bab 8 ham

13
Pancasila dan Kewarganegaraan HAM Tim Dosen Pancasila dan Kewarganegaraan. Universitas Brawijaya Email : [email protected] 1. Pokok Bahasan: Demokrasi 2. Deskripsi: Perkuliahan ini akan membahas mengenai hak-hak asasi manusia yang telah given sejak lahir. Sebelum muncul berbagai deklarasi HAM patut kiranya kita memahami hakikat hak asasi itu sendiri. Pada konteks Indonesia konsep kemanusiaan telah dicetuskan oleh Soekarno. Oleh karena itu, persoalan yang mendasar mengenai HAM adalah pertentangan antara universalitas dan partikularitasnya. Di samping pada level penerapan kita juga harus memahami bagaimana pengegakan HAM di Indonesia. 3. Tujuan Instruksional Khusus: a. Mampu memahami pengertian hak asasi manusia b. Mampu memahami dan mengurai konsep dasar kemenanusiaan Indonesia c. Mampu memahami tatanan HAM di Indonesia pada konteks global d. Memahami permasalahan penegakan HAM di Indonesia e. Mampu mengembangkan pendidikan hak asasi manusia di Indonesia 4. Isi Pokok Bahasan: A. Pendahuluan Paham kemanusiaan harus dilenyapkan adalah “Homo Faber”: Kemulyaan orang diukur berdasar penguasannya terhadap lingkungan. Sementara orang lain/asing/di luar dirinya menjadi obyek. Paham kemanusiaan ini jelas bertentangan dengan hak dasar manusia yang merdeka, berdikari dan otonom. Maka sesungguhnya paham yang harus kita laksanakan bersama adalah menjunjung tinggi martabat manusia karena kemanusiaannya, bukan karena pamrih tertentu, misalnya karena kekayaan, agama, suku, etnis, peran, jabatan atau status sosialnya. Pokok Bahasan VIII: Pertemuan Ke-12

Upload: muhammad-bagus-hari-santoso

Post on 18-Jan-2016

52 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

makalah PKN UB

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 8 HAM

Pancasila dan Kewarganegaraan HAM

Tim Dosen Pancasila dan Kewarganegaraan. Universitas Brawijaya Email : [email protected]

1. Pokok Bahasan: Demokrasi

2. Deskripsi:

Perkuliahan ini akan membahas mengenai hak-hak

asasi manusia yang telah given sejak lahir. Sebelum

muncul berbagai deklarasi HAM patut kiranya kita memahami hakikat hak asasi itu sendiri. Pada konteks

Indonesia konsep kemanusiaan telah dicetuskan oleh

Soekarno. Oleh karena itu, persoalan yang mendasar mengenai HAM adalah pertentangan antara

universalitas dan partikularitasnya. Di samping pada

level penerapan kita juga harus memahami bagaimana pengegakan HAM di Indonesia.

3. Tujuan Instruksional Khusus:

a. Mampu memahami pengertian hak asasi manusia

b. Mampu memahami dan mengurai konsep dasar kemenanusiaan Indonesia

c. Mampu memahami tatanan HAM di Indonesia pada

konteks global d. Memahami permasalahan penegakan HAM di

Indonesia

e. Mampu mengembangkan pendidikan hak asasi

manusia di Indonesia

4. Isi Pokok Bahasan:

A. Pendahuluan

Paham kemanusiaan harus dilenyapkan adalah “Homo Faber”: Kemulyaan orang diukur berdasar

penguasannya terhadap lingkungan. Sementara

orang lain/asing/di luar dirinya menjadi obyek.

Paham kemanusiaan ini jelas bertentangan dengan hak dasar manusia yang merdeka, berdikari dan

otonom. Maka sesungguhnya paham yang harus

kita laksanakan bersama adalah menjunjung tinggi martabat manusia karena kemanusiaannya, bukan

karena pamrih tertentu, misalnya karena

kekayaan, agama, suku, etnis, peran, jabatan atau status sosialnya.

Pokok Bahasan

VIII: Pertemuan

Ke-12

4

Page 2: BAB 8 HAM

Page 2 of 13

Pancasila dan KWN/HAM 2012 Brawijaya University

B. Pengertian HAM

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada

hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,

hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan

harkat dan martabat manusia. Negara atau bahkan setiap orang tidak berhak mencabut hak yang melekat pada manusia tersebut.

Hakikat HAM merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia

secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan

kewajiban serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum, begitu juga upaya dalam menghormati melindungi dan

menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama

antara individu pemerintah (Aparatur Pemerintah baik sipil maupun militer) dan negara.

Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik

kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu : a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi, HAM adalah bagian

dari manusia secara otomatis, yang telah ada sejak lahir, HAM

merupakan anugerah Tuhan.

b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.

c. HAM harus dihormati, dilindungi dan dijaga oleh individu, masyarakat

dan negara. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Setiap orang tetap mempunyai HAM

walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau

melanggar HAM (TIM ICCE, 2003: 201-202)

Konsep dasar hak-hak asasi manusia menurut Franz Magnis-Suseno mempunyai dua dimensi pemikiran, yaitu: Dimensi universalitas, yakni

substansi hak-hak asasi manusia itu pada hakikatnya bersifat umum. Hak

asasi manusia akan selalu dibutuhkan oleh siapa saja dan dalam aspek kebudayaan di manapun itu berada, entah dalam kebudayaan Timur atau

Barat. Hak asasi manusia itu ada karena yang memiliki hak-hak itu adalah

manusia sebagai manusia, jadi sejauh manusia itu spesies homo sapiens, dan bukan karena cirri-ciri tertentu yang dimiliki. Dimensi kontekstualitas, yakni

yang menyangkut penerapan hak asasi manusia jika ditinjau dari tempat

berlakunya hak-hak manusia tersebut (Erwin, 2012: 160).

C. Nilai-nilai dasar dalam HAM

1. Kesamaan.

Nilai kesamaan dalam etika politik disebut “keadilan”. Keadilan adalah keadaan antar manusia di mana manusia diperlakukan sama dalam situasi

yang sama. Nilai pertama yang harus dijamin oleh hukum adalah keadilan.

Pembukaan UUD 1945 menjamin bahwa dala mencapai tujuan negara haruslah antara lain berdasarkan keadilan social. Keadilan social merupakan keadilan

yang pelaksanaannya tergantung dari struktur ekonomis, social, politik,

budaya dan bahkan ideologis. Strukur-struktur tersebut merupakan struktur

kekuasaan yang menyebabkan segolongan orang tidak dapat memperoleh apa yang menjadi hak mereka atau tidak dapat bagian yang wajar dari harta

kekayaan dan hasil pekerjaan masyarakat secara keseluruhan.

Melaksanakan keadilan sosial berarti membongkar seperlunya struktur-struktur kekuasaan yang ada dan dengan sendirinya akan berhadapan dengan

pihak-pihak yang berkuasa. Pihak yang disebut terakhir ini tidak akan tinggal

diam. Mereka tetap berusaha mempertahankan status quo, sehngga

Page 3: BAB 8 HAM

Page 3 of 13

Pancasila dan KWN/HAM 2012 Brawijaya University

keuntungan yang didapat dari struktur yang timpang itu tetap berlangsung.

Oleh karena itu, tidaklah mungkin mengusahakan keadilan sosial hanya datang dari penguasa. Usaha itu harus dilakukan dari diri, komunitas terpinggir dan

dipojokkan oleh sistem. Pembukaan UUD 1945 sesunguhnya membongkar

struktur sosial, ekonomi, politik budaya dan ideologi yang menyebabkan masyarakat Indonesia berada dalam ketidakadilan

2. Kebebasan

Inti kebabasan adalah setiap orang atau kelompok berhak mengurus

dirinya sendiri lepas dari dominasi pihak lain. Kebebasan bukan berarti orang berhak hidup atas dasar kemauannya sendiri. Secara hakiki manusia adalah

individu yang bersifat sosial di mana ia hidup dalam jejering sosial yang

mengitarinya. Dengan demikian, kebebasannya dibatasi oleh orang lain. Kebebasan yang dimaksud sebetulnya tindakan bebas tanpa tekanan dari

pihak lain yang menguasinya.

3. Kebersamaan Pengakuan terhadap solidaritas atau kesetiakawanan ini mengharuskan

tatanan hukum untuk menunjang sikap sesama anggota masyarakat sebagai

senasib dan sepenanggungan. Oleh karena itu tatanan hukum mengharuskan

kita untuk bertanggung jawab atas kita semua, tidak boleh ada pembiaran, apalagi dikorbankan untuk kepentingan penguasa (Erwin, 2012: 163-164).

D. Sejarah perkembangan penegakan HAM di dunia 1. Perjuangan Nabi Musa dalam membebaskan umat Yahudi dari

perbudakan (tahun 2000 SM;

2. Hukum Hammurabi di Babylonia yang memberikan jaminan keadilan bagi warga negaranya

3. Socrates (469-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-

322 SM) sebagai filsuf Yunani peletak dasar diakuinya hak asasi

manusia. Mereka mengajarkan untuk mengkritik pemerintah yang tidak berdasarkan keadilan, cita-cita dan kebijaksanaan

4. Perjuangan Nabi Muhammad S.A.W untuk membebaskan para bayi

wanita dari penindasan bangsa Quraisy (tahun 600 Masehi) 5. Magna Charta (Piagam Agung 1215) sebagai suatu dokumen yang

mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris

kepada beberapa bangsawan dan gereja atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja John di Inggris. Isi

piagam Magna Charta adalah berikut: “Rakyat Inggris menuntut

kepada raja agar berlaku adil kepada rakyat, Menuntut raja apabila

melanggar harus dihukum berdasarkan kesamaan dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, Menuntut raja menyampaikan

pertanggungjawaban kepada rakyat, Menuntut raja untuk segera

menegakkan hak dan keadilan bagi rakyat. 6. Bill of Right (Undang-Undang Hak 1689) sebagai suatu undang-

