bab i, bab ii, ibnu alfi

82
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, berbagai upaya kesehatan telah diselenggarakan. Salah satu bentuk upaya kesehatan melalui puskesmas dan rumah sakit sebagai rujukannya, yang merupakan sistem pelayanan kesehatan yang dianut dan dikembangkan dalam sistem kesehatan nasional dengan melibatkan peran serta masyarakat. Beberapa upaya kesehatan masyarakat yang memerlukan dukungan dan peran serta aktif masyarakat antara lain adalah berbagai pelayanan dasar puskesmas khususnya dalam hal kesehatan ibu dan anak, perbaikan gizi, keluarga berencana, kesehatan lingkungan, pemberantasan dan pencegahan penyakit menular, penyuluhan kesehatan dan lain-lain yang mencakup 18 usaha kesehatan pokok puskesmas dan upaya perawatan kesehatan masyarakat melalui pos pelayanan terpadu (posyandu) (Effendy, 1995). 1

Upload: ajengretmasari

Post on 12-Aug-2015

182 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal,

berbagai upaya kesehatan telah diselenggarakan. Salah satu bentuk upaya

kesehatan melalui puskesmas dan rumah sakit sebagai rujukannya, yang

merupakan sistem pelayanan kesehatan yang dianut dan dikembangkan

dalam sistem kesehatan nasional dengan melibatkan peran serta masyarakat.

Beberapa upaya kesehatan masyarakat yang memerlukan dukungan dan peran

serta aktif masyarakat antara lain adalah berbagai pelayanan dasar puskesmas

khususnya dalam hal kesehatan ibu dan anak, perbaikan gizi, keluarga

berencana, kesehatan lingkungan, pemberantasan dan pencegahan penyakit

menular, penyuluhan kesehatan dan lain-lain yang mencakup 18 usaha kesehatan

pokok puskesmas dan upaya perawatan kesehatan masyarakat melalui pos

pelayanan terpadu (posyandu) (Effendy, 1995).

Posyandu didirikan untuk mengutamakan pelayanan KB dan Kesehatan,

khususnya untuk pelayanan ibu hamil dan anak-anak. Di harapkan juga

Posyandu nantinya dapat menjadi wadah bagi keluarga untuk

mengoptimalkan delapan fungsi keluarga menurut UU no 10 tahun 1992.

Tenaga yang bekerja di posyandu adalah bidan, perawat, dokter, sukarelawan,

dan petugas dari BKKBN itu sendiri yang nantinya mengatur kegiatan di

lapangan (Suyono, 2007).

Pada saat terjadi krisis di tahun 1997-1998, kegiatan Posyandu dalam

bidang KB dan Kesehatan menurun. Jumlah Posyandu yang aktif menurun

1

Page 2: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

dari sekitar 500.000 buah menjadi hanya sekitar setengahnya. Begitu juga

peranan bidan di desa. Jumlah bidan yang aktif dalam Posyandu di desa merosot

dari sekitar 65.000 menjadi hanya sekitar 20.000 sampai 22.000 bidan. Hal

ini berdampak pada tingginya angka kematian ibu dan bayi. Menurut Direktur

Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Prof. dr. Azrul

Azwar,s MPH, angka kematian ibu mencapai 307 kasus per 1000 kelahiran

hidup dan angka kematian bayi mencapai 35 kasus per 1000 kelahiran hidup.

Itu berarti setiap tahun ada 13.778 kematian ibu atau setiap dua jam ada dua

ibu hamil, bersalin, nifas yang meninggal karena berbagai penyebab. Bisa

dipastikan hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat

khususnya ibu hamil mengenai cara memelihara kesehatan selama hamil dan

kurang menggunakan pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kehamilan

(Syafrudin, 2008).

Pemerintah berupaya mengaktifkan kembali Pos Pelayanan Terpadu

(Posyandu) untuk meningkatkan koordinasi penanganan keluarga berencana

(KB) dan kesehatan di Pedesaan. Koordinasi ini diwujudkan dengan

menggabungkan

pos-pos KB dan pos-pos kesehatan yang telah ada menjadi Pos Pelayanan

Terpadu (Posyandu). Selain itu pemerintah juga mencanangkan program

Revitalisasi Posyandu untuk mengaktifkan kembali kegiatan Posyandu. Program

revitalisasi posyandu mempunyai tujuan agar terjadi peningkatan fungsi

dan

kinerja posyandu, dengan kegiatan utama adalah; 1) pelatihan, untuk

meningkatkan kemampuan dan kualitas kader; 2) pelayanan, mencakup

2

Page 3: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

pelayanan lima program pr ioritas yang merupakan paket minimal dengan

sasaran khusus balita dan ibu hamil serta menyusui dan; 3) penggerakan

masyarakat (Ridwan,

2007). Menurut Mangkunegara, (2000) hal yang sangat penting selain program

yang diselenggarakan Posyandu, kinerja petugas posyandu juga sangat

perlu untuk di tingkatkan. Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Dalam hal ini, seorang petugas posyandu berperan besar untuk

meningkatkan kinerja secara optimal. Misalnya dengan mengoptimalkan

jumlah pengguna satu posyandu dengan jumlah petugas pada posyandu

tersebut. Satu unit Posyandu, idealnya melayani sekitar 100 balita (120 kepala

keluarga) atau sesuai dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat.

Pelaksanaan kegiatan Posyandu umumnya dibuka satu bulan sekali oleh

anggota masyarakat yang sudah dilatih menjadi kader kesehatan setempat di

bawah bimbingan Puskesmas (suaramerdeka.com;14 September 2009).

Salah satu komponen yang penting dalam kinerja Posyandu adalah

layanan yang diberikan oleh Posyandu tersebut. Pelayanan yang baik dan sesuai

kebutuhan masyarakat, terutama yang menunjang kesehatan dan gizi ibu

dan balita tentu akan mendapatkan respon yang positif. Secara ideal,

layanan Posyandu meliputi: Pemantauan gizi yaitu pemantauan kebutuhan

balita, pendidikan atau penyuluhan gizi, serta pemberian makanan tambahan;

kesehatan ibu dan anak; pengontrolan terhadap diare; immunisasi; serta keluarga

berencana (BKKBN, 2004).

3

Page 4: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

Berdasarkan data temuan IFLS (Indonesian Family Life Survey)

tahun 1997-2000, terdapat penurunan kinerja Posyandu yang mempengaruhi

tingkat kepuasan ibu-ibu pengguna Posyandu. Terbukti sejak satu dekade

terakhir terjadi penurunan cakupan kedatangan ibu yang membawa balitanya ke

Posyandu. Data tersebut menyebutkan terjadi penurunan sebesar 12%

terhadap pengguna Posyandu oleh balita baik laki-laki maupun perempuan

dalam rentang tahun 1997 hingga 2000 (Strauss et al, 2002). Menurut Marks

(2003), selain cakupan, kualitas layanan Posyandu itu sendiri juga menurun,

dengan indikasi adanya 14% penurunan cakupan pemantauan pertumbuhan dan

rendahnya kepemilikan KMS (Kartu Menuju Sehat) hingga menurun sebesar

24% pada kurun waktu yang sama (Tria, 2007).

Dari data IFLS diketahui bahwa pada saat terjadinya penurunan cakupan

Posyandu, pemanfaatan terhadap layanan kesehatan pribadi atau swasta

meningkat dengan cukup signifikan sebanyak 10%. Angka ini mengindikasikan

kecenderungan masyarakat untuk menggunakan layanan kesehatan hanya

saat

membutuhkan misalnya saat mereka sakit, bukan untuk mendapatkan

layanan monitoring atau meningkatkan pengetahuan kesehatan dan gizi seperti

yang diberikan di Posyandu. Pergeseran kebutuhan inilah yang menyebabkan

Posyandu makin ditinggalkan (Strauss et al, 2002 dalam Tria, 2007).

Kurangnya pemanfaatan fasilitas yang ada diposyandu kemungkinan

karena masyarakat pengguna Posyandu kurang pengetahuan mengenai

pelayanan dan biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk

mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka di Posyandu.

4

Page 5: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

Sehingga masyarakat masih menganggap bahwa pengobatan itu mahal.

Rendahnya status kesehatan masyarakat dimungkinkan karena kurangnya

pengetahuan, terbatasnya akses pelayanan dan biaya. Secara umum gambaran

kepuasan masyarakat pengguna layanan kesehatan masih rendah. Ini terlihat

dari masalah yang muncul di masyarakat terkait dengan loket pendaftaran yang

berbelit-belit, tidak adanya transparansi, keterbatasan fasilitas, sarana dan

prasarana yang kurang memadai sehingga tidak menjamin kepastian hukum

waktu dan biaya. Berdasarkan masalah

tersebut membuat masyarakat merasa kurang perlu untuk datang ke

pelayanan kesehatan (Retnowati, 2008).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara jumlah

Posyandu pada tahun 2007 ada 14.533 yang terdiri dari Posyandu Pratama 4.960 (

34,13 %), Posyandu Madya 7.054(48,54%), Posyandu Purnama 2.338( 16, 09%)

dan Posyandu Mandiri 181 (1,25%). Sedangkan menurut strata dari tahun 2005-

2007 khusus persentasi Posyandu Purnama dan Mandiri baru mencapai 17,34%,

angka ini masih jauh dari target yaitu 40 %(Dinkes SU, 2007).

Menurut data profil kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan, tahun

2001, diketahui di Kabupaten Asahan berpenduduk berjumlah 961.916 jiwa

dengan 19.238 Kepala keluarga, Puskesmas berjumlah 24, Puskesmas Pembantu

143 sedangkan Posyandu berjumlah 1.411 buah.

Berdasarkan data dari Puskesmas Aek Loba Kecamatan Aek Kuasan pada

tahun 2012 terdapat 33 Posyandu, dengan strata sebagai berikut : 1 Posyandu

Pratama, 22 Posyandu Madya, dan 10 Posyandu Purnama.

