bab 5

16
BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Berat Nisbi Pengukuran Daun Pada kegiatan pengujian kali ini, dilakukan penentuan berat nisbi daun tembakau dengan beberapa sampel. Sampel yang diamati pada pengujian ini adalah daun koseran, tengah, dan pucuk dan kaki. Adapun prosedur kerjanya dimulai dari mengukur panjang dan lebar daun menggunakan penggaris untuk memudahkan dalam menentukan kelas mutu daun tembakau yang sesuai dengan standart, kemudian timbang pula berat daun (A) untuk menentukan nilai berat nisbi masing-masing sampel menggunakan neraca analitis, dimana semakin besar berat tulang daun maka mutunya semakin baik. Setelah itu, ambil tulang daun dari masing-masing sampel, dengan cara memisahkan tulang daun dari bagian daun yang lain dan kemudian timbanglah berat tulang daun (B) untuk menentukan nilai berat nisbi masing-masing sampel menggunakan neraca analitis, dimana semakin kecil berat tulang daun maka mutunya semakin baik. Selanjutnya, hitung berat nisbi untuk masing-masing sampel dengan rumus : Berat Nisbi = B A x 100%

Upload: finnada-dwi-agustin

Post on 29-Oct-2015

107 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 5

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Berat Nisbi Pengukuran Daun

Pada kegiatan pengujian kali ini, dilakukan penentuan berat nisbi daun

tembakau dengan beberapa sampel. Sampel yang diamati pada pengujian ini

adalah daun koseran, tengah, dan pucuk dan kaki. Adapun prosedur kerjanya

dimulai dari mengukur panjang dan lebar daun menggunakan penggaris untuk

memudahkan dalam menentukan kelas mutu daun tembakau yang sesuai dengan

standart, kemudian timbang pula berat daun (A) untuk menentukan nilai berat

nisbi masing-masing sampel menggunakan neraca analitis, dimana semakin besar

berat tulang daun maka mutunya semakin baik. Setelah itu, ambil tulang daun dari

masing-masing sampel, dengan cara memisahkan tulang daun dari bagian daun

yang lain dan kemudian timbanglah berat tulang daun (B) untuk menentukan nilai

berat nisbi masing-masing sampel menggunakan neraca analitis, dimana semakin

kecil berat tulang daun maka mutunya semakin baik. Selanjutnya, hitung berat

nisbi untuk masing-masing sampel dengan rumus :

Berat Nisbi = BA

x 100%

Penghitungan berat nisbi ini merupakan perbandingan antara berat tulang

daun dengan berat daun keseluruhan dalam bentuk persentase, dimana semakin

kecil berat nisbinya maka mutu tembakau semakin baik. Dari perhitungan yang

dilakukan diperoleh hasil bahwa untuk berat nisbi daun koseran sebesar 31,69%,

untuk berat nisbi daun tengah sebesar 35,25 %, untuk berat nisbi daun pucuk

sebesar 26,41% dan berat nisbi daun kaki sebesar 35,67 %. Semakin besar nilai

berat nisbi, maka berat tulang daun semakin besar. Menurut Anonim (2011),

bagian midrib mempunyai proporsi rata-rata 25% dari berat daun. Seperti telah

dijelaskan diatas bahwa semakin kecil berat nisbinya maka mutu tembakau

semakin baik. Berarti dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa daun pucuk

memiliki mutu yang paling baik dibandingkan dengan daun tembakau koseran,

Page 2: Bab 5

tengah dan pucuk. Namun demikian, hal ini dirasa lebih ekonomis jika digunakan

untuk keperluan industri karena dapat memberikan nilai ekonomis yang lebih

Diketahui pula bahwa berat nisbi daun pucuk tembakau nilainya < 25%,

sedangkan daun koseran, tengah dan kaki nilai nisbinya >25%. Maka dapat

disimpulkan bahwa jenis daun pucuk tembakau, berstruktur relatif lebih halus

dibandingkan jenis daun lainnya. Dengan demikian maka daun pucuk tembakau

lebih cocok digunakan sebagai pembalut dan pembungkus cerutu.

Ukuran daun tembakau biasa dinyata kan berupa panjang daun dan lebar.

