bab i gereja jangan meng-ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/book... ·...

46
Gereja Lintas Agama 31 BAB I Gereja Jangan Meng-Ghetto Andreas A. Yewangoe Pendahuluan Pembahasan kita mengenai pertanyaan: “Mungkinkah seorang yang percaya kepada Kristus dari latar belakang agama lain tetap tinggal dalam agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran seorang pemimpin gereja dan teolog terkemuka Indonesia: Andreas A. Yewangoe. Judul yang tertera di bab ini merupakan intisari dari pemikiran Yewangoe sendiri. Tokoh yang satu ini kita pilih karena pengalamannya yang luas dalam menahkodai bahtera oikumene gereja-gereja di Indonesia. Dia memimpin Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) selama

Upload: haquynh

Post on 07-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 31

BAB I

Gereja Jangan Meng-Ghetto

Andreas A. Yewangoe

Pendahuluan

Pembahasan kita mengenai pertanyaan:

“Mungkinkah seorang yang percaya kepada Kristus

dari latar belakang agama lain tetap tinggal dalam

agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti

pikiran seorang pemimpin gereja dan teolog

terkemuka Indonesia: Andreas A. Yewangoe. Judul

yang tertera di bab ini merupakan intisari dari

pemikiran Yewangoe sendiri.

Tokoh yang satu ini kita pilih karena

pengalamannya yang luas dalam menahkodai bahtera

oikumene gereja-gereja di Indonesia. Dia memimpin

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) selama

Page 2: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

32 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

10 tahun (dua periode) dari tahun 2004-2014. Sebelum

tahun-tahun itu dia sudah dipercaya menjadi anggota

bahkan juga salah satu ketua (PGI). Pengalamannya ini

Dalam masa-masa kepemimpinan di PGI dia

bergumul dengan pertanyaan: “Bagaimana memberi

pemahaman kepada gereja dan orang-orang percaya

kepada Kristus untuk hadir dan melaksanakan tugas-

tugas kesaksian di Indonesia tanpa merusak

persaudaraan dan kerukunan dengan sesama anak

bangsa yang beragama lain.” Serentak dengan itu ia

juga terus bergumul dengan upaya memperkuat civil society, suatu masyarakat yang beradab dan saling

menerima dan menghargai perbedaan-perbedaan yang

ada.

Pergumulan itu dituangkan dalam berbagai

ujaran dan ceramah yang kemudian diterbitkan dalam

berbagai buku yang kami catat di footnote tulisan ini.

Pikiran-pikiran itu, sebagaimana yang diakui sendiri

olehnya maupun oleh editor buku-bukunya sedikit

banyak mencerminkan sikap PGI.

Singkatnya, kami memilih Dr. Andreas A.

Yewangoe karena dia adalah guru bangsa yang

mengajarkan persaudaraan dan kerukunan yang

autentik antar umat beragama dan seorang pengajar

yang terkemuka dari gereja untuk sebuah kehadiran

Kristen sebagai warga yang bertanggung jawab dalam

negara.

Page 3: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 33

Biodata dan Konteks Berteologi

Andreas A. Yewangoe adalah pendeta Gereja

Kristen Sumba (GKS). Ia lahir di Mamboru – Sumba –

Nusa Tenggara Timur 31 Maret 1945 dari keluarga

yang berayahkan juga seorang pendeta. Ia menjalani

pendidikan teologi di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta

dan lulus tahun 1969. Usai kelulusannya, ia pulang ke

Sumba menjalani masa vikariat dan ditahbis sebagai

pendeta kemudian diutus untuk mengajar di Akademi

Teologi Kupang yang pada tahun 1971 didirikan oleh

GKS dan GMIT. Ia kemudian berkesempatan

memperdalam ilmu teologi di negeri Belanda dan

memperoleh gelar doctor theologiae di Vrije

Universiteit – Amsterdan tahun 1987.

Untuk memahami pikiran-pikiran Yewangoe

berhubungan dengan pokok bahasan dalam buku ini

perlulah terlebih dahulu kita memperhatikan konteks

sosial dan kemasyarakatan di mana ia hidup sekaligus

keyakinan iman yang beliau anut. Untuk hal yang

pertama, yakni konteks sosial adalah Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) yang dicirikan sebagai

negara yang multi kultur, multi agama.

Betapapun Indonesia sudah berusia 65 tahun

tetapi masih saja terjadi perdebatan bahkan juga

pertikaian mengenai ideologi negara. Ada pergolakan

yang dahsyat di antara komponen yang berbeda dalam

negara untuk menampilkan diri sebagai yang paling

berhak mengendalikan kehidupan bersama. Klaim-

klaim itu bahkan diberi pendasaran dan pembenaran

Page 4: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

34 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

religius yang bersumber pada kecenderungan tafsir

tertentu terhadap agama yang dianut sambil

menafikan tafsir dari kelompok yang berbeda, baik

yang satu agama maupun yang berbeda agama.

Pergolakan untuk menampilkan diri sebagai

yang paling berhak tadi mengemuka dalam dua

bentuk: yang santun melalui upaya-upaya

mempengaruhi perubahan konstitusi atau melalui

penyebaran paham religius tertentu yang bersifat

diskriminatif, dan bentuk yang brutal atau anarki

dalam wujud tindakan kekerasan terhadap kelompok

yang berseberangan jalan atau berbeda paham

penafsiran.

Negara yang seharusnya bertindak mengayomi

semua kelompok yang berbeda dan menciptakan ruang

bagi kehidupan bersama yang setara justru tidak

menjalankan peran itu dengan baik. Negara bukan

hanya melakukan pembiaran terhadap friksi-friksi itu.

Dalam banyak kesempatan negara justru berdiri

bersama kelompok yang ngotot memaksakan

kehendak.

Sikap pembiaran itu nyata dengan makin

banyaknya produk perundang-undangan yang

menciderai kemajemukan, sementara negara tidak

mengambil tindakan tegas untuk menyehatkan

kehidupan bersama. Sementara sikap memihak

nampak dalam keikutsertaan beberapa pejabat politik

(Ketua MPR Amien Rais menghadiri rapat dengan

tujuan berjihad ke Maluku dan Hamzah Haz yang

Page 5: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 35

mengunjungi Jafar Umar Thalib, panglima laskar

jihad).1 Semua ini membuat kemajemukan yang

menjadi ciri NKRI sekaligus sesuatu yang given berada

dalam ancaman yang mengerikan.

Selain pertikaian tentang dasar negara dan

kekerasan bernuansa agama yang menodai

kemajemukan hidup berbangsa, Indonesia juga

diperhadapkan dengan persoalan kemiskinan. Krisis

moneter yang menimpa Indonesia di tahun 1997

mengakibatkan kemiskinan sebagai luka sosial yang

masih terus menjadi kenyataan kekinian Indonesia.

Untuk hal kedua, yakni keyakinan iman

Yewangoe, pokok ini akan kami uraikan agak detail

dalam sub bagian berikut. Sekedar sebuah catatan

awal, Yewangoe berkeyakinan bahwa Allah adalah

Tuhan atas semua manusia dan bekerja dalam semua

agama dalam rangka menghadirkan keselamatan dan

kehidupan yang berpengharapan.

Pemikiran Andreas Yewangoe yang pada

waktu buku ini ditulis sedang menjabat sebagai Ketua

Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia untuk

periode kedua tentang misi atau penginjilan dalam

konteks agama-agama non-kristen muncul dalam

tulisannya yang menyebar secara sporadik di banyak

tempat. Judul buku dan artikel yang memuat pikiran-

1 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. Jakarta:

BPK Gunung Mulia. 2009. hlm. 123 dan Andreas A.

Yewangoe. Tidak Ada Ghetto. Gereja di Dalam dunia. Jakarta: BPK. Gunung Mulia. 2009. hlm. 172.

Page 6: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

36 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

pikirannya tentang pokok kita akan kami sebutkan

baik dalam catatan kaki maupun dalam batang tubuh

pembahasan ini. Apa yang kami buat di bagian ini

adalah melakukan kompilasi dari pikiran-pikiran

beliau yang tersebar itu dalam satu bentuk yang utuh.

Satu minggu sebelum perayaan natal tahun

2012, tepatnya tanggal 20 Desember sewaktu kami

bersama istri dan kedua anak tercinta sedang

melakukan perjalanan darat ke Surabaya untuk

menuju Kupang dalam rangka liburan Natal, kami

berkomunikasi dengan pendeta Andreas Yewangoe

memberitahukan niat menulis buku ini. Melalui pesan

singkat (SMS) penulis bertanya: “Apakah bapak pernah

menulis khusus tentang keharusan berpindah ke

agama Kristen bagi seorang non-Kristen yang menjadi

percaya kepada Yesus.” Jawaban yang diberikan

kepada penulis berbunyi: “Tidak eksplisit saya

sebutkan dalam tulisan-tulisan saya, tetapi pokok

tersebut menarik untuk dibahas.”

