bab 3 pulang kampung -...

18
43 BAB 3 PULANG KAMPUNG NIAT PRIBADI Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mengalami kembali keadaan kampung kelahiran, Henes dan Lakmaras. Penulis sebagai peneliti sudah lama meninggalkan kampung ini, sejak tahun 1959 waktu penulis memasuki bangku pendidikan di Seminari Menengah Lalian, sekolah untuk menjadi imam dalam gereja Katolik. Jadi pada saat penelitian ini dimulai, tahun 2006, praktis penulis telah meninggalkan kampung halaman ini selama empat puluh tujuh tahun. Waktu penulis meninggalkan kampung halaman ini, penulis berumur dua belas tahun. Kesan-kesan tentang masyarakat di desa Henes dan Lakmaras hanya berupa pengalaman yang sempat diingat dari masa penulis berumur enam sampai dua belas tahun yaitu dari tahun 1953 sampai 1959. Hasil rekaman selama masa kanak-kanak ini merupakan salah satu modal yang kuat dalam penelitian ini. Dengan catatan ini penulis mempunyai kewaspadaan dan kehati-hatian untuk menyatu dengan sasaran penelitian sekaligus mengambil jarak untuk tetap menjaga obyektifitas dalam penelitian. Penulis merasa begitu tertarik untuk mengadakan penelitian ini karena penulis cukup banyak bergaul dengan seorang tokoh suku Buna’, Bapak A.A. Bere Tallo (almarhum). Manuskrip tentang suku Buna’ yang beliau tinggalkan merupakan harta yang sangat berharga dan salinannya masih penulis simpan dan menjadi salah satu bahan acuan dalam penulisan hasil penelitian ini. Ketertarikan penulis ditambah dengan pengalaman selama satu bulan bergaul dengan seorang peneliti berbangsa Perancis, Louis Berthe (almarhum) dan isterinya Claudine Berthe-Friedberg (almarhumah). Kedua suami-isteri ini mengadakan penelitian di kalangan suku Buna’ dan tinggal di Lamaknen termasuk di kampung Lakmaras dari tahun 1957 sampai 1959. Sebagai bocah

Upload: haminh

Post on 03-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

43

BAB 3 PULANG KAMPUNG

NIAT PRIBADI

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mengalami kembali keadaan kampung kelahiran, Henes dan Lakmaras. Penulis sebagai peneliti sudah lama meninggalkan kampung ini, sejak tahun 1959 waktu penulis memasuki bangku pendidikan di Seminari Menengah Lalian, sekolah untuk menjadi imam dalam gereja Katolik. Jadi pada saat penelitian ini dimulai, tahun 2006, praktis penulis telah meninggalkan kampung halaman ini selama empat puluh tujuh tahun. Waktu penulis meninggalkan kampung halaman ini, penulis berumur dua belas tahun. Kesan-kesan tentang masyarakat di desa Henes dan Lakmaras hanya berupa pengalaman yang sempat diingat dari masa penulis berumur enam sampai dua belas tahun yaitu dari tahun 1953 sampai 1959. Hasil rekaman selama masa kanak-kanak ini merupakan salah satu modal yang kuat dalam penelitian ini. Dengan catatan ini penulis mempunyai kewaspadaan dan kehati-hatian untuk menyatu dengan sasaran penelitian sekaligus mengambil jarak untuk tetap menjaga obyektifitas dalam penelitian.

Penulis merasa begitu tertarik untuk mengadakan penelitian ini karena penulis cukup banyak bergaul dengan seorang tokoh suku Buna’, Bapak A.A. Bere Tallo (almarhum). Manuskrip tentang suku Buna’ yang beliau tinggalkan merupakan harta yang sangat berharga dan salinannya masih penulis simpan dan menjadi salah satu bahan acuan dalam penulisan hasil penelitian ini. Ketertarikan penulis ditambah dengan pengalaman selama satu bulan bergaul dengan seorang peneliti berbangsa Perancis, Louis Berthe (almarhum) dan isterinya Claudine Berthe-Friedberg (almarhumah). Kedua suami-isteri ini mengadakan penelitian di kalangan suku Buna’ dan tinggal di Lamaknen termasuk di kampung Lakmaras dari tahun 1957 sampai 1959. Sebagai bocah