undang yang ditandatangani Raja Willem III dan diterima oleh

parlemen Inggris pada tahun 1969 sebagai hasil dari revolusi

berdarah yang dikenal dengan sebutan “The Glorius Revolution of 1688”. Adapun pengaturan HAM yang terdapat dalam Bill of Right,

yaitu mengenai:Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen,

Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat, Pajak, undang-undang, dan pembentukan tentara tetap harus seizing parlemen, Hak

warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-

masing, Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja

Page 4: BAB 8 HAM

Page 4 of 13

Pancasila dan KWN/HAM 2012 Brawijaya University

7. Bill of Right (UU hak Virginia 1776). Undang-undang Hak Viriginia

tahun 1776, yang dimasukkan ke dalam UUD Amerika Serikat tahun 1779. UU HAM Amerika Serikat ini merupakan amandemen tambahan

terhadap konstitusi Amerika Serikat yang diatur tersendiri dalam 10

pasal tambahan, meskipun secara prinsipil hal mengenai HAM telah termuat dalam deklarasi kemerdekaan (declaration of independence)

Amerika Serikat.

8. Declaration des Droits de I‟homme et du citoyen (Pernyataan Hak-hak

Manusia dan Warga Negara) yang ditetapkan pada tanggal 26 agustus 1789 sebagai suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi

Prancis sebagai perlawanan terhadap rezim terdahulu. Deklarasi ini

menyatakan bahwa, “Hak asasi manusia ialah hak-hak alamiah yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari

hakikatnya dank arena itu bersifat suci”

9. Atlantic Center tahaun 19941 sebagai suatu naskah yang ditukangi

F.D. Roosevelt yang dicetuskan pada saat perang dunia II. Atlantic Center menyebut ada 4 bentuk kebebasan yang harus dilindungi (the

Four Freedom)

Kebebasan untuk beragama Kebebasan untuk berbicara dan berpendapat

Kebabasan dari rasa takut

Kebebasan dari kemelaratan 10. Declaration of Human Rights PBB

Piagam PBB ini lahir pada tanggal 12 Desember 1948 di Jenewa yang

merupaakan usul serta kesepakatan seluruh anggota PBB. Ini pembukaan

piagam ini mencakup 20 hak yang diperoleh manusia, seperti hak hidup, kebebasn, keamanan pribadi, hak atas benda dan lain-lain (Erwin, 2012: 165-

166).

E. Bentuk-bentuk HAM

Bentuk-bentuk HAM dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Erwin, 2012:

167):

1. Hak sipil (hak sipil terdiri dari: hak diperlakukan sama dimuka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak khusus bagi kelompok anggota

masyarakat tertentu dan hak hidup dan kehidupan.

2. Hak politik (terdiri dari kebebasan berserikat dan berkumpul, hak kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan hak

menyampaikan pendapat dimuka umum)

3. Hak ekonomi (terdiri dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak perdagangan, dan hak pembangunan berkelanjutan.

4. Hak sosial dan budaya (terdiri dari hak memperoleh kesehatan, dan

hak memperoleh perumahan dan pemukiman)

Sedangkan Prof. Baharudin Lopa mambagi HAM menjadi beberapa jenis yaitu hak persamaan dan kebebasan, hak hidup, hak memperoleh

perlindungan, hak penghormatan pribadi, hak menikah dan berkeluarga, hak

wanita sederajat dengan pria, hak anak dari orang tua, hak memperoleh pendidikan, hak kebebasan memilih agama, hak kebebasan bertindak dan

mencari suaka, hak untuk bekerja, hak memperoleh kesempatan yang sama,

hak milik pribadi, hak menikmati hasil atau produk ilmu, hak tahan dan narapidana.

Page 5: BAB 8 HAM

Page 5 of 13

Pancasila dan KWN/HAM 2012 Brawijaya University

F. Perkembangan Pemikiran HAM Di Indonesia Secara garis besar menurut Bagir Manan, perkembangan pemikiran HAM

dibagi menjadi dua periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)

dan periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang) 1. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945), perkembangan pemikiran

HAM dalam periode ini dapat dijumpai dalam organisasi pergerakan sebagai

berikut:

a. Budi Oetomo: “Hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat”

b. Perhimpunan Indonesia: “Hak untuk menentukan nasib sendiri”

c. Sarekat Islam: “Hak penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi rasial

d. Partai Komunis Indonesia: “Hak sosial dan berkaitan dengan alat-

alat produksi” e. Indische Party: “Hak untuk mendapatkan kemerdekaan dan

perlakuan yang sama”

f. Partai Nasioanal Indonesia: “Hak untuk memperoleh kemerdekaan”

g. Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia: hak menentukan nasib sendiri, hak mengeluarkan pendapat, hak berserikat dan

berkumpul, hak sama di depan umum dan hak turut dalam

penyelenggaraan negara. 2. Setelah Kemerdekaan:

a. Pada tahun 1945-1950: penekanan pada hak untuk merdeka, hak

kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan dan hak untuk menyatakan pendapat.

