bab 4 kebijakan fiskal pada masa awal pemerintahan islam
TRANSCRIPT
BAB 4
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
KEBIJAKAN FISKALPADA AWAL PEMERINTAHAN ISLAM*
A. Latar Belakang: Kondisi Ekonomi Geografis Kota Madinah
1. Populasi
Jumlah populasi Madinah, baik muslim non muslim, pada masa
awal pemerintahan Islam tidak dapat diketahui secara pasti. Namun
demikian, perkiraan jumlah populasi ini dapat diperkirakan dengan
merujuk pada catatan-catatan sejarah tentang jumlah kaum
muslimin yang ikut dalam peperangan di masa itu.
Tabel 1. Jumlah Pasukan Kaum Muslimin pada Berbagai Peperangan di Masa Pemerintahan Rasulullah saw
NAMA PERANG WAKTUJUMLAH PASUKA
N
PERKIRAAN JUMLAH
KAUM MUSLIMINBadar 2 H 313 -Uhud 3 H 1.000 10.000Khandaq 5 H 2.000 -Banu Quraidzah 5 H 3.000 15.000Fathu Makkah 8 H 10.000 50.000Hunayn 8 H 12.000 60.000Tabuk 9 H 30.000 200.000
Dalam kasus perang Badar, jumlah kaum muslimin yang ikut
berperang tidak dapat dijadikan sebagai sebuah standar dalam
memperkirakan jumlah penduduk muslim secara keseluruhan di
kota Madinah mengingat banyaknya jumlah sahabat yang tidak ikut
berperang. Pada saat itu, Rasulullah saw menginstruksikan
beberapa orang sahabat untuk tidak ikut berperang.
Indikator pertama yang cukup tepat untuk memperkirakan
jumlah kaum muslimin di Madinah pada masa awal pemerintahan
Islam adalah jumlah pasukan muslim yang ikut berperang dalam
Perang Uhud. Hal ini mengingat bahwa perang tersebut merupakan
peringatan bagi kaum muslimin terhadap ancaman serangan kaum * Bab ini merupakan saduran dari tulisan Kadim as-Sadr, Fiscal Policies in Early
Islam, dalam Baqir al-Hasani dan Abbas Mirakhor (ed.), Essays on Iqtishad: Islamic Approach to Economic Problem, (Silver Spring: Nur Corporation, 1989), h. 115-167.
70
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
kafir Quraisy ke kota Madinah sebagai balas dendam mereka atas
kekalahan di Perang Badar, sekaligus ingin membunuh seluruh
kaum muslimin. Sejarah juga mencatat bahwa pada peristiwa ini,
kaum munafiq dengan berbagai macam alasan tidak mau ikut
bertempur.1
Jika jumlah golongan orang-orang munafiq dan kaum muslimin
lainnya yang tidak bisa ikut berperang dapat diperkirakan serta
dijumlahkan dengan kaum muslimin yang turut serta dalam
peperangan, maka jumlah laki-laki di kota Madinah yang dapat
berperang adalah sekitar 2000 orang. Jika diasumsikan anggota dari
setiap keluarga itu berjumlah 5 orang yang mencakup istri dan
anak-anaknya, maka jumlah penduduk muslim di kota Madinah
pada tahun 3 Hijriyah adalah hampir 10.000 orang.
Indikator terbaik dalam menentukan populasi penduduk kota
Madinah mungkin dapat diambil dari jumlah pasukan muslim yang
ikut bertempur dalam Perang Khandaq yang terjadi pada tahun 5
Hijriah. Pada tahun itu, seluruh musuh kaum muslimin bersatu dan
sebagian besar dari mereka menyerang kota Madinah untuk
membinasakan kaum muslimin. Untuk menghambat laju musuh,
kaum muslimin kemudian menggali khandaq (parit) di sekeliling
kota Madinah dan berlindung di dalamnya. Karena bahaya yang
melingkupi seluruh kota, kemungkinan besar seluruh kaum lelaki
ikut dalam pertempuran itu. Jumlah pasukan yang terlibat dalam
perang itu sekitar 3000 orang.2 Berdasarkan asumsi tersebut,
populasi kaum muslimin di Madinah pada masa itu berjumlah
sekitar 15.000 orang. Peningkatan jumlah penduduk Madinah
sebesar 50 persen dalam kurun waktu 2 tahun sejak perang Uhud
tersebut bukanlah hal yang mustahil terjadi, sebab perpindahan
penduduk dari kota Mekkah ke kota Madinah berlangsung pada
kurun waktu tersebut.
1 Muhammad ibn Umar al-Waqidi, al-Maghazi, (Tehran: University Publication Center, 1361 H), Vol. 1, h. 159.
2 Muhammad bin Jarir at-Thabari, al-Thabary’s History, (Tehran: Legendary Publications, 1362 H), Vol. 3, h. 1071.
71
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Dalam peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan Mekkah),
berdasarkan data pada tabel di atas, jumlah tentara kaum muslimin
sekitar 10.000 orang.3 Pada peristiwa berikutnya, yakni Perang
Hunain, sejumlah penduduk Mekkah turut berperang sehingga
jumlah pasukan muslimin mencapai 12.000 orang.4 Berdasarkan
data ini, jumlah kaum muslimin yang berada di kota Mekkah dan
Madinah dapat diperkirakan lebih dari 60.000 orang, dengan asumsi
tidak semua kaum muslimin laki-laki ikut dalam perang ini. Pada
Perang Tabuk yang terjadi pada tahun 9 Hijriyah, sedikitnya 30.000
orang kaum muslimin ikut dalam pertempuran dan kemungkinan
sepertiganya berhasil bertahan dalam perang itu. Jumlah lelaki
meningkat menjadi lebih dari 40.000 orang dan populasi kaum
muslimin di Jazirah Arab menjadi sekitar 200.000 orang.
Estimasi tersebut merupakan perhitungan yang masih perlu
ditelaah ulang. Hal ini terjadi karena pada awal-awal tahun Hijrah,
beberapa keluarga kaum Muhajirin tetap berada di Mekkah
sehingga populasi kaum muslimin di Madinah lebih sedikit daripada
yang diperkirakan di atas. Dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa
setelah beberapa tahun, tepatnya pada Perang Tabuk, jumlah
pasukan kaum muslimin tercatat sebanyak 70.000 orang.5
Berdasarkan perhitungan ini, jumlah populasi kaum muslimin
ternyata lebih besar daripada yang diperkirakan.
Ibnu Hajar Asqalani menyebutkan bahwa jumlah sahabat
Rasulullah saw mencapai lebih dari 100.000 orang. Dalam hal ini, ia
mendefinisikan istilah sahabat dengan laki-laki atau perempuan
yang mengakui Muhammad sebagai Rasulullah, berada dalam
bimbingannya meskipun hanya dalam waktu singkat dan meninggal
dunia dalam keadaan beriman (muslim). Berdasarkan pada
perhitungan tabel 1, jumlah populasi muslimin sebelum perebutan
3 Muhammad ibn Umar al-Waqidi, op. cit., Vol. 2, h. 629.4 Abdullah bin Yusuf Ibn Hisyam, Life of Muhammad, The Prophet of Islam,
(Tehran: The Islamic Bookstore, t.t.), Vol.2, h. 292.5 Mohammad Ibrahim Ayati, History of The Prophet of Islam, (University of
Tehran Publications, 1358 H), h. 586.
72
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
kota Mekkah sebanyak 50.000 orang, dan setelah Perang Hunain
sebanyak 60.000 orang. Dengan memperhatikan fakta bahwa
banyak suku Arab dan kerabatnya yang hidup di Hijaz setelah
perebutan kota Mekkah yang menjadi pengikut Rasulullah saw dan
fakta jauhnya jarak menyebabkan hanya kepala suku dan wakil-
wakil mereka yang menemui Rasulullah dan menerima ajarannya,6
dapat diasumsikan jumlah wanita, anak-anak dan para budak yang
masuk Islam namun belum pernah bertemu langsung dengan
Rasulullah adalah sebesar jumlah sahabat, sehingga total populasi
kaum muslimin mencapai 200.000 orang, seperti diperkirakan
dalam tabel 1.
Data yang diberikan pada tabel 1 sangat penting dalam
beberapa hal: pertama, data tersebut menunjukkan kenaikan
populasi kaum muslimin dan cepatnya proses konversi ke dalam
Islam; kedua, tabel tersebut menunjukkan keruntuhan orde jahiliyah
dan peningkatan stabilitas pemerintahan Islam. Pentingnya
kebijakan ekonomi, khususnya kebijakan fiskal yang dijalankan
dengan segera oleh Rasulullah untuk menstabilkan pemerintahan
Islam menjadi lebih dapat dimengerti jika dipahami besarnya
kenaikan populasi kaum muslimin. Dengan dukungan perkiraan
pendapatan per kapita dan tingkat pendapatan bebas pajak (hadd
nisab) yang diberikan di bagian-bagian selanjutnya, data pada tabel
1 dapat dijadikan standar untuk memperkirakan pendapatan
nasional dan daya beli kaum muslimin pada masa pemerintahan
Rasulullah saw.
2. Pekerjaan dan Kesempatan Kerja
Berdasarkan faktor kelembaban dan curah hujan yang memadai,
di antara kota-kota yang berada di wilayah Hijaz, hanya Madinah
dan Thaif yang memiliki tanah pertanian yang subur. Oleh karena
itu, salah satu mata pencaharian khusus penduduk Madinah adalah
agrikultura, hortikultura dan beternak. Di bagian lain dari Hijaz yang
berhawa panas dan bercurah hujan rendah, agrikultura dan
6 Ibid., h. 642-659.
73
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
hortikultura tidak dapat dilakukan. Namun, minimnya jumlah wadi
(mata air) yang tersebar serta terbatasnya padang rumput yang
tersedia membuat suku-suku lain di wilayah Hijaz hidup secara
nomaden.
Hasil pertanian utama di Madinah adalah kurma, anggur,
gandum, dan buah ara. Peternakan sapi, kambing, unta, domba,
dan kuda menjadi salah satu aktivitas ekonomi yang paling diminati
di daerah tersebut. Berkat tindakan dan kebijakan Rasulullah,
aktivitas pertanian meningkat dan jumlah industri serta kerajinan
tangan berkembang di Madinah. Dalam hal ini, aktivitas ekonomi
lainnya yang berlangsung pada masa pemerintahan Rasulullah
adalah industri tenun, jahitan, konstruksi bangunan, pandai besi,
kerajinan kulit, dan pengeksplorasian sumber air.7
Di samping berbagai aktivitas ekonomi tersebut, sektor
perdagangan juga menjadi salah satu sumber mata pencaharian
penduduk Madinah. Tidak seperti halnya kaum Quraisy dan
penduduk Mekkah, masyarakat Madinah merupakan bangsa Arab
yang berasal dari Yaman yang terletak di wilayah bagian selatan
Jazirah Arabia. Di Yaman, terdapat jalur perdagangan antara India di
satu sisi dan Syiria, Mesir, serta Romawi di sisi lain. Jalur ini dimulai
dari Oman melewati Hadramaut dan San’a, dan berlanjut melewati
Hijaz, atau bagian sebelah barat Jazirah Arab, dari Thaif, Mekkah,
dan Madinah ke Palmyra (di Syria), dan menuju Aylah (di Sinai)
untuk mengirim barang ke Mesir. Jalur perdagangan tersebut
berakhir di Tyre. Di sana, barang-barang dikapalkan ke Romawi.8
Setelah itu, karena keunikan kondisi geografis Hijaz yang
terbentang antara benua Asia, Eropa dan Afrika, para penduduk
Yaman memperoleh sejumlah keuntungan dalam perdagangan. Di
samping itu, dengan tanah yang subur dan kelembaban yang cukup
serta keberadaan bendungan Ma’rib, mereka juga dapat melakukan
7 Abdul Hay al-Kattani, Nizham al-Hukumah al-Nabawiyah, (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, t.t.), Vol.2, h. 103.
8 Muhammad bin Syah Murtada Fayd Kashani, Al-Mahahjjatul Baida, (Tehran: Sadduq Bookstore, 1340 H), h. 11-12.
74
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
usaha pertanian. Akan tetapi, setelah bendungan Ma’rib jebol dan
aktivitas kelautan di Laut Merah dan Selat Bab al-Mandib menjadi
lebih mudah, pertanian bangsa Yaman mengalami penurunan dan
keunggulan yang mereka milikipun menjadi hilang.9
Mulai saat itu, barang-barang yang berasal dari India ke Romawi
diangkut melalui kapal dengan biaya yang lebih mahal. Dengan
alasan ini, orang-orang Yaman mulai beremigrasi menuju daerah
pusat dan wilayah utara bagian Hijaz dan kemudian menetap di
Madinah. Di kota yang kemudian menjadi pusat pemerintahan Islam
di masa-masa awal ini, orang-orang Yaman tetap meneruskan serta
mengembangkan usaha mereka di bidang pertanian dan
perdagangan. Akan tetapi, perkembangan sektor perdagangan
tersebut tidak sepesat orang-orang Quraisy yang banyak
diuntungkan oleh keberadaan Ka’bah di Mekkah serta pelaksanaan
ibadah haji yang diselenggarakan setiap tahun.
Perdagangan orang-orang Quraisy sesungguhnya mulai tumbuh
pesat ketika Hasyim, kakek Rasulullah, menjadi pemimpin kaum
Quraisy. Ia membuat kesepakatan-kesepakatan perdagangan
dengan bangsa Ethiopia, Mesir, Syiria, dan Yaman. Dia juga
membuat perjanjian dengan kaum Badui untuk memberikan
jaminan keamanan dan perlindungan pada rombongan dagang
kaum Quraisy.10 Hal ini merupakan bukti bahwa setelah pengikut
Rasulullah hijrah ke Madinah, kegiatan-kegiatan perdagangan tetap
berlanjut di sana. Zaid bin Harits merupakan salah seorang yang
berdagang ke Syiria dengan menggunakan modal kepunyaan
penduduk Madinah.11 Dalam pada itu, konfrontasi Dumat al-Jandal
dimulai ketika gubernur daerah ini, seorang Kristian yang diangkat
oleh pemerintah Bizantium, menghalangi para musafir dan
pedagang dari Madinah serta menjadikannya sebagai sasaran
9 Ibid., h. 17-20.10 Mohammad Ibrahim Ayati, op. cit., h. 25.11 Ibid., h. 418.
75
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
pemerasan. Untuk memperbaiki hal tersebut, Rasulullah menyerang
Dumat al-Jandal.12
Dari ilustrasi di atas, terlihat bahwa aktivitas ekonomi kaum
muslimin yang paling utama di kota Madinah adalah pertanian,
hortikultura dan peternakan. Selain itu, beberapa di antara mereka
juga bergerak di bidang perdagangan, perniagaan dan kerajinan.
3. Pendapatan
Akibat kejahatan kaum Quraisy dan blokade ekonomi mereka
terhadap kaum muslimin, pendapatan per kapita kaum muslimin di
Mekkah sebelum hijrah ke Madinah sangat rendah. Selama tiga
tahun, kaum muslimin hidup teralienasi di Shib Abi Thalib karena
tindakan kaum Quarisy yang melarang segala bentuk perdagangan
dan hubungan ekonomi dengan kaum muslimin.13
Pada masa awal hijrah ke Madinah, tidak ada perubahan yang
berarti terhadap kesejahteraan mereka karena kaum Quraisy tidak
mempedulikan kepergian mereka dan tidak ada yang bisa
membawa harta mereka, bahkan banyak pula yang tidak bisa
membawa anggota keluarga mereka. Ketika pertama kali sampai di
Madinah, mereka beristirahat pada malam hari di sebuah tenda
yang dibangun di sebelah masjid.14
Berkat langkah-langkah yang diambil Rasulullah saw, atas nama
kaum Muhajirin dan seluruh kaum muslimin di Madinah dan Hijaz,
secara bertahap kesejahteraan kaum muslimin mengalami
perkembangan. Hanya dalam jangka waktu yang relatif cukup
singkat, kaum Muhajirin sudah memiliki tempat tinggal, pekerjaan
serta standar kehidupan yang baik. Peningkatan kesejahteraan ini
menyebabkan pembayaran zakat menjadi wajib hukumnya bagi
kaum muslimin, karena pendapatan per kapita mereka telah
12 Ibid., h. 348.13 Abdullah bin Yusuf Ibn Hisyam, op. cit., Vol. 1, h. 220.14 Ja’far Shahidi, An Analytical History of Islam, (Tehran: University Publishing
Center, 1362 H), h. 50.
76
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
melebihi pengeluaran yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga.
Seperti yang telah dikemukakan, aktivitas ekonomi yang utama
pada awal perkembangan Islam meliputi perdagangan, kerajinan
tangan, pertanian dan peternakan. Pendapatan dari dua kategori
pertama dapat dinilai dalam dinar dan dirham yang merupakan unit
moneter pada periode awal perkembangan Islam. Berdasarkan
batas minimum jumlah kekayaan yang wajib dikenakan zakat yang
dapat dinilai dengan dinar dan dirham, nisab bagi para pedagang
dan pengrajin pada masa itu dapat diketahui. Besarnya adalah 200
dirham atau 20 dinar per tahun. Gaji ‘Attab bin Asid telah ditunjuk
sebagai petugas Qadi oleh Nabi Muhammad saw adalah 360 dirham
per tahun. Riwayat yang lain mengatakan 40 ons atau 400 dirham.