5

Page 6: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui sejauh mana peran dan fungsi kader dalam peningkatan

strata posyandu

1.2.2 Tujuan Khusus

Untuk melihat sejauh mana peran dan fungsi kader dalam upaya

meningkatkan strata posyandu di Kecamatan Aek Kuasan,

Kabupaten Asahan.

Untuk mengetahui motivasi kader dalam pelaksanaan kegiatan

Posyandu

Mendeskripsikan karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan) kader

yang melaksanakan kegiatan Posyandu.

Memudahkan koordinasi antara petugas kesehatan dengan masyarakat

( kader ) untuk melaksanakan upaya – upaya kesehatan masyarakat.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat bagi peneliti, mengetahui dan memahami peran serta kader dalam

pelaksanaan posyandu, serta sebagai sarana untuk menerapkan teori dan ilmu

yang telah di peroleh tentang peran dan fungsi kader dalam meningkatkan strata

Posyandu.

Bagi Institusi Pendidikan, hasil penelitian ini di harapkan dapat

memberikan manfaat di bidang ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan

terutama tentang peran dan fungsi kader dalam meningkatkan strata Posyandu.

6

Page 7: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

Bagi kader, meningkatkan kapasitas kader dalam membantu melaksanakan

program kegiatan Posyandu secara optimal.

Bagi Masyarakat, memberikan motivasi bagi masyarakat agar berperan

dalam meningkatkan upaya kesehatan yang bersumber dari, oleh ,dan untuk

masyarakat.

Bagi puskesmas, hasil penelitian ini di harapkan dapat dipergunakan

sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam menyusun rencana kegiatan

Puskesmas untuk mendukung keberhasilan kegiatan Posyandu terutama mengenai

Peran dan fungsi kader dalam meningkatkan strata Posyandu.

Bagi pemerintah ( Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan ) , dapat di jadikan

sebagai bahan masukan bagi instansi terkait sejauh mana upaya- upaya pelayanan

kesehatan yang telah dilakukan di Posyandu, dan apa yang perlu di lakukan untuk

meningkatkan pelayanan Posyandu yang menarik minat masyarakat untuk lebih

memanfaatkan Posyandu.

7

Page 8: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Posyandu

2.1.1 Pengertian Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya

Masyarakat ( UKBM ) yang dikelola dan di selenggarakan dari, oleh, untuk dan

bersama masyarakat dalam penyelenggraan pembangunan kesehatan, guna

memperdayakan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk

mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. ( Pedoman Umum

Pengelolaan Posyandu, 2011)

Shakira (2009) menyebutkan, Posyandu adalah suatu forum komunikasi,

alih tehnologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai nilai

strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Posyandu juga

merupakan tempat kegiatan terpadu antara program Keluarga Berencana–

Kesehatan di tingkat desa. Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam

upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Posyandu adalah pusat

pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan

untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan

8

Page 9: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

dalam rangka pencapaian NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera).

Istilah Posyandu yang dikenal sebagai Pos Pelayanan Terpadu adalah

suatu tempat yang kegiatannya tidak dilakukan setiap hari melainkan satu

bulan sekali diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan dan terdiri dari

beberapa pelayanan kesehatan yaitu :

1. Pelayanan Pemantauan Pertumbuhan Berat Badan Balita

2. Pelayanan Imunisasi

3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. Pelayanan Ibu berupa

pelayanan ANC (Antenatal Care), kunjungan pasca persalianan

(Nifas) sementara Pelayanan Anak berupa Deteksi dan Intervensi

Dini Tumbuh Kembang Balita dengan maksud menemukan secara

dini kelainan-kelainan pada balita dan melakukan intervensi segera.

4. Pecegahahan dan Penanggulangan diare Dan Pelayanan Kesehatan

lainnya (Arali, 2008).

Berdasarkan pelayanan yang diberikan, sasaran Posyandu terdiri atas

pasangan usia subur, ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita (Shakira,

2009).

2.1.2 Tujuan Posyandu

Tujuan Posyandu di samping memperluas jangkauan puskesmas juga ada

tujuan khusus yang lain berdasarkan Health Planning for Effective Management,

1994 yaitu :

Mempercepat penurunan angka kematian bayi (infant mortality rate

(IMR)) dan anak balita.

9

Page 10: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

Menurunkan angka kelahiran

Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR

Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera

(NKKBS)

Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka

alih teknologi untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.

Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan

kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang

kemampuan hidup sehat.

Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

dalam usaha meningkatkan cakupan penduduk dan geografi.

2.1.3 Sasaran Posyandu

Sasaran Posyandu menurut Buku Saku Kader Dinkes Kabupaten Asahan

2012, adalah :

Semua anggota masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan

dasar yang ada di Posyandu terutama :

Bayi dan Anak Balita

Ibu hamil, Ibu Nifas dan Ibu Menyusui

Pasangan Usia Subur

Pengasuh Anak

2.1.4 Kriteria dan Langkah Pembentukan Posyandu

Satu Posyandu sebaiknya melayani 100 Balita atau 120 kepala keluarga,

atau disesuaikan dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat seperti

keadaan geografis, jarak antar kelompok rumah, jumlah KK dalam satu

10

Page 11: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

kelompok. Dalam satu posyandu minimal memiliki 5 kader, dengan ketentuan

diharapkan satu kader melayani 10 – 20 KK. Para kader ini harus dilatih terlebih

dahulu.(Perawatan Kesehatan Masyarakat, 1995 dan Pos Pelayanan Terpadu,

www.depkes.go.id)

Dalam pembentukan Posyandu seperti halnya dengan PKMD maka

langkah-langkah yang dilakukan adalah :

Pertemuan tingkat kecamatan dimana tim pembina LKMD kecamatan

berperan serta.

Pertemuan tingkat desa dimana LKMD sebagai penanggung jawab

menyusun rencana kegiatan antara lain mengadakan survey mengenai

masalah yang berkaitan dengan kesehatan.

Hasil survey ditabulasi dan selanjutnya dibawa ke Musyawarah

Masyarakat Desa (MMD). Setelah ada rembuk desa maka diadakan

pemilihan calon kader.

Latihan kader.

Pelaksanaan kegiatan. ( Administrasi Kesehatan Masyarakat edisi

pertama, 1997 dan Perawatan Kesehatan Masyarakat, 1995 )

2.1.5 Kegiatan Posyandu

Kegiatan Posyandu pada pelaksanaannya dilakukan anggota masyarakat

yang telah dilatih menjadi kader kesehatan setempat dibawah bimbingan

Puskesmas. Pengelola Posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW

atau dusun yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal

serta kader kesehatan yang ada diwilayah tersebut. (Perawatan Kesehatan

Masyarakat, 1995).

11

Page 12: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

Pola kegiatan yang dilaksanakan meliputi 5 program prioritas dan program

tambahan. Lima program prioritas meliputi KB, KIA, Perbaikan gizi, imunisasi

dan Penanggulangan diare. Program tambahan bisa berupa sanitasi dasar,

penyediaan obat esensial, dan lainnya. Lima program prioritas ini dilaksanakan

dengan keterpaduan sistem 5 meja, dimana:

Meja I : Pendaftaran, pelaksana 1 orang kader.

Meja II : Penimbangan, pelaksana 2 orang kader.

Meja III : Pencatatan hasil penimbangan (pengisian KMS), pelaksana

1 orang kader.

Meja IV : Penyuluhan berdasarkan hasil penimbangan dan pencatatan

(KMS). Disamping itu juga diberikan juga makanan tambahan, vitamin A,

Oralit, juga pembagian alat kontrasepsi. Pelaksana 1 orang kader.

Meja V : Pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional meliputi

pemeriksaan kehamilan, nasehat-nasehat, imunisasi, dsb.

Selain kegiatan di atas dapat pula dilakukan kegiatan tambahan berupa

kunjungan ke rumah, kegiatan kebersihan lingkungan dan sebagainya.( Pos

Pelayanan Terpadu, www.depkes.go.id , Administrasi Kesehatan Masyarakat

edisi pertama, 1997 dan Perawatan Kesehatan Masyarakat, 1995).

2.1.6 Pelayanan Kesehatan yang Diberikan

1 Pemelihataan kesehatan bayi dan balita

Penimbangan bulanan

12

Page 13: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

Pemberian tambahan makanan bayi yang berat badannya kurang.

Imunisasi bayi 3 – 14 bulan

Pemberian oralit untuk menanggulangi diare

Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama. (Perawatan

Kesehatan Masyarakat, 1995).

2 Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia

subur

Pemeriksaan kesehatan umum

Pemeriksaan kehamilan dan nifas

Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil

penambah darah

Imunisasi TT untuk ibu hamil

Pemberian alat kontrasepsi KB

Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare

Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama

Pertolongan pertama pada kecelakaan. (Perawatan Kesehatan

Masyarakat, 1995).

2.1.7 Tingkat Perkembangan Posyandu

Perkembangan masing-masing posyandu tidak sama. Dengan demikian,

pembinaan yang dilakukan untuk masing-masing posyandu juga bebeda. Untuk

mengetahui tingkat perkembangan posyandu, telah dikembangkan metode dan alat

telaah perkembangan posyandu, yang dikenal dengan nama telaah kemandirian

posyandu. Tujuan telaah adalah untuk mengetahui tingkat perkembangan

posyandu yang secara umum dibedakan atas 4 tingkat sebagai berikut : ( Pedoman

13

Page 14: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

Umum Pengelolaan Posyandu, 2011).

1. Posyandu Pratama

Posyandu pratama adalah posyandu yang belum mantap, yang

ditandai oleh kegiatan bulanan posyandu belum terlaksana secara rutin

serta jumlah kader sangat terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang.

Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan posyandu,

disamping karena jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena

belum siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk

perbaikan peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah

jumlah kader.

2. Posyandu Madya

Posyandu Madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak lima orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan

utamanya masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Intervensi yang dapat

dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkatkan cakupan

dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta

lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan posyandu. Contoh

intervensi yang dapat dilakukan antara lain :

a. Pelatihan tokoh masyarakat, menggunakan modul posyandu

dengan metode simulasi.

