bab 5 hasil dan luaran yang dicapai 5.1 analisa hasil

11
27 BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Analisa Hasil Survey Survey guna mengumpulkan data pembanding untuk perancangan ini dilakukan di beberapa microcinema di Jakarta. Diantaranya adalah Kineforum di Taman Ismail Marzuki, Paviliun 28 di Petogogan, Subtitle di Dharmawangsa, dan Kinosaurus di Kemang. Berikut adalah beberapa perbandingan keempat microcinema tersebut yang dijadikan acuan dalam perancangan: Tabel 5.1 Perbandingan Hasil Survey Microcinema Kineforum Lokasi Taman Ismail Marzuki, Jl. Cikini Raya No. 73, Menteng Konsep Ruang apresiasi film untuk meningkatkan minat menonton masyarakat Sistem operasional Program based; ada tema film setiap bulan dengan jadwal penayangan yang ditentukan Target pasar Menengah – menengah atas Segmen Komunitas, penikmat film, umum usia 20 – 30 tahun Fasilitas Screening room (45 orang) Registration desk Ruang Tunggu Control room Storage Fasilitas di ruang tunggu Sarana duduk dan meja makan Snack bar Merchandise display Ambiance Cool, quiet, uninviting Paviliun 28 Lokasi Jl. Petogogan No. 25, Kebayoran Baru Konsep Culinary cinema; wadah kreativitas sineas lokal yang bisa dinikmati sersama sajian nusantara Sistem operasional Program based; ada tema film setiap bulan dengan jadwal penayangan yang ditentukan Target pasar Menengah atas Segmen Orang kantoran dan umum usia 20 – 30 tahun Fasilitas Screening room (30 orang) Restaurant / ruang tunggu Storage

Upload: others

Post on 02-Nov-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Analisa Hasil

27

BAB 5

HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

5.1 Analisa Hasil Survey

Survey guna mengumpulkan data pembanding untuk perancangan ini dilakukan

di beberapa microcinema di Jakarta. Diantaranya adalah Kineforum di Taman Ismail

Marzuki, Paviliun 28 di Petogogan, Subtitle di Dharmawangsa, dan Kinosaurus di

Kemang. Berikut adalah beberapa perbandingan keempat microcinema tersebut yang

dijadikan acuan dalam perancangan:

Tabel 5.1 Perbandingan Hasil Survey Microcinema

Kineforum

Lokasi Taman Ismail Marzuki, Jl. Cikini Raya No. 73, Menteng

Konsep Ruang apresiasi film untuk meningkatkan minat menonton

masyarakat

Sistem operasional Program based; ada tema film setiap bulan dengan jadwal

penayangan yang ditentukan

Target pasar Menengah – menengah atas

Segmen Komunitas, penikmat film, umum usia 20 – 30 tahun

Fasilitas

• Screening room (45 orang)

• Registration desk

• Ruang Tunggu

• Control room

• Storage

Fasilitas di ruang

tunggu

• Sarana duduk dan meja makan

• Snack bar

• Merchandise display

Ambiance Cool, quiet, uninviting

Paviliun 28

Lokasi Jl. Petogogan No. 25, Kebayoran Baru

Konsep Culinary cinema; wadah kreativitas sineas lokal yang bisa

dinikmati sersama sajian nusantara

Sistem operasional Program based; ada tema film setiap bulan dengan jadwal

penayangan yang ditentukan

Target pasar Menengah atas

Segmen Orang kantoran dan umum usia 20 – 30 tahun

Fasilitas

• Screening room (30 orang)