Hal ini berdasarkan harga umum satu ons adalah sepuluh dirham.15
Nisab untuk para petani juga dapat ditentukan. Batas untuk
mengeluarkan zakat hasil pertanian yang berupa gandum, gerst
(sejenis gandum), kismis dan kurma adalah lima wasq atau sekitar
847 kilo pertahun. Apabila petani menanam sendiri, diasumsikan
bahwa nilai dari keempat hasil panen adalah sama. Namun jika
yang dimaksud “petani” adalah penggarap tanah atau pemilik
kebun, pendapatan dasarnya adalah setengah dari jumlah yang tadi
disebutkan.
Nisab peternak ditentukan dengan cara yang hampir sama
dengan di atas. Zakat untuk domba, sapi dan unta secara berurutan
adalan 40 domba, 30 sapi, dan 5 unta. Jika diasumsikan bahwa nilai
setiap unta adalah 10 domba dan nilai setiap ekor sapi adalah 5
domba, maka nisab bagi peternak adalah 240 domba per tahun. Jika
diasumsikan harga domba adalah 10 dirham, nisab bagi peternak
adalah sekitar 2.400 dirham. Dengan demikian, jika diasumsikan
para peternak hanya memelihara domba atau sapi atau unta, maka
nisab pendapatan tahunan peternak masing-masing adalah 400
dirham, 1.500 dirham dan 500 dirham. Jika ongkos produksi bagi
15 Mohammad Ibrahim Ayati, op. cit., h. 164.
77
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
ketiga kegiatan tersebut di padang rumput Hijaz turut
diperhitungkan, maka nisab peternak akan sama pada setiap kasus,
dan pengeluaran zakat mereka melebihi pedagang.16
Setelah mempelajari perkiraan pendapat perkapita kaum
muslimin pada saat pemerintahan Nabi, kita bisa memberikan
contoh tentang daya beli dan standar hidup kaum muslimin. Harga
setiap domba, sapi dan unta pada awal perkembangan Islam adalah
sekitar 10, 50 dan 100 dirham. Sebuah riwayat menceritakan bahwa
Nabi menyuruh orang untuk membeli sebuah baju. Orang yang
disuruh kemudian membeli baju seharga 19 dirham. Akan tetapi,
Nabi tidak mau memakainya. Ia mengembalikannya dan membeli
baju yang lain seharga empat dirham. Juga dikisahkan bahwa Ali
membeli baju seharga empat dirham.17
Sangat tepat untuk mengganggap bahwa tingkat kenaikan
pendapatan dan standar hidup kaum muslimin adalah berkat
kebijakan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw ketika pertama
kali tiba di Madinah. Ia membuat suatu perjanjian persaudaraan
untuk saling membantu antara kaum Muhajirin dan Kaum Anshar.
Perjanjian ini seperti perjanjian umumnya yang menimbulkan hak
dan kewajiban bagi kedua pihak. Kaum Anshar berkewajiban
membagi kekayaan dan hak miliknya dengan kaum Muhajirin serta
menyediakan kebutuhan hidupnya. Kedua pihak saling mewarisi
sampai setelah Perang Badar.18 Tetapi setelah turunnya ayat yang
16 Domba dapat digembala di padang rumput yang tandus dan di lokasi yang terpencar sedangkan sapi, sesuai dengan bentuk tubuh dan karakternya, hanya dapat digembala di padang rumput yang bagus dan di lokasi yang berdekatan. Oleh karena itu, mencari padang rumput yang dapat digunakan untuk menggembala sapi lebih sulit dan mahal daripada mencari padang rumput yang dapat digunakan untuk menggembala domba. Sementara itu, karena dapat diberi makanan yang lebih fleksibel, unta memiliki daya tahan hidup yang lebih besar daripada domba atau sapi di wilayah yang tidak ada bahan makanannya, dan biaya kenaikannya lebih murah daripada biaya sapi.
17 Contoh ini menggambarkan daya beli pendapatan (purchasing power of income), yang terindikasi dari harga sebuah baju yang berkisar antara 4 sampai dengan 9 dirham. Perbandingan antara hal ini dengan berbagai tingkat nisab yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya akan memberikan sebuah petunjuk tentang daya beli pendapatan (purchasing power of income) kaum muslimin pada saat itu.
18 Mohammad Ibrahim Ayati, op. cit., h. 216.
78
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
menyatakan bahwa warisan berlaku hanya berdasarkan hubungan
darah, ketentuan tersebut dicabut.19 Hak lain bagi kedua bersaudara
itu adalah saling setia dan saling memaafkan atas kekurangan.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi untuk meningkatkan
produksi dan lapangan pekerjaan di Madinah antara lain adalah
mendorong kaum Anshar dan kaum Muhajirin untuk melaksanakan
muzara’ah dan musaqat. Pada awal hijrah, kaum Anshar yang
memiliki ladang dan kebun ingin membagikan harta dan miliknya
dengan kaum Muhajirin. Namun, Nabi malah menyuruh kaum
Muhajirin agar mengolah lahan di ladang dan kebun kaum Anshar
tanpa disertai hak kepemilikan. Inilah yang dimaksud dengan
muzara’a dan musaqat, “perjanjian pembagian hasil panen”.
Langkah yang diambil oleh Nabi ini di satu sisi memberikan
pekerjaan bagi kaum Muhajirin dan, di sisi lain, mendorong
peningkatan aktivitas produksi sehingga hasil produksi lahan kaum
Anshar pun meningkat. Lebih jauh, hal ini memperkuat kerjasama
antara kedua pihak, yaitu kaum Muhajirin dan Anshar. Suasana
yang tenang dan stabil memperkuat hak kepemilikan dan
meningkatkan pendapatan kaum muslimin. Pembagian hasil panen
kerjasama muzara’ah dan musaqat adalah 50:50. Dengan
memperhatikan jumlah tenaga kerja dari kaum Muhajirin
dibandingkan dengan luas tanah yang digarap, yang biasanya
meningkatkan kebutuhan sewa tanah, maka pembagian antara
tanah yang digarap dan angkatan kerja yang ada dibagi sama.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional, kerjasama ini
menghasilkan pemerataan yang diharapkan.
Tindakan lain yang dilakukan Nabi setelah hijrah ke Madinah
adalah membagikan tanah kepada kaum Muhajirin untuk
membangun rumah. Tindakan Nabi ini yang disebut dengan
“persetujuan pembagian tanah” dapat meningkatkan kegiatan
19 Lihat QS. 8:76.
79
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
pembangunan kaum muslimin dan memenuhi salah satu kebutuhan
dasar kaum Muhajirin, yaitu tempat tinggal.20
Tindakan lebih lanjut yang dilakukan oleh Nabi untuk
meningkatkan kemampuan produksi kaum Muhajirin adalah
membagikan tanah yang ditinggalkan Bani Nadhir pada kaum
Muhajirin dan dua orang fakir dari kaum Anshar. Dalam peristiwa ini,
kelompok bangsa Yahudi ini menyusun rencana pembunuhan
terhadap Nabi. Untungnya, rencana tersebut terbongkar. Karena
tidak bisa bertahan dari kepungan tentara kaum muslimin, Bani
Nadhir memilih untuk menyerah dan pergi dari tempat tinggal
mereka. Atas usulan kaum Anshar, tanah yang mereka tinggalkan
dibagi antara kaum Muhajirin dan dua orang fakir dari kaum
Anshar.21
Salah satu sumber pendapatan yang penting bagi kaum
muslimin adalah harta rampasan yang dikumpulkan dari berbagai
peperangan. Sejak tahun 2 Hijriyah dan setelah Perang Badar ketika
ayat tentang khums (seperlima) dan ghana’im (rampasan)
diturunkan, Nabi menyisihkan seperlima harta rampasan dan
membagikan sisanya yang empat perlima kepada tentara yang
mengikuti peperangan.22 Ghanimah menjadi salah satu sumber
persenjataan yang berkelanjutan bagi kaum muslimin dan salah
satu sumber yang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup,
khususnya pada tahun awal Hijriah. Ayat tentang khums turun pada
tahun 2 Hijriyah sedangkan ayat tentang zakat dan jizyah yang
keduanya merupakan sumber keuangan publik turun pada tahun 8
Hijiriah atau setelah itu.
Ketika pendapatan yang diperoleh dari khums, zakat, jizyah dan
lain-lain cukup tinggi, Nabi memerintahkan agar para pengurus
Baitul-Mal, juru dakwah dan pejabat lainnya mendapatkan gaji yang
dibayarkan dari dana ini. Di sini, kita bisa mengatakan bahwa
20 Abdul Hay al-Kattani, op. cit., Vol. 1, h. 281-282.21 Muhammad ibn Umar al-Waqidi, op. cit., Vol.1, h. 281.22 Lihat QS. 8:42
80
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
pendapatan negara dalam jumlah besar dan juga adanya
peningkatan pendapatan per kapita dan kenaikan standar hidup
kaum muslimin segera setelah hijrah terjadi berkat kebijakan yang
dilakukan oleh Nabi.
B. Pendirian dan Pengaturan Keuangan Publik
Keuangan publik (Baitul Maal) adalah tempat pengumpulan dana
atau pusat pengumpulan kekayaan negara Islam yang digunakan
untuk pengeluaran tertentu. Pada awal perkembangan Islam,
sumber utama pendapatan negara adalah khums, zakat, kharaj dan
jizyah. Jumlah, jangka waktu serta penggunaannya telah ditentukan
oleh Alquran dan hadis Nabi. Pajak yang pertama adalah khums
yang dikeluarkan pada tahun 2 Hijriyah, sedangkan kharaj
ditetapkan pada tahun 7 Hijriyah setelah peristiwa penaklukan
tanah Khaibar. Pada tahun 8 Hijrah, pembayaran zakat, yang tidak
begitu popular dalam budaya saat itu menjadi sebuah kewajiban.
Akhirnya, pada tahun 7 atau 8 hijrah, jizyah juga ditetapkan.
Pusat pengumpulan dan pembagian dana tersebut adalah masjid
yag didirikan oleh Nabi sesaat setelah peristiwa Hijrah. Masjid
dibuat bukan hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga tempat
untuk bertemu dan berbagi pendapat dengan orang-orang. Di
masjid ini pula, perintah-perintah resmi dikeluarkan.
Pada masa awal hijrah, pengumpulan dana dilakukan oleh para
sahabat yang juga bertugas menyebarkan Islam. Namun, dengan
semakin luasnya wilayah, pekerjaan tersebut dibagi-bagi dengan
yang lain dan jumlah petugas pengumpul dana bertambah. Untuk
menggaji para petugas ini, seperti ‘Atab bin Asid yang ditunjuk oleh
Nabi sebagai petugas Qadi, Nabi menggunakan dana Baitul-Mal. Di
samping itu, untuk membantu petugas tersebut, Nabi menunjuk
banyak sekretaris dan pencatat administrasi pemerintahan. Mereka
berjumlah 42 orang dan dibagi dalam empat bagian, yakni
sekretaris pernyataan, sekretaris hubungan dan pencatatan tanah,
81
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
sekretaris perjanjian dan perdamaian, serta sekretaris
peperangan.23
Rasulullah memerintahkan Bilal untuk mencari orang fakir dan
miskin untuk diberi pakaian dan makanan. Bilal bahkan
mendapatkan perintah agar mengambil pinjaman jika tidak ada
dana di anggaran untuk keperluan tersebut.24 Ketika suku-suku di
Hijaz banyak yang telah menganut agama Islam dan mengirim
utusan untuk menemuinya, Nabi memberikan banyak hadiah dan
penghargaan kepada mereka. Untuk mengurus hal ini, Nabi juga
menunjuk Bilal.25
Informasi di atas menunjukkan bahwa Baitul Mal didirikan oleh
Nabi. Pengaturan Baitul Mal tersebut sangat fleksibel dan tidak
terlalu birokratis. Nabi sendiri melakukan pembayaran harian dari
Baitul Mal hingga tidak ada dana Baitul Mal yang tersisa sedikitpun.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, tidak ada perubahan yang
dilakukan terhadap pengaturan baitul maal. Namun, pada masa
Khalifah Umar bin Khatab, akibat berbagai ekspedisi yang dilakukan
kaum muslimin dan bertambahnya pendapatan muslimin seperti
pajak tanah taklukan, terdapat perubahan pada sistem administrasi.
Khalifah Umar bin Khatab menunjuk beberapa orang pengelola dan
pencatat dari Persia untuk mengatur dan mengawasi pembukuan
Baitul Mal. Perubahan ini dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab
atas saran Homozan, seorang tahanan Persia yang kemudian
menerima Islam dan menetap di Madinah. Dia kemudian
menjelaskan kepada Khalifah Umar bin Khatab tentang sistem
administrasi yang dilakukan oleh raja Sasanian.
Sensus kaum muslimin yang dilakukan pada akhir masa
pemerintahan Nabi tidak sempat terselesaikan karena Nabi terlanjur
wafat. Tugas tersebut diselesaikan pada masa pemerintahan
Khalifah Umar bin Khatab. Muhajirin, Anshar dan kaum muslimin
23 Abdul Hay al-Kattani, op. cit., h. 114-123 dan 220-241.24 Ibid., h. 441-442.25 Mohammad Ibrahim Ayati, op. cit., h. 609-642.
82
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
lainnya yang menjadi pemimpin dan petugas Baitul Mal
mendapatkan pembagian yang berbeda dari Baitul Mal. Karena
perluasan taklukan dan kekuasaan Islam, Baitul Mal lokal didirikan
di berbagai distrik dan propinsi. Sejak saat itu, sistem administrasi
lebih dikembangkan dan negara Islam memiliki Baitul Mal pusat dan
lokal.
Ketika pemerintahan Islam dipimpin oleh Amirul Mukminin Ali
bin Abi Thalib, karena beberapa alasan politik dan sosial, ibukota
negara dipindahkan dari Madinah ke Kufah, pusat Baitul Mal juga
otomatis berpindah.26 Perpindahan ini ternyata menguntungkan
karena setelah penaklukan daerah Irak, Syiria, Iran dan wilayah
lainnya, letak ibukota negara dan Baitul Mal secara geografis sangat
strategis. Selain itu, komunikasi antara Kufah dengan pusat
pemerintah propinsi menjadi lebih lancar. Pada masa ini, di setiap
propinsi juga didirikan Baitul Mal.
1. Kewajiban Petugas Baitul Maal
Kewajiban petugas Baitul Mal diuraikan dalam surat keputusan
yang dikeluarkan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib pada saat
pengangkatan Malik Al-Astar sebagai Gubernur Mesir.27 Dalam
putusannya ini, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib pertama kali
menentukan kewajiban seorang gubernur, kemudian
mendeskripsikan berbagai macam kelompok masyarakat secara
keseluruhan. Setelah itu, ia mengeluarkan kebijakan bahwasanya
setiap Gubernur kaum muslimin harus menjalankan tugas demi
kemakmuran masyarakat. Ia menekankan perlunya gubernur
berinteraksi dengan masing-masing kelompok untuk menunjukkan
pada masyarakat perlunya menjalin hubungan antara yang satu
dengan yang lainnya. Untuk mencapai sasaran misinya, yaitu
merekatkan hubungan antar kelompok dalam masyarakat, Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib memberi nasehat kepada Malik Al-Astar
26 Ahmad bin Ishaq al-Ya’qubi, Al-Ya’qubi’s History, (Tehran: Book Translation and Publishing Company, 1342 H), Vol. 2, h. 82.
27 Imam Ali, Nahj al-Balaghah, (Tehran: Fayd al-Islam, 1365 H), h. 988.
83
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
tentang institusi yang bagaimana yang seharusnya didirikan
sehingga dirinya dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan
yang diharapkan.
Dalam hal ini, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib menentukan
tugas Malik di Mesir sebagai berikut:
1. Mengatur dan mengurus permasalahan dan kebutuhan
masyarakat;
2. Memperbaharui kota tua dan membangun yang baru;
3. Mengumpulkan kharaj; dan
4. Mempersiapkan pertahanan negara
Kemudian Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib menghitung ulang
untuk Malik beraneka ragam grup, tipe-tipe, dan kelompok-
kelompok masyarakat dan mengelompokkan mereka ke dalam
tentara, juru tulis, karyawan, pedagang besar dan pedagang eceran,
pengumpul kharaj, golongan ahlu adz-dzimmah, serta orang-orang
fakir dan miskin.
Amirul Mukminin juga menerangkan tugas-tugas berikutnya yang
berkaitan dengan sektor ini dalam kerangka pelaksanaan keempat
sasaran dan tanggung jawab tersebut. Ia memerintahkan kepada
Malik Al-Astar agar pembangunan sektor umum ini diorganisasikan
pada masing-masing distrik. Ia menerangkan pada Malik secara rinci
tentang berbagai macam kelas ekonomi dalam masyarakat, dan
menekankan untuk menjamin bagian setiap orang dari dana Baitul
Mal.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib memerintahkan gubernur
untuk benar-benar mendistribusikan pendapatan kepada kelompok-
kelompok yang telah disebutkan, karena Allah swt dan utusan-Nya
telah menyebutkan hak dan kewajiban masing-masing kelompok
masyarakat. Pada permulaan kekhalifahannya, Ali bin Abi Thalib
mengumumkan sendiri bahwa masing-masing orang akan
menerima dana Baitul Mal secara proporsional. Uang yang mereka
terima berasal dari kelebihan pendapatan Baitul Mal dan tidak
meliputi gaji karyawan dan pegawai.
