bab 3 spo

25
BAB 3 METODE PENELITIAN 1. Alat Pengaduk magnetik (IKA, Jerman), homogenizer (Omni- Multimix Inc., Malaysia), timbangan analitik tipe 210-LC (Adam, Amerika Serikat), spektrofotometer UV-Vis 1601 (Shimadzu, Jepang), FT-IR (Shimadzu, Jepang), zetasizer (DelsaTM Nano & Malvern, Amerika Serikat), mikroskop transmisi elektron JEM-1400 (JEOL Ltd., Jepang), freeze dryer, sentrifugator (Kubota 5100, Jepang), particle size analyzer (DelsaTM Nano, Amerika Serikat), scanning electron microscope JSM-5310 LV (JEOL Ltd., Jepang), pH meter tipe 510 (Eutech Instrument, Singapura), dan peralatan laboratorium lain. 2. Bahan Bahan yang di gunakan pada penelitian ini adalah Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kitosan (sumber cangkang udang, derajat deasetilasi >75%, Sigma), natriumtripolifosfat (Sigma) dan asam asetat glasial (Merck). Air yang digunakan pada penelitian adalah air deionisasi. Madu yang digunakan adalah madu dengan

Upload: lowis-yanmaniar

Post on 06-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

khkhk

TRANSCRIPT

BAB 3METODE PENELITIAN1. AlatPengaduk magnetik (IKA, Jerman), homogenizer (Omni-Multimix Inc., Malaysia), timbangan analitik tipe 210-LC (Adam, Amerika Serikat), spektrofotometer UV-Vis 1601 (Shimadzu, Jepang), FT-IR (Shimadzu, Jepang), zetasizer (DelsaTM Nano & Malvern, Amerika Serikat), mikroskop transmisi elektron JEM-1400 (JEOL Ltd., Jepang), freeze dryer, sentrifugator (Kubota 5100, Jepang), particle size analyzer (DelsaTM Nano, Amerika Serikat), scanning electron microscope JSM-5310 LV (JEOL Ltd., Jepang), pH meter tipe 510 (Eutech Instrument, Singapura), dan peralatan laboratorium lain.2. BahanBahan yang di gunakan pada penelitian ini adalah Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kitosan (sumber cangkang udang, derajat deasetilasi >75%, Sigma),natriumtripolifosfat (Sigma) dan asam asetat glasial (Merck). Air yang digunakan pada penelitian adalah air deionisasi. Madu yang digunakan adalah madu dengan merk Madu Perhutani. HPMC berasal dari LOBA Chemie Pvt.Ltd Mumbai.3. Cara Penelitian3.1. Rancangan PenelitianPenelitian ini merupakan jenis pre experimental design dengan jenis one-shit case study yang meliputi beberapa tahap yaitu preformulasi, formulasi, pembuatan kitosan nano partikel dengan menggunakan metode gelasi ionik, pengujian dan analisi sifat karakteristik nano kitosan, pencetakan tablet hisap buah kiwi, evaluasi kualitas tablet hisap buah kiwi dan analisis data.3.1.1. Varibel PenelitianVariable dalam penelitian ini terdiri dari variable bebas dan variable terikat. Variable bebas pada penelitian ini adalah perbedaan metode optimasi kitosan nanopartikel gelasi ionik dimana terdapat empat metode optimasi yaitu metode 1a, metode 1b, metode 2 dan metode 3. sedangkan variable terikat pada penelitian ini adalah kualitas patch nanopartikel yang dihasilakan dengan parameter penelitian meliputi data evaluasi karakteristik Kitosan nanopartikel.3.1.2. Definisi operasionalTablet hisap yang dibuat harus memiliki penampilan fisik yang sempurna yang ditandai dengan tidak adanya mottling, tidak adanya retakan pada tablet, bobot dan ukuran tablet yang seragam, kekerasan tablet yang tidak terlalu keras dan tablet tidak terlalu rapuh, dan waktu hancur yang dibutuhkan untuk hancur tidak terlalu lama serta rasa yang enak.3.2. Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian dilakukan di laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura pada bulan Juli-Oktober 2015.4. Cara Analisi Hasil4.1. Kitosan nano partikel tanpa zat aktif4.1.1. Penentuan Konsentrasi larutan Kitosan 0,1%, 0,2%, 0,3% sebanyak 50 mLKitosan dilarutkan dalam asam asetat, yang memiliki bentuk gel lunak berantai panjang lurus, diambil sebanyak 50 ml. Setelah itu, dilakukan pembuatan nanopartikel kitosan dengan gelasi ionik dan perlakuan pengecilan ukuran (sizing) dengan metode magnetic stirer, metode homogenizer ultrasonik dan metode sonikasi 60 menit. Kemudian ditambahkan 25 ml emulsifier (Tween 80) 0,2 % yang dapat memisahkan gel antara gel satu dengan gel lainnya. Surfaktan (Tween 80) diberikan dengan cara tetes demi tetes ke dalam kitosan yang telah mengalami pemotongan, dan didiamkan memutar selama 30 menit. Setelah itu, ditambahkan 10 ml tripoliphospat 0,1 % yang bertujuan agar ukuran partikel yang dihasilkan tetap stabil. Kemudian didiamkan selama 30 menit. 4.1.2. Analisis Sifat karakteristik nano KitosanSampai tahap ini kemudian dilakukan analisis karakterisasi nanopartikel yang dihasilkan dengan SEM untuk mengetahui karakteristik, ukturan dan morfologi nanopartikel kitosan serta keadaan missel yang memiliki stabilitas yang konstan