Panjang daun diukur dari pangkal sampai ujung daun. Lebar daun diukur dari

kedua tepian lamina daun.ukuran daun tembakau ini merupakan unsur mutu

yang penting karena menentukan rendemen, yaitu banyaknya irisan yang

dapat dibuat dari tiap helai daun. Makin besar ukuran daun, makin besar pula

rendemen yang didapat. Sebaliknya, makin kecil ukuran daun, makin kecil

pula rendemen yang didapat. Tembakau untuk cerutu atau tembakau rajangan

tidak menyukai ukuran yang ekstrim karena biasanya berpenampilan buruk

atau tidak normal. Jadi dikehendaki tembakau dengan ukuran besar, tetapi

tidak terlalu ekstrim. Pada praktikum didapatkan panjang daun tembakau

pada daun koseran, adalah 47,5 cm dan lebarnya 26 cm, daun tengah

memiliki panjang 48 cm, lebar 25,5 cm ; daun pucuk memiliki panjang 44

cm, lebar 25 cm ; daun kaki memiliki panjang 51 cm dan lebar 26,5 cm. Dari

hasil pengukuran tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata jenis daun memiliki

ukuran dengan panjang dan lebar cukup besar sehingga dapat menghasilkan

rendemen (banyaknya irisan yang dapat dibuat dari tiap helai daun) yang

cukup besar pula.

5.2 Mutu Bakar

Mutu bakar adalah salah satu pengukur penilaian mutu tembakau yang

digunakan sebagai rokok maupun cerutu. Mutu bakar meliputi sifat-sifat daya

bakar, kecepatan membara, sempurna tidaknya pembakaran warna, serta aroma.

Page 3: Bab 5

Pada pengujian ini, digunakan 2 jenis tembakau sebagai sampel,

diantaranya tembakau rajangan dan tembakau krosok. Adapun prosedur kerjanya

diawali dengan memanaskan kawat hingga merah untuk menguji daya pijar daun

tembakau, kemudian tusukkan kawat pada bagian lamina daun (bagian daun

tembakau yang memiliki kandungan kimia terbesar) dan hitung lama waktu

pijarnya menggunakan stopwatch, dimana semakin lama waktu pijar maka waktu

hidup bara juga semakin lama dan semakin baik mutu daun tembakau.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa waktu pijar untuk masing-masing

jenis tembakau adalah sebagai berikut :

a. Tembakau Krosok

Tembakau krosok yang digunakan sebagai sampel adalah tembakau Kaki,

Tengah, dan Pucuk. Parameter yang diamati untuk penilaian mutu tembakau

krosok adalah waktu pijar dan sifat menyebarnya.

Semakin lama waktu pijar maka waktu hidup bara juga semakin lama.

Sempurnanya pembakaran adalah habis atau berabunya bajan tembakau yang

terbakar sehingga tinggal sisa pembakaran yang berupa abu. Pembakaran

sempurna ditandai dengan diperolehnya abu yang berwarna putih atau putih

kelabu. Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil yaitu pada krosok kaki waktu

pijarnya 6,6 detik dan menyebar ke segala arah; krosok tengah waktu pijarnya 2,2

detik dan bentuknya bulat (tidak menyebar) sertakrosok pucuk waktu pijarnya 1,3

detik dan bentuknya bulat (tidak menyebar). Berdasarkan hal ini maka dari ketiga

sampel, sampel tembakau krosok kaki yang memiliki mutu bakar terbaik.

Menurut literatur (Anonim, 2011), pada umumnya dikehendaki kecepatan

membara relatif lambat, dengan kerataan membara ke segala jurusan, yang cukup.

Dari sini dapat diketahui bahwa daun krosok kaki memiliki mutu bakar yang lebih

baik diantara ketiganya.

b. Tembakau Rajangan

Page 4: Bab 5

Tembakau rajangan yang digunakan sebagai sampel adalah tembakau

Galek dan Besuki. Penilaian yang diberikan kepada sampel berkisar pada

parameter waktu pijar, warna, dan aroma.

- Waktu pijar

Semakin lama waktu pijar maka waktu hidup bara juga semakin lama.

Berdasarkan hal ini maka dari ketiga sampel, sampel Tembakau Rajangan Galek

yang memiliki mutu bakar terbaik yakni memilki waktu pijar selama 5 detik

dibandingkan dengan .

Daya pijar yang tidak sama antar daun dipengaruhi oleh perbedaan unsur-

unsur hara, tekstur, letak daun pada batang, dan cara budidaya. Sedangkan unsur-

unsur hara yang berpengaruh positif terhadap warna abu adalah Na, Ca, dan Mg

(Anonim, 2010).

- Warna

Warna merupakan salah satu parameter mutu tembakau, dimana setiap

tujuan tertentu akan mempunyai standar warna yang berbeda-beda. Menurut

Setiadji (2003), untuk sigaret putih dikehendaki warna yang kuning ke arah cerah,

sedangkan untuk kretek umumnya dikehendaki warna cokelat tua sampai cokelat

kehitaman. Dari hasil praktikum diperoleh bahwa warna tembakau untuk masing-

masing tembakau adalah +1 untuk Besuki, +2 untuk Galek, dan +3 untuk Keong

Mas. Maka dapat disimpulkan bahwa sampel tembakau rajangan Keong Mas

cocok untuk kretek, dan sampel tembakau rajangan Besuki cocok untuk sigaret

putih.