84
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Untuk menekankan pentingnya distribusi pendapatan pada
masyarakat agar terjamin kesejahteraan dan keadilan, dan juga
untuk menstimulasi kegiatan ekonomi dan sebagainya, Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib menjelaskan tentang ketergantungan
berbagai macam kelas dalam masyarakat. Ia menyatakan bahwa
kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi setiap kelompok
masyarakat adalah kunci bagi kesejahteraan ekonomi kelompok
masyarakat lainnya dan, sebaliknya, perampasan, penurunan
pendapatan dan kemiskinan sebuah kelompok masyarakat
merupakan salah satu unsur yang dapat menyebabkan stagnasi dan
penurunan pendapatan kelompok masyarakat lainnya.
Dalam surat keputusan untuk Malik, ia menulis sebagai berikut:
“Tentara-tentara atas izin Allah merupakan benteng masyarakat, penjaga peraturan, pembawa kejayaan keimanan, dan alat untuk memelihara keamanan. Tanpa mereka, masyarakat tidak akan dapat merasakan kedamaian. Pekerjaan tentara tersebut akan berhasil hanya jika instrumen kharaj, yang digambarkan Allah sebagai kesejahteraan atas masyarakat serta sebagai tentara yang berjihad melawan musuh Allah tergambarkan secara jelas. Mereka menggunakan kharaj untuk memperbaiki kondisi masyarakat dan memenuhi kebutuhan mereka. Kelompok ini terdiri atas hakim, wirausahawan dan sekretaris. Hakim yang menjalankan pengadilan baik itu dari segi perjanjiannya maupun transaksinya dan hal-hal lain yang berkaitan langsung atasnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang; wirausahawan yang menghasilkan keuntungan; dan sekretaris yang melaksanakan tugasnya, baik dalam lingkup yang kecil maupun besar, untuk menyusun sebuah sumber yang berguna bagi kepentingan masyarakat. Pekerjaan mereka dapat terselesaikan hanya jika pedagang besar dan pedagang kecil dapat menghasilkan keuntungan dari perniagaan dan mampu menjaga mekanisme pasar. Mereka terlihat dalam perdagangan ini dan tidak ada seorang pun yang dapat melakukan pekerjaan mereka tersebut. Selain itu, ada pula kelompok yang membutuhkan, yaitu mereka yamg miskin dan patut menerima bantuan. Rahmat serta karunia Allah-lah yang telah menyatukan kelompok-kelompok tersebut secara bersama-sama. Setiap individu dari kelompok ini, berdasarkan jasa masing-masing, menerima hak yang harus dipenuhi pemerintah”.
85
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Pada bagian lain dalam surat keputusan ini, Ali bin Abi Thalib
berkata,
“Perhatianmu terhadap upaya memakmurkan tanah harus lebih besar daripada perhatianmu terhadap upaya pengumpulan pajak atas tanah tersebut. Siapapun yang menarik pajak tanah tanpa berusaha memproduktifkannya, maka ia adalah sampah masyarakat yang tidak berguna. Perbuatannya dianggap telah menindas pelayan Allah. Kekuasaan orang yang demikian akan berlangsung hanya dalam waktu yang singkat.”
Cerita di atas menggambarkan kepada Malik al-Ashtar sektor
ekonomi masyarakat dan ketergantungan yang besar antar
komponen bangsa. Hal itu sekaligus memberinya petunjuk tentang
cara mengelola Baitul Mal dan mengorganisasi pembangunan sektor
publik. Dengan rambu-rambu itu, ia lebih waspada menjalankan
kebijakan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan,
ketenagakerjaan, dan pendapatan tiap-tiap sektor. Dengan
demikian, dekrit di atas telah meletakkan prinsip-prinsip penting
dalam kebijakan fiskal di masyarakat Islam.
Dari penjelasan terdahulu terlihat jelas bahwa baitul maal telah
didirikan dan dioperasikan sendiri oleh Rasulullah saw. Secara
bertahap institusi ini diperluas. Pada masa Khalifah Umar bin Khatab
ra., akibat banyaknya penaklukan, umat islam mulai mengenal ilmu
tata negara pemerintahan Persia. Sistem administrasi baru pada
kementerian keuangan yang biasanya dibuat oleh sekretaris dan
pemegang buku diterapkan pada baitul maal. Selama masa
pemerintahan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, sistem
administrasi Batul Mal, baik pada tingkat pusat maupun lokal, sudah
berjalan baik. Kerjasama antara pusat dan daerah juga meningkat.
Oleh karena itu, pendapatan Baitul Mal mengalami surplus dan
kelebihannnya dibagikan secara proporsional di antara para
penerima sebagaimana yang telah dilakukan pada masa Rasulullah
saw.
C. Pendapatan Baitul Maal
86
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Berikut diuraikan sumber pendapatan Baitul Mal yang terbagi
atas kharaj, zakat, khums dan jizyah.
1. Kharaj
Kharaj merujuk pada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa
atas tanah pertanian dan hutan milik umat Islam. Jika tanah yang
diolah dan kebun buah-buahan yang dimiliki non-muslim jatuh ke
tangan orang Islam akibat kalah dalam pertempuran, aset tersebut
menjadi bagian dari harta milik umat Islam. Karena itu, siapapun
yang ingin mengolah lahan tersebut harus membayar sewa.
Pendapatan dari sewa inilah yang termasuk dalam lingkup kharaj.
Contohnya adalah sewa yang dipungut atas beberapa lahan di
Khaibar yang merupakan barang rampasan perang dan menjadi
harta milik umat Islam.28
Jika terjadi konfrontasi antara muslim dengan orang-orang kafir
yang berakhir damai, maka mereka membuat perjanjian damai
untuk menentukan apakah lahan yang diolah tetap menjadi milik
orang kafir ataukah diserahkan kepada muslim. Dalam kasus
pertama, untuk mempertahankan hak miliknya, orang-orang kafir
biasanya membayar kharaj yang memiliki karakteristik pajak, dan
bukan sewa, karena tanah tersebut tetap menjadi miliknya. Jika
tanah tanah tersebut menjadi milik muslim, pajak tanah yang ditarik
dipandang sebagai ongkos sewa atas tanah tersebut.29
Jika tanah atau kebun buah jatuh ke tangan pasukan muslim
tanpa melalui konfrontasi ataupun pertempuran, seperti terjadi
pada tanah Bani Qainuqa dan Bani Nadhir pada masa pemerintahan
Rasulullah, maka tanah tersebut diperlakukan sebagai barang
rampasan dan berada dalam kepemilikan Rasulullah.30
28 Abdullah bin Yusuf Ibn Hisyam, op. cit., h. 231.29 Ali bin Muhammad al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah, (Kairo: Maktabah
al-Taufiqiyyah, t.t.), h. 167.
30 Lihat QS. 8:1 dan 59:6-7.
87
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Proses yang sama terjadi pada kasus tanah Fadak yang jatuh ke
tangan Rasulullah dalam pertempuran di Khaibar. Saat itu, ketika
pemilik lahan menyaksikan kekalahan Yahudi, mereka akhirnya
menyerah tanpa perlawanan dan mereka meninggalkan tanah
mereka, tetapi akhirnya, seperti halnya kaum Yahudi lainnya di
Khaibar, mereka menyampaikan surat permohonan kepada
Rasulullah agar mengizinkan mereka tetap tinggal di tanah mereka.
Sebagai imbalannya, mereka setuju menyerahkan sebagian hasil
kebun kepada Rasululllah setiap tahun.31 Pendapatan ini adalah
milik Rasulullah dan bukan milik muslim secara keseluruhan.
Pendapatan ini dipandang sebagai sewa lahan bukan sebagai pajak
atas tanah.
Dalam pandangan hukum Islam, pajak atas tanah yang dilindungi
oleh perjanjian damai berbeda dengan pajak atas tanah hasil
penaklukan dengan paksaan. Tanah yang terakhir disebut menjadi
milik muslim, tapi tanah yang pertama biasanya tetap berada pada
kepemilikan sebelumnya, orang nonmuslim. Ketika memeluk Islam,
orang-orang kafir itu dibebaskan dari kewajiban membayar pajak
tanah.32
Terlepas dari adanya perbedaan pengertian kharaj dalam ilmu
fikih, yakni sebagian merujuk pada sewa dan sebagian lain pada
pajak, perbedaan antara keduanya dalam kenyataanya tidaklah
memiliki nilai ekonomis yang signifikan. Pada dasarnya, pendapatan
tetap yang berasal dari tanah yang dibayar secara tahunan
dikategorikan sebagai kharaj, terlepas apakah pendapatan itu
ditarik sebagi sewa maupun sebagai pajak.
Ada bukti nyata yang menyatakan bahwasanya pajak tanah yang
dipungut pada permulaan Islam jumlahnya tidak tetap. Agaknya, hal
itu tergantung pada jenis panen dan kesuburan tanah. Ada sejumlah
petunjuk yang menyatakan bahwa Rasulullah memungut pajak
kebun anggur dan kebun kurma yang jumlahnya lebih besar
31 Mohammad Ibrahim Ayati, op. cit., h. 609-642.32 Ali bin Muhammad al-Mawardi, loc. cit.
88
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
daripada ladang gandum. Pajak tanah pada lahan yang diolah di
Khaibar sebanding dengan separuh hasil panen yang ditetapkan
berdasarkan hitungan masyarkat setempat. Setiap tahun biasanya
Rasulullah mengirim utusan ke Khaibar untuk menaksir hasil panen
daerah tersebut.33
Bukti sejarah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan
Khalifah Khalifah Umar bin Khatab, kharaj dari tanah hasil
penaklukan tergantung pada tingkat kesuburan, lokasi, serta
lingkungan tempat tanah itu berada dan hal ini sangat identik
dengan jumlah sewa atas tanah tersebut. Ketika berhasil
menaklukkan wilayah Mesopotamia kecil, Khalifah Umar bin Khatab
ra. mengirim beberapa orang ke daerah tersebut untuk
melaksanakan suatu misi yang terdiri atas Ammar bin Yasir yang
ditugaskan sebagai juru dakwah, Ibn Mas’ud yang ditugaskan
sebagai hakim dan memelihara keuangan negara, serta Utsman bin
Hanif yang ditugaskan untuk mensurvei batas-batas tanah. Tanah
yang disurvei berkisar sekitar 150 juta jarib.34 Jumlah lahan tersebut
adalah 36 juta jarib, sementara menurut lainnya sekitar 33 juta
jarib. Tanah tersebut, baik yang telah diolah maupun yang akan
diolah, dipungut pajaknya berdasarkan karakteristik-karakteristik
tertentu. Sisanya, lahan yang tidak dapat diolah dan lahan yang
dijadikan tempat tinggal atau pemukiman dibebaskan dari kharaj.
Karakteristik-karakteristik lahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik tanah, seperti baik dan buruknya kondisi tanah
yang menyebabkan dapat diolah maupun tidak dapat diolah;
2. Karakteristik hasil panen yang mencakup mutu dan daya jual;
dan
3. Karakteristik jenis irigasi terbagi atas empat kategori, yakni
pertama, tanah yang diirigasi oleh sungai maupun mata air;
kedua, tanah yang diirigasi oleh tenaga, seperti ember, saluran
air dan sebagainya; ketiga, tanah yang diairi oleh hujan atau
33 Mohammad Ibrahim Ayati, op. cit., h. 471 dan 481.34 Satu jarib kira-kira 8 acre [1 acre = 0,4646 hektar).
89
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
tanaman yang tidak membutuhkan irigasi; keempat, tanah yang
tidak membutuhkan air dan kesuburannya didapatkan secara
alamiah.
Pada masa Khalifah Umar bin Khatab, jumlah pajak tanah secara
umum telah dikonsultasikan dengan petani Persia dan para peneliti,
terutama tanah di daerah Mesopotamia Kecil.35 Fakta sejarah
mengungkapkan bahwa tanah tersebut telah disurvei sebelumnya
pada masa Khosraw Anushirvan dan jumlah pajak tanah tadi telah
dikumpulkan berdasarkan jarak dan dekatnya dari kota, sungai dan
jalan. Dengan demikian, metode yang digunakan kaum muslimin
tersebut merupakan hasil adopsi dari praktek bangsa-bangsa
sebelumnya yang disertai dengan beberapa modifikasi yang sesuai
dengan ajaran Islam. Dalam hal ini, Utsman bin Hanif mensurvei 150
juta jarib lahan dalam periode satu tahun.
Secara alamiah, jumlah pajak tanah di daerah Mesopotamia Kecil
bervariasi dari satu daerah ke daerah lain dan dari satu tempat ke
tempat lain. Menurut sebuah riwayat, Khalifah Khalifah Umar bin
Khatab memungut pajak atas setiap jarib dari tanah pertanian
gandum sebesar satu dirham plus satu qafiz,36 pada buah-buahan
sebesar sepuluh dirham, dan pada alfafa sebesar lima dirham.
Riwayat lain menyebutkan bahwa ia memungut pajak delapan
dirham atas setiap jarib lahan kurma, enam dirham atas setiap jarib
lahan tebu, sepuluh dirham atas setiap jarib lahan buah-buahan,
empat dirham atas setiap jarib lahan gandum, dan dua dirham atas
setiap jarib lahan barley (sejenis gandum).37
Masih sumber yang sama menyebutkan bahwa Khalifah Khalifah
Umar bin Khatab memungut pajak sebesar sepuluh dirham atas
buah-buahan dan lima dirham atas alfafa; setiap lahan yang diirigasi
dengan air, baik tanah tersebut diolah maupun tidak, pajaknya
35 Daniel Dennet, Convention and The Pool Tax in Early Islam, (Tehran: Kowarezmi Publications, 1354 H), h. 22.
36 Satu qafiz kira-kira 2 acre [1 acre = 0,4646 ha) atau 48 kilogram.37 Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim, Kitab al-Kharaj, (Beirut Dar al-Ma’rifah, 1979),
h. 36.
90
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
sebesar satu dirham plus satu sha’,38 setiap kebun kurma yang tidak
diirigasi zakatnya sebesar sepersepuluh dari hasil panen; dan pada
setiap kebun kurma yang diirigasi dengan saluran air adalah
sebesar seperduapuluh dari hasil panen.39 Menurut sumber lainnya,
Khalifah Khalifah Umar bin Khatab bertanya kepada penduduk
Mesopotamia Kecil, “Berapa banyak pajak tanah yang kau bayar?”
Mereka menjawab, “Duapuluh tujuh dirham”. Akan tetapi, Khalifah
Khalifah Umar bin Khatab tidak menyetujuinya karena beranggapan
jumlah pajak tersebut terlalu banyak. Oleh karena itu, ia
memberikan instruksi pajak tanah atas satu qafiz gandum atau
barley ditambah satu dirham seharusnya dikenakan pada setiap
jarib tanah yang diolah maupun tidak diolah yang dapat dialiri air.
Sumber yang sama mengatakan bahwa Khaliafah Khalifah Umar bin
Khatab memungut pajak tanah sebesar satu dirham ditambah satu
qafiz terhadap setiap jarib tanah yang diirigasi dengan tangan, baik
itu diolah maupun tidak.
Riwayat tersebut menunjukkan bahwa jumlah pajak tanah pada
setiap jarib adalah sebesar sepuluh dirham atas kebun anggur, lima
dirham atas alfafa, empat dirham atas gandum, dan dua dirham
atas barley, dengan asumsi bahwa setiap qafiz dari gandum dan
barley dihargai masing-masing senilai tiga dirham dan satu dirham.
Pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib,
kharaj yang dipungut atas lahan gandum yang sangat produktif
sebanyak satu setengah dirham ditambah satu sha’ per jarib, lahan
yang cukup produktif sebesar satu dirham dan lahan yang kurang
produktif sebesar sepertiga dirham. Ketiga jenis lahan tersebut
diirigasi oleh sungai Eufrat. Sama halnya dengan yang tadi, pada
setiap jarib lahan yang ditanami barley (jelai) dikenakan kharaj
setengah dari hasil gandum; pada setiap jarib pohon kurma dikenai
sepuluh dirham; dan pada setiap jarib kebun anggur dikenai sepuluh
38 Satu sha’ kira-kira 8 kilogram.39 Ibid., h. 37.
91
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
dirham. Produksi pertanian lainnya dibebaskan dari pemungutan
kharaj.
Walaupun ada perbedaan jumlah pajak tanah pada setiap
daerah, dan perbedaan antara masa Khalifah Umar bin Khatab ra.
dan Ali ra., pajak tanah selalu proporsional, sesuai dengan jenis
panen dan kesuburan tanahnya. Dalam sebuah riwayat dinyatakan,
Yahya bin Adam bertanya kepada Hasan bin Salih tentang faktor
yang menimbulkan perbedaan jumlah pajak pada setiap daerah. Ia
menjawab bahwa hal tersebut disebabkan oleh jauh dekatnya lahan
dari pasar. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pajak tanah sama
besarnya dengan sewa. Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya,
faktor produktivitas, kesuburan tanah serta dekatnya lahan dengan
pasar dapat menaikkan ongkos sewa.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa pada permulaan Islam
jumlah pajak tanah yang dibebankan berbeda-beda sesuai dengan
kondisi lahan dan ongkos sewa. Salah satu faktor yang
menyebabkan kenaikan harga sewa adalah kesuburan dan
produktivitas tanah. Faktor berikutnya adalah jarak lahan dengan
kanal pada satu sisi dan dengan pasar dan kota pada sisi lainnya.