14

Page 15: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

b. Menerapkan SMD dan MMD di posyandu, dengan tujuan untuk

merumuskan masalah dan menetapkan cara penyelesaiannya,

dalam rangka meningkatkan cakupan posyandu.

3. Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya

lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta

telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola

oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari

50% KK di wilayah kerja posyandu. Intervensi yang dapat dilakukan

untuk perbaikan peringkat antara lain :

a. Sosialisasi program dana sehat yang bertujuan untuk menetapkan

akan pemahaman masyarakat tentang dana sehat.

b. Pelatihan dana sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh dana

sehat yang kuat, dengan cakupan anggota lebih dari 50% KK.

Peserta pelatihan adalah para tokoh masyarakat, terutama

pengurus dana sehat desa/kelurahan, serta untuk kepentingan

posyandu mengikutsertakan pada pengurus posyandu.

4. Posyandu Mandiri

Posyandu mandiri adalah posyandu yang telah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader

sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya

15

Page 16: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta

telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola

oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50%. KK yang bertempat

tinggal di wilayah kerja posyandu. Intervensi yang dilakukan bersifat

pembinaan termasuk pembinaan program dana sehat, sehingga

terjamin kesinambungannya. Selain itu dapat dilakukan intervensi

memperbanyak macam program tambahan sesuai dengan masalah dan

kemampuan masing-masing.

Secara ringkas gambaran tentang strata posyandu adalah sebagai berikut :

(Buku Saku Kader Dinkes Kabupaten Asahan 2012).

Tabel 1Tingkat Kemandirian Posyandu

NO INDIKATORPRATAM

AMADYA PURNAMA

MANDIRI

1.Frekuensi Penimbangan

< 8% ≥8%

2. Rerata Kader tugas <5% >5%

3. Rerata Cakupan D/S <50% >50%

4.Cakupan Kumpulan KB

<50% >50%

5.Cakupan Kumpulan KIA

<50% >50%

6.Cakupan Kumpulan Imnisasi

<50% >50%

7. Program Tambahan (-) (+)

8. Cakupan Dana Sehat <50% >50%

16

Page 17: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

2.1.8 Letak/ Lokasi Posyandu

Posyandu berlokasi disetiap desa/ kelurahan /nagari. Bila diperlukan

dan memiliki kemampuan, dimungkinkan untuk didirikan di RW,

dusun atau sebutan lainnya yang sesuai.

Tempat penyelenggaraan kegiatan posyandu sebaiknya berada pada

lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. (Buku Saku Kader

Dinkes Kabupaten Asahan 2012).

2.1.9 Penyelenggara Posyandu

Pada hakikatnya Posyandu didirikan dari, oleh dan untuk

masyarakat dalam mencapai pelayanan kesehatan yang baik.

Penyelenggaraannya dilakukan oleh kader yang telah dilatih di bidang

kesehatan dan KB dan keanggotaannya berasal dari PKK, tokoh

masyarakat, dan pemuda atau pemudi. Pengelola Posyandu sendiri adalah

pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK,

tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di

wilayah tersebut (Effendy, 1998).

2.2 Kader Posyandu

2.2.1 Pengertian

Kader adalah seseorang yang karena kecakapannya atau

kemampuannya diangkat, dipilih atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam

kegiatan dan pembinaan Posyandu, dan telah mendapat pelatihan tentang KB dan

Kesehatan (Depkes RI, 1993).

Sebagian besar kader kesehatan adalah wanita dan anggota PKK yang

17

Page 18: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

sudah menikah dan berusia 20-40 tahun dengan pendidikan sekolah dasar (Depkes

RI, 1995).

Syarat-syarat untuk memilih calon kader menurut Depkes RI, (1996)

adalah; dapat membaca dan menulis dengan bahasa Indonesia, secara fisik dapat

melaksanakan tugas-tugas sebagai kader, mempunyai penghasilan sendiri dan

tinggal tetap di desa yang bersangkutan, aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial

maupun pembangunan desanya, dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama

dengan masyarakat calon kader lainnya dan berwibawa, sanggup membina paling

sedikit 10 KK (Kepala Keluarga) untuk meningkatkan keadaan kesehatan

lingkungan diutamakan mempunyai keterampilan.

Menurut Bagus yang dikutip dari pendapat Zulkifli (2003) bahwa

pendapat lain mengenai persaratan bagi seorang kader antara lain; berasal dari

masyarakat setempat, tinggal di desa tersebut, tidak sering meninggalkan tempat

untuk waktu yang lama, diterima oleh masyarakat setempat, dan masih cukup

waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah lain. Persyaratan-

persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli diatas dapatlah disimpulkan

bahwa kriteria pemiihan kader kesehatan antara lain, sanggup bekerja secara

sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai kredibilitas

yang baik dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa

pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai baca tulis, sanggup

membina masyarakat sekitarnya. Kader kesehatan mempunyai peran yang besar

dalam upaya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk

mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina

masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik

18

Page 19: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

di Posyandu.

Sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 9 tahun 1990

ada dua kategori kader yaitu:

1. Kader Pembangunan Desa (KPD) yaitu orang yang mempunyai

kemampuan bekerja secara sukarela untuk kepentingan pembangunan

desanya yang mempunyai jiwa pelopor, pembaharu dan penggerak

pembangunan di desa keseluruhan. KPD merupakan kader yang

bersifat umum yang memperoleh pengetahuan dan keterampilan dasar

melalui latihan kader pembangunan desa.

2. Kader teknis yaitu kader pembangunan desa yang memiliki

pengetahuan dan keterampilan teknis tertentu dari sektor

pembangunan, yang merupakan “tenaga spesialis” dan dibina oleh

suatu instansi atau lembaga kemasyarakatan.

2.2.2 Tujuan Pembentukan Kader

Pada hakekatnya pelayanan kesehatan dipolakan mengikut sertakan

masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab. Keikutsertaan masyarakat dalam

meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya dan dana

didalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan demikian

dilibat- aktifkannya masyarakat akan memanfaatkan sumber daya yang ada

dimasyarakat seoptimal mungkin. Pola pikir yang semacam ini merupakan

penjabaran dari karsa pratama yang berbunyi meningkatkan kemampuan

masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan (Zulkifli.

2004).

Pembentukan kader merupakan salah satu metode pendekatan edukatif,

19

Page 20: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

untuk mengaktifkan masyarakat dalam pembangunan khususnya dalam bidang

kesehatan. Disamping itu pula diharapkan menjadi pelopor pembaharuan dalam

pembangunan bidang kesehatan. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat

tersebut, maka dilakukan latihan dalam upaya memberikan keterampilan dan

pengetahuan tentang pelayanan kesehatan disesuaikan dengan tugas yang

diembannya.

Para ahli mengemukakan bahwa untuk menimbulkan partisipasi dan

menggerakkan masyarakat perlu di bentuk wakilnya dalam bidang kesehatan

yang nantinya akan membantu program pelayanan guna mencapai kemampuan

hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang

optimal (Haryuni, dkk, 1997). Pola pikir pembentukan kader kesehatan

berdasarkan prinsip:

Pertama, dari segi pengorganisasian, bentuk pengorganisasian yang seperti

itu diaplikasikan dalam bentuk kegiatan keterpaduan KB kesehatan yang telah

dikenal dengan nama Posyandu. Adapun kegiatan berdasarkan kebutuhan

masyarakat setempat, dapat diterapkan pada masyarakat pedesaan dan perkotaan,

pelayanan yang murah dapat dijangkau oleh setiap penduduk.

Kedua, dari segi kemasyarakatan, perilaku kesehatan tidak terlepas

daripada kebudayaaan masyarakat. Dalam upaya untuk menumbuhkan partisipasi

masyarakat. harus pula diperhatikan keadaan sosial budaya masyarakat. Sehingga

untuk mengikutsertakan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam

bidang kesehatan, tidak akan membawa hasil yang baik bila prosesnya melalui

pendekatan instruktif. Akan tetapi lebih berhasil bila proses pendekatan dengan

20

Page 21: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

edukatif yaitu berusaha menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan

permasalahan dengan memperhitungkan sosial budaya setempat.

Dengan terbentuk kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama ini

dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Dengan

demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan, tetapi

juga mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya dengan adanya kader maka

pesan-pesan yang diterima tidak akan terjadi penyimpangan. Sehinga pesan-pesan

yang disampaikan dapat diterima dengan sempurna berkat adanya kader, jelaslah

bahwa pembentukan kader adalah perwujudan pembangunan dalam bidang

kesehatan (Depkes RI, 2000).

2.2.3 Tugas Kader Posyandu

Mengingat bahwa pada umumnya kader bukanlah tenaga profesional

melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan untuk itu pula perlu

adanya pembatasan tugas yang diemban baik menyangkut jumlah maupun jenis

pelayanan. Adapun yang menjadi tugas kader pada kegiatan Posyandu adalah;

Pertama, sebelum hari pelaksanaan Posyandu meliputi kegiatan pencatatan

sasaran yaitu pada bayi dan balita, ibu hamil, ibu menyusui dan PUS,

pemberitahuan sasaran kegiatan Posyandu pada ibu yang mempunyai bayi dan

balita, ibu hamil, ibu menyusui dan PUS. Kedua, kegiatan pada hari Posyandu

meliputi kegiatan pendaftaran pada pengunjung, penimbangan terhadap bayi dan

balita, pencatatan KMS bayi dan balita, penyuluhan pada ibu yang mempunyai

bayi dan balita, ibu hamil dan menyusui dan PUS, pemberian alat kontrasepsi,

pemberian vitamin. Ketiga , kegiatan sesudah hari Posyandu meliputi kegiatan

21

Page 22: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

pencatatan dan pelaporan, mendatangi sasaran yang tidak hadir, mendatangi

sasaran yang mempunyai masalah untuk di berikan penyuluhan, memberikan

tindak lanjut kasus yang mempunyai masalah setelah diperiksa dan tidak bisa

ditangani oleh kader ( Depkes, 2001).