b. Pada tahun 1950-1959:

1. Tumbuhnya partai-partai politik dengan ideology beragam

2. Kebebasan pers yang bersifat liberal 3. Pemilihan umum dengan system multipartai

4. Parlemen sebagai lembaga control pemerintah

c. Pada tahun 1966-1998: 1. Pertama (1967): Berusaha melindungi kebebasan dasar manusia,

adanya hak uji material kepada Mahkama Agung

2. Kedua (1970-1980): Pemasungan HAM dengan sikap represif (kekerasan), produk hukum yang bersifat restriktif (membatasi

terhadap HAM)

3. Ketiga (1990-an): Dibentuknya komisi hak asasi manusia

(KOMNAS HAM) d. Pada tahun 1999-sekarang: memberikan perlindungan HAM (hak

pemerintah, hak politik, hak sosial, hak ekonomi, hak budaya, hak keamanan,

hak hukum) (Srijanti dkk, 2011: 123-124).

G. HAM pada tantangan Global dan di Inonesia

Sebelum konsep HAM diritifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama mengenai HAM ,yaitu:

a. Ham menurut konsep Negara-negara Barat

1) Ingin meninggalkan konsep Negara yang mutlak. 2) Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas.

3) Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.

4) Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara. b. HAM menurut konsep sosialis;

Page 6: BAB 8 HAM

Page 6 of 13

Pancasila dan KWN/HAM 2012 Brawijaya University

1) Hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat

2) Hak asasi tidak ada sebelum Negara ada. 3) Negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi

menghendaki.

c. HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika: 1) Tidak boleh bertentangan ajaran agama sesuai dengan kodratnya.

2) Masyarakat sebagai keluarga besar, artinya penghormatan utama

terhadap kepala keluarga

3) Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban sebagai anggota masyarakat.

d. HAM menurut konsep PBB (Srijanti dkk, 2011: 125-126).

Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Elenor Roosevelt dan secara resmi disebut “ Universal Decralation of Human

Rights”. Universal Decralation of Human Rights menyatakan bahwa setiap

orang mempunyai: Hak untuk hidup

Kemerdekaan dan keamanan badan

Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum

Hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana Hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara

Hak untuk mendapat hak milik atas benda

Hak untuk bebas mengutarakan pikiran dan perasaan Hak untuk bebas memeluk agama

Hak untuk mendapat pekerjaan

Hak untuk berdagang Hak untuk mendapatkan pendidikan

Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat

Hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan

keilmuan (Srijanti dkk, 2011: 126-127).

Dalam Deklarasi Universal tentang HAM (Universal Declaration of Human

Rights) atau yang dikenal dengan istilah DUHAM, hak Asasi Manusia terbagi kedalam beberapa jenis, yaitu hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi),

hak legal (hak jaminan perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak

subtistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan) serta hak ekonomi, sosial dan budaya.

Hak personal, hak legal, hak sipil dan politik yang terdapat dalam pasal 3

– 21 dalam DUHAM tersebut memuat:

1. Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi; 2. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;

3. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang

kejam, tak berprikemanusiaan maupun merendahkan derajat kemanusiaan; 4. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi;

5. Hak untuk pengakuan hukum secara efektif;

6. Hak bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang s

ewenag-wenang; 7. Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak;

8. Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;

9. Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat;

10. Hak bebas dari serangan terhadap kehorkehormatan dan nama baik;

11. Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu; 12. Hak bergerak;

Page 7: BAB 8 HAM

Page 7 of 13

Pancasila dan KWN/HAM 2012 Brawijaya University

13. Hak memperoleh suaka;

14. Hak atas suatu kebangsaan; 15. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga;

16. Hak untuk mempunyai hak milik;

17. Hak bebas berpikir, dan berkesadaran dan beragama; 18. Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat;

19. Hak untuk berhimpun dan berserikat;

20. Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas

akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat (Srijanti dkk, 2011: 127-128).

Sedangkan hak ekonomi, sosial dan budaya berdasarkan pada

pernyataan DUHAM menyangkut hal-hal sebagai berikut, yaitu: 1. Hak atas jaminan hukum;

2. Hak untuk bekerja;

3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama; 4. Hak untuk bergabung dalam serikat-serikat buruh;

5. Hak atas istirahat dan waktu senggang;

6. Hak atas standar hidup yang pantas dibidang kesehatan dan

kesejahteraan; 7. Hak atas pendidikan;

8. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari

masyarakat. Sementara itu dalam UUD 1945 (amandemen I – IV UUD 1945) memuat

hak asasi manusia yang terdiri dari hak :

1. Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat; 2. Hak kedudukan yang sama di dalam hukum;

3. Hak kebebasan berkumpul;

4. Hak kebebasan beragama;

5. Hak penghidupan yang layak; 6. Hak kebebasan berserikart;

7. Hak memperoleh pengajaran atau pendidikan;

Selanjutnya secara operasional beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam undang UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut:

1. Hak untuk hidup;

2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; 3. Hak mengembangkan diri;

4. Hak memperoleh keadilan;

5. Hak atas kebebasan pribadi;

6. Hak atas rasa aman; 7. Hak atas kesejahteraan;

8. Hak urut turut serta dalam pemerintahan;

9. Hak wanita; 10. Hak anak (Srijanti dkk, 2011: 128-129).

H. Kemanusiaan Indonesia

Dalam pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di depan sidang Badan Penyelidik

Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sila kemanusiaan tidak eksplisit disebutkan. Tekanan pidato kala itu pada bentuk dan dasar negara

bangsa (nationale staat). Disebutkan lima prinsip sebagai dasar negara yakni,

kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan.