Setelah kami meneliti tulisan-tulisan

Yewangoe memang beliau tidak membahas pokok ini

secara eksplisit. Meskipun begitu pemikiran beliau

tentang pokok ini dapat dilacak di banyak tulisan-

tulisan pendek yang dimuat di berbagai buku. Bahkan

pertanyaan pokok yang menjadi pergumulan dalam

buku ini, juga disebutkan secara eksplisit oleh

Yewangoe dalam salah satu materi cermahnya di

Palangka Raya (2 April 2007). Di situ Yewangoe

bertanya: “Apakah menjadi murid berarti seseorang

mesti menjadi anggota gereja? Tidak dapatkah

Page 7: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 37

seseorang itu adalah murid, tetapi tetap berada dalam

agamanya sendiri?”2

Pertanyaan ini dijawab secara retoris oleh

Yewangoe dengan menunjuk kepada Mahatma

Gandhi. Yewangoe menulis: “Siapa bisa menyangkal,

misalnya, Mahatma Gandhi yang adalah murid Yesus

tetapi tetap menganut agama Hindu? Bukankah ia

sangat konsisten mengamalkan nilai-nilai khotbah di Bukit, kendati tidak pernah dibaptis menjadi

Kristen?”3

Jawaban Yewangoe untuk pertanyaan ini

adalah sebagai berikut: “Pertanyaan yang tidak mudah

dijawab hanya sekedar ya atau tidak.” Meskipun

begitu, penelusuran yang saksama terhadap tulisan-

tulisan Yewangoe memberikan kepada kita indikasi

kuat bahwa beliau seperti yang diakuinya kepada

penulis implisit (tidak eksplisit) berpikir ke arah

jawaban “YA.”

Baiklah kita melakukan penelusuran itu secara

saksama. Dalam penelusuran itu kita akan lakukan

dengan pertama-tama melihat pendasaran teologi yang

dibuat Yewangoe untuk pertanyaan kita, yang

ternyata juga diajukan oleh Yewangoe. Selanjutnya

kita mendeskripsikan jawabannya terhadap

2 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap.. hlm.

44. 3 Andreas A. Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

44. Semua kata dalam kutipan yang dicetak miring berasal

dari Yewangoe sendiri.

Page 8: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

38 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

pertanyaan tadi, yang dia sendiri katakan sebagai tidak

eksplisit.

Bagian selanjutnya kita menelusuri pikiran

kritis Yewangoe terhadap praktek misi yang

dimotivasi oleh tujuan yang dia sendiri sebut

memenangkan jiwa dan church planting. Termasuk

dalam pikiran kritis itu, solusi yang beliau tawarkan

berhubungan dengan pertanyaan tadi. Penelusuran

kita akan diakhiri dengan mendalami rancang-bangun

eklesiologi yang ditawarkan oleh Yewangoe untuk

menjadikan gereja competable terhadap gagasan-

gagasannya.

Keyakinan Iman Yewangoe

Andreas Yewangoe adalah seorang Kristen,

warga Gereja Kristen Sumba, berayahkan seorang

pendeta. Dia juga adalah seorang pendeta. Salah satu

dari kedua anaknya menikah dengan pendeta.

Informasi ini kiranya cukup untuk memperlihatkan

kepada kita isi iman yang diyakini Yewangoe. Sudah

pasti Yewangoe percaya kepada Allah yang

menyatakan diri di dalam Kristus dan melalui Roh

Kudus menanamkan keselamatan di dalam manusia,

sebagaimana yang diimani oleh warga Gereja Kristen

Sumba. Kekristenan adalah bingkai agama di dalam

mana Andreas Yewangoe mengaktualisasikan imannya

kepada Allah.

Allah yang diimani Yewangoe adalah Allah

Tritunggal, Allah yang dibingkai dalam konsep-konsep

Page 9: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 39

kekristenan. Betapapun begitu Allah menurut

Yewangoe tidak dapat dikurung dalam tas punggung

(ransel) kekristenan dan diklaim sebagai milik orang

Kristen saja. Dalam materi ceramah beliau yang

disampaikan di Kupang, 4 September 2008 berjudul:

Umat Kristen dalam Masyarakat Majemuk Indonesia,

di sub judul: Hubungan dengan Para Penganut Agama

Lain, Yewangoe menegaskan hal ini.4

Allah adalah Allahnya bangsa-bangsa (MNz.

47:9-10). Ia tidak hanya mengasihi Israel, tetapi

juga Edom, Mesir dan seterusnya. Yesus Kristus

memerintahkan kita agar kita mengasihi sesama

seperti diri kita sendiri (Mt. 22:39). Atas dasar

itu, kita menjalin relasi dengan sesama tanpa

memandang suku, agama, ras dan golongan.

Allah adalah Tuhan segala bangsa dan semua

agama. Bukan hanya itu, Allah yang sama kata

Yewangoe bekerja dalam alam dan sejarah bangsa-

bangsa. Allah juga mempunyai sejarah dengan setiap

agama dan setiap orang. Dengan mengutip J. Verkuyl,

Yewangoe menunjukkan bahwa Allah tentulah

berbuat sesuatu ketika Veda diteruskan dari generasi

yang satu ke generasi berikutnya. Allah juga tentu

4 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm. 16.

Page 10: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

40 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

tidak tinggal diam ketika Muhammad bermeditasi di

gua Hira.5

Hal ini kembali dipertegas Yewangoe dalam

makalah tentang Kecenderungan-Kecenderungan

dalam Teologi Asia Dewasa ini. Di situ dia menulis

bahwa Allah yang bertindak dalam sejarah itu tidak

saja membatasi konteksnya dalam sejarah Gereja,

tetapi juga dalam sejarah konteks-konteks kita yang

spesial. Lalu untuk mengkonkretkan penegasan ini

Yewangoe bercontoh tentang satu insiden yang terjadi

di Cina.

Pada tahun 1988 satu rombongan pemuda

gereja Amerika Serikat mengunjungi Cina yang mulai

membuka diri kepada dunia. Dalam salah satu

pidatonya, pemimpin rombongan itu bersyukur

kepada Allah karena sekarang Kristus datang lagi

mengunjungi Cina. Pendeta setempat yang mendengar

pidato itu langsung memberi reaksi keras. Dia katakan

bahwa pidato itu tidak benar karena Kristus tidak

pernah meninggalkan Cina selama ini.6

Watak omnipresensi dari keberadaan Allah

itu berlaku juga untuk tiap pribadi dalam

5 A.A. Yewangoe. Agama dan Kerukunan. Jakarta: BPK

Gunung Mulia 2006. hlm. 74. 6 A.A. Yewangoe. “Kecenderungan-Kecenderungan dalam

Teologi di Asia Dewasa Ini.” Dalam: Perhimpunan Sekolah-

Sekolah Theologia di Indonesia (PERSETIA): Bahan Study

Institute tentang Dogmatika tanggal 9-22 Juni 1989 di

Kaliurang – Yogyakarta. 1989. hlm. 10.

Page 11: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 41

ketritunggalan. Tentang Yesus Kristus, Allah yang

menyatakan diri dalam rupa manusia, Yewangoe

menulis: “Allah yang tersalib itu jauh lebih besar dari

agama-agama, dan dari semua aturan agama yang ada.

Maka salib mendesak kita untuk lebih rendah hati agar

tidak menciptakan salib-salib baru bagi orang lain,

justru menurut (dugaan kita!) kita sedang menjalankan

secara cermat ajaran-ajaran agama kita masing-

masing.7

Pada lain kesempatan Yewangoe menulis:

“Keunikan Kristus tidak identik dengan keunikan

kekristenan” (Agama dan Kerukunan: 219). Kristus,

kata Yewangoe, bekerja juga di tempat lain, bahkan

juga dalam agama-agama lain.Tentang Roh Kudus,

Yewangoe menulis bahwa Ia tidak hanya berkarya di

dalam gereja, tetapi juga di luar gereja. Adalah naïf bila

kita mengklaim seakan-akan Roh Kudus hanya boleh

bekerja dalam koridor-koridor yang telah kita

tetapkan.8 Pernyataan ini menjadi dasar paling dalam

dari dialog orang Kristen dengan mereka yang beriman

lain (Agama dan Kerukunan: 52).

Di tempat yang terpisah, yakni dalam ceramah

di Jakarta tanggal 17 Juni 2006 Yewangoe menegaskan

bahwa Allah tidak dapat kita kurung dalam agama

Kristen. Ruang lingkup kerja Allah melampaui batas-

batas yang ditetapkan agama Kristen. Tuhan tidak

dapat ditangkap dalam lembaga-lembaga, termasuk

7 A.A. Yewangoe. Agama dan Kerukunan…. hlm. xxi. 8 A.A. Yewangoe. Agama dan Kerukunan…. hlm. 219.

Page 12: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

42 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

dalam lembaga agama bahkan oleh agama Kristen

sekalipun.9 Dalam ceramah di Palangka Raya, 2 April

2007, dengan mengutip Aloysius Pieris, Yewangoe

menegaskan bahwa Allah bukan hanya bekerja dalam

agama-agama non-Kristen, tetapi dalam agama-agama

itu keselamatan (soteriology) yang dari Allah juga

sudah ada. Tugas gereja adalah menemukan (kembali)

pemberitaan tentang keselamatan yang selama ini

teranyam di dalam agama-agama itu.10

Pokok pikiran serupa Yewangoe tegaskan

kembali dalam salah satu tulisannya untuk

menghormati ulang tahun ke-70 Bishop Emeritus Dr.