Faktor yang ketiga adalah produksi panen memiliki elastisitas
pendapatan terhadap permintaan yang lebih besar daripada yang
lainnya.
Terdapat indikasi bahwa pemungutan pajak tanah pada
permulaan Islam tergantung pada faktor yang menyebabkan
naiknya pajak tanah. Bukti yang dikutip menunjukkan bahwa jumlah
pajak tanah tidak didasarkan pada besarnya produksi atau
pengeluaran. Hal ini dikarenakan pengumpulan pajak tanah tidak
mengurangi insentif kenaikan produksi atau investasi dan tidak
memiliki pengaruh yang tidak diinginkan pada efisiensi produksi.
Sebaliknya, hal tersebut meningkatkan pendapatan bersih dari
petani yang bekerja di tanah tersebut, dengan tingkat sewa yang
berbeda.
92
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Sebagai ilustrasi, apabila pendapatan total, pengeluaran total
dan sewa untuk setiap unit tanah disimbolkan masing-masing
dengan TR, TC, dan R, kita akan memperoleh hubungan R=TR-TC.
Jumlah R maksimum ketika derivatif pertama dari R dengan Q
adalah nol dan derivatif kedua adalah negatif.
Sekarang kita asumsikan jumlah pajak tanah yang dipungut atas
sebuah unit lahan sebagai T, berdasarkan bukti yang telah
disebutkan, T akan menjadi sebuah pecahan R atau T=tR. Orang
akan mudah melihat bahwa pengumpulan pajak tanah, meskipun
sampai batas maksimum, tidak akan mempengaruhi aktivitas
produksi ataupun jumlah produksi, karena MR masih sama dengan
MC. Dengan kata lain, pendapatan bersih dari setiap penggarap
sekarang adalah R-T dan bukan R.
2. Zakat
Sumber pendapatan penting lainnya untuk keuangan negara di
masa awal Islam adalah zakat. Zakat yang dikumpulkan berbentuk
uang tunai (dirham dan dinar), hasil pertanian dan ternak. Pada
permulaan Islam, zakat ditarik dari seluruh pendapatan utama.
Seperti telah dikemukakan, aktivitas ekonomi utama pada masa itu
adalah perdagangan, kerajinan, pertanian, perkebunan, dan
peternakan. Pendapatan dari dua kegiatan pertama (perdagangan
dan kerajinan) biasanya dalam bentuk uang tunai dan dapat dinilai
dalam bentuk dinar dan dirham. Mata uang ini merupakan unit
moneter perekonomian di masa awal Islam. Penarikan zakat dalam
bentuk mata uang menyebabkan munculnya penarikan terhadap
zakat pendapatan yang berasal dari kegiatan komersial seperti
kerajinan tangan, sedangkan pendapatan dari kegiatan pertanian
93
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
lebih berbentuk barang, tidak dalam bentuk uang tunai, yang
berupa hasil pertanian itu sendiri.
Pada saat Nabi Muhammad saw tinggal di Mekkah dan pada awal
hijrah, pendapatan umat Islam nihil. Pada saat ini pembayaran zakat
hanya berupa himbauan. Tetapi secara perlahan-lahan, berkat
langkah-langkah ekonomi dan politik yang diambil Nabi, pendapatan
perkapita umat Islam meningkat. Ketika kemampuan mengeluarkan
zakat meningkat tajam, pada tahun 8 H, hukum mengeluarkan
zakat menjadi wajib.
a. Zakat Dinar dan Dirham
Nisab (pendapatan minimum) zakat dinar dan dirham masing-
masing 20 dinar dan 200 dirham.40 Dengan demikian, pendapatan
yang kurang dari ukuran tersebut (nisab) dibebaskan dari zakat.
Zakat yang dikeluarkan adalah 1/40 atau 2,5% dari jumlah nisab.
Artinya, jika pendapatannya adalah 24, 28, atau 32 dinar maka
zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5% dari jumlah tersebut.
Tetapi jika pendapatannya bukan merupakan kelipatan dari 4, --23
dinar misalnya—maka ia hanya membayar zakat hanya untuk
kelipatan 4 di bawahnya, --untuk pendapatan 23 dinar yang dizakati
adalah 20 dinar--. Dengan kata lain, jika pendapatan dinarnya
menjadi 20 + 4k, dimana k adalah 0,1,2,3,..dst, jumlah zakatnya
adalah 1/40 (20 +4k). Maka zakat untuk 28 dinar adalah 0,7 dinar
atau 7 dirham. Demikian pula pendapatan yang berjumlah lebih dari
28 dinar tetapi kurang dari 32, besar zakatnya sama; yaitu 0,7 dinar
atau t dirham. Dengan cara ini, jika kita nyatakan jumlah
pendapatan dalam dinar itu adalah y dan jumlah zakatnya adalah z,
berikut adalah zakat dinar:
40 Diasumsikan setiap satu dinar sama dengan satu mitsqal emas resmi dan setiap satu dirham sama dengan 7 mitsqal perak resmi.
94
Z1 = 1/40 (20 + 4K)jika
20 + k < y + 4 (k + 1)dan
k = 0, 1, 2, 3, …
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Nisab zakat perak adalah 200 dirham atau140 mitsqal legal
perak (105 mitsqal umum/biasa) dan jumlah zakatnya adalah 2,5%
atau 1/40 dari jumlah tersebut. Tingkatan kedua zakat perak adalah
40 dirham atau 28 mitsqal perak yang diundangkan (21 mitsqal
yang biasa digunakan). Dengan kata lain bahwa setiap penambahan
40 dirham dari jumlah 200 dirham pertama, akan dikenai zakat.
Akan tetapi jika jumlah kenaikannya kurang dari 40 dirham, tidak
akan dikenai zakat. Tetapi berapapun nisabnya persentase zakat
tetaplah sama yaitu sebesar 2,5% atau 1/40 dari nisab. Oleh karena
itu, jika misalnya pendapatan setiap muslim adalah x dirham dan z
adalah jumlah zakatnya, hal tersebut dapat dinyatakan sebagai
berikut:
b. Zakat Hasil Pertanian dan Karakteristiknya
Hasil pertanian yang dikenakan zakat antara lain gandum
(makanan pokok), barley (jelai), kismis dan kurma. Zakat juga
dikenakan kepada domba, sapi, sapi, dan unta, tetapi jumlah dan
rasionya tidak sama. Secara rinci perhitungan zakat terhadap hal-
hal yang telah disebutkan di atas adalah sebagai berikut:
1. Jumlah hasil panen yang kurang dari lima wasaq, atau setara
dengan 847 kilogram tidak dikenai zakat. Artinya, petani yang
panennya tidak melebihi jumlah tersebut dibebaskan dari zakat.
2. Zakat tidak dihitung dari penghasilan kotor. Segala biaya
produksi harus dihitung dan dikurangi total jumlah produksi, dan
zakat dikenakan terhadap sisa hasil pertanian yang merupakan
penghasilan bersih dan dikumpulkan dengan cara yang sama
dengan sewa yang telah dinyatakan dalam Kitab Taudhihul
Masail. Dengan demikian, zakat tidak akan menurunkan insentif
untuk berproduksi atau mengurangi keinginan petani untuk
meningkatkan produksinya.
95
Z2 = 1/40 (200 + 40k)Jika 200 + 40 k < x < 200 + 40 (k + 1)
dengan k = 0,1,2,3, …
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Pengenaan zakat perniagaan memberikan pengaruh yang
berbeda dibandingkan dengan pengenaan pajak penjualan.
Dalam konsep Islam, zakat perniagaan dikenakan bila telah
terpenuhinya dua hal, yakni nisab (batas minimal harta yang
menjadi objek zakat yang setara dengan 96 gram emas) dan haul
(batas minimal waktu harta tersebut dimiliki yaitu satu tahun).
Bila nisab dan haul telah terpenuhi, zakat wajib dikeluarkan
sebesar 2,5%. Objek zakat perniagaan adalah barang-barang
yang diperjualbelikan. Dalam ilmu ekonomi, ini berarti yang
menjadi objek zakat perniagaan adalah revenue minus cost.
Ulama berbeda pendapat mengenai komponen biaya, sebagian
berpendapat bahwa biaya tetap boleh diperhitungkan, sedang
sebagian lainnya berpendapat bahwa hanya biaya variabel yang
boleh diperhitungkan. Dalam ilmu ekonomi, pendapat pertama
berarti yang menjadi objek zakat adalah economic rent,
sedangkan pendapat kedua berarti yang menjadi objek zakat
adalah quasi rent atau producer surplus. Pendapat manapun
yang digunakan atas objek zakat ini sama sekali tidak
memberikan pengaruh terhadap ATC, yang berarti pula tidak ada
pengaruh terhadap profit yang dihasilkan. Pengenaan zakat
perniagaan juga sama sekali tidak memberikan pengaruh
terhadap MC, yang berarti pula tidak memberikan pengaruh
terhadap kurva penawaran. Upaya memaksimalkan profit berarti
pula memaksimalkan producer surplus, dan sekaligus berarti
memaksimalkan zakat yang harus dibayar. Jadi, dengan adanya
pengenaan zakat perniagaan, perilaku memaksimalkan profit
berjalan sesuai dengan perilaku memaksimalkan zakat.
96
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Gambar 1. Pengaruh Zakat Perniagaan Terhadap Laba
Pada titik Q1’, tingkat profit nihil karena pada titik ini AR = ATC
yang berarti TR = TC. Tingkat profit nihil ini digambarkan oleh
kurva profit, yaitu titik Q1’ pada garis horizontal sumbu X. Begitu
pula ketika kurva ATC1 memotong garis harga dari bawah,
jumlah penawaran adalah Q1”. Pada titik Q1” ini, tingkat profit
juga nihil. Oleh karena itu, kurva profit pada tingkat output Q1”
juga berada pada garis horizontal sumbu X. Ketika kurva MC1 =
P*, profit mencapai tingkat maksimal. Ini terjadi pada tingkat
produksi Q1*. Tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva
profit pada diagram bawah yaitu titik Q1*. Pada titik Q1* pula
tingkat zakat maksimal tercapai. Keadaan ini digambarkan
Harga
Jumlah
JumlahO
O
$
Q1”Q1’ Q1*
Profit
Zakat
MC1
ATC1
Q1’ Q1* Q1”
Keuntungan Produsen
MR=AR=PP
Dalam pengenaan zakat perniagaan usaha untuk
memaksimalkan laba sejalan dengan
memaksimalkan zakat. Dengan demikian zakat
perniagaan bukanlah penghambat untuk
memaksimalkan laba
97
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
dengan puncak kurva profit dan puncak kurva zakat yang terjadi
pada titik Q1*.
3. Zakat hasil panen yang didapat dari lahan yang bergantung pada
hujan adalah 10%. Jika petani mendapatkan air dengan cara
membuat bendungan irigasi maka zakatnya dikurangi menjadi
5%. Dengan demikian, jelas bahwa metode pengumpulan zakat
tidak mengurangi insentif penggunaan air di bawah tanah dan
investasi pertanian.
4. Pada masa awal Islam, zakat dikumpulkan hanya terbatas pada
empat hasil panen yang disebut di atas karena hasil panen
lainnya bukan makanan pokok masyarakat Arab. Selain itu,
tanaman tersebut tersebar di berbagai wilayah. Akibatnya, biaya
pengiriman petugas pajak untuk mengestimasi jumlah zakat
pada produk tersebut dan pengumpulannya lebih besar dari
pemasukan zakat itu sendiri.
5. Empat macam hasil panen yang dikenai zakat tersebut
merupakan makanan pokok masyarakat Hijaz. Pengumpulan
zakat sebesar 5% dan 10% --tergantung pada cara pengairannya
—selain untuk memenuhi keuangan negara, juga memiliki tujuan
lain yaitu untuk memenuhi kebutuhan pokok fakir miskin. Besar
persentase zakat dinar dan dirham sebagaimana juga besar
zakat peternakan, yang akan diterangkan kemudian,
mengindikasikan pentingnya penyediaan makanan sehari-hari
dan kebutuhan pokok untuk seluruh masyarakat dalam berbagai
musim, termasuk pada musim kering.
c. Zakat Ternak
Sebelum mendiskusikan karakteristik zakat ternak, seperti
domba, sapi dan unta, diuraikan terlebih dahulu perhitungan
zakatnya.
98
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Zakat Domba
Jumlah zakat domba, berdasarkan jumlah domba dan presentase
zakatnya, dapat dilihat pada tabel 2. Jika jumlah domba yang
dimiliki peternak lebih dari 40, dan kurang dari 121, zakatnya dua
domba. Zakat ternak yang jumlahnya lebih dari angka tersebut
dapat dilihat pada tabel 2. Yang perlu dicatat di sini, jika jumlah
ternak sudah melebihi 400 ekor, setiap penambahan 100 domba,
dikenai zakat satu domba. Persentase zakat domba bergantung
pada minimum dan maksimum dari pengecualian jumlah domba.
Misalnya, persentase zakat untuk 40 domba adalah 1/40 atau 2,5%,
dan zakat untuk 200 ekor adalah 1/20 atau 0,99 persen. Karena
alasan inilah masalah persentase zakat minimum dan maksimum
harus dihitung. Yang harus dicatat adalah dua rasio secara
perlahan-lahan bertemu, sehingga untuk 100 ekor domba
maksimum adalah 1 persen dan minimum adalah 0.99 persen.
Berdasarkan tabel diketahui bahwa persentase zakat domba
berubah seiring dengan produksinya dan stabil pada kisaran 1
persen. Karena itu, aplikasi zakat domba dibuat sedemikian
sehingga tidak melemahkan insentif para peternak dalam
menghasilkan domba.
Tabel 2. Zakat Domba
JUMLAH MINIMUM DOMBA BESAR ZAKAT
PERSENTASE ZAKATMINIMUM MAKSIMUM
1-39 0 0 040-120 1 0,99 2,5121-200 2 1 1,45201-300 3 1 1,5301-399 4 1 1,33400-499 4 0,8 1500-599 5 0,83 1600-699 6 0,85 1700-799 7 0,87 1800-899 8 0,88 1900-999 9 0,9 1
1000-1099 10 0,99 1
99
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Zakat Sapi
Jumlah zakat sapi dihitung per sapi. Per ekor sapi dan
persentasenya dapat dilihat di tabel 3. Jumlah sapi antara 1-29
bebas zakat. Jumlah sapi antara 30-39, zakatnya 1 anak sapi jantan
berusia 2 tahun. Nilai anak sapi ini dalam tabel diperkirakan dalam
unit. Jika jumlahnya 40-59 maka zakatnya 1 anak sapi betina 3
tahun atau dalam tabel b unit. Dari titik ini, jumlah zakat menurut
Taudhihul Masail dalam tabel 3 disebut sebagai a dan b.
Untuk menghitung persentase zakat pada sapi, sebelumnya kita
harus menentukan rasio antara nilai satu anak sapi betina 3 tahun
(b) dan nilai 1 ekor sapi. Rasio ini dalam tabel 3 diasumsikan
menjadi 3/5=0.6. Dari tabel terlihat bahwa a=3/4 b karena zakat
pada 120 ekor sapi sama dengan 4a atau 3b. Dari persamaan ini
didapat a=9/20=0.45 unit sapi. Ketika kita mendapat a dan b, yakni
nisab tiap level, maka persentase zakat dapat dihitung. Dasar
pembebasan minimum pada setiap jumlah sapi dimasukkan dalam
kolom 1. Persentasenya sama dengan 1.5% dan muncul di kolom 5.
Contohnya, zakat 30 sapi adalah a atau 0.45 unit sapi yang sama
dengan 1.5 % sehingga zakat 200 ekor sapi sama dengan 5b atau 3
sapi atau 1.5%. Jelas kiranya bahwa zakat yang dikumpulkan dalam
kolom 5 tabel 3 adalah persentase maksimal zakat pada sapi.
Contoh di atas mengambil dasar 39 atau 209 ekor ekor, yaitu lebih
kecil dari rasio sebelumnya. Rasio terakhir yaitu persentase
minimum zakat, berbeda dan perbedaannya secara perlahan-lahan
berkurang ketika jumlah sapi bertambah. Kesimpulannya,
persentase zakat pada sapi tetap, artinya ketentuan minimum tidak
naik dengan adanya kenaikan produksi sapi. Yang harus
diperhatikan adalah persentase zakat sapi lebih besar daripada
domba.