• Restaurant / ruang tunggu

• Storage

Page 2: BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Analisa Hasil

28

Fasilitas di waiting

area

• Sarana duduk, coffee table, dan meja makan

• Area pemesanan makanan

• Private dining area

Ambiance Homey, cozy, vintage, eclectic, inviting

Subtitle

Lokasi Dharmawangsa Square Lantai Basement No. 29

Konsep Ruang menonton private yang menyediakan ragam film

beragam dan waktu tayang yang fleksibel

Sistem operasional Tidak ada program; pengunjung bebas memilih film yang

diinginkan dan jadwal menonton yang tidak ditentukan

Target pasar Menengah atas

Segmen Orang kantoran dan umum usia 20 – 30 tahun

Fasilitas

• Mini studio (4 – 11 orang)

• Registration desk

• DVD display

• Ruang Tunggu

• Snack bar

• Storage

Fasilitas di ruang

tunggu

• Sarana duduk dan side table

• Merchandise display

Ambiance Cool, futuristic, uninviting

Kinosaurus

Lokasi Jl. Kemang Raya No. 8B, Bangka

Konsep

Memfasilitasi kebutuhan menonton diluar jaringan bioskop

dan mewadahi sineas dalam negeri dalam suasana yang

playful, intimate, dan approachable

Sistem operasional Program based; ada tema film setiap bulan dengan jadwal

penayangan yang ditentukan

Target pasar Menengah atas

Segmen Komunitas, penikmat film, dan umum usia 20 – 30 tahun

Fasilitas

• Screening room (30 orang)

• Registration desk

• Ruang Tunggu

• Café

• Storage

Fasilitas di ruang

tunggu

• Sarana duduk dan coffee table

• Merchandise display

• Display buku, kamera, poster

Ambiance Cozy, warm, inviting, social

Page 3: BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Analisa Hasil

29

Dari analisa data hasil survey yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan

bahwa:

a. Lokasi

Dari segi lokasi, letak dan bangunan microcinema harus mudah diakses

dan menyesuaikan dengan target dan segmen yang ingin dicapai, seperti

yang diamati pada Kinosaurus. Lokasinya yang berada di pusat hiburan

dan seni bisa lebih meningkatkan minat untuk berkunjung.

b. Konsep

Dari segi konsep, Kinosaurus dinilai lebih sesuai dengan definisi dan

gagasan microcinema yang dipaparkan dalam tinjauan umum, dimana

dalam ruang menonton alternatif ini memiliki nilai community, intimacy,

dan ownership yang bisa dirasa pengunjung ketika menonton disana.

Namun, konsep mini studio Subtitle dinilai lebih bisa mendatangkan

segmen pasar yang lebih general, tidak terbatas hanya pada komunitas dan

penikmat film saja. Oleh karena itu, kedua konsep ini bisa digabungkan

untuk merancang fasilitas microcinema yang bisa menjawab masalah

keterbatasan segmen dan juga minat menonton masyarakat akan film lokal.

c. Fasilitas di ruang tunggu

Dari fasilitas ruang tunggu microcinema yang disurvey, belum ada yang

memberi informasi lebih seputar film maupun industri perfilman di

Indonesia. Fasilitas di ruang tunggu hanya sebatas untuk memenuhi

kebutuhan duduk menunggu dan makan maupun minum.

d. Ambiance

Ambiance ruang penting diperhatikan untuk meningkatkan user

experience dalam suatu ruang atau sebuah fasilitas. Berdasarkan survey,

microcinema dengan ambiance yang cozy dan inviting lebih banyak

didatangi pengunjung dibanding yang cool atau uninviting.

5.2 Konsep Perancangan

Untuk menjawab permasalahan yang ditemukan selama penelitian dan

perancangan ini, penulis membuat acuan berupa kriteria desain yang diperoleh dari

menggabungkan keywords dari definisi microcinema dengan karakter dan lifestyle

masarakat urban di Jakarta. Hasilnya adalah, untuk mendesain microcinema untuk

masyarakat urban ini diperlukan ruang dan fasilitas yang efektif mendukung interaksi

Page 4: BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Analisa Hasil

30

sosial antara pengguna di dalam ruang, harus ada unsur user experience yang

menarik, serta suasana haruslah santai dan tenang karena fasilitas digunakan sebagai

sarana hiburan yang berfungsi juga sebagai pelepas penat bagi pengunjung yang

datang.