Page 2: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

44

berumur sepuluh tahun yang baru duduk di kelas lima SR (Sekolah Rakyat) penulis mengagumi segala peralatan yang dibawa oleh kedua suami-isteri peneliti ini, mulai dari camera, tape-recorder sampai kepada berbagai perlengkapan lain yang aneh dan asing. Karena begitu akrabnya bergaul dengan para mako’an atau lal gomo (ahli adat suku Buna’) maka masyarakat menjuluki dan memanggilnya Tuan Mako’an. Siang dan malam, terutama malam hari, para mako’an (semua sudah almarhum) menuturkan silsilah leluhur entah dengan berceritera atau berlagu. Semua itu direkam dengan tape-recorder besar dengan cassette roll besar dan dos-dos cassete yang besar itu memenuhi dos-dos di bale-bale. Pengalaman ini merupakan salah satu dorongan yang kuat untuk mengadakan penelitian di kampung asal sendiri.8 8 Pada tahun 1957-1959, seorang Perancis bernama Louis Berthe, mengadakan penelitian di Lamaknen dan wilayah suku Buna’ di Timor Leste.Louis Berthe ini dikenal dengan julukan Tuan Mako’an. Mako’an artinya ahli adat. Tuan Mako’an dan isterinya tinggal di rumah penduduk yang sengaja dikosongkan di desa Lakmaras. Ada kawan-kawan penulis sesama anak-anak usia SR sempat mengangkat kertas putih halus yang berhamburan di belakang rumah mereka tinggal. Kawan-kawan saling merampas kertas putih halus itu. Sesudah mereka membagi-bagi dan melihat dengan teliti, ternyata kertas-kertas itu adalah kertas tissue bekas terpakai di kamar kecil yang berada di belakang rumah yang sengaja dibuat oleh penduduk sebagai tempat buang air besar dan kecil. Kami biasa membersihkan diri sesudah membuang air besar dengan tongkol jagung, batu kecil atau daun-daun yang tidak gatal. Tapi mereka dua memakai kertas putih halus. Ini sesuatu yang keterlaluan menurut kami. Memang air sangat kurang sehingga di kamar kecil itu hanya diletakkan periuk tanah dengan gayung terbuat dari tempurung kelapa untuk sekedar mencuci tangan. Tempat ini dibuat dengan empat dinding terbuat dari alang-alang, pintunya ditutup dengan kain tenun yang tua sebagai kain pintu. Tidak digali lubang penampung kotoran. Ada semacam bale-bale yang diberi lubang dan di bawah bale-bale ini babi-babi milik penduduk yang tidak dikandangkan selalu datang pada saat yang tepat. Hidup menyatu dengan masyarakat ini merupakan suatu kejanggalan. Orang kulit putih seperti mereka bergaul dengan orang kampung. Orang mencintai mereka. Tuan Mako’an sibuk merekam pada malam hari dan siang hari mengetik. Isterinya pergi ke luar masuk semak belukar diiringi anak-anak mencari daun-daun dan akar-akar. Di halaman rumah darurat tempat penginapan mereka itu ada kaca-kaca yang menjepit daun-daun itu untuk dikeringkan. Ternyata Nyonya Claudine Friedberg Berthe ini seorang peneliti di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam tumbuhan. Hasil kerjanya diterbitkan pada tahun 1982 sebagai thesis doktoral di Universite Paris V Rene Descartes – Science Humaine – Sorbonne dalam enam jilid. Seluruh halaman berjumlah 2.144 halaman (L + 1644). Judul buku itu, Muk Gubul Nor, ”La Chevelure de la Terre” Les Bunaq de Timor et les Plantes. Suaminya Tuan Mako’an menerbitkan hasil penelitiannya dengan judul ”Bei Gua, Itineraire des ancestres, Mythes des Bunaq de Timor”, diterbitkan pada tahun 1972 oleh Centre National de la Recherche Scientifique, Paris. Suatu pemikiran tentang

Page 3: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

45

Penelitian di Desa Henes dan Lakmaras dilaksanakan dalam bentuk pengamatan langsung dilengkapi dengan wawancara dan pengkajian sumber-sumber tertulis. Penelitian secara intensif dilaksanakan selama lima tahun, dari tahun 2006 sampai 2011. Hubungan yang sulit dari Kupang di ujung Barat Pulau Timor dengan wilayah penelitian di pedalaman Pulau Timor merupakan satu hambatan tersendiri. Semua itu dapat teratasi berkat bantuan dari berbagai pihak, keluarga, instansi Pemerintah Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Kabupaten Belu.

Permasalahan yang yang menjadi fokus penelitian adalah spiritual capital9 yang dimiliki oleh masyarakat Suku Buna’ dan bagaimana spiritual capital itu dimunculkan dalam keseharian hidup mereka. Kelompok suku Buna’ ini tersebar di dua Kecamatan di Kabupaten Belu dan menjangkau pula wilayah pedalaman Negara Timor Leste. Karena wilayah ini begitu luas, maka dipilih satu wilayah yang terbatas sebagai contoh yaitu wilayah desa Henes dan Lakmaras (DHL) sebagai satu kesatuan adat di Kecamatan Lamaknen Selatan. Masyarakat di dua desa ini sudah merupakan satu kelompok yang cukup mewakili seluruh kelompok Suku Buna’.

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan masalah pokok, yaitu sejauh mana spiritual capital menjadi basis dalam pembangunan berkelanjutan di kalangan suku Buna’ khususnya di DHL. Pertama-tama dicari informasi sejauh mana masyarakat suku Buna’ itu menampilkan spiritual capital dalam kehidupan harian mereka. Untuk mengetahui hal ini, digali latar belakang kehidupan yang mereka jalani sekarang ini.

kemajuan hidup dua orang suami-isteri ini tetap menarik penulis untuk kelak menjadi orang seperti mereka dua. Kami anak-anak mengagumi mereka dan kami berbicara tentang hebatnya dua orang itu. ”Betapa majunya dua orang ini. Kita masih pakai tongkol, batu dan daun, mereka sudah pakai kertas putih halus”, ungkap orang-orang tua kami. Tapi keduanya rendah hati, bergaul akrab dengan kami punya orang tua-tua. Mereka dua juga kuat makan sirih-pinang. Mereka dua mengerti bahasa Buna’ biarpun tidak bisa berbicaa lancar dalam bahasa Buna’. Suku Buna’ berhutang budi pada dua orang ini. 9 Secara umum, spiritual capital didefinisikan sebagai kekuatan, pengaruh dan keadaan yang diciptakan oleh kepercayaan, pengetahuan dan praktek rohani dari seseorang atau suatu organisasi (Danah Zohar, 2004). Dampak dari tempat dan peran spiritual capital dalam pembangunan masyarakat di DHL menjadi fokus dalam penelitian ini.

Page 4: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

46

Cara ini termasuk dalam metode yang disebut ethnomethodology (Martha S. Feldman 1995: 8-9) yaitu penelitian dengan metode berdasarkan budaya masyarakat setempat (culturally based methods). Penulis mendatangi orang-orang kunci.

