bab berdarah kelompok 1

36
LAPORAN TUTORIAL SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI Modul 3 “BERAK AIR BESAR BERDARAH” OLEH : Kelompok I Dosen Tutor : dr. ASMARANI FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: sitti-rahmadani-saranani

Post on 14-Dec-2014

423 views

Category:

Documents


64 download

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL

SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI

Modul 3

“BERAK AIR BESAR BERDARAH”

OLEH :

Kelompok I

Dosen Tutor :

dr. ASMARANI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2011

KELOMPOK I

1. SUHARDIMANSYAH F1E1 09 003

2. SEMUEL PALALANGAN F1E1 09 009

3. MUH. ALIM AL-FATH F1E1 09 015

4. SITTI RAHMADANI SARANANI F1E1 09 021

5. WA ODE SHARLY SAERA F1E1 09 027

6. ARSYAWATI F1E1 09 033

7. ZIFFA SHINTA FAUZIAH F1E1 09 039

8. NITA ANUGERAWATI F1E1 09 045

9. RIZKY AMELIA BARLIAN F1E1 09 051

10. SITI WAHIDATUN ASRIANI F1E1 09 057

11. RIDHA NUR RAHMA ARIANI F1E1 09 063

Skenario

Seorang wanita berusia 45 tahun datang ke Puskemas dengan keluhan utama berak

encer yang disertai darah dan lendir. Keluhan ini dirasakan sejak beberapa bulan yang

lalu. Wanita ini juga mengeluhk sakit perut yang sifatnya hilang timbul dan

penurunan berat badan kurang lebih 5 kg dalam satu bulan terakhir. Ia berusaha

mengobati penyakitnya dengan meminum obat anti diare namun tidak memberikan

hasil.

Kata Sulit :

1. Diare, yaitu Defekasi dengan tinja cair atau setengah cair dengan kandungan

air lebih dari biasanya per 24 jam dengan frekuensi lebih dari 3x sehari.

2. Lendir, yaitu cairan yang melekat terdiri dari sekresi kelenjar – kelenjar

bersama dengans berbagai garam anorganik, sel yang berdeskuamasi, dan

leukosit

Kata Kunci

Wanita, 45 tahun

Berak encer

Berak berdarah

Berak berlendir

Sejak beberapa bulan yang lalu

Sakit perut hilang timbul

BB menurun > 5 kg dalam 1 bulan terakhir

Obat antidiare tidak berhasil

Pertanyaan

1. Penyakit-penyakit apa saja yang berhubungan dengan gejala pada kasus ?

2. DD apa saja yang terkait pada kasus ?

3. Bagaimana etiologi dari DD ?

4. Bagaimana patomekanisme gejala pada kasus ?

5. Langkah-langkah penegakkan diagnosis apa saja yang dapat dilakukan ?

6. Bagaimana penatalaksanaan dari DD ?

7. Bagaimana prognosis dari DD ?

8. Komplikasi apa saja yang dapat ditimbulkan dari DD ?

9. Bagaimana klasifikasi dari diare ?

10. Bagaimana farmakodinamik dan faarmakokinetik obat anti diare ?

Pembahasan

1. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gejala pada kasus :

Colitis ulcerative

Dysentri

Karsinoma kolon

Crohn Disease

2. DD yang terkait pada kasus

Colitis ulcerative

Dysentri

Karsinoma kolon

Crohn Disease

Colitis

ulcerativeDysentri

Karsinoma

kolon

Crohn

Disease

Wanita

45 tahun

Berak encer

Berak darah

Berak berlendir

Nyeri perut hilang

timbul

BB menurun

Pengobatan dengan

obat antidiare

tidak berhasil

3. Pembahasan masing – masing DD :

1. Dysentri

a. D efini s i

Disentri berasal dari baha s a Y unani , yaitu dys (gangguan)

dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan

gejala meluas dengan gejala buang air besar dengan tinja berdarah,

diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja

bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar

(tenesmus).

b. Etiologi

Etiologi dari disentri ada 2, yaitu :

Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp. Shigella adalah

basil non motil, gram negatif, famil enterobacteriaceae. Ada 4 spesies

Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei.

Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya

yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang

didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat

terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini

memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan

menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit

ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat. Suatu

keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya

penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa

diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan

tenesmus.

Disentri amoeba, disebabkan Entamoeba hystolitica.

E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai

mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia.

Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi pathogen dengan

cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus

sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2

bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista.

Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal

(berukuran < 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm).

Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa

menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare,

maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit

patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus

(intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat

mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari

trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung

beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit

patogen sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite).

Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala

penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia.

Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.

Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista

bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat

hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung

dan kadar klor standard di dalam sistem air minum. Diduga

kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus besar

menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.

c. Patogene s is d a n Patofi s iologi

Disentri basiler

Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu

suatu keadaan yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi

tinja biasanya lunak, disertai eksudat inflamasi yang mengandung

leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah.

Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang

rendah, maka dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan

secara oral melalui air, makanan, dan lalat yang tercemar oleh

ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman

ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak

didalamnya.

Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella

namun ileum terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang

terberat biasanya di daerah sigmoid, sedang pada ilium hanya

hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa

usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi

biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada

daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan

transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus

menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung.

S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin

antara lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat

enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut

merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih

mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan

kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang

khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya

sampai 1,5 cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan

lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum.

Disentri Amuba

Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di

lumen usus besar dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat

menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Akan tetapi

faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum

diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,

sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya

mempunyai peran.

Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim

fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan

dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus amoeba sangat

khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan

submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya

terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi

reaksi radang yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus

tampak normal. Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar,

tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah

sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum

terminalis.

d. Gejala Klinis

Disentri Basiler

Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala

rerata 7 hari sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh

nyeri perut bawah, diare disertai demam yang mencapai 400C.

Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah

dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.

Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan,

sedang sampai yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah

kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga

mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat

(fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae.

Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-

berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu

badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat

meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa haus,

kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi.

Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan

viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi). Kadang-kadang

gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti gejala kolera atau

keracunan makanan.

Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi

perifer, anuria dan koma uremik. Angka kematian bergantung pada

keadaan dan tindakan pengobatan. Angka ini bertambah pada

keadaan malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan.

Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara

perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama.

Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi,

tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit

darah/lendir. Sedangkan pada kasus yang ringan, keluhan/gejala

tersebut di atas lebih ringan. Berbeda dengan kasus yang

menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara

menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang

baik.

Disentri Amuba

Carrier (Cyst Passer)

Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini

disebabkan karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar

tidak mengadakan invasi ke dinding usus.

Disentri amoeba ringan

Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan.

Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut

ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali

sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur

darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid,

jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung

pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa

atau sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali

yang tidak atau sedikit nyeri tekan.

Disentri amoeba sedang

Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding

disentri ringan, tetapi pasien masih mampu melakukan

aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai lendir dan darah.

Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai

hepatomegali yang nyeri ringan.

Disentri amoeba berat

Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita

mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari.

Demam tinggi (400C-40,50C) disertai mual dan anemia.

Disentri amoeba kronik

Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-

serangan diare diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala.

Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

Pasien biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare

yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam atau makanan

yang sulit dicerna.

e. Pemerik s aan Penunjang

Disentri amoeba

Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium

yang sangat penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur

darah dan lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan

tinja yang segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-

ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum

pasien mendapat pengobatan.

Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk

itu diperlukan tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil

bahan dari bagian tinja yang mengandung darah dan lendir. Pada

sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif

seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti

kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan

eritrosit di dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat

sediaan dengan larutan eosin.

Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi

Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis

penderita dengan gejala disentri, terutama apabila pada pemeriksaan

tinja tidak ditemukan amoeba. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak

berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan

ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat

kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.

Foto rontgen kolon

Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu

karena seringkali ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus

amoebiasis kronis, foto rontgen kolon dengan barium enema

tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling

defect yang mirip karsinoma.

Pemeriksaan uji serologi

Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis

abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila

amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh karena itu uji ini akan

positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan negatif pada

carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis

aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.

Disentri basiler

Pemeriksaan tinja.

Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman

penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan

carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti

karena basil shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang

baru.

Polymerase Chain Reaction (PCR).

Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif, tetapi belum dipakai

secara luas.

Enzim immunoassay.

Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian besar

penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang

dihasilkan E.coli.

f. D ia g no s is

Disentri basiler

Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang

dengan keluhan nyeri abdomen bawah, dan diare. Pemeriksaan

mikroskopik tinja menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit

PMN. Untuk memastikan diagnosis dilakukan kultur dari bahan

tinja segar atau hapus rektal. Pada fase akut infeksi Shigella, tes

serologi tidak bermanfaat.

Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan

kolitis ulserosa. Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang

positif dan perbaikan klinis yang bermakna setelah pengobatan

dengan antibiotic yang adekuat.

Disentri amuba

Pemeriksaan tinja sangat penting di mana tinja penderita

amebiasis tidak banyak mengandung leukosit tetapi banyak

mengandung bakteri. Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila

ditemukan amoeba (trofozoit). Akan tetapi ditemukannya amoeba

bukan berarti meyingkirkan kemungkinan penyakit lain karena

amebiasis dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain. Oleh

karena itu, apabila penderita amebiasis yang telah menjalani

pengobatan spesifik masih tetap mengeluh nyeri perut, perlu

dilakukan pemeriksaan lain, misalnya endoskopi, foto kolon dengan

barium enema atau biakan tinja.

g. Komplika s i

Disentri amoeba

Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik

berat maupun ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut

dapat dibagi menjadi :

Komplikasi intestinal

Perdarahan usus. Terjadi apabila amoeba mengadakan

invasi ke dinding usus besar dan merusak pembuluh darah.

Perforasi usus. Hal ini dapat terjadi bila abses menembus

lapisan muskular dinding usus besar. Sering mengakibatkan

peritonitis yang mortalitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat

disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.

Ameboma. Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang

mengakibatkan reaksi terbentuknya massa jaringan

granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan

rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau

penyempitan usus.

Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic)

yang memerlukan tindakan operasi segera.

Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri

kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.

Komplikasi ekstraintestinal

Amebiasis hati. Abses hati merupakan komplikasi

ekstraintestinal yang paling sering terjadi. Abses dapat timbul

dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah infeksi

amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat

embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta,

jarang lewat pembuluh getah bening.

Abses pleuropulmonal. Abses ini dapat terjadi akibat

ekspansi langsung abses hati. Kurang lebih 10-20% abses

hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru

juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari

dinding usus besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel)

hepatobronkhial sehingga penderita batuk- batuk dengan

sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati.

Abses otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat

terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus

besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi.

Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi ameba langsung

dari dinding usus besar dengan membentuk hiliran (fistel).

Sering terjadi di daerah perianal atau dinding perut. Dapat

pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang

berasal dari anus.

Disentri basiler

Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi

pada pasien yang berada di negara yang masih berkembang dan

seringnya kejadian ini dihubungkan dengan infeksi S.dysentriae tipe

1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi buruk.

Komplikasi lain akibat infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah

haemolytic uremic syndrome (HUS). SHU diduga akibat adanya

penyerapan enterotoksin yang diproduksi oleh Shigella. Biasanya

HUS ini timbul pada akhir minggu pertama disentri basiler,

yaitu pada saat disentri basiler mulai membaik. Artritis juga dapat

terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada masa

penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal

ini dapat terjadi pada kasus yang ringan dimana cairan sinovial sendi

mengandung leukosit polimorfonuklear. Penyembuhan dapat

sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat berlangsung selama

berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula terjadi iritis

atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada

usus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus,

walaupun hal ini jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi

setelah serangan S.dysentriae yang toksik namun hal ini jarang

sekali terjadi. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon,

prolaps rectal dan perforasi juga dapat muncul. Akan tetapi

peritonitis karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun terjadi

biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat.

Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi

pada beberapa tempat yang mempunyai angka kematian tinggi.

Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid.

h. Pengobat a n

Disentri basiler

Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah

istirahat, mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada

kasus yang berat diberikan antibiotika.

Cairan dan elektrolit

Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan

cairan rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering,

dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam

keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan

cairan yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan

dapat diberikan melalui minuman atau pemberian air kaldu atau

oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai

dapat diberikan.

Diet

Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang

dari 5 kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada

kemajuan.

Pengobatan spesifik

Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis

pasien diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan

menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak

ada perbaikan, antibiotika diganti dengan jenis yang lain.

Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol

dan tetrasiklin hampir universal terjadi. Kuman Shigella biasanya

resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji

resistensi kuman terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat

digunakan dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu

pula dengan trimetoprim- sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2

x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam

pengobatan disentri basiler karena tidak efektif.

Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal

fluorokuinolon seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin

ternyata berhasil baik untuk pengobatan disentri basiler. Dosis

siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500 mg/hari selama 3 hari

sedangkan azithromisin diberikan 1 gram dosis tunggal dan

sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian siprofloksasin

merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.

Disentri amuba

Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg

tiga kali perhari selama 20 hari.

Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat

kali selama 5 hari.

Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol

750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali

selama 5 hari, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.

Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750

mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram

perhari selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan

emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.

i. Progno s is

Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit,

diagnosis dan pengobatan dini yang tepat serta kepekaan ameba

terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis amebiasis

adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi. Prognosis yang

kurang baik adalah abses otak ameba.

Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila

mendapatkan pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang,

biasanya angka kematian rendah; bentuk dysentriae biasanya berat

dan masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk yang ringan.

Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang rendah.

j. P encegahan

Disentri amoeba

Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang

memenuhi syarat kesehatan merupakan sarana pencegahan

penyakit yang sangat penting. Air minum sebaiknya dimasak

dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan 500C selama 5

menit.

Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan

pengobatan carrier. Carrier dilarang bekerja sebagai juru masak

atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan.

Sampai saat ini belum ada vaksin khusus untuk pencegahan.

Pemberian kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi

daerah endemis tidak dianjurkan.

Disentri basiler

Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella.

Penularan disentri basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan

kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan

tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi,

penggunaan jamban yang bersih.

4. Klasifikasi Diare

• Sekretorik diare

– Peningkatan sekresi aktif atau terhambatnya absorpsi

– Penyebab terbanyak adalah cholera toxin yang merangsang sekresi

anion, terutama ion klorida

• Osmotik diare

– Terlalu banyak air yang tertarik ke usus

– Bisa disebabkan oleh laxatif osmotik, kelebihan magnesium atau

vitamin C, dan konsumsi sorbitol dalam jumlah besar

• Eksudatif diare

– Terdapat darah atau pus dalam feses

– Terjadi pada IBD seperti Crohn’s disease atau Ulcerative colitis

• Motilitik diare

– Hipermotilitas intestinal

– Akibat vagotomy atau diabetic neuropathy

Penyebab diare kronik

• Osmotik diare

– Intoleransi laktosa

– Medikasi: sorbitol, laktulosa, antasida

– Gejala: Penurunan volume feses dengan rasa lapar, peningkatan

osmotic gap > 50 mOsm/L

• Malabsorpsi

– Kelainan mukosa intestinal: gastroenteritis, Crohn’s disease

– Obstruksi limfatik

– Penyakit pada pankreas: pankreatitis kronik, karsinoma pankreas

– Pertumbuhan koloni bakteri yang berlebihan pada intestinum tenue:

gangguan motilitas (diabetes)

– Gejala: BB menurun, kandungan lemak pada feses 7 – 10 gr/24 jam,

anemia, hipoalbuminemia

• Sekretorik diare

– Sekresi hormon: gastrinoma, karsinoma pada medulla thyroid

– Malabsorpsi garam empedu: reseksi ileum, Crohn’s disease

– Adenoma vili

– Gejala: Volume feses > 1 L/hari, penurunan BB kecil diikuti rasa lapar

kecuali pada diare akibat malabsorpsi garam empedu

• Inflamasi

– Kolitis ulcerative

– Crohn’s disease

– Enteritis

– Maligna: lymphoma, adenocarcinoma

– Gejala: demam, hematochezia, nyeri abdominal

• Gangguan motilitas

– Pasca operasi: vagotomy, gastrectomy parsial

– Gangguan sistemik: hipertiroidism, DM, skleroderma

– Irritable bowel syndrome

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Disentri. Diakses dari http://id.w ik ipedia.org /wiki/Disentri_Amuba

Sya’roni A., Hoesadha Y. 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam.

FKUI: Jakarta.

Hembing. 2006. Jangan Anggap Remeh Disentri. Diakses dari

http://po r tal . cbn.net . id/cbpr t l/cy b ermed .

Simanjuntak C. H., 1991. Epidemiologi Disentri. Diakses dari

http:// www .kalbe . co.id/ f ile s /cdk .

Oesman,Nizam.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III. FKUI.: Jakarta.

Davis, K. 2007. Amebiasis. Diakses dari

http://www .emedic ine.co m/med/top i c116.ht m .

Kroser A. J., 2007. Shigellosis. Diakses dari

http://www .emedic ine.co m/med/top i c2112.htm.