Gambar 5.1 Mindmap Konsep Perancangan

Berdasarkan kriteria tersebut, konsep yang ingin diusung oleh penulis adalah

“Urban Cinema” yaitu tempat menonton film alternatif yang mengacu pada lifestyle

masyarakat urban di Jakarta yang konsumtif, senang berkumpul dan bersantai, serta

memiliki rasa value experience atau senang mencari pengalaman baru di sela

rutinitasnya. Tujuannya agar desain bisa lebih tersampaikan dan menarik perhatian

serta rasa keingintahuan masyarakat urban, sebagai segmen baru di microcinema ini

untuk datang dan menonton film.

Selain sebagai sarana hiburan dimana pengguna bisa melepas penat bersama

teman dan kerabat melalui program dan pilihan film yang variatif, microcinema ini

bisa menjadi penjembatan antara masyarakat dan dunia perfilman dalam negeri

melalui fasilitas interactive display yang mengedukasi dan juga memberi

pengalaman baru yang bisa dibagikan ke kerabat baik secara langsung maupun

melalui sosial media.

Page 5: BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Analisa Hasil

31

Gambar 5.2 Lifestyle Board

Berikut adalah penjelasan lebih jelas mengenai style, bentuk, warna, dan

meterial yang digunakan dalam konsep ini:

a. Style

Fasilitas ini akan dikemas dalam gaya contemporary loft guna

menciptakan ruang yang kondusif untuk interaksi sosial melalui karakter

ruang yang memiliki maximum free space, high ceiling, dan juga

minimalnya pembatas antar ruang sehingga memungkinkan mudahnya

face-to-face interaction antar pengunjung. Material yang digunakan untuk

elemen interior dalam style ini adalah basic material seperti batu bata,

concrete, kaca, dan steel yang dipadu dengan warna soft guna memberi

aksen.

b. Bentuk

Bentuk yang digunakan dalam perancangan adalah bentuk dengan karakter

garis lengkung atau tidak bersudut dan garis tipis. Tujuannya adalah agar

memberi efek psikologis berupa rasa santai dan tenang. Dalam merancang,

pita film seluloid juga dijadikan sebagai objek inspirasi bentuk dalam

perancangan ini karena karakter bentuknya yang sesuai dengan karakter

garis yang diinginkan dan juga agar furnitur dan aksesoris memiliki unsur

bentuk yang bertema film.

Page 6: BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Analisa Hasil

32

c. Warna

Warna yang dipilih dalam perancangan juga diharapkan bisa memberi efek

psikologis guna meningkatkan kenyamanan dan tingkat user experience

yang lebih dalam lagi bagi pengunjung. Warna yang dipilih yaitu kuning

(Pantone Primrose Yellow), merah muda (Pantone Pale Dogwood), dan

hijau (Pantone Moss). Warna kuning dipilih untuk menstimulasi

kreativitas dan memberi sense of friendliness, sementara warna merah

muda bisa memberi sense of nurture yang bisa memberi rasa nyaman bagi

pengunjung, dan aksen warna hijau bisa memberi rasa refreshment yang

dibutuhkan pengunjung ketika datang untuk melepas penat di fasilitas ini.

d. Material

Material yang digunakan dalam perancangan ini yaitu kayu sungkai,

plywood, besi hollow, cotton, acrylic, dan finishing melamic. Berikut

adalah penjabaran pemilihan material ini.

• Kayu sungkai dipilih karena tingkat kekuatannya yang cukup kuat

untuk dijadikan komponen struktur dengan tingkat pengerjaan yang

mudah serta harga yang terjangkau. Selain itu warna kayu yang terang

membuat material ini mudah untuk diberi finishing warna mulai dari

natural, warna terang, hingga gelap karena penyerapan warna yang

baik.