Yohanes Mau Fetor (65 tahun) sangat kaget waktu penulis mendatanginya pada bulan Oktober tahun 2006 di desa Henes. Dia berseru, ”Hai, kau’, tero gene na man. Mugen na itiba ka?” (Hai, adik, datang dari mana. Arwah yang suruh engkau?). Kedatangan penulis mengagetkan tokoh masyarakat Henes ini. Dia adalah ponakan kandung dari ayah penulis. Kaum keluarga berdatangan. Hari itu Minggu, tanggal 29 Oktober. Sore hari, kampung Geleba’ pengganti kampung Henes yang sudah hancur terbakar, sedang ramai karena penduduk tidak ke kebun. Semua kerabat yang seumur dengan penulis berdatangan. Suasana kampung masih tetap seperti tahun lima puluhan, hanya ada perbedaan, tidak ada lagi rumah beratapkan ilalang. Semua sudah beratapkaan seng. Ada satu dua yang berdinding darurat dari bambu atau bebak (batang daun gewang), tapi lebih banyak berdinding tembok. Rumah permanen. Kaum ibu yang datang, hanya terbengong-bengong dengan kedatangan penulis yang tidak diberitakan lebih dahulu. Kesibukan di rumah adik sepupu, Petrus Mau, yang disapa orang Mau Gulo’, mulai ramai. Sore berlanjut menjadi malam. Kerabat silih berganti datang dan pergi. Tangisan dari ibu-ibu mengawali pertemuan ini karena mereka mengenangkan lagi kerabat yang meninggal tanpa kehadiran penulis. Suasana menjadi tenang dan berbagai pertanyaan diajukan bertubi-tubi tentang maksud dan tujuan kedatangan penulis. Sesudah terjawab, Marsel Bere, mantan kepala Desa Henes nyeletuk, ”Hai, engkau sudah tua begini, sekolah terus, mau apa lagi?” Marsel Bere yang ini seorang Guru Agama di Henes yang disegani dan pernah menjadi kepala desa. Kaum ibu berdatangan dari keluarga-keluarga yang bertetangga dan mereka sibuk menyiapkan makan malam. Masing-masing membawa bahan-bahan makanan apa adanya, ada yang membawa beras, kacang tanah dan ubi-ubian untuk dimasak dan dimakan bersama malam itu. Itulah sore dan malam pertama penelitian di Desa Henes dan Lakmaras yang dimulai dari desa Henes. Selama seminggu penulis tinggal di desa sendiri, desa Henes. Pembicaraan-pembicaraan awal dan pengambilan gambar-gambar diawali pada hari ini.

Page 5: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

47

Suasana seperti di desa Henes terulang lagi di Lakmaras. Petrus Mau Rato (52 tahun) juga sangat kaget waktu penulis datang pada hari Kamis, tanggal 2 Nopember 2006. Hari itu adalah hari matebean, hari doa untuk orang-orang yang sudah meninggal dunia. Penduduk desa Lakmaras seperti juga semua orang di seluruh Lamaknen, tidak ke kebun karena mereka berdoa di kubur-kubur untuk mengenang semua keluarga yang telah meninggal dunia. Pembicaraan tentang maksud da tujuan kedatangan penulis berlangsung berhari-hari selama seminggu. Ini gambaran sekilas tentang awal dan proses penelitian selanjutnya selama lima tahun berturut-turut, dari tahun 2006 sampai awal tahun 2001.

Melalui pengamatan dan wawancara dengan para informan kunci, kenyataan hidup masyarakat di DHL diteliti dalam kaitannya dengan penghayatan spiritual capital. Pengungkapan spiritual capital dalam kehidupan sehari-hari itu ditelusuri lagi sejauh mana dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang muncul dalam masyarakat itu sendiri dan pengaruh-pengaruh dari luar yang datang memberi warna baru kepada spiritual capital yang sudah dan sedang dihayati oleh masyarakat DHL.

Untuk memahami apa itu spiritual capital dalam kehidupan masyarakat suku Buna’ di DHL, pertama-tema diteliti segi-segi kekerabatan yang muncul dari adat istiadat perkawinan. Masyarakat suku Buna’ ini berjalan dalam suatu keteraturan kekuasaan, maka untuk itu diteliti kepemimpinan lokal yang mereka junjung tinggi sampai sekarang guna menggali ada tidaknya unsur spiritual capital dalam kepemimpinan lokal ini. Kehidupan ekonomi masyarakat juga diteliti untuk menungkapkan apakah benar ada unsur-unsur spiritual capital yang menjadi basis dalam segala upaya pemenuhan kebutuhan di bidang ekonomi. Hal ini diteliti dan diuraikan dalam uraian tentang perekonomian desa.

Masyarakat DHL ini juga masih memiliki rupa-rupa harta kesenian yang masih tersisa dan itu ditelusuri dengan pengkajian di lapangan melalui pengamatan dan wawancara. Hal yang mau diungkapkan dalam aspek kesenian ini masih tetap sama, apakah memang ada unsur spiritual capital di sana. Lalu ada lagi kenyataan bahwa masyarakat DHL juga masih mempunyai acara-acara hiburan rakyat, ada yang sudah dilupakan ada yang masih dilaksanakan, dan ini diamati lagi lalu dilengkapi dengan wawancara-wawancara langsung di

Page 6: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

48

DHL. Hiburan rakyat ini pun diteliti dengan tujuan mengungkapkan apakah ada unsur spiritual capital dalam hiburan rakyat ini. Terakhir masyarakat DHL diamati lagi tentang penghayatan religi asli mereka yang sudah dipadukan dengan kepercayaan kristiani. Apakah dalam dalam penghayatan religi ini unsur spiritual capital itu terungkap dengan jelas ataukah tersamar saja.