- Aroma

Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan komposisi di dalam

krosok, sehingga komponen penghasil aroma bertambah (Anonim, 2010).

Menurut Setiadji (2003), fermentasi yang berhasil akan menghasilkan aroma yang

baik. Dari hasil praktikum diketahui bahwa tembakau rajangan Keong mas

Page 5: Bab 5

memiliki aroma paling baik, karena intensitas yang tinggi (+3). Dengan demikian

proses fermentasi yang dilakukan sudah cukup baik.

5.3 Alkalinitas

Pada pengujian ini, prosedur kerjanya diawali dengan mengambil 1 gram

krosok halus, kemudian menambah 20 ml aquadest ke dalam erlenmeyer yang

berfungsi untuk melarutkan atau mengekstraksi kandungan CaCO3 pada daun

tembakau. Selanjutnya diambil 20 ml filtrat (C) untuk memudahkan dalam proses

analisa, dan ditambah 10 tetes PP sebagai indikator terjadinya perubahan warna

yang menandakan telah terlarutnya kandungan CaCO3 pada sampel. Kemudian,

apabila terjadi perubahan warna menjadi merah, maka ditambahkan 2-3 tetes metil

merah sebagai indikator terbentuknya kompleks kalsium karbonat yang ditandai

dengan perubahan warna menjadi merah muda setelah titrasi. Namun apabila

filtrat berubah warna menjadi merah lembayung, maka tidak perlu ditambahkan

metil merah. Setelah itu, titrasi menggunakan larutan H2SO4 0,02 N (B) untuk

mengoksidasi sampel hingga didapatkan titik akhir titrasi yang ditandai dengan

perubahan warna menjadi merah muda atau warna merah itu hilang. Selanjutnya

catat volume zat titran yang digunakan (A). Kemudian hitung alkalinitasnya,

perhitungan alkalinitas disini adalah untuk mengukur berapa banyak kandungan

CaCO3 dalam daun tembakau dengan rumus sebagai berikut :

Alkalinitas = AC

x1000 x FP (FP = 5)

Dari hasil perhitungan didapatkan nilai kealkalinitas daun krosok kel. 1&2

adalah sebesar 2325 mg CaCO3/l, sedangkan untuk daun krosok kel. 3&4 memilki

nilai kealkalinitas sebesar 1200 mg CaCO3/l dan kemudian untuk daun krosok kel.

5&6 memilki nilai kealkalinitas sebesar 520,83 mg CaCO3/l. Alkalinitas akan

menentukan berapa jumlah mg CaCO3 dalam 1 liter.

5.4 Komposisi Berat

Page 6: Bab 5

Pada pengujian ini, digunakan beberapa merk rokok dan cerutu sebagai

sampel seperti cerutu Djanger dan Legong, serta rokok LA, Class mild,

Sampoerna dan 76. Adapun prosedur kerjanya diawali dengan mengukur berat

masing-masing sampel rokok atau cerutu (A gr) untuk mengetahui pengaruh berat

sampel terhadap mutu produk rokok atau cerutu. Setelah itu, pisahkan antara

dekblad, omblad, dan filler; dan timbang masing-masing komposisi tersebut (B

gr) untuk mengetahui pengaruh perbedaan berat komposisi masing-masing sampel

terhadap mutu produk rokok atau cerutu. Selanjutnya, hitung komposisi berat

masing-masing sampel dengan rumus berikut :

Komposisi berat= BA

x 100%

Penghitungan komposisi berat masing-masing sampel dilakukan untuk

mengetahui komposisi berat sampel dan pengaruhnya terhadap mutu produk

rokok atau cerutu.

Setiap sampel memiliki komponen penyusun yang berbeda-beda,

tergantung tipe dari rokok. Ada yang terdiri atas deablad, omblad, dan fillere. Ada

juga yang tidak memiliki omblad atau deablad. Untuk itu, tiap-tiap rokok

memiliki komposisi berat yang berbeda-beda. Dekblad / wrapper yaitu pembalut/

bagian luar dari krosok. Bagian lapis kedua yaitu terdiri dari krosok yang disebut

binder / pembungkus/ ombland. Dan bagian dalam yang terdiri dari rajangan

krosok yang disebut pengisi / filler / vulzel.

