bab 4 kegagalan ratifikasi dca indonesia - singapura

35
BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA Ratifikasi suatu kovensi atau perjanjian Internasional lainnya hanya dilakukan oleh Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan. Pasal 14 Kovensi Wina 1980 mengatur tentang kapan ratifikasi memerlukan persetujuan agar dapat mengikat. Kewenangan untuk menerima atau menolak ratifikasi melekat pada kedaulatan negara. Hukum Internasional tidak mewajibkan suatu negara untuk meratifikasi. Suatu perjanjian. Namun bila suatu negara telah meratifikasi Perjanjian Internasional maka negara tersebut akan terikat oleh Perjanjian Internasional tersebut, Sebagai konsekuensi negara yang telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut akan terikat dan tunduk pada perjanjian internasional yang telah ditanda tangani, selama materi atau subtansi dalam perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan nasional, kecuali dalam perjanjian bilateral, diperlukan ratifikasi. Dalam sistem Hukum Nasional kita, ratifikasi Perjanjian Internasional diatur dalam Undang-Undang No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Sebagai negara merdeka yang berdaulat Indonesia telah aktif berperan dalam pergaulan hubungan Internasional dan mengadakan perjanjian-perjanjian Internasional dengan negara-negara lain, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral. Berdasarkan pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, telah diterbitkan surat Presiden nomor : 2826/Hk tentang Pengesahan Perjanjian Internasional yang berisi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Pertama, bila Perjanjian Internasional tersebut mengatur perjajian tentang masalah–masalah yang terkait dengan politik dan kebijaksanaan Negara Republik Indonesia, diratifikasi dengan undang–undang, Kedua, dalam hal Perjanjian Internasional tersebut mengatur tentang masalah-masalah yang bersifat teknis dan segera, diratifikasi dengan keputusan Presiden. Pada tahun 2000 surat Presiden nomor: 65 Universitas Indonesia

Upload: others

Post on 08-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

BAB 4KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

Ratifikasi suatu kovensi atau perjanjian Internasional lainnya hanya

dilakukan oleh Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan. Pasal 14 Kovensi Wina

1980 mengatur tentang kapan ratifikasi memerlukan persetujuan agar dapat

mengikat. Kewenangan untuk menerima atau menolak ratifikasi melekat pada

kedaulatan negara. Hukum Internasional tidak mewajibkan suatu negara untuk

meratifikasi. Suatu perjanjian. Namun bila suatu negara telah meratifikasi

Perjanjian Internasional maka negara tersebut akan terikat oleh Perjanjian

Internasional tersebut, Sebagai konsekuensi negara yang telah meratifikasi

perjanjian internasional tersebut akan terikat dan tunduk pada perjanjian

internasional yang telah ditanda tangani, selama materi atau subtansi dalam

perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan nasional,

kecuali dalam perjanjian bilateral, diperlukan ratifikasi.

Dalam sistem Hukum Nasional kita, ratifikasi Perjanjian Internasional

diatur dalam Undang-Undang No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

Sebagai negara merdeka yang berdaulat Indonesia telah aktif berperan dalam

pergaulan hubungan Internasional dan mengadakan perjanjian-perjanjian

Internasional dengan negara-negara lain, baik yang bersifat bilateral maupun

multilateral.

Berdasarkan pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, telah

diterbitkan surat Presiden nomor : 2826/Hk tentang Pengesahan Perjanjian

Internasional yang berisi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Pertama, bila

Perjanjian Internasional tersebut mengatur perjajian tentang masalah–masalah

yang terkait dengan politik dan kebijaksanaan Negara Republik Indonesia,

diratifikasi dengan undang–undang, Kedua, dalam hal Perjanjian Internasional

tersebut mengatur tentang masalah-masalah yang bersifat teknis dan segera,

diratifikasi dengan keputusan Presiden. Pada tahun 2000 surat Presiden nomor:

65 Universitas Indonesia

Page 2: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

2826 tersebut dihapus dengan juga adanya Undang-undang nomor: 24/2000

tentang Perjanjian Internasional yang juga memuat ketentuan-ketentuan

sebagaimana telah diatur dalam Surat Presiden nomor: 2826.

4.1. Fungsi DPR Terhadap Perjanjian Pertahanan

Dalam sistem perundang-undangan UUD 1945 dalam Bab III Kekuasaan

Pemerintahan Negara pasal 11, ayat (1) Presiden dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian

dengan negara lain, (2) Presiden dalam membuat Perjanjian Internasional

lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan

rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara, dan/atau

mengharuskan perubahan dan pembentukan undang-undang harus dengan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, (3) ketentuan lebih lanjut tentang

perjanjian internasional diatur dengan undang-undang. Dalam undang-undang no.

3 Tahun 2003 tentang Undang-undang Pertahanan Negara Bab IV Pengawasan

pada pasal 24 ayat (1) Dewan Perwakilan Rakyat melakukan pengawasan

terhadap pelaksanaan kebijakan umum pertahanan negara yang salah satu

kebijakan tersebut membuat perjanjian pertahanan dengan negara lain. Dalam

pembuatan perjanjian pertahanan dengan negara lain harus seijin dan diratifikasi

oleh DPR RI, bila belum ada ijin maka perjanjian tersebut belum bisa

dilaksanakan.

Selain itu, kerangka kerja demokratik dalam penyelenggaraan pertahanan

negara mensyaratkan keterlibatan DPR sebagai representasi kedaulatan rakyat.

Konsultasi parlementer akan sangat berguna untuk mengidentifikasi keragaman

visi politik yang ada sehingga dapat menciptakan iklim dan perdebatan yang lebih

positif ketika naskah perjanjian diajukan untuk disetujui. Sebagai tambahan, DPR

juga dapat menjembatani pandangan yang berkembang di masyarakat yang

[mungkin] tidak sepenuhnya disadari oleh eksekutif.

Penyelenggaraan pertahanan negara merupakan salah satu fungsi negara

yang paling hakiki, sehingga diperlukan checks and balances untuk mengimbangi

Universitas Indonesia

66

Page 3: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

kekuasaan eksekutif serta merupakan wujud power sharing pada level negara.

Sesuai dengan amanat UUD 1945 tersebut, DPR memiliki fungsi

legislasi, pengawasan dan anggaran. Fungsi legislasi yang dilakukan DPR-RI

merupakan bagian dari pembangunan hukum nasional khususnya pembangunan

materi hukum. Sehingga pemahaman terhadap fungsi legislasi tidak hanya

terbatas pada aspek teknis dan prosedural termasuk prioritas berapa undang-

undang yang harus dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, tetapi lebih dari itu

pelaksanaan fungsi legislasi ini juga harus memiliki kekuatan formal atau

legitimasi formal yang secara substansial rakyat harus tunduk dan taat pada aturan

yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Secara substantif, undang-undang merupakan perwujudan dari tugas

negara untuk tidak saja menciptakan keadilan tetapi juga mengatur secara jelas

tata kehidupan di dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada fungsi

pengawasan, DPR-RI melakukan melalui rapat kerja, rapat dengar pendapat dan

rapat dengar pendapat umum. Banyak permasalahan yang berkembang. Dalam

pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR-RI telah banyak menjalankan perannya

secara kritis menyoroti berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

Wujud pelaksanaan fungsi pengawasan dimaksudkan untuk mencegah

dan menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan

kekuasaan yang dilakukan pemerintah, sehingga pemerintah dapat lebih terawasi.

DPR berkepentingan untuk menjaga agar segala kebijakan Pemerintah khususnya

yang berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak dan kebijakankebijakan

strategis lainnya tidak diputuskan secara sepihak, harus lebih mengedepankan

konsultasi dengan Dewan dengan memperhatikan kepentingan rakyat. Dari sisi

pemerintah, adanya pengawasan yang efektif dari DPR akan bermakna positif

untuk meningkatkan kinerja birokrasi pemerintahan itu sendiri, yaitu dalam

konteks memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat yang hingga saat ini

masih menjadi harapan publik.

Pada dasarnya kerjasama pertahanan merupakan alternatif dari kerjasama

pertahanan sebagai bagian dari diplomasi pertahanan. Prinsip-prinsip umum

Universitas Indonesia

67

Page 4: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

mengenai kerjasama pertahanan harus diperhitungkan oleh pejabat-pejabat yang

terlibat didalam komitmen kerjasama pertahanan kedua negara. Di dalam rumus-

rumus hukum diplomatik juga harus mencermati jika ada kepentingan-

kepentingan yang ada di belakangnya, seperti tekanan ekonomi dan tekanan

politik.

Kerjasama pertahanan tidak mengubah kebijakan politik RI dengan

negara lain, dan kerjasama ini dapat menopang upaya pemerintah dalam

mengembangkan sains dan teknologi, khususnya di bidang industri pertahanan.

Selain itu, Pemerintah harus berpegang teguh pada prinsip persamaan terhadap

keuntungan bersama, penghormatan terhadap kedaulatan masing-masing negara

dan dapat bermanfaat bagi peningkatan kapasitas dan kemampuan pertahanan

Indonesia secara komprehensif.

Dalam bidang pertahanan, beberapa prinsip sistem pertahanan telah

disebutkan dalam UUD 1945, sebagai perundang-undangan tertinggi. Misalnya,

dalam Preambule UUD 1945 dinyatakan bahwa, “Pemerintah Negara Indonesia

harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.

Dengan kata lain, Indonesia sebagai negara berdaulat sekaligus bermartabat,

pemerintah harus berusaha semaksimal mungkin mengerahkan tenaga dan upaya

untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.