Dalam proses penelitian ini penulis tetap berpegang pada asumsi pokok, bahwa spiritual capital itu sesuatu yang umum dimiliki oleh setiap kelompok masyarakat di mana pun saja dan kapan pun saja termasuk masyarakat suku Buna’ di DHL. Kalau spiritual capital itu diyakini sebagai satu kenyataan umum maka bagaimanakah masyarakat suku Buna’ di DHL ini menyadarinya dan menghayatinya dalam hidup harian mereka? Dalam segi-segi kehidupan apa saja spiritual capital itu dapat diamati? Apakah spiritual capital itu berkembang atau sudah mapan dan tidak dapat dikembangkan lagi? Bagaimana spiritual capital itu dikaitkan dengan capital yang lain sejauh konsep-konsep tentang capital itu begitu banyak dirumuskan selama ini?

Sesudah mengungkapkan fenomena yang ada, dibuatlah sintesa dalam mana dikemukakan bahwa keberlangsungan hidup masyarakat suku Buna’ di DHL ini memang ternyata didasari oleh spiritual capital yang terpadu dalam capital yang lain yaitu material capital, intellectual capital dan social capital. Sintesa ini merupakan puncak dari seluruh proses penelitan yang dilakukan selama lima tahun termasuk dalam pengkajian literatur baik tentang masyarakat suku Buna’ sendiri maupun tentang masyarakat-masyarakat lain yang ditulis oleh ahli-ahli di berbagai bidang, ekonomi, sosiologi, dan filsafat manusia.

Berbagai informasi dari lapangan, dalam hal ini suku Buna’ di DHL sebagai data primer dibandingkan dengan pengkajian oleh para ilmuwan yang tertulis dalam literatur tentang suku Buna’ dan suku lain dipakai sebagai data sekunder, diuji lagi dengan kajian khusus tentang spiritual capital , ditemukan hasil yang diuraikan dalam sintesa. Pengujian dengan memakai tiga sumber ini disebut triangulasi dalam metodologi penelitian kualitatif di bidang sosial (Djam’an Satori dan Aan Komariah, 2010: 170-2).

Melalui hasil penelitian ini terungkap bahwa spiritual capital itu merupakan basis bagi setiap kegiatan yang membawa perubahan masyarakat dalam kelompok suku Buna’ di DHL. Kenyataan ini kurang

Page 7: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

49

disadari sehingga perubahan masyarakat menjadi perubahan yang semakin tidak manusiawi. Pengabaian terhadap spiritual capital ini telah membawa banyak malapetaka di DHL. Penelitian ini menggugah masyarakat DHL untuk menyadari dan menghayati kembali nilai-nilai inti dari spiritual capital yang mereka warisi dan miliki saat ini. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan kepada masyarakat di mana pun saja di tingkat apa pun saja untuk menyadari dan menghayati sungguh-sungguh adanya spiritual capital itu sebagai basis untuk segala bentuk kegiatan yang membawa perubahan dalam masyarakat.

Secara lebih luas, hasil penelitian di kelompok kecil, masyarakat suku Buna’ di DHL ini bertujuan menyadarkan masyarakat lain untuk melihat bahwa segala ketimpangan dalam pembangunan seyogyanya disebabkan oleh pengabaian terhadap spiritual capital dan lebih mengutamakan tiga capital yang lain, material capital, intellectual capital dan social capital. Dengan terlalu mengutamakan material capital sambil mengabaikan spiritual capital masyarakat akan menjadi semakin materialistis. Dengan terlalu mengutamakan inttelllectual capital sambil mengabaikan spiritual capital, masyarakat akan semakin intelektualistis yang mendewakan akal budi dan mengesampingkan kemanusiaan. Dengan terlalu mengutamakan social capital tanpa memperhatikan spiritual capital, masyarakat akan menjadi kelompok yang bersekutu untuk terus berseteru karena kurang menghargai sesama manusia sebagai bahagian dari diri mereka sendiri. Jadi dalam proses pembangunan, spiritual capital itu mempunyai peran sentral. Kenyataan yang dihadapi oleh masyarakat manusia sekarang ini ialah masyarakat semakin materialistis, hedonistis dan individualistis karena pengabaian faktor spiritual capital ini. Penelitian ini mengupayakan adanya kesimpulan yang mengajak para pemegang kuasa, baik pemerintahan, tokoh adat, tokoh masyarakat maupun pemimpin keagamaan untuk menyadarkan dan menuntun masyarakat tentang pentingnya peranan spiritual capital dalam pembangunan secara menyeluruh. Lewat penelitian ini juga penulis menyumbangkan pengetahuan dan kesadaran kepada dunia ilmu pengetahuan tentang arti dan peranan spiritual capital dalam proses pembangunan dan membuka kemungkinan untuk penelitian lebih lanjut.

Page 8: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

50

Penulis memilih metode penelitian kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan mengungkapkan gejala sosial dari satu kelompok masyarakat yang terjadi secara menyeluruh, luas dan mendalam. Penelitian seperti ini termasuk dalam cara penelitian di bidang ethnomethodology (Martha S. Feldman 1995: 8-9) suatu penelitian yang mempelajari satu kelompok masyarakat berdasarkan kehidupan nyata mereka sebagaimana apa adanya untuk mengungkapkan apa latar-belakang mereka dan hal-hal apa saja yang mempengaruhi mereka. Penelitian ini diadakan di tempat masyarakat itu sendiri guna mengungkapkan dengan jelas fenomen-fenomen yang ada dalam masyarakat itu (Sugiyono, 2007: 209).

Masyarakat yang diteliti adalah masyarakat suku Buna’ di dua Desa, Henes dan Lakmaras. Dua desa ini merupakan satu kesatuan adat, tetapi dalam sistim pemerintahan dibagi atas dua desa, sebagai bahagian dari kecamatan Lamaknen Selatan, Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Mulai tahun 2006, penulis sengaja mendatangi masyarakat berusaha mendatangi lokasi penelitian dan melihat langsung situasi yang terjadi di kalangan masyarakat dua desa ini. Peneiti berusaha mendekati masyarakat secara menyeluruh dan mendekati tokoh-tokoh masyarakat untuk mengungkap sebab-musabab dan latar belakang perubahan yang terjadi. Ini merupakan suatu pendekatan fenomenologis, yaitu usaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terdahap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu (Lexy J. Moleong 2004: 9).

