bab 5 - kementerian ppn/bappenas :: home · web viewuntuk memantapkan jaya saing hasil-hasil ekspor...
TRANSCRIPT
BAB 5
NERACA PEMBAYARAN INTERNASIONAL
I. PENDAHULUAN
Pangkal tolak kebijaksanaan neraca pembayaran adalah un-
tuk menunjang tercapainya sasaran pokok pembangunan yang ber-
landaskan pemerataan pembangunan termasuk perluasan kesempat-
an kerja, pertumbuhan ekonomi, stabilitas ekonomi, dan perwu-
judan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia
seperti dinyatakan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Da-
lam rangka peningkatan ketahanan ekonomi Indonesia, akan di-
lakukan usaha-usaha secara lebih intensif guna mengerahkan
sumber-sumber produksi dan dana-dana investasi baik berupa
tabungan dalam negeri maupun penghasilan devisa yang berasal
dari ekspor barang dan jasa sehingga secara relatif peranan
dana-dana luar negeri sebagai pelengkap sumber pembiayaan
pembangunan semakin menurun. Demikian pula kebijaksanaan
neraca pembayaran akan diarahkan sehingga mampu menghadapi
berbagai tantangan yang ditimbulkan oleh gejolak-gejolak
perekonomian dunia beserta dampaknya yang amat meluas baik
pada perdagangan luar negeri maupun investasi dan pinjaman
luar negeri.
Sejak dasawarsa tujuh puluhan perekonomian dunia dilanda
oleh pergolakan-pergolakan di bidang moneter, pangan, bahan
baku dan energi yang pada dasarnya mencerminkan ketidakseim-
bangan struktural dalam hubungan perdagangan dan keuangan in-
ternasional serta kesenjangan antara negara-negara maju dan
213
negara-negara berkembang dalam perkembangan industri, peng-
angkutan dan teknologi. Resesi ekonomi dunia terakhir yang
berlangsung sejak akhir tahun 1979 merupakan resesi terburuk
sejak depresi tahun tiga puluhan. Laju pertumbuhan produksi
riil negara-negara industri secara keseluruhan terus meng-
alami kemerosotan dari 4,7% selama dasawarsa 1963 - 1972 men-
jadi 2,7% dalam periode 1974 - 1979 dan hanya mencapai 0,9%
dalam masa 1980 - 1982. Selama masa 1974 - 1979 produksi riil
negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak bumi tumbuh
sebesar rata-rata 5,0% setiap tahunnya, sedangkan laju per-
tumbuhan dalam periode 1980-82 turun menjadi 2,5%. Negara-ne-
gara berkembang pengekspor minyak bumi, yang laju pertumbuhan
produksinya dalam masa 1974-1979 mencapai 5,2%, mengalami ke-
munduran dalam produksi domestik bruto sebesar 4,0% selama
periode 1980-1982 disebabkan karena kemerosotan produksi di
sektor minyak bumi. Tertekannya kegiatan perekonomian dunia
dipertajam pula oleh kecenderungan negara-negara industri un-
tuk memusatkan usaha mereka pada kebijaksanaan menanggulangi
inflasi dengan mengorbankan perluasan produksi dan kesempatan
kerja. Perkembangan ini menimbulkan tindakan-tindakan protek-
sionisme dalam segala macam bentuknya, ketidakstabilan pasa-
ran valuta asing serta semakin menciutnya dana-dana resmi mau-
pun perbankan internasional yang tersedia untuk pembiayaan
pembangunan negara-negara berkembang. Begitu pula perdagangan
dunia berkembang kearah yang amat meresahkan. Apabila selama
masa 1963-1972 volume perdagangan internasional rata-rata me-
ningkat dengan 8,5% setiap tahunnya, maka dalam periode
1974-1979 laju pertumbuhan tersebut menjadi 4,7% untuk akhir-
nya mengalami stagnasi dalam periode 1980-1982. Volume ekspor
negara-negara industri dan negara-negara berkembang bukan
214
pengekspor minyak bumi dalam masa 1980-1982 masing-masing me-
ningkat dengan 1,8% dan 5,2%, sedangkan volume ekspor negara-
negara pengekspor minyak bumi menurun dengan 15,8%. Dalam
periode yang sama volume impor masing-masing kelompok negara
mengalami kemunduran sebesar 1,4% dan 0,5% serta kenaikan se-
besar 12,8%. Resesi ekonomi dunia juga membawa serta keambru-
kan pasaran komoditi primer, hal mana tercermin dari kemero-
sotan harga di pasaran dunia sebesar 14,8% dalam tahun 1981
dan 12,1% dalam tahun 1982 dibandingkan dengan kenaikan sebe-
sar rata-rata 8,0% selama masa 1974-1979. Sebaliknya harga
barang-barang industri di pasaran internasional masih menga-
lami peningkatan sebesar rata-rata 0,9% dalam periode 1980-
1982 setelah kenaikan sebesar 12,0% yang terjadi dalam masa
1974-1979. Harga minyak bumi dalam periode 1980-1982 rata-rata
meningkat dengan 19,7% dengan penurunan sebesar 4,3% dalam
tahun 1982. Untuk tahun 1983 diperkirakan bahwa harga barang-
barang industri dan komoditi primer di luar minyak bumi ma-
sing-masing naik sebesar 1,0% dan 6,0%, sedangkan harga minyak
bumi terus merosot sebesar 12,5%.
Perkembangan neraca pembayaran negara-negara di dunia di-
tentukan oleh arah pertumbuhan ekspor dan impor serta nilai
tukar perdagangan. Negara-negara industri secara keseluruhan
mengalami defisit transaksi berjalan yang paling besar pada
tahun 1980, yaitu sebesar US$ 41,3 milyar, sedangkan pada ta-
hun berikutnya defisit tersebut dapat ditekan menjadi US$ 0,2
milyar. Sebaliknya, negara-negara berkembang bukan pengeks-
por minyak bumi terus menerus harus menghadapi defisit tran-
saksi berjalan yang semakin besar dan pada tahun 1981 menca-
215
pai US$ 107,5 milyar. Turunnya defisit tersebut pada tahun
berikutnya disebabkan karena volume ekspor mengalami stagna-
si, sedang volume impor malah menurun sebagai akibat terte-
kannya kegiatan pembangunan. Begitu pula transaksi berjalan
negara-negara berkembang pengekspor minyak bumi yang pada ta-
hun 1980 mencapai surplus sebesar US$ 112,4 milyar sangat ter-
pengaruh oleh resesi ekonomi dunia sehingga pada tahun 1982
untuk pertama kalinya menunjukkan defisit sebesar US$ 13,2
milyar.
Situasi ekonomi dunia yang semakin suram sangat merugikan
negara-negara berkembang, khususnya bukan pengekspor minyak
bumi dengan menumpuknya beban hutang negara-negara tersebut.
Besarnya kewajiban pelunasan hutang-hutang disertai dengan
semakin terbatasnya pinjaman yang dapat diperoleh dari lemba-
ga-lembaga keuangan internasional menunjukkan dampaknya pada
kemerosotan dalam cadangan devisa serta meningkatnya perban-
dingan antara pembayaran angsuran atas hutang terhadap nilai
ekspor negara-negara berkembang. Bantuan yang diberikan oleh
Dana Moneter Internasional melalui kenaikan kuota negara-ne-
gara anggota guna dapat memperluas fasilitas peminjaman belum
dapat menyelesaikan masalah pokok tersebut karena bantuan
tersebut hanya dapat mengatasi kesulitan neraca pembayaran
yang bersifat sementara.
