bab 3_10-38

Upload: ananta212

Post on 11-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Artikel Teori Uditing

TRANSCRIPT

  • 16

    BAB III LANDASAN TEORI DAN METODOLOGI

    3.1. Auditing

    3.1.1. Pengertian Auditing

    Agak sulit untuk menyebutkan definisi yang tunggal dan tepat mengenai

    istilah audit. Banyak pengarang terkemuka telah memberikan definisi auditing dan

    masing-masing dari mereka menekankan pada aspek-aspek tertentu. Untuk

    memperoleh pemahaman yang lebih mendalam, Penulis akan merujuk pada beberapa

    definisi berikut ini.

    Arens et al. (2006) mendefinisikan auditing sebagai berikut: Auditing is the

    accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report

    on the degree of correspondence between the information and established criteria.

    Auditing should be done by a competent, independent person. Definisi tersebut dapat

    diartikan bahwa auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti

    tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk

    menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-

    kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan

    independen.Pengertian ini mencakup beberapa hal penting, antara lain: informasi

    yang dapat diukur dan kriteria yang telah ditetapkan;aktivitas mengumpulkan dan

    mengevaluasi bahan bukti; independensi dan kompetensi auditor; dan pelaporanhasil

    audit.

  • 17

    Sementara Konrath (2002) mengungkapkan: Auditing is a systematic process

    of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertions about

    economic actions and events to ascertain and communicating the result to interested

    users. Konrath melihat audit sebagai suatu proses sistematik dalam memperoleh dan

    mengevaluasi asersi manajemen. Pengertian ini juga menambah satu aspek dalam

    auditing, yaitu entitas ekonomi, meliputi kegiatan dan perilaku ekonomi.

    Menurut Mulyadi(2002), auditing diartikan sebagai:Suatu proses sistematik

    untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-

    pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan

    tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah

    ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.

    3.1.2. Jenis-jenis Audit

    Audit umumnya dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu: audit operasional,

    audit kepatuhan dan audit laporan keuangan.Berikut ini diberikan penjelasan singkat

    mengenai ketiga golongan audit tersebut.

    1. Audit Operasional (Operational Audit)

    Audit operasional merupakanpemeriksaan atas semua atau sebagian prosedur

    danmetode operasional suatu organisasi untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan

    keekonomiannya. Audit operasional dapat menjadi alat manajemen yang efektif

    dan efisien untuk meningkatkan kinerja organisasi. Hasil dari audit operasional

    berupa rekomendasi-rekomendasi perbaikan bagi manajemen sehingga audit

    jenis ini lebih merupakan konsultasi manajemen.

  • 18

    2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit)

    Audit Ketaatan merupakan pemeriksaan untuk mengetahui apakah prosedur dan

    aturan yang telah ditetapkan otoritas berwenang sudah ditaati oleh personil di

    organisasi tersebut. Audit Ketaatan biasanya ditugaskan oleh otoritas berwenang

    yang telah menetapkan prosedur/peraturan dalam organisasi sehingga hasil audit

    jenis ini tidak untuk dipublikasikan tetapi untuk intern manajemen.

    3. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)

    Pemeriksaan atas laporan keuangan merupakan evaluasi kewajaran laporan

    keuangan yang disajikan oleh manajemen secara keseluruhan dibandingkan

    dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku umum. Dalam pengertiannya

    apakah sebuah laporan keuangan secara umum merupakan informasi yang dapat

    ditukar dan dapatdiverifikasi serta telah disajikan sesuai dengan kriteria tertentu.

    Umumnya kriteria yang dimaksud adalah standar akuntansi yang berlaku umum

    seperti prinsip akuntansi yang diterima umum. Hasil audit atas laporan keuangan

    adalah opini auditor, yaitu Unqualified Opinion, Qualified Opinion, Disclaimer

    Opinion dan AdverseOpinion.

    Dalam Modul Auditing yang diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan

    Pengawasan BPKP (2005), terdapat satu jenis audit lagi, yaitu:

    4. Audit Investigatif

    Audit investigatif adalah audit yang dilakukan berkaitan dengan adanya indikasi

    tindak pidana korupsi dan/atau penyalahgunaan wewenang dan/atau

    ketidaklancaran pembangunan.

  • 19

    3.1.3. Jenis-jenisAuditor

    Secara umum, auditor diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu:

    1. Auditor Pemerintah

    Adalah auditor yang bertugas melakukan audit terhadap instansi-instansi

    pemerintah. Di Indonesia, auditor pemerintah dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

    a. Auditor Eksternal Pemerintah, yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa

    Keuangan (BPK) sebagai perwujudan dari Pasal 23E ayat (1) Undang-

    undang Dasar 1945 yang berbunyi:Badan Pemeriksa Keuangan merupakan

    badan yang tidak tunduk kepada pemerintah, sehingga diharapkan dapat

    bersikap independen.

    b. Auditor Intern Pemerintah atau yang lebih dikenal sebagai Aparat

    Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), yang dilaksanakan oleh Badan

    Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal

    Kementerian/Lembaga, dan Inspektorat Pemerintah

    Provinsi/Kabupaten/Kota.