Diagaram alir pengujian stabilitas nanopartikel kitosan dengan metode gelasi ionik dapat dilihat pada gambar ????Kitosan dilarutkan dalam asam asetatLarutan Kitosan dimixer selama 60 menit dengan 3 metodeMetode magnetic stirerultrasonikMetode homogenzerDitambahakan emulsifier (tween 80) 0,2% secara tetes demi tetesDidiamkan selama 30 menitDitambahakan tripoliphospat 0,1%Didiamkan selama 30 menitLarutan Nano kitosanDikeringkan dengan spray dryerNano Kitosan yang stabilUji SEMUji FTIR

4.1.3. Analisis Fisik dan Kimia SampelAnalisis yang dilakukan untuk kitosan pada penelitian ini antara lain yaitu analisis fisik dan kimia. Analisis fisik pada kitosan dilakukan perhitungan rendemen kitosan dan nilai derajat deasetilasi. Analisis kimia yang dilakukan yaitu analisa proksimat meliputi analisis kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat (by difference). 4.1.3.1. Analisis Proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi: a. Analisis kadar air (AOAC 1995) Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali

Keterangan: B = berat sampel (gram) B1 = berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan B 2 = berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan b. Analisis kadar abu (AOAC 1995) Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 600 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

a. Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Contoh seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana), kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3 ).

Keterangan : W1 = Berat sampel (gram) W 2 = Berat labu lemak kosong (gram) W 3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) b. Analisis kadar protein (AOAC 1995) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan satu butir kjeltab dan 3 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40 %, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2 % dan 2 tetes indicator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh.Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan : Fp = Faktor pengenceran , fk = 6,25c. Analisis kadar karbohidrat (AOAC 1995) Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus: % Karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)d. Derajat Deasetilasi (Domsay 1985) Kitosan sebanyak 0,2 gram digerus dengan KBr dalam mortar agate sampai homogen, kemudian dimasukkan dalam cetakan pelet, dicetak dengan dipadatkan dan divakum sampai optimum, selanjutnya pelet ditempatkan dalam sel dan dimasukkan ke dalam tempat sel pada spektrofotometer inframerah IR- 408 yang sudah dinyalakan dan stabil, Kemudian tombol pendeteksian ditekan, akan muncul histogram FTIR pada rekorder yang memunculkankan puncak-puncak dari gugus fungsi yang terdapat pada sampel kitosan. Histogram yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif misalnya analisis kuantitatif derajat deasetilasi dari kitosan. Pengukuran derajat deasetilasi berdasarkan kurva yang tergambar oleh spektrofotometer. Puncak tertinggi (P0) dan puncak terendah (P) dicatat dan diukur dengan garis dasar yang dipilih. Nisbah absorbansi dihitung dengan rumus:

Keterangan: P0 = Jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua puncak tertinggi dengan panjang gelombang 1.655cm -1 atau 3.450 cm-1 . P = Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah dengan panjang gelombang 1.655cm-1 atau 3.450 cm-1 . Perbandingan absorbansi pada 1.655cm -1 dengan absorbansi 3.450 cm-1 digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan (1,33). Dengan mengukuran absorbansi pada puncak yang berhubungan, nilai persen N-deasetilasi dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan: A1.655 = Absorbansi pada panjang gelombang 1.655 cm-1 . A 3.450 = Absorbansi pada panjang gelombang 3.450 cm-1 1,33 = konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna.

4.2. Nanopartikel Kitosan dengan Madu 4.2.1. Preparasi Larutan KitosanKitosan sebanyak 200 mg dilarutkan dalam 100 mL larutan asam asetat 1% dengan Menggunakan pengaduk magnetik. Cara pembuatan asam asetat 1% adalah dengan mencampurkan 10,0 mL asam asetat glasial dalam aquadest hingga 1000,0 mL.4.2.2. Preparasi Larutan Natrium TripolifosfatNatrium tripolifosfat sebanyak 40 mg dilarutkan dalam 40 mL aqua demineralisata dengan menggunakan pengaduk magnetik.4.2.3. Optimasi Pembuatan Nanopartikel Metode Gelasi Ionik4.2.3.1. Metode 1aMadu ditimbang sebanyak 3 gram kemudian dilarutkan dalam larutan kitosan dengan menggunakan pengaduk magnetik. Selanjutnya larutan natrium tripolifosfat diteteskan tetes demi tetes dengan kecepatan tetap (0,75 mL/ menit) ke dalam larutan campuran tersebut secara terus menerus di bawah putaran pengaduk magetik dengan kecepatan 400 rpm pada temperature kamar (25C) hingga semua larutan natrium tripolifosfat habis dan terbentuk suspensi nanopartikel.4.2.3.2. Metode 1bMadu ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dilarutkan dalam larutan kitosan dengan menggunakan pengaduk magnetik. Selanjutnya larutan natrium tripolifosfat diteteskan tetes demi tetes dengan kecepatan tetap (0,75 mL/menit) ke dalam larutan campuran tersebut secara terus menerus di bawah putaran pengaduk magnetik dengan kecepatan 400 rpm pada temperatur kamar (25C) hingga semua larutan natrium tripolifosfat habis dan terbentuk suspensi nanopartikel.4.2.3.3. Metode 2Madu ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dilarutkan dalam larutan kitosan dengan menggunakan pengaduk magnetik. Selanjutnya larutan natrium tripolifosfat diteteskan tetes demi tetes dengan kecepatan tetap (0,75 mL/menit) ke dalam larutan campuran tersebut secara terus menerus di bawah putaran pengaduk magnetik dengan kecepatan 400 rpm pada temperatur kamar (25C) hingga semua larutan natrium tripolifosfat habis dan terbentuk suspensi nanopartikel. Selanjutnya suspensi nanopartikel yang terbentuk diaduk dengan homogenizer kecepatan 3000 rpm selama 30 menit.4.2.3.4. Metode 3Madu ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dilarutkan dalam larutan kitosan dengan menggunakan pengaduk magnetik. Selanjutnya larutan natrium tripolifosfat 40 mL dituang langsung ke dalam larutan campuran tersebut pada temperatur kamar (25C) di bawah putaran homogenizer dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit hingga terbentuk suspensi nanopartikel.Tabel 3.1 Formula Nanopatikel Sambung Silang Multi IonFormulaMaduKitosanNatrium tripolifosfatMetode