Situasi perekonomian dunia pada awal dasawarsa delapan
puluhan ditandai oleh iklim proteksionisme dan nasionalisme
di bidang ekonomi sebagai akibat resesi di negara-negara in-
dustri. Kemelut yang menimpa ekonomi dunia merupakan pencer-
minan ketidakstabilan sistem ekonomi internasional dan sekali-
gus merupakan pertanda dari kesalingtergantungan negara-negara
216
di dunia serta kebutuhan yang mendesak akan penataan baru hu-
bungan ekonomi antar negara. Sementara itu, akibat sikap bebe-
rapa negara industri yang tetap ingin memelihara sistem ekono-
mi liberal, berbagai dialog dan perundingan antara negara-ne-
gara industri dengan negara-negara berkembang hingga kini ba-
nyak mengalami kemacetan. Dalam kerangka Konperensi tentang
Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) telah tercapai per-
setujuan tentang Program Komoditi Terpadu serta Dana Bersama
sebagai unsur intinya yang .ditujukan pada perombakan tata
perdagangan komoditi internasional. Dalam kenyataannya pros-
pek perluasan persetujuan-persetujuan komoditi internasional
tidaklah menggembirakan, bahkan perpanjangan dari persetujuan
yang sudah lama berjalan pun mengalami berbagai rintangan.
Begitu juga terjadi kelambanan dalam pelaksanaan Negosiasi
Perdagangan Multilateral (MTN) dan penyempurnaan Sistem Pre-
ferensi Umum (GSP), sedangkan Sidang Tingkat Menteri Persetu-
juan Umum tentang Bea Masuk dan Perdagangan (GATT) yang di-
adakan pada akhir tahun 1982 tidak berhasil untuk menghenti-
kan kecenderungan proteksionisme yang terus meningkat.
Selama Repelita III usaha-usaha peningkatan kemandirian
bersama antar negara-negara berkembang sebagai unsur penting
perwujudan Tata Ekonomi Dunia Baru menunjukkan kemajuan yang
pesat. Berbagai proyek telah dapat dihasilkan di bidang per-
dagangan, pertanian, energi dan bahan mentah, industri serta
keuangan dalam kerangka Program Arusha dan Program Caracas
dari Kelompok 77 UNCTAD. Demikian pula Program Colombo dan Program Havana dalam rangka Konperensi Non Blok serta program
kerja Taif dalam kerangka Organisasi Konperensi Islam (OKI)
telah mencapai tahap pelaksanaan.
217
Dalam kerangka kerjasama ekonomi regional, kerjasama an-
tar negara-negara anggota ASEAN telah berkembang dengan amat
pesat. Kemajuan yang dicapai meliputi perluasan jumlah barang
yang tercakup dalam Perjanjian Perdagangan Preferensial; ker-
jasama di bidang industri melalui pendirian proyek-proyek
ASEAN dan pembentukan proyek-proyek industri komplementer;
serta kerjasama di bidang pertanian, keuangan dan perbankan.
Ketidakpastian tentang perkembangan ekonomi dunia dan
hasil-hasil negosiasi global antar negara yang dewasa ini se-
dang berjalan membuktikan perlunya pengamatan dan kewaspadaan
tentang berbagai kemungkinan yang dapat menghambat pelaksana-
an pembangunan. Gejala-gejala tertentu di negara-negara in-
dustri memberi harapan akan bangkitnya kembali kegiatan pere-
konomian dunia dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dalam
perkiraan-perkiraan yang dibuat tentang perkembangan neraca
pembayaran telah diperhitungkan asumsi mengenai pertumbuhan
dan pola perkembangan ekonomi dunia yang lebih menguntungkan
bila dibandingkan dengan apa yang terjadi selama tahun-tahun
terakhir Repelita III. Asumsi-asumsi tersebut juga memperhi-
tungkan ditempuhnya langkah-langkah yang tepat untuk memanfa-
atkan kesempatan yang diberikan oleh iklim ekonomi dunia yang
lebih baik dan guna meningkatkan ketahanan ekonomi terhadap
tantangan-tantangan yang mungkin terjadi di kemudian hari.
I I . KEADAAN DAN PERMASALAHAN SELAMA REPELITA I I I
Perkembangan neraca pembayaran dan perdagangan luar nege-
ri selama Repelita III berpangkal tolak dari landasan kuat
yang telah diletakkan oleh "Kebijaksanaan 15 November 1978".
Sasaran kebijaksanaan tersebut adalah untuk menaikkan daya
218
saing barang-barang ekspor di pasaran luar negeri dan daya
saing barang-barang impor di pasaran dalam negeri melalui pe-
nurunan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat
dan pengkaitan selanjutnya dengan sekelompok mata uang dari
sejumlah negara tertentu. Kondisi perekonomian dalam negeri
dan perkembangan perekonomian dunia yang menguntungkan yang
disertai oleh menaiknya harga minyak bumi dan komoditi primer
di pasaran internasional, menyebabkan bahwa berbagai sasaran
neraca pembayaran Repelita III berhasil dilampaui dalam ta-
hun-tahun 1979/80 dan 1980/81.
Akan tetapi, dalam tahun-tahun berikutnya dampak resesi
ekonomi dunia dan iklim proteksionisme semakin mencekam per-
kembangan perdagangan luar negeri. Untuk tetap dapat memper-
tahankan laju pembangunan nasional, maka dalam bulan Januari
1982 Pemerintah menempuh Kebijaksanaan Ekspor baru yang me-
nyangkut langkah-langkah menyeluruh di hidang lalu lintas de-
visa, tata cara pembayaran, penyederhanaan prosedur, perkre-
ditan dan jaminan kredit ekspor, asuransi ekspor, perpajakan
dan angkutan laut. Sementara itu, sejak tahun 1982 timbul su-
atu tantangan baru yang berkaitan dengan situasi minyak bumi
internasional karena pasaran dunia dihadapkan dengan kekura-
ngan permintaan terhadap penawaran. Keadaan ini telah mendo-
rong Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC)
untuk menentukan kuota produksi bagi negara-negara anggotanya
mulai Maret 1982 dan menurunkan harga patokan minyak mentah
dari US$ 34,0 menjadi US$ 29,0 per barrel dalam bulan Maret
1983. Kuota produksi yang diperoleh Indonesia adalah sebesar
1,3 juta barrel per hari, sedangkan harga patokan ekspor mi-
nyak mentah Indonesia dalam bulan November 1982 diturunkan
219
dari US$ 35,00 menjadi US$ 34,53 per barrel untuk kemudian
diturunkan lagi dalam bulan Maret 1983 menjadi US$ 29,53 per
barrel.Menurunnya nilai ekspor minyak bumi dan gas alam cair,
semakin menguatnya nilai dollar Amerika Serikat serta laju
inflasi di dalam negeri yang relatif tinggi merupakan faktor-
faktor penyebab ditempuhnya kebijaksanaan 30 Maret 1983. Ke-
bijaksanaan ini merupakan kebijaksanaan penyesuaian dengan
menurunkan nilai tukar Rupiah sebesar 27,8% dari Rp. 700 men-
jadi Rp. 970 per Dollar AS
Guna mengurangi tekanan pada neraca pembayaran dan Ang-
garan Pendapatan dan Belanja Negara yang diakibatkan oleh re-
sesi ekonomi dunia yang berlarut-larut disertai kemerosotan
pasaran komoditi primer dan minyak bumi internasional, lang-
kah utama berikutnya ialah pentahapan kembali sejumlah proyek
besar yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri Pemerintah
dengan komponen impor yang sangat tinggi. Sasaran kebijaksa-
naan tersebut adalah untuk mengurangi defisit transaksi ber-
jalan pada neraca pembayaran melalui penghematan penggunaan
devisa untuk impor dan pelunasan hutang-hutang bersangkutan,
serta mengerahkan sumber-sumber dalam negeri untuk pembiayaan
proyek-proyek pembangunan.
Berdasarkan Kebijaksanaan Januari 1982, di bidang lalu
lintas devisa dan tata cara pembayaran ekspor mulai berlaku
ketentuan bahwa tidak ada lagi kewajiban penyerahan devisa,
sedangkan ekspor yang semula hanya dapat dilaksanakan dengan
menggunakan L/C sekarang juga dapat dilakukan dengan cara
pembayaran di muka, kondisi Documents against Payment dan Do-
cuments against Acceptance, perhitungan kemudian serta konsi-
nyasi. Selanjutnya, dalam rangka penyempurnaan pembiayaan
220
ekspor disediakan fasilitas kredit ekspor dengan syarat-sya-
rat lunak, jaminan kredit ekspor serta asuransi ekspor. Di
samping itu, untuk mempercepat pelaksanaan ekspor telah dila-
kukan penyempurnaan tatalaksana pabean berupa peningkatan pe-
layanan penyelesaian dokumen-dokumen ekspor dan izin pemuatan
barang-barang ekspor ke kapal. Guna mendorong daya saing ba-
rang ekspor juga dilakukan penurunan biaya gudang, penurunan
biaya pelabuhan dan penyempurnaan jasa angkutan laut.