    2. Auditor Intern

    Merupakan auditor yang bekerja pada suatu organisasi dan oleh karenanya

    berstatus sebagai pegawai pada organisasi tersebut. Tugas utamanya ditujukan

    untuk membantu manajemen organisasi dimana ia bekerja dalam mencapai

    tujuan organisasinya.

  • 20

    3. Auditor Independen atau Akuntan Publik

    Adalah fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh

    perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka, yaitu

    perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan besar dan juga perusahaan

    kecil serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Praktik

    akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP).

    Arens & Loebbecke (1996) dalam bukunya Auditing: Pendekatan Terpadu

    yang diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, menambahkan satu lagi jenis auditor, yaitu:

    4. Auditor Pajak

    Auditor Pajak berada di bawah Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian

    Keuangan Republik Indonesia, yang bertanggungjawab atas penerimaan negara

    dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan

    perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP dilapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak

    (KPP) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa).

    Persamaan utama auditorintern dan auditor ekstern adalah sebagai berikut:

    Baik auditor ekstern maupun auditor intern melaksanakan pengujian rutin dan pengujian tersebut dapat mencakup, menguji dan menganalisis banyak transaksi;

    Baik auditor intern maupun auditor ekstern akan khawatir apabila prosedur sangat lemah dan/atau terdapat ketidaktaatan terhadap prosedur tersebut;

    Baik auditor intern maupun auditor ekstern sangat terlibat dalam sistem informasi, karena terdapat unsur dari pengendalian manajerial, dan juga mewujudkan hal

    yang fundamental terhadap proses pelaporan keuangan;

  • 21

    Keduanya didasarkan pada disiplin profesional dan beroperasi berdasarkan standar profesional;

    Keduanya berusaha dapat bekerja sama secara aktif; Keduanya sangat berhubungan dengan sistem pengendalian intern organisasi; Keduanya memberi perhatian pada terjadinya dan dampak dari kesalahan (errors)

    dan salah saji (misstatement) yang mempengaruhi laporan keuangan;

    Keduanya menghasilkan laporan audit yang formal atas aktivitas mereka.

    Namun, juga terdapat perbedaan pokok antara auditorintern dengan auditor

    ekstern, yaitu:

    Auditor ekstern adalah orang yang independen di luar organisasi, bukan merupakan karyawan organisasi seperti auditor intern, walaupun auditor intern

    harus tetap menjaga independensinya, baik dalam kenyataan maupun secara

    mental. Namun sebagai catatan, terdapat organisasi dimana fungsi audit internnya

    diberikan kepada badan eksternal;

    Auditor ekstern melayani pihak ketiga yang memerlukan informasi keuangan yang dapat diandalkan, sedangkan auditor intern melayani kebutuhan organisasi;

    Auditor ekstern fokus pada kejadian-kejadian masa lalu yang dinyatakan dalam laporan keuangan, sedangkan auditor intern fokus pada kejadian-kejadian di masa

    depan untuk membantu pencapaian tujuan organisasi;

  • 22

    Auditor ekstern memberikan opini apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar (true and fair view), sedangkan audit intern membentuk opini atas memadai

    dan efektif tidaknya sistem manajemen risiko dan pengendalian intern.Banyak

    pekerjaan auditor intern di luar sistem akuntansi utama.

    3.2. Audit Intern

    3.2.1. Pengertian Audit Intern

    Pada 1978,The Institute of Internal Auditors(IIA) dalamInternational

    Standards for the Professional Practice of the Internal Auditing, mendefinisikan audit

    intern sebagai berikut: Internal auditing is an independent appraisal function

    established within an organization to examine and evaluate its activities as a service

    to the organization.(Audit intern adalah fungsi penilaian independen yang dbentuk

    dalam perusahaan untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas-aktivitasnya sebagai

    pelayanan yang diberikan kepada organisasi.)

    Tetapi dengan makin berkembangnya bisnis dan teknologi, definisi tersebut di

    atas tidak lagi cukup untuk mengantisipasi kebutuhan stakeholders, sehingga IIA

    pada Juli 1999, melakukan redefinisi internal auditing dengan suatu perubahan yang

    cukup substansial, sebagai berikut:Internal auditing is an independent, objective

    assurance and consulting activity designed to add value and improve an

    organizationsoperatives. It helps an organization accomplish its objectives by

    bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness

    of risk management, control and governance process.