I. Wayan Mastra yang dihimpun dalam buku yang

diberi judul: Gereja Memasuki Millenium III. Di situ

dia menegaskan bahwa kegiatan penyataan Allah tidak

hanya dibatasi pada Israel dan gereja. Penyataan Allah

melampaui dua agama itu. Allah juga menyatakan diri

dan karya keselamatan di antara orang-orang non-

Kristen. Konsekwensinya, agama-agama non-Kristen

bukanlah realita yang harus dikutuk. Sebaliknya

realita yang harus dipelajari dan dipahami,

sebagaimana kita mempelajari bahasa asing sehingga

kita dapat berkomunikasi dengan mereka dalam

bahasa yang mereka sendiri pahami.11

9 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm. 52. 10 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

42. 11 A.A. Yewangoe. “Keprihatinan Mastra Terhadap Relasi

Umat Beragama.” Dalam K. Suyaga Ayub. Gereja Memasuki

Page 13: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 43

Keyakinan iman Yewangoe ini mengingatkan

kita pada keyakinan iman seorang teolog besar Asia

lainnya, Kosuke Koyama, dari Jepang. Ia berbicara

tentang Allah yang tidak memihak dalam hal

pembenaran dan juga keselamatan. Allah tidak melulu

menyibukkan diri dengan Israel. Ia juga sibuk dengan

sejarah di luar Israel. Cyrus, maharaja Persia, Dia

jadikan hambaNya dan bahkan MesiasNya.12 Ini suatu

demonstrasi yang mencengangkan dari ke-tidak-

memihak-an Allah.

Allah yang tidak memihak ini adalah Tuhan

yang baik kepada semua orang. KebaikanNya itu

ditunjukkan bukan hanya dengan pengajaran agar kita

juga mengasihi sesama seperti diri sendiri (Mt. 22:39),

tetapi nyata juga dalam keputusanNya untuk

menunjukkan kemurahan dan kasihNya yang

menyelamatkan kepada semua orang.13

Ke-tidak-berpihakan-Allah Tritunggal ini juga

ditegaskan Yewangoe. Ia berkata: “Teologi Kristen

menolak pengidentikan Allah dengan agama, yang

berarti pula menolak pemutlakan agama dan sekaligus

berarti penisbian Allah. Allah selalu lebih besar dari

Millenium III. Malang: Yayasan Persekutuan pekabaran

Injil Indonesia. 2001. hlm. 19. 12 E.G. Singgih. Dari Israel ke Asia. Jakarta: BPK Gunung

Mulia. 1982. hlm. 28. 13 Andreas Yewangoe. “Tuhan Itu Baik Kepada Semua

Orang.” Dalam: Jan Sihar Aritonang & Gomar Gultom.

Tuhan Itu Baik Kepada Semua Orang. Jakarta: Persekutuan

Gereja-Gereja di Indonesia. 2008. hlm. 11.

Page 14: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

44 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

apa yang dapat ditangkap dan dipahami agama apapun.

Implikasinya adalah bahwa kita tidak boleh menutup

pintu bagi sesama kita yang beragama lain.”14

Di atas dasar keyakinan iman akan Allah yang

serba hadir untuk menawarkan keselamatan dan

pembenaran kepada manusia tanpa peduli latar

belakang agama, keyakinan, budaya dan kebangsaan,

Yewangoe menyatukan suaranya dengan para teolog

besar Asia seperti Kosuke Koyama dan Choan-seng

Song memberitakan Injil yang adalah kekuatan Allah

yang menyelamatkan setiap orang yang percaya,

pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani

(Rm. 1:16).

Rasanya ada yang kurang kalau kita hanya

memeriksa keyakinan iman Yewangoe tentang Allah

dan mendiamkan pokok yang lain, yakni bagaimana

pandangan Yewangoe tentang agama-agama. Karena

itu kita sekarang akan menelusuri isi keyakinan

Yewangoe tentang agama-agama.15

Dalam bukunya berjudul Agama dan

Kerukunan, dalam kalimat pertama di bagian

pengantar Yewangoe menegaskan bahwa agama-

agama idealnya dianugerahkan kepada manusia untuk

menyampaikan cinta kasih dari Tuhan (Agama dan

14 A.A. Yewangoe. Agama dan Kerukunan.... hlm. 50. 15 Yang Yewangoe dan kami maksudkan dengan agama-

agama dalam seluruh bagian ini juga seluruh buku ini adalah

agama-agama universal dan berkitab: Hinduisme, Budhisme,

Yahudi, Kristen dan Islam.

Page 15: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 45

Kerukunan: xiii). Jelas bahwa bagi Yewangoe agama-

agama adalah pemberian Allah kepada manusia. Kalau

di atas kita tegaskan bahwa menurut Yewangoe Allah

mempunyai sejarah dengan setiap agama dan setiap

orang, itu karena agama-agama adalah pemberian

Allah kepada manusia.

Sebagai pemberian Allah adalah wajar jika

Yewangoe kemudian menegaskan bahwa ada unsur

kebenaran dalam agama-agama. Tentu saja ini bukan

sekedar pandangan pribadi Yewangoe. Ia menyatukan

suaranya dengan konsili Vatikan II dalam

pandangannya tentang agama-agama. Karena dalam

agama-agama ada unsur kebenaran, Yewangoe

menyerukan kepada gereja untuk menggiatkan upaya-

upaya untuk mendalami agama-agama secara

teologis.16

Ajakan untuk mendalami agama-agama secara

teologis memimpin Yewangoe pada seruan agar orang

Kristen tidak memandang orang dari agama lain

sebagai strangers (orang asing) melainkan neighbors (tetangga). Teologi kita terhadap saudara-saudara dari

agama lain bukan lagi theology of hostility (teologi

permusuhan) melainkan theology of hospitality (teologi keramahan).17 Dia menulis: “Umat Kristen di

Indonesia harus menumbuhkan dalam benaknya

bahwa Islam bukan musuh. Sebaliknya, Islam adalah

16 A.A. Yewangoe. Agama dan Kerukunan…. hlm. 76. 17 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

53.

Page 16: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

46 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

mitra dalam perjalanan bersama sejarah umat manusia,

khususnya perjalanan sejarah bangsa Indonesia

(Agama dan Kerukunan: 84).

Dengan mengutip D.C. Mulder, Yewangoe

menulis: “Kalau seorang Kristen bertemu dengan

seorang yang beragama lain, maka ia bukan bertemu

dengan seorang musuh, tetapi seorang saudara yang

dikasihi Tuhan Allah. Maka orang lain itu layak

didekati dengan sikap terbuka, hormat dan

penghargaan, bahkan dengan kasih persaudaraan.”18

Dua pandangan ini, yakni keyakinan iman

Yewangoe akan Allah dan pandangan teologisnya

tentang agama-agama kami anggap sebagai fondasi di

atas mana dia membangun pemahamannya tentang

kehidupan gereja dan orang Kristen di dalam

masyarakat multi agama. Kita segera akan mendalami

pemahaman Yewangoe tentang hal itu.

Hakikat Penginjilan atau Misi Kristen

Kalau Allah adalah Tuhan yang mengerjakan

keselamatan dan menawarkan pembenaran kepada

semua orang tanpa kecuali dan ada unsur-unsur

kebenaran dalam agama-agama, hal ini berdampak

langsung mengenai hakekat dan makna misi atau

penginjilan. Penginjilan atau misi, demikian

18 A.A. Yewangoe. Agama dan Kerukunan…. hlm. 76.

Page 17: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 47

Yewangoe dalam ulasannya tentang Mastra, bukanlah

sekedar membuktikan kekristenan sebagai agama yang

paling mungkin benar.19

Di Palangka Raya Yewangoe berkata:

“Pemuridan harus diartikan secara lebih luas. Salah

satu maknanya adalah bahwa tidak secara eksplisit

dipahami sebagai perpindahan seseorang ke dalam

agama baru, misalnya agama Kristen.”20 Misi harus

lebih dipahami sebagai perkara kesaksian kepada

Kristus yang bangkit dan perbuatanNya yang ajaib di

dalam sejarah keselamatan. Dengan kata lain, di dalam

misi kita hanya menampilkan Kristus kepada manusia

dan berharap bahwa mereka akan melihat dan

mengalami perbuatan penyelamatanNya dan dengan

demikian percaya kepadaNya.21

Paham misi seperti ini, kata Yewangoe

diibaratkan sebagai diaspora, suatu model kehadiran

yang dilakukan dengan maksud: 1, menjadi terang,

garam dan ragi umat dengan latarbelakang agama

mereka. 2. Memenangkan buah-buah pertama dari

bangsa-bangsa bagi Kristus. Selanjutnya, ia juga

menegaskan bahwa cara yang santun untuk mendekati

agama-agama non Kristen untuk memperkenalkan

Kristus adalah dengan memperhatikan prinsip cerdik

seperti ular dan tulus seperti merpati. Artinya, untuk

19 A.A. Yewangoe. “Keprihatinan Mastra … hlm. 44. 20 Andreas A. Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

44. 21 A.A. Yewangoe. “Keprihatinan Mastra… hlm. 20.