Tabel 3. Zakat Sapi
100
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Jumlah Minimum
ternak
Jumlah zakat a=1: anak sapi jantan 2
tahun b=1; anak sapi betina 3 tahun
Jumlah zakat per minimum
ternak
Jumlah zakat per
ekor domba
Persentase zakat
MinimumMaksimu
m
1-29 0 0 0 0 030-39 A 0.45 2.25 1.5 1.540-59 B 0.6 3 1.02 1.560-69 2a 0.9 4.5 1.3 1.570-79 A+b 1.05 5.25 1.32 1.580-89 2b 1.2 6 1.35 1.590-99 3a 1.35 6.75 1.36 1.5
100-109 2a+b 1.5 7.5 1.37 1.5110-119 A+2b 1.65 8.25 1.38 1.5120-129 3b+4a 1.8 9 1.39 1.5130-139 3a+b 1.95 9.75 1.4 1.5140-149 2a+2b 2.1 10.5 1.4 1.5150-159 2a 2.25 11.25 1.41 1.5160-169 4b 2.4 12 1.42 1.5170-179 3a+2b 2.55 12.75 1.42 1.5180-189 4a 2.7 13.5 1.43 1.5190-199 4a+2b 2.85 14.25 1.43 1.5200-209 5b 3 15 1.43 1.5
Asumsi:1. Tiap ekor sapi = 5 domba
2. Nilai 1 anak sapi betina 3 tahun (b) = 3.5 nilai 1 ekor sapi
3. a = ¾ b karena zakat 120 ekor sapi = 4a atau 3b misalnya: 4
anak sapi jantan 2 tahun; 3 anak sapi betina 3 tahun
Zakat Unta
Pemilik peternakan unta yang memiliki kurang dari 4 unta tidak
dipungut zakat. Namun, jika sudah mencapai 5 unta, ia harus
membayar zakat 1 domba. Jika jumlahnya 10, 15, 20 atau 25,
zakatnya berturut-turut 2,3,4,5. Jika jumlahnya mencapai 26,
zakatnya 1 unta 2 tahun. Dari penjelasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa zakat unta ditentukan dalam usia 2,3,4 dan 5
tahun unta. Nilainya diperkirakan = x, y, z dan w unit unta. Karena
zakat unta ditentukan dalam domba dan unta, maka untuk
menghitung persentase zakatnya harus dibandingkan dengan zakat
101
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
hewan lain, yaitu dengan menghitung nilai unta dalam domba atau
sebaliknya.
Dari kenyataan sejarah terlihat bahwa ketika harta rampasan
perang dibagikan, Nabi Muhammad saw menetapkan bahwa 1
unta=10 domba perbandingan ini diterapkan di sini. Sekarang kita
harus membuat asumsi nilai dari 2,3,4 dan 5 tahun unta dalam unit
domba sehingga didapat 3 asumsi berikut:
Asumsi 1:
Nilai x,y,z dan w diperkirakan berturut-turut sebagai berikut: 5.2,
7.2, 9.2, dan 12.2 unit domba. Asumsi ini berdasarkan fakta di baris
bahwa 3-6 bahwa tiap kenaikan 5 unta, zakatnya ditambah 1
domba. Selain itu zakat 25 unta adalah 5 domba yang kira-kira
sama dengan jumlah zakat 26 unta yaitu 1 unta berusia 2 tahun (x).
Di baris 7-9, setiap kenaikan 10 unta zakatnya 1 tahun tambahan
usia pada unta muda. Berhubungan dengan garis 3-6 kita ketahui
bahwa tiap penambahan 1 tahun usia pada unta muda sama
dengan penambahan 2 unit domba pada nilai tersebut. Sehingga,
ketika x=5.2, maka konsekuensinya asumsi dua variabel yang lain
juga berubah [y=7.3 dan z=9.2].
Dengan dasar asumsi ini zakat pada unta dikumpulkan dalam
bentuk domba. Sekali lagi bahwa 1 unta=10 domba. Dengan asumsi
ini, dapat dihitung persentase zakat unta yaitu 2% seperti terlihat
pada tabel berikut:
Tabel 4. Zakat Unta
BarisJumlah unta Besar zakat
Prakiraan jumlah zakat (1)
Prakiraan jumlah zakat (2)
Per domba
Persen Per domba
Persen
1 1-4 0 0 0 0 02 5 1 domba 1 2 1 23 10 2 domba 2 2 2 24 15 3 domba 3 2 3 25 20 4 domba 4 2 4 26 25 5 domba 5 2 5 2
102
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
7 26 X=1 2th unta 5.2 2 5.2 28 36 Y=1 3th unta 7.2 2 7.2 29 46 Z=1 4th unta 9.2 2 9 1.95
10 61 W=1 5 th unta 12.2 2 12.2 211 76 2y 15.2 2 14.4 1.8912 91 2z 18.2 2 18 1.9713 121 3y 24.2 2 21.6 1.7814 140 2z+y 28 2 25.2 1.815 150 3z 30 2 27 1.816 160 4 32 2 28.8 1.817 170 3y=z 34 2 30.6 1.818 180 2z+2y 36 2 32.4 1.819 190 3z+y 38 2 34.2 1.820 200 5y+4z 40 2 36 1.8
Catatan:
Nilai tiap unta sama dengan 10 domba.
Asumsi 1: Unta 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun sama
dengan secara berturut-turut 5.2, 7.2, 9.2, dan 12.2 unit
domba
Asumsi 2: Unta merujuk pada –x, y, z dan w- bernilai 5.2, 7.2, 9.2
dan 12.2 unit domba
Asumsi 3: Jumlah z, y, z dan w berturut-turut = 6, 8, 10, dan 12 unit
domba sehingga hubungan 5y=4z dapat ditentukan dan
setiap empat tahun unta dewasa sama dengan sepuluh
domba. Dalam asumsi ini, zakatnya 2% kecuali di baris 7-
13 di mana jumlah unta berubah dari 26 menjadi 121.
Asumsi 1 hanya memiliki satu kesulitan. Dari tabel 3, zakat 200
unta adalah 4z atau 5y, dan harus sama. Untuk menghindari
ketidakcocokan itu, pada asumsi 2, nilai x, y, z, dan w berturut-turut
= 5.2, 7.2, 9.2, dan 12.2 unit domba dan dengan dasar ini zakat
unta dapat dihitung dalam unit domba dan dalam persentase yang
terlihat di tabel 4. Ketika jumlahnya naik dari 5 menjadi 25
persentase zakatnya 2%. Namun, jika jumlahnya mencapai lebih
dari 140 persentasenya 1,8. Untuk kuantitas antara 46 dengan 140
unta, jumlah persentasenya berubah tetapi tidak lebih dari 2
persen.
103
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Satu hal yang dapat dilihat dari hasil tabel 4 menurut asumsi
manapun. Pertama, persentase zakat unta lebih besar dari
persentase zakat sapi. Kedua, persentase zakat unta ini konstan
kecuali dikisaran jumlah tertentu yang terbatas. Begitupula
persentase zakat domba dan sapi adalah konstan kecuali dikisaran
jumlah tertentu yang terbatas.
Karakteristik Zakat Domba, Sapi dan Unta
1. Jika digunakan sebagai alat misalnya kerbau untuk membajak
sawah, unta untuk transportasi, ternak tersebut tidak dikenai
zakat sehingga kewajiban zakat tidak menurunkan produksi
peternak atau menaikkan biaya aktivitas sebagai kompensasi
atas dipergunakannya hewan tersebut.
Grafik Zakat Ternak
2. Jika
peternakan tersebut menggunakan lahan sendiri dan tidak
memakan rumput dari padang rumput penduduk, maka tidak
dipungut zakat. Untuk itu, zakat bukan sebagai halangan
memperluas atau meningkatkan produktivitas.
3. Jika jumlah domba, sapi, dan unta secara berturut-turut kurang
dari 4, 3 dan 5 ekor maka tidak dipungut zakat. Ini artinya
peternak kecil tidak dibebani zakat.
4. Zakat domba dihititung dalam tabel 2. Persentase zakat menurun
perlahan-lahan seiring dengan meningkatnya jumlah domba dan
104
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
tetap stabil pada kisaran 1% sehingga penarikan zakat tidak
melemahkan insentif peternak untuk meningkatkan hasil ternak.
5. Rasio zakat sapi terdapat pada tabel 3 yaitu tidak melebihi ½%
dan tetap stabil walaupun persentase jumlah ternak meningkat.
Namun, persentase zakat sapi lebih besar dari persentase zakat
domba.
6. Persentase zakat unta lebih besar dari persentase zakat sapi.
Rasionya dapat dilihat pada tabel 4. Walaupun persentase zakat
tersebut tergantung pada asumsinya, dalam semua jenis asumsi,
persentasenya melebihi zakat sapi.
7. Ketika nilai unit naik (dari domba ke sapi lalu unta), maka
persentasenya pun naik. Zakat ternak merupakan tipe zakat
yang luas karena jenisnya beragam sehingga lebih rumit.
Satu lagi zakat yang sangat ditekankan Rasulullah yaitu zakat
fitrah. Zakat ini diwajibkan pada setiap muslim dewasa dan
dibayarkan kepada para fakir miskin pada saat sebelum
pelaksanaan shalat Idul Fitri. Besar zakat ini adalah 3 kg gandum
atau bahan pokok lainnya. Bagi mereka yang miskin tidak perlu
membayar zakat fitrah ini.
Zakat fitrah menjamin tersedianya kebutuhan pangan dan juga
menjamin terciptanya kehidupan yang lebih baik bagi si miskin.
Mungkin karena alasan tersebut, persentase zakat pada jenis hasil
pertanian lebih besar daripada zakat pada jenis lain.
3. Khums (Seperlima)
Sumber pendapatan kas negara lainnnya adalah khums seperti
yang tercantum dalam Alquran, sebagai berikut:
“Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh “ghanimtum” maka sesungguhnya 1/5 untuk Allah, rasul kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil”(QS. al-Anfal/8:41)
Pengertian frase “ghanimtum” menurut para ulama Syi’ah
berbeda dengan jumhur Ulama. Menurut ulama Syiah ghanimah –
secara etimologis dan merujuk kepada hadis Nabi dan pendapat
105
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
imam syiah- mencakup segala sesuatu yang mempunyai nilai
ekonomi. Karena frase tersebut diakui frase min syain yang berarti
seluruh atau apapun. Untuk itu, seluruh hasil ekonomi dikenakan
khums. Di lain pihak, umumnya fuqaha membatasi arti frase
tersebut pada rampasan perang dan kemudian diperluas
pengertiannya termasuk harta karun, dan kadang termasuk barang
tambang. Ayatullah Ahmadi mengungkapkan beberapa penelitian
mengenai kata khums. Setelah berkonsultasi dengan penyusun
kamus, para penerjemah, dan fuqaha, baik jumhur maupun syi’ah,
dia menyimpulkan frase “ghanimtum” dalam ayat tersebut merujuk
pada segala kekayaan yang dengan atau tanpa usaha, menanam
modal atau tidak, melalui rampasan perang, perdagangan,
pertanian, atau industri. Oleh karena itu, setiap muslim wajib
membayar khums yaitu seperlima dari harta yang dimiliki untuk
Allah, Rasul, kerabat Rasul, baik sedikit ataupun banyak. Dalam teks
ayat tidak disebutkan batasan apapun atau kondisi tertentu kecuali
dikatakan serupa ghanimah.
Ayatullah Ahmadi mengutip teks dari perintah-perintah tertulis
Rasul kepada pegawainya di berbagai daerah termasuk di suku-
suku Arab, yang menunjukkan bahwa Rasulullah menginstruksikan
mereka untuk mengumpulkan khums dari para muallaf pada setiap
hasil ekonomi mereka tidak hanya dari rampasan perang.
Mengingat pentingnya mengetahui metode yang digunakan
Rasulullah dalam pengumpulan khums, berikut disertakan bukti-
bukti:
a. Rasulullah mengirim surat kepada suku-suku yang tersebar di
seluruh Arabia, Oman, Bahrain, Yaman, Syiria yang berisi
perintah untuk membayar khums. Perintah ini ditujukan kepada
seluruh suku termasuk suku yang kecil yang tidak mampu
melawan atau menyerang kaum musyrikin. Dari hal ini dapat
dipahami bahwa perintah khums tidak merujuk pada rampasan
perang.
106
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
b. Jika ghanimah yang dimaksud dalam instruksi Rasulullah
bermakna harta rampasan perang, maka perintah tersebut
mengandung arti bahwa setiap orang diizinkan untuk memerangi
orang kafir setiap saat dan tempat. Jika diartikan demikian, tentu
perintah tersebut mengakibatkan chaos. Tentu, hal ini
berlawanan dengan perilaku Rasulullah dan tidak akan pernah
ada teladan dalam sejarah Islam untuk melakukan itu.
c. Dalam sebuah suratnya yang dikirim kepada Amr bin Hazm,
Rasulullah memerintah Amr agar mengumpulkan khums di
Yaman. Pada saat perintah itu turun, di Yaman tidak ada perang
yang memungkinkan dipungutnya khums dari rampasan perang.
d. Dalam surat yang dikirim kepada suku Sa’ad dan Judam, beliau
menginginkan mereka untuk mengirimkan zakat beserta khums
kepada utusan Rasulullah, Ubay dan Anbasah atau perwakilan
kedua. Perintah ini ditujukan kepada kedua suku tersebut ketika
mereka baru masuk Islam dan belum punya harta rampasan
perang.
e. Dalam banyak surat, rasulullah mengirim surat keamanan
kepada suku-suku Arab. Beliau mengikat mereka untuk
membayar khums dan kewajiban lainnnya. Hal ini menunjukkan
bahwa setiap individu wajib membayar khums atas harta
kekayaan mereka.
Ayatullah Ahmadi menyebutkan bukti lain bahwa Rasulullah
menunjuk petugas untuk mengumpulkan khums seperti halnya
petugas khusus untuk mengumpulkan zakat. Seperti disebutkan
sebelumnya, khums adalah pajak yang dikumpulkan dari berbagai
jenis ghanimah dan yang lebih penting lagi dipungut dari tabungan
konsumen dan keuntungan produsen. Dua puluh persen dari dana
yang terkumpul setiap tahun berupa khums. Salah satu cirri khums
–seperti juga pajak- adalah proporsional. Ciri ini membawa pengaruh
atas kestabilan ekonomi. Pada lain pihak, hal ini mencegah
memburuknya inflasi ketika total permintaan melebihi total
penawaran dan mencegah stagnasi situasi sebaliknya berlaku.
107
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Selain dapat menambah pemasukan kas Negara dan stabilitas
ekonomi, khums juga tidak menurunkan insentif produsen untuk
meningkatkan hasil produksi karena khums di pungut dari
keuntungan bersih atau nilai tambah produsen.
4. Jizyah
Sumber pajak lain pada masa awal Islam yaitu jizyah yang
dipungut dari nonmuslim yang hidup di bawah pemerintahan Islam
tapi tidak mau masuk Islam. Pajak yang dikenakan pada mereka
merupakan pengganti dari imbalan atas fasilitas ekonomi, sosial dan
layanan kesejahteraan yang mereka terima dari pemerintahan
Islam, juga sebagai jaminan dan keamanan hidup dan harta mereka.
Pajak ini mirip dengan zakat fitrah yang dipungut dari muslim setiap
tahun.
Kelompok pertama yang setuju membayar jizyah kepada
Rasulullah adalah Kristen Najran. Lalu Rasulullah juga
mengumpulkan jizyah dari masyarakat Bahrain yang menganut
faham zoroisme. Pada saat itu orang-orang yang terlibat dalam
pengumpulan jizyah adalah Abu Ubaydah bin Al-Jarrah dan Mu’adz
bin Jabal. Jumlah jizyah di masa Rasulullah sebanyak 1 dinar yang
dipungut setiap tahun dari kaum laki-laki. Perempuan, anak-anak di
bawah umur 15 tahun, kaum lemah, budak, pendeta, dan biarawan
yang tidak memiliki harta tidak dipungut jizyah.
Jizyah bukan satu-satunya pajak perkapita yang dikumpulkan
pada masa awal Islam. Pajak yang mirip dengan ini adalah zakat
fitrah yang dikumpulkan dari muslim. Jumlah jizyah sama dengan
minimum zakat dari yang dibayarkan oleh muslim, karena nisab
zakat saat itu setara dengan 400 dirham atau 40 dinar dan zakatnya
sebesar 10 dirham atau 1 dinar. Selain nonmuslim tidak dikenai
pajak, kecuali mereka yang memiliki lahan. Maka seperti halnya
muslim, mereka dikenakan pajak bumi. Mereka membayar jizyah
dan tidak dilibatkan dalam perang.
108
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
5. Pemasukan Lain
Sumber pemasukan lainnnya adalah kafarat atau denda yang
dikenakan pada seorang muslim ketika melakukan pelanggaran.
Denda dibayar dalam bentuk tunai atau bentuk lain. Contohnya, jika
seorang muslim batal puasa satu hari pada bulan Ramadhan, ia
harus memberi makan 60 orang miskin dalam jangka waktu
tertentu untuk menghapus dosanya. Jenis Kafarat yang lain bisa
ditemui dalam buku hukum Islam.