  • 23

    Terjemahannya kira-kira sebagai berikut: audit intern adalah aktivitas

    independen, keyakinan obyektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberi nilai

    tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit tersebut membantu organisasi

    mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sistematis dan berdisiplin

    untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan risiko,

    kecukupan pengendalian dan tata kelola organisasi.

    Sementara itu, Sawyer (2005) menyatakan bahwa:Audit intern adalah sebuah

    penilaian yang sistematis dan obyektif yang dilakukan auditor intern terhadap operasi

    dan pengendalian yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1)

    informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang

    dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisasi; (3) peraturan eksternal

    serta kebijakan dan prosedur intern yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria

    operasi yang memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara

    efisien dan ekonomis; dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif semua

    dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu

    organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif.)

    Sesuai definisi baru IIA, kegiatan audit intern bertujuan untuk memberikan

    layanan kepada organisasi. Karena kegiatan ini, maka selain memiliki fungsi sebagai

    pemeriksa, auditor intern juga sekaligus berfungsi sebagai mitra manajemen

    (auditee). Fokus utama audit intern adalah membantu satuan kerja operasional

    mengelola risiko dengan mengidentifikasi masalah dan menyarankan perbaikan yang

    memberi nilai tambah untuk/atau memperkuat organisasi.

  • 24

    Secara detil perbedaan antara definisi baru dengan definisi lama dapat

    diformulasikan sebagai berikut:

    Tabel 3.1.Perbandingan Pengertian Audit Intern

    Perbandingan Pengertian Audit Intern

    Definisi Lama Definisi Baru 1. Fungsi penilaian 1. Aktivitas konsultasi dankeyakinan obyektif

    yang dikelola secara independen 2. Mengkaji dan mengevaluasi aktivitas

    organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi

    2. Dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasional organisasi

    3. Membantu para anggota organisasi agar dapat menjalankan tanggung jawabnya secara efektif

    3. Membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya

    4. Memberi hasil analisis, penilaian, rekomendasi, konseling dan informasi yang berkaitan dengan aktivitas yang dikaji dan menciptakan pengendalian efektif dengan biaya wajar

    4. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan keefektifan manajemen risiko, pengendalian dan proses pengaturan dan pengelolaan organisasi

    Sumber: Tunggal, 2008 (diolah)

    Aktivitas consulting akan memberikan nilai tambah bagi auditor intern karena

    di samping memberikan jasa audit, pihak auditor intern juga bertindak sebagai

    konsultan dan kolega bagi unit operasi (auditee) untuk membicarakan hal-hal yang

    berkaitan dengan peningkatan efisiensi, efektivitas dan keekonomisan suatu proses

    kerja, sehingga tidak hanya sekedar sebagai watchdog atau policeman yang selalu

    mencari-cari kesalahan auditee.

    Auditor intern harus melakukan risk assessment yaitu suatu proses yang

    dilakukan secara sistematis untuk menilai dan sekaligus melakukan professional

    judgment tentang kemungkinan terjadinya suatu kondisi dan kejadian yang tidak

    diinginkan.Audit intern penting untuk memberikan validasi tentang efektivitas

  • 25

    pengendalian yang diimplementasikan untuk mengelola risiko. Audit intern

    memberikan opini yang independen dan obyektif kepada manajemen suatu organisasi

    mengenai apakah risiko organisasi telah dikelola pada tingkat yang diterima.

    Penilaian terhadap control and governance process adalah salah satu aspek

    penting yang menjadi fokus dan tanggung jawab auditor intern. Definisi baru audit

    intern menyatakan bahwa dengan pelaksanaan governance yang baik akan lebih

    meningkatkan fungsi pengendalian (control) yang pada akhirnya akan membantu

    manajemen menangani risiko. Peran ini menjadi penting selaras dengan gencarnya

    kampanye pelaksanaan good governance di Indonesia.

    Ukuran keberhasilan auditor intern bukanlah jumlah temuan, melainkan

    bagaimana ia mampu memberikan saran dan rekomendasi yang efektif untuk

    membantu auditee menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

    Audit intern berfungsi:

    Memastikan bahwa risiko dikurangi pada tingkat yang dapat diterima. Menentukan proses dan tujuan organisasi. Melaporkan apakah risiko tidak secara memadai dikurangi oleh pengendalian. Menguji pengendalian yang mengurangi risiko. Bekerja dengan bisnis untuk mengidentifikasi risiko yang menghalangi proses.