Di bidang perpajakan ditempuh kebijaksanaan pemberian ke-
ringanan bea masuk dan pajak penjualan impor untuk bahan baku
dan penolong yang digunakan untuk produksi barang-barang baik
yang diekspor maupun ditujukan pada pemenuhan keperluan dalam
negeri. Kepada perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang-
barang ekspor diberikan fasilitas Sertifikat Ekspor, yaitu
suatu bentuk pengembalian pembayaran bea masuk, PPn Impor dan
MPO Impor (WAPU) untuk bahan baku, bahan penolong dan suku
cadang yang cepat aus yang berasal dari impor. Sistem Serti-
fikat Ekspor kemudian diperluas sehingga meliputi jenis-jenis
barang yang sama tetapi tidak mengandung bahan baku serta su-
ku cadang impor, perusahaan-perusahaan yang memperoleh tender
internasional bagi proyek yang dibiayai dengan pinjaman luar
negeri serta perusahaan-perusahaan dalam kawasan bonded ware-
house atau pengolahan ekspor.
Selama masa Repelita III kebijaksanaan diversifikasi eks-
por terus dilanjutkan melalui usaha-usaha peningkatan tahap
pengolahan, pengembangan produk-produk ekspor baru dan per-
luasan pasaran di luar negeri. Guna meningkatkan industri pe-
ngolahan kayu serta perluasan lapangan kerja, secara bertahap
telah diadakan pembatasan ekspor kayu bulat sehingga pada ta-
221
hun 1985 ekspor kayu bulat tidak lagi diizinkan. Melalui
langkah ini diharapkan bahwa nilai ekspor kayu lapis di waktu
dekat akan dapat melebihi nilai ekspor kayu yang tadinya di-
ekspor dalam bentuk gelondongan. Usaha-usaha perluasan eks-
por hasil-hasil baru dan pasaran dilakukan melalui pembentuk-
an Pusat-pusat Promosi Perdagangan di luar negeri baik secara
nasional maupun dalam kerangka kerjasama regional, khususnya
ASEAN. Begitu pula telah berkemhang dengan cepat kegiatan
perluasan pasaran di wilayah Timur. Tengah untuk ekspor hasil-
hasil pertanian, barang-barang industri, jasa-jasa kontrak-
ting dan pengiriman tenaga kerja.
Kebijaksanaan yang ditempuh dalam kerangka kerjasama bi-
lateral, regional dan multilateral ditujukan untuk menjaga
kepentingan dan memperkuat kedudukan Indonesia sebagai negara
produsen dan eksportir berbagai hasil pertanian, pertambangan
dan industri. Dalam suasana proteksionisme yang menandai per-
dagangan internasional dewasa ini, hasil-hasil yang dicapai
melalui perundingan-perundingan bilateral dengan negara-nega-
ra anggota MEE, Swedia dan Amerika Serikat di bidang tekstil
serta negosiasi regional dan multilateral dalam rangka Orga-
nisasi Kopi Internasional (ICO); Perjanjian Karet Alam Inter-
nasional (INRA); Asosiasi Negara-negara Produsen Karet Alam
(ANRPC); Perjanjian Timah Internasional (ITA); Asosiasi Nega-
ra-negara Produsen Timah (ATPC) dan organisasi-organisasi la-
innya yang bergerak di bidang komoditi cukup menggembirakan.
Untuk memantapkan Jaya saing hasil-hasil ekspor di pasar-
an luar negeri, selama periode Repelita III terus ditingkat-
kan kegiatan-kegiatan pertaikan mutu. Kegiatan-kegiatan ini
meliputi penentuan standar, pengujian dan pengawasan mutu ba-
222
rang serta penyuluhan yang dilakukan oleh jaringan laborato-
rium yang terdapat di pusat dan daerah-daerah.
Di bidang impor, kebijaksanaan ditujukan untuk menunjang
usaha-usaha pengadaan pangan, bahan baku dan barang modal da-
lam rangka stabilisasi harga, mendorong pertumbuhan industri,
serta memperkuat daya saing hasil produksi dalam negeri ter-
hadap barang-barang impor. Dalam rangka menunjang perkembang-
an industri yang menghasilkan barang-barang pengganti impor,
penghematan penggunaan devisa dan perluasan lapangan kerja,
secara selektif telah mulai dilakukan pengaturan impor ba-
rang-barang yang sudah dihasilkan di dalam negeri. Kebijaksa-
naan pengaturan tata niaga impor kelompok-kelompok produk ha-
sil pertanian dan industri dilakukan melalui pembatasan jum-
lah importir maupun penentuan jumlah barang yang dapat di-
impor.
Usaha peningkatan penghasilan dan penghematan devisa juga
dilakukan di bidang jasa-jasa berupa langkah-langkah pengem-
bangan industri pariwisata, pemberian fasilitas perjalanan
bagi wisatawan luar negeri, pembatasan perjalanan luar nege-
ri melalui sistem perpajakan, serta penunjukkan perusahaan
pelayaran nasional untuk mengangkut barang-barang ekspor dan
impor milik Pemerintah atau badan usaha milik negara.
Sumber-sumber produksi dan dana dari luar negeri berupa
pinjaman, penanaman modal dan teknologi selama Repelita III
tetap dimanfaatkan sebagai pelengkap sumber-sumber dalam ne-
geri guna mempertahankan laju pembangunan. Pedoman dalam pe-
ngusahaan pinjaman luar negeri ialah bahwa penggunaannya se-
suai dengan rencana pembangunan, tidak adanya ikatan-ikatan
politik, tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus mene-
223
rus pada luar negeri, sedang pelunasannya tidak memberatkan
neraca pembayaran di masa mendatang. Namun demikian, resesi
ekonomi dunia yang berkepanjangan dan kebutuhan negara-negara
berpenghasilan rendah akan dana-dana untuk membiayai kebutuh-
an pokoknya, telah mengakibatkan semakin langkanya sumber
pinjaman luar negeri dengan persyaratan lunak. Mengingat pula
meningkatnya kemampuan Indonesia untuk memenuhi syarat-syarat
pinjaman yang kurang lunak, maka dalam masa Repelita III se-
makin banyak dimanfaatkan pinjaman berupa Kredit Ekspor dan
pinjaman tunai dengan syarat-syarat yang kurang lunak ataupun
komersial.
Di bidang penanaman modal telah diambil langkah-langkah
untuk lebih menarik pemasukan modal asing, sekaligus memberi-
kan penekanan kepada pengembangan usaha-usaha penanaman modal
yang padat karya, dapat menghasilkan devisa, bergerak di da-
erah-daerah yang perlu dikembangkan serta mengikut sertakan
golongan ekonomi lemah. Kebijaksanaan yang ditempuh juga
mengharuskan perusahaan-perusahaan asing melakukan Indonesia-
nisasi secara bertahap baik terhadap permodalan maupun dalam
hal tenaga kerja. Untuk meningkatkan partisipasi modal nasi-
onal dalam usaha patungan diberikan berbagai kemudahan perpa-
jakan guna mendorong pembelian saham peserta asing.
Selama Repelita III di bidang minyak bumi dan gas alam
cair prioritas utama diberikan kepada usaha-usaha untuk men-
dorong kegiatan eksploitasi yang lebih intensif dari ladang-
ladang minyak yang ada serta peningkatan usaha-usaha eksplo-
rasi dan eksploitasi di ladang-ladang minyak baru, baik di
darat maupun di lepas pantai. Begitu pula telah diusahakan
pengurangan ketergantungan kebutuhan akan BBM kepada impor
224
melalui perluasan kapasitas kilang minyak di Cilacap, Balik-
papan dan Dumai. Peningkatan produksi dan ekspor gas alam
cair telah dilakukan dengan perluasan proyek gas alam cair di
Badak dan Arun serta pengembangan pemasaran LNG ke Jepang dan
Korea Selatan.