2.2.4 Kegiatan kader Posyandu

Kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya

kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan

kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik

menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. Adapun kegiatan pokok yang perlu

diketahui oleh dokter kader dan semua pihak dalam rangka melaksanakan

kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut didalam maupun diluar Posyandu antara

lain yaitu:

Pertama, kegiatan yang dapat dilakukan kader di Posyandu adalah;

melaksanakan pendaftaran, melaksanakan penimbangan bayi dan balita,

melaksanakan pencatatan hasil penimbangan, memberikan penyuluhan, memberi

dan membantu pelayanan dan merujuk. Kedua, kegiatan yang dapat dilakukan

kader diluar Posyandu KB-kesehatan adalah bersifat yang menunjang pelayanan

KB, KIA, Imunisasi, Gizi dan penanggulangan diare. Ketiga, Mengajak ibu-

ibu untuk datang para hari kegiatan Posyandu. Keempat, kegiatan yang

menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang ada

yaitu : pemberantasan penyakit menular, penyehatan rumah, pembersihan sarang

22

Page 23: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

nyamuk, pembuangan sampah, penyediaan sarana air bersih, menyediakan sarana

jamban keluarga, pembuatan sarana pembuangan air limbah, pemberian

pertolongan pertama pada penyakit dan P3K, dana sehat dan kegiatan

pengembangan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan.

Selain itu peranan kader diluar posyandu KB-kesehatan; yaitu Pertama,

merencanakan kegiatan, antara lain: menyiapkan dan melaksanakan survei mawas

diri, membahas hasil survei, menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan

masyarakat desa, menentukan kegiatan penanggulangan masalah kesehatan

bersama masyarakat, membahas pembagian tugas menurut jadwal kerja. Kedua,

melakukan komunikasi, informasi dan motivasi tatap muka (kunjungan), alat

peraga dan percontohan. Tiga, menggerakkan masyarakat dengan mendorong

masyarakat untuk gotong royong, memberikan informasi dan mengadakan

kesepakatan kegiatan apa yang akan dilaksanakan dan lain-lain. Keempat,

memberikan pelayanan yaitu; membagi obat, membantu mengumpulkan bahan

pemeriksaan, mengawasi pendatang didesanya dan melapor, memberikan

pertolongan pemantauan penyakit, memberikan pertolongan pada kecelakaan dan

lainnya, melakukan pencatatan, yaitu; KB atau jumlah PUS, jumlah peserta aktif,

KIA : jumlah ibu hamil, vitamin A yang dibagikan, Imunisasi untuk mengetahui

jumlah imunisasi TT bagi ibu hamil dan jumlah bayi dan balita yang

diimunisasikan, gizi: jumlah bayi yang ada, mempunyai KMS, balita yang

ditimbang dan yang naik timbangan, diare: jumlah oralit yang dibagikan,

penderita yang ditemukan dan dirujuk, melakukan pembinaan mengenai lama

program keterpaduan KB - kesehatan dan upaya kesehatan lainnya.

Selain itu adanya keluarga binaan yang untuk masing-masing berjumlah 10-

23

Page 24: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

20KK atau diserahkan dengan kader setempat hal ini dilakukan dengan

memberikan informasi tentang upanya kesehatan dilaksanakan, melakukan

kunjungan rumah kepada masyarakat terutama keluarga binaan, melakukan

pertemuan kelompok.

2.2.5 Partisipasi Kader dalam Kegiatan Posyandu

Menurut Terry (1982) bahwa partisipasi didasarkan atas prinsip psikologis

yang menyatakan bahwa orang lebih dimotivasi kearah tujuan-tujuan untuk

membantu dan menetapkannya serta adanya perhatian dalam pengambilan

keputusan dan pemecahan masalah. Selain itu menurut pendapat Winardi (2006)

bahwa partisipasi secara formal dapat didefenisikan sebagai turut sertanya

seseorang baik secara mental maupun emosional untuk memberikan sumbagsih

pada proses pembuatan keputusan, terutama mengenai persoalan-persoalan

dimana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan terdapat dan yang

bersangkutan melaksanakan tanggung jawabnya untuk melakukan hal tersebut.

Menurut Depkes RI (1989) yang dikutip dari pendapat Widiastuti (2006)

bahwa partisipasi kader adalah keikutsertaan kader dalam suatu kegiatan

kelompok, masyarakat atau Pemerintah. Peran kader secara umum yaitu

melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan bersama dalam rangka

meningkatkan kesehatan masyarakat sedangkan peran kader secara khusus

terdapat beberapa tahap yang meliputi:

Pertama, tahap persiapan, yaitu memotivasi masyarakat untuk

24

Page 25: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

memanfaatkan pelayanan kesehatan dan bersama-sama masyarakat merencanakan

kegiatan pelayanan kesehatan ditingkat desa.

Kedua, tahap pelaksanaan, yaitu melaksanakan penyuluhan kesehatan

secara terpadu, mengelola kegiatan UKBM 3).Tahap pembinaan, yaitu

menyelenggarakan pertemuan bulanan dengan dasawisma untuk membahas

perkembangan program dan masalah yang dihadapi keluarga, melakukan

kunjungan ke rumah pada keluarga binaannya, membina kemampuan diri melalui

pertukaran pengalaman antar kader.

Partisipasi kader didalam suatu kegiatan posyandu dapat dibagi dalam

beberapa tingkat yaitu; Pertama, adanya kesempatan untuk berperan serta

kesediaan berpartisipasi juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan atau ajakan

untuk berpartisipasi dan kader melihat bahwa memang ada hal-hal yang berguna

dalam kegiatan itu. Kedua, memiliki keterampilan tertentu yang bisa

disumbangkan, yaitu kegiatan yang dilaksanakan membuktikan orang-orang

dengan memiliki keterampilan tertentu, maka hal ini akan menarik bagi orang-

orang yang memiliki keterampilan tersebut, untuk ikut berpartisipasi. Ketiga, rasa

memiliki yaitu suatu kegiatan akan tumbuh jika sejak awal kegiatan masyarakat

sudah diikutsertakan. Jika rasa memiliki bisa ditumbuhkan dengan baik, maka

partisipasi kader dalam kegiatan di desa akan dapat dilestarikan. Keempat, faktor

tokoh masyarakat dalam kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melihat

bahwa tokoh-tokoh masyarakat yang disegani ikut serta maka mereka akan

tertarik juga untuk berpartisipasi. Kelima, faktor petugas, yaitu memiliki sikap

yang baik seperti akrab dengan masyarakat, menunjukkan perhatian pada

kegiatan masyarakat dan mampu mendekati para tokoh masyarakat untuk

25

Page 26: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

berpartisipasi.

2.2.6 Motivasi Kader

Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti dorongan atau

menggerakkan. Berbagai hal yang biasanya terkandung dalam berbagai defenisi

tentang motivasi antara lain adalah keinginan, kebutuhan, tujuan, sasaran dan

dorongan. Menurut Siagian (1997) bahwa motivasi sebagai keseluruhan proses

pemberian motif bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau

bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan.

Menurut Bernard Berndoom dan Gary A.stainer yang mengutip pendapat

Soedarmayanti (2001) bahwa motivasi merupakan kondisi mental yang

mendorong aktifitas dan member energi yang mengarah kepada pencapaian

kebutuhan memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Selain itu

menurut Terry (1997) bahwa motivasi yang berasal dari luar diri seseorang

menyebabkan orang tersebut melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan

organisasi, karena adanya rangsangan dari luar yang dapat berwujud benda

maupun bukan benda.

Ada beberapa motivasi instrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi

kinerja kader posyandu yaitu :

a. Motivasi Instrinsik

Motivasi instrinsik merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri

individu. Motivasi instrinsik kader posyandu meliputi faktor umur, tingkat

pendidikan, lama pekerjaan, lama menjadi kader, minat dan kemampuan.

Umur : Umumnya sangat mempengaruhi di dalam bermasyarakat,

26

Page 27: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

karena hal tersebut merupakan suatu ukuran untuk menilai tanggung

jawab seseorang dalam melakukan suatu kegiatan ataupun aktivitas.

Menurut Elizabeth B. Hurlock (1980) pembagian masa dewasa

diantaranya :

1) Masa dewasa dini : Masa dewasa dini dimulai pada umur 18

tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan

fisik dan psikologis yang menyertai dan berkurangnya

kemampuan reproduktif.

2) Masa dewasa madya : Masa dewasa madya masa dimulai pada

umur 41 tahun sampai pada umur 60 tahun, yaitu saat

menurunnya kemampuan fisik maupun psikologis yang jelas

nampak pada setiap orang.

3) Masa dewasa lanjut (usia lanjut) : Masa dewasa lanjut –

senescence, atau usia lanjut dimulai umur 61 tahun sampai

kematian. Kemampuan fisik maupun psikologis menurun.

Menurut Widayatun (1999) tahapan perkembangan masa dewasa tengah

yaitu pada usia 36 – 45 tahun mengalami perkembangan di dalam mencapai

tanggung jawab sosial sebagai warga negara, mengembangkan kegiatan –

kegiatan pengisi waktu senggang untuk orang dewasa, mencapai dan

mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir dan pekerjaan.

Menurut Bahri (1981), Sumardilah (1985) menyatakan ciri-ciri kader yang

aktif sebaiknya berumur antara 25-35 tahun, karena pada masa muda kader

mempunyai motivasi yang positif, merasa lebih bertanggung jawab dan inovatif.

Umur mempunyai kaitan erat dengan tingkat kedewasaan seseorang

27

Page 28: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

yang berarti kedewasaan teknis dalam arti keterampilan melaksanakan

tugas maupun kedewasaan psikologis. Dikaitkan dengan tingkat kedewasaan

teknis, anggapan yang berlaku ialah bahwa makin lama seseorang

bekerja, kedewasaan teknisnya pun mestinya meningkat. Pengalaman

seseorang melaksanakan tugas tertentu secara terus menerus untuk

waktu yang lama biasanya meningkatkan kedewasaan teknisnya (Widiastuti,

2006).