Sampel yang diamati pada pengujian ini adalah Class mild, 76,

Sampoerna, Legong, LA, dan Djanger. Dari keenam sampel, hanya jenis Legong

dan Janger yang yang memiliki omblad. Pada pengamatan produk tembakau, yaitu

Class mild, 76, Sampoerna, Legong, LA, dan Djanger dapat diketahui bahwa pada

semua jenis cerutu dan rokok, komposisi yang paling besar adalah bagian

pengisinya (filler). Komposisi berat dekblad yang paling besar adalah pada LA

dan Legong dengan besar 6,36% dan 5,15%. Sedangkan untuk filler komposisi

terbesar terdapat pada Djanger dan Sampoerna masing-masing 115,5% dan

Page 7: Bab 5

94,91%. Kemudian untuk omblad Djanger memilki komposisi lebih besar

daripada Legong yakni sebesar 6,67%.

5.5 Kadar Nikotin

Pada pengujian ini, digunakan beberapa merk rokok dan cerutu sebagai sampel

seperti cerutu Djanger dan Legong, serta rokok LA, Class mild, Sampoerna dan

76. Adapun prosedur kerjanya diawali dengan mengambil 1 gram tembakau halus

yang kemudian ditambahkan 1 ml NaOH ke dalam erlenmeyer 100 ml untuk

membuat suasana larutan menjadi basa dan mempercepat reaksi. Setelah itu, aduk

hingga rata dan ditambahkan 20 ml petroleum eter yang berfungsi untuk

melarutkan kandungan nikotin dalam bentuk minyak pada sampel. Selanjutnya,

digojok hingga rata sambil menekan tutupnya untuk

mencampurkan/menghomogenkan larutan dan diamkan selama 2 jam hingga

bagian atasnya jernih untuk mengoptimalkan proses pemisahan dari kandungan

nikotinnya. Kemudian, disaring dengan kertas saring untuk memisahkan filtrat

dari residu, lalu ambil filtratnya sebanyak 10 ml ke dalam erlenmeyer. Setelah itu,

diuapkan diatas penangas selama 2 menit untuk menguapkan kandungan airnya

serta mempercepat pengereaksikannya. Selanjutnya, dilakukan penambahan 20 ml

aquadest untuk mengencerkan sampel agar mudah dianalisa dan 5 tetes metil

merah sebagai indikator telah terjadinya perubahan warna saat titrasi atau agar

timbul warna kontras yang menandakan adanya nikotin dalam larutan tersebut.

Yang terakhir, dititrasi menggunakan larutan HCl 0,01N sampai titik ekuivalen

yang ditandai dengan berubahnya warna menjadi merah muda karena adanya HCl

berlebih yang menyebabkan suasana asam. Lalu, catat volume zat yang diperlukan

untuk titrasi dan hitung kadar nikotin dengan rumus berikut :

Kadar Nikotin = ml titrasi x 1,6223

Menurut Setiadji (2003), nikotin adalah senyawa alkaloid terpenting dalam

tembakau. Tinggi rendahnya nikotin dalam tembakau menentukan seberapa besar

Page 8: Bab 5

efek fisiologis yang ditimbulkannya. Pada dasarnya dikenal dua macam pengaruh

fisiologis nikotin (kuat fisiologis) yaitu ringan (mild) dan kuat (strong).

Kuatnya fisiologis lebih ditekankan pada pengaruh nikotin secara

fisiologi sebagai stimulan dan bukan rasa yang menimbulkan batuk atau rasa

iritasi pada mulut. Kadar niktoin rata-rata dalam cerutu adalah sebesar 1,5%,

sedangkan dalam sigaret putih adalah rasa ringan (mild) kadar nikotinnya

diharapkan kurang dari 1% (Setiadji, 2003).

Pada pengamatan produk tembakau, dapat diketahui bahwa pada semua

jenis cerutu dan rokok, komposisi yang paling besar adalah bagian pengisinya

(filler). Rokok serta kretek tidak memiliki daun dekblad. Hanya cerutu yang

bagian luarnya dilapisi oleh dekblad. Organoleptik terhadap rasa, menunjukkan

rasa yang paling baik adalah pada Djanger diikuti oleh LA, Class mild, Legong,

Sampoerna dan 76. Rasa ini dipengaruhi oleh kandungan alkaloid.