Page 18: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

48 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

menampilkan imannya sebagai seorang Kristen kepada

yang non-Kristen itu harus dilakukan dalam bahasa

dan cara yang bermakna bagi kedua pihak. Orang-

orang non-kristen perlu dihormati. Bahasa, pemikiran

dan ungkapan-ungkapan yang sudah ada dalam agama

mereka perlu dipahami dan dimanfaatkan. Orang

Kristen tidak boleh menyerang dan mengutuk agama-

agama non-kristen. Tetapi hal ini tidak boleh

membuat kita meninggalkan keunikan Kristus.22

Pertanyaan yang muncul, jika demikian

bagaimana wujud konkret dari praktek misi atau

pekabaran injil dalam masyarakat yang multi agama?

Pertanyaan ini akan kami jawab dalam sub judul

berikut. Meskipun begitu patut kita catat satu butir

pemikiran Yewangoe yang kami anggap relevan,

sekaligus membuka wawasan. Dia berkata: “Misi

bukanlah sekedar perkara membuktikan kekristenan

sebagai agama yang paling mungkin benar. Misi adalah

perkara kesaksian kepada Kristus yang bangkit dan

perbuatanNya yang ajaib di dalam sejarah

keselamatan.”23

Praktek Misi

Mengawali penelusuran kita mengenai

pemikiran Yewangoe sehubungan dengan paham dan

praktek misi atau pekabaran injil, baiklah kita

22 A.A. Yewangoe. “Keprihatinan Mastra ... hlm. 18-19. 23 A.A. Yewangoe. “Keprihatinan Mastra ... hlm. 19.

Page 19: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 49

memperhatikan dua catatan berikut yang berguna

sebagai kompas atau peta yang digariskan oleh

Yewangoe agar penelusuran kita berada pada track

yang benar.

Pertama, perumusan pikiran dan gagasan-

gagasan Yewangoe tentang misi atau pekabaran injil

dikaitkan erat dengan keberadaan gereja dan orang

Kristen di antara umat beragama lain, dengan catatan

bahwa gereja dan orang Kristen hadir sebagai kaum

minoritas dari segi jumlah.24 Betapapun secara prinsip,

dengan menunjuk kepada ketentuan konstitusional

serta kontribusi Kristen bagi kehidupan bersama di

Indonesia Yewangoe keberatan menyebut gereja dan

orang Kristen di Indonesia sebagai kaum minoritas,

tetapi toh stigma itu tidak bisa ditiadakan begitu saja.

Dalam status sebagai minoritas ini, Yewangoe

selalu mengingatkan gereja dan orang Kristen

Indonesia untuk menjadi minoritas yang kreatif

dengan menunjuk pada pemikiran Prof.

Notohamidjoyo atau mengembangkan sikap hidup

sebagai warga negara yang bertanggung-jawab yang

pernah dicetuskan Oleh Dr. J. Leimena.25

Kedua, kalau mayoritas warga gereja di

Indonesia cenderung membuat perbedaan antara tugas

gereja dalam bidang marturia dan bidang diakonia,

bahkan dalam banyak hal pelayanan diakonia

24 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto…. hlm. 133. 25 Andreas A. Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap.. hlm. 31.

Page 20: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

50 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

dijadikan sub-ordinat dari tugas marturia, yakni

diakonia dikaitkan dengan pemberitaan agar seseorang

menjadi Kristen, Yewangoe menolak kedua

kecenderungan tadi.

“Diakonia,” demikian ditegaskan oleh

Yewangoe, “tidak boleh disub-ordinasikan ke bawah

upaya-upaya kristenisasi” (Tidak Ada Penumpang

Gelap: 106). Di tempat terpisah, yakni dalam kuliah

umum di STT-HKBP Pematang Siantar, 25 Mei 2005

penegaskan tadi kembali disampaikan dalam kalimat

yang lain: “Diakonia itu sendiri adalah marturia.26

Betapapun gereja dan orang Kristen di dalam

masyarakat yang majemuk dalam hal agama hadir

sebagai yang minoritas dari segi jumlah, hal itu tidak

boleh membuat gereja menafikan tugas misi atau

pekabaran injil. Tugas itu, demikian tanda Yewangoe,

“tidak bisa ditawar-tawar.”27 Dengan mengutip Pokok-

Pokok Tugas Bersama PGI (PTPB) yang menegaskan

panggilan Allah di dalam Kristus untuk memberitakan

Injil kepada segala makhluk, di seluruh dunia, sampai

ke ujung bumi, Yewangoe mengatakan hal berikut:

“Kita dengan sengaja mengutip paragraf ini secara

lengkap untuk memperlihat bahwa pemberitaan Injil

adalah pemberitaan kabar baik kepada segala makhluk.

26 Andreas A. Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

108. 27 Andreas A. Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

95.

Page 21: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 51

Ini tugas yang tidak pernah berubah sampai akhir

zaman” (Tidak Ada Penumpang Gelap: 86).

Agama-agama yang dengannya gereja hidup

berdampingan bukanlah strangers (orang asing)

melainkan neighbors (tetangga). Mereka itu tetangga

bukan hanya dari sudut pandang sosial, historis dan

kultural, tetapi juga dari perspektif soteriology

(keselamatan). Yewangoe menegaskan persetujuannya

dengan Aloysius Pieris bahwa dalam agama-agama itu

keselamatan (soteriology) yang dari Allah juga sudah

ada.

Realita keber-tetangga-an agama-agama dalam

artian soteriology, menurut Yewangoe menjadi

tantangan bagi gereja untuk memahami kembali apa

yang dimaksud dengan pekabaran injil. Ini

membutuhkan pergumulan teologis dan eklesiologis

terus-menerus. Hal ini ditegaskan dalam orasi wisuda

sarjana teologi XXII dan Magister Divinitas IX dan

Magister Teologi IV di STT Cipanas 20 Mei 2006.28

Salah satu pokok pergumulan teologis dan

eklesiologis, menurut Yewangoe adalah dalam hal

memahami makna misi atau pekabaran injil. Dia

menulis: “Great commission mesti diinterpretasi secara

baru.” Gereja mesti memahami secara baru makna

pekabaran Injil (Tidak Ada Penumpang Gelap: 105).

Salah satu pemaknaan baru itu, tegas Yewangoe ialah

gereja dan orang Kristen harus memahami kembali

28 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

86.

Page 22: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

52 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

secara sungguh-sungguh apa arti injil yang harus

disampaikan kepada segala makhluk.

Pemaknaan hakikat injil seperti yang

disaksikan Alkitab melampaui apa yang kita namakan

kristenisasi. Makna injil yang sesungguhnya adalah

berita kesukaan yang utuh dan menyeluruh, untuk

segala makhluk, manusia dan alam lingkungan

hidupnya serta keutuhannnya. Tantangan bagi gereja

berhadapan dengan arti injil ini ialah bagaimana

membuktikan bahwa yang dilakukan itu bukanlah

kristenisasi, tetapi pemberitaan Kabar Kesukaan yang

membebaskan. Hal ini bersentuhan secara sangat erat

dengan cara kita melakukan pekabaran injil.29

Perhatian pada cara melakukan pekabaran injil

adalah penting, menurut Yewangoe, karena kita tidak

boleh lupa bahwa yang memberitakan kabar baik itu

bukan hanya gereja, tetapi juga agama-agama. Karena

fakta ini Gereja dan para pengikut Kristus harus benar-

benar memperlihatkan kelebihan kabar baik tentang

Kristus yang dia beritakan itu dibanding kabar baik

yang disampaikan agama-agama lain (Tidak Ada

Ghetto: 37).

Dari penelusuran kami terhadap pemikiran

Yewangoe kami mencatat setidak-tidaknya ada dua

point yang Yewangoe tekankan mengenai keunikan

kabar baik tentang Kristus. Pertama, injil yang sejati

adalah kabar baik yang mempertautkan dan

merekatkan, bukan merenggangkan dan memecah

29 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto. hlm. 37.

Page 23: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 53

antar saudara. Injil adalah sungguh kabar baik karena

ia membawa manusia pada persaudaraan sejati.30 Kita

seolah-olah mendengarkan gema pernyataan Paulus

yang masyur itu, seperti yang dia tulis dalam Efesus

2:13-19:

Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu,

yang dahulu "jauh", sudah menjadi "dekat" oleh

darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera

kita, yang telah mempersatukan kedua pihak

dan yang telah merubuhkan tembok pemisah,

yaitu perseteruan, sebab dengan mati-Nya

sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum

Taurat dengan segala perintah dan

ketentuannya, untuk menciptakan keduanya

menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya,

dan dengan itu mengadakan damai sejahtera,

dan untuk memperdamaikan keduanya, di

dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib,

dengan melenyapkan perseteruan pada salib

itu. Ia datang dan memberitakan damai

sejahtera kepada kamu yang "jauh" dan damai

sejahtera kepada mereka yang "dekat", karena

oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh

beroleh jalan masuk kepada Bapa. Demikianlah

kamu bukan lagi orang asing dan pendatang,

melainkan kawan sewarga dari orang-orang

kudus dan anggota-anggota keluarga Allah.