Penelitian ini bersifat perspektif emic, yaitu penelitian yang berdasarkan data sebagaimana apa adanya di lapangan. Penelitian ini juga merupakan grounded research’ yaitu penelitian yang berdasarkan penemuan teori atas dasar data yang diperoleh di lapangan sesuai situasi sosial yang terjadi (Sugiyono, 2007: 214).

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan keadaan sosial (social situation) yang terdiri dari tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actors) dan kegiatan (activity) yang berinteraksi secara sinergis (Harold Garfinkel dikutip dalam Martha Feldman, 1995: 9-12). Dalam penelitian ini, tempat (place) adalah desa Henes dan Lakmaras; pelaku (actors) adalah penduduk di dua desa, Henes dan Lakmaras yang berjumlah 1.607 jiwa (tahun 2008); kegiatan (activity) adalah perubahan yang

Page 9: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

51

terjadi sebagai hasil interaksi sosial dari masyarakat dua desa yang berlangsung sampai sekarang. Alasan penggunaan metode kualitatif deskriptif yang sifatnya perspektif emic dan didasarkan atas ’grounded research’ ialah karena metode ini cocok untuk mengungkapkan kenyataan yang dihadapi dan mau diteliti, meliputi perubahan yang terjadi selama ini. Metode ini secara ilmiah dapat dipertanggung-jawabkan karena dalam dunia penelitian sosial, metode penggunaan data pengalaman individu sudah diterima sebagai metode yang sah. Peneliti mempunyai data pengalaman tentang masyarakat yang diteliti karena peneliti berasal dari kalangan masyarakat sasaran sendiri dan mempunyai minat untuk mengkaji secara ilmiah perubahan yang sudah dan sedang terjadi. LOLO GONI’ON: TIGA BUKIT

Secara geografis, Desa Henes dan Lakmaras ini merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah Timor-Leste (dahulu Timor jajahan Portugal) sehingga biasa juga disebut Timor Portugis. Desa Henes, luasnya 6,22 Km2 dan Desa Lakmaras, luasnya 21,39 Km, dan itu berarti dua Desa ini keseluruhannya mempunyai luas wilayah 27,61 Km2.

Tabel 2 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Desa Henes dan Lakmaras

No Desa Km2 Kepadatan Penduduk

(Km2)

1 Henes 6, 22 49,51

2 Lakmaras 21,39 68,02

Jumlah 27,61 Rata2: 58,76 Jiwa/Km2 (Sumber: Statistik Desa Henes dan Lakmaras 2008).

Dua Desa ini dikenal dengan istilah ’Lolo Goni’on’ (Bahasa Buna’) artinya ’tiga bukit’, yaitu bukit Lakmaras, bukit Henes dan bukit

Page 10: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

52

Abis. Ditambah lagi bukit yang keempat, bukit Si’arai di dusun Kotasai. Jadi sebenarnya ada empat kampung adat, kampung Lakmaras di puncak bukit Lakmaras, kampung Henes di puncak bukit Henes, dan kampung Abis di bukit Abis. Sedang bukit Si’arai sudah lama ditinggalkan penghuninya dan dibuatlah kampung di kaki bukit Si’arai, dikenal dengan nama, kampung Kotasa’i.

Empat bukit ini diselimuti kabut hampir sepanjang tahun, karena terletak di daerah ketinggian dan selalu mendapat hembusan angin yang membawa hujan dari arah Laut Timor di sebelah Selatan. Empat bukit ini menjadi penghasil tanaman seperti kentang, bawang putih, cabai, sayuran labu jepang, ubi jalar dan ketela rambat. Seluruh wilayah seluas 21 km2 persegi ini dengan seluruh bukit dan lembah, padang dan belukar, sumber air dan ladang serta hutan dan perkampungan inilah yang menjadi tempat penelitian selama lima tahun. Di wilayah inilah ada masyarakat suku Buna’ yang secara khusus berada dalam dua desa, Henes dan Lakmaras. Penduduk desa Henes dan Lakmaras menurut data Statistik 2008, ada 1.607 jiwa. Jumlah kepala Keluarga: 319. (Henes = 104 kk; Lakmaras = 215 kk).

Tabel 3 Jumlah Penduduk Desa Henes dan Lakmaras Tahun 2008

No. Desa Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Henes 276 272 548

2 Lakmaras 548 511 1.059

824 783 1.607 Sumber: Data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Belu, Lamaknen dalam

Angka 2008.

Dalam penelitian ini penulis berkunjung langsung ke desa Henes dan Lakmaras baik langsung untuk penelitian maupun secara tidak langsung untuk menghadiri acara-acara adat yang selalu dikaitkan dengan tujuan penelitian. Catatan-catatan harian menjadi alat utama untuk menghimpun berbagai data dan informasi. Dengan sangat hati-hati penulis mengajak sumber informasi untuk rela pembicaraannya direkam. Dan rekaman ini menjadi begitu banyak, dua puluh-an casette dihabiskan untuk merekam berbagai pembicaraan berkaitan dengan

Page 11: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

53

jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Pada setiap kesempatan, gambar-gambar diambil dan obyek yang difoto menjadi dokumen yang sangat berharga. Orang-orang yang diwawancara pun rela diambil gambar dengan permintaan dari mereka untuk diberikan hasilnya kalau sudah dicuci. Dan permintaan itu sudah dipenuhi untuk sebahagian besar nara sumber yang diambil gambarnya pada waktu diwawancara.