Tingkat Pendidikan : Pendidikan adalah segala cara yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,

kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang

diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan

dalam arti formal adalah proses penyampaian materi pada pendidikan

oleh pendidik kepada sasaran guna mencapai perubahan perilaku atau

tindakan. Pendidikan tidak terlepas dari proses belajar, kadang-

kadang antara proses belajar dengan pengajaran disamakan

dengan pendidikan, memang kedua pengertian itu identik, bahwa

proses belajar berada dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

Menurut konsep Amerika, pengajaran diperlukan untuk

memperoleh keterampilan yang dibutuhkan manusia dalam hidup

bermasyarakat. Belajar pada hakekatnya adalah penyempurnaan

potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang

diperlukan dalam hubungannya dengan manusia luar.

Menurut Azwar (2007) bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang

sengaja dilakukan untuk memperoleh hasil berupa pengetahuan, keterampilan dan

28

Page 29: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

sikap seseorang. Menurut L.W .Green (1980) menyatakan bahwa gangguan

terhadap penyakit juga disebabkan oleh manusia itu sendiri, terutama

menyangkut pendidikan, pengetahuan dan sikap seseorang menjaga kesehatan,

sehingga mempunyai kesadaran tinggi terhadap kesehatan, baik kesehatan pribadi

maupun keluarga. Begitu juga dalam mengkonsumsi makanan yang bernilai gizi

tinggi dan cukup kalori sehingga dapat menjaga kesehatan balitanya.

Pendidikan yang tinggi yang dimiliki seseoarang akan lebih mudah

memahami suatu informasi, bila pendidikan tinggi, maka dalam menjaga

kesehatan sangat diperhatikan, termasuk cara menjaga bayi dan balita,

mengatur gizi seimbang. Sebaliknya dengan pendidikan rendah sangat sulit

menterjemahkan informasi yang didapatkan, baik dari petugas kesehatan maupun

dari media-media lain.

Menurut Grant (1984) yang mengutip dari pendapat Kardjati (2000) pada

pendidikan di 11 negara oleh pusat Demografi Amerika Latin menunjukkan

pengaruh pendidikan ibu terhadap kesempatan hidup anak ternyata lebih kuat

dibandingkan dengan pengaruh tingkat pendapatan di rumah tangga,

pengamatan di Kenya mencatat adanya penurunan tingkat kematian bayi sebesar

86% setelah dilaksanakan program peningkatan pendidikan bagi kaum wanita.

Menurut kajian pelaksanaan revitalisasi posyandu pada masyarakat

nelayan dan petani di Proponsi Jawa Barat, bahwa kader yang diikutsertakan

dalam kegiatan posyandu haruslah berpendidikan SLTA, agar dapat lebih mudah

memahami dan mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan posyandu (Ira,

2002).

Menurut Hartono (1978) dan Sumardilah (1985) di Kebayoran Lama

29

Page 30: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

Jakarta menemukan ciri-ciri kader yang aktif adalah berumur 25-34 tahun, ibu

rumah tangga, tidak bekerja, pendidikan tamat SLTP dan sederajaat, mempunyai

rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya, dapat mengikuti kegiatan

sosial masyarakat, inovatif, tinggal di RW/RT posyandu berada, mempunyai

motivasi yang positif.

Pekerjaan : Lamanya seseorang bekerja dapat berkaitan dengan

pengalaman yang didapat di tempat kerjanya. Apabila seorang kader

bekerja, maka ia tidak akan mempunyai waktu yang cukup untuk

melaksanakan kegiatan posyandu. Menurut Depkes RI (1996), bahwa

salah satu syarat calon kader adalah wanita yang mempunyai waktu

yang cukup untuk melakukan semua tugas kader yang telah

ditetapkan, dimana kegiatan posyandu biasanya dilaksanakan pada

hari dan jam kerja.Karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan

kader karena kesibukan membuat seseorang terabaikan akan

kesehatannya, termasuk kader posyandu. Kesibukan akan pekerjaan

terkadang seorang ibu lupa terhadap tugas dan tanggungjawab yang

diemban padanya. Sebaiknya kader posyandu tidak mempunyai

pekerjaan tetap dan mempunyai pengalaman menjadi kader sekurang-

kurangnya 60 bulan, dan tidak ada pergantian kader dalam satu tahun,

serta jumlah kader setiap posyandu lima orang (Benny, 2005).

Hubungan antara jenis pekerjaan dengan keaktifan kader dicontohkan

dengan seorang ibu yang dengan kesibukan tertentu akan

mempengaruhi keaktifan posyandu sesuai dengan jadwal yang

ditentukan setiap bulannya (Notoadmodjo,2005).

30

Page 31: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

Lamanya menjadi kader : Kinerja masa lalu cenderung

dihubungkan pada hasil seseorang, semakin lama ia bekerja maka

semakin terampil dalam melaksanakan tugasnya sehingga senioritas

dalam bekerja akan lebih terfokus jika dibandingkan dengan orang

yang baru bekerja (Robbins,1996). Penelitian yang dilakukan oleh

Purnomowati (1993) menyatakan bahwa ada pengaruh yang jelas

antara masa kerja seseorang dengan kinerjanya. Studi yang dilakukan

di Kabupaten Garut jawa Barat menunjukkan gambaran lamanya

menjadi kader dikategorikan kurang dari 1 tahun, 1 sampai 5 tahun,

5 sampai 10 tahun, 10 sampai 15 tahun, 15 sampai 20 tahun dan lebih

20 tahun. Dari studi tersebut didapatkan 60% kader bekerja lebih

dari 5 tahun adalah hasil yang menggambarkan lama kerja dengan

kinerja kader (Depkes RI, 1997).

Menurut Widiastuti (2006) yang mengutip pendapat Sondang (2004)

bahwa seseorang dalam bekerja akan lebih baik hasilnya bila memiliki

keterampilan dalam melaksanakan tugas dan keterampilan seseorang dapat

terlihat pada lamanya seseorang bekerja. Begitu juga dengan kader posyandu,

semakin lama seseorang bekerja menjadi kader posyandu maka keterampilan

dalam melaksanakan tugas pada saat kegiatan Posyandu akan semakin

meningkat sehingga nantinya partisipasi kader dalam kegiatan posyandu akan

semakin baik.

Berdasarkan penelitian Anies dan Irawati (2000) di Sukabumi dan

Kerawang yang meneliti masyarakat nelayan dan petani sebanyak 67 posyandu,

170 kader, 50 pembina dan 1.234 pengguna posyandu menemukan bahwa ciri-ciri

31

Page 32: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

kader yang aktif sebaiknya tidak mempunyai pekerjaan tetap, mempunyai

pengalaman menjadi kader sekurangnya 60 bulan, tidak ada pergantian kader

sedikitnya dalam setahun, dan jumlah kader setiap posyandu 5 orang. Layanan

yang diharapkan pengguna posyandu agar mendapatkan PMT untuk balita,

kesediaan pengguna memberi imbalan untuk kader yang bekerja secara

sukarela, pendidikan kader harus SLTA ke atas.

Menurut Razak (2006) dalam penelitiannya di Makasar menemukan

bahwa kader posyandu sebaiknya tidak mempunyai pekerjaan tetap, mempunyai

pengalaman menjadi kader sekurang-kurangnya 60 bulan. jumlah kader sedikitnya

5 orang, tidak ada pergantian kader sedikitnya dalam setahun.

Minat : Minat menurut JP Chaplin (1995) dalam Dictionary of

Psychology bahwa minat (interest) adalah sebuah perasaan yang

menilai suatu aktivitas, pekerjaan atau objek berharga atau berarti bagi

dirinya. Menurut Greenleaf dalam bukunya Occupations, A Basic

Source for Counselor yang dikutip oleh Efriyani Djuwita (2003),

mengatakan bahwa minat merupakan motivasi yang kuat dalam

bekerja, sedangkan Winkell (1984), membatasi minat sebagai

kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa senang

berkecimpung dalam bidang itu.

Macam-macam minat menurut Dewa Ketut (1988), adalah : (1)

Expressed Interest (minat yang diekspresikan), yaitu minat yang diungkapkan

dengan kata-kata tertentu atau diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukan

seseorang lebih menyukai sesuatu hal dari pada hal lain; (2) Manifest Interest

32

Page 33: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

(minat yang diwujudkan), yaitu minat yang diwujudkan dengan tindakan,

perbuatan dan ikut serta berperan aktif dalam aktivitas tertentu; (3) Inventoried

Interest (minat yang diinventarisasikan), yaitu minat yang dapat diukur dan dinilai

melalui kegiatan menjawab sejumlah pernyataan tertentu atau urutan pilihannya

untuk kelompok aktivitas tertentu.

Seseorang dapat mempunyai banyak alasan berminat pada suatu

pekerjaan, tetapi dapat juga hanya karena alasan tertentu. Setiap orang memiliki

perbedaan dalam menjelaskan alasan berminat pada suatu pekerjaan. Mengetahui

minat sama pentingnya dengan mengetahui bakat. Menurut Greenleef, minat

dapat diketahui lewat hobi seorang yang dimiliki. Sebagai contoh, jika seorang

hobi menggambar kemungkinan besar akan berminat dengan bentuk pekerjaan

yang ada kaitannya dengan hobinya itu. Seseorang dapat memiliki dua jenis minat

, yaitu minat yang disadari, seperti hobi dan minat latent (minat yang tidak

disadari). Minat latent ini hanya akan muncul jika kita memberi kesempatan diri

kita untuk mencoba banyak hal atau aktivitas baru. Seseorang dapat memiliki

banyak minat, tetapi sedikit yang menyadari minatnya.