2. Metode Pengumpulan Pajak
Setelah memahami jenis-jenis pemasukan kas negara,
selanjutnya kita harus mengetahui metode pengumpulannya. Surat-
surat yang dikirimkan Rasulullah ke daerah-daerah yang baru
ditaklukkan tentang pengumpulan zakat dan shadaqah, sampai saat
ini masih ada. Surat-surat itu dikumpulkan Ayatullah Ahmadi dalam
sebuah buku yang bertajuk Surat-surat Rasulullah. Mengingat zakat
merupakan sesuatu yang baru dan orang yang baru msuk islam
tentu masih asing dengan wacana yang baru tersebut. Rasulullah
dalam suratnya menyebutkan sumber-sumber dan besarnya zakat.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab ra. Setelah
mendapatkan kemenangan dan menaklukkan beberapa wilayah
secara paksa, pajak tanah dikumpulkan dari mereka. Hasil
pemasukan baitul maal saat itu meningkat hingga mencapai 160
juta dirham. Karena itu, metode pengumpulan, sikap, dan tindakan
para pegawai pajak mendapat perhatian serius. Salah satu contoh
sikap cara mengumpulkan pajak, diuraikan oleh Amirul Mukminin Ali
bin Abi Thalib Kepada salah satu pegawainya sebagi berikut:
“Mulailah dengan memberi peringatan agar takut hanya kepada Allah… jangan menakut-nakuti mereka dan jangan masuk kelahan/kebun jika dari mereka tidak mengizinkan atau melarangnya. Dan jangan mengambil apapun dari mereka selain yang Allah tentukan. Jika kamu sudah sampai di sebuah suku, mampirlah ke sumber air tanpa memasuki kemah mereka lalu dekati mereka dengan sopan hingga kalian berada di tengah mereka. Sapa
109
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
mereka dan jangan sega-segan puji mereka, “Wahai hamba Allah, teman dan khalifah Allah telah mengirim saya untuk mengumpulkan hak Allah dan membagi harta milikmu. Apakah ada bagian atau hak Allah dari hartamu yang harus kau bayar untuk khalifah Allah? Jika ia berkata tidak ada, jangan menentangnya. Jika ia menjawab ada, pergilah bersamanya tanpa membuatnya takut atau khawatir. Jangan berlaku kasar dan menyulitkan mereka. Ambil apapun, emas atau perak yang ia beri. Jika ia memiliki sapi, domba atau unta jangan mendekati hewan tersebut tanpa izin mereka karena itu adalah hak milik mereka. Ketika kamu mendekati hewan tersebut jangan bersikap seolah-olah kamu adalah penguasa. Jangan menakut-nakuti hewan tersebut dan membuat si pemilik jengkel. Bagilah harta miliknya menjadi dua bagian biarkan si pemilik memilih bagian yang ia inginkan. Ketika dia memilih, jangan menentang pilihannya. Lalu bagilah sisanya menjadi dua dan biarkan ia memilih kembali sesuai keinginannya dan jangan menentang pilihan yang ia suka. Teruskan membagi harta milik tersebut seperti itu hingga tersis jumlah yang menjadi hak Allah dari hartanya. Lalu kumpulkan hak Allah dari harta tersebut. Jika ia ingin membatalkan pembagian itu, persilahkan dan aduk kembali hewan-hewan itu, kemudian lakukan prosedur yang sama untuk kedua kalinya hingga ia membayar hak Allah atas hartanya. Jangan mengambil unta tua yang tidak cocok untuk bekerja, lemah dan cacat. Jangan menunjuk seorang petugas keuali berdasarkan keikhlasannya dan kepahamannya terhadap agama sehingga ia akan bekerja dengan jujur. Pilihlah pegawai yang jujur dan mempunyai posisi yang baik, yang tidak menunjukkan sikap kasar atau keras dan tidak menjengkelkan atau membosankan orang. Lalu kirim kepada kami secepatnya apa yang telah kamu kumpulkan. Agar kami dapat menggunakannya untuk tujuan-tujuan yang telah diperintahkan Allah. Ketika si petugas mengumpulkan harta benda, katakan kepadanya jangan memisahkan induk unta dengananaknya yang masih menyusui. Jangan memeras susunya berlebihan sehingga tidak dapat dikendarai lagi karena kelelahan. Dalam hal memeras susu dan mengendarai unta, perlakukanlah sebagaimana mestinya. Unta yang sakit harus diberi istirahat. Kendarailah unta dengan perlahan. Jika sudah melakukan perjalanan jauh yang melelahkan, ajaklah mereka ke kolam atau sumber air lainnya secara teratur dan bawalah mereka ke padang rumput. Biarkanlah mereka berhenti di tempat yang ada air dan rumput. Dengan izin Allah, unta-unta akan sampai ke tempat kita dalam keadaan gemuk, tegap, bersumsum dan tidak
110
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
kelelahan atau kita bisa membagi dan mendistribusikannya sesuai dengan kitab Allah dan sunnah Rasulullah. Allah telah mengatur apa yang paling cocok sebagai ganjaran dan petunjuk yang benar dan pengorbanan, jika Allah menghendaki.”
D. Jenis Pengeluaran Baitul Maal dan Kebijakan Fiskal
Ada dua kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw dan
empat khalifah pada permulaan Islam untuk pengembangan
ekonomi serta peningkatan partisipasi kerja dan produksi. Yang
pertama adalah mendorong masyarakat memulai aktivitas ekonomi,
baik dalam kelompok sendiri maupun bekerja sama dengan
kelompok lainnya, tanpa dibiayai Baitul Mal. Contoh sangat baik
untuk kebijakan jangka pendek ini dilakukan Rasulullah di Madinah
pada permulaan Hijrah seperti telah dijelaskan di muka. Yang kedua
kebijakan dan tindakan aksi yang dilakukan Rasulullah dan Khulafa
dengan mengeluarkan dana Baitul Mal. Kedua pendekatan ini, dapat
saja berasal dari inisiatif pemerintah kemudian diimplementasikan
atau berasal dari usulan seorang atau beberapa orang muslim.
Kedua jenis kebijakan dijelaskan pada bagian berikut untuk
mengambarkan peran yang dimainkan setiap orang dalam
pertumbuhan ekonomi dan masyarakat pada era permulaan Islam.
1. Penyebaran Islam
Karena dasar keyakinan dan perbuatan setiap muslim ditetapkan
dalam Al-Qur’an, Rasulullah Saw memulai dakwahnya di Mekkah
dengan menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an untuk mengajak penduduk
Mekkah kepada Islam. Setelah hijrah ke Madinah, di samping
mengajak setiap orang yang baru masuk Islam untuk mengajarkan
Quran dan mengajarkan infaq di jalan Allah. Rasulullah juga
memerintahkan “orang-orang ynag tinggal di mesjid (kaum suffah)
seperti Abas bin Sa’id dan Al-‘Asi dan Abu ‘Ubaydah bin al-Jarrah,
memilih di antara mereka sendiri siapa yang akan mengajarkan
Alquran. Pada tahun 10 Hijrah Rasululah Saw mengirimkan ‘Amr bin
111
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Hazm ke Najran untuk mengajarkan Alquran dan mengumpulkna
zakat. Sahabat lain yang dikirim Rasulullah keluar Madinah untuk
mengajarkan Alquran dan memerintah berdasarkan Islam adalah
Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah, Rafi’ bin Malik Al-Anshari, Usayd bin
Hudayr, dan Khalid bin Sa’id Al-‘Asi.
Setiap kali berhasil menaklukkan suatu wilayah, Rasulullah saw
memilih seorang pejabat untuk mengajarkan Alquran di wilayah
tersebut. Sebagai contoh , setelah menaklukkan Mekkah, Rasulullah
memilih ‘Attab bin Osayd sebagai gubernur Mekkah dan Mu’adz
sebagai pengajar aqidah dan hukum Islam. Menyusul kemenangan
Perang Tabuk dan penyerahan Tha’if, pengaruh Islam telah tersebar
ke setiap penjuru Jazirah Arab sehingga para perwakilan dan
pemimpin-pemimpin suku-suku Arab datang ke Madinah untuk
menerima Islam. Ketika mereka kembali ke daerah masing-masing,
Rasulullah mengirimkan bersama mereka sahabat yang akan
mengajarkan Islam dan Alquran serta seorang yang lain menarik
zakat.
Rasulullah Saw juga melakukan bermacam cara untuk
mengembangkan dakwah Islam. Karena puisi dan sastra sangat
dihargai pada masa permulaan Islam. Rasulullah menggunakan para
penyair dan sastrawan untuk menyebarkan ajaran Islam. Di antara
penyair yang membacakan puisi untuk membangkitkan semangat
jihad kaum muslimin adalah Hasan bin Tsabit, Abdullah bin
Rawahah, dan Ka’ab bin Malik. Di samping mereka juga terdapat
beberapa orator yang membantu Rasulullah pada permulaan Islam.
Selama memimpin kaum muslimin, Rasulullah mengirim banyak
sahabat ke berbagai negara untuk mengajak pemimpin serta
masyarakatnya menerima Islam. Sebagai contoh, Rasulullah Saw
pernah mengirim tujuh puluh pemuda Anshar untuk berdakwah
kepada penduduk Najd, atas permintaan salah seorang dari mereka,
ketika terjadi tragedi Bir Maunah. Demikian juga pada suatu hari di
bulan Muharram tahun ke-7 setelah Hijrah, rasulullah mengirim
beberapa utusan yang membawa surat Rasulullah Saw ke enam
112
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
negara untuk mengajak pemimpin dan penduduk negara itu kepada
Islam. Jumlah duta Rasulullah Saw itu seluruhnya 26 orang. Mereka
selalu berhasil dalam menjalankan misi kecuali mengislamkan
Kaisar Byzantium, Raja Persia beserta dua atau tiga orang lainnya.
Petugas-petugas itu berangkat ke tempat tujuan dakwah mereka
dengan biaya sendiri, terkadang dibiayai oleh baitul maal. Pada
tahun-tahun setelah Hijrah berikutnya, ketika dana baitul maal
semakin banyak dan perjalanan yang harus ditempuh semakin jauh,
biaya perjalanan serta gaji para utusan diambil dari dana baitul
maal. Salah satu pengeluaran yang dibiayai Baitul Maal adalah
perjalanan dakwah dalam rangka menyebarkan ajaran Islam.
2. Gerakan Pendidikan dan Kebudayan
Rasulullah juga memberi perhatian besar terhadap pengajaran
dan pendidikan bagi setiap muslim dan memanfaatkan setiap
sumber daya untuk membuat mereka melek huruf. Sebagai contoh,
Rasulullah memerintahkan Zayd bin Tsabit yang telah diajarkan
membaca dan menulis oleh seorang tawanan Perang Badr, untuk
mempelajari tulisan Yahudi. Rasulullah juga menyatakan kepada
sepuluh tawanan perang Badar bahwa jika telah mengajarkan
sepuluh orang pemuda Anshar membaca dan menulis, mereka akan
dibebaskan. Dengan cara ini, jumlah sahabat yang melek huruf
meningkat sehingga juru tulis dan baca Rasulullah tercatat
sebanyak 42 orang. Angka ini sangat berarti dibandingkan dengan
sebelum masa kenabian, jumlah suku Qurasy yang melek huruf
hanya 17. Demikian juga di Madinah, kecuali bangsa Yahudi, jumlah
penduduk yang dapat membaca dan menulis sangat sedikit. Al-
Waqidi mengatakan jumlah itu hanya sebelas orang.
Gerakan belajar membaca dan menulis di Madinah menyebar
luas sehingga tempat tersebut dikenal dengan nama Darul Qurra
(Rumah Para Penulis). Ini terkait dengan kembalinya Abdullah bin
Maktum ke Madinah dari perang Badr bersama dengan Mus’ab bin
Umair yang menetap selama sekitar tiga bulan di Darul Qurra. Al
113
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Waqidi juga menyebutkan bahwa ada satu tempat khusus di sudut
kota Madinah yang digunakan untuk shalat dan belajar.
Rasulullah Saw juga menunjuk beberapa hakim di kalangan
muslimin. Beberapa sahabat yang ditunjuk antara lain Ali bin Abi
Thalib, Muhammad bin Maslamah dan Attab bin Asid. Di samping
mengirimkan juru dakwah serta mengangkat hakim dan pengajar,
Rasulullah Saw juga memberi perhatian sangat besar terhadap
pembangunan masjid yang digunakan sebagai tempat shalat
berjamaah di samping sebagai tempat bermusyawarah, konsultasi
dan mengambil keputusan, serta tempat pendistribusian dana baitul
maal. Pada lain kesempatan Rasulullah Saw juga menggunakan
masjid sebagai tempat tinggal bagi orang-orang yang tidak
mempunyai rumah. Seperti di sebutkan sebelumnya, beberapa
muhajirin menetap selama sekitar tiga bulan di masjid sementara
Rasulullah sendiri pernah tinggal di rumah milik sahabat Anshar.
Setelah penaklukan Mekkah, beberapa kelompok dari berbagai
tempat di Hijjaz menemui Rasulullah untuk masuk Islam. Rasulullah
memerintahkan mereka tinggal di rumah para sahabat atau di
tempat khusus di dalam mesjid.
Perhatian Rasulullah terhadap masalah-masalah yang disebutkan
di atas mengajarkan kita bahwa pemerintah seharusnya memberi
perhatian penting pada masalah pendidikan dan sedapat mungkin
mencukupi seluruh kebutuhan dana untuk itu.
3. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Selama masa kepemimpinan Rasulullah dan Khalifah yang
empat, para ulama, ahli kedokteran dan orang-orang yang dapat
menulis memperoleh penghargaan dan dimanfaatkan untuk
menyebarkan ilmu pengetahuan. Di Madinah, jasa para ahli
kedokteran yang sudah mengajar dan praktek medis di sekolah
Jundany Shapur dimanfaatkan. Berbagai upaya dilakukan agar
mereka dapat tinggal di sana serta membuka praktek medis,
sekalipun mereka bukan muslim.
114
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Salah satu ahli kedokteran terkenal di masa Rasulullah adalah
Harits bin Katadah, yang menyelesaikan pendidikannya di sekolah
Jundayshapur di Persia dan membuka praktek medis di sana. Ketika
kembali ke tanah airnya, Rasulullah menyambut kedatangannya.
Perhatian Rasulullah yang begitu besar terhadap ahli kedokteran ini
dibuktikan dari kunjungan yang dilakukan Rasulullah kepadanya.
Ketika Sa’ad bin Abi Waqqash sakit, Rasulullah SAW menemui Sa’ad
dan merekomendasikan agar Sa’ad dibawa kepada Harits bin
Katadah untuk diobati.
Ahli kedokteran pada era tersebut adalah Al-Nadr bin Al-Harits,
putera Harist bin Katadah, Damad bin Tsa’labah Al-Azdi, yang juga
merupakan kepercayaan Rasulullah dan ibnu Abi Ramtah At-
Tamimi. Nama terakhir ini adalah ahli bedah dan menuliskan setiap
operasi yang dilakukannya yang dapat kita baca sampai saat ini.
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib , beberapa ahli
kedokteran berdiam di Kufah, ibu kota pemerintahan waktu itu. Di
antara mereka yang paling terkenal waktu itu adalah Atir bin Amr
bin Hani As-Sakuni. Ahli yang satu ini diminta untuk mengobati
khalifah ketika terluka dalam suatu peperangan. Para ahli yang
disebutkan di atas umumnya beragama Kristen dan Zoroaster.
Kenyataan bagaimana mereka diminta untuk mengobati dan
menyelamatkan hidup khalifah menjadi bukti kedekatan hubungan
yang saling percaya dan menghargai.
Dalam sejarah, terdapat beberapa nama muslimah yang dikenal
sebagai bidan. Di antaranya adalah Salma, isteri Abu Rafi’ yang
membantu kelahiran putera Rasulullah, Ibrahim. Di antara muslimah
yang bertindak sebagai perawat adalah Rafidah Al-Anshari, yang
merawat para mujahid yang terluka pada perang Khandaq.
Rasulullah juga memberi perhatian sangat besar pada masalah
kesehatan. Salah satu hadis Rasulullah yang paling terkenal adalah
“kebersihan sebagian dari iman” membuktikan hal itu. Ini selaras
dengan hadis lain yang mengatakan “seandainya tidak
memberatkan umatku, niscaya aku mewajibkan mereka menggosok
115
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
gigi setiap kali shalat. Di samping itu, untuk mencegah penyebaran
penyakit, Rasulullah memerintahkan agar orang yang sakit
dikarantina sampai sembuh. Berdasarkan empat puluh kebiasaan
Rasulullah yang berisikan perintah dan imbauan kesehatan, Ibn
Tarfan menyusun sebuah buku berjudul The Prophet’s Precepts on
the Art of Medicine yang terbagi ke dalam sepuluh bab. Semua yang
disebut di atas merupakan indikator besarnya perhatian Rasulullah
terhadap ilmu kedokteran dan kebersihan. Segala sesuatu yang
dilakukan Rasulullah ditujukan untuk mengerahkan sumber daya
demi kesehatan dan pengajaran. Dengan cara ini kaum muslimin
cepat belajar sehingga para ahli kedokteran muslim memperoleh
pengakuan yang berarti di bidang ini. Superioritas kaum muslimin di
bidang medis, kimia dan ilmu pasti lainnya pada masa Imam Ja’far
as-Sadiq bin Muhammad Baqir dan Imam Ali Ar-Rida bin Musa al-
Kazhim juga diakui.
Seni lain yang sangat penting pada masa kenabian adalah
produksi senjata. Disebutkan bahwa salah satu sahabat Rasulullah
atas izin beliau berangkat ke Persia dan membawa pulang empat
ahli pembuat pedang, perisai, helm, tombak, panah dan busur
berikut bahan baku yang diperlukan –bijih besi dan kayu
badamshak. Dengan dibangunnya tungku pembakaran, dibuatlah
senjata seperti yang disebut di atas dari bijih besi serta panah dan
busur dari kayu badamshak.
Pada peperangan Khaibar, kaum muslimin mengenal dua senjata
baru, yakni mangonel dan testudo, yang dibuat oleh kaum Yahudi.
Kaum muslimin kemudian mempelajari cara pembuatan senjata ini
yang kemudian digunakan pada peperangan berikutnya, yakni
perang di Thaif.