Neraca pembayaran berkembang dengan amat baik selama dua
tahun pertama Repelita III, hal mana terlihat dari transaksi
berjalan yang untuk pertama kalinya menunjukkan surplus sebe-
sar berturut-turut US $ 2.198 juta dalam tahun 1979/80 dan US
$ 2.131 juta dalam tahun 1980/81. Surplus transaksi berjalan
tersebut pada gilirannya mengakibatkan bertambahnya cadangan
devisa dengan US $ 4.426 juta dalam periode bersangkutan. Per-
kembangan ini disebabkan karena nilai ekspor dalam periode
dua tahun tersebut rata-rata meningkat dengan 42,0%, sedang-
kan nilai impor barang dan jasa-jasa netto menunjukkan ke-
naikan masing-masing sebesar rata-rata 29,9% dan 26,6%. Nilai
ekspor di luar minyak dan gas bumi, minyak bumi dan LNG dalam
periode 1979/80-1980/81 rata-rata naik dengan masing-masing
18,5%, 48,8% dan 102,3%; sedangkan nilai impor (f.o.b.) untuk
ke tiga kelompok barang tersebut meningkat dengan 25,3%,
46,2% dan 62,4%.
Mulai tahun 1981/82 dampak sepenuhnya dari resesi ekonomi
dunia mulai mempengaruhi perkembangan neraca pembayaran hing-
ga saat ini. Nilai ekspor selama tiga tahun terakhir Repelita
III menurun sebesar rata-rata 5,5%, nilai impor naik dengan
rata-rata 6,3%, sedangkan pengeluaran devisa netto untuk ja-
sa-jasa naik sebesar 2,0%. Dalam periode tersebut nilai eks-
por di luar minyak dan gas bumi menurun dengan rata-rata
2,6%, minyak bumi merosot sebesar 7,9%, sedangkan nilai eks-
por LNG hanya mengalami kenaikan sebesar 2,6%. Kenaikan nilai
225
TABEL 5-1RINGKASAN NERACA PEMBAYARAN,
1979/80 – 1983/84(dalam juta US dollar)
1) Perkiraan2) Termasuk pertukaran ekspor minyak bumi mentah dengan impor BBM hasil olahan (cross purchase)3) Pokok pinjaman
226
TABEL 5 - 2
NILAI EKSPOR, 1979/80 - 1983/84(dalam juta US d o l l a r )
1978/79 1979/80 1980/81 1981/82
1982/83 1983/841) Laju
Pertumbuhanrata-rata (%)
Minyak dan Gas Bumi (bruto) 7.374 12.340 17.298 18.824 14.744 14.140 1 3 9
1. Minyak mentah dan basil-has i l minyak bumi 6.858 10.995 15.187 16.482 12.283 11.861 11,6
2. Gas alam cair 516 1.345 2.111 2.342 2.461 2.279 34,6
Di Luar Minyak dan Gas Bumi 3.979 6.171 5.587 4.170 3.894 5.170 5 4
1. Has i l -has i l pertanian 3.167 5.010 4.030 2.483 2.073 2.597 -3 ,92. Has i l -has i l tambang 438 609 774 757 628 652 8,3
3. Has i l -has i l industri 374 552 783 930 1.193 1.921 38,7
Jumlah Nilai Ekspor 11.353 18.511 22.885 22.994 18.638 19.310 11,2
1) . Perkiraan
227
TABEL 5 - 3
NILAI IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI,MENURUT GOLONGAN EKONOMI
1979/80 - 1983/84(f.o.b. dalam juta US dollar)
1) Laju1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 Pertumbuhan
rata-rata (%)
Barang Konsumsi 1.663 2.359 2.017 2.144 2.063 1.767 1,2
- pangan ( 597) (1.032) (1.051) (1.082) (776) (615) (0,6)
- Bukan pangan (1.066) (1.327) (966) (1.062) (1.287) (1.152) (1,6)
Bahan Baku/Penolong 2.666 2.713 3.770 5.432 6.062 5.608 16,0
Barang Modal 2.403 2.978 4.774 5.419 6.006 5.429 17,7
*) Perkiraan
228
GRAFIK 5-1NILAI IMPORT DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI
MENURUT GOLONGAN EKONOMI1979/80 – 1983/84
(f.o.b)
229
TABEL 5 - 4KOMPOSISI IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI,
1979/80 - 1983/84(dalam persentase dari jumlah)
1) Perkiraan
230
TABEL 5-5JASA-JASA DI LUAR SEKTOR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM CAIR,
1979/80 – 1983/84(dalam juta US dollar)
1) Perkiraan232
impor untuk ke tiga kelompok barang bersangkutan selama peri-
ode yang sama adalah sebesar rata-rata 6,6%, 5,0% dan 14,3%.
Transaksi berjalan dalam tahun 1981/82 berbalik menjadi de-
fisit sebesar US $ 2.790 juta dan bertambah buruk mencapai
defisit sebesar US $ 7.073 juta dalam tahun berikutnya. Pada
tahun terakhir Repelita III diperkirakan bahwa defisit tran-
saksi berjalan dapat diperkecil menjadi US $ 4.711 juta de-
ngan meningkatnya kembali ekspor di luar minyak dan gas bumi
sebesar 32,8% setelah penurunan sebesar 25,4% dalam tahun
1981/82 dan 6,6% dalam tahun 1982/83. Ditinjau dari komposisi
ekspor di luar minyak dan gas bumi, selama Repelita III pera-
nan ekspor hasil-hasil pertanian menurun dari 79,6% pada
tahun 1978/79 menjadi 50,2% pada tahun 1983/84. Perkembangan
ini disebabkan karena nilai ekspor hasil-hasil pertanian me-
ngalami penurunan sebesar rata-rata 3,9%, terutama akibat se-
makin berkurangnya ekspor kayu gelondongan. Selanjutnya nilai
ekspor hasil-hasil industri meningkat dengan pesat sebesar
rata-rata 38,7% setiap tahunnya sehingga peranannya naik dari
9,4% pada tahun 1978/79 menjadi 37,2% pada tahun 1983/84.
Perkembangan ini terjadi terutama karena ekspor kayu lapis
dan tekstil selama Repelita III masing-masing mengalami ke-
naikan rata-rata sebesar 110,2% dan 96,9% setiap tahunnya.
Sementara itu, nilai ekspor minyak bumi terus mengalami pe-
nurunan sebesar 25,5% dalam tahun 1982/83 dan 3,4% dalam
tahun 1983/84.
Realisasi pinjaman Pemerintah pada tahun 1978/79 berjum-
lah US $ 2.208 juta dan meningkat menjadi US $ 6.030 juta da-
lam tahun 1983/84, yang berarti kenaikan rata-rata sebesar
22,3%. Dari jumlah pinjaman tersebut penggunaan bantuan pro-
gram naik dengan rata-rata 1,4%, pinjaman langsung
233
untuk proyek naik sebesar 15,0% sedang pinjaman lain meningkat
dengan 63,9%. Pinjaman lain mencakup pinjaman tunai yang ter-
diri dari pinjaman yang diperoleh dari lembaga keuangan inter-
nasional dan basil penjualan obligasi di luar negeri. Pinjam-
an tunai telah dipergunakan untuk membiayai proyek yang tidak
menggunakan pinjaman lunak atau kredit ekspor dan untuk mem-
perkuat posisi neraca pembayaran. Pelunasan pokok pinjaman
Pemerintah selama Repelita III naik dengan rata-rata 9,4%
dari US $ 632 juta pada tahun 1978/79 menjadi US $ 988 juta
dalam tahun 1983/84.