30 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto…. hlm. 72.

Page 24: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

54 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

Injil yang sejati, seperti yang terlihat di dalam

Kristus memiliki daya bervoltase tinggi untuk

mempersatukan dan mempersekutukan orang-orang

yang dahulu jauh satu sama lain atau yang hidup

dalam suasana saling curiga dan bermusuhan. Injil

membuat mereka menjadi satu, yakni sebagai anggota

keluarga Allah.

Misi atau pekabaran injil yang dikerjakan

gereja dan orang Kristen di Indonesia harus

memperlihatkan voltase injil ini. Orang-orang dari

agama lain tidak boleh lagi dianggap sebagai stranger (orang asing) tetapi neighbor (tetangga).31 Teologi kita

terhadap saudara-saudara dari agama lain bukan lagi

theology of hostility (teologi permusuhan) melainkan

theology of hospitality (teologi keramahan).32 Gereja

dan para pengikut Kristus harus memperlihatkan

wajah simpatik, empati dan tanpa pamrih sebagaimana

diperlihatkan Yesus Kristus, Tuhannya (Tidak Ada Ghetto: 52).

Lawan dari injil yang sejati yang

mempertautkan dan merekatkan adalah injil yang

palsu, atau injil yang sudah direkonstruksi untuk

kepentingan kristenisasi oleh gerakan-gerakan

fundamentalistis yang sedang berkembang di Amerika

dan terus menyebar pengaruhnya di berbagai tempat

31 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

86. 32 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

53.

Page 25: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 55

termasuk di Indonesia. Tentang injil ini Yewangoe

menulis begini:33

Salah satu ciri menonjol dari kekristenan macam

ini adalah membagi dunia atas hitam dan putih. Setiap orang yang berada di pihak kita adalah

putih, sedangkan sebaliknya adalah hitam. Karena

di sana hitam, maka mereka harus diputihkan. Oleh karena itu, maraklah jenis-jenis pekabaran

Injil yang ingin mentransformasi dunia ini dalam

pengertian yang sangat khas.

Polarisasi hitam dan putih seperti ini patut

ditinggalkan. Yang patut kita buat, menurut Yewangoe

adalah gereja tidak boleh terus tinggal dalam ghetto putih itu sambil menghitamkan semua saudara yang

berbeda dengannya. Ia harus berinteraksi dengan

sesama yang berbeda agama (Tidak Ada Ghetto: 36).

Yewangoe lalu menunjuk pada alasan teologis yang

sudah kita catat di atas sebagai pijakan gereja untuk

meninggalkan ghetto tadi.

Kedua, Injil yang sejati adalah

presensia¸kehadiran di dalam dunia, memasuki peri

kedagingan manusia. Injil adalah kehadiran yang

melahirkan kabar atau cerita sukacita dan

pembebasan. Inilah makna terdalam dari inkarnasi.

Kita sebagai gereja, demikian kata Yewangoe, juga

33 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto…. hlm. 31. Cetak

miring berasal dari Yewangoe.

Page 26: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

56 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

diminta dan diutus untuk merefleksikan solidaritas

Allah itu di dalam seluruh eksistensi dan relasi kita

dengan dunia ini.34

Dengan mengutip PTPB 2004-2009 Yewangoe

menegaskan bahwa tugas memberitakan injil adalah

kehadiran yang memberlakukan keadilan dan

kebenaran kepada orang-orang miskin dan tertindas,

yang mengaruniakan kesejahteraan kepada segala

bangsa, kepada segala makhluk… membangun

persekutuan yang harmonis dengan sesama dan

dengan Allah. Jadi pekabaran injil itu adalah satu tugas

yang sangat luas. Ia tidak bisa direduksi hanya pada

pemberitaan kata-kata, tetapi juga melalui perbuatan.

Pekabaran injil berbicara juga tentang upaya

menghapus kemiskinan. Injil adalah kabar baik bagi

mereka yang berada dalam penindasan. Kalau hal-hal

itu sudah dikerjakan gereja secara serius, demikian

kata Yewangoe, maka Injil telah diberitakan.35

Pekabaran Injil sebagai presensia menunjuk

kepada kehadiran gereja dan orang Kristen di tengah

masyarakat sebagai pemberita tanda-tanda Kerajaan

Allah. Gereja bertugas mendirikan the Kingship of God, bukan the Kingdom of God, artinya bukan

mendirikan kerajaan Kristen secara territorial

melainkan menerjemahkan pemerintahan Allah dalam

seluruh aspek kehidupan (Agama dan Kerukunan: 49).

34 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto…. hlm. 129. 35 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto…. hlm. 131.

Page 27: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 57

Dengan kata lain Pekabaran Injil tidak selalu

dilakukan dengan maksud membawa seseorang keluar

dari agama mula-mula dan masuk ke dalam

kekristenan. Yang penting bukan menjadi pemeluk

agama Kristen secara formal, sebab bukan aturan dan

formalitas agama yang ditonjolkan, melainkan nilai

atau spirit agama itu, bukan pergi ibadah yang

dijadikan ukuran kebajikan melainkan kehidupan

sebagai ibadah itulah yang utama.36

Kalau kedua point ini (injil sebagai kabar baik

yang mempersekutukan dan sebagai presensia)

sekarang kita jadikan pijakan untuk menjawab

pertanyaan yang diajukan sendiri oleh Yewangoe

seperti yang sudah kita kutip di depan: “Apakah

menjadi murid berarti seseorang mesti menjadi

anggota gereja? Tidak dapatkah seseorang itu adalah

murid, tetapi tetap berada dalam agamanya sendiri?”

Rasanya, jawaban untuk pertanyaan ini adalah:

Tidak Perlu. Dalam arti kita harus memaksakan atau

mewajibkan si murid itu untuk melakukan pemutusan

hubungan yang total, definitif dan radikal dari masa

lalunya, termasuk agama, keluarga dan orang tuanya.

Kalau toh harus terjadi konversi agama biarlah itu

berjalan secara alami. Yewangoe memang tidak secara

eksplisit memberi jawaban itu, tetapi hal itu toh

dikatakannya juga secara implisit, seperti yang nyata

dalam pernyataan yang dia ambil dari mulut H.

Halbfas berikut: “Tugas Kristen bukanlah untuk

36 A.A. Yewangoe. Agama dan Kerukunan…. hlm. 69, 85.

Page 28: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

58 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

mentobatkan agama-agama lain, tetapi agama Kristen

diamanatkan untuk memurnikan dan merealisasikan

maksud-maksud agama mereka… tugas Kristen adalah

membuat orang Budha menjadi penganut Budha yang

lebih baik” (Agama dan Kerukunan: 78).

Pemutusan hubungan yang total ini tidak

terlalu perlu jika kita juga mengingat dua hal lain yang

dikemukakan Yewangoe, yakni Allah bukan hanya

bekerja dalam agama-agama non-Kristen, tetapi dalam

agama-agama itu keselamatan (soteriology) yang dari

Allah juga sudah ada. Tugas gereja ialah mendorong

murid itu untuk menemukan (kembali) pemberitaan

tentang keselamatan yang selama ini teranyam di

dalam agama-agama itu.

Selanjutnya, Yewangoe juga menegaskan

bahwa gereja berbeda dengan agama Kristen.37 Point

ini akan kami elaborasi lebih detail di bagian rancang-

bangun eklesiologi baru. Yang kami mau katakan ialah

kalau gereja berbeda dengan agama Kristen, maka

seorang pengikut Kristus dapat menjadi warga gereja

tetapi tetap tinggal di dalam agamanya.

Seperti sudah kita tegaskan, pekabaran injil

menurut Yewangoe adalah tugas gereja yang given tidak bisa ditawar-tawar. Ia juga menegaskan bahwa

penginjilan adalah tugas yang tidak berubah, namun

harus senantiasa ditafsirkan secara baru.38 Dogma atau

37 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto…. hlm. 3, 10. 38 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Gheto. hlm. 92.

Page 29: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 59

doktrin pun harus diinterpretasi kembali agar agama

itu tetap hidup.39

“Persoalannya,” demikian dikatakan

Yewangoe, “adalah apakah isi pekabaran tersebut dan

bagaimana cara menyampaikannya?” (Tidak Ada

Penumpang Gelap: 95). Yewangoe lalu menyebut dua

model pekabaran injil: church planting dan

memenangkan jiwa. Dua model ini terus-menerus

diperoalkan Yewangoe dalam tulisan-tulisannya.

Church planting dan memenangkan jiwa

merupakan warisan pekabaran injil masa lalu yang

patut tidak bisa kita sangkali. “Di era misionaris,”

demikian kata Yewangoe, “kita pernah mengalami

pekabaran injil yang diartikan sebagai church planting.40 Justru dengan church planting ini, gereja-

gereja berdiri di mana-mana di seluruh Nusantara ini.