Perlu diketahui bahwa perhatian Rasulullah menyebabkan kaum
muslimin terbuka terhadap hal-hal yang disebutkan di atas. Selain
itu, Rasulullah saw juga memerintahkan setiap muslim untuk
mempelajari bisnis dan profesi yang ada. Dengan dukungan ini, seni
tenun, jahit, pandai besi, konstruksi, kerajinan kulit, penggalian, dan
116
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
pemanfaatan air tanah ditata menurut aturan Rasulullah yang
melibatkan para seniman dan perajin terlibat dalam aktivitas ini.
Di antara ilmu pengetahuan yang menyentuh kehidupan dunia
Islam pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab ibn al-
Khattab adalah ilmu manajemen yang mengatur masalah akuntansi
dan fiskal Baitul Mal. Penerimaan kaum muslimin terhadap ilmu ini
berikut aplikasinya menyebabkan dikembangkannya metode paling
canggih untuk menyusun anggaran serta perhitungan pendapatan
dan pengeluaran sektor-sektor publik.
Penaklukan Syiria dan Mesir, juga pada masa pemerintahan
Khalifah Umar bin Khatab, mengenalkan kaum muslimin kepada
teknologi baru. Di antaranya adalah arsitektur dan tata kota yang
menghasilkan pembangunan kota Kufah dan Kisra atas perintah
Khalifah Umar bin Khatab. Dengan izin Khalifah Umar bin Khatab,
juga dibangun terusan antara Fustat, ibukota Mesir ketika itu,
dengan Laut Merah (Bahrul Qulzum). Arti penting berbagai kegiatan
ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian 'Pembangunan
Infrastruktur dengan Dana Baitul Mal'.
Pada masa pemerintahan Ali, sebagai konsekuensi dari
perhatiannya yang besar atas pengembangan ilmu pengetahuan,
Basrah dan Kufah menjadi dua pusat ilmu dan sastra. Abul Aswad
ad-Duali yang dikenal sebagai ahli tata bahasa Arab menurut
sebuah riwayat tinggal di Basrah. Abul Aswad yang juga salah satu
sahabat karib Ali atas perintah Khalifah melakukan kompilasi tata
bahasa Arab. Ilmu tafsir, sunnah Rasulullah, puisi, dan sastra
biografi, hadis, serta beberapa bidang ilmu lain mengalami
pematangan pada era ini.
Di antara langkah penting yang dilakukan oleh Amirul Mukminin
Ali bin Abi Thalib pada masa pemerintahannya adalah pencetakan
mata uang koin atas nama negara Islam. Sampai saat itu, mata
uang yang digunakan adalah koin Romawi dan Persia. Di koin
tersebut tertulis "Allah itu satu. Dia tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan. Dan tidak ada satu pun yang setara dengan-Nya.
117
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Tidak ada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Muhammad
adalah utusan Allah. Dia mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan
agama yang benar untuk dimenangkan atas agama-agama lain
sekalipun orang-orang musyrik itu benci. Dirham itu dicetak di
Basrah pada tahun 40 H.
Dokumen ini menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, kaum muslimin telah menguasai
teknologi peleburan besi dan pencetakan koin. Dokumen ini juga
menunjukkan bahwa pencetakan uang logam pertama dalam
sejarah Islam dilakukan pada masa pemerintahan Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib bin Abi Thalib, bukan pada masa
Abdul Malik bin Marwan, seperti yang banyak disebutkan dalam
buku-buku sejarah.
4. Pembangunan Infrastruktur
Di samping mendorong aktivitas swasta, Rasulullah saw juga
memberi perhatian khusus pada pembangunan infrastruktur. Selain
membagikan tanah kepada masyarakat untuk pembangunan
permukiman, Rasulullah membangun kamar mandi umum di sudut
kota. Atas saran seorang sahabat, Rasulullah juga menentukan
tempat yang berfungsi sebagai pasar di kota Madinah. Ia juga
memberi perhatian khusus pada upaya perluasan jaringan
komunikasi antara penduduk sehingga jalan-jalan yang sangat
sempit serta batas kota dihapuskan, bahkan di wilayah
pertempuran. Rasulullah saw juga sangat memperhatikan jasa pos
dan memerintahkan perbaikannya.
Khalifah Khalifah Umar bin Khatab ibn al-Khattab juga
memberikan perhatian besar tehadap pembangunan infrastruktur.
Kota Kufah dan Basrah dibangun atas perintahnya. Selain itu, ketika
pembangunan kota ini tengah berlangsung, Khalifah memberikan
perhatian khusus terhadap jalan-jalan raya, pelebaran jalan, dan
meletakkan pembangunan masjid di pusat kota. Setelah menerima
laporan kondisi geografis Mesir, Khalifah Umar bin Khatab menulis
surat langsung kepada Amr bin Ash yang kala itu memerintah Mesir
118
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
atas nama Khalifah agar Amr bin Ash mengalokasikan sepertiga dari
penerimaan Mesir untuk membangun jembatan, terusan dan
jaringan persediaan air. Khalifah Umar bin Khatab juga menugaskan
orang-orang Kristen dan Yahudi untuk memelihara dan memperbaiki
kerusakan jalan dan jembatan. Tindakan Khalifah Umar bin Khatab
yang paling terkenal di Mesir adalah mengizinkan Amr bin Ash untuk
menggali terusan al-Fustat, ibukota Mesir, yang terletak di dekat
Kairo dengan pelabuhan Suez. Terusan ini difasilitasi dengan
pelayaran antara Hijaz dan Mesir yang memudahkan transportasi
dan pengiriman makanan dari Mesir ke Madinah. Melihat pentingnya
topik ini paragraf berikut disadur secara utuh dari buku al-Kattani,
Administrative Procedure.
Penggalian terusan yang dimaksud adalah saluran yang dibuka
setelah penaklukan Mesir. Terusan ini dimulai dari al-Fustat sampai
dengan Suez. Pejabat yang ditugaskan adalah Amr bin Ash pada
masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab. Terusan ini disebut
Terusan Amirul Mukminin (The Channel of Commander of Believers)
dan menjadi jalur transportasi terbesar antara Mesir, Laut Merah
dan India. Tujuan penggalian, menurut al-Maqrizi, adalah untuk
mengatasi kekurangan pangan di Madinah. Semula Amr bin Ash
mengirimkan makanan melalui jalur darat. Kemudian untuk
memudahkan pengiriman, Khalifah Umar bin Khatab ibn Khattab
memerintahkan Amr ibn Ash untuk membuka terusan dan
mengirimkan makanan melalui jalur laut, Pembangunan terusan ini
selesai pada akhir tahun. Lalu kapal-kapal digunakan untuk
mengirimkan makanan ke Mekkah dan Madinah. Jalur ini tetap
dibuka hingga akhir masa pemerintahan Bani Umayyah sampai
perlahan-lahan terusan mulai ditutupi pasir.
5. Pembangunan Armada Perang dan Keamanan
Selama sebelas tahun memimpin kaum muslimin, Rasulullah saw
terlibat dalam banyak pertempuran. Berbagai pertempuran ini
terjadi akibat serangan yang dilancarkan musuh-musuh Islam dalam
119
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
upaya melenyapkan Islam dan Rasulullah saw. Peperangan yang
pernah diikuti Rasulullah sebanyak 26 atau 27 ghazwah, sebutan
untuk perang yang diikuti Rasulullah, sementara pengiriman
pasukan untuk menahan serangan musuh tercatat 36 sampai 66
sariyah, sebutan untuk perang yang tidak diikuti Rasulullah.
Menurut beberapa catatan, peperangan ini dimulai beberapa bulan
sejak ia hijrah ke Madinah sementara yang lain menyebutkan
dimulai pada tahun kedua Hijriyah.
Jika kita asumsikan pertempuran yang terjadi adalah 26 ghazwah
dan 36 sariyah berarti secara keseluruhan terjadi 62 peperangan.
Artinya, Rasulullah saw dan kaum muslimin terlibat peperangan
rata-rata sekali dalam dua bulan atau 6 kali dalam setahun. Tentu
saja peperangan ini berkali-kali menempatkan Rasulullah dan kaum
muslimin dalam bahaya.
Peperangan sebanyak itu menyebabkan kaum muslimin terbiasa
menghadapi kesulitan dalam penyediaan senjata, makanan, dan
kebutuhan perang lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini terutama
pada tahun pertama setelah hijrah ketika kaum muslimin berada di
bawah tekanan dan kesulitan ekonomi jelas sangat sulit.
Karena jihad merupakan tugas suci bagi setiap muslim, mereka
selalu ingin mengambil bagian pada setiap ghazwah dan sariyah.
Hanya pemimpinnya yang ditunjuk oleh Rasulullah. Para mujahidin
juga selalu menyediakan sendiri senjata berikut kudanya. Pada
perang Badar yang merupakan ghazwah pertama, diikuti 313
anggota pasukan sekalipun Rasulullah tidak mewajibkannya. Pada
waktu itu, kaum muslimin hanya mempunyai dua atau tiga kuda,
dan dua sampai empat orang menggunakan unta.
Salah satu sumber persediaan senjata muslim adalah harta
rampasan perang. Pada ghazwah Badar, setiap muslim kembali
dengan mengendarai binatang. Selain itu, masing-masing menerima
satu atau dua unta. Setiap orang yang tidak mempunyai pakaian
diberi pakaian dan diberi bahan makanan dari pasukan kaum
Quraisy yang jatuh ke tangan mereka. Pembagian harta rampasan
120
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
perang menyebabkan setiap orang miskin menjadi kaya. Seluruh
harta rampasan perang Badar yang terdiri dari unta, barang-barang
dari kulit, pakaian serta barang-barang lain dibagi secara adil
kepada para mujahidin dan delapan orang lain yang terlibat dalam
tugas-tugas yang ditetapkan Rasulullah saw. Pada perang tersebut,
banyak pihak Quraisy berbalik melarikan diri dan, untuk
menyelamatkan diri, mereka membuang pakaian perangnya ke
tanah. Pakaian perang ini juga dibagikan kepada para mujahidin.
Salah satu tawanan perang yang diperoleh dari perang ini adalah
Naufal yang kemudian dibebaskan dengan tebusan 1000 tombak
yang dimilikinya di Jidda.
Satu bulan setelah perang Badar, pasukan kaum muslimin
kembali berperang. Musuhnya, Bani Qainuqa, suku yang termasuk
penduduk Madinah yang mengkhianati perjanjian damai dengan
Rasulullah. Perang ini diakhiri dengan terusirnya suku ini dari
Madinah dan meninggalkan rampasan perang berupa barang-
barang segar dan senjata bagi kaum muslimin. Pada Ghazwah
Uhud, kaum muslimin menggunakan senjata yang diperoleh dari
dua perang sebelumnya. Sekitar 1000 muslim yang mengambil
bagian dalam perang ini dipersenjatai dan sekitar 100 orang dari
mereka menggunakan pakaian perang.
Setelah perang Badar, perintah tentang pembagian harta
rampasan perang turun. Dengan turunnya ayat ini, Rasulullah
mengambil seperlima harta rampasan perang dari setiap
pertempuran. Dengan membagi harta rampasan perang kepada
kaum muslimin atau menjual sebagian dan membeli perlengkapan
yang dibutuhkan, Rasulullah meningkatkan kesiapan kaum muslimin
menghadapi konflik berikutnya. Dari harta rampasan perang yang
diperoleh dari Bani Nadir, Rasulullah memperoleh bagian yang
cukup untuk cadangan selama satu tahun, dan Rasulullah
memerintahkan bagian itu dibelikan kuda serta senjata. Setelah
berhasil mengalahkan Bani Quraizhah, Rasulullah mengirimkan
sejumlah tawanan perang ke Najd dan menerima tebusan yang
121
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
kemudian digunakan untuk membeli kuda dan senjata untuk kaum
muslimin. Sahabat yang ditugaskan untuk urusan ini adalah Said bin
Zaid yang kemudian membeli semua jenis senjata yang dia
temukan di Najd termasuk di antaranya sembilan jenis pedang.
Kadangkala Rasulullah meminjam senjata, bahkan dari orang-
orang nonmuslim. Ketika menghadapi Hawazin, Rasulullah
meminjam seratus pakaian perang berikut perlengkapannya dari
Sofyan bin Umayyah, seorang yang dilindungi di Mekkah sekalipun
tetap musyrik. Rasulullah menjamin setelah kembali dari
peperangan baju besi yang dipinjam ini tetap dalam keadaan baik.
Dan Rasulullah juga meminjam dari Sofyan sejumlah unta untuk
kebutuhan transportasi perang. Dalam perjanjian dengan penduduk
Najran, Rasulullah mensyaratkan jika pecah perang di Yaman,
penduduk Najran akan menyerahkan perlengkapan senjata mereka
kepada kaum muslimin sebagai pinjaman yang dijamin.
Rasulullah terus-menerus meningkatkan kapabilitas pertahanan
kaum muslimin dengan menggunakan peralatan-peralatan baru.
Seperti yang telah disebutkan, setelah perang Khaibar, kaum
muslimin mengenal dua jenis senjata baru yang selama ini sudah
digunakan oleh orang-orang Yahudi, yakni mangonel dan testudo.
Metode lain yang digunakan Rasulullah untuk membiayai perang
adalah mengumpulkan infaq dari para sahabat. Pada setiap perang
yang diikuti, Rasulullah mengajak para sahabat untuk mengambil
bagian. Perang Tabuk merupakan ghazwah Rasulullah yang terbesar
dan terakhir. Tersiar berita bahwa Kaisar Bizantium, Heraklius,
bersama 100.000 prajurit datang dari Bizantium untuk
menghancurkan negeri Islam dan telah tiba di Syiria. Rasulullah
harus menyiapkan pasukan dengan persiapan penuh. Untuk
menyiapkan pasukan berikut perbekalan yang diperlukan,
Rasulullah menyerukan kaum muslimin untuk ikut berjihad.
Hasilnya, sekalipun harus menghadapi udara yang sangat panas
dan jarak perjalanan yang sangat jauh, 30.000 kaum muslimin yang
dipimpin langsung oleh Rasulullah mengambil bagian dalam jihad
122
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
ini. Pada ghazwah kali ini, kaum muslimin membawa 10.000 kuda
dan 12.000 unta. Beberapa catatan menyebutkan bahwa pasukan
kaum muslimin lebih dari 70.000 orang. Namun, jumlah ini tidak
dapat berangkat karena kekurangan binatang tunggangan. Karena
jauhnya jarak yang harus ditempuh, Rasulullah ingin segera
mencapai lokasi, mereka yang hanya berjalan kaki tidak dapat ikut
berperang. Orang-orang ini menemui Rasulullah dan meminta diberi
tunggangan agar dapat ikut berjihad. Namun, Rasulullah berkata,
"Saya tidak dapat menyediakan kendaraan bagi kalian". Mereka pun
meninggalkan tempat pertemuan dengan tangis sedih. Kemudian
turunlah ayat 92 surat Syura mengenai sikap mereka sebagai
penghargaan atas mereka.
Untuk menutupi biaya perangTabuk, diperlukan bantuan
keuangan dari kaum muslimin yang kaya. Semua ini dilakukan
dengan kerelaan yang tinggi, bahkan para wanita melepaskan
perhiasan mereka. Orang-orang miskin juga memberikan apa yang
dapat mereka berikan. Seseorang datang kepada Rasulullah dengan
membawa sejumlah kurma dan berkata, "Ya Rasulullah, saya
bekerja di kebun kurma dan menerima dua takaran kurma sebagai
upah. Saya telah menyimpan yang satu bagian untuk keluarga saya
dan satu bagian lagi untuk perang ini".
Sebagai bagian dari upaya untuk mendapatkan dan membiayai
pasukan, Rasulullah melakukan langkah-langkah perencanaan
militer dan mengembangkan institusi militer. Contoh yang baik
adalah perencanaan dan persiapan yang dilakukan menjelang
perang Ahzab dan rencana pertahanan Madinah. Rasulullah
memperoleh berita bahwa seluruh musuh Islam, baik Quraisy
maupun Yahudi, berkonspirasi untuk menyerang Madinah dan
melenyapkan dakwah Rasulullah. Pada awalnya, Rasulullah
berusaha mencegah terjadinya konsprirasi pasukan penyerang ini,
namun tidak berhasil. Kemudian Rasulullah bermusyawarah dengan
para sahabat. Salman al-Farisi mengusulkan penggalian parit di
sekeliling Madinah untuk melindungi kota dari serangan musuh.
123
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Untuk melaksanakan rencana ini, Rasulullah membagi kaum
muslimin menjadi beberapa kelompok kerja sehingga setiap sepuluh
orang muslim bertanggung jawab menggali empat puluh kubik parit.
Menurut beberapa penulis, panjang parit seluruhnya lebih dari 5 1/2
kilometer dengan lebar 10 meter dan kedalaman 5 meter.
Bukti-bukti sejarah di atas menunjukkan bahwa kaum muslimin
melihat jihad sebagai tugas suci. Mereka berangkat ke medan
perang dengan pikiran jernih dan dengan izin Allah, bahkan sedapat
mungkin mereka memenuhi kebutuhan mereka sendiri seperti
senjata, kendaraan dan bekal.