• Plywood dipilih karena pengerjaannya mudah dan harganya murah

sehingga bisa digunakan untuk komponen kayu yang tidak terlalu

membutuhkan tampilan serat yang bagus.

• Besi hollow dipilih karena materialnya yang mudah dicari di pasaran

dengan harga yang terjangkau. Selain itu, meski tingkat

pengerjaannya bervariasi, bengkel pengerjaan besi masih mudah

ditemukan di pasaran dibandingkan dengan material logam lainnya.

• Cotton dipilih sebagai bahan upholstery karena seratnya yang terlihat

namun tidak bertekstur kasar. Selain itu material ini juga mudah dicari

di pasaran dengan pilihan warna yang bergam, mudah dibersihkan,

dan pengerjaannya mudah.

Page 7: BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Analisa Hasil

33

• Acrylic dipilih sebagai salah satu material yang digunakan karena bisa

di-bending, harganya relatif murah, dan tempat pengerjaannya mudah

dicari di pasaran.

• Finishing melamic dipilih dalam perancangan ini karena pilihan warna

yang beragam, bahan mudah didapat, dan pengerjaan mudah serta

cepat karena mudah kering.

.

Gambar 5.3 Moodboard

5.3 Hasil Akhir Perancangan

Menurut hasil survey dan kebutuhan pengguna, produk furnitur dan aksesoris

yang dirancang untuk ruang tunggu microcinema ini adalah sebagai berikut:

1. Merancang sarana duduk berupa sofa modular dengan fungsi untuk duduk

santai menunggu sambil bersosialisasi, dengan rangkaian modul yang bisa

dikonfigurasi sesuai kebutuhan.

Gambar 5.4 Desain Sofa Modular

Page 8: BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Analisa Hasil

34

Modul berukuran 85 x 85 x 75 sentimeter, 170 x 85 x 75 sentimeter, dan

155 x 155 x 45 sentimeter dan menggunakan material plywood, kayu

akasia, foam, dan upholstery berbahan cotton.

2. Merancang sarana untuk meletakan makanan dan minuman, berupa side

table dengan ukuran 55 x 25 x 65 sentimeter yang menyesuaikan ergonomi

meja makan dengan tinggi sofa.

Gambar 5.5 Desain Side Table

Meja ini bisa digunakan untuk dua user, dan menggunakan bahan kayu

akasia dengan finishing melamine doff warna “candy brown” dengan

rangka aluminium hollow 2 x 2 sentimeter dengan finishing satin black.

3. Merancang sarana display berupa rak display untuk buku, kamera,

merchandise, dan hiasan lain dengan sistem loose berukuran 140 x 50 x

180 cm yang bisa juga dijadikan sebagai pembatas ruang.

Gambar 5.6 Desain Rak Display

Rak display berbahan plywood dengan veneer dan finishing melamine,

serta rangka aluminium hollow 2 x 2 sentimeter berwarna satin black.

Page 9: BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Analisa Hasil

35

4. Merancang aksesoris berupa interactive display yang bisa digunakan

pengunjung untuk melihat-lihat informasi seputar perfilman dalam negeri,

yang dijalankan dengan sistem reel.

Gambar 5.7 Desain Interactive Display

Display ini berukuran 85 x 25 x 180 sentimeter dengan material rangka

aluminium hollow 2 x 2 sentimeter dengan kayu akasia dan tuas pemutar.

5. Merancang aksesoris berupa lampu yang berfungsi sebagai unsur dekoratif

dengan ukuran 90 x 50 x 160 sentimeter.

Gambar 5.8 Desain Lampu

Lampu menggunakan material aluminium U-channel ukuran 5 x 2.5

sentimeter, lampu LED strip, dan frosted acrylic sebagai penutupnya.

Page 10: BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Analisa Hasil

36

Page 11: BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Analisa Hasil