bab 3 pendidikan agama islam (pai) berbasis kompetensi ...mysch.id/cms/file/115556bab3... · ibadah...
TRANSCRIPT
Bab 3 PAI Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah 23
Bab 3
Pendidikan Agama Islam (PAI)
Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah
Membangun Akhlak Mulia
Kurikulum memiliki empat kompenen yaitu komponen tujuan, komponen
materi, komponen proses dan komponen evaluasi. Keseluruhan komponen tersebut
dijadikan empat standar dari delapan standar Pendidikan Nasional.
3.1 Tujuan PAI
Apa yang seharusnya menjadi tujuan PAI bagi generasi muda? Kalau
pelaksanaan PAI didasarkan atas kelima aspek yang berfungsi seperti mata pelajaran,
maka tujuan PAI membentuk lulusan sekolah menjadi calon ahli Qur’an, calon ahli
Hadits, calon ahli Fiqih, calon ahli Tarikh dan SKI? Bagaimana menurut Al Qur’an? Allah
Swt berfirman, yang artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”*QS Adz Dzariyaat (51):56+.
Ayat ini menegaskan bahwa tugas manusia di muka bumi ini adalah beribadah
kepada-Nya. Seluruh kegiatan sosial, ekonomi, politik, pertahanan, keagamaan dsbnya
dari manusia dimuka bumi harus merupakan ibadah yaitu penghambaan kepada Allah
Swt. Demikian juga shalat, zakat, shaum, haji yang merupakan ibadah mahdoh, harus
diaplikasikan dalam kehidupan dalam bentuk amal shalih (akhlak mulia) agar
mendapat pahala yang terus menerus sehingga terhindar dari azab neraka. Oleh
karena itu maka pendidikan sebagai sarana pemberdayaan manusia harus bertujuan
membangun manusia sebagai ahli ibadah.
Lebih jauh tujuan penciptaan manusia adalah sebagai pemimpin (khalifah) di
muka bumi [QS Al Baqarah (2): 30] oleh karena itulah Allah Swt membekali manusia
dengan semua potensi yang diperlukan [Qs An Nahl (16): 78] untuk diberdayakan
menjadi kompetensi khususnya sebagai pemikir (ulul albab) *QS Ali ‘Imran (3): 190-
191] yang dapat menggunakan ilmunya dalam kehidupan dengan penuh manfaat
(rahmatan lil ‘alamin), sehingga dijanjikan Allah Swt untuk ditingkatkan derajatnya [Qs
Al Mujadillah (58): 11]. Tujuan pendidikan ini digunakan oleh Yayasan Pendidikan
Kewiraswastaan Ar Rafi’ dalam membangun lulusannya sebagai ulul albab calon
khalifah yang abdullah.
Tujuan PAI berdasarkan uraian singkat ini adalah: Agar siswa menjadi ahli ibadah
sebagai calon khalifah. Dengan kata lain, tujuan PAI adalah : Membangun sosok
abdullah (hamba Allah) yang khalifah (pemimpin dimuka bumi).
Bab 3 PAI Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah 24
3.2 Materi PAI
Dari kelima aspek PAI yang bersifat materi keilmuan adalah : Qur’an, Hadits,
Fiqih, Tarikh/SKI, sedang aqidah/keilmuan merupakan nilai (afektif) dan ahlak
merupakan unjuk kerja (ucapan dan tindakan).
Untuk membangun sosok “ahli” ibadah akan diperlukan ilmu yaitu : ilmu
Qur’an, ilmu Hadits, ilmu Fiqih, ilmu Tarikh dan SKI yang dapat digunakan dalam
kehidupan dalam bentuk akhlak mulia dengan berlandaskan nilai-nilai aqidah dan
keimanan.
Materi Qura’n-Hadits-Fiqih-Tarikh dan SKI begitu banyak. Bagaimana cara
memilihnya agar efektif. Dalam Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Bertema
Ibadah maka tema ibadah akan menjadi “Integrator” seperti yang digambarkan dalam
bagan 1.1 berikut :
Bagan 3.1 : Tema ibadah sebagai Integrator Kelima Aspek
Bagan 3.1 menggambarkan bahwa :
Pertama, tiga aspek PAI yang bersifat keilmuan yaitu : Qur’an-Hadits, Fiqih, Tarikh dan
SKI, satu aspek PAI yang bersifat afektif (Aqidah-Keimanan) dan satu aspek PAI yang
bersifat motorik (Akhlak) diintegrasikan kedalam tema ibadah (mahdoh/langsung)
untuk siswa SD yaitu : thaharah, shalat, zakat dan shaum. Dalam hal ini tema ibadah
berperan sebagai integrator yang menyatukan kelima aspek PAI.