Di sektor lalu lintas modal lainnya investasi langsung,
pinjaman perusahaan-perusahaan negara, dan pinjaman swasta
mengalami kenaikan sebesar rata-rata 13,6%. Setelah diperhi-
tungkan dengan pembayaran angsuran atas hutang-hutang perusa-
haan negara dan sektor swasta serta lalu lintas modal lainnya,
transaksi pemasukan modal lain secara netto mengalami kenaikan
rata-rata sebesar 26,0%.
Surplus transaksi berjalan selama dua tahun pertama Repe-
lita III telah mengakibatkan kenaikan cadangan devisa sebesar
US$ 4.426 juta, sehingga jumlah cadangan devisa meningkat
dari US$ 2.916 juta pada awal tahun 1979/80 menjadi US$ 7.342
juta pada akhir tahun 1980/81. Kemunduran dalam ekspor tercer-
min dalam penurunan cadangan devisa selama dua tahun berikut-
nya, sedangkan peningkatan ekspor di luar minyak dan gas bumi
yang diharapkan mencapai 32,8% dalam tahun 1983/84 akan kem-
bali menaikkan tingkat cadangan devisa yang diperkirakan akan
mencapai US $ 5.135 juta pada akhir tahun 1983/84. Dengan
demikian maka jumlah cadangan devisa yang tersedia pada awal
tahun pertama Repelita IV cukup untuk membiayai impor (C & F)
di luar sektor minyak dan gas bumi untuk rata-rata 4,3 bulan.
234
III. ARAH KEBIJAKSANAAN NERACA PEMBAYARAN REPELITA IV
Dalam kerangka kebijaksanaan pembangunan Repelita IV,
kebijaksanaan neraca pembayaran tetap berlandaskan pada Tri-
logi Pembangunan, ialah pemerataan pembangunan dan hasil-ha-
silnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi se-
luruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabi-
litas nasional yang sehat dan dinamis. Dengan demikian, di
samping menunjang perubahan struktural, laju pembangunan dan
stabilitas ekonomi, kebijaksanaan neraca pembayaran harus
juga dapat mendukung tercapainya sasaran-sasaran perluasan
lapangan kerja, pemerataan pendapatan, penyebaran kegiatan-
kegiatan produksi ke daerah-daerah, serta terpenuhinya kebu-
tuhan pokok rakyat.
Untuk meningkatkan stabilitas nasional dan ketahanan
ekonomi Indonesia, kebijaksanaan neraca pembayaran harus
dapat memantapkan pelaksanaan pembangunan melalui langkah-
langkah yang tepat guna menghadapi setiap perkembangan dan
kemungkinan gejolak ekonomi dunia. Di lain pihak, perkembangan
yang mengandung kesempatan untuk mempercepat pelaksanaan
pembangunan perlu dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kepentingan nasional.
Laju pertumbuhan ekonomi sebesar rata-rata 5,0% serta
sasaran pembangunan lainnya dalam Repelita IV memerlukan pem-
biayaan yang besar yang pelaksanaannya harus berlandaskan ke-
mampuan untuk mengerahkan dana-dana yang bersumber pada ta-
bungan masyarakat, tabungan Pemerintah serta penerimaan devi-
sa yang berasal baik dari ekspor barang maupun ekspor jasa.
Di samping itu sebagai salah satu sumber pembiayaan, bantuan
dan pinjaman luar negeri tetap akan diusahakan sebagai pe-
235
Pertumbuhan ekonomi yang cukup mantap hanyalah dapat di-
capai dengan laju perkembangan ekspor yang tinggi sehingga
tersedianya devisa dapat mendukung pembiayaan impor bahan ba-
ku, bahan penolong dan barang modal yang dibutuhkan sesuai
dengan sasaran investasi dalam sektor-sektor pembangunan dan
yang belum cukup dihasilkan di dalam negeri. Kebijaksanaan
peningkatan ekspor pada dasarnya ditujukan pada perubahan
struktural dalam pola ekspor melalui usaha-usaha diversifika-
si, peningkatan daya saing barang-barang ekspor serta perlu-
asan pasaran di luar negeri.
Sasaran perubahan struktural dalam ekspor adalah dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan jangka panjang yang meng-
hendaki tercapainya perubahan-perubahan fundamental dalam
struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang
berasal dari sektor-sektor di luar pertanian akan merupakan
bagian yang semakin besar, dan industri menjadi tulang pung-
gung ekonomi. Guna mencapai sasaran tersebut, akan ditempuh
langkah-langkah untuk mengurangi peranan ekspor minyak bumi
dan gas alam cair dengan meningkatkan peranan ekspor di luar
minyak dan gas bumi dari 26,8% pada tahun terakhir Repelita
III menjadi 34,6% dari nilai ekspor seluruhnya dalam tahun
1988/89. Selanjutnya juga diharapkan bahwa peranan ekspor ba-
rang-barang industri akan meningkat dari 37,2% dalam tahun
1983/84 menjadi 50,5% dalam tahun 1988/89 sehingga peranan
ekspor hasil-hasil pertanian dalam komposisi ekspor di luar
minyak dan gas bumi menurun dari 50,2% menjadi 38,7% dalam
periode yang sama.
Kebijaksanaan peningkatan ekspor hasil-hasil industri
harus ditinjau bersamaan dengan kebijaksanaan, pengembangan
236
industri substitusi impor yang hingga kini dijalankan. Pro-
teksi yang berlebihan pada industri substitusi impor sering
tidak menghemat penggunaan devisa karena besarnya kebutuhan
akan impor bahan baku, bahan penolong dan barang modal. Pada
lain pihak timbulnya inefisiensi dalam industri-industri ber-
sangkutan menyebabkan bahwa daya saing di pasaran luar negeri
dari barang-barang yang dihasilkan terlampau rendah sehingga
menutup kemungkinan untuk ekspor. Karena itu, kebijaksanaan
neraca pembayaran juga akan diarahkan untuk mengembangkan
suatu sistem proteksi yang tepat yang dapat menjamin keseim-
bangan antara kurs valuta asing efektif terhadap ekspor dan
kurs efektif untuk impor serta menunjang peningkatan ekspor.
Dalam rangka meningkatkan daya saing barang-barang eks-
por akan disempurnakan fasilitas kredit ekspor, jaminan kre-
dit ekspor, asuransi ekspor serta sistem sertifikat ekspor.
Berkaitan dengan fasilitas perpajakan akan dikembangkan ka-
wasan pengolahan ekspor untuk mendorong produksi dan ekspor
barang-barang industri, meningkatkan kesempatan kerja dan me-
narik penanaman modal. Selama Repelita IV juga ditingkatkan
usaha-usaha perbaikan kualitas melalui penyempurnaan dan
pengawasan mutu barang-barang ekspor yang dilakukan oleh la-
boratorium-laboratorium pengawasan mutu baik yang sudah ada
maupun yang akan dibangun di daerah-daerah produksi atau eks-
por.
Kebijaksanaan perluasan pasaran ekspor dilakukan melalui
kegiatan promosi dan kerjasama bilateral, regional maupun
multilateral. Langkah-langkah tersebut akan ditempuh secara
lebih terarah dengan penentuan barang-barang, pasaran-pasaran
dan wilayah yang akan menjadi sasaran dari segi potensi dan
keuntungan yang dimiliki Indonesia. Disamping itu juga akan
237
makin disempurnakan dan ditingkatkan sistem angkutan untuk
ekspor sehingga hal itu dapat menekan biaya-biaya ekspor dan
sekaligus dapat meningkatkan daya saing barang-barang ekspor
kita.
Dalam rangka kerjasama multilateral akan terus diperju-
angkan pembaharuan dalam sistem perdagangan internasional
yang juga menyangkut kepentingan nasional. Peranserta yang
aktif dalam asosiasi produsen, persetujuan komoditi interna-
sional serta forum internasional lainnya yang bergerak di bi-
dang perdagangan internasional merupakan jalur yang penting
guna peningkatan ekspor.