Seperlima harta rampasan perang yang diambil dari setiap
peperangan merupakan sumber dana Baitul Mal yang terpenting
yang terutama digunakan untuk memperkuat pengembangan
pasukan kaum muslimin. Selebihnya rampasan perang dibagikan
kepada semua yang ikut berperang, atau sebagian dijual untuk
membeli perlengkapan perang yang dibutuhkan. Kadangkala
Rasulullah juga meminjam senjata yang dibutuhkan. Metode
terakhir merupakan satu kebijakan kreatif untuk membiayai dana
dan kebutuhan perang yang dapat dilihat sebagai satu kebijakan
fiskal khusus yang diambil Rasulullah.
6. Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
Sebagian dana Baitul Mal yang digunakan Rasulullah untuk
mengatasi kelaparan yang menimpa orang-orang fakir dan miskin.
Penerimaan ini, seperti yang akan diuraikan, terdiri atas ghanimah,
khums, zakat, kharaj, dan jizyah.
Zakat diwajibkan kepada setiap orang yang telah dapat
mencukupi kebutuhannya dalam satu tahun atau dengan kata lain
setiap orang yang mempunyai harta sampai tingkat nisab (batas
kena pajak), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Bagaimana zakat dibayarkan untuk berbagai kegiatan yang
disebutkan di atas telah dijelaskan pada bagian penerimaan dana
Baitul Mal. Di sini hanya akan ditunjukkan gambaran dan indikator
jumlah pendapatan minimal yang dapat dikenai zakat pada masa
124
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
permulaan Islam untuk memperlihatkan bagaimana jika penghasilan
seseorang tidak mencapai tingkat ini, Baitul Mal akan
memperlakukannya secara berbeda. Setiap sumber dana Baitul Mal
digunakan untuk tujuan masing-masing yang spesifik. Sebagai
contoh, penerimaan zakat hanya dapat digunakan untuk:
1. Menyantuni fakir miskin
2. Menampung tuna wisma
3. Membayar gaji para pengumpul zakat
4. Melunasi utang orang-orang yang tidak mampu membayar
utangnya
5. Menolong orang-orang yang baru masuk Islam
6. Membebaskan budak, dan
7. Melaksanakan aktivitas pekerjaan umum
Khums juga digunakan untuk pengeluaran yang khusus seperti
halnya zakat. Zakat atas tanah di wilayah taklukan yang diperoleh
tanpa peperangan hanya digunakan untuk hal-hal yang dianggap
Rasulullah paling tepat. Namun zakat atas tanah di wilayah taklukan
yang jatuh ke tangan kaum muslimin melalui peperangan hanya
digunakan untuk kepentingan kaum muslimin. Demikian pula,
Rasulullah membagi penerimaan Baitul Mal untuk memenuhi
kebutuhan harian kaum muslimin. Ketika melakukan pembagian,
Rasulullah membagi setiap orang yang berhak dengan jumlah yang
sama.
Dalam beberapa kesempatan Rasulullah memberi hadiah kepada
utusan yang datang yang ingin memeluk agama Islam. Pembagian
hadiah ini adalah sebagai berikut:
1. Tiap anggota utusan Bani Murrah yang jumlahnya 13 orang
menerima sepuluh ons perak, kecuali Harits bin Auf menerima 12
ons
2. Tip anggota utusan Tsa'labah menerima 5 ons perak
3. Bisr bin Muawiyah bin Tawr dari suku Bani Buka diberi beberapa
domba betina
125
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
4. Tiap anggota utusan dari Bani Hanifa yang jumlahnya 13 sampai
19 orang diberi 5 ons perak
5. Utusan dari Tujib yang jumlahnya 16 orang, masing-masing
menerima hadiah yang jumlahnya lebih besar daripada yang
pernah diberikan kepada utusan lain
Berbagai hadiah yang telah disebutkan diberikan melalui Bilal
yang diperintahkan Rasulullah untuk menangani tugas ini. Bilal juga
ditugaskan untuk membantu orang-orang miskin. Orang-orang yang
membutuhkan yang datang kepada Nabi diperintahkan menemui
Bilal untuk mendapatkan pakaian dan makanan. Bilal bahkan
diperintahkan jika terjadi kekurangan anggaran untuk mencari
pinjaman dan mencarikan makanan bagi yang membutuhkan. Oleh
karena itu, setelah Rasulullah meninggal dunia, Fatimah mencari
Bilal, begitu pula halnya cucu Rasulullah, Hasan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelum ini, pada masa
pemerintahan Khalifah Khalifah Umar bin Khatab bin al-Khattab
pernah dilakukan sensus terhadap kaum muslimin dan dengan data
tersebut Khalifah Khalifah Umar bin Khatab menetapkan besaran
pajak tanah taklukan yang dibagikan kepada setiap kaum muhajirin,
Anshar, keluarga Rasul dan lainnya sebagai berikut:
Untuk setiap istri Rasulullah dan pamannya, Abbas, Khalifah
Umar bin Khatab menetapkan 10.000 dirham pertahun kecuali
untuk Aisyah yang ditetapkan sebesar 12.000 diham serta
Juwairiyah dan Safiyah yang mesing-masing menerima 6.000
dirham, Mujahid perang Badar serta putra Ali, Hasan dan Husein,
menerima 5.000 dirham, orang yang pertama masuk Islam tetapi
tidak ikut berperang di Badar menerima 4.000 dirham, Abdullah bin
Khalifah Umar bin Khatab dan anak-anak Muhajirin dan Anshar
tertentu menerima 2.000 dirham, setiap penduduk Mekkah 800
dirham, untuk yang lainnya antara 300 sampai 400 dirham, bagi
para istri Muhajirin dan Anshar 200, 300, 400, 600, dan 1.000
dirham tergantung beberapa hal.
126
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Pembagian di atas diperbaharui pada masa pemerintahan Ali bin
Abi Thalib. Bagian dana baitul mal dibagi secara merata pada setiap
orang berdasarkan kategori yang sama yang dilakukan oleh
Rasulullah. Namun pembagian seperti ini dan pertanyaan atas
keadilannya menyebabkan banyak sahabat yang merasa keberatan
dan menarik dukungannya kepada Ali dan bergabung dengan
Muawiyah.
Ali bin Abi Thalib juga membagi dana baitul mal kepada para
fakir miskin nonmuslim sama halnya dengan fakir miskin muslim.
Suatu hari, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib bertemu dengan
pengemis buta lalu menanyakan keadaannya. Pengemis itu
mengatakan bahwa dia seorang Nasrani. Lalu Ali bin Abi Thalib
memerintahkan agar biaya hidup orang tersebut ditanggung oleh
Baitul Mal.
Contoh di atas memperlihatkan bahwa pada masa awal
pemerintahan Islam, nisab atau pendapatan minimal setiap
penduduk baik muslim ataupun nonmuslim dijamin negara. Tingkat
pendapatan minimal ini dicapai dengan mensinergikan kapabilitas
produksi dengan partisipasi kerja. Dalam kondisi keterbatasan
kapabilitas, kekurangan seseorang ditutupi dengan dana dari
khums, zakat dan kharaj. Masing-masing dana ini dirancang untuk
pengeluaran khusus. Khums digunakan untuk penyebaran dakwah
Islam dan persediaan perang, di samping untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan bagi yang berpendapatan di bawah batas
minimal. Gaji pengumpul zakat diambil dari dana zakat. Setelah
menutupi seluruh pengeluaran Baitul Mal, kharaj dibagikan kepada
setiap muslim. Jelasnya, pengeluaran besar dan terpenting atas
setiap penerimaan yang disebutkan di atas adalah untuk menjamin
kesejahteraan sosial (social welfare) serta penyediaan pelayanan
publik.
7. Ruang Lingkup Aktivitas Baitul Mal
127
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Analisis pengeluaran dana baitul mal memperlihatkan bagaimana
sektor layanan publik memegang peran aktif dalam ekonomi pada
masa awal pemerintahan Islam. Aktivitas ini meliputi perbaikan
pendidikan dan moral, penyebaran agama Islam, membiasakan
kaum muslimin dengan pengetahun baru, serta memasukkan dan
mensosialisasikan berbagai teknik baru. Investasi juga dilakukan
pada pembangunan kota dengan membangun saluran pengairan
dan terusan, pembangunan pasar serta fasilitas sanitasi publik.
Selanjutnya, kebijakan pertahanan keamanan, pembentukan
institusi pada saat diperlukan, serta penyediaan pasukan dan
pengeluaran militer merupakan tanggung jawab sektor publik. Pada
masa Rasulullah saw, tanggung jawab terakhir dijalankan dengan
bantuan kaum muslimin, meminjam perlengkapan dari pihak asing,
serta membagi harta rampasan perang dan menjual seperlima di
antaranya untuk pembiayaan pasukan. Singkatnya, baitul mal
menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup dan kesejahteraan sosial
minimum bagi setiap orang, muslim maupun nonmuslim, yang
hidup di bawah bendera negara Islam.
Di sisi lain, aktivitas pertanian, perdagangan, dan pertukangan
selalu mendapat perlindungan penuh pad masa awal pemerintahan
Islam. Kontrak-kontrak tentang tanah pertanian, bagi hasil pertanian
jangka pendsek, serta kerjasama bisnis, yang terjadi di antara kaum
muslimin menunjukkan perluasan aktivitas yang dilakukan sektor
publik. Dengan kata lain, sektor swasta turut mengambil peran akif
pada pengembangan ekonomi dengan meningkatkan,
mengembangkan dan memperluas partisipasi kerja pada masa awal
pemerintahan Islam. Ruang lingkup serta keharmonisan kedua
sektor ini, publik dan swasta, menciptakan dinamika pertumbuhan,
peningkatan taraf hidup, dan distribusi pendapatan yang diinginkan.
Dapat kita simpulkan bahwa dalam ekonomi Islam, aktivitas
ekonomi tidak bertumpu sepenuhnya pada sektor publik dan swasta
melainkan keduanya memainkan peran yang penting dan harmonis.
128
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
Studi tentang aktivitas baitul mal menunjukkan bahwa aktivitas
yang mempunyai dampak eksternalitas positif atau merupakan
utilitas publik adalah yang disediakan dan dioperasikan oleh sektor
publik (pemerintah). Fakta bagaimana aktivitas ini tidak diserahkan
kepada sektor swasta merupakan alasan mengapa ketersediaannya
relatif tidak berkurang bagi pemenuhan kebutuhan masyuarakat,
membuahkan terjaminnya taraf hidup masyarakat yang diinginkan.
Di sisi lain, aktivitas swasta yang tidak menciptakan eksternalitas
positif atau negatif bagi produsen dan konsumen dan menciptakan
keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar diserahkan
kepada sektor swasta sehingga setiap muslim dapat melakukan
aktivitas dengan memanfaatkan informasi yang tersedia di pasar.
Oleh karena itu, ruang lingkup aktivitas publik pada ekonomi di
masa awal pemerintahan Islam tidak dibatasi oleh keharusan
memonitor, mengatur, dan menerapkan peraturan-peraturan.
Selanjutnya, seluruh aktivitas utilitas publik dan bagian utama
aktivitas barang-barang publik juga menjadi tanggung jawab sektor
ini.
E. Instrumen Kebijakan Fiskal
Berikut kita dapat meringkas topik yang telah dibahas sehingga
dapat melihat perbedaan yang jelas setiap instrument kebijakan
fiskal yang terdapat pada masa awal pemerintahan Islam.
1. Peningkatan Pendapatan Nasional dan Tingkat Partisipasi Kerja
Sebagai tahap awal, dalam rangka meningkatkan permintaan
agregat (aggregate demand) masyarakat muslim di Madinah,
Rasulullah saw melakukan kebijakan mempersaudarakan kaum
Muhajirin dengan kaum Anshar. Hal ini menyebabkan terjadinya
distribusi pendapatan dari kaum Anshar ke kaum Muhajirin yang
berimplikasi pada peningkatan permintaan total di Madinah.
Selain itu, Rasulullah saw juga menerapkan kebijakan
penyediaan lapangan pekerjaan bagi kaum Muhajirin sekaligus
129
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
peningkatan pendapatan nasional kaum muslimin dengan
mengimplementasikan akad muzara’ah, musaqat, dan mudharabah.
Secara alami, perluasan produksi dan fasilitas perdagangan
meningkatkan produksi total kaum muslimin dan menghasilkan
peningkatan pemanfaatan sumber daya tenaga kerja, lahan, dan
modal. Rasulullah saw juga membagikan tanah kepada kaum
Muhajirin untuk pembangunan pemukiman yang berimplikasi pada
peningkatan partisipasi kerja dan aktivitas pembangunan
pemukiman di Madinah, sehingga kesejahteraan umum kaum
muslimin mengalami peningkatan.
Sesuai dengan perintah Allah swt, Rasululah juga melakukan
pembagian harta rampasan perang yang 80% di antaranya
dibagikan kepada para mujahidin. Pembagian ini turut
mempengaruhi peningkatan kekayaan dan pendapatan kaum
muslimin yang pada akhirnya meningkatkan permintaan agregat.
Porsi terbesar pengeluaran Baitul Mal adalah untuk
pembangunan infrastruktur. Pada masa pemerintahan Khalifah
Khalifah Umar bin Khatab, ketika penerimaan Baitul Mal mengalami
peningkatan, pembangunan infrastruktur ini mencapai tingkat yang
luar biasa. Dengan pembangunan infrastruktur ini, persediaan dan
kapasitas produksi ekonomi negara Islam berkembang dengan
pesat.
2. Kebijakan Pajak
Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan Rasulullah saw,
seperti kharaj, khums, dan zakat, menyebabkan terciptanya
kestabilan harga dan mengurangi tingkat inflasi. Pajak ini,
khususnya khums, mendorong stabilitas pendapatan dan produksi
total pada saat terjadi stagnasi dan penurunan permintaan dan
penawaran agregat. Kebijakan ini juga tidak menyebabkan
penurunan harga ataupun jumlah produksi.
Seperti yang telah dijelaskan, zakat dikumpulkan berupa
persentase tertentu dari perbedaan antara produksi dengan biaya
variabel, sehingga tidak mempunyai dampak pada harga atau
130
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
jumlah produksi serta tidak menyebabkan penurunan persediaan
total hasil pertanian. Kharaj yang merupakan sewa tanah juga tidak
mempunyai dampak pada harga dan jumlah produksi sehingga
penarikan jenis pajak ini tidak mempengaruhi penawaran.
3. Anggaran
Pengaturan APBN yang dilakukan Rasulullah saw secara cermat,
efektif dan efisien, menyebabkan jarang terjadinya defisit anggaran
meskipun sering terjadi peperangan. Pada masa pemerintahahn al-
Khulafa ar-Rasyidun, baitul mal juga tidak pernah mengalami defisit,
bahkan pada masa Khalifah Khalifah Umar bin Khatab dan Utsman
terdapat surplus yang besar.
4. Kebijakan Fiskal Khusus
Rasulullah saw menerapkan beberapa kebijakan fiskal secara
khusus untuk pengeluaran negara. Cara pertama yang ditempuh
Rasulullah adalah meminta bantuan kaum muslimin secara sukarela
untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslim. Cara kedua adalah
meminjam peralatan dari kaum nonmuslim secara cuma-cuma
dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi bila terjadi kerusakan.
Hal ini biasanya merupakan klausul dari suatu perjanjian damai
antara Rasulullah dengan suku-suku nonmuslim.
Cara ketiga yang dilakukan Rasulullah adalah meminjam uang
dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada para muallaf.
Pinjaman ini dilakukan dalam jangka pendek. Setelah perang Hunain
dan setelah harta rampasan perang tersebut dibagikan, seluruh
utang-utang dilunasi. Bilal diperintahkan Rasulullah membantu
orang-orang yang membutuhkan dan melunasi utang orang-orang
yang tidak dapat membayar utangnya sendiri. Bilal dibenarkan
meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran tersebut
jika dibutuhkan.
Cara keempat yang ditempuh Rasulullah adalah menerapkan
kebijakan insentif untuk menjaga pengeluaran dan meningkatkan
partisipasi kerja dan produksi kaum muslimin. Kebijakan ini adalah
menghargai orang yang bekerja, beraktivitas, serta menafkahi
131
Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
keluarga dan praktis mencela para pengangguran. Selain
itu,perbuatan baik seperti pemberian qard, wakaf, dan shadaqah
menghasilkan redistribusi pendapatan dan meningkatkan efisiensi
pertukaran serta pemintaan total. Pengharaman monopoli, riba,
transaksi kali bi kali, dan transaksi-transaksi lainnya, termasuk
kecaman terhadap sikap hidup boros, selain meningkatkan efisiensi
sektor swasta, juga meningkatkan penawaran total serta
kesejahteraan ekonomi secara umum.
Setiap dana pajak mempunyai tujuan pengeluaran sendiri. Salah
satu tujuan pengeluaran zakat adalah penyediaan kebutuhan bagi
orang-orang fakir dan miskin di samping untuk menggaji para
pengumpul zakat. Khums juga digunakan unutk memenuhi
kebutuhan pasukan dan perlengkapan perang. Pengeluaran khusus
untuk penerimaan kharaj adalah untuk memelihara kebutuhan
publik. Pada saat yang sama, penerimaan yang disebut di atas juga
dikeluarkan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi publik. Selanjutnya
dana yang dikumpulkan dari setiap daerah dikeluarkan untuk
kebutuhan daerah itu sendiri. Akhirnya, seluruh dana yang tersisa
dikirim ke Baitul Mal.
132