Sebagai satu kelengkapan yang sangat berarti dalam penelitian ini ialah pengalaman penulis sendiri. Dua desa ini penulis pahami mulai dari keadaan alam, manusia dan adat istiadatnya karena di desa Lakmaras, penulis dilahirkan pada tanggal 18 April 1947. Penulis menjalani masa kecil di desa Lakmaras karena mama, Agnes Habu’ (almarhumah) berasal dari desa Lakmaras dan ayah penulis, Petrus Asa (almarhum) berasal dari desa Henes. Kedua orang tua ini membesarkan penulis dalam lingkungan kepercayaan agama Hot Esen (agama asli suku Buna’) dan adat istiadat yang ketat dari suku Buna’. Keduanya dibaptis sebagai orang ’serani’ (katolik) pada usia lanjut. Doa-doa dan lagu-lagu liturgi katolik tidak ada yang mereka kuasai sampai akhir hidup mereka. Hasil didikan mereka dalam tradisi Buna’ yang non-katolik menjadi salah satu dasar bagi penulis dalam penelitian dan perumusan tulisan ini. Dalam penelitian ini penulis memakai sumber tertulis tentang suku Buna’ . yang ditulis oleh Louis Berthe dan Claudine Friedberg 10, A.A. Bere Tallo, Dinas Pendidikan Propinsi NTT dan Pater Bene Mali SVD. Semuanya ada lima sumber tertulis. Sumber-sumber tertulis ini memang tidak banyak karena studi tentang suku ini memang masih sangat terbatas. Keterbatasan sumber tertulis ini membuat penulis lebih terdorong lagi untuk menambah tulisan tentang suku ini melalui penelitian yang dilaksanakan oleh penulis. Ada satu hal khusus yang penulis perbaharui dalam tulisan ini yaitu soal penulisan nama Buna’.

10 Pada tahun 1957-1959, seorang Perancis bernama Louis Berthe, mengadakan penelitian di Lamaknen dan wilayah suku Buna’ di Timor Leste dan hasil penelitian itu ditulis dalam buku Bei Gua – Itineraire des ancestres, mythes des bunaq de timor, 1972, Centre National de la Recherche Scientifique, Paris. Isterinya, Claudine Friedberg juga mengadakan penelitian di kalangan suku Buna’ dan menulis buku Muk Gubul Nor “La Chevelure de la Terre” Les Bunaq de Timor et les Plantes, 1982, Universite Paris V – Rene Descartes. Dua buku ini ditulis dalam bahasa Perancis.

Page 12: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

54

Louis Berthe memulai penulisan nama suku ini dengan menuliskan Bunaq. Ini penulis robah karena lebih sesuai dengan cara Indonesia yang memakai apostropha atau tanda (’) untuk mengganti huruf q. Lalu penulis juga memakai nama untuk kepercayaan suku Buna’, bukan agama suku saja, tetapi dengan jelas menulis ”Agama Hot Esen”, satu istilah yang penulis pakai dan belum ditulis dalam literatur-literatur yang ada. INFORMAN KUNCI

Sumber data terdiri dari kelompok informan yang diwawancarai dalam bentuk wawancara langsung, diskusi antara pribadi dan diskusi kelompok. Penulis membedakan kelompok informan ini atas tiga kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok inhabitan yaitu para tokoh masyarakat yang ada di DHL dan masih menetap di DHL sampai sekarang. Kelompok kedua adalah kelompok Exodus: yaitu para Tokoh yang sudah ke luar dari DHL dan sudah menetap di tempat lain, khususnya di Atambua, ibu kota Kabupaten Belu yang jaraknya dari DHL, 63 km. Sekarang ditempuh dengan kendaraan bermotor roda dua atau empat, dalam jangka waktu 4 jam.

Sampai dengan tahun 1970-an, perjalanan antara DHL dengan ibu kota Kabupaten Belu, Atambua, biasa ditempuh dengan berkaki atau berkuda, ditempuh dalam waktu 12 jam. Sekarang, waktu penelitian ini dilaksanakan, hubungan antara kota Atambua dan DHL sudah lebih mudah dan murah. Kelompok ketiga yaitu kelompok intelektual yang terdiri dari para Pastor/ Guru/ Dosen/ asal DHL atau yang pernah berada di DHL dan sekrang berada baik di DHL maupun di luar DHL yaitu di Kota Atambua, Kefamenanu dan Kupang.

Penulis mengumpulkan data dengan cara observasi dan wawancara secara langsung. Ada wawancara yang dilaksanakan dengan cara tatap muka ada juga wawancara yang dilakukan dengan pembicaraan lewat telepon celular. Sejak disetujui rencana penelitian ini pada tahun 2006, penulis membuat rencana pengumpulan data. Penulis mendatangi tempat penelitian dan mengadakan observasi langsung. Hasilnya dicatat dan direkam serta diabadikan lewat camera. Orang-orang yang dilihat sebagai sumber informasi didaftarkan dan dikunjungi satu per satu. Hasil wawancara dengan orang yang

Page 13: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

55

ditemukan langsung dicatat dan direkam. Orang yang tidak dapat ditemui langsung, penulis berusaha menghubungi lewat telpon celular dan berhasil ditemui orang-orang kunci baik yang berada di Lamaknen maupun di luar Lamaknen.

Hasil yang terkumpul di lapangan penulis uji dengan tulisan-tulisan yang sudah ada tentang suku Buna’. Hal-hal yang kurang jelas penulis tanyakan lagi kepada orang lain lagi. Orang yang menjadi pembantu utama dalam penelusuran informasi ini ialah Ibu Aquilina Mutik seorang sajrana asal kampung Lakmaras, mantan kepala desa Lakmaras yang berdomisili di Lakmaras. Banyak informasi penulis verifikasi lewat Ibu Aquilina Mutik ini bersama suaminya, seorang pegawai pada Kantor Kecamatan Lamaknen Selatan. Kedua nara sumber ini menjadi pemberi informasi utama yang dapat dipercayai khusus tentang informasi mengenai keadaan masyarakat, pemerintahan dan perekonomian desa Henes dan Lakmaras.