Jumlah nikotin yang paling besar diantara semua jenis rokok dan cerutu

yang diamati, didapatkan pada cerutu Legong dengan kadar nikotin 7,30 mg,

diikuti pada rokok 76, cerutu Djanger, rokok Sampoerna, rokok Class mild, dan

yang terkecil pada Rokok LA. Kuat fisiologi menerapkan istilah kriteria salah satu

penilaian dari tembakau sehubungan dengan kandungan penyusun yang akan

mempengaruhi fisiologi pemakai. Dari hasil analisa diketahui bahwa kadar nikotin

terbesar adalah pada cerutu Legong, sehingga ia mampu memberikan efek

fisiologis terbesar. Semakin tinggi kadar nikotinnya maka rasa yang dihasilkan

akan semakain khas dan enak. Namun dalam kenyataannya, dari uji organoleptik

cerutu Djanger-lah yang lebih disukai, hal ini dikarenakan selera masing-masing

pengkonsumsi yang bersifat relatif. Sehingga parameter rasa ini tidak dapat

dijadikan parameter untuk menentukan mutu dari cerutu dan rokok.

Dengan membandingkan hal ini dengan nilai hasil praktikum, maka

diketahui bahwa data menyimpang karena seharusnya kadar nikotin tertinggi

terletak pada cerutu Djanger yang memiliki berat awal paling besar. Dengan

melihat hal tersebut, seharusnya memerlukan jumlah zat titran (HCl) lebih

Page 9: Bab 5

banyak. Penyimpangan ini mungkin disebabkan oleh ketidaktelitian dalam

melakukan titrasi atau mungkin juga dipengaruhi oleh keausan dari bahan-bahan

kimia yang digunakan dalam rangkaian proses analisa.

Kadar nikotin ini ditentukan berdasarkan hasil titrasi dengan larutan HCl.

Nikotin dalam rokok atau cerutu dilarutakn dalam petoleum eter, nikotin yang

terlarut kemudian dititrasi dengan HCl 0,01N. Semakin tinggi kualitas rokok atau

cerutu maka semakin tinggi pula kandungan nikotinnya. Semakin tinggi kadar

nikotinnya maka rasa yang dihasilkan akan semakain khas dan enak.

5.6 Sifat Higroskopis

Perlakuan selanjutnya dilakukan untuk menentukan sifat higroskopis

tembakau yang diukur melalui perbedaan kadar air yang terdapat pada masing –

masing tembakau yang sudah diberi perlakuan khusus. Pada pengujian ini,

prosedur kerjanya diawali dengan menyimpan daun tembakau dengan perlakuan

khusus seperti penyimpanan di tempat terbuka, di dalam kertas koran, dan di

kardus selama 48 jam. Setelah itu timbang botol kosong (A gram), yang kemudian

masukkan 1 gram krosok ke dalam botol tersebut (B gram) untuk memudahkan

proses analisa. Selanjutnya, botol tersebut dioven selama 24 jam dengan suhu

100oC untuk mengeringkan botol dari air serta menghilangkan kandungan air atau

komponen lainnya yang melekat. Setelah itu dieksikator selama 15 menit, dimana

eksikator berfungsi untuk menstabilkan sampel agar beratnya tetap konstan dan

mencegah terjadinya penyerapan air kembali. Kemudian, timbang berat botol

tersebut (C gram) sebanyak 3 kali untuk mendapatkan hasil yang akurat.

Selanjutnya, hitung kadar air masing-masing sampel dengan rumus sebagai

berikut :

Kadar Air = b−cb−a x100%

Sifat higroskopis tergantung pada jenis dan tingkat mutu tembakau.

Tembakau yang terlalu higroskopis peka terhadap gejala minyak. Sifat

Page 10: Bab 5

higroskopis mempunyai hubungan dengan kadar nitrat di dalam tangkai daun.

Kandungan air yang baik diperkirakan berkisar 10-12%.

Pada hasil perhitungan didapatkan nilai setiap perlakuan penyimpanan

menunjukkan >12% yang berarti daun tembakau dalam keadaan basah. Tembakau

yang terlalu higroskopis akan menyebabkan tembaku menjadi lebih peka terhadap

gejala minyak.

Namun perlakuan simpan di tempat terbuka menunjukkan nilai

higroskopis paling kecil yakni memiliki kadar air sekitar 19,21. Dari hasil tersebut

sudah jelas bahwa pada perlakuan penyimpanan pada tempat yang terbuka

tembakau lebih mudah menyerap air dari lingkungan sekitar sehingga memiliki

kadar air yang rendah. Sedangkan perlakuan simpan dalam kertas koran

menunjukkan nilai higroskopis lebih baik daripada perlakuan simpan dalam kertas

kardus yakni memilki kadar air sekitar 19,62. Hal ini menunukkan bahwa

penyimpanan dalam kertas Koran lebih baik daripada dalam kardus karena kertas

koran memilki daya serap air lebih baik daripada kardus.