    3.2.2. Tujuan Audit Intern

    Pada dasarnya, tujuan utama dari audit intern dalam suatu organisasi adalah

    membantu organisasi mencapai tujuannya. Namun, secara luas tujuan yang ingin

    dicapai oleh audit intern adalah:

  • 26

    Kebenaran dan kelengkapan informasi kegiatan organisasi. Penyesuaian dan penerapan kebijakan organisasi, rencana kerja, prosedur dan hal-

    hal yang diwajibkan dan hal-hal yang mencakup hukum dan peraturan yang berlaku.

    Menjaga aset organisasi terhadap penggunaan yang salah atau sewenang-wenang oleh pihak yang tidak berkepentingan.

    Efektifitas, efisiensi dan kelengkapan organ operasi organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

    Internal controlyang ada harus mencakup pengendalian aktivitas organisasi, pengendalian aktiva organisasi, bentuk informasi dan komunikasi, pengendalian

    yang berkelanjutan atau monitoring, pengendalian lingkungan kerja dan

    sekeliling, pengendalian terhadap bahaya, risiko yang diambil perusahaan.

    3.2.3. Audit InternPemerintah

    Menurut Standar Audit APIP yang dikeluarkan oleh Kementerian

    Pendayagunaan Aparatur Negara, Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis,

    dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional

    berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektifitas,

    efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

    Kegiatan audit yang dapat dilakukan oleh APIP pada dasarnya dapat

    dikelompokkan ke dalam tiga jenis audit berikut ini:

  • 27

    1. Audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan opini atas

    kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang

    diterima umum.

    2. Audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan dan rekomendasi atas

    pengelolaan instansi pemerintah secara ekonomis, efisien dan efektif.

    3. Audit dengan tujuan tertentu yaitu audit yang bertujuan untuk memberikan

    simpulan atas suatu hal yang diaudit. Yang termasuk dalam kategori ini adalah

    audit investigatif, audit terhadap masalah yang menjadi fokus perhatian pimpinan

    organisasi dan audit yang bersifat khas.

    3.3. Audit InternBerbasis Risiko

    3.3.1. Pengertian Risiko

    Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan, yang utamanya adalah membangun

    nilai (value) kepada semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), seperti:

    memastikan operasi organisasi berjalan efektif dan efisien. Tujuan tersebut dapat

    dicapai melalui proses, mulai dari penerapan strategi dan rencana kerja, upaya

    merealisasi rencana tersebut, pengendaliannya dan menikmati hasil dari tujuan yang

    telah ditetapkan.

    Dalam upaya pencapaian tujuan tersebut, setiap organisasi sama-sama

    menghadapi berbagai ketidakpastian. Ketidakpastian itu mengandung risiko potensial

    yang dapat menghilangkan peluang untuk menghasilkan nilai tambah, bahkan dapat

    mengurangi nilai yang telah ada bagi para stakeholders.

  • 28

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), risiko diartikan sebagai akibat

    yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau

    tindakan. Sedangkan BPKP (2007) mendefinisikan risiko sebagai suatu

    kejadian/kondisi yang berkaitan dengan hambatan dalam pencapaian tujuan.

    Menurut Griffiths (2006) dalam bukunya Risk-based Internal Auditing: An

    Introduction, risiko didefinisikan sebagai suatu keadaan yang dapat menghambat

    organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, semua

    risiko yang ada dan akan terjadi harus dikelola dengan baik. Untuk mengelolanya

    dituntut adanya suatu pendekatan pengelolaan risiko (risk management) yang sesuai

    dengan perubahan lingkungan yang ada.

    IIA mendefinisikan risiko sebagai berikut: Risk is the possibility of an event

    occuring that will have an impact on the achievement of objectives. Risk is measured

    in terms of impact and likelihood. (Risiko adalah kemungkinan terjadinya sesuatu

    yang dapat berpengaruh pada pencapaian tujuan. Risiko dinyatakan dalam ukuran

    konsekuensi dan kemungkinan.)

    Jenis-jenis risiko menurut Moeller (2007), yaitu:

    1. Strategic Risks: external factor risks dan internal factor risks

    2. Operation Risks: process risks, compliance risks, people risks

    3. Finance Risks: treasury risks, credit risks, trading risks

    4. Information Risks: financial risks, operational risks, technological risks

    Seperti telah kita ketahui bahwa risiko akan menghambat tujuan. Tujuan

    organisasi itu sendiri akan dapat dicapai melalui suatu proses. Jadi, dalam hal ini

  • 29

    kadangkala lebih mudah untuk melihat suatu risiko sebagai hal yang akan

    mengancam proses itu sendiri daripada tujuannya.