Page 8: BAB 8 HAM

Page 8 of 13

Pancasila dan KWN/HAM 2012 Brawijaya University

Prinsip perikemanusiaan diletakkan dalam kerangka internasionalisme

dan diurutkan setelah nasionalisme. Memang internasionalisme dan perikemanusiaan adalah dua hal (entitas) berbeda, namun dalam konteks

pidato itu keduanya bertalian erat dihubungkan dengan prinsip kebangsaan.

Bung Karno tidak menghendaki nasionalisme di Indonesia berkembang menjadi chauvinisme, yang memilah-milah kemanusiaan berdasarkan ras,

etnik seperti slogan diktator Jerman, Hitler: Deutschland über alles.

Dalam visi proklamator, nasionalisme Indonesia "bukan kebangsaan yang

menyendiri", mengisolasi diri, yang meninggikan diri di atas bangsa lain.

Indonesia hanyalah salah satu anggota keluarga bangsa-bangsa, yang sejajar

dengan bangsa-bangsa lain. Tujuan pendeklarasian bangsa Indonesia merdeka adalah persatuan dan persaudaraan dunia. Dan, yang menyatukan seluruh

bangsa-bangsa di dunia adalah kemanusiaan yang sama martabatnya. Maka

Bung Karno mengutip ucapan Mahatma Gandhi, "Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan. My nationalism is humanity."

Negera boleh berbeda, tetapi dasar bernegara dan berbangsa adalah

kemanusiaan universal.

Dari pidato yang menandai lahirnya Pancasila, perikemanusiaan baru

dipahami secara abstrak dan fungsional mendasari hubungan Indonesia

dengan bangsa-bangsa lain di dunia, dalam kerangka hubungan internasional. Dalam kursus-kursus yang disampaikan Bung Karno tahun 1958, diterbitkan

Departemen Penerangan dengan judul Pancasila sebagai Dasar Negara,

kembali diulangi pentingnya perikemanusiaan untuk nasionalisme yang tidak chauvinistik. Artinya, kemanusiaan menjadi dasar nasionalisme, sehingga tidak

terjebak pada primordialisme dan egosentrik yang sempit.

Ini artinya bahwa dalam konteks sejarah, dapatlah dipahami bahwa

problem kemanusiaan sesunggunya bukanlah problem lokalitas dan nasional

semata. Tetapi lebih dari itu, kemanusiaan menjadi landasan membangun

persaudaraan abadi. Jika kenyataan sejarah tragedi kemanusiaan berbeda antar tiap daerah, tiap bangsa dan negara itu tidak menjadi persoalan. Justru

akan semakin baik jika pijakan lokalitas dari pengalaman kemanusiaannya

menjadi titik tolak untuk membebaskan manusia dari ketertindasan, untuk mengangkat harkat manusia ke arah yang lebih bersifat universal.

Kemanusiaan yang dimaksud dalam pancasila adalah kemanusiaan yang adil pada diri sendiri, terhadap sesama, dan terhadap Tuhan. Karena itu

kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung prinsip perikemanusiaan

atau internasionalisme yang terjelma dalam hubungan baik antar manusia,

antar bangsa, tanpa terjebak dalam ego kesukuan sempit. Sementara yang dimaksud dengan beradab adalah martabat manusia yang dijunjung setinggi-

tingginya.

Dalam Tap MPR No II/MPR/1978, penjabaran sila kemanusiaan adalah

mengakui persamaan derajat manusia serta hak dan kewajibannya di antara

sesama, saling mencintai, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap orang lain, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,

berani membela kebenaran dan keadilan, memandang diri sebagai bagian

umat manusia yang konsekuensinya adalah mengembangkan kerja sama

dengan bangsa-bangsa lain dan saling menghormati.

Secara visioner, Notonegoro memahami hakekat manusia Indonesia

adalah bhineka-tunggal, majemuk-tunggal atau monopluralis. Substansi

Page 9: BAB 8 HAM

Page 9 of 13

Pancasila dan KWN/HAM 2012 Brawijaya University

hakekat manusia ada dalam pola berpikir, berasa, dan berkehendak. Ketiga

dimensi inilah yang membedakan manusia dengan lainnya. Hakekat manusia juga tercermin dalam relasinya dengan the other, yang lain. Justru dalam

keterkaitannya dengan yang lain akan nampak hakikat kemanusiaannya,

bukan malah melebur dalam struktur yang membuatnya kehilangan otonomi. Dalam konteks relasi manusia dengan negara terdapat hubungan sebab-

akibat. Negara berasal dari rakyat yang terdiri dari manusia, sehingga sebagai

konsekuensinya menjadi keharusan negara mengandung sifat-sifat yang

terdapat pada manusia.

