bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

73

Upload: lamcong

Post on 30-Dec-2016

252 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak
Page 2: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

iSurveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Page 3: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................ii

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

613.043 2Inds

Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak

Surveilans KesehatanAnak (Seri Balita).—Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2013

ISBN 978-602-235-416-1

1. Judul I. CHILD - MORTALITYII. CHILD - EPIDEMIOLOGY III. GERIATRICS

Page 4: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

iiiSurveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Sambutan

DIREKTUR JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, buku Surveilans Kesehatan Anak Seri Balita ini dapat disusun dan diterbitkan.

Sebagaimana diketahui, pencapaian MDGs 4 masih diluar harapan, penurunan angka kematian balita sebesar 2/3 dari kematian balita tahun 1990 belum dapat terpenuhi. Berdasarkan laporan SDKI 2012 angka kematian balita adalah 40/1.000 kelahiran hidup, diperkirakan sebanyak 152.000 balita pertahun, atau sekitar 416 balita meninggal perhari. Sebagian besar kematian ini bisa dicegah secara medis, namun faktor teknis terkait SDM, alat kesehatan, obat dan lain-lain masih menjadi masalah yang perlu diatasi oleh pemerintah dan pemerintah daerah.

Dalam melanjutkan agenda pembangunan milenium menuju tujuan pembangunan yang berkelanjutan serta melaksanakan pembangunan kesehatan sesuai dengan RPJMN tahun 2010-2014 dan RPJMN 2014-2019, maka perlu dilakukan upaya komprehensif untuk penurunan kematian dan kesakitan anak (balita) yang dapat dicegah. Salah satu upaya terobosan yang dapat dilakukan adalah mengembangkan surveilans kematian dan penyakit yang dapat dicegah pada balita, dengan menekankan pada respon (tindakan) dari permasalahan yang ditemukan.

Oleh karena itu, maka surveilans kesehatan anak pun perlu dibangun untuk menjawab kebutuhan penurunan angka kematian dan kesakitan yang dapat dicegah pada balita. Untuk menyelenggarakan surveilans kesehatan anak dibutuhkan buku pedoman surveilans kesehatan anak bagi tenaga kesehatan, dengan sasarannya pengelola program kesehatan anak dan program terkait lainnya, di jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota, Dinas Kesehatan Provinsi serta Kementerian Kesehatan RI.

Akhir kata, Saya menyambut baik telah tersusunnya Pedoman Surveilans Kesehatan Anak seri Balita oleh Direktorat Bina Kesehatan Anak dan Saya ucapkan terimakasih kepada para narasumber, tim penyusun, kontributor, dan seluruh pihak terkait yang telah ikut dalam proses penyusunan buku ini. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat bagi penggunanya.

Jakarta, Oktober 2014 Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan lbu dan Anak

dr. Anung Sugihantono, M.Kes.

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

613.043 2Inds

Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak

Surveilans KesehatanAnak (Seri Balita).—Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2013

ISBN 978-602-235-416-1

1. Judul I. CHILD - MORTALITYII. CHILD - EPIDEMIOLOGY III. GERIATRICS

Page 5: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................iv

Kata Pengantar

Salah satu dari kesepakatan yang ingin dicapai Millenium Development Goals (MDG) dalam bidang kesehatan anak adalah MDG 4 dengan target untuk menurunkan angka kematian balita 2/3-nya dibanding kondisi tahun