Dalam Preambule UUD 1945 juga disebutkan bahwa implementasi

bidang pertahanan Indonesia adalah untuk memenuhi kepentingan nasional.

Kepentingan nasional tersebut adalah melindungi kedaulatan negara, menjaga

keutuhan wilayah NKRI, melindungi keselamatan dan kehormatan bangsa, dan

ikut serta secara aktif dalam usaha-usaha perdamaian dunia.

Dalam konteks tersebut, dalam buku putih pertahanan, dinyatakan bahwa

harus ada keterkaitan erat antara eksemplar kepentingan nasional serta

kepentingan strategis pertahanan Indonesia. Hal itu tentu saja berkait dengan

pemenuhan kepentingan strategis dalam taraf implementasinya yang tentu saja

berpijak pada identifikasi serta perumusan area pertahanan dan tantangan serta

ancaman pertahanan di satu sisi dan pemenuhan kepentingan nasional pada sisi

Universitas Indonesia

68

Page 5: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

yang lain.

Adapun kepentingan strategis pertahanan Indonesia adalah terwujudnya

penyelenggaraan pertahanan yang mampu menjamin upaya pemenuhan

kepentingan nasional. Oleh karena itu, pertahanan negara memiliki peran dan

fungsi untuk mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia dari setiap ancaman

dan gangguan, baik dari luar negeri maupun yang timbul di dalam negeri. Masih

menurut buku putih pertahanan, berdasarkan perkiraan ancaman serta kepentingan

nasional Indonesia, maka kepentingan strategis pertahanan negara ke depan

meliputi: kepentingan strategis yang bersifat tetap, kepentingan strategis yang

bersifat mendesak, dan kerjasama internasional di bidang pertahanan.

Kepentingan strategis yang bersifat tetap adalah penyelenggaraan usaha

pertahanan negara untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara dan

keutuhan wilayah NKRI, serta keselamatan dan kehormatan bangsa dari setiap

ancaman, baik yang berasal dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Dalam

melaksanakan kepentingan pertahanan yang bersifat tetap, bangsa Indonesia

senantiasa berpegang prinsip sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta

pada kemerdekaan dan kedaulatannya. Sedangkan dalam menjamin kepentingan

pertahanan yang bersifat tetap, Penyelenggaraan pertahanan dilaksanakan dengan

sistem kesemestaan, melibatkan seluruh rakyat dan sumber daya, serta sarana dan

prasarana nasional sebagai satu-kesatuan pertahanan.

Kepentingan strategis yang bersifat mendesak pada dasarnya tidak bisa

dipisahkan dari kepentingan strategis pertahanan yang bersifat tetap. Kepentingan

strategis pertahanan yang bersifat mendesak ini lebih diarahkan untuk mengatasi

isu keamanan aktual, yaitu tindakan yang dapat mengganggu kedaulatan dan

keutuhan NKRI, serta gangguan terhadap keselamatan dan kehormatan bangsa.

Kerjasama internasional di bidang pertahanan diperlukan sebagai alat diplomasi

pertahanan. Dengan kata lain, kerjasama internasional bidang pertahanan

merupakan salah satu langkah visioner untuk modernisasi pertahanan dalam

kancah diplomasi serta training-training bersama secara militer.

Visi strategis pertahanan Indonesia sudah selayaknya diapresiasi dan

Universitas Indonesia

69

Page 6: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

disikapi oleh segenap anak bangsa, agar implementasi kebijakan pertahanan

Indonesia benar-benar dihayati sebagai maknanya dalam Preambule UUD 1945

dan buku putih pertahanan. Dalam konteks inilah, terutama dalam bingkai

kemandirian bangsa, bidang pertahanan dan keamanan Indonesia terlihat masih

berada dalam posisi sebagai objek. Misalnya, dalam kasus DCA dengan

Singapura.

Dalam kasus kerjasama pertahanan dengan Singapura, ada statement

pejabat tinggi negara yang menyatakan: “Singapura punya duit, kita punya

ruang”. Nampak terlihat, bahwa demi kerjasama internasional bidang pertahanan,

yang lebih kecil manfaatnya dibandingkan keuntungan nasional yang akan kita

peroleh, kita rela mengorbankan harkat dan martabat Indonesia serta kedaulatan

wilayah NKRI untuk dijadikan tempat latihan perang oleh Singapura, bahkan

dibolehkan mengundang pihak ketiga hanya dengan minta ijin kepada Indonesia.

Kerjasama pertahanan pada hakikatnya adalah usaha suatu negara untuk

mengatasi strategic gaps ketika defence capacity yang dimilikinya dibenturkan

dengan actual and/or potential threats. Selain tetap menjadikan diplomacy as the

first line of defence, bagi negara dengan kekuatan pertahanan yang terbatas dan

proses rancang bangun postur pertahanan yang masih jauh dari tuntas, kerjasama

pertahanan adalah sebuah pendekatan logis tanpa harus menciderai kaidah agung

politik luar negeri bebas aktif.

Ada dua catatan penting yang harus diingat dalam konteks DCA

Singapura dan Indonesia. Pertama, pada tahap pengambilan keputusan, konstitusi

menjamin hak DPR untuk menyetujui atau menolak DCA. Hal ini harus

dipandang sebagai kewajaran yang harus dijalani dalam melakukan perjanjian

negara lain. Perjanjian SALT II pada akhir 1970-an antara Uni Soviet dan

Amerika Serikat batal karena tidak diratifikasi Kongres AS. European Defence

Community pada tahun 1954 juga batal karena ditolak Parlemen Perancis dan

Inggris. (Edy Prasetyono: Kompas, 23 Juli 2007). Kedua, untuk menghindari

berbagai kemungkinan buruk di kemudian hari, penggunaan wilayah Indonesia

sebagai area ”tradisional” latihan militer SAF selama puluhan tahun harus didasari

Universitas Indonesia

70

Page 7: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

oleh regulasi yang diakui secara internasional. Regulasi tersebut harus secara jelas

dan tegas menyatakan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dengan

demikian, ada jaminan tidak akan ada wilayah yang akan hilang dari peta

kedaulatan Indonesia.18

4.2 Tanggapan DPR RI Terhadap DCA

Perjanjian pertahanan Indonesia dan Singapura yang ditandatangani di

Bali akhir Februari 2007 lalu terancam gagal dilaksanakan setelah sejumlah fraksi

di Komisi I DPR menolak meratifikasi. Sejumlah anggota DPR asal Fraksi PAN,

PPP, PKB, dan PDIP, secara terpisah menyuarakan penolakan atas perjanjian

pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) itu.

Fraksi PAN, menyatakan, fraksinya menolak meratifikasi perjanjian itu

karena banyak bolongnya dan merugikan Indonesia. FPKB, juga sependapat

dengan usulan fraksi lain agar perjanjian pertahanan itu tidak diratifikasi. Fraksi

PDIP, mengatakan, perjanjian pertahanan itu harus dibatalkan karena merugikan

kedaulatan negara. Penolakan juga disampaikan FPPP, sementara Fraksi PD dan

FPG masih mempelajari kerjasama pertahanan tersebut.

DCA itu menyerupai pakta pertahanan dan adanya semacam pangkalan

militer Singapura di Indonesia. DCA itu bisa menjadi titik masuk bagi

pelanggaran terhadap UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara, yang melarang

Indonesia ikut serta dalam sebuah pakta pertahanan dengan negara manapun.

Perjanjian itu, berpeluang menggadaikan kedaulatan negara, serta bertentangan

dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif karena menjalin kerjasama

yang mengarah ke pakta pertahanan permanen selama 25 tahun.

Kerjasama Pertahanan RI dan Singapura bukan sebuah pakta pertahanan

karena Indonesia tidak menganut pakta pertahanan. Kerjasama yang

ditandatangani pada 27 April 2007 tersebut masih dalam tahap sinkronisasi. Hal

18 Kasim, Yandry Kurniawan, http://kajianhi.wordpress.com/2008/01/15/masih-tentang-debat-dca/ ditulis pada Januari 15, 2008

Universitas Indonesia

71

Page 8: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen Pertahanan

(Dephan) RI Letnan Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin usai membuka Integrasi

Mahasiswa Dewasa (SIMADA) III-2007 UPN Veteran se-Jawa di Surabaya,

Selasa (22/5). "Negara kita tidak menganut pakta, tapi kerjasama yang bermanfaat

bagi kedua pihak," kata Letjen Sjafrie.

Saat ini, masih menurut Sekjen Dephan, kesepakatan kerjasama

pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) dengan Singapura yang

ditandatangani pada 27 April 2007 itu saat ini masih dalam tahap sinkronisasi

antara RI-Singapura. "…Setelah sinkronisasi itu, kami akan membawa masalah

itu ke DPR untuk dikaji bersama secara lebih mendalam. Rencananya, kami akan

melaporkan DCA ke DPR pada 28 Mei mendatang…" ungkap Sjafrie.