    Hubungan antara risiko dan pengendalian intern berkaitan dengan tugas dan

    fungsi audit intern dalam membantu manajemen mencapai tujuan yang telah

    ditetapkan diperlihatkan pada Gambar 3.1. berikut (Tunggal, 2009):

    Gambar 3.1.Hubungan Antara Risiko dan Pengendalian Intern

    Dengan Tugas dan Fungsi Audit Intern

    3.3.2. Penaksiran Risiko

    Penaksiran risiko (risk assessment) merupakan proses identifikasi dan analisis

    risiko yang relevan dalam pencapaian tujuan dan menciptakan dasar mengenai

    bagaimana risiko harus dikelola. Penaksiran risiko mencakup identifikasi risiko (risk

    identification) dan evaluasi risiko (risk evaluation). Yang perlu diperhatikan dalam

    Manajemen suatu organisasi

    Audit Internal, memberikan suatu opini yang independen dan obyektif kepada manajemen apakah semua risiko telah dikelola ke tahap

    yang dapat diterima

    Tugas utama audit internal yaitu membantu organisasi untuk mencapai tujuannya

    Tujuan

    Pengendalian internal yaitu suatu proses yang

    mengelola risiko

    Risiko adalah suatu keadaan yang dapat

    menghambat organisasi mencapai tujuan

  • 30

    melakukan analisis dan mengukur risiko adalah faktor-faktor risiko, dampaknya dan

    pemicu (driver) dari masing-masing risiko.

    Kegiatan penaksiran risiko, terdiri atas:

    Identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuan. Membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola.

    Menurut David McNamee dari IIA yang dikutip oleh Tampubolon (2005),

    secara garis besar ada tiga langkah dalam melakukan risk assessment dengan

    menggunakan pendekatan COSO, yaitu:

    1. Menentukan sasaran dan tujuan organisasi.

    2. Menilai risiko (terdiri atas: mengidentifikasi, menganalisis/mengukur dan

    menetapkan prioritas risiko).

    3. Menetapkan pengendalian yang dibutuhkan untuk mengendalikan risiko yang ada.

    Identifikasi risiko berarti mengidentifikasikan kejadian atau peristiwa yang

    mungkin timbul yang akan mengganggu atau menghambat upaya pencapaian sasaran

    organisasi. Teknik identifikasi risiko, antara lain: brainstorming, workshop yang

    difasilitasi, interview dan diskusi, kuesioner dan survei, analisis proses bisnis, dan

    analisis event tree.Tahapan-tahapan dalam identifikasi risiko adalah: (a) Preliminary

    list, (b) Analisis lanjutan, dan (c) Perumusan risiko.

    Dalam mengevaluasi risiko, terdapat dua elemen dari risiko yang perlu

    dipertimbangkan, yaitu:

    1. Consequence atau dampak apabila risiko benar-benar terjadi, dan

    2. Likelihood atau kemungkinan terjadinya risiko.

  • 31

    Audit intern dapat membantu manajemen dalam pengelolaan risiko dengan

    memonitor bagaimana pelaksanaan pengelolaan risiko di tingkat operasional sehari-

    hari. Oleh karena itu, pendekatan audit telah diarahkan agar dapat mengakomodasi

    kebutuhan tersebut dengan menerapkan pendekatan audit yang berbasis risiko atau

    yang disebut Risk-Based Auditing.

    3.3.3. Audit InternBerbasis Risiko

    Audit Intern Berbasis Risiko (Risk-based InternalAuditing) adalah audit yang

    difokuskan dan diprioritaskan pada risiko bisnis dan prosesnya serta pengendalian

    terhadap risiko yang dapat terjadi. Dalam konsep audit berbasis risiko, semakin tinggi

    risiko suatu area maka harus semakin tinggi pula perhatian dalam audit area tersebut.

    Untuk mengidentifikasi suatu risiko bisnis, auditor harus memahami aspek

    pengendalian intern dari bisnis termasuk memahami risiko dan pengendalian dari

    sistem dalam mencapai sasaran atau tujuan organisasi.

    Tujuan audit intern berbasis risiko secara umum adalah dalam rangka

    mengurangi risiko, mengantisipasi risiko potensial yang dapat merugikan operasi

    organisasi dan melindungi organisasi dari kejadian tak terduga yang diantisipasi

    sebelum kejadian tersebut benar-benar terjadi.

    Perubahan pendekatan ke audit intern berbasis risiko adalah perubahan yang

    fundamental sehingga memerlukan perubahan paradigma secara total dari para

    pelakunya. Secara umum perubahan tersebut, yaitu:

  • 32

    1. perencanaan audit berbasis risiko dirancang untuk menggunakan waktu audit

    lebih banyak pada area yang berisiko tinggi dan merupakan sasaran organisasi

    yang paling penting.