Sampai sekarang pun church planting masih relevan di

tempat-tempat tertentu.

Mengenai pemenangan jiwa, Yewangoe

mengakui bahwa meskipun tidak semua aliran gereja

sepakat dengan itu, tetapi nilai-nilai yang terdapat di

dalamnya dapat memperkaya pemahaman tentang

pemberitaan kabar baik (Tidak Ada Penumpang Gelap: 44).

39 A.A. Yewangoe. Agama dan Kerukunan…. hlm. 70. 40 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

42.

Page 30: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

60 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

Betapapun Yewangoe memberi apresiasi

terhadap dua model dan arti pekabaran injil, ia juga

pada saat yang sama tidak putus-putusnya meminta

gereja untuk mengkritisi dua konsep ini, terutama

dalam konteks kehidupan bersama yang ditandai oleh

kepelbagaian agama. Hal itu umpamanya ditegaskan

dalam ceramahnya di Palangka Raya. Yewangoe

berkata: “Khusus menyangkut agama, menjadi sesuatu

yang sangat krusial apabila Injil diartikan secara sangat

sempit itu tadi.”

Yang Yewangoe maksudkan dengan arti

sempit pekabaran injil adalah pekabaran injil untuk

tujuan pemenangan jiwa dan church planting atau

kristenisasi (Tidak Ada Penumpang Gelap: 42). Sikap

memenangkan jiwa yang berakhir pada church planting atau kristenisasi lahir dari pandangan yang

membagi dunia atas hitam dan putih. Perlu juga

dicatat, demikian tegas Yewangoe bahwa “pekabaran

Injil bukan sekedar mengajak seseorang untuk masuk

menjadi anggota gereja kita, atau sekedar upaya-upaya

kristenisasi.”

Bertolak dari PTPB Yewangoe menegaskan

bahwa ini bukan satu-satunya model pekabaran injil.

Selain kedua model tadi ada model lain yang disebut

PTPB sebagai berita perdamaian dan keadilan (Tidak Ada Penumpang Gelap: 41). Yewangoe menggunakan

beberapa istilah untuk menyebutkan model ini. Pada

satu kesempatan dia berbicara tentang presensia secara

bertanggung jawab, di mana solidaritas Allah dengan

dunia direfleksikan dalam solidaritas kita dengan

Page 31: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 61

orang-orang lain.41 Pada kesempatan lain dia

menggunakan frasa: gereja bagi orang lain. Istilah-

istilah itu menekankan model kehadiran Kristen yang

memberi perspektif baru bagi kemaslahatan seluruh

umat manusia terutama mereka yang hidup dalam

kemiskinan dan ketidakadilan (Tidak Ada Penumpang Gelap: 41).

Model alternatif ini diserukan Yewangoe tidak

dengan maksud menafikan pertobatan. Pertobatan

tetap perlu. Tetapi menurutnya, janganlah pertobatan

diwajibkan atau juga dipersempit hanya sekedar kalau

seseorang itu menjadi anggota gereja tertentu.

Pertobatan harus dipahami lebih luas, yakni mencakup

juga komitmen seseorang untuk menghubungkan lagi

dirinya dengan Allah yang hidup dan berada dalam

persekutuan yang kokoh dan harmonis dengan sesama

manusia dan seluruh alam ini.42

Makna pertobatan seperti yang dipahami

Yewangoe sejalan dengan kecenderungan beberapa

teolog Asia, seperti M.M. Thomas, Choan-seng Song,

dll. Para teolog ini menolak pandangan bahwa

pertobatan berarti memutuskan sama sekali hubungan

dengan warisan budaya dan keberagamaan serta

beralih ke dalam kebudayaan yang baru dan agama

41 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

86. 42 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

41. Lihat juga Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto, hlm.

132.

Page 32: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

62 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

yang dibungkus oleh budaya yang datang tadi.43

Paham seperti ini sangat bersifat kaku dan statis.

Arti baru bagi pertobatan sebagaimana yang

didefinisikan tadi tidak selamanya mengharuskan

perpindahan atau konversi agama. Seseorang dapat

tetap ada dalam agamanya tetapi ia melakukan

pembaharuan budi dan perubahan batin, sebagaimana

yang ditegaskan Paulus dalam Roma 12: 2 “Berubahlah

oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat

membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik,

yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”

Jelasnya, Yewangoe memahami arti misi atau

pekabaran injil lebih luas dari church planting dan

pemenangan jiwa. Dia tidak menolak kedua arti itu.

Tetapi mengajak kita untuk memikirkan arti misi yang

lebih dari dua itu. Arti baru yang Yewangoe

tambahkan kepada pengertian misi sudah kita

sebutkan, yakni: presensia dan gereja bagi orang lain.

Konsep alternatif ini diajukan dengan

mempertimbangkan konteks kemajemukan

masyarakat.44 Arti baru ini nyata seterang-terangnya,

menurut Yewangoe dalam karya perdamaian, diakonia

dan persaudaraan.

Pertama, mengenai misi dalam arti presensia

yang berwujud dalam karya perdamaian, itu

ditegaskan Yewangoe dalam ceramah yang

43 A.A. Yewangoe. “Kecenderungan-Kecenderungan Dalam

Teologia Asia… hlm. 15. 44 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto…. hlm. 135.

Page 33: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 63

disampaikan dalam “breakfast fellowship” Gereja

Protestan Indonesia – Jakarta 17 Juni 2006. Di situ dia

berkata: “Yang dibutuhkan masyarakat kita di

Indonesia adalah keberagamaan yang terbuka kepada

pihak lain… yang perlu kita kembangkan adalah

theology of hospitality guna menggantikan theology of hostility. Mereka yang dulu dilihat sebagai strangers

sekarang adalah neighbors.”45

Theology of hospitality akan melahirkan

kerukunan antar umat beragama. Yang Yewangoe

tentang kerukunan bukan sekedar agama-agama hidup

bersama tanpa saling menggangu. Tidak sebatas itu.

Dalam ceramah yang disampaikan di Kupang 14

September 2008 Yewangoe berkata begini:

“Kerukunan adalah ketika kita mampu memasuki

halaman orang lain, menyelami kekayaan-kekayaan

spiritualnya, dan kembali dengan kekayaan luar biasa

bagi kemaslahatan seluruh umat manusia” (Tidak Ada Penumpang Gelap: 21).

Konkretnya, seorang Islam memasuki

kedalaman spiritual saudaranya yang Kristen akibat

adanya persaudaraan di antara mereka, lalu ia kembali

ke dalam agamanya dengan membawa kekayaan

spiritual tadi yang membuat dia memiliki komitmen

yang diperharui untuk menghayati nilai-nilai

keagamaannya. Pengalaman Petrus setelah mengalami

perjumpaan dengan Kornelius merupakan teladan

45 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

53.

Page 34: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

64 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

yang memperlihatkan betapa hidup rukun antara

sesama manusia dari agama yang berbeda bermanfaat

dalam memperkaya spiritualitas manusia.

Kedua, arti presensia dari misi menurut

Yewangoe, juga dapat diperlihatkan dalam karya

diakonia. Diakonia yang sejati, begitu ditegaskannya

adalah menunjukkan kasih tanpa pamrih kepada

sesama. Gereja melayani manusia bukan untuk

mengkristenkan manusia itu, melainkan

memperlihatkan kasih Kristus kepadanya. Itu

ditunjukan dengan perjuangan yang sungguh-sungguh

bagi kemaslahatan umat manusia, tanpa memandang

suku, agama, ras dan golongan. Diakonia yang

dikerjakan dalam arti ini tidak bisa ditaklukan di

bawah tugas pemberitaan, tetapi adalah pemberitaan

itu sendiri.46

Diakonia adalah penting. Ia tidak boleh

dianggap sebagai tugas yang di-sub-ordinasi-kan pada

marturia. Karya sosial, yakni menolong kaum miskin

dan lemah jangan dikaitkan dengan syarat mereka

harus menjadi umat Kristen. Diakonia sendiri adalah

marturia. Misi atau pekabaran injil tidak boleh hanya

dipahami sebatas kesaksian verbal. Misi juga

berhubungan dengan kesaksian dalam aksi atau

tindakan. Itu kita temukan dalam pengutusan Yesus

sebagaimana yang disaksikan dalam Lukas 4:18-19.

Berkali-kali Yewangoe mengutip bagian ini untuk

46 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Penumpang Gelap. hlm.

134.

Page 35: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 65

menegaskan bahwa diakonia adalah marturia (Tidak Ada Penumpang Gelap: 134).

Pentingnya tugas diakonia ini bukan hanya

karena itu merupakan perintah Tuhan, tetapi juga

berhubungan dengan kenyataan kemiskinan yang

merupakan realita kehidupan bersama di Indonesia.

Yewangoe menulis: “Tugas pekabaran injil juga

berbicara tentang berbagai upaya menghapus

kemiskinan, misalnya. Di mana ada kemiskinan, gereja

menjadi pelopor untuk menghapuskannya. Kalau

gereja secara serius melakukan itu, Injil telah

diberitakan” (Tidak Ada Ghetto: 131).