Kerjasama militer kedua negara tetangga ini, menurut Sjafrie tidak selaku

bersifat militer dan tak mengganggu kedaulatan negara meski ada proses tawar-

menawar dalam setiap perjanjian. "Kerjasama bukan cuma latihan militer, tapi

kami akan lebih banyak melakukan sharing informasi tentang pertahanan dengan

Singapura mulai dari training, education, transfer technology, dan sebagainya,"

kata Sekjen Dephan itu lebih jauh.19

Rapat kerja antara Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Komisi I

DPR berlangsung ''panas". Hampir seluruh anggota dewan mengkritik habis isi

perjanjian pertahanan (DCA) RI dan Singapura yang ditandatangani di Bali

beberapa waktu lalu. Beberapa anggota komisi I menilai perjanjian itu

membahayakan kedaulatan negara. Pimpinan rapat yang juga ketua Komisi I

DPR, Theo L. Sambuaga, sampai berkali-kali meminta anggotanya

mempersingkat komentar. Rata-rata setiap anggota dewan berbicara 15 menit.

"...Jangan berpanjang lebar, langsung saja pada pokok persoalan..." kata Theo.20

"Konsep DCA itu sendiri, hingga kini belum dipaparkan oleh pemerintah

19 Cegah "Kebobolan", DPR Minta Dilibatkan Tags: SuaraKarya http://www.PolitikIndonesia.com 2007-09-17 16:10:35 wib, Senin, 20 Agustus 200720 Sudarsono, Juwono, “Juwono: RI Tak Perlu Takut Pada Singapura” Melayu Online, http://www.melayuonline.com/juwono-ri-tak-perlu-takut-pada-singapura.html, Selasa, 29 Mei 2007

Universitas Indonesia

72

Page 9: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

kepada DPR, baik oleh Departemen Pertahanan (Dephan) dan Mabes TNI," kata

anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan, Effendi Simbolon ketika

dihubungi di Jakarta, Kamis (30/03).21 Ia mengatakan, DCA tidak bisa sama sekali

dijadikan posisi tawar bagi Indonesia atau Singapura mengenai ekstradisi, karena

masing-masing merupakan dua hal berbeda. Apalagi, tambah Effendi, DCA

khususnya yang berkaitan dengan Military Training Area (MTA) menyangkut

aset-aset negara yang tidak bisa diserahkan begitu saja, bagi kepentingan negara

lain meski dalam kerangka kesepakatan kerja sama.

"Untuk itu, pemerintah harus memaparkan terlebih dulu konsep DCA

yang akan dilaksanakan bersama Singapura kepada parlemen, tentang segi positif

dan negatifnya," katanya, menegaskan. Sebelum konsep kerja sama itu jelas,

terutama bagi kepentingan nasional Indonesia, maka pemerintah sebaiknya

menunda terlebih dulu pembahasan mengenai DCA, kata Efffendi

menambahkan.22

Menurut Anggota Komisi I DPR RI Hilman Rosyad Syihab munculnya

berbagai spekulasi mengenai DCA- ekstradisi ini dikarenakan belum jelasnya

muatan perjanjian. Kecurigaan yang berlebihan terhadap perjanjian itu juga dinilai

wajar karena dalam kurun waktu 30 tahun pembicaraan mengenai ekstradisi

begitu alot. "…Tetapi tiba-tiba disahkan dalam waktu yang begitu cepat dengan

turut disahkannya pula DCA…" kata Hilman.23

Beberapa kalangan juga menilai poin-poin perjanjian ekstradisi tidak

realistis untuk diaplikasikan. Penyebab utamanya adalah perbedaan sistem hukum

antara Singapura dan Indonesia. Belum lagi pendapat yang menyatakan bahwa

perjanjian ekstradisi akan melanggar prinsip hukum Indonesia itu sendiri dengan

adanya ketentuan untuk mengadili kembali pelaku kejahatan yang diekstradisi

21 Komisi I Desak Pemerintah Tunda DCA dengan Singapura, < http://www.kapanlagi.com/h/old/0000109595.html>, tanggal 7 Juli 200722 Ibid.

23 Kecurigaan Terhadap Perjanjian Ekstradisi Wajar ,< http://www.pks.or.id/ Kecurigaan Terhadap Perjanjian

Ekstradisi Wajar>, Selasa, 22/05/2007 14:26:19 | 2.782 hit

Universitas Indonesia

73

Page 10: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

meski sudah ada ketetapan hukum sebelumnya (melanggar prinsip ne bis in

idem).

Menurut Hajrianto Tohari, sampai sekarang ini pemerintah telah

memutuskan untuk mengeyampingkan pembicaraan mengenai perjanjian DCA

dan perjanjian ekstradisi, oleh karena itu maka posisi Indonesia mengenai

terhadap perjanjian tersebut sekarang bersama-sama dengan Singapura sepakat

untuk menunda terlebih dahulu. Kita di DPR kemarin menegaskan bahwa suasana

ketidak pastian seperti ini sebaiknya diakhiri. Untuk DCA saya rasa tegas sekali

jadi DPR itu menolak perjanjian DCA di bidang pertahanan jika tidak dilakukan

perubahan beberapa artikel dalam perjanjian pertahanan tersebut.

Tetapi untuk perjanjian ekstradisi jalan terus. Karena perjanjian ekstradisi

itu cukup menguntungkan kedua negara. Kalau kemudian perjanjian DCA itu

diperbaiki ada beberapa koreksi di dalamnya. Termasuk di dalamnya penyelesaian

mengenai implementation arrangement (perjanjian implementasi) maka itu bisa

saja dilakukan spesifikasi secara bersamaan dalam satu kesatuan.

Wakil Ketua Komisi I DPR Hajriyanto Y Thohari mengatakan, DPR

tidak akan mempertaruhkan kedaulatan dengan membiarkan negara lain

mengacakacak wilayah NKRI. Menurut dia, perjanjian yang telah dibuat lebih

banyak merugikan daripada keuntungan yang didapatkan. “...Ini pelajaran bagi

pemerintah dan Menhan (Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono) agar tidak

gegabah membuat perjanjian secara sepihak tanpa melakukan komunikasi terlebih

dahulu dengan DPR...”kata Hajriyanto saat dihubungi SINDO pukul 09.30

WIB,tadi pagi.24

Lebih lanjut, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar,

Hajriyanto Y Thohari, di Jakarta, berpendapat tindakan semena-mena parlemen

Singapura meratifikasi "Defence Cooperation Agreement" (DCA) atau perjanjian

kerja sama pertahanan RI-Singapura secara sepihak, berarti negara pulau itu telah

membatalkan perjanjian tersebut. "Iya, secara faktual demikian (perjanjian DCA

24 DPR Tetap Tolak Ratifikasi DCA, < http://buletinbisnis.wordpress.com/2007/08/21/>, Agustus 21, 2007

Universitas Indonesia

74

Page 11: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

RI-Singapura batal). Dan ini sungguh menyedihkan. Karena, Pemerintah RI

sesungguhnya masih juga menunggu jawaban Singapura atas ajakan RI untuk

membahas kembali `arrangement Agreement` atas `Defence Cooperation

Agreement` (DCA). Ternyata mereka telah melakukan tindakan sepihak itu,"

katanya kepada ANTARA News.25

Anggota Fraksi Golkar itu tidak mempermasalahkan tuduhan Singapura

yang menyatakan kebuntuan perjanjian ini disebabkan konflik di internal

pemerintah dan DPR. Dia berasumsi, akan lebih baik anggapan itu muncul

daripada Indonesia harus menanggung risiko yang lebih besar di masa mendatang.

Hajriyanto menyebutkan, ada beberapa klausul yang dinilai sangat berpotensi

mengancam kedaulatan NKRI.

Yusron Ihza Mahendra mengecam sikap Singapura yang keras kepala

terkait perjanjian kerja sama pertahanan. Sikap Singapura yang tak mau diatur di

daerah bravo dalam DCA adalah tindakan yang patut disesalkan. Sebagai

peminjam, seharusya negara tersebut bersedia bicara baik-baik dengan Indonesia

dan bukan melakukan penekanan. Yusron mendesak Singapura tidak arogan

dengan menjadikan DCA sebagai alat tawar-menawar dengan perjanjian ekstradisi

yang bertahun- tahun mereka ulur.”...Apalagi menggertak masalah ratifikasi

tentang perjanjian ekstradisi itu...” tandasnya.26

"Kami meminta agar pemerintah bisa menekan Singapura untuk mau

membahas ulang perjanjian pertahanan dengan Singapura," kata anggota Komisi I

dari PKS, Untung Wahono, dalam Raker Komisi I DPR dengan Menteri

Pertahanan Juwono Sudarsono di Jakarta, Senin(17/9).

Wahono mengatakan perjanjian kerjasama pertahanan dengan Singapura

banyak memberikan efek negatif bagi Indonesia, seperti kemungkinan

penggunaan area latihan sebagai sarana infiltrasi, pengintaian.27

25 http://www.antara.co.id/arc/2007/9/19/anggota-dpr-singapura-secara-faktual-telah- membatalkan-dca , 19-09-2007, diunduh 25 September 200926 http://buletinbisnis.wordpress.com. Op.cit27 http://www. PolitikIndonesia.com , Op.cit,

Universitas Indonesia

75

Page 12: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

Karena itu, tambahnya, pemerintah perlu untuk membahas ulang seluruh

kerja sama pertahanan dengan Singapura sebelum dilaksanakan. pembahasan

ulang tersebut menyangkut batang tubuh dari kerjasama. Jadi tidak sekedar aturan

pelaksanana (implementing arrangement atau IA, red) khususnya untuk area

latihan, katanya.