Dengan demikian, setiap orang Indonesia mempunyai susunan

kepribadian bertingkat: Pertama, Mempunyai hakekat kemanusiaan. Kedua, Sebagai bentuk penjelmaan darinya mempunyai hakekat pribadi kebangsaan

atau keribadian Pancasila. Ketiga, Masing-masing dari kemanusiaan dan

hakekat kebangsaan atau pancasila mempunyai hakekatnya sendiri-sendiri. Keempat, Hakikat kebangsaan seharusnya menjadi „payung‟ yang melindungi

hakikat kemanusiaan, sementara hakekat kemanusiaan „mendasari‟ hakikat

berbangsa.

Bagaimana manusia Indonesia yang bhineka-tunggal, majemuk-tunggal

mendapatkan ruang yang sama untuk tumbuh dengan ikhlas saling

menghormati masing-masing perbedaan dengan keberlainannya (otherness), di mana „aku‟ tulus atau ikhlas hidup bersama dengan sesama saudara-saudari

yang berbeda agama dan suku tanpa memaksakan cita-cita pretensi hidup

baik menurutku atau agamaku ke sesama

Proses humanisasi adalah kerja-kerja peradaban yang semakin mencipta

hidup bersama semakin manusiawi, semakin menyejahterakan satu sama lain. Humanisasi dari apa ke mana? Humanisasi dari saling „memakan‟ antar

sesama bak serigala buas (homo homini lupus), dan ini yang pernah

dipraktekkan di era kolonialisme atau bahkan hingga negeri ini merdeka,

menuju humanisasi yang memperlakukan manusia sebagai manusia untuk bisa hidup berdampingan (homo homini socius) dan beradab.

Dalam proses saling menyerap, berkelindan dan bahkan tumpang tindih, mampukah kita merumuskan kemanusiaan dalam bingkai pancasila?.

Kemanusiaan yang tidak diskriminatif. Hakekat kemanusiaan, di samping

tercermin dalam berpikir, berasa dan berkehendak, juga tercermin dalam ketika kita dihadapkan dengan „yang lain‟ (sosialitas).

Hakekat kemanusiaan juga untuk melakukan perbuatan lahir dan batin

atas dorongan kehendak berdasarkan atas putusan akal, selaras dengan rasa untuk memenuhi hasrat-hasrat sebagai ketunggalan, yang ketubuhan, yang

kejiwaan, yang perseorangan, yang kemakhluksosialan, yang berkepribadian

diri sendiri dan yang berketuhanan. Di samping itu, kebutuhan-kebutuhan fundamen pada manusia juga harus terpenuhi, baik kebutuhan individu dan

kolektif, kebutuhan internasional, kebutuhan akan demokrasi dan keadilan,

hingga kebutuhan religious. Semuanya harus berjalan seimbang dalam satu kesatuan yang harmonis, tanpa mengekploitasi satu dengan lainnya, sehingga

terwujud sifat kebhineka-tunggal, atau monopluralis.

Demikianlah, bangsa dan negara Indonesia didirikan di atas visi kemanusiaan. Para pendiri Republik menyadari signifikansi visi yang tertuang

dalam sila "kemanusiaan yang adil dan beradab". Bahkan, martabat manusia

Page 10: BAB 8 HAM

Page 10 of 13

Pancasila dan KWN/HAM 2012 Brawijaya University

merupakan fondasi semua nilai moral dasar Pancasila.

Salah satu “permainan” ideologis di negara kita ini adalah pertanyaan:

manakah sila paling mendasar dalam Pancasila sebagaimana disebut dalam

Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Ada yang mengatakan bahwa itu tentunya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, karena Tuhan adalah yang

tertinggi dari segala yang ada. Ada yang mengatakan bahwa itu adalah

“Persatuan Indonesia” karena tanpa sila itu, sila-sila lain tidak mempunyai tempat untuk berpijak, yaitu bumi Indonesia. Begitu pula bagi “kerakyatan

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan” dan bagi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia” bisa ditemukan argumentasi mengapa harus dianggap sila yang paling mendasar.

Akan tetapi ada argumen kuat untuk mengikuti pendapat alm. Prof. Dr. Nikolaus Drijarkara. Romo Drijarkara menegaskan bahwa sila yang paling

mendasar, dalam arti etis, adalah sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan

Beradab”. Mengapa sila ini? Karena tanpa kemanusiaan yang adil dan beradab, semua sila lain menjadi cacat. Sebaliknya, meskipun tanpa empat sila lain, sila

kedua belum mengembangkan sepenuhnya dimensi-dimensi potensial

manusia, akan tetapi asal seseorang, dan begitu pula hubungan antar orang,

menjadi adil dan beradab, dasar situasi yang secara etis benar dan mantap sudah diletakkan. Dengan kata lain, hanya atas dasar kemanusiaan yang adil

dan beradab empat sila lain bisa bermutu.