Kedua, tidak semua materi kelima aspek PAI diperlukan siswa untuk melaksanakan
ibadah langsung, oleh karena itu perlu dipilih mana materi penting yang terkait
langsung dengan ibadah. Dalam hal ini tema ibadah menjadi fokus bagi semua aspek
PAI, yang memungkinkan PAI dapat dilaksanakan dengan proses pembelajaran
berbasis kompetensi, yang dapat diilustrasikan sbb :
Bab 3 PAI Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah 25
Satu Kesatuan (kaffah)
Bagan 3.2: Perubahan dari Kurikulum Mata Pelajaran yang Terpisah-pisah Menjadi
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Bagan 3.2 menggambarkan bagaimana kelima aspek PAI yang berdiri sendiri-
sendiri dan terpisah satu sama lain, menjadi satu kesatuan yang merupakan
kompetensi sesuai dengan definisi dalam Kurikulum 2004 (KBK) yaitu : keseluruhan
pengetahuan (ilmu /kognitif), nilai dan sikap (iman / afektif) yang dapat direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir (ucapan / psiko) dan bertindak (amal / motorik). Gambar 3.2
juga menggambarkan terjadinya perubahan dari pembelajaran berbasis mata pelajaran
menjadi pembelajaran berbasis kompetensi. Terjadi perubahan dari pembelajaran lima
mata pelajaran yang terpisah-pisah menjadi pembelajaran yang menyatukan kelima
aspek dalam tema ibadah.
Definisi ini sesuai dengan perintah Allah Swt kepada orang-orang yang
beriman sebagai berikut, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”[QS Al Baqarah (2):
208].
Keseluruhan dalam ayat tersebut adalah kesatuan dari : ilmu (head), iman
(heart) dan amal (hand), yang dalam bahasa Sunda disebut kesatuan dari : tekad
(afektif), ucap (kognitif) jeung lampah (motorik), dan kalau tidak menyatu antara
Pendidikan (integral) Berbasis Kompetensi
Pendidikan Berbasis (Parsial) Mata Pelajaran
Penghambaan Kepada Allah Swt
Qur’an-Hadits
Fiqih
Tarikh-SKI
Aqidah-Keimanan
Akhlak
Bab 3 PAI Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah 26
ketiga domain tersebut, maka disebut sebagai orang munafik, yang dalam ayat
tersebut disebut sebagai pengikut syetan.
Ayat tersebut merupakan landasan teologis (keagamaan) dari definisi
kompetensi dalam KBK 2004 yaitu : keseluruhan (kaffah) pengetahuan, nilai dan sikap
yang dapat direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa tujuan PAI adalah: membangun sosok ahli
ibadah, yang memiliki pengetahuan Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Tarikh dan SKI, yang
dapat direfleksikan dalam kebiasaan berpikir (ucapan) dan bertindak (amal),
berdasarkan nilai keimanan (aqidah)
Bagaimana mengintegrasikan kelima materi PAI kedalam tema ibadah
mahdoh, secara operasional dapat digambarkan dalam tabel berikut :
Tabel 3.1: Tabel Pemilihan Materi Esential untuk Tema Ibadah
Di SD Ar Rafi’
Tema/Sub
Tema
Kognitif Afektif Motorik
Al
Qur’an Fiqih
Tarikh/
SKI Aqidah Keimanan
Akhlak
Thaharah
o Istinja
o Wudhu
o Tayamum
o Mandi
Shalat
o Fardhu
o Sunat
o Berjama’ah
Zakat
o Mal
o Fitrah
Shaum
o Wajib
o Sunat
Tabel 3.1 memudahkan guru-guru PAI untuk memilih materi Al Qur’an, Hadits, Fiqih
dan Tarikh/ SKI, sebagai pengetahuan yang harus dikuasai siswa untuk melaksanakan
ibadah dalam sub tema tertentu. Demikian juga guru-guru dapat memilih materi Al
Qur’an atau Hadits yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan aqidah yang harus
diyakini siswa dalam melakukan ibadah. Selanjutnya tidak sedikit materi akhlak yang
Bab 3 PAI Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah 27
ada dalam Al Qur’an dan Hadits, yang merupakan perintah Allah Swt dan sabda rasul,
yang dapat dipilih guru untuk bahan pelatihan siswa berakhlak mulia, dalam bimbingan
guru PAI dan guru-guru lainnya.
PAI yang bertujuan membangun sosok ahli ibadah ini diyakini dapat mengurangi
dampak negatif dari pendidikan verbalis, dogmatis dan split personality, yang
cenderung dapat menghasilkan kelompok geng motor, narkoba, free sex dan aliran
sesat diantara remaja.