Anggota Komisi 1 Mutamimul Ula dari PKS meminta perjanjian DCA

dibatalkan demi kepentingan Nasional sebab sebenarnya ada kepentingan USA

untuk mengontrol DCA.28

Suara senada juga diungkapkan anggota Komisi I dari PDI-P, Andreas

Pareira. lebih baik hal itu dirundingkan kembali," katanya. Pariera juga meminta

pemerintah untuk lebih tegas terhadap isi perjanjian itu, mengingat saat ini

pemerintah Singapura sudah mempersiapkan perjanjian itu untuk diratifikasi di

Parlemen. Indonesia harus berani untuk meminta penjelasan ulang kepada

Singapura tentang rencana ratifikasi terhadap kerja sama pertahanan itu,

mengingat sampai saat ini masih ada beberapa poin yang belum disepakati oleh

kedua belah pihak, terutama menyangkut area latihan,katanya. 29

Mantan Ketua MPR M. Amien Rais menyatakan, dengan menyetujui

DCA itu berarti pemerintah telah memfasilitasi tentara asing untuk menginjak-

nginjak kedaulatan negara. Karena itu fraksi-fraksi DPR harus menolak perjanjian

kerjasama pertahanan tersebut. Menurutnya, sesungguhnya Singapura sudah lama

ingin menguasai politik Indonesia melalui berbagai sisi sejak tahun 1980-an.

Dalam setiap manuver politik luar negerinya, mereka selalu mengandalkan modal,

teknologi, sumber daya manusia, dan pasar internasional. Sedangkan Indonesia

dibebankan untuk menyiapkan lahan, sumber daya alam, buruh murah dan lain-

lain.30

Fraksi PPP DPR mendesak pemerintah Indonesia untuk tidak mengemis 28 Deplu Didesak Batalkan DCA, < http://www.suaramerdeka.com/harian/0706/26/nas02.htm>, 26 Juni 200729 http://www.berpolitik.com, Op.cit,30 Ardiansyah, Mengkritisi DCA RI-Singapura, www.corpusalienum.multiply.com/journal/item/544/Mengkritisi_DCA_RI-Singapura_Ardiansyah_Riau_Pos_Juli_2007

Universitas Indonesia

76

Page 13: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

kepada Singapura tentang Perjanjian Kerjasama Pertahanan (DCA) yang

mengesankan seakan-akan Indonesia sangat memerlukan kesepakatan tersebut.

"...Sudahlah batalkan saja DCA yang mengusik kedaulatan NKRI..."kata ketua

Fraksi PPP di DPR, Lukman Hakmin Saefudin, di Jakarta, Rabu. Menurut dia,

kalau Singapura tetap tidak menghendaki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia

(karena DCA gagal disepakati), biarlah dunia internasional yang menilai

komitmen negara singa itu dalam memberantas korupsi. Ia juga menyatakan

pemerintah tidak perlu malu membatalkan DCA dengan Singapura kalau

perjanjian itu merugikan kepentingan Indonesia. "…Jangan terkesan kita

mengemis-ngemis…" katanya.31

Permadi berpendapat bahwa selama ini DPR selalu diabaikan oleh

pemerintah dalam setiap perundingan dengan pihak asing atau negara lain.

Padahal, kata Permadi, UUD 1945 sudah mengamanatkan agar dalam setiap

perundingan pemerintah harus selalu bekerja sama dengan DPR. Karena itu,

menurut Permadi, kalau kedaulatan negara adalah segala-galanya, Presiden harus

segera menarik draf DCA dan merevisinya dengan melibatkan DPR dalam tahap

perundingan. "…Singapura diuntungkan dengan draf DCA sekarang ini. Karena

itu, mereka tidak mau kompromi lagi. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah

bersedia menarik draf itu dan merevisinya bersama-sama DPR. Jangan sampai

Presiden dituding menggadaikan kedaulatan negeri kita kepada Singapura…" kata

Permadi.32

Deddy Djamluddin Malik menambahkan, pemerintah perlu berkonsultasi

dengan DPR mengenai keputusan atau kebijakan luar negeri guna menghindari

konflik akibat ketidaksesuaian pendapat antara kedua belah pihak sebagaimana

terjadi dalam kasus DCA RI-Singapura. "…Pemerintah selalu berjalan sendiri

mengambil keputusan-keputusan kebijakan luar negeri tanpa berkonsultasi dahulu

dengan DPR…" katanya. Menurut Deddy, jika keputusan atau kebijakan luar

negeri tidak menimbulkan kontroversi, tentu DPR tidak akan bereaksi. Namun

31 Pemerintah Jangan Mengemis Pada Singapura Soal DCA,

http://www.antara.co.id/view/?i=1184730968&c=NAS&s, Rabu, 18 Juli 200732 http://www.berpolitik.com, Op.cit,

Universitas Indonesia

77

Page 14: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

dalam kasus DCA dan Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura, pengambilan

keputusan tanpa berkonsultasi dengan DPR ternyata justru merugikan RI sehingga

DPR pun bereaksi. Karena itu, kata Deddy, untuk menghindari konflik serupa di

masa mendatang mengenai ketidaksesuaian pendapat antara DPR dan pemerintah,

kerja sama perlu lebih ditingkatkan.33

Jeffrey Massie menambahkan, DCA lebih menguntungkan Singapura

sehingga pemerintah beralasan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap

substansi masalah dalam perjanjian tersebut. Dia mengkritik pemerintah yang

lebih melihat keuntungan materi ketimbang kepentingan geopolitik secara

nasional dan internasional. Jeffrey mengingatkan, pernyataan Presiden dalam

pidato kenegaraan di depan sidang pleno DPR, Kamis lalu, yang menyebutkan

bahwa saran dan kritik DPR soal DCA akan diperhatikan, harus benar-benar

direalisasikan. "…Jangan sampai publik menuding itu hanya basa-basi dan demi

pencitraan. Yang kami mau bukan itu. Rakyat dan parlemen ingin lihat, apa dalam

pidato itu disebut atau tidak penolakan atas DCA yang menguntungkan asing

itu…" ujarnya.34

“Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) juga menolak untuk meratifikasi

perjanjian pertahanan itu karena banyak bolongnya dan amat merugikan

kepentingan Republik Indonesia,” kata anggota Fraksi PAN di Komisi I DPR RI

Joko Susilo di Jakarta, Selasa (12/06).35

Pernyataan senada juga datang dari anggota Fraksi Partai Kebangkitan

Bangsa (PKB), Effendi Choirie. Ia mengatakan pihaknya setuju dengan usulan

fraksi lainnya untuk tidak meratifikasi perjanjian pertahanan RI-Singapura

tersebut. “...Itu tindakan bagus. Kami tidak setuju meratifikasinya...” kata Effendi

Choirrie.36

33 http://www.berpolitik.com, Op.cit,.34 Ibid.35 Penolakan Ratifikasi Kerja Sama Pertahanan RI-Singapura Meluas, http://beritasore.com/2007/06/13/penolakan-ratifikasi-kerja-sama-pertahanan-ri-singapura-meluas, Rabu, 13 Juni 200736 http://www.beritasore.com, Op.cit,

Universitas Indonesia

78

Page 15: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

Anggota Fraksi Partai Demokrat di Komisi I DPR Boy W Saul, meminta

Departemen Pertahanan dan Mabes TNI untuk membahas lebih mendalam

rumusan penerapan Persetujuan Kerja sama Pertahanan (Defence Cooperation

Agreement/DCA) Indonesia dan Singapura dengan mempertimbangkan banyak

aspek, termasuk meminta pendapat DPR dan para pakar. “...Karena perjanjian

pertahanan itu telah ditandatangani, tentunya tidak bisa serta merta dibatalkan

karena akan merusak kredibilitas pemerintah dalam melakukan perjanjian antar

negara...” katanya.

Menurut dia, pendapat Menhan Juwono Sudarsono, — yang mengatakan

Indonesia menolak keinginan Singapura yang hendak merumuskan sendiri

penerapan DCA itu — sebenarnya membingungkan bagi kalangan Dewan, karena

hal- hal seperti itu seharusnya sudah diantisipasi sejak DCA masih dalam tahap

proses penyusunan. Meski demikian, ia mengharapkan Menhan untuk tetap teguh

pada pendiriannya bahwa perumusan pelaksanaan DCA harus ditentukan bersama

oleh kedua negara.

Ia juga mengakui di kalangan fraksi DPR telah berkembang upaya

penolakan atas DCA. “...Bagi Fraksi PD DPR, yang perlu diperhatikan

pemerintah adalah implementasi pelaksanaan DCA itu harus disusun secara

matang dan komprehensif...” katanya.37

Sementara itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi I DPR RI

Suparlan mengatakan bahwa pihaknya masih mempelajari isi perjanjian tersebut

dengan seksama. “...Dari pemerintah belum disampaikan secara mendetil ke DPR

RI, makanya saya juga belum perlu memberi tanggapan terbuka...” katanya.38

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar,

Yuddy Chrisnandi mengungkapkan, kedatangan para purnawiran yang tak bisa

diragukan lagi pengamalan serta wawasan kebangsaannya itu, benar-benar patut

diperhitungkan. "…Mereka begitu vokal menolak DCA itu dan minta parlemen

membatalkan perjanjian itu dengan tidak meratifikasinya menjadi Undang

37 Ibid. 38 Ibid.

Universitas Indonesia

79

Page 16: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

Undang…"39

Sedangkan, Abdillah Toha mengatakan secara resmi pemerintah memang

belum menyampaikan draf DCA ke DPR. Tapi, DPR sudah mengetahui isinya.