Berikut ini dapat dilihat letak kunci sila kedua dengan sedikit lebih rinci.

Pertama harus dikatakan bahwa kita memang harus mulai pada manusia, dan

bukan pada Tuhan. Bukan karena manusia lebih tinggi daripada Tuhan –Tuhan tentu jelas lebih tinggi daripada manusia– melainkan karena sebagai manusia

kita hanya dapat bertitik tolak dari kemanusiaan, hanya manusia yang bisa

bertanya tentang manusia. Setiap orang yang mengklaim bertolak langsung

dari Tuhan otomatis sudah sesat dan menyesatkan. Ia adalah manusia, dengan pengertian manusia dan wawasan manusia, dan tidak bisa langsung

mengatasnamakan Tuhan. Maka manusia senang atau tidak harus mulai dari

dirinya sendiri. Tanpa kemanusiaan, tidak ada dimensi manusia lain. Jadi tanpa kemanusiaan tak ada dimensi lain, tak ada kebangsaan, tak ada

kerakyatan, tak ada Ketuhanan (tetapi, sekali lagi, Tuhan tentu ada tanpa

kemanusiaan, tetapi bukan Ketuhanan sebagai penghayatan dan pengakuan manusia terhadap Tuhan).

Pertanyaannya kemudian adalah kemanusiaan yang bagaimana? Dimensi

hubungan antar manusia yang menjadi syarat segala hubungan yang baik adalah keadilan. Adil berarti, mengakui orang lain, mengakui dia sebagai

manusia, dengan martabatnya, dengan menghormati hak-haknya. Cinta itu

mewujudkan hubungan antar manusia paling mendalam dan berharga, tetapi kalau dia melanggar keadilan, dia bukan cinta dalam arti yang sebenarnya.

Kejujuran yang tidak adil bukan kejujuran. Dan kebaikan yang tidak adil

kehilangan harkat etisnya.

Namun, keadilan itu sendiri tidak berdiri sendiri. Memperjuangkan

keadilan adalah sikap etis apabila dilakukan dengan cara yang beradab. Tanpa

sikap beradab keadilan menjadi tidak adil. Itulah seninya sila kedua :”Kemanusiaan yang adil dan beradab” merupakan salah satu rumusan cita-

cita dasar manusia yang paling indah dan mendalam. Jadi kemanusiaan

Page 11: BAB 8 HAM

Page 11 of 13

Pancasila dan KWN/HAM 2012 Brawijaya University

hanyalah utuh apabila adil dan beradab.

Dari situ sudah dapat ditarik sebuah kesimpulan. Basis paling bawah yang

menjamin harkat etis manusia adalah keberadaban. Bertindak dengan beradab

tentu belum cukup kalau kita menghadap kewajiban kita sebagai manusia dalam masyarakat dan dunia, akan tetapi sudah merupakan titik berpijak yang

menjamin moralitas pada dasariah. Sebaliknya, bertindak dengan tidak

beradab, demi tujuan baik pun, adalah tidak mutu dan tidak etis. Misalnya orang yang memperjuangkan keyakinan politik atau keyakinan keagamaannya

dengan cara yang tidak beradab justru merendahkan etika politik dan

menghina agamanya sendiri. Sebenarnya banyak masalah dalam masyarakat

kita sudah akan terpecahkan asal saja kita bertekad bersama untuk selalu bertindak secara beradab. Tak perlu dulu bicara akhlak mulia, cukup kalau kita

mau membawa diri sebagai makhluk yang beradab saja. Karena keberadaban

itulah yang membedakan manusia dari binatang. Jadi kita mestinya bertekad untuk tidak pernah bertindak secara tidak beradab, secara brutal, secara

kejam atau keji, secara beringas, secara kasar tak sopan. Tekad ini justru

perlu dipegang dalam memperjuangkan yang baik. Misalnya tindakan kasar

dan brutal atas nama agama merupakan penghinaan terhadap agama yang diperjuangkan itu sendiri, dan tak mungkin tindakan tak beradab dan brutal berkenan di hadapan Tuhan.

I. Menuju Kemanusiaan Universal

Tuntutan kemanusiaan dan peradaban baru ini memberi inspirasi kepada manusia yang hidup di era kontemporer untuk membangun peradaban

manusia baru yang tetap berbasis lokalitas , baik dari segi tradisi, agama

maupun kultur, tetapi disangga oleh pilar-pilar norma global ethics yang menjunjung tinggi martabat dan harkat kemanusiaan universal. Dalam

konteks ini, Indonesia sebagai negara bangsa, yang berpenduduk Muslim

terbesar di didunia tetapi majemuk secara agama, aliran kepercayaan, tradisi, ras, etnis dam bahasa masih mengalami banyak kendala dan hambatan dalam

mengimplementasikan Hak Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan.