Kebijaksanaan di bidang impor dalam Repelita IV dituju-
kan untuk menunjang kemantapan kegiatan pembangunan dan men-
dorong perkembangan industri yang diperkirakan akan mencapai
laju pertumbuhan sebesar 9,5%. Di samping itu kebijaksanaan
impor juga ditujukan pada penghematan dan penggunaan yang le-
bih terarah dari jumlah devisa yang tersedia sebagai dana
pembiayaan investasi.
Penghematan penggunaan devisa dilakukan di sektor pangan
dan industri untuk bahan-bahan pangan dan barang-barang kon-
sumsi yang sudah cukup dihasilkan di dalam negeri melalui ke-
bijaksanaan bea masuk atau penentuan jumlah yang boleh di-
impor dengan memperhitungkan mutu serta sarana distribusi
yang menjamin terlindungnya kepentingan konsumen.
Kebijaksanaan substitusi impor akan ditempuh serasi de-
ngan kebijaksanaan peningkatan ekspor dengan terus meningkat-
kan efisiensi produksi sehingga tingkat proteksi efektif da-
pat ditekan pada tingkat yang wajar. Begitu pula kegiatan in-
dustri yang menghasilkan barang-barang pengganti impor harus
238
dapat meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri, memper-
luas kesempatan kerja dan menaikkan nilai tambah sehingga
pemborosan penggunaan devisa dapat dicegah. Proteksi efektif
dilakukan melalui kebijaksanaan bea masuk dan penentuan jum-
lah yang boleh diimpor secara selektif dengan memperhitungkan
keadaan pasaran di dalam negeri.
Langkah-langkah guna meningkatkan penghasilan devisa dan
menghemat penggunaannya juga diambil di bidang jasa-jasa. De-
ngan pengembangan sektor pariwisata diharapkan bahwa sektor
ini menjadi salah satu sumber penerimaan devisa utama selama
Repelita IV. Demikian juga perkembangan yang pesat dalam eks-
por jasa-jasa kontrakting dan pengiriman tenaga kerja, ter-
utama ke Timur Tengah, akan meningkatkan penghasilan devisa
yang bersumber pada pengiriman sebagian dari penghasilan te-
naga-tenaga kerja yang berada di luar negeri dalam bentuk de-
visa ke Indonesia. Usaha penghematan penggunaan devisa dila-
kukan melalui peningkatan peranan armada niaga nasional dalam
pengangkutan barang-barang ekspor dan impor sehingga pengelu-
aran devisa untuk membayar biaya pengangkutan pada perusahaan
pelayaran luar negeri dapat ditekan.
Dalam rangka memperlancar pelaksanaan pembangunan, selama
Repelita IV masih akan diusahakan pinjaman dari luar nege-
ri sebagai pelengkap dana investasi yang dibutuhkan. Pinjaman
tersebut diusahakan berdasarkan pedoman tidak adanya ikatan-
ikatan politik, syarat-syarat pinjaman tidak akan memberatkan
dan dalam batas-batas kemampuan untuk pembayaran kembali, se-
dang penggunaannya adalah untuk proyek-proyek produktif yang
bermanfaat bagi negara dan masyarakat. Begitu pula tetap di-
jaga agar pinjaman tersebut menunjang tercapainya sasaran
pembangunan dan dapat mengembangkan kemampuan untuk membangun
239
dengan sumber-sumber yang dihasilkan di dalam negeri.
Pengusahaan pinjaman luar negeri dilakukan berdasarkan
perkiraan realistis baik mengenai kebutuhan maupun tersedia-
nya sumber-sumber dana menurut negara atau lembaga internasi-
onal pemberi pinjaman, jenis pinjaman serta syarat-syarat
pengembalian pokok dan pembayaran bunga.
Selanjutnya, Pemerintah akan mengambil langkah-langkah
untuk senantiasa meningkatkan absorpsi dan menyempurnakan
pola daya guna pinjaman luar negeri. Kebijaksanaan pengenda-
lian pinjaman luar negeri teramat penting guna tetap menjaga
pemeliharaan perbandingan pelunasan angsuran dan pembayaran
bunga pinjaman terhadap penghasilan devisa dari ekspor pada
tingkat yang cukup aman ditinjau dari perkembangan perekono-
mian secara keseluruhan.
Guna meningkatkan kemampuan ekonomi nasional diperlukan
penanaman modal, penggunaan teknologi dan penambahan kemampu-
an berorganisasi dan manajemen. Dalam Repelita IV tetap di-
manfaatkan potensi-potensi modal asing, teknologi dan keahli-
an dari luar negeri tanpa mengakibatkan ketergantungan yang
terus-menerus serta sesuai dengan kepentingan nasional. De-
ngan demikian, penanaman modal asing diarahkan ke sektor-sek-
tor tertentu yang menghasilkan barang-barang kebutuhan masya-
rakat umum, dapat memperluas ekspor, memerlukan modal inves-
tasi yang besar dan teknologi yang cukup tinggi.
Kemantapan perkembangan neraca pembayaran didukung oleh
kebijaksanaan devisa yang dapat menggairahkan ekspor, memper-
lancar lalu lintas pembayaran dengan luar negeri dan menun-
jang kestabilan pasaran dan kurs valuta asing. Guna menjaga
kestabilan nilai tukar Rupiah, di samping menjamin kelancaran
240
transaksi perdagangan luar negeri dan lalu lintas modal, juga
diusahakan agar cadangan devisa setiap tahun dapat meningkat.
Jumlah cadangan devisa yang memadai akan meningkatkan kemam-
puan Indonesia untuk menghadapi berbagai kemungkinan kegon-
cangan baik dalam penghasilan devisa maupun dalam kebutuhan
penggunaan devisa.
Di bidang hubungan ekonomi luar negeri, dalam rangka
perwujudan Tata Ekonomi Dunia Baru, akan ditingkatkan usaha
menggalang dan memupuk solidaritas dan kesatuan sikap serta
langkah-langkah untuk lebih mengembangkan kerjasama di antara
negara-negara berkembang. Kerjasama tersebut khususnya ditu-
jukan untuk mempercepat pelaksanaan Program Komoditi Terpadu,
melenyapkan hambatan serta pembatasan yang dilakukan oleh ne-
gara-negara industri terhadap ekspor negara-negara berkembang
serta meningkatkan pelaksanaan program kerjasama ekonomi dan
teknik antar negara-negara berkembang. Kerjasama antar nega-
ra-negara anggota ASEAN akan terus diperluas dan dikembangkan
dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional serta memperkuat
ketahanan regional.
IV. PERKIRAAN NERACA PEMBAYARAN REPELITA IV
Dalam memperkirakan perkembangan neraca pembayaran untuk
tahun 1983/84 - 1988/89 digunakan asumsi tertentu tentang
pola pertumbuhan ekonomi di dalam negeri dan perkembangan ekonomi dunia. Asumsi-asumsi mengenai perkembangan
perekonomian internasional didasarkan pada berbagai indikator
tentang laju pertumbuhan, tingkat inflasi, tingkat bunga dan
faktor-fak- tor lainnya yang merupakan pertanda pulihnya
kembali kegia- tan ekonomi di negara-negara industri utama. Di
dalam negeri, perkembangan perekonomian diharapkan akan
241
dengan prioritas dan rencana seperti ditetapkan dalam Repe-
lita IV.
Perkiraan mengenai perkembangan ekspor yang tumbuh de-
ngan laju yang cukup tinggi khususnya untuk ekspor di luar
minyak dan gas bumi, didasarkan pada perkiraan tentang pro-
duksi dan konsumsi di dalam negeri serta perkiraan mengenai
permintaan dunia akan produk-produk ekspor Indonesia dan per-
kembangan harga di pasaran internasional. Dalam lima tahun
mendatang diperkirakan bahwa nilai ekspor seluruhnya akan
naik dengan rata-rata 10,0%. Nilai ekspor minyak dan gas bumi
diharapkan meningkat sebesar rata-rata 7,6% setiap tahunnya
terdiri dari kenaikan sebesar 5,9% untuk minyak dan hasil-ha-
sil minyak bumi dan 15,1% untuk gas alam cair. Rendahnya laju
pertumbuhan ekspor minyak mentah disebabkan karena produksi
tidak dapat diharapkan untuk banyak meningkat, sedangkan ke-
butuhan di dalam negeri masih terus mengalami kenaikan. Se-
mentara itu harga minyak mentah di pasaran internasional di-
duga tidak akan mengalami kenaikan yang berarti. Dengan laju
kenaikan pengeluaran devisa untuk impor dan jasa sektor mi-
nyak bumi sebesar 5,0%, nilai ekspor minyak bumi netto diper-
kirakan mengalami kenaikan sebesar 6,8%.