Menurut Hurigck ( 1978 ) dalam Gunarso ( 1985 ) bahwa minat

merupakan salah satu aspek psikologis yang mempunyai pengaruh cukup besar

terhadap sikap perilaku seseorang. Minat merupakan sumber motivasi yang akan

mengarahkan seseorang, melakukan sesuatu yang menyebabkan individu

berhubungan secara aktif dengan objek yang menarik baginya. Oleh karena itu

minat dikatakan sebagai suatu dorongan untuk berhubungan dengan

lingkungannya, kecenderungan untuk memeriksa, menyelidiki atau mengerjakan

33

Page 34: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

suatu aktivitas yang menarik baginya. Apabila individu menaruh minat terhadap

sesuatu, hal ini disebabkan obyek itu berguna untuk memenuhi kebutuhannya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa minat merupakan suatu kecenderungan

seseorang untuk bertindak dan bertingkah laku terhadap obyek yang menarik

perhatian disertai dengan perasaan senang.

Dalam hal intensitasnya, menurut Chaplin (1995) minat merupakan suatu

sikap yang kekal, mengikutsertakan perhatian individu dalam memilih obyek

yang dirasakan menarik bagi dirinya dan minat juga merupakan suatu keadaan

dari motivasi yang mengarahkan tingkah laku pada tujuan tertentu. Apabila sudah

terbentuk pada diri seseorang maka sesuatu minat cenderung menetap

sepanjang obyek minat tersebut efektif baginya, sehingga apabila obyek minat

tersebut tidak efektif lagi maka minatnya pun cenderung berubah.

Seseorang yang mempunyai minat terhadap sesuatu maka akan

menampilkan suatu perhatian, perasaan dan sikap positif terhadap sesuatu hal

tersebut. Eysenck, dkk (Ratnawati, 1992) mengemukakan bahwa minat

merupakan suatu kecenderungan untuk bertingkah laku yang berorientasi pada

obyek, kegiatan dan pengalaman tertentu, selanjutnya menjelaskan bahwa

intensitas kecenderungan yang dimiliki seseorang berbeda dengan yang lainnya,

mungkin lebih besar intensitasnya atau lebih kecil tergantung setiap orangnya.

Minat Menurut Holland (1985) yang mengutip pendapat Sudjani (2008)

bahwa untuk mengukur minat seseorang berdasarkan pandangan psikologis,

tentunya pemilihan terhadap minat dalam tradisi psikologis dan kepribadian yang

mempelajari tipe-tipe kepribadian yang mengasumsikan bahwa orang yang

34

Page 35: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

memiliki minat yang berbeda-beda dan bekerja dalam lingkungan yang berlainan

sebenarnya adalah orang yang berkepribadian lain-lain dan mempunyai sejarah

hidup yang berbeda-beda.

Para ahli mengelompokkan jenis minat berdasarkan aspeknya. Blum

dan Balinsky (Sumarni, 2000) membedakan minat menjadi dua, yaitu minat

subyektif dan obyektif. Minat subyektif adalah perasaan senang atau tidak senang

pada suatu obyek yang berdasar pada pengalaman. Minat obyektif adalah suatu

reaksi menerima atau menolak suatu obyek disekitarnya.

Menurut Jones yang mengutip pendapat Handayani (2000) membagi minat

menjadi minat instrinsik dan ekstrinsik. Minat instrinsik yaitu minat yang

berhubungan dengan aktivitas itu sendiri dan merupakan minat yang tampak

nyata. Minat ekstrinsik yaitu minat yang disertai dengan perasaan senang yang

berhubungan dengan tujuan aktivitas. Antara kedua minat tersebut seringkali sulit

dipisahkan pada minat intrinsik kesenangan itu akan terus berlangsung dan

dianjurkan meskipun tujuan sudah tercapai, sedangkan pada minat ekstrinsik

kemungkinan bila tujuan tercapai, maka minat akan hilang.

Syamsudin yang mengutip pendapat Lidyawati (1998) menyatakan bahwa

minat terbagi menjadi dua jenis, yaitu minat spontan dan minat dengan

sengaja. Minat spontan, yaitu minat yang secara spontan timbul dengan

sendirinya. Minat dengan sengaja, yaitu minat yang timbul karena sengaja

dibangkitkan melalui rangsangan yang sengaja dipergunakan untuk

membangkitkannya.

Kemampuan : Kemampuan berkaitan dengan tingkat kemampuan

individu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan

35

Page 36: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

tertentu. Dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. menurut

Robbins (1996), Ability is an individual's capacity to perform the

various task in a job. " Kemampuan adalah kapasitas seseorang dalam

mengerjakan berbagai macam tugas dalam pekerjaannya" dengan

kemampuan yang ada diharapkan kegiatan individu tidak akan

menyimpang jauh dari kegiatan badan usaha, sehingga bukan hal yang

aneh apabila badan usaha memberi harapan kepada individu agar

tujuan dapat tercapai. Kinerja akan sangat tergantung pada faktor

kemampuan individu itu sendiri seperti tingkat pendidikan,

pengetahuan, pengalaman dimana dengan tingkat kemampuan yang

semakin tinggi akan mempunyai kinerja semakin tinggi pula. Dengan

demikian tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengalaman yang

rendah akan berdampak negatif pada kinerja. Kemampuan dapat

dibagi menjadi dua tipe, yaitu kemampuan intelektual dan

kemampuan fisik yang harus disesuaikan dengan pekerjaannya.

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk

melakukan aktivitas-aktivitas mental, sedangkan kemampuan fisik

adalah kemampuan yang diperlukan untuk suatu tugas yang

membutuhkan stamina kekuatan, dan keterampilan-keterampilan yang

serupa. Pendapat Fremont yang disadur oleh Moh. Yasin (1986)

mengemukakan bahwa kemampuan digambarkan oleh kapasitas

manusia dan teknik. Seberapa jauh kemampuan dapat diciptakan

tergantung pada tingkat dimana individu dan atau kelompok dapat

dimotivasikan untuk menghasilkan kemampuan.”

36

Page 37: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

Menurut Baron dan Greenberg (1990), kemampuan seseorang

akan mempengaruh kinerja. Seseorang yang mempunyai kemampuan

yang rendah, akan menghasilkan kinerja yang lebih rendah dan

seseorang yang mempunyai kemampuan yang lebih tinggi akan

menghasilkan kinerja yang lebih baik. Seperti yang dikemukakan oleh

Thoha (2000) bahwa kemampuan adalah suatu kondisi yang

menunjukkan unsur kematangan yang berkaitan pula dengan

pengetahuan dan keterampilan yang dapat di peroleh dari pendidikan,

latihan dan pengetahuan”. Kemampuan dalam bekerja disuatu bidang

tertentu dapat dijadikan tombak untuk memudahkan dalam

pencapaian tujuan organisasi (Hartoyo, 2009).

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan yang berasal dari luar diri

individu berpengaruh terhadap kinerja kader, yang meliputi fasilitas

posyandu, pelatihan kader, pembinaan kader, insentif dan dukungan

masyarakat yang diberikan kepada kader.

Fasilitas : Untuk memotivasi pekerjaan hendaknya dilakukan dengan

menyediakan sarana dan prasarana yang baik untuk digunakan

dalam melaksanakan tugas. Seperti yang dikeluhkan oleh pembina

kader tingkat Kecamatan Cipayung, bahwa sarana dan prasarana

kurang memadai seperti meja, kursi, timbangan, alat tulis dan

terutama tempat posyandu akan menghambat kinerja kader posyandu

(Syahmasa, 2003).

37

Page 38: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

Menurut Siagian (1998), kegiatan-kegiatan posyandu tidak akan dapat

berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh adanya fasilitas yang

memadai. Penyediaan fasilitas kerja adalah bahwa fasilitas kerja yang

disediakan harus cukup dan sesuai dengan tugas dan fungsi dan harus

dilaksanakan serta tersedia pada waktu dan tempat yang tepat.

Fasilitas posyandu yaitu segala sesuatu yang dapat menunjang

penyelenggaraan kegiatan Posyandu seperti tempat atau lokasi yang tetap, dana

rutin untuk pemberian makanan tambahan (PMT), alat-alat yang diperlukan

misalnya : dacin, KMS, meja, kursi, buku register dan lain-lain.

Keaktifan seorang kader dalam melakukan kegiatan di Posyandu

dipengaruhi oleh adanya sarana, fasilitas Posyandu yang memadai, bentuk

penghargaan kepada kader, sikap petugas kesehatan dan adanya pembinaan,

pelatihan yang diberikan kepada kader ( Warta Posyandu, 1999 ).

Pelatihan : Pelatihan adalah suatu upaya kegiatan yang dilaksanakan

untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan teknis

dan dedikasi kader (Depkes, 2005). Pengetahuan akan bertambah

berkat kemauan dokter dan staf puskesmas untuk memberikan

tambahan pada waktu mereka datang melakukan supervisi.

Pengetahuan dan keterampilan juga didapat dari teman sekerja.

(Junadi, 1990).

Menurut Frank Sherwood dan Wallas Best dalam (Moekijat, 1981),

pelatihan adalah; Training is the process of aiding employes to gain effectiviness

in their present of future work through the development habits of thought and

action, skill, knowlwdge, and attitudes (pelatihan adalah proses membantu

38

Page 39: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

pegawai untuk memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang

atau yang akan datang melalui penggembangan kebiasaan-kebiasaan pikiran,

tindakan dan keterampilan).

Materi pelatihan kader dititik beratkan pada keterampilan teknis menyusun

rencana kegiatan di posyandu, cara yang benar dalam melakukan penimbangan

balita, menilai pertumbuhan anak baik fisik maupun mental, cara menyiapkan

kegiatan pelayanan sesuai dengan kebutuhan anak dan ibu, menyiapkan beragam

cara pemberian makanan tambahan (PMT), makanan pendamping ASI untuk

yang pertumbuhannya tidak sesuai, membantu pemeriksaan ibu hamil dan

menyusui serta membuat laporan.