"…memang ada sedikit untungnya bagi Indonesia. Tapi kerugiannya jauh lebih

besar dan berat…" katanya.40

Hal yang sama juga disampaikan oleh Suparlan, anggota Komisi 1,

mengatakan bahwa isi perjanjian DCA menghianati konstitusi dan menginjak

kedaulatan NKRI karena DCA memfasilitasi kekuatan militer asing dalam

kedualatan NKRI untuk melakukan latihan militer.41

Pengamat ekonomi, Faisal Basri menyatakan, DCA RI-Singapura secara

kasat mata memperlihatkan pemerintah telah mengambil langkah menyesatkan,

yakni memperdagangkan kedaulatan negara. "Pernyataan Menhan bahwa kita

butuh uang, Singapura butuh tempat berarti telah menjual kedaulatan negara ini,"

tandasnya.42

Sementara itu, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah memutuskan

menolak kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Singapura. Terkait hal itu,

DPD telah mengirim surat ke Presiden, Ketua DPR, dan menteri-menteri terkait

mengenai sikap resmi lembaga tersebut. Kepada DPR, DPD meminta tidak

meratifikasi perjanjian ekstradisi tersebut sehubungan dengan penyediaan

sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebagai medan latihan perang,

serta keseluruhan permasalahan lain yang justru merugikan kedaulatan bangsa dan

negara. DPD juga meminta pemerintah segera merevisi isi perjanjian ekstradisi

dengan melibatkan unsur pemerintahan daerah. Hal itu disampaikan Ketua Panitia

Ad Hoc (PAH) I DPD, Sudharto, saat membacakan kajian mengenai kerja sama

pertahanan Indonesia-Singapura, pada sidang paripurna yang dipimpin Ketua

39 http://www.kapanlagi.com/h/0000180157_print.html40 Kerja SamaPertahanan RI-SingapuraKedaulatan Negara dan UUD 1945 Dikhianati, http://www.suarapembaruan.com/News/2007/06/16/Nasional/nas01.htm, 41 Massie, Jeffrey,: Sikap Para Jenderal Senior Perkuat Penolakan Komisi I Atas DCA, www.kapanlagi.com/h/0000180157_print.html42 Menanti Akhir Cerita Tentang DCA, http://web.pab-indonesia.com/content/view/24699/71,

Universitas Indonesia

80

Page 17: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

DPD, Ginandjar Kartasasmita di Jakarta, Kamis (14 Juni).43

Letjen (Purn) Yogie Supardi menegaskan DCA itu mencederai sekaligus

mengkhianati UUD 1945. Padahal Indonesia tidak butuh DCA, karena secanggih

dan sekuat apa pun Singapura, negara kecil itu tidak akan menjadi ancaman bagi

Indonesia. "...DCA ini lebih konyol, lebih berat, dan dengan terang-terangan,

pemerintah mau memfasilitasi tentara asing di bumi Indonesia dan ini adalah

pelanggaran integritas dan kedaulatan negara. Padahal kedaulatan dan integritas

negara itu mutlak…" ujar Yogie.44

Sikap para jenderal senior yang datang ke komisi 1 untuk memberi

perlawanan terhadap Defence Cooperation Agreement RI-Singapura merupakan

langkah strategis demi semakin memperkuat parlemen menolak meratifikasi kerja

sama perjanjian itu. "…Para senior itu sangat paham, bahwa Defence Cooperation

Agreement (DCA, Perjanjian Kerja sama Pertahanan) RI-Singapura itu amat

merugikan kepentingan nasional dan melanggar kedaulatan NKRI, makanya harus

ditolak…" katanya. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sejumlah jenderal

senior, seperti mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Wijoyo Suyono,

Kiki Syahnarki, Dadang Suprayogi dkk, mendatangi Komisi I DPR RI, diterima

langsung oleh Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Theo L

Sambuaga45

Analisis bekas Atase Militer RI di Amerika, Mayjen TNI (Purn) Benny

Mandalika, yang disampaikan saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR,

Kamis 28 Juni 2007, Pemerintah dan DPR diminta berhati-hati terhadap

perjanjian kerja sama pertahanan militer atau Defence Cooperation Agreement

(DCA) RI-Singapura. Sebab, perjanjian itu boleh jadi merupakan pesanan

Amerika Serikat, yang memang sudah lama ingin mendirikan pangkalan militer di

Indonesia.

43 Kerja SamaPertahanan RI-SingapuraKedaulatan Negara dan UUD 1945 Dikhianati http://www.suarapembaruan.com/News/2007/06/16/Nasional/nas01.htm, 44 Ibid. 45 http://www.kapanlagi.com. Op.cit

Universitas Indonesia

81

Page 18: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

Benny, Atase Militer RI di Amerika pada 1983-1987 dan 1999-1995,

mengaku sejak dulu sering didekati pejabat militer Amerika karena negara itu

ingin menggunakan salah satu pulau di Kepulauan Riau sebagai pangkalan

militer. Tetapi, TNI selalu menolak dengan alasan Indonesia bersikap bebas-aktif

dalam berpolitik. Permintaan Amerika itu ada kemiripan dengan permintaan

Singapura dalam DCA yang juga menginginkan wilayah Riau sebagai tempat

latihan militer Singapura. Dugaan ini makin kuat, karena Singapura merupakan

bagian dari negara sekutu Amerika.

Karena ditolak Indonesia, maka Amerika mengalihkan perhatiannya ke

Singapura dengan mendirikan salah satu depo logistik militernya di sana. Amerika

berusaha mencari steping stone (batu loncatan) di Singapura untuk masuk ke

Indonesia. DCA sudah menyimpang dari kerjasama pertahanan yang dilakukan

RI-Singapura beberapa tahun sebelumnya. Karena DCA memungkinkan tentara

asing mengakses wilayah Indonesia untuk latihan mandiri dan bersama negara

lain.

Ada hal elementer yang kontradiktif pada DCA. Kerjasama pertahanan

RI-Singapura yang bersifat bilateral, namun dengan adanya pasal 3C DCA yang

menyatakan Singapura bisa berlatih dan melaksanakan latihan dengan negara lain

di Indonesia, sifatnya bukan lagi bilateral, melainkan multilateral. 46

DCA antara Indonesia dengan Singapura itu memiliki kecenderungan

melanggar Pembukaan UUD 1945, juga melanggar Undang-Undang Pertahanan

Negara Nomor 3 tahun 2002. Dikatakan, DCA juga telah melanggar UU

Pemerintahan Daerah No 32 tahun 2004, dan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup

No 23 tahun 1997.47

Tiga provinsi yang berbatasan langsung dengan Singapura, yaitu Riau,

Kepulauan Riau dan Sumatera Selatan menolak daerahnya dijadikan arena latihan

perang Singapura. Alasannya sama, yaitu akan merugikan masyarakat dan daerah,

46 Fraksi-PKS Online: Ada Apa dengan DCA, < http://fpks-dpr.or.id/main.php?op=isi&id=3321&kunci=5 >, Kamis, 05/07/2007 17:32:59 | 4519 hit47 http://www.kompas.com 01 juli 2007

Universitas Indonesia

82

Page 19: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

terutama tiga daerah latihan itu, yaitu Siabu, Kampar Riau, Natuna Kepri dan

Baturaja Sumsel.48

Gambar 4.1. Peta Latihan Bersama Militer RI-Singapura

Ketua DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) SUMSEL, Bato Nazar

mengatakan dalam rapat paripurna memutuskan menolak pelaksanaan DCA dan

mendesak DPR RI untuk tidak meratifikasi DCA karena DCA tidak

menguntungkan bagi Indonesia dan rakyat kami terganggu, yang dikatakannya

dalam dengar pendapat antara DPRD OKU dengan Komisi I DPR RI.49

Juwono menjelaskan, dalam perundingan-perundingan awal tentang

DCA, pemerintah saat itu sepakat dengan prinsip Singapura akan mendapatkan

daerah latihan yang ditentukan bersama. “…Dengan syarat Singapura harus

sepakat tentang ekstradition treaty…’’ katanya. Pemerintah sebenarnya sudah

48 http:// www.riaupos.com 01 juli 200749 <www.detik.com 17 Juli 2007 jam 12.24>

Universitas Indonesia

83

Page 20: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

mengantisipasi kalaupun disetujui, belum tentu ET akan mulus dalam

pelaksanaannya. Sebab, Singapura hidup dari pengelolaan uang panas dari Afrika,

Amerika Latin, Hong Kong, Cina dan Indonesia. Ada lebih dari 18 ribu orang

Indonesia yang menyimpan aset senilai lebih dari 87 miliar dolar Singapura di

Singapura. Uang itu sebagian besar milik warga Tionghoa, sebagian pejabat dan

pengusaha Indonesia ditaruh di Singapura. ‘’Saya tidak bilang semuanya ilegal,

tapi yang kita minta adalah buron dan uang atau aset yang dilarikan sejak tahun

1997 itu. Singapura harus mengakui menampung uang panas itu. Itu yang mereka

sampai sekarang belum mau sepakat,’’ katanya.50

Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Pol Drs Sisno

Adiwinoto mengatakan kerjasama penanganan kejahatan keuangan dan ekonomi

dengan Singapura tidak berjalan lancar karena kepolisian Singapura kurang

kooperatif untuk mengungkap kejahatan dalam bidang tersebut. Walaupun akrab

dengan polisi Singapura, kalau sudah terkait dengan kejahatan ekonomi, biasanya

mereka agak kurang kooperatif, kata Sisno Adiwinoto, di Jakarta, Jumat 27 April

2007 pekan lalu. Pihak POLRI menunggu hasil kesepahaman antara pemerintah

Indonesia dan Singapura yang tertuang dalam perjanjian ekstradisi tersebut.