Menghormati atau hormatilah manusia sebagai manusia. Bukan

menghormati manusia karena alasan atau pamrih tertentu, baik karena kekayaan, agama, suku, etnis, peran, jabatan atau status sosialnya. Begitu

filsuf Immanuel Kant, mengingatkan 200 tahun lalu. Perintah untuk

menghormati dan menghargai manusia sebagai manusia adalah kategori imperative, bukan kategori hipotetis. Dalam etika kemanusiaan universal,

manusia hanyalah dilihat dan dipandang secara objective sebagai manusia.

Manusia dilihat, dipedulikan, disapa, diajak dialog, diajak kerjasama bukan karena profesi, peran sosial, kekayaan atau kedudukannya. Bukan manusia

sebagai pedagang, pegawai negeri, agamawan, kyai, bhikku, pendeta, pastur,

politisi, akademisi, kaya, miskin, artis, pejabat, politisi, tetapi sekali lagi

manusia sebagai manusia. Manusia sebagai manusia , tanpa syarat apapun. Bukan manusia yang

subjective, yang heteronom, yang ada maunya, yang ada kepentingan

dibelakangnya, yang dapat dan bisa dihormati, dipedulikan dan disantuni. Manusia dihormati, dipedulikan dan dijunjung tinggi martabatnya

tanpa syarat apapun. Tanpa syarat atau embel‐embel gelar, kekayaan,

keahlian, agama, status sosial, keanggotaan partai, organisasi keagamaan

yang dimilikinya (Kant, Critique of Practical Reason, 1985: 33 dan 66, atau

Amin Abdullah, The Idea of Universality of Ethical Norm in Ghazali & Kant:

Page 12: BAB 8 HAM

Page 12 of 13

Pancasila dan KWN/HAM 2012 Brawijaya University

106; 155)

Cara berpikir etis-filosofis yang mendasar seperti inilah yang sedikit banyak mengilhami, menyumbang konsep dan melatarbelakangi munculnya

konsep Hak Asasi Manusia modern di era abad ke 20, yang kemudian diambil

alih dan dikembangkan lebih lanjut oleh PBB. Dengan sangat kuat, tampak bahwa ide kemanusiaan universal dengan basis etis-filosofis inilah yang

melatarbelakanginya. Oleh karena itula diperlukan patokan nalar dan hukum

etika universal yang dapat membimbing perilaku manusia untuk dapat dan

mampu menghormati, peduli, menjaga, melindungi dan melakukan kerjasama dengan sesamanya. Kemudian, menghormati atau hormatilah manusia sebagai

manusia.Bukan menghormati manusia karena alasan atau pamrih tertentu,

baik karena kekayaan, agama, suku, etnis, peran, jabatan atau status sosialnya. Dan yang terakhir. manusia wajib dihormati, dipedulikan dan

dijunjung tinggi martabatnya tanpa syarat apapun.Tanpa syarat atau embel-

embel gelar, kekayaan, keahlian, agama, status sosial, keanggotaan partai, organisasi keagamaan yang dimilikinya.

5.Daftar Bacaan:

Srijanti dkk, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan di PT: Mengembangkan Etika

Berwarga Negara, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Noor Syam, Mohammad, (2000), Pancasila, Dasar Negara Republik Indonesia:

Wawasan Sosi-Kultural, Filosofis dan Konstitusional, Lab Pancasila UM,

Malang

Erwin, Muhammad, (2010), Pendidikan Kewarganegaraan Republik

Indonesia,PT. Refika Aditama, Bandung

TIM Dosen Pancasila Undip, Kewarganegaraan, UPT Bidang Studi Universitas

Padjajaran, Bandung

Soekarno, (2006) Filsafat Pancasila, Yogyakarta, Media Pressindo

Notonegoro, (1995) Pancasila Dasar Falsafah Negara, Jakarta, Bumi Aksara

William Chang, (1997) The Dignity of the Human Person in Pancasila and the

Church’s Social Doctrine: An Ethical Comparative Study, Quezon City

Magnis Suseno, Franz. (2007) “Lumpur dan kemanusiaan” korban Lumpur

Award, tanggal 26 Oktober

Page 13: BAB 8 HAM

Page 13 of 13

Pancasila dan KWN/HAM 2012 Brawijaya University

5. Evaluasi

A. Pertanyaan (Evaluasi mandiri)

1. Jelaskan hakikat dari HAM?

2. Jelaskan norma-norma apa saja yang menjadi pijakan dalam

HAM?

3. Bagaimana menegakkan HAM di tengah kuatnya lokalitas yang

kuat di Indonesia?

4. Bagaimana cara menegakkan HAM yang terkait dengan

penguasa?

B. QUIZ –menyebutkan hal-hal lima anasis demokrasi permusyawaratan!

C. PROYEK: Diskusi Kelompok Mengenai Uang Rakyat yang Dirampok oleh Koruptor Dosen membentuk kelompok yang terdiri atas lima orang

mahasiswa yang salah satunya dipilih sebagai ketua kelompok

Setiap kelompok membahas kasus: Koruptor yang merampas hak hidup orang lain

Hasil diskusi dirangkum dan dilaporkan dalam bentuk formulir

yang telah disediakan