Pelatihan bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

sekaligus dedikasi kader agar timbul kepercayaan diri untuk melaksanakan tugas

sebagai kader posyandu dalam melayani masyarakat, baik diposyandu maupun

saat melakukan kunjungan rumah ( Depdagri dan Otda, 2001 ). Menurut Martoyo

(2000) mengutip pendapat Moekijat (1981) tujuan utama pelatihan adalah:

Pertama, untuk mengembangkan keahlian seseorang sehingga pekerjaan dapat

diselesaikan dengan lebih cepat dan efektif. Kedua, untuk mengembangkan

keahlian dan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.

Ketiga, mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kemajuan kerja sama

dengan sesama teman sekerja dan diluar kerja serta dengan pemimpin.

Pilippo dalam Moekijat (1981) membedakan antara pelatihan (training)

dengan pendidikan adalah “training is concerrned with increasing knowledge

and skill in doing a particular job, education is concerned with increasing

general knowledge and understanding our total environment”. (pelatihan

39

Page 40: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

berhubungan dengan menambah pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan

suatu pekerjaan tertentu, pendidikan berhubungan dengan penambahan

pengetahuan umum dan pengertian tentang seluruh lingkungan kita).

Pelatihan bagi kader sangat diperlukan dari petugas kesehatan yang

berguna untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya. Pengetahuan itu bertambah berkat kemauan

dokter dan staf puskesmas untuk memberikan tambahan pada waktu mereka

datang melakukan supervisi. Pengetahuan dan keterampilan juga didapat dari

teman sekerja (Junadi, 1990). Kurangnya kemampuan kader dalam memberikan

penyuluhan kemungkinan menyebabkan ibu balita kurang berminat untuk

mengunjungi posyandu. Ibu balita yang mampu, lebih memilih untuk

mengunjungi dokter untuk memantau pertumbuhan balitanya ( Basyir, dkk 2008).

Agar pelatihan kader berjalan efektif, maka diperlukan unsur pelatih kader yang

mampu berdedikasi dalam memberikan pelatihan secara efektif dan

berkesinambungan, yakni melalui pendampingan dan bimbingan. Pelatihan kader

diberikan secara berkelanjutan berupa pelatihan dasar dan berjenjang yang

berpedoman pada modul (Nilawati, 2008).

Penelitian yang dilakukan di Kelurahan Tegal Sari II Sumatera utara

menemukan bahwa ciri-ciri kader aktif adalah: sudah menikah,

berpenghasilan, ada sarana dan fasilitas posyandu, adanya pelatihan dan

pembinaan dari tenaga kesehatan dan tenaga lain yang terkait (Nurhayati, 1997).

Pembinaan : Pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk

memantapkan dan meningkatkan pengetahuan, sikap serta

keterampilan terhadap kegiatan yang telah berjalan, juga untuk

40

Page 41: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

memberikan motivasi kepada kader supaya keaktifan kader dapat

lestari. Pembinaan sangat penting artinya untuk kelangsungan

kegiatan yang telah dijalankan, karena pada tahap awal latihan kader

hanya sekedar memperoleh informasi sehubungan dengan

peningkatan pengetahuan. Dengan adanya pembinaan-pembinaan

yang dilakukan diharapkan kader berperan aktif dalam kegiatan

posyandu (Junadi, 1990).

Insentif : Pemberian insentif merupakan bayaran pokok untuk

memotivasi para pegawai agar lebih maju dalam pekerjaan dengan

keterampilan dan tanggung jawab yang lebih besar ( Davis, 1995 ).

Insentif adalah salah satu jenis penghargaan yang dikaitkan dengan

prestasi kerja (Mutiara, 2002).

Secara sederhana dinyatakan bahwa biasanya seseorang akan

merasa diperlakukan secara tidak adil apabila perlakuan itu dilihatnya sebagai

suatu hal yang merugikan. Dalam kehidupan bekerja persepsi itu dikaitkan

dengan berbagai hal yaitu mengenai insentif dan jumlah jam kerja (Sondang,

2004).

Sebagai imbalan dari pekerjaanya, kebanyakan para kader tidak menerima

pembayaran tunai untuk pelayanan mereka tetapi mereka mendapat upah dalam

bentuk lain seperti seragam sebagai tanda penghargaan, sertifikat sebagai tanda

jasa, dan peralatan rumah tangga kecil-kecilan. Akan tetapi salah satu faktor

penting dalam keuntungan yang diperoleh para kader adalah setatusnya. Untuk

para kader Posyandu, status ini tidak diperoleh karena partisipasi mereka dalam

program kemasyarakatan yang berprioritas tinggi tersebut tetapi juga karena

41

Page 42: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

penghargaan tinggi yang diberikan oleh pihak pemerintah.

Alasan utama penggunaan insentif upah adalah jelas, insentif hampir

selamanya meningkatkan produktifitas. Agar berhasil, insentif hendaknya

cukup sederhana, sehingga mereka yakin prestasi kerja yang akan menghasilkan

imbalan. Insentif yang berhasil dapat menimbulkan imbalan psikologis dan

juga imbalan ekonomi, ada perasaan puas yang timbul dari penyelesaian

pekerjaan yang dilakukan dengan baik insentif yang diberikan kepada kader

sangat memotivasi keaktifannya.

Menurut Aprillia (2009) bahwa rendahnya jumlah insentif yang diterima

kader posyandu, dirasakan masih kurang untuk memotivasi kinerja dan

partisipasi aktif kader dalam kegiatan Posyandu sehingga tanggung jawab

terhadap suksesnya program, cakupan dan kegiatan Posyandu menjadi kurang

maksimal.

Menurut Merry Judd (1997), bentuk insentif yang menurut para kader

membawa dampak positif bagi prestasi mereka adalah: Pertama, seragam, yang

membuat mereka merasa memiliki wewenang dan pembenaran untuk berbicara

serta memberikan instruksi pada penduduk desa untuk melakukan suatu tugas

tertentu. Kedua, penggantian biaya transport. Ketiga, pelayanan kesehatan gratis

di Puskesmas. Keempat, lencana dan sertifikat seperti seragam, lencana

menambah sifat resmi pada pekerjaan mereka. Kelima, honorarium bagi kader

yang agak kaya hanya akan diterima kalau ditawarkan. Keenam, pasokan

peralatan untuk Posyandu seperti alat timbangan, meja, kursi, kertas, buku

laporan, alat tulis, peralatan untuk pemberian makanan tambahan seperti sendok,

mangkok, piring dll. Ketujuh, supervisi teratur dari puskesmas yang dirasakan

42

Page 43: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

oleh para kader sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan

dan rasa percaya diri mereka dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Penghargaan : Keberadaan kader hendaknya mendapat pengakuan

dan penghargaan yang wajar dan tulus. Semua orang memerlukan

pengakuan atas keberadaannya dan statusnya oleh orang lain.

Keberadaan dan status seseorang tercermin pada berbagai lambang

yang penggunaannya sering dipandang sebagai hak seseorang

(Siagian, 1955). Pengakuan terhadap keberadaan kader dari Pembina

kader di kecamatan perlu diwujudkan dengan prioritas pelayanan

kesehatan gratis, dan adanya pakaian seragam kader (Depkes, 1997).

Teori Maslow dalam Reksohadiprojo dan Handoko (1996), membagi

kebutuhan manusia sebagai berikut:

1. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang

paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti

makan,minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya.

2. Kebutuhan Rasa Aman

Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul

kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan

akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya

kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan

jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja.

3. Kebutuhan Sosial

Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara

43

Page 44: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

minimal, maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk

persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain.

Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya

kelompok kerja yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi bersama

dan sebagainya.

4. Kebutuhan Penghargaan

Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai

atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian

seseorang serta efektifitas kerja seseorang.

5. Kebutuhan Aktualisasi diri

Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang

paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan

potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk

menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki

seseorang. Malahan kebutuhan akan aktualisasi diri ada

kecenderungan potensinya yang meningkat karena orang

mengaktualisasikan perilakunya. Seseorang yang didominasi oleh

kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan tugas-tugas yang

menantang kemampuan dan keahliannya.

Teori Maslow mengasumsikan bahwa orang berkuasa memenuhi

kebutuhan yang lebih pokok (fisiologis) sebelum mengarahkan perilaku

memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi (perwujudan diri). Kebutuhan yang lebih

rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi

seperti perwujudan diri mulai mengembalikan perilaku seseorang. Hal yang

44

Page 45: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

penting dalam pemikiran Maslow ini bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi

memberi motivasi. Apabila seseorang memutuskan bahwa ia menerima uang yang

cukup untuk pekerjaan dari organisasi tempat ia bekerja, maka uang tidak

mempunyai daya intensitasnya lagi. Jadi bila suatu kebutuhan mencapai

puncaknya, kebutuhan itu akan berhenti menjadi motivasi utama dari perilaku.

Kemudian kebutuhan kedua mendominasi, tetapi walaupun kebutuhan telah

terpuaskan, kebutuhan itu masih mempengaruhi perilaku hanya intensitasnya yang

lebih kecil.

Menurut Ranupandojo dan Husnan (1993) penghargaan terhadap

pekerjaan yang dijalankan, merupakan keinginan dari kebutuhan egoistis,

yang diwujudkan dalam pujian, hadiah (dalam bentuk uang ataupun tidak),

diumumkan kepada rekan-rekan sekerjanya.

Menurut Suryatim (2001) pemberian penghargaan terhadap loyalitas kader

akan sangat membantu untuk mempertahankan keaktifan kader posyandu,

pemberian tugas yang tidak membosankan disertai pujian, melengkapi atribut

saat bertugas akan membuat kinerja kader semakin meningkat.

Dukungan Masyarakat : Dukungan masyarakat dapat dilihat pada

partisipasi masyarakat yang didefinisikan sebagai pengambilan bagian

dalam kegiatan bersama. Partisipasi juga diartikan sebagai kesediaan

untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan

setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.