Ketentuan dalam perjanjian itu, katanya, akan sangat membantu tugas Polri,

terutama dalam penyidikan dan pengejaran pelaku tindak pidana yang melarikan

diri ke Singapura. 51

Mantan Kasad Tyasno Sudarto meminta agar DPR menolak ratifikasi

DCA karena berdampak menggadaikan kedaulatan Negara. “..saya bukannya

tidak mau Negara kita bekerjasama dengan Singapura, tapi kerjasama itu harus

saling menguntungkan dan tidak melanggar kedaulatan masing-masing Negara...”

Karena DPR adalah benteng terakhir untuk menolak DCA, maka dewan

hendaknya jernih mempelajari perjanjian tersebut. DCA bertentangan dengan

prinsip politik luar negeri RI yang bebas aktif, karena DCA menjurus kearah

Pakta Pertahanan dan Singapura mendapatkan kebebesan besar, termasuk

melakukan maneuver penembakan, melakukan latihan, atau melibatkan pihak

50 <http://www.menhankan.go.id 01 juli 2007>51 Indro Dwi Haryono, PERJANJIAN PERTAHANAN INDONESIA DENGAN SINGAPURA,

Universitas Indonesia

84

Page 21: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

ketiga dalam latihan militer.52

Ketua MPR HIdayat Nur Wahid mengatakan agar pemerintah tidak ragu-

ragu membatalkan kerjasama pertahanan jika merugikan, buat apa diteruskan

kalau perjanjian itu hanya akan merugikan rakyat kia, pemerintah harus berani

dan lebih baik dibatalkan.53

Ratusan mahasiswa dari Pemuda Bulan Bintang dan Hizbut Tahrir

Indonesia melakukan orasi dari Taman Makam Pahlawan ke kantor DPRD Riau

untuk menolah DCA Dikatakannya bahwa selama ini Singapura tidak mempunyai

tempat latihan dan menyewa tempat latihan dengan harga yang mahal, tetapi

sekarang mereka akan melaksanakan latihan secara gratis di Kepulauan Riau.54

4.3. Kegagalan Ratifikasi DCA Indonesia – Singapura

Ratifikasi merupakan proses adopsi perjanjian internasional, atau

konstitusi dokumen yang bersifat nasional lainnya (seperti amandemen terhadap

konstitusi) melalui persetujuan dari tiap entitas kecil di dalam bagiannya. Pada

pasal 2 Konvensi Wina 1969, ratifikasi didefinisikan sebagai tindakan

internasional dimana suatu negara menyatakan kesediaannya atau melahirkan

persetujuan untuk diikat oleh suatu perjanjian internasional. Karena itu ratifikasi

tidak berlaku surut, melainkan baru mengikat sejak penandatanganan ratifikasi.

Proses ratifikasi dibagi ke dalam dua tahap, yaitu:

1. Penawaran diantara negosiator, yang mendorong ke persetujuan sementara

disebut Level I.

2. Memisahkan diskusi masing-masing kelompok konstituen tentang apakah

akan meratifikasi suatu persetujuan disebut Level II.

Ratifikasi bisa mencakup prosedur voting formal pada Level II. Pelaku

52 Suara Karya tanggal 14 Juni 200753 Bisnis Indonesia tanggal 16 Juni 2007 jam 08.4954 Harian Riau tanggal 28 Juni 2007

Universitas Indonesia

85

Page 22: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

pada Level II bisa mewakili agensi birokratis, kepentingan kelompok, kelas-kelas

sosial atau bahkan ”opini publik”. Satu-satunya batasan formal pada proses

ratifikasi adalah bahwa persetujuan yang sama harus diratifikasi oleh kedua belah

pihak, persetujuan Level I awal tidak dapat diamandemenkan pada Level II tanpa

membuka kembali negosiasi Level I. Dengan kata lain, ratifikasi terakhir harus di

vote up atau down, suatu modifikasi ke persetujuan Level I sebagai suatu

penolakan, kecuali kalau modifikasi ini disetujui oleh semua pihak lain ke

persetujuan. Kemungkinan gagalnya ratifikasi menyatakan bahwa analisis teoritis

permainan itu seharusnya membedaan antara peninggalan voluntary dan

involuntary.

Prosedur ratifikasi dengan jelas mempengaruhi ukuran win-set. Misalnya,

jika dua per tiga suara diperlukan untuk ratifikasi, win-set hampir pasti lebih kecil

daripada jika hanya mayoritas sederhana yang dibutuhkan. Seperti yang telah

ditulis oleh pengamat berpengalaman: ”Di bawah konstitusi, tiga puluh empat dari

seratus senator dapat memblokir ratifikasi suatu perjanjian”. Karema kekuatan

veto yang efektif dari sebuah kelompok kecil, maka banyak persetujuan yang

berharga telah ditolak, dan banyak perjanjian tidak pernah dipertimbangkan untuk

ratifikasi.

Tidak semua praktik ratifikasi yang signifikan diformalisasikan. Disiplin

yang kuat di dalam partai yang berkuasa, misalnya akan meningkatkan win-set

dengan memperluas rentang persetujuan dimana negosiator Level I dapat

mengharapkan untuk menerima pengembalian. Semakin besar otonomi pembuat

keputusan pusat dari konstituen Level II, maka semakin besar win-set nya, dan

dengan demikian semakin besar mencapai persetujuan internasional.

Dari beberapa uraian pendapat tersebut diatas, ada beberapa alasan

mengapa DCA Indonesia-Singapura harus di batalkan/dihentikan:

1. Penyatupaketan Perjanjian Ekstradisi (Extradition Treaty) dengan DCA

tidak tepat. Ekstradisi dan DCA adalah dimensi yang berbeda. Penyatupaketan

membuat kesan kita telah menjual wilayah kita terhadap Singapura sebagai

Universitas Indonesia

86

Page 23: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

tempat latihan militernya untuk mendapatkan kesepakatan Estradisi guna

mengembalikan uang Indonesia yang telah dilarikan ke Singapura.

2. Penyerahan buronan dan harta kekayaannya dari Singapura ke Indonesia

sesuatu yang belun pasti. Keberadaan buronan dan harta kekayaannya

bukanlah benda yang tidak bergerak. Artinya, adanya Perjanjian Esktradisi RI-

Singapura membuat para buronan cepat berpikir dan segera melarikan diri ke

negara lain beserta seluruh aset yang dimilikinya. Tidak ada jaminan dari

Singapura bahwa para buronan dan harta kekayaannya tetap berada di

Singapura. Dengan demikian apa yang menjadi alasan Pemerintah

menyepakati DCA karena Singapura telah menyepakati Perjanjian Ekstradisi,

tentu hal ini sangat merugikan Indonesia. Bisa jadi kita hanya mengejar

pepesan kosong.

3. Pada Pasal 6 DCA diatur tentang peraturan pelaksanaan (Implementing

Arrangement) yang berbunyi :

"Untuk tujuan pelaksanaan Perjanjian ini, hal-hal operasional, administratif

dan teknis akan tunduk kepada peraturan pelaksanaan terpisah yang akan

disepakati oleh Para Pihak".

Dalam jawaban tertulis yang diberikan oleh Panglima TNI atas pertanyaan

Komisi I DPR RI, disampaikan bahwa TNI saat ini sudah menyusun peraturan

pelaksanaan dari kesepakatan tersebut untuk menjalin kedaulatan RI di daerah

latihan yang sudah disepakati. Tindak lanjut Implementing Arrangement itu

saat ini sedang dalam proses negosiasi dan pematangan agar tidak ada celah-

celah yang dirasa merugikan.

Di lain pihak, Singapura menyatakan tidak perlu Implementing Arrangement,

karena isi perjanjian Tampak Siring sudah komprehensif. Perbedaan tafsir

terhadap isi DCA ini tentu hal yang fatal dalam sebuah perjanjian Bilateral.

Bagaimana mungkin kita meratifikasi sebuah perjanjian yang masih

menimbulkan beda tafsir terhadap ketentuan yang ada di dalamnya. Perbedaan

Universitas Indonesia

87

Page 24: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

tafsir akan membuat semakin sulit perjanjian itu untuk dilaksanakan

4. Singapura berhak mengadakan latihan militer bersama Indonesia yang

disebut Daerah Alpha 1, Alpha 2, dan Bravo. Padahal di daerah tersebut

terdapat fasilitas pertahanan nasional yang penting. Dengan demikian daerah

yang dipilih Singapura adalah daerah yang sangat strategis untuk mengetahui

seberapa kuat sistem pertahanan nasional kita.

Anehnya DCA Indonesia-Singapura ini hanya boleh menggunakan wilayah

Indonesia. Sedangkan TNI tidak dimungkinkan melakukan latihan militer di

wilayah Singapura. Iming-iming yang diberikan Singapura terhadap

Indonesia dengan diberikan wilayah untuk latihan tersebut adalah pihak TNI

kita diperbolehkan memakai fasilitas militer Singapura guna meningkatkan

profesionalisme TNI. Jika ini yang dimaksudkan, tidak perlu perjanjian

kerjasama pertahanan yang detil dan terperinci, cukup dengan perjanjian

kerjasama pertahanan yang selama ini berlangsung dan bersifat temporer.