    2. adanya perubahan alokasi waktu dalam melakukan proses audit berbasis risiko

    dengan lebih banyak melakukan evaluasi terhadap kecukupan dan efektivitas

    pengendalian intern organisasi, tata kelola (governance) yang baik dan sistem

    informasi yang mencakup:

    efektivitas dan efisiensi operasi organisasi kehandalan dan integritas dari informasi keuangan dan operasi perlindungan terhadap aset organisasi kepatuhan terhadap sistem dan prosedur, regulasi dan hukum

    Perbedaan antara audit tradisional dengan audit berbasis risiko menurut Mark

    Davies dalam artikelnya yang berjudul Auditing in the New Millennium yang dikutip

    oleh Tunggal (2009) adalah sebagai berikut:

    Tabel 3.2.Perbedaan Antara Audit Tradisional dengan Audit Berbasis Risiko

    Kriteria Audit Tradisional Risk-Based Auditing

    Fokus Sistem akuntansi Proses bisnis Kerangka waktu Historikal Prospektif Tim Terutama akuntan Multidisiplin Informasi/Bukti Pihak ketiga/pengujian detil Client-based/pengujian pengendalian Keluaran Opini, surat manajerial (fokus

    pada fungsi keuangan) Opini, surat manajerial (fokus pada isu operasional)

    Sumber: Tunggal, 2009 (diolah)

  • 33

    Dalam audit intern berbasis risiko, auditor lebih berfokus dalam tahap

    penilaian risiko. Auditor mengidentifikasi risiko, mengukur risiko dan menetapkan

    prioritas dalam usaha untuk meminimalisasi usaha. Hasil penilaian risiko menjadi

    dasar bagi auditor untuk merencanakan audit secaramakro (universal dan jangka

    panjang) dan mikro (audit individual).

    3.3.4. Tahapan Audit InternBerbasis Risiko

    Setidaknya, terdapat lima tahapan dalam melakukan Risk-Based Internal

    Auditing (Tunggal, 2009):

    1. Memastikan bahwa daftar risiko (risk register) yang sudah dimiliki oleh unit

    organisasi sudah tepat dijadikan sebagai dasar perencanaan audit.

    2. Memutuskan risiko yang dimiliki oleh manajemen untuk diberikan opini oleh

    auditorintern.

    3. Menyusun Rencana Audit Tahunan (Risk-Based Audit Planning Makro).

    Tahapan risk-based audit planning makro dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 3.2. Tahapan Risk-based Audit Planning Makro

    Output risk-based audit planning makro adalah:

    Audit Universe, mendefinisikan total universe dari unit/satuan kerja yang dapat diaudit (Auditable Unit)

    Tahap 1 Mengembangkan pemahaman bisnis entitas

    Tahap 2 Mengidentifikasi risiko

    yang dihadapi entitas

    Tahap 3 Menilai pengendalian

    Tahap 4 Memilih area yang akan

    diaudit

    Tahap 5 Persetujuan rencana

    audit

  • 34

    Annual Audit Plan, merupakan subset dari audit universe yang mencerminkan alokasi sumber daya dan tujuan serta sasaran fungsi audit intern dalam satu

    tahun. Annual audit plan merupakan seri atas proses tertentu, program,

    proyek, kelompok kerja dan lain-lain.

    4. Menyusun rencana audit individual untuk setiap unit usaha (Risk-Based Audit

    Planning Mikro).

    Tahapan risk-based audit planning mikro dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 3.3. Tahapan Risk-based Audit Planning Mikro

    5. Menyampaikan laporan secara periodik kepada manajemen.

    3.3.5. Perencanaan Audit InternBerbasis Risiko

    Tahap yang paling menentukan dalam proses risk-based auditing adalah tahap

    perencanaan. Hal ini merupakan langkah awal dan sekaligus penting dalam

    menghasilkan proses dan hasil audit yang efisien dan efektif. Perencanaan yang

    berbasis risiko (risk-based plan) adalah usaha penyiapan untuk suatu penugasan

    dengan menggunakan basis risiko sebagai landasan menentukan tujuan, lingkup dan

    prosedur pengujian yang akan dilakukan.

    Tahap 1 Melakukan wawancara dengan pihak terkait

    Tahap 2 Mendokumentasikan

    pengendalian yang ada

    Tahap 3 Melakukan analisis

    atas informasi

    Tahap 4 Pelaksanaan dan pelaporan audit

  • 35

    Standar Kinerja IIA mewajibkan kepala eksekutif audit membuat rencana

    berbasis risiko (risk-based plan) untuk menentukan prioritas dari aktivitas audit

    intern, konsisten dengan tujuan organisasi.Ada beberapa prinsip yang perlu

    diperhatikan dalam penyusunan rencana audit, sebagai berikut:

    1. mengintegrasikan faktor risiko ke dalam setiap audit mulai dari yang memiliki

    skor risiko lebih tinggi.