A3 gr200 mg/100 mL40 mg/40 mL1a

B5 gr200 mg/100 mL40 mg/40 mL1b

C5 gr200 mg/100 mL40 mg/40 mL2

D5 gr200 mg/100 mL40 g/40 mL3

4.2.4. Pembuatan Kurva Kalibrasi Madu dalam Pelarut Aqua Demineralisata dengan Metode SpektrofotometriMadu ditimbang seksama sebanyak 100,0 mg, kemudian dilarutkan dalam aqua demineralisata pada labu tentukur sampai 100,0 mL. Didapat larutan dengan konsentrasi 1000 ppm. Larutan tersebut, dipipet 25,0 mL, dan diencerkan dengan aqua demineralisata dan dicukupkan volumenya sampai 250,0 mL sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 100 ppm. Dari larutan 100 ppm, dipipet masing-masing 20,0 mL; 25,0 mL; 30,0 mL; 35,0 mL; 40,0 mL, dan 45,0 mL kemudian diencerkan dalam aqua demineralisata masing-masing dalam labu tentukur sampai 100,0 mL, sehingga didapat larutan dengan konsentrasi 20 ppm, 25 ppm, 30 ppm, 35 ppm, 40 ppm, dan 45 ppm. Pada larutan dengan konsentrasi 25 ppm diamati dengan menggunakan spektofotometer UV-VIS, dan ditentukan panjang gelombang maksimumnya. Panjang gelombang maksimum Madu dalam aqua demineralisata, ditentukan dengan melakukan scanning pada panjang gelombang antara 500-800 nm. Serapan larutan-larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum, kemudian dihitung persamaan regresi linearnya.4.3 Evaluasi Karakterisasi Nanopartikel Madu4.3.1. Pengukuran Persen Efisiensi Penjerapan Madu dalam Suspensi Nanopartikel Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis 5,0 mL suspensi ditambahkan 5,0 mL dapar alkali borat pH 9,7. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit, supernatan diambil 1,0 mL dan diencerkan dalam labu tentukur dengan menggunakan aqua demineralisata hingga 25,0 mL, kemudian 1,0 mL dari larutan sebelumnya diencerkan kembali dengan aqua demineralisata hingga 25,0 mL. Serapan larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum dan dihitung kadarnya dengan menggunakan persamaan kurva kalibrasi. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali. Hasil dihitung sebagai Madu bebas.

3.2.2 Penetapan Distribusi Ukuran Partikel dan Potensial ZetaPenentuan ukuran partikel, potensial zeta, dan indeks polidispersitas dilakukan dengan cara mendispersikan nanopartikel dengan aquadest pada suhu 25 C pada perbandingan 1/100 (v/v). Ketiga pengukuran tersebut dilakukan dengan menggunakan alat Zetasizer.

3.2.3 Mikroskop Transmisi Elektron (Transmission Electron Microscope)Mikroskop transmisi elektron digunakan untuk menguji morfologi nanopartikel dan ukuran partikel yang dihasilkan (Avadi, 2010).

3.2.4 Pengeringan Nanopartikel yang DihasilkanNanopartikel yang didapatkan dibekukan dengan nitrogen cair dan diliofilisasi selama 12 jam untuk mendapatkan nanopartikel kitosan-natrium tripolifosfat kering dengan menggunakan alat freeze dryer.

3.2.5 Morfologi permukaan serbuk nanopartikel dengan SEM Scanning electron microscopy digunakan untuk mempelajari morfologi permukaan serbuk nanopartikel yang mengandung Madu dengan eksipien kitosan-tripolifosfat.

3.2.6 Analisis FT-IR (Fourier Transform Infra Red) Spektrum FT-IR dari kitosan dan nanopartikel kitosan-natrium tripolifosfat dilakukan pada daerah 4000-400 cm-1. Spektrum FT-IR digunakan untuk menentukan keberadaan dari natrium tripolifosfat dan kitosan dalam nanopartikel kering. Serbuk disiapkan menggunakan KBr dibentuk pellet (M.R. de Moura et al., 2009).