5. Singapura berhak melibatkan pihak ketiga dalam latihan militer di wilayah

Indonesia. Wewenang inilah yang paling menghilangkan kedaulatan bangsa

Indonesia. Selama ini kita mengetahui bahwa Singapura sangat tergantung

terhadap Amerika dan Israel dalam pasokan peralatan dan teknologi tempur.

6. Jangka waktu DCA RI-Singapura berlaku sampai 25 (dua puluh lima)

tahun. Dalam prakteknya hal ini belum pernah dilakukan oleh Indonesia.

Jangka waktu yang biasanya dilakukan dalam perjanjian bilateral adalah 5

(lima) tahun. Oleh karena itu kalaupun Indonesia ingin tetap menjalin DCA

dengan Singapura jangka waktunya hanya 5 (lima) tahun saja. Hal ini

bertujuan agar mudah dilakukan perubahan yang lebih menguntungkan bagi

Indonesia.55

4.4 Kelemahan Defence Cooperation Agreement bagi Indonesia55 http://fpks-dpr.or.id. Op.cit

Universitas Indonesia

88

Page 25: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

Ditandatanganinya perjanjian ekstradisi pada tanggal 27 April 2007 di

Istana Tampak Siring, Bali, merupakan babak baru untuk membuka hubungan

antara Indonesia Singapura setelah proses panjang penuh dinamika lebih dari 30

tahun. Sebelumnya Singapura hanya mengadakan perjanjian ekstradisi dengan

negara-negara persemakmuran Inggris dan berinteraksi dengan negara-negara

sekutu. Tidak hanya itu, Singapura juga hanya membina hubungan secara

simbolik dengan negara–negara tetangga, bukan secara substansial.

Perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura menjadi sebuah sinyal

positif yang diberikan Singapura kepada Indonesia. Namun, akan ada keuntungan

dan kerugian yang akan diperoleh oleh Indonesia dan Singapura melalui

perjanjian tersebut. Indonesia memperoleh keuntungan berupa pengembalian aset-

aset negara, penangkapan koruptor tanpa prosedur yang berbelit-belit serta

peningkatan ketrampilan personel TNI dalam menggunakan peralatan tempur

yang canggih milik Singapura, sedangkan keuntungan bagi Singapura adalah

dapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan di bidang militer. Kerugian bagi

Indonesia adalah Singapura mengetahui kelebihan dan kekurangan kondisi

geografi daerah latihan TNI. Melalui perjanjian Ekstradisi, DCA dan MTA,

Indonesia maupun Singapura dapat meningkatkan kerjasama dalam hal

pemberantasan korupsi dan pertahanan. Pelaksanaannya membutuhkan komitmen

dan keseriusan antara kedua negara agar dapat terealisasi dengan baik.

Kerugian bagi Indonesia yang nampak pada isi perjanjian Defence

Coopertaion Agreement (DCA) adalah pada uraian berikut:

Pada Pasal 3, Kerjasama Latihan yang merupakan kerjasama latihan sesuai artikel

2 (f) termasuk tetapi tidak terbatas pada, sebagai berikut:

a. Pembangunan daerah latihan bersama dan fasilitasnya di Indonesia untuk

penggunaan latihan bersama atau oleh satu pihak baik Angkatan Bersenjata

Indonesia dan Angkatan Bersenjata Singapura dan penetapan bantuan

pelatihan kepada TNI.

Indonesia masih mempunyai sejumlah persoalan batas wilayah, baik

Universitas Indonesia

89

Page 26: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

perbatasan darat maupun maritim yang hingga kini belum selesai. Berbagai

permasalahan tersebut berhubungan langsung dengan kedaulatan negara yang

harus ditangani secara serius oleh pemerintah, antara lain melalui

pendayagunaan fungsi pertahanan, baik fungsi pertahanan militer maupun

nirmiliter secara terintegrasi demi mencapai hasil yang maksimal. Dalam

menangani masalah perbatasan Indonesia akan tetap teguh mematuhi berbagai

Hukum Internasional yang berlaku, termasuk UNCLOS tahun 1982.

Persoalan batas wilayah dikhawatirkan beberapa pihak akan muncul dari

jumlah personel dan peralatan yang akan digunakan pada latihan bersama dan

fasilitasnya di Indonesia untuk latihan bersma atau oleh satu pihak dari

Angkatan Bersenjata Singapura.

Indonesia memiliki sejumlah objek vital nasional dan instalasi strategis yang

rawan terhadap aksi sabotase sehingga harus dilindungi. Aksi-aksi sabotase

tersebut didukung dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak lawan untuk merancang ancaman

sehingga memiliki intensitas yang lebih tinggi dan kompleks. Fungsi

pertahanan negara ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap objek-

objek vital nasional dan instalasi strategis dari setiap kemungkinan aksi

sabotase dengan mempertinggi kewaspadaan yang didukung oleh teknologi

yang mampu mendeteksi dan mencegah secara dini.

b. Mengijinkan kapal Angkatan Laut Singapura untuk melaksanakan manuver

laut dan latihan termasuk latihan menembak dengan peluru tajam.

Pelaksanaan manuver-manuver laut dan latihan menembak dengan peluru

tajam akan sangat menimbulkan efek negatif baik bagi daerah yang dijadikan

area latihan perang yaitu Pulau Kayu Ara. Hal ini juga telah melanggar UU

Pemerintahan Daerah No 32 tahun 2004, dan UU Pengelolaan Lingkungan

Hidup No 23 tahun 1997.

Universitas Indonesia

90

Page 27: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

4.5 Kelemahan Posisi Tawar Indonesia

Bargaining power adalah posisi tawar suatu negara dalam menjalin

hubungan kerjasama dengan negara lain yang didalamya terdapat tawar-menawar

antar ke dua negara yang memiliki kepentingan berbeda guna mencapai

kesepakatan. Bargaining power berkaitan erat dengan unsur-unsur kekuatan

negara. Suatu negara yang memiliki posisi tawar yang baik apabila negaranya

memiliki reputasi yang baik pula seperti keadaan geografis meliputi letak yang

strategis dan luas wilayah, sumber daya alam (SDA) yang melimpah meliputi

pangan dan mineral, kekuatan ekonomi yang stabil, kualitas diplomasi yang

mumpuni, good governance, kekuatan militer yang canggih serta sumber daya

manusia (SDM) yang berkualitas.

Diplomasi menurut The Chamber’s Twentieth Century Dictionary adalah

“…the art of negotiation, especially of treaties between states, political skill…

(seni berunding, khususnya tentang perjanjian diantara negara-negara, keahlian

politik). Diplomasi sangat erat kaitannya dengan hubungan antar negara melalui

negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin dalam berhubungan dengan

negara lain. Apabila cara damai gagal untuk mencapai tujuan yang diinginkan,

diplomasi mengijinkan penggunaan ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara

untuk mencapai tujuan-tujuan.

Apabila dikaitkan dengan bargaining power diplomasi Indonesia dalam

menjalin hubungan bilateral dengan Singapura, tentu saja Indonesia ketinggalan

jauh dari segi ekonomi, sumber daya manusia (SDM), pemerintah yang

berkualitas, diplomasi, militer hingga teknologi. Maka dalam hal ini tentu saja

Indonesia mengalami kekalahan telak. Singapura memiliki kekuatan negara yang

jauh melampaui Indonesia. Singapura mengalami keberhasilan dalam berbagai

macam bidang.

Dalam bidang diplomatik, Singapura membuktikan dengan kecakapan

kemampuannya melakukan hubungan diplomatik dengan 158 negara. Singapura

juga mampu menangani diplomasi multilateral dengan ASEAN, APEC, ARF

(Asean Regional Forum), ASEM (Asia-Europe Meeting). Dengan sumber daya

Universitas Indonesia

91

Page 28: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

manusia (SDM) Singapura yang terbatas semua kegiatan tersebut dikoordinasikan

melalui 37 misi diplomatik yang tersebar di seluruh dunia. Patut diketahui

dibandingkan dengan negara-negara pendiri ASEAN lainnya, misi diplomatik

yang dikembangkan oleh Singapura termasuk yang terkecil. Namun uniknya, misi

diplomatik yang tergolong kecil ini sangat aktif mengikuti kegiatan nasional dan

Internasional, dimanapun mereka ditempatkan.

Dalam bidang pertahanan dan militer, secara konsisten Singapura

mengikuti model pertahanan Israel. Dengan mempunyai 50.000 tentara

profesional, namun didukung juga oleh 250.000 penduduk terlatih dengan

mewajibkan penduduk yang berusia 18 tahun keatas diharuskan mengikuti wajib

militer antara 24-30 bulan. Singapura memiliki askses pelatihan militer di Afrika

Selatan, Amerika Serikat, Australia, Brunei, New Zealand, Perancis, Taiwan, dan

Thailand. Singapura juga memiliki teknologi militer yang canggih dan modern

serta kemampuan membuat senjata secara mandiri. Pada 1999, anggaran

pertahanan Singapura tiga kali lipat lebih besar daripada anggaran TNI.56

Dari segala macam unsur-unsur kekuatan negara, hampir semuanya

dimiliki oleh Singapura sehingga membuat negara Singapura menjadi negara yang

maju dalam segala bidang dan ini bertolak belakang dengan apa yang dimiliki

oleh Indonesia sehingga posisi tawar diplomasi Indonesia lemah dan seringkali

Indonesia yang dirugikan. Sebagai negara besar, memiliki wilayah yang luas,

SDA yang melimpah, Indonesia tidak mampu menorehkan keberhasilan dalam

bernegosiasi dalam kerjasama bilateral dengan Singapura yang notabene negara

kecil.