    2. karena sumber daya untuk melaksanakan audit terbatas, tidak mungkin untuk

    melakukan audit dengan cakupan seratus persen. Keterbatasan ini tercermin dari

    pemakaian risk assessment guna menetapkan skala prioritas audit.

    3. adanya inherent risk dan keterbatasan metode atau sistem penetapan prioritas audit

    mengharuskan audit intern untuk secara berkala mengkaji semua faktor risiko

    serta proses scoring(pemberian skor) yang ada dalam rangka menyempurnakan

    rencana audit.

    Risk assessment (penaksiran risiko) didefinisikan sebagai sebuah proses

    estimasi skor risiko dari auditable units dalam organisasi. Risk assessment ini

    digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur dan menentukan prioritas dari risiko,

    agar sebagian besar sumber daya diarahkan ke area layak audit dengan skor atau

    bobot risiko tinggi. Tujuan utamanya adalah untuk menentukan prioritas risiko

    masing-masing auditable units, yang pada giliran berikutnya akan menentukan

    frekuensi, intensitas dan waktu audit, serta jumlah auditor yang diperlukan.

    Auditable units adalah entitas terkecil dalam sebuah organisasi yang patut

    dipertimbangkan untuk dilakukan risk assessment. Dari semua auditable units perlu

  • 36

    dikompilasi, disusun dan diorganisasikan dengan baik ke dalam apa yang dikenal

    sebagai Audit Universe. Audit Universe merupakan kumpulan dari semua proses,

    program, proyek dan audit organisasi lain yang relevan dengan rencana strategis dan

    mempunyai skala kepentingan yang signifikan untuk mencapai rencana.Audit

    Universe mewakili seluruh populasi dari subyek yang berpotensi atau layak untuk

    diaudit karena memiliki karakterisktik yang serupa dan dapat dilakukan risk

    assessment. Audit Universe ini harus disesuaikan, minimal setahun sekali agar

    mencerminkan strategi dan arahan, penekanan dan fokus terkini dari organisasi.

    Namun, mengingat audit universe merupakan bagian dari rencana audit yang

    didasarkan pada risk assessment maka audit universe ini dapat juga dipengaruhi oleh

    hasil dari proses manajemen risiko.

    Kriteria auditable units, antara lain:

    1) Memberikan kontribusi pada tujuan organisasi;

    2) Mempunyai dampak cukup besar/nyata (materialitas/signifikan/dampak bisnis)

    terhadap organisasi; dan

    3) Cukup penting dalam menjustifikasi biaya pengendalian, yakni: yang memiliki

    potensi kerugian yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian

    (termasuk biaya audit).

    Contoh dari subyek yang berpotensi atau layak untuk diaudit (auditable units)

    adalah:

    Satuan kerja dalam organisasi, seperti: Divisi, Grup, Bagian, Seksi. Perhitungan penetapan harga, perhitungan gaji, peninjauan kontrak pegawai.

  • 37

    Sebuah pos dalam laporan keuangan, seperti: piutang dagang, hutang dagang. Sebuah kasus kecurangan atau penggelapan.

    Diperlukan dua tahap dalam proses penyusunan rencana audit (Tampubolon,

    2005), yaitu:

    1. Menemukan risiko apa saja yang ada.

    Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:

    a. Melakukan penelaahan pendahuluan (preliminary review), mulai dari rencana

    kerja dan anggaran organisasi, laporan keuangan, ketentuan hukum dan

    regulasi yang berlaku, sistem informasi manajemen, kertas kerja audit yang

    lalu, dan lain sebagainya.

    b. Menyusunaudit universedan menetapkan auditable units yang ada di dalam

    organisasi.

    c. Melakukan risk assessment termasuk melakukan wawancara dengan

    manajemen dari satuan kerja operasional.

    Risk assessment dilakukan dengan cara, sebagai berikut:

    1) Menetapkan dan merancang faktor-faktor risiko yang menjadi perhatian

    manajemen;

    2) Memilih format yang tepat untuk menilai faktor-faktor risiko tersebut

    sehingga faktor risiko yang lebih penting akan memainkan peran yang

    lebih penting dalam proses penilaian risiko dibandingkan faktor risiko

    yang kurang penting;

  • 38

    3) Membangun seperangkat aturan untuk masing-masing auditable unit yang

    akan mencerminkan secara tepat kandungan risiko dari faktor-faktor

    risiko yang telah ditetapkan dan sebuah metode penyusunan prioritas

    audit untuk masing-masing auditable unit.