Tingginya kenaikan nilai ekspor gas alam cair didasarkan
atas perkiraan bahwa produksi yang seluruhnya diekspor akan
meningkat dengan laju pertumbuhan yang cukup besar. Perkiraan
tersebut memperhitungkan kapasitas kilang yang terus mening-
kat dan kontrak-kontrak dengan negara-negara pembeli gas alam
cair yang telah ditandatangani. Pengeluaran devisa untuk im-
por dan jasa-jasa sektor gas alam cair selama Repelita IV me-
ngalami kenaikan rata-rata sebesar 14,9% setiap tahunnya. De-
ngan demikian penerimaan devisa netto dari ekspor gas alam
242
cair diperkirakan akan meningkat dengan rata-rata 15,2%.
Dalam masa Repelita IV ekspor komoditi di luar minyak
dan gas bumi diperkirakan meningkat dengan pesat dengan laju
pertumbuhan sebesar 15,8% setiap tahunnya. Laju pertumbuhan
yang cukup tinggi ini didasarkan pada perkiraan bahwa iklim
perekonomian dunia yang pada awal tahun-tahun delapan puluhan
masih terus memburuk akan menjadi lebih cerah dalam tahun-
tahun mendatang, sehingga permintaan dan harga untuk komoditi
ekspor Indonesia diperkirakan dapat meningkat kembali. Di
samping itu, peningkatan produksi dan mutu melalui berbagai
program yang telah dan akan dilakukan diharapkan dapat menun-
jang peningkatan ekspor komoditi di luar minyak dan gas bumi.
Perkembangan ini menyebabkan terjadinya pergeseran dalam kom-
posisi ekspor Indonesia. Apabila pada akhir Repelita III ko-
moditi ekspor di luar minyak dan gas bumi hanya merupakan
26,8% dari nilai ekspor keseluruhan secara bruto, maka pada
tahun terakhir Repelita IV peranan ekspor komoditi di luar
minyak dan gas bumi akan menjadi 34,6%. Di antara komoditi
ekspor di luar minyak dan gas bumi, ekspor komoditi hasil in-
dustri meningkat dengan laju kenaikan yang tertinggi dan me-
lebihi laju pertumbuhan ekspor komoditi ekspor di luar minyak
dan gas bumi, yaitu dengan rata-rata 23,1% per tahun. Kelom-
pok komoditi hasil pertanian dan hasil tambang masing-masing
naik dengan laju pertumbuhan sebesar 9,9% dan 12,3%. Jika
dilihat dari komposisi ekspor komoditi di luar minyak dan gas
bumi, peranan komoditi ekspor hasil industri menjadi lebih
besar yaitu dari 37,2% pada akhir Repelita III menjadi 50,5%
dalam tahun terakhir Repelita IV. Kelompok komoditi ekspor
hasil pertanian peranannya menurun dari 50,2% menjadi 38,7%
sedangkan peranan komoditi ekspor hasil tambang juga menurun
244
TABEL 5 - 7
PERKIRAAN NILAI EKSPOR, 1984/85 - 1988/89
(dalam juts US dollar)
1983/84 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 1988/891)Laju
Pertumbuhanrata-rata (8)
Minyak dan Gas Bumi (bruto) 14.140 13.825 15.424 17.317 19.008 20.363 7,6
1. Minyak mentah dan hasil-ha s i l minyak bumi 11.861 10.644 11.873 13.463 14.664 15.766 5,9
2. Gas alam cair 2.279 3.181 3.551 3.854 4.344 4.597 15,1
Di Luar Minyak dan Gas Bumi 5.170 6.050 7.009 8.015 9.215 10.753 15,8
1. Has i l -has i l pertanian 2.597 2.859 3.123 3.395 3.717 4.160 9,9
2. Hasil-hasil tambang 652 740 841 963 1.066 1.166 12,3
3. Has i l -has i l industri 1.921 2.451 3.045 3.657 4.432 5.427 23,1
Jumlah Nilai Ekspor 19.310 19.875 22.433 25.332 28.223 31.116 10,0
245
dari 12,6% menjadi 10,8%.
Di antara hasil-hasil pertanian yang nilai ekspornya di-
harapkan akan tumbuh dengan cukup berarti selama Repelita IV
dapat disebut udang (20,1%), minyak dan biji kelapa sawit
(13,3%), serta karet (12,4%). Di dalam kelompok hasil-hasil
tambang, prospek peningkatan yang cukup besar adalah untuk
ekspor nikel, timah dan tembaga, yaitu sebesar masing-masing
14,4%, 12,3% dan 10,6%.
Peningkatan ekspor hasil industri diharapkan akan dapat
tercapai antara lain dengan meningkatnya ekspor kayu lapis,
aluminium, alat-alat listrik, hasil-hasil kerajinan dan pu-
puk. Ekspor kayu lapis khususnya diperkirakan akan meningkat
dengan rata-rata 22,0% dari US $ 574 juta pada tahun 1983/84
menjadi US $ 1.550 juta pada tahun 1988/89. Selanjutnya, pro-
spek ekspor aluminium adalah juga cerah dengan perkiraan pe-
ningkatan sebesar rata-rata 20,7% dari US$ 174 juta pada ta-
hun terakhir Repelita III menjadi US$ 445 juta pada tahun
1988/89.
Selama lima tahun mendatang diperkirakan impor diluar
minyak dan gas bumi akan naik dengan laju pertumbuhan rata-
rata 8,4% per tahunnya. Impor barang-barang konsumsi mening-
kat dengan 1,5% setahunnya. Sementara itu impor pangan diper-
kirakan akan menurun sebesar rata-rata 9,1% setiap tahun, se-
dangkan impor barang konsumsi bukan pangan naik dengan 5,7%.
Penurunan impor pangan diperkirakan akan terjadi dengan di-
laksanakannya berbagai program dalam rangka meningkatkan pro-
duksi pangan di dalam negeri. Rendahnya laju pertumbuhan im-
por barang konsumsi bukan pangan merupakan hasil dari kebi-
jaksanaan untuk meningkatkan produksi dalam negeri dan mengu-
tamakan hasil produksi dalam negeri.
247
TABEL 5 - 8NILAI IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI,
MENURUT GOLONGAN EKONOMI1984/85 - 1988/89
(f.o.b. dalam juta US d o l l a r )
1983/84 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 1988/89Laju
Pertumbuhanra t a - r a t a (%)
Barang Komsumsi 1.767 1.780 1.825 1.921 1.976 1.904 1,5- pangan (615) (601) (569) (534) (480) (381) (-9,1)- Bukan pangan (1.152) (1.179) (1.256) (1.387) (1.496) (1.523) (5,7)
Bahan Baku/Penolong 5.608 5.791 6.256 6.661 7.195 7.812 6,9
Barang Modal 5.429 5.619 6.401 7.429 8.465 9.478 11,8
J u m 1 a h 12.804 13.190 14.482 16.011 17.636 19.194 8,4
248
GRAFIK 5 – 4NILAI IMPORT DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI
MENURUT GOLONGAN EKONOMI1984/85 – 1988/89
(f..o..b)Impor di luarMinyak danGas bumi(juta US $)
249
Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan, impor bahan baku dan penolong serta barang modal akan terus diperlukan. Selama Repelita IV impor bahan baku dan penolong serta barang modal diperkirakan akan tetap naik masing-masing dengan laju.
pertumbuhan sebesar rata-rata 6,9% dan 11,8% setiap tahunnya. Sebagai akibat dari perkembangan di atas maka peranan impor barang konsumsi menjadi semakin menurun dari 13,8% pada tahun 1983/84 menjadi 9,9% dalam tahun 1988/89. Sebaliknya peranan impor barang modal menjadi semakin besar dari 42,4% menjadi 49,4%, sedangkan impor bahan baku dan penolong peranannya me-ngalami sedikit penurunan yaitu dari 43,8% menjadi 40,7%.