4.6 Ketakutan Indonesia terhadap Singapura

Hal utama yang membuat suatu negara ditakuti oleh negara lain adalah

kekuatan pertahanannya. Dan salah satu negara ASEAN yang memiliki kekuatan

pertahanan yang mampu disejajarkan dengan negara barat adalah Singapura.

56 Teuku Rezasyah, Politik Luar Negeri Indonesia Antara Idealisme dan Praktik (Bandung : Humaniora Praktik, 2008)

Universitas Indonesia

92

Page 29: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

Anggaran pertahanan Singapura dari persentase PDB sebesar 7,6 persen dimana

sangat jauh berbeda dengan anggaran pertahanan Indonesia yang hanya sebesar

0.8%. Hal ini dikarenakan perbedaan skala prioritas dari Indonesia yang ada pada

sector pendidikan dan pembangunan infrastruktur.

Secara nominal, anggaran pertahanan mengalami kenaikan. Namun, rasio

terhadap PDB sejak tahun 2006 terus mengalami penurunan, bahkan pada tahun

2008 berada pada rasio 0,79% terhadap PDB, seperti ditunjukkan pada Tabel di

bawah ini, kenaikan nilai nominal anggaran pertahanan terjadi pada anggaran

rutin, sementara kenaikan anggaran pembangunan dalam jumlah yang sangat kecil

sehingga kenaikan tersebut tidak memberikan efek signifikan terhadap

pembangunan kekuatan.

Dari alokasi anggaran pertahanan tersebut, sekitar 67% merupakan

anggaran rutin, sedangkan untuk pembangunan pertahanan hanya sekitar 33%.

Dari anggaran yang teralokasi untuk pembangunan pertahanan, sekitar 83%-nya

atau sekitar 16% dari total anggaran pertahanan berbentuk kredit ekspor yang

pengelolaannya sangat kompleks dan sering mengalami kesulitan untuk

mencairkannya.57

Dalam sarana pendukung alutsista, berdasarkan data Militery Balance

2008, ACV (armoured Combat Vehicle) yang dimiliki oleh Singapura dan

Indonesia dikategorikan tiga tipe yaitu AIFV (Armoured Infantry Fighting

Vehicle) kendaraan tempur yang dilengkapi senjata, APC (armoured Personel

Carrier) untuk pengangkutan personel dan Recce (Recconnaince) kendaraan

pengintai. Indonesia memliki AIFV 11 unit, APC 356 unit, dan Recce 142 unit,

sedangkan Singapura memiliki AIFV 272 unit, APC 1280 unit, dan Recce 22 unit.

Perbedaan kuantiti yang mencolok adalah unit AIFV dan APC dimana Singapura

tidak terlalu butuh kendaraan tempur pengintai tetapi sangat membutuhkan

kendaraan angkut personel dan meningkatkan mobilitas guna memenangkan

pertempuran.

Arteleri Singapura memiliki arteleri yang ditarik T (Towed) dan mortar 57 Departemen Pertahanan Republik Indonesia, 2008, Buku Putih Pertahanan Indonesia

Universitas Indonesia

93

Page 30: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

tetapi Indonesia hanya mempunyai arteleri jenis T dengan kuantiti lebih banyak

yaitu Arteleri Indonesia 2010 unit sedangkan Singapura 1971 karena alasan

wilayah Indonesia khususnya daratan yang lebih luas dibandingkan Singapura.

Untuk sarana pada Angkatan Laut, Singapura memiliki 4 kapal selam

dengan jenis Sjormen dari Swedia yang masing-masing dilengkapi dengan empat

buah tabung torpedo, sedangkan Indonesia hanya memiliki 2 kapal selam dengan

total hanya delapan tabung torpedo. Kapal perang Singapura mempunyai 6

Covette dan 3 Fregates sedang Indonesia mempunyai jenis Corvette 18 unit juga

Fregattes 11 unit. Alasan kepemilikan tersebut sudah jelas yaitu karena Indonesia

sebagai Negara kepulauan dan idealnya Indonesia harus mempunyai lebih banyak

lagi kapal perang karena territorial kedaulatan lautnya lebih luas.

Begitu juga dengan Angkatan Udara dimana pesawat tempur umumnya

dibagi menjadi dua jenias yaitu jenis Fighter (FGA, Fighter Ground Attack dan

FTR Fighter) yang dilengkapi dengan perlengkapan persenjataan dan bombers

membawa senjata atau bom dengan beban yang bervariasi. Sedang helikopter

terbagi dalam Armed Helicopter, Attack, Combat, Assault (sergap) dan

transportasi. Data Militery Balance 2008, TNI AU memiliki Fighter sebanyak 8

pesawat jenis F-5 E Tiger II dan 4 pesawat jenis 4F-5F Tiger II dan FGA Sukoi 2

pesawat jenis 30 MKI serta 2 unit su-27 SK, 7F-16A dan 3F-16B. RSAF

(Republic Of Singapura Air Force) mempunyai jenis FGA 51 pesawat F-16C, 28

pesawat F-5S Tiger II dan 9 pesawat F-5t Tiger II. Secara keseluruhan, Indonesia

hanya memiliki pesawat Combat dan helicopter 148 unit dan Singapura 172 unit.58

Huxley dalam tulisannya berjudul “Singapura’s Strategy Outlook and

Defence Policy”, menyatakan bahwa Singapura sebagai Negara kota harus

memiliki posisi tawar di Asia Tenggara terutama dengan Negara Indonesia dan

Malaysia, maka SAF (Singapura Armed Forces) harus kuat dan memiliki

kredibilitas di Asia Tenggara tidak terbatas untuk mendukung kepentingan politik

pemerintah Singapura, namun juga untuk menjaga keamanan regional.

Untuk menjelaskan seberapa jauh perbandingan peta kekuatan 58 Militery Balance, 2008 International Institute for Strategic Studies

Universitas Indonesia

94

Page 31: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

pertahanan Indonesia dan Singapura dari segi anggaran, kekuatan personel, dan

alutsistanya. Data ini diperoleh dari Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 dan

Military Balance 2008 yang diterbitkan oleh The International Institute for

Strategic Studies (IISS), London.

Tabel 4.1 Perimbangan Anggaran Pertahanan, PDB dan

Jumlah Penduduk (2008)

Dalam US Dolar

Jenis Indonesia Singapura Filipina Malaysia Thailand

Anggaran 2,6 M 10,05 M 0,9 M 3,08 M 2,2 M

PDB 346 M 132 M 118 M 143 M 207 M

% PDB 0,8 7,6 1,1 2,2 1,9

Jumlah Penduduk

(Juta)

231,820,879 4,492,790 89,468,677 24,385,136 64,631,502

Sumber: Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008

Tabel 4.2 Perimbangan Kekuatan Militer Asia Tenggara (2008)

Jumlah Tentara Aktif (dalam ribu)

Angkatan Indonesia Singapura Filipina Malaysia Thailand

Universitas Indonesia

95

Page 32: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

Darat 233 50 66 80 190

Laut 45 9 24 14 70,6

Udara 24 13,5 16 15 46

TOTAL 302 72,5 106 24,6 306,6

Sumber: Military Balance 2008

Tabel 4.3 Perimbangan Kekuatan Militer Asia Tenggara (2008)

Kendaraan Tempur yang dilengkapi Persenjataan

Jenis Indonesia Singapura Filipina Malaysia Thailand

Main Battle

Tank

0 196 0 0 333

Light Tank 350 350 65 26 515

Recee 142 22 0 418 32

AIFV’s

Armoured

Infantry

Fighting

Vehicle

11 272 85 111 0

APC’s

Armoured

Personnel

Carrier

356 1280 370 1020 950

Jumlah 859 2024 520 1575 1830

Sumber: Military Balance 2008

Universitas Indonesia

96

Page 33: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

Tabel 4.4 Perimbangan Kekuatan Militer Asia Tenggara (2008)

Kapabilitas Persenjataan Arteleri

Jenis Indonesia Singapura Filipina Malaysia Thailand

Tank 0 100 0 0 333

GAFV’s 366 372 125 26 793

APC’s 356 1280 370 1020 950

Towe Arty

Mortir

1060

875

265

112

242

40

414

232

553

1900Jumlah 2010 1971 777 1692 4529

Sumber: Militery Balance 2008

Tabel 4.5 Perimbangan Kekuatan Militer Asia Tenggara (2008)

Naval Combat Ships

Jenis Indonesia Singapura Filipina Malaysia Thailand

Submarine 2 4 0 0 0

Universitas Indonesia

97

Page 34: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

Frigate 11 3 1 3 10

Crovettes 18 6 0 8 9

Patrol and

Coastal

Comattan

41 29 62 14 87

Mini

Countermeasure

11 4 0 4 19

Logistic and

Support

28 2 12 9 15

Amphibious 26 4 7 1 16

Landing Craft 65 34 115 13

Jumlah 202 86 82 154 169

Sumber: Military Balance 2008

Table 4.6 Perimbangan Kekuatan Militer Asia Tenggara (2008)

Air Force

Jenis Indonesia Singapura Filipina Malaysia Thailand

Aircraft

Combat

94 108 30 68 165

Universitas Indonesia

98

Page 35: BAB 4 KEGAGALAN RATIFIKASI DCA INDONESIA - SINGAPURA

Helicopter 49 64 27 42 47

Jumlah 143 172 57 110 212

Sumber: Miliary Balance 2008

Universitas Indonesia

99