Ketiga, arti presensia dari misi dalam wujud

persaudaraan. Yewangoe menunjukkan bahwa

persaudaraan adalah satu nilai universal yang

menjadikan manusia sebagai manusia.47 Semua bangsa

dan budaya serta agama mengenal nilai ini. Nilai ini

juga adalah cerminan dari nilai kristiani yang selalu

ditegaskan Kristus. Bahkan Injil dengan tegas

menunjukan bahwa persaudaraan yang sejati tidak

diskriminatif, sebaliknya menekankan kesederajatan di

antara mereka yang berbeda. Persaudaran seperti ini

dia sebut sebagai hal yang autentik.48 Pekabaran injil

yang sejati haruslah untuk memperkuat nilai ini

(persaudaran dan kesederajatan), bukan malah

merusak atau menghancurkannya. Misi tidak boleh

47 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto…. hlm. 138. 48 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto…. hlm. 141, 142.

Page 36: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

66 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

sedikit pun mengancam kerukunan dan

persaudaraan.49

Yewangoe memang tidak secara eksplisit

menyebutkan hal berikut ini, tetapi rasanya penegasan

tadi bisa kita jadikan sebagai jari yang menunjuk ke

arah jawaban atas pertanyaan: “Apakah dalam

mengikut Yesus seseorang harus melakukan

pemutusan yang radikal, total dan menyeluruh dengan

keberadaannya sebagai manusia dengan seluruh

kepribadian, budaya, sejarah dan lapisan

keagamaannya?

Kalau Yewangoe menegaskan bahwa

pekabaran injil yang sejati haruslah untuk

memperkuat nilai persaudaraan dan kesederajatan

tentulah jawabannya adalah TIDAK. Pemutusan yang

radikal, total dan menyeluruh dengan keberadaan

seseorang sebagai manusia dengan seluruh

kepribadian, budaya, sejarah dan lapisan keagamaan

tidak perlu karena itu bertentangan dengan nilai

persaudaraan yang ditegaskan oleh Injil. Dalam

jawaban tidak ini tersirat penegasan bahwa seorang

murid tidak selalu harus menjadi anggota gereja. Ia

dapat tetap berada dalam agamanya sendiri.

Kasih dan Persaudaraan yang diajarkan Yesus

melampaui batas-batas agama, seperti nampak dalam

perumpamaan orang Samaria (Lk. 10:25-37) Kita

karena itu berkesan kuat berdasarkan pemikiran

Yewangoe bahwa adalah tidak injili dan anti gerejawi

49 A.A. Yewangoe. Agama dan Kerukunan…. hlm. 50.

Page 37: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 67

kalau misi yang gereja kerjakan justru merusakkan dan

menghancurkan persaudaraan yang sudah terbangun

dalam hidup seseorang yang menjadi akar dari

keberadaannya dan memberi identitas bagi hidupnya,

termasuk persaudaraan yang dia miliki dengan

saudara-saudaranya dalam agama tertentu sebelum dia

berjumpa dengan Kristus.

Rancang-Bangun Eklesiologi Baru

Gereja untuk orang lain. Inilah rancang-

bangun eklesiologi yang ada dalam hati dan benak

Yewangoe dalam mendeskripsikan kehadiran gereja

dalam masyarakat yang bercorak multi-agama yang

merupakan given reality dalam kehidupan berbangsa

di Indonesia. Konsep ini ditegaskan Yewangoe

berulang-ulang dalam ceramah-ceramahnya di

berbagai kesempatan.50

Yang dia maksudkan dengan gereja untuk

orang lain ialah bahwa gereja seyogianya lebih

terbuka, tidak terdorong ke dalam eksklusivisme.

Orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus

sebagai Tuhan dan juruselamat harus hidup bersama

dengan orang lain di dalam polis bukan secara pasif

tetapi aktif. Orang-orang Kristen harus hadir bersama

saudara-saudaranya dari agama lain untuk berjuang

dengan sungguh-sungguh dengan cara-cara yang benar

untuk menyiapkan ruang bagi kemungkinan hidup

50 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto. hlm. 34, 72, 137.

Page 38: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

68 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

damai sejahtera bersama di dalam masyarakat (Tidak Ada Ghetto: 11).

Ungkapan kewarganegaraan yang bertanggung jawab yang pernah dipakai oleh Dr. J. Leimena dalam

menggambarkan kehadiran Kristen di dalam negara

berkali-kali dipakai oleh Yewangoe untuk menegaskan

apa yang dia maksud dengan menjadi gereja untuk

orang lain. Tidaklah pantas bagi gereja untuk masuk ke

dalam ghetto, mengisolasikan dirinya dari dunia

sekitarnya. Ia harus berada di tengah-tengah dunia,

bergaul dan berinteraksi dengan manusia dari latar

belakang agama yang berbeda apapun juga resikonya.

Gereja tidak boleh menjadi persekutuan yang inward

looking apalagi bermusuhan dengan dunia dan umat

beragama lain (Tidak Ada Ghetto: viii. 4, 137).

Gereja atau orang Kristen yang inward

looking, masuk ke dalam ghetto, memperkuat diri

untuk kenikmatan sendiri sambil mengambil sikap

musuhi dunia bisa merupakan indikasi ketidak-

mampuannya menghadapi dunia nyata. Masuk ke

dalam ghetto atau menciptakan ghetto sama dengan

membunuh diri sendiri. Ia akan pengap dalam ghetto

itu sebab tidak ada udara masuk. Sebaliknya, gereja

yang keluar dari ghetto, betapapun sulit, akan

memperoleh kepercayaan.51

Dalam interaksinya dengan sesama manusia

yang berbeda agama untuk menciptakan ruang bagi

51 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto. hlm. 144-5. Semua

kata cetak miring berasal dari Yewangoe sendiri.

Page 39: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 69

hidup damai sejahtera, gereja kata Yewangoe patutlah

memperhatikan prinsip berikut: “Ia ada dalam dunia

tetapi tidak sama dengan dunia” (Tidak Ada Ghetto: 3,

30). Artinya, sebagaimana yang dijelaskan Yewangoe

gereja tidak boleh mengasingkan diri dari dunia

sehingga menjadi tidak relevan. Tetapi pada sisi lain

gereja juga tidak boleh terhisap dalam dunia begitu

rupa sehingga kehilangan kemampuan untuk

menyampaikan sikap kritis atau suara kenabian (Tidak Ada Ghetto: viii).

Gereja bagi orang lain yang hidup dalam

ketegangan yang dialektis antara bahaya terlalu

bersikap akomodatif dan bahaya menjadi tidak relevan

harus menunjukan diri sebagai yang tidak ke mana-mana tetapi ada di mana-mana. Yewangoe

menjelaskan frasa ini dalam kutipan berikut:52

Tidak ke mana-mana artinya, gereja tetap pada

panggilannya. Memberitakan kabar baik,

sebagaimana antara lain ditekankan dalam

Lukas 4:18-19. Tugas ini tidak pernah berubah

dari dulu sampai sekarang. Bahkan juga di

masa depan. Dengan demikian gereja tidak ke

mana-mana. Namun pada saat yang sama, tugas

itu mesti merambah masuk ke mana-mana, ke

seluruh bidang kehidupan. Gereja

berkewajiban meneruskannya ke mana-mana.

Guna menyampaikan itu, gereja harus ada di

mana-mana.

52 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto. hlm. 9.

Page 40: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

70 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

Apakah ini berarti bahwa orang yang percaya

kepada Yesus juga harus ada dalam dunia dan

lingkungan Islam atau Hindu atau Budha dalam arti

menjadi pemeluk agama-agama itu sambil hati dan

hidupnya diserahkan kepada Yesus? Sayangnya

Yewangoe tidak memberikan jawaban eksplisit untuk

itu, seperti yang ditegaskannya kepada kami.

Meskipun begitu, seperti kami sebutkan bahwa

terkesan bahwa Yewangoe secara implisit memberikan

jawaban: YA. Itu kita temukan misalnya dalam

pernyataan bahwa Gereja yang tersebar justru adalah

berkat. Itu membuat gereja menjadi gereja.53

Pernyataan ini ia tegaskan saat membuat review

mengenai keadaan gereja dan orang Kristen pada abad-

abad pertama yang oleh karena dikejar-kejar dan

berada dalam penganiayaan, orang percaya membaur,

menyebar dalam kehidupan bermasyarakat.

Kesatuannya sebagai organisasi yang kelihatan tidak

nampak. Yang ada ialah kesatuannya dalam iman

kepada Kristus dalam lingkup kerja masing-masing.

Berkat yang dimaksud Yewangoe adalah justru

dalam perserakan orang-orang percaya itu mereka

menyebarkan injil. Orang-orang percaya yang

berserak itu makin tiba pada pengenalan diri dan

gereja makin memperoleh bentuk (Tidak Ada Ghetto:

22).

Jelasnya menjadi gereja bagi orang lain artinya

tidak sibuk di dalam dirinya saja, tetapi giat di dalam

53 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto. hlm. 22.

