloto memiliki efek antibakteri pada penelitian ini.Perbedaan antara penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti saat ini adalah terletak pada mikroorganisme yang akan diuji (sampel) peneliti yang dimana peneliti sebelumnya menggunakan bakteri Escherichia coli , Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan parasit Ascaris suum. Bakteri Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif sedangkan Bacillus cereus merupakan bakteri gram posotif. Selain dari perbedaan bakteri yang di uji, perbedaan lainnya terdapat dari perbedaan wilayah dalam pengambilan daun Sambiloto, cara pengambilan sampel, analisis data dan perlakuan yang diberikan serta tempat dilakukannya eksperimen. 1