4.3. Penetapan Nanopartikel Madu Terpilih Hasil karakterisasi dari keempat formula (A, B, C, dan D) dibandingkan untuk menetapkan nanopartikel terpilih guna dijadikan sebagai nanopartikel pada tahap selanjutnya (pembuatan sediaan gel nanopartikel). Karakter dari nanopartikel terpilih adalah memiliki ukuran partikel yang terkecil (berukuran nano), memiliki potensial zeta yang terbesar, memiliki efisiensi penjerapan yang tinggi, memiliki morfologi yang baik, dan dapat diterima pada konfirmasi dengan FT-IR.4.4. Sediaan Patch Nanopartikel Madu4.4.1. Pembuatan Sediaan Nano PatchTeknik pembuatan sediaan nanopatch dilakukan dengan teknik penuangan. Larutan nanoparikel kitosan yang dibuat dengan melarutkan polimer di 1,0% b/v larutan asam asetat dan HPMC dibuat dengan melarutkan dalam campuran air dan etanol (8: 2) masing-masing. Di atas larutan polimer, ditambahkan gliserol. Gliserol digunakan sebagai plasticizer dalam persiapan film. 5 mg Madu ditambahkan dan diaduk selama 30 menit. Obat yang mengandung larutan polimer 10 ml yang dituangkan ke dalam Petri dengan diameter 15,19 cm2, dan dikeringkan didalam oven pada suhu 40oC untuk. Film-film kering dipindahkan dari cawan Petri dan disimpan dalam desikator untuk digunakan pada percobaan berikutnya.Table formulasi sediaan Nanopatch MaduFormulaSuspensi nanopartikel Madu (mL)Serbuk Kitosan % b/vHPMC % b/vGliserol % b/bLarutan Aqua demineralisata : As. Asetat 1 %

NanopartikelX251,520Ad 10 ml

NanopartikelX251,530Ad 10ml

Keterangan : X adalah banyaknya suspensi nanopartikel Madu yang akan ditambahkan sesuai dengan dosis dari Madu untuk sediaan transdermal, mengacu pada penjerapan Nano yang dikandung dalam suspensi nanopartikel yang dibuat4.5. Evaluasi karakteristik Nanopatch4.5.1. Uji ketebalan sediaan PatchKetebalan patch diukur dengan menggunakan Screw Gauge dalam satuan mm. Keseragaman ketebalan sediaan patch mempengaruhi kemudahan dalam penggunaan patch. Menurut Nurwaini (2009) dalam penelitian Mathiowitz menyatakan bahwa ukuran ketebalan patch sebaiknya antara 0,5-1,0 mm, apabila lebih kecil akan menyulitkan dalam pemakaiannya.4.5.2. Uji Kemampuan MengembangUji kemampuan mengembang diukur secara manual untuk lapisan film yang sudah disiapkan. Potongan film dipotong merata dan dilipat ditempat yang sama sampai lepas. Daya kemampuan mengembang dapat dihitung dari jumlah waktu dimana film bisa dilipat pada tempat yang sama tanpa lepas. Kemampuan mengembang suatu patch merupakan salah satu syarat dari suatu sediaan patch. Mengembangnya patch berkaitan dengan kemampuan matriks dalam melepaskan obat dan keefektifan patch melekat pada mukosa (Nurwaini, et al, 2009).4.5.3. Uji kelembapan yang terserapUji stabilitas fisik film juga dapat diperiksa dengan kondisi kelembaban. Keakuratan film dapat menggunakan alat yaitu desikator dengan menggunakan larutan jenuh aluminium klorida (79,5% RH) selama tiga hari. Setelah tiga hari, maka film tersebut ditimbang dan dihitung Persentase kelembaban dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu massa molekul primer, waktu kontak antara polimer dan mukosa, rata-rata indeks pengembangan polimer dan membran biologi yang digunakan (Patel et alI., 2007).4.5.4. Uji kehilangan kelembapanUntuk memeriksa persentase tingkat kehilangan kelembaban dapat dihitung dengan menyiapkan film yang ditempatkan dalam desikator yang telah berisi kalsium klorida anhidrat. Uji ini dilakukan selama 72 jam. Setelah 72 jam, film ini ditimbang dan dihitung persentase kehilangan kelembaban dengan cara:4.5.5. Uji Keseragaman kandungan obatKeseragaman kandungan obat pada patch dapat dilakukan dengan dengan cara patch dipotong-potong dan dimasukkan kedalam 100 mL media difusi. Uji ini harus diaduk dengan menggunakan pengaduk mekanik dan data yang diambil yaitu pada tiga jam terakhir selama pengujian. Kadar obat dapat ditentukan dengan menggunakan spektrofotometri pada 400-500 nm.