    Penaksiran risiko akan menghasilkan skala prioritas auditable units, frekuensi

    audit, intensitas audit dan waktu audit.

    d. Membahas risk assessment dengan manajemen untuk mendapatkan validasi.

    e. Menyusun rencana audit.

    2. Menjalankan tugas audit, dalam rangka meyakinkan manajemen bahwa semua

    risiko yang dapat diidentifikasi telah dikurangi ke tingkat yang dapat diterima.

    Tahap ini memiliki tiga bagian yang ada kaitannya dengan tahap pertama:

    a. Memecah sebuah satuan kerja menjadi satuan-satuan yang lebih kecil untuk dapat

    dikelola. Satuan ini disebut juga sebagai satuan layak audit (auditable units).

    b. Menentukan auditable units mana yang perlu diaudit, yang dapat mewakili

    dalam hal mendapatkan keyakinan bahwa risiko-risiko utama telah dikurangi

    secara memadai. Penentuan ini yang akan menghasilkan rencana audit.

    c. Melaksanakan audit sesuai rencana yang telah disusun.

    3.4. Metodologi Group Field Project

    Setelah mendalami permasalahan yang ada dan berlandaskan teori-teori yang

    telah disebutkan pada subbab sebelumnya, Penulis mencoba untuk

    mengimplementasikannya dalam kegiatan Group Field Project (GFP) ini.

  • 39

    Pembahasan GFP ini dibatasi hanya sampai dengan perencanaan makro dari audit

    berbasis risiko dengan tujuan akhir untuk menyusun Program Kerja Audit Tahunan

    (PKAT) Inspektorat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

    3.4.1. Kerangka Pikir

    Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan GFP ini digambarkan

    pada diagram berikut ini.

    Gambar 3.4. Kerangka Pikir Group Field Project

    Diagram di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Penelaahan pendahuluan terhadap proses bisnis Kementerian ESDM dilakukan

    dengan menelaah Visi, Misi, Tugas dan Fungsi, Rencana Strategis, Rencana

    Kerja dan Anggaran, dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di

    setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian ESDM untuk memperoleh

    gambaran umum mengenai sumber-sumber dan faktor-faktor risiko apa saja yang

    dapat menghambat Kementerian ESDM dalam mencapai tujuannya.

    2. Penyusunan audit universe dan penetapanauditable units di lingkungan

    Kementerian ESDM akan didasarkan pada struktur organisasi, unit/satuan kerja

    penghasil, kegiatan yang bersifat keproyekan dan kegiatan Dekonsentrasi.

    Tahap 1 Penelaahan Pendahuluan Proses Bisnis

    Tahap 2 Penyusunan

    Audit Universe dan Penetapan Auditable Units

    Tahap 3 Penaksiran

    Risiko Kementerian

    ESDM

    Tahap 4 Analisis Sumber Daya

    Manusia, Waktu dan Biaya Audit

    Tahap 5 Program Kerja

    Audit Tahunan

  • 40

    3. Penaksiran risiko dilakukan dengan memberikan skor terhadap auditable units

    yang ada berdasarkan sumber-sumber dan faktor-faktor risiko yang telah

    ditentukan sebelumnya. Penaksiran risiko ini menghasilkan tingkatan prioritas

    masing-masing auditable unit.

    4. Proses selanjutnya adalah melakukan analisis untuk memperoleh estimasi sumber

    daya manusia, waktu dan biaya audit optimal yang dibutuhkan dalam setiap

    pelaksanaan audit.

    5. Dari proses-proses yang dilakukan pada tahap 1 sampai dengan tahap 4,

    dihasilkan Program Kerja Audit Tahunan Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM.

    3.4.2. Metode Pengumpulan dan Analisis Data

    Pelaksanaan GFP ini menggunakan data primer dan data sekunder.

    Pengumpulan data primer akan dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan

    Focus Discussion Group (FGD) dengan berbagai pihak yang terkait di lingkungan

    Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM. Sedangkan data sekunder, terdiri dari:

    1. Rencana Strategis (RENSTRA), Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

    Pemerintah (LAKIP), dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)yang bersumber

    dari seluruh organisasi utama di lingkungan Kementerian ESDM;

    2. Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT), Laporan Hasil Pemeriksaan

    (LHP),Daftar Penilaian Obyek Pemeriksaan (DPOP), dan laporan-laporan terkait

    lainnya yang bersumber dari Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM; dan

    3. Studi literatur atas buku/jurnal/artikel dan peraturan perundang-undangan yang

    terkait dengan kegiatan GFP ini.

  • 41

    Data-data yang telah dikumpulkan, diolah secara matematis dan dianalisis

    secara secara deskriptif dalam bentuk tabel dan diagram yang disertai dengan

    penjelasan.