3.3 Proses (Metoda) Pembelajaran
Kalau kelima aspek PAI merupakan lima mata pelajaran yang padat dengan
materi maka proses pembelajaran cenderung terjadi dalam bentuk ceramah. Metoda
ceramah atau penyampaian informasi (transfer of knowledge) hanya akan membangun
kemampuan kognitif tingkat rendah yaitu recall atau mengingat hasil hafalan, dan
paling tinggi hingga pada tingkat comprehension (pemahaman) dan pengetahuan
tentang aplikasi (application). Dalam metoda ceramah, kegiatan pembelajaran
berpusat pada guru (teacher centered), dimana guru aktif menyampaikan informasi
kepada siswa, sedangkan siswa hanya menyimak guru dengan pasif. Besar
kemungkinan hasil pembelajaran cenderung verbalis, dogmatis, dan split personality.
Dengan kata lain lulusan yang cerdas, kompetitif, produktif dan berakhlak mulia sulit
tercapai. Oleh karena itu pembelajaran harus berpusat pada siswa (student centered),
antara lain istilah yang dikenal sebagai PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan), sesuai dengan firmanNya, yang artinya :
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.”[QS An Najm (53):39].
Ayat ini menjelaskan bahwa seseorang tidak akan memperoleh sesuatu
seperti konsep-konsep keilmuan dan nilai-nilai personal, sosial dan spiritual, tanpa ia
sendiri berusaha untuk memilikinya. Seorang siswa tidak akan menguasai konsep
keilmuan tanpa ia sendiri belajar untuk menguasai (mastery learning) dengan metoda
ilmiah (scientific method). Ayat ini merupakan landasan teologis dari PAIKEM, atau
student active learning yang dulu dikenal dengan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif).
Disisi lain nilai-nilai sosial, seperti tidak berbuat keji antar manusia dan tidak ingkar
pada aturan Allah Swt, yang merupakan akhlak mulia hanya akan terbentuk melalui
pembelajaran dan pelatihan serta pembiasaan. Membangun akhlak mulia (karakter)
siswa dapat dilakukan dengan model belajar afektif antara lain seperti yang
dikemukakan Bloom dan Krathwohl.
Bab 3 PAI Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah 28
3.4 Evaluasi
Evaluasi pembelajaran berbasis kompetensi menggunakan Penilaian Acuan
Patokan (PAP) dan bukan Penilaian Acuan Nilai (PAN). Penilaian dapat dilakukan pada
satuan kompetensi terkecil yaitu Kompetensi Dasar (KD) dengan menetapkan indikator
ketercapaian dari masing-masing domain (kognitif, afektif dan motorik).
Untuk mengukur Kompetensi Dasar yang sudah dikuasai siswa, guru hanya
bisa mengamati dan mengukur dari unjuk kerja siswa yang operasional. Oleh karena
itulah ada teori yang mengemukakan bahwa dalam menetapkan Tujuan Pembelajaran
Khusus (TPK) yang sekarang dirumuskan dalam Kompetensi Dasar (KD) harus
dinyatakan dalam kata-kata atau kalimat yang operasional dan dapat diamati
(observable) dan dapat diukur (measurable). Rumusan KD yang benar adalah KD yang
operasional, dapat diamati serta dapat diukur. Dengan kata lain rumusan KD yang
benar adalah KD yang dapat dievaluasi ketercapaiaanya melalui indikator pencapaian
unjuk kerja verbal, dan unjuk kerja fisik yang didalamnya terintegrasi nilai – nilai sosial
dan spiritual.
Sebagai contoh tema Thaharah, terdiri dari sub tema ; istinja, wudhu,
tayamum dan mandi. Sub tema wudhu dapat dijadikan satu KD dengan rumusan :
siswa dapat berwudhu dengan benar dan dapat mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Kebenaran berwudhu siswa dapat diukur dari unjuk kerja domain kognitif,
afektif dan motorik. Guru tidak dapat mengukur kompetensi secara langsung dan
menyeluruh, namun hanya dapat mengukur dari unjuk kerja (performance) yang
dilandasi oleh kompetensi. Bagaimana hubungan kompetensi dengan unjuk kerja?
Performance atau unjuk kerja merupakan indikator kompetensi yang
operasional yang dapat diamati dan dapat diukur, oleh karena itu dapat dijadikan
indikator pencapaian tujuan yang dirumuskan dalam kompetensi.
Bagan 3.3: Unjuk Kerja Sebagai Indikator Pencapaian Kompetensi
Unjuk kerja Fisik
Unjuk kerja Bersikap
Unjuk kerja Verbal
Unjuk Kerja Kompetensi
Bab 3 PAI Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah 29
Bagan 3.3 menjelaskan bahwa pencapaian kompetensi yang merupakan
integrasi dari kognitif (ilmu), afektif (nilai dan sikap, iman) dan motorik (tindakan,
amal) dapat diukur dari unjuk kerja verbal (KI-3) dan tindakan, perbuatan (KI-4) dengan
akhlak mulia yang bernilai sosial (KI-2) dan nilai spiritual (KI-1), yang disusun dalam
Kartu Hasil Studi (KHS) untuk setiap tema dan sub tema.