Di samping ekspor dan impor, penerimaan dan pengeluaran
devisa juga bersumber pada dan digunakan untuk jasa-jasa.
Pengeluaran devisa netto untuk jasa-jasa diperkirakan menga-
lami kenaikan sebesar rata-tata 6,7% setiap tahunnya selama
Repelita IV. Kenaikan pengeluaran jasa-jasa yang tertinggi
diperkirakan akan terjadi di sektor gas alam cair yaitu sebe-
sar 12,9% setiap tahunnya. Di sektor ekspor minyak bumi pe-
ngeluaran untuk jasa-jasa meningkat dengan 4,5% sedangkan
pengeluaran jasa-jasa di luar minyak dan gas bumi meningkat
dengan 5,5%.
Dari segi penerimaan devisa, selama Repelita IV diharap-
kan terjadi kenaikan dari penerimaan sektor pariwisata yang
diperkirakan akan meningkat dari US $ 398 juta pada tahun
1983/84 menjadi US $ 1.350 juta dalam tahun 1988/89. Hal ini
didasarkan pada rencana untuk meningkatkan jumlah wisatawan
yang berkunjung dalam kerangka Paket Kebijaksanaan di bidang
Kepariwisataan yang telah ditempuh oleh Pemerintah menjelang
tahun terakhir Repelita III. Selain itu peningkatan penerima-
an jasa-jasa diharapkan juga dapat diperoleh dari transfer
250
TABEL 5 - 9
KOMPOSISI IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI,1984/85 - 1988/89
(dalam persentase dari jumlah)
1983/84 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 1988/89
Barang Konsumsi 13,8 13,5 12,6 12,0 11,2 9,9
- pangan (4,8) (4,6) (3,9) (3,3) (2,7) (2,0)
- Bukan pangan (9,0) (8,9) (8,7) (8,7) (8,5) (7,9)
Bahan Baku/Penolong 43,8 43,9 43,2 41,6 40,8 40,7
Barang Modal 42,4 42,6 44,2 46,4 48,0 49,4
J u m l a h 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
251
TABEL 5 - 10PERKIRAAN JASA-JASA DI LUAR SEKTOR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM CAIR,
1983/84 - 1988/89(dalam juta US dollar)
253
devisa dari tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar nege-
ri, khususnya di Timur Tengah. Diperkirakan penerimaan devisa
dari tenaga kerja di luar negeri akan mencapai US $ 1.230 ju-
ta pada tahun 1988/89.
Kelebihan pengeluaran devisa untuk impor barang dan jasa
dibandingkan dengan penerimaan devisa yang diperkirakan akan
terjadi selama Repelita IV, mengakibatkan bahwa transaksi
berjalan akan tetap mengalami defisit. Walaupun demikian, de-
fisit transaksi berjalan diperkirakan terus mengalami penu-
runan, yaitu dari US $ 4.711 juta dalam tahun 1983/84 menjadi
US $ 3.231 juta pada tahun 1988/89 atau sebesar rata-rata
7,3% setiap tahunnya.
Pinjaman luar negeri dalam tahun terakhir Repelita IV
diperkirakan sebesar US $ 5.713 juta, berarti lebih rendah
bila dibandingkan dengan jumlah pinjaman pada tahun terakhir
Repelita III yang besarnya adalah US $ 6.030 juta. Bantuan
proyek diperkirakan meningkat menjadi US $ 5.278 juta dalam
tahun 1988/89 dibandingkan dengan US $ 3.905 juta pada tahun
1983/84 atau sebesar rata-rata 6,2% setiap tahunnya selama Re-
pelita IV. Bila dilihat dari komposisi pinjaman luar negeri,
peranan bantuan program menurun dari 1,7% dalam tahun 1983/84
menjadi 0,9% dalam tahun 1988/89, sebaliknya pinjaman proyek
diperkirakan meningkat peranannya dari 64,7% menjadi 92,4%.
Pelunasan pinjaman Pemerintah diperkirakan akan meningkat
menjadi US $ 2.536 juta dalam tahun 1988/ 89 dari US $ 988
juta pada tahun 1983/84. Meningkatnya pelunasan pinjaman
Pemerintah ini terjadi karena telah berakhirnya tenggang
waktu yang berlaku bagi beberapa jenis pinjaman yang ditarik
di masa yang lampau.
254
Berbagai kebijaksanaan yang ditempuh di bidang penanaman
modal diharapkan akan dapat menciptakan iklim investasi di
dalam negeri yang semakin baik. Didukung pula oleh tanda-tan-
da pulihnya kembali perekonomian dunia, maka diperkirakan pe-
masukan modal baik yang berupa investasi modal asing langsung
maupun investasi yang dilakukan oleh swasta domestik dalam
rangka penanaman modal selama periode Repelita IV akan me-
ningkat. Pemasukan modal tersebut diharapkan dapat mengalami
kenaikkan dari US $ 1.289 juta pada tahun 1983/84 menjadi US
$ 1.760 juta pada tahun 1988/89 atau sebesar 36,5% selama
Repelita IV.
Sebagai akibat dari nilai ekspor yang diperkirakan me-
ningkat dengan 10,0% pada satu pihak, dan kenaikan pengeluar-
an untuk impor dan jasa-jasa sebesar masing-masing 7,7% dan
6,7%, pada lain pihak, maka defisit transaksi berjalan selama
Repelita IV akan terus mengalami penurunan sehingga mencapai
US $ 3.231 pada tahun 1988/89. Dengan demikian cadangan devi-
sapun terus mengalami kenaikan sehingga pertambahan jumlah
cadangan devisa selama Repelita IV adalah sebesar US $ 1.772
juta. Hal ini berarti bahwa jumlah cadangan devisa yang di-
perkirakan sebesar US $ 5.135 juta pada awal Repelita IV akan
mencapai jumlah US $ 6.907 juta pada tahun 1988/89. Jumlah
cadangan tersebut cukup untuk membiayai impor (c. % f.) di
luar sektor minyak dan gas bumi untuk rata-rata 7,9 bulan.
Perkiraan neraca pembayaran untuk Repelita IV dibuat ber-
dasar asumsi dan perkiraan yang seseksama mungkin. Khususnya
dalam memperkirakan ekspor di luar minyak dan gas bumi telah
diperhitungkan bahwa pemulihan perekonomian dunia dari resesi
yang sedang berlangsung akan terjadi dengan laju yang sangat
cepat selama tahun-tahun 1984/85 dan 1985/86 untuk kemudian
255
berkembang dengan lebih lamban. Di antara faktor-faktor yang
sulit diperkirakan khususnya termasuk perkembangan pasaran
dan harga internasional untuk minyak bumi yang dipengaruhi
oleh kejadian-kejadian di luar jangkauan Indonesia. Ketidak
seimbangan struktural serta ketidak pastian yang menandai
perekonomian dunia dewasa ini merupakan dorongan untuk senan-
tiasa meningkatkan kemampuan dan ketahanan ekonomi terhadap
berbagai tantangan yang tidak dapat terduga sebelumnya. Dalam
rangka mengamankan dan memperlancar pelaksanaan pembangunan,
maka kebijaksanaan neraca pembayaran dalam Repelita IV perlu
didukung oleh langkah-langkah ke arah perbaikan struktur eks-
por dan impor serta langkah-langkah yang dapat meningkatkan
daya saing ekspor. Kesemuanya itu ditujukan agar dapat lebih
menjamin kelangsungan dan kemantapan laju peningkatan peneri-
maan devisa, penggunaan devisa secara optimal, pengendalian
pinjaman yang realistis serta pemeliharaan cadangan devisa
yang makin mantap.
256