Page 41: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 71

menyelesaikan masalah bersama di dalam

masyarakat.54 Ini adalah penjabaran dari teladan yang

ditunjukan kepala gereja, yakni Yesus yang adalah

manusia bagi orang lain (Tidak Ada Ghetto: 4).

Gereja bagi orang lain yang diperkenalkan

Yewangoe adalah konsep yang juga dikembangkan

oleh PGI dan WCC. Berkali-kali Yewangoe menunjuk

ke dua event besar gerejawi itu untuk menunjukan

bahwa konsep gereja bagi orang lain adalah hasil

pergumulan yang saksama, mendalam dan ekumenis

dari gereja dan orang Kristen.

Tetapi Yewangoe tidak hanya sekedar

membuat pendasaran ekumenis dan sosial bagi

pentingnya gereja bagi orang lain. Yewangoe juga

membuat pendasaran Kristologis. Dia menulis: “Tuhan

itu baik kepada semua orang adalah akar guna

memahami bahwa gereja ada bagi orang lain. yesus

Kristus, demikian dikatakan dalam PTPB 2004 adalah

manusia bagi orang lain.55

Hal penting lain yang patut kita catat

mengenai rancang-bangun eklesiologi yang

diperjuangkan Yewangoe untuk membuat semua yang

dikatakan sebelumnya competable adalah pembedaan

yang ia buat antara gereja dan agama Kristen atau

kekristenan. Pembedaan ini tidak berarti keduanya

terpisah. Tidak! Gereja dan kekristenan berbeda tetapi

54 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto. hlm. 143. 55 Andreas Yewangoe. Tuhan Itu Baik Kepada Semua Orang. hlm. 10.

Page 42: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

72 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

ada keterkaitan antara keduanya (Tidak Ada Ghetto:

10).

Gereja adalah obyek iman. Ia menunjuk

kepada orang-orang yang bersekutu karena percaya

kepada Kristus sebagai kepala. Persekutuan itu

digambarkan dengan berbagai metafora. Salah satu

metafora yang terkemuka adalah Tubuh Kristus. Ini

adalah realitas gereja sebagai obyek iman. Yewangoe

menyebut realitas ini sebagai sisi organisme gereja.56

Selain sisi organisme, gereja juga memiliki sisi

organisasi (kelembagaan). Sebagai organisasi, gereja

dapat diacu sebagai sesuatu yang konkret di dalam

sejarah. Ia bisa menjadi subyek hukum. Ia bahkan bisa

digugat di depan pengadilan.

Kekristenan atau agama Kristen berhubungan

dengan gereja dalam dua pengertian tadi, tetapi agama

Kristen berbeda dari gereja. Ia lebih mengacu pada

aspek-aspek kultural dan sosiologis dari orang-orang

beriman yang bersekutu dalam gereja (Tidak Ada

Ghetto: 11). Jelasnya, sebutan agama Kristen lebih

menunjuk kepada kegiatan atau juga aturan-aturan

yang ditetapkan orang-orang yang bersekutuan dalam

gereja demi mengoperasionalkan hal-hal yang mereka

yakini dalam gereja. Jadi gereja adalah ciptaan Allah

sedangkan agama Kristen berisi tindakan-tindakan

56 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto. hlm. 11.

Page 43: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 73

manusia yang dilakukan sebagai jawaban atas karya

Allah tadi.57

Menjadi jelas bahwa Yewangoe tidak

menyamakan begitu saja gereja dan agama Kristen. Itu

berarti, meskipun secara eksplisit dia tidak

mengatakannya, tetapi pembedaan antara gereja dan

agama Kristen yang dia tegaskan secara eksplisit

membawa kita begitu dekat kepada penegasan bahwa

menjadi warga gereja tidak selalu jatuh sama dengan

menjadi orang beragama Kristen. Warga gereja dan

pemeluk agama Kristen merupakan dua hal yang

berbeda meskipun tetap ada hubungan antara

keduanya.

Kesimpulan dan Penutup

Sampai di sini penelurusan kita terhadap

pemikiran Andreas Yewangoe terhadap topik bahasan

di atas. Dari keseluruhan pemikirannya kita mencatat

beberapa hal yang merupakan benang merah. Pertama,

Yewangoe menyerukan kepada gereja dan orang

Kristen untuk tidak hidup dalam ghetto,

mengisolasikan diri dari dunia dan umat beragama lain

tetapi harus menjadi gereja bagi orang lain. Menjadi

gereja tidak berarti merasakan kenikmatan beragama.

57 Bandingkan Ketut Waspada. “Kebebasan Beragama dalam

Pengalaman Gereja Bali.” Dalam: Erick Barus. (2009).

Kebebasan Beragama, HAM dan Komitmen Kebangsaan. Jakarta: Bidang Marturia PGI. hlm. 177.

Page 44: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

74 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

Sebaliknya menjadi gereja atau pengikut Kristus

artinya kita harus bersedia hidup bagi orang lain

apapun juga resikonya, bekerja dan berjuang bagi

kesejahteraan bersama anak bangsa lainnya, bukan

sekedar bagi kenikmatan kalangan atau kelompok

sendiri yang bernama agama kristen.

Gereja tidak boleh membangun ghetto. Itu

berarti gereja bagi Yewangoe haruslah menjadi

persekutuan yang terbuka, karena Allah yang adalah

pemilik gereja adalah Allah yang terbuka bagi semua

orang dan segala bangsa. Keterbukaan gereja bukan

hanya kepada Allah, tetapi juga kepada sesama dan

juga nilai-nilai, keyakinan religius dan paham-paham

mereka tentang Allah dan keselamatan.

Menjadi gereja yang terbuka bagi orang lain,

seperti yang dipahami Yewangoe sama sekali tidak

menciderai keberadaan gereja yang salah satu sifatnya

adalah am, atau katolik. Hal ini ditegaskan juga oleh

Avery Dulles. “Karena bersifat katolik, gereja harus

terbuka kepada semua kebenaran Allah tanpa

mempedulikan siapa yang mengatakannya. Seperti

kata santo Paulus, bahwa “semua yang benar, semua

yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua

yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang

disebut kebajikan harus diterima” (Fil. 4:8).58

Kedua, gereja bagi orang lain berarti tidak

pernah menjadi gereja yang mapan. Sekali ia berlaku

58 Avery Dulles. Model-Model Gereja. Ende: Penerbit Nusa

Indah. 1990. hlm. 8.

Page 45: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

Gereja Lintas Agama 75

mapan, tugas-tugasnya dianggap selesai berhentilah ia

menjadi gereja karena ia tidak lagi mau bergerak ke

depan mengikuti Allahnya yang terus-menerus

merupakan Allah masa depan (Tidak Ada Ghetto: 154).

Gereja yang tidak mapan artinya gereja yang terus-

menerus merelevansikan kehadiran dan karyanya

dalam menanggapi pergumulan dan tantangan yang

dihadapi manusia dalam konteksnya.

Dalam hubungan itu Yewangoe mengingatkan

gereja untuk tidak boleh meniru begitu saja model

pekabaran injil dari luar, betatapun mentereng dan

keren karena model-model itu cenderung tidak

memperhitungkan kemajemukan dan situasi khusus

yang sedang terjadi dalam konteks kita, Indonesia.59

Kita justru perlu serius menemukan model-model

pekabaran injil yang setia pada panggilan yang tidak

berubah tetapi juga kena-mengena dengan

kemajemukan masyarakat Indonesia.

Ketiga, dalam hubungan dengan keberadaan

para pengikut Kristus sebagai pemeluk agama Kristen

Yewangoe menyampaikan ajakan untuk tidak

menjadikan agama Kristen sebagai ideologi tetapi lebih

menjadikan agama sebagai the matrix of meaning. Agama sebagai ideologi artinya mati-matian

mempertahankan agama itu karena menganggap

agama sebagai yang mewakili Tuhan atau bahkan

menggantikan Tuhan. Menjadikan agama sebagai the

matrix of meaning artinya agama sebagai pemandu

59 Andreas Yewangoe. Tidak Ada Ghetto. hlm. 90.

Page 46: BAB I Gereja Jangan Meng-Ghettorepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6284/3/BOOK... · 2015-11-05 · agamanya itu?” akan kita lanjutkan dengan meneliti pikiran ... ujaran dan

76 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

dalam hal pembentukan nilai-nilai etika dan moral di

dalam masyarakat.60

Seruan itu ditegaskan Yewangoe dengan

mengutip beberapa tokoh, antara lain Gus Dur yang

meminta agar umat beragama lebih menonjolkan

aspek kultural dari agama dan bukan ketegaran

legalistik dan ritualistik, atau pemikiran Romo

Mangun agar manusia Indonesia tidak sekedar

mempunyai agama, tetapi harus lebih dari itu, yakni

memiliki religiositas atau roh agamanya. Kita harus

hidup dalam agama bukan untuk mendapatkan abu

melainkan apinya, sebagaimana ditegaskan Bung

Karno.61

60 A.A. Yewangoe. Agama dan Kerukunan…. hlm. xvii. 61 A.A. Yewangoe. Agama dan Kerukunan…. hlm. xv-xvi.