Dalam hal ini, menggerakkan partisipasi masyarakat merupakan

usaha untuk mendapatkan dukungan masyarakat dalam rangka

mensukseskan program-program pemerintah. Dukungan masyarakat

45

Page 46: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

dapat berupa tanggapan atau respon terhadap informasi yang

diterimanya, keterlibatan dalam perencanaan, keterlibatan dalam

pengambilan keputusan, keterlibatan dalam melakukan hal- hal teknis,

keterlibatan dalam memelihara dan mengembangkan hasil

pembangunan, dan keterlibatan dalam menilai pembangunan.

Dukungan masyarakat dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakat,

kepentingan, adat- istiadat dan sifat-sifat komunal yang mengikat

setiap anggota masyarakat. Ndraha (1990) memperlihatkan bahwa

partisipasi masyarakat berfungsi sebagai masukan dan keluaran.

Sebagai keluaran, partisipasi masyarakat dapat digerakkan atau

dibangun. Partisipasi merupakan hasil stimulasi atau motivasi yang

dilakukan oleh penggerak pembangunan. Dukungan suasana (social

support) ditunjukkan oleh masyarakat. Mereka ini adalah tokoh

masyarakat dan pembuat opini umum.

Menurut Widyastuti dan Kristiani (2006) bahwa pemanfaatan pelayanan

kesehatan oleh masyarakat sangat ditentukan oleh peran kader sebagai motor

penggerak dan mendapatkan dukungan oleh tokoh masyarakat (TOMA). Hal

tersebut dikarenakan salah satu tugas utama kader adalah menggerakkan

masyarakat untuk datang ke posyandu. Peran pemerintah, termasuk petugas

kesehatan, hanya sebagai fasilitator untuk lebih memberdayakan masyarakat

dalam kegiatan posyandu. Kegiatan posyandu dikatakan meningkat jika peran

serta masyarakat semakin tinggi yang terwujud dalam cakupan program kesehatan

seperti imunisasi, pemantauan tumbuh kembang balita, pemeriksaan ibu hamil,

dan KB yang meningkat.

46

Page 47: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

2.2.7 Kinerja Kader Posyandu

Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggung

jawabnya masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara legal

tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika ( Prawira

sentosno, 1999 ). Dengan demikian kinerja merupakan kondisi yang harus

diketahui dan diinformasikan kepada pihak- pihak tertentu untuk mengetahui

sejauh mana tingkat pencapaian suatu instansi dihubungkan dengan visi yang

diemban suatu organisasi.

Menurut Timple (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

seseorang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu

faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, seperti ; kemampuan,

ketrampilan, sikap, perilaku, tanggung jawab. misalnya kinerja seseorang baik

disebabkan karena kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja

keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut

mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak berusaha untuk

memperbaiki kemampuan. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan , seperti

perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan,

fasilitas kerja dan iklim organisasi. Jadi kinerja yang optimal didorong oleh

kuatnya motivasi seseorang.

Menurut Salim (1989) faktor yang mempengaruhi penampilan kerja

sumber daya manusia yang salah satunya kualitas kekaryaan yang dipengaruhi

47

Page 48: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

oleh tiga faktor yaitu faktor pribadi seperti kecerdasan, pengetahuan,

keterampilan, pengalaman, dan sikap kerja. Faktor lingkungan dalam organisasi

yaitu situasi kerja, kepemimpinan dan tehnologi serta faktor di luar lingkungan

organisasi yaitu seperti nilai sosial ekonomi, sosial budaya.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Notoatmodjo (1992) bahwa

penampilan kerja (performance) itu dipengaruhi oleh faktor fisik dan non

fisik. Istilah yang dikemukannya yaitu: “ACHIVE” , dengan pengertian : Ability

(kemampuan, pembawa), Capacity (kemampuan yang bisa dikembangkan), Help

(dukungan/bantuan untuk mewujudkan perfomance), Incentive (insentif material

dan non material), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan), Validity

(pedoman/petunjuk dan uraian kerja), Evaluation (adanya umpan balik hasil

kerja). Mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan kader dengan cara

mengikuti kursus, pelatihan dan refreezing secara berkala dari segi pengetahuan,

teknis dari beberapa sektor sesuai dengan bidangnya. Pengetahuan yang dimiliki

oleh kader untuk usaha melancarkan proses pelayanan di posyandu. Proses

kelancaran pelayanan posyandu di dukung oleh keaktifan kader. Aktif tidaknya

kader posyandu dipengaruhi oleh fasilitas (mengirim kader ke pelatihan

kesehatan, pemberian buku panduan, mengikutkan seminar-seminar kesehatan)

penghargaan, kepercayaan yang diterima kader dalam memberikan pelayanan

mempengaruhi aktif/tidaknya seorang kader posyandu. Penghargaan bagi kader

dengan mengikutkan seminar dan pelatihan serta pemberian modul-modul

panduan kegiatan pelayanan kesehatan dengan beberapa kegiatan tersebut

diharapkan kader merasa mampu dalam memberikan pelayanan dan aktif datang

di setiap kegiatan posyandu (Koto dkk,2007).

48

Page 49: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

Penurunan kinerja kader disebabkan karena posyandu tidak memiliki

sarana dan prasarana yang lengkap, tidak semua kader mendapat kesempatan

untuk mengikuti pelatihan (Mastuti, 2003).

Untuk itu diperlukan strategi yang berkaitan dengan partisipasi kader

antara lain; Pertama, strategi pemberian insentif akan cukup termotivasikan oleh

gaji atau upah yang memadai dan oleh rasa puas atas pekerjaan yang dilakukan

dengan baik, karena rata-rata pendapatan masyarakat sangat rendah dan penting

memberikan arti kehidupan baginya. Selain ganjaran-ganjaran financial, perlu

juga mencari bentuk penghargaan lain atas usaha dan prestasi untuk

memperkuat sikap-sikap dan perilaku yang diberdayakan (Winardi, 2004). Kedua,

sarana pendukung merupakan kunci keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan,

karena merupakan alat yang membuat penting dalam melaksanakan

pekerjaan sehingga dapat memudahkan untuk bekerja dan pekerjaan lebih cepat

serta meningkatkan efektifitas pekerjaan. Dengan memenuhi segala hal yang

mereka perlukan dan keadaaan lingkungan yang memadai untuk menjamin

keberhasilan dalam kegiatan (Dwiantara, 2005). Ketiga, pelatihan untuk

membentuk seseorang menjadi mandiri tersebut meliputi kemandirian berfikir,

bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Pelatihan dilakukan

berdasarkan kebutuhan yang akan dicapai berdasarkan identifikasi kebutuhan

yang sesungguhnya (Stewart, 2006). Keempat, faktor budaya, sosial, ekonomi dan

masalah-masalah praktis mempengaruhi kualitas posyandu dan partisipasi

masyarakat.

Menurut pendapat Widagdo (2006) yang merupakan satu-satunya faktor

dari masyarakat yang masih mungkin dapat melakukan dorongan/motivasi secara

49

Page 50: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

berkesinambungan dalam pemberdayaan masyarakat adalah faktor tokoh

masyarakat. Peranan pemimpin dan tokoh masyarakat akan sangat penting

apabila mereka aktif untuk mendatangi masyarakat, sering menghadiri

pertemuan-pertemuan, dan dalam setiap kesempatan selalu menjelaskan manfaat

program-program Posyandu. Para pimpinan masyarakat ini aktif pula dalam

mengajak warga masyarakat untuk mengelola kegiatan Posyandu. Apabila

masyarakat melihat bahwa tokoh mereak yang disegani ikut serta dalam kegiatan

tersebut, maka masyarakat pun akan tertarik untuk ikut serta.

Tokoh masyarakat seperti kepala desa selalu mengadakan peninjauan

terhadap pelaksanaan kegiatan posyandu dan mengikuti kegiatan lain, sehingga

kader akan malu kalau tidak turut serta dan hal ini sesuai dengan penelitian

yang telah dilakukan Melalatoa dan Swasono dalam penelitian Widagdo (2006)

bahwa kades selalu memberi tugas kepada kader dalam pelaksanaan kegiatan

posyandu yang dirasa oleh para kader sebagai suatu perhatian yang dapat

merupakan dorongan bagi kader untuk selalu melakukan kegiatan posyandu. Hal

ini juga sesuai dengan pernyataan dalam penelitian Pramuwito (1998) bahwa

kebiasaan kades untuk selalu mau memperbaiki hubungan dengan kader, misalnya

suatu ketika kader berbuat kesalahan, maka kader tersebut mendapat teguran yang

sangat keras, namun di lain kesempatan kades tersebut telah baik kembali malah

kader tersebut diberinya imbalan.

2.2.8 Penilaian Kinerja Kader Posyandu

Penilaian terhadap kinerja merupakan suatu evaluasi proses terhadap

penentuan dari berbagai nilai dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

50

Page 51: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

sebelumnya (Kron,1987). Untuk kinerja kader posyandu, indikator penilaian

kinerja kader telah disusun berdasarkan telaah kemandirian posyandu (TKP)

dalam buku Pedoman ARRIF dikatakan bahwa frekuensi penyelenggaran

posyandu ada 12 kali setiap tahun dan sedikitnya dikatakan posyandu cukup baik

bila frekuensi 8 kali setiap tahun. Jika kurang dari angka tersebut dianggap

Posyandu tersebut masih rawan. Demikian juga keberadaan kader di Posyandu ,

bila kader kurang aktif dinyatakan jika tidak hadir untuk bekerja di Posyandu

kurang dari 8 kali dalam satu tahun.

Selain kehadiran kader penilaian kinerja kader juga dapat dilihat dari

peran dan fungsi kader posyandu yang dijabarkan dalam kegiatan pelaksanaan

posyandu seperti melaksanakan pencatatan dan pelaporan, membuat absensi

kehadiran, melaksanakan penyuluhan kesehatan, melakukan penimbangan balita,

merujuk bila ada masalah kesehatan pada balita dan ibu hamil dan lain

sebagainya.

51

Page 52: Bab i, Bab II, Ibnu Alfi

52