WAWANCARA

Penulis mengadakan wawancara dan diskusi secara intensif dengan tokoh agama yang berasal dari kampung Lakmaras sendiri yaitu Pater Yustus Asa SVD yang saat penelitian berlangsung, menjabat jabatan ’Vikaris Jenderal Uskup Atambua”, orang nomor dua dalam Gereja Katolik di Keuskupan Atambua. Uskup Atambua waktu itu Mgr. Anton Pain Ratu SVD dan kemudian diganti oleh Mgr. Dominikus Saku, Pr. Dari Pater Yustus ini penulis mendapatkan informasi dan analisa yang tajam tentang kehidupan religi orang Buna’ di DHL. Penunlis mengadakan diskusi yang hangat juga dengan orang-orang yang mengenal dengan baik situasi masyarakat DHL. Orang itu adalah Eustachius Mali TaE, seorang sarjana Ilmu Pendidikan Agama dan saat ini menjadi Guru Agama di SMU Katolik Surya, Atambua. Pengalaman dan pendapatnya tentang berbagai segi kehidupan orang-orang di DHL, termasuk kehidupan religi mereka, dibahas secara mendalam dengan Eustachius Mali Tae ini.

Penulis banyak bertanya pada tokoh-tokoh adat seperti mako’an (ahli tutur adat). Penulis menggali informasi dari mereka dan banyak hal yang terungkap melalui pembicaraan dengan mereka. Sayang bahwa dua orang mako’an yang menjadi sumber informasi utama sudah

Page 14: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

56

meninggal dunia pada tahun 2010 yang lalu. Mako’an Pit Bere Sorun meninggal dunia di Abis (desa Lakmaras) dan mako’an Koli Uka juga meninggal di Abis pada tahun yang sama. Mereka dua inilah yang memberikan informasi paling berharga tentang adat istiadat leluhur berkaitan dengan kekerabatan, kelahiran, kematian, pertanian dan sistem religi masyarakat DHL. Berdasarkan keterangan mereka berdua inilah penulis mengambil keputusan untuk menyebut kepercayaan orang Buna’ itu Agama Hot Esen, yang disebut agama asli oleh para ahli, antara lain Romo Bakker (nama samaran: Rachmat Subagya) dalam bukunya yang berjudul ’Agama Asli Indonesia’ . Pada awalnya buku ini merupakan diktat bahan kuliah sewaktu penulis menjadi mahasiswa beliau di Sekolah Tinggi Kateketik – Yogyakarta tahun 1978 - 1980.

Ada lagi kelompok orang-orang asal suku Buna’ dari DHL yang berdomisili di luar DHL yang menjadi informan penting bagi penulis untuk mendapat kesan dan pengalaman mereka tentang perubahan di DHL yang mereka alami dan amati. Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang berada di luar DHL, mulai dari Ibu Guru Berna Olo (Kepala SD) di Nualain, Theresia Ili (pensiunan pegawai negeri) di Atambua, Eustachius Mali Tae (Guru SMU) di Atambua dan Yosef Asa (Insinyur Pertanian Tanah Kering) tinggal di Kefamenanu.

Kelompok yang mengenal orang Buna’ tapi bukan orang Buna’ adalah kelompok orang-orang yang pernah tinggal di Lamaknen dan bergaul cukup lama dengan orang-orang DHL. Seorang misionaris asing asal Jerman, Pater Yosef Roth SVD penulis datangi di Alas, jauh dari Lamaknen dan beliau memberikan kesan-kesan positif dan negatif tentang orang Buna’. Kesan positifnya, Pater Yosef Roth mengatakan bahwa orang-orang Buna’ itu tegas, kerja keras dan pendirian kuat. Kesan negatifnya ialah bahwa orang Buna’ itu kaku dengan adat terutama adat perkawinan, adat belis yang mahal yang menyebabkan banyak gadis dari suku bangsawan menjadi perawan tua karena tidak ada pemuda yang berani melamar mereka.

Melalui cara-cara ini penulis merasa yakin bahwa informasi yang penulis peroleh dapat dipercayai dan dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya untuk dikaji secara ilmiah. Hasil observasi peneliti dan rekan-rekan yang diminta bantuan, dihimpun dan dirumuskan dan disajikan bahan dalam tulisan ini.

Page 15: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

57

PENGOLAHAN DATA

Data yang terkumpul dianalisis menurut prosedur berikut. Penulis memilah-milah data itu atas kategori-kategori berupa topik-topik yang meliputi unsur-unsur pokok dalam kehidupan masyarakat suku Buna’ di DHL. Topik-topik itu adalah topik tentang kehidupan sehari-hari orang desa Henes dan Lakmaras, sistem kekerabatan mereka, sistem kepemimpinan lokal, perekonomian desa, kesenian dan hiburan rakyat dan yang terakhir, sistem religi mereka. Hasil dari pengolahan data inilah yang dituangkan dalam kesimpulan-kesimpulan, baik kesimpulan dalam setiap Bab maupun dalam kesimpulan umum. Selanjutnya berdasarkan kesimpulan umum itu penulis mengemukakan berbagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti dalam menerapkan pembangunan berkelanjutan berdasarkan empat capital, tanpa mengabaikan salah satu capital, terutama ’spiritual capital’ yang sampai saat ini sangat diabaikan.

Data yang terkumpul dan yang sudah dianalisa, diuji dengan cara kajian lapangan, kajian teoretis dan diskusi dengan orang ahli untuk mendapatkan unsur-unsur yang diteliti, apakah sasarannya sudah tercapai atau tidak. Sesudah melewati proses ini penulis yakin bahwa tulisan ini memenuhi unsur kredibilitas (dapat diyakini bahwa data itu sah), reliabilitas (dapat dipercaya kebenarannya), transferabilitas (dapat dijadikan kebenaran yang dipakai di mana saja) dan obyektifitas (dapat diuji sesuai kenyataan yang sebenarnya).

Soal obyektifitas ini memang cukup sulit dalam arti tertentu karena penulis berasal dari wilayah tempat penelitian. Tetapi penulis sudah sangat lama meninggalkan tempat penelitian ini, 1959 sampai 2006, empat puluh tujuh tahun, maka jarak antara penulis sebagai peneliti dan sasaran penelitian, cukup jauh dan cukup terjaga dalam mengumpulkan dan mengolah data. Penulis sudah berusaha maksimal untuk menjaga jarak dan menghindari subyektifitas dalam membuat analisa data yang ada.

Dalam menguji keabsahan data ini penulis membutuhkan waktu cukup lama dan sering mengganggu orang-orang di lapangan. Hal yang membuat penulis lega ialah bahwa orang-orang yang diminta bantuan ini dengan rela dan penuh rasa tanggung-jawab mencari dan

Page 16: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

58

menemukan lalu menyampaikan kepada penulis berbagai informasi yang dibutuhkan. KERJA TIM

Penulis melaksanakan penelitian dalam tim. Peneliti sendiri sebagai koordinator, dan seorang peneliti lapangan di Desa Henes, dan Lakmaras, yaitu Ibu Aquilina Mutik, mantan kepala desa Lakmaras yang sekarang tinggal di desa Lakmaras. Dia adalah seorang sarjana pendidikan tamatan Universitas Nusa Cendana Kupang. Informasi dan analisanya tajam dan hal ini sangat membantu penulis dalam merumuskan hasil penelitian. Dia bersama suaminya, Theodorus Bere Laku sangat membantu penulis dalam menghimpun tokoh-tokoh masyarakat DHL di rumah mereka untuk diajak berdialog tentang topik-topik dalam penelitian ini.

Di luar DHL ditunjuk dua orang koordinator masing-masing di Kota Atambua, saudara Eustachius Mali Tae SPd., dan di Kefamenanu saudara Ir. Yosef Asa. Tugas peneliti lapangan ialah mewawancara, menghimpun data dan menyampaikan kepada penulis. Hasilnya sangat memuaskan karena mereka sangat memahami apa yang ditugaskan kepada mereka. HASIL TEMUAN

Dalam kesimpulan umum yang dipaparkan dalam Bab 10, penulis mengemukakan temuan dan pendirian penulis tentang adanya keterpaduan antara empat capital dalam diri manusia yang menyebabkan manusia itu seharusnya hidup utuh terpadu. Penulis mengemukakan pendapat bahwa sebab-musabab kegalauan dalam pembangunan saat ini disebabkan oleh adanya dikotomi pemahaman tentang spiritual dan non-spiritual dalam pengetrapannya oleh manusia. Hal ini yang akhirnya mempengaruhi manusia dalam pengetrapan pemahaman itu sewaktu melaksanakan kegiatan pembangunan. Lebih sering tidak seimbang dari pada yang seimbang.

Masyarakat suku Buna’ dalam mengalami perubahan, mengalami keseimbangan dan ke-tidak-seimbang-an (disequilibrium)

Page 17: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

59

Tidak ada kesempurnaan dalam diri manusia dan masyarakat. Namun yang harus diupayakan agar ada keseimbangan dalam pendaya-gunaan keempat capital itu di setiap bidang kegiatan pembangunan. Implikasi penemuan ini dalam pembangunan berkelanjutan, penulis tuangkan dalam tulisan ini sebagai uraian tentang pengetrapan hasil temuan dalam pembangunan di berbagai aras, mulai dari pribadi, keluarga, aras lokal sampai aras mondial.

Topik yang terakhir adalah topik tentang Hot Esen: esensi religi orang Buna. Dalam topik ini data dihimpun berkaitan dengan sasaran pemujaan dalam agama Hot Esen, tempat dan waktu pemujaan dan upacara pemujaan. Ternyata hasil analisa yang terungkap ialah, bukan hanya spiritual capital saja yang terungkap di sana, hal mana merupakan salah persepsi sampai sekarang. Dalam agama Hot Esen, ada penampilan material capital, yaitu segala hasil usaha masyarakat seperti sandang, pangan, papan dan ternak merupakan ’benda-benda (materi)’ yang diyakini berasal dari Hot Esen, direstui oleh Mugen Bei Mil (arwah leluhur) dan dipelihara oleh Pan Muk Gomo (roh-roh penghuni langit dan bumi) dan diberkati oleh Hot Esen (Yang Mahatinggi).

MANUSIA

LELUHUR

ROH-ROH

YMT

Gambar 9. Hirarki kepercayaan suku Buna’. YMT singkatan dari Yang Maha Tinggi

Page 18: BAB 3 PULANG KAMPUNG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/725/4/D_902006009_BAB III.pdf · di bidang botani yang mempelajari bermacam-macam ... Kehidupan ekonomi

60

Dalam agama Hot Esen juga ada penampilan intellectual capital yang terdiri dari begitu banyak kearifan yang harus dipelajari dan diwariskan secara lisan turun-temurun. Mako’an sebagai ahli adat, ahli tentang kepercayaan kepada Hot Esen, mempunyai daya nalar (intellectual capital) yang tinggi. Dia mampu menghafal sekian ribu ayat-ayat berupa syair-syair yang berisi sejarah leluhur dan doa-doa kepada roh-roh dan Yang Maha Tinggi. Dalam pemujaan kepada Hot Esen juga ada penampilan social capital berupa perayaan bersama di mana ada perdamaian, pengukuhan status dan perayaan upacara syukur bersama. Inilah unsur-unsur dari social capital. Jadi tetap ada keterpaduan empat capital itu dalam diri manusia baik pribadi maupun kelompok, mulai dari keluarga sampai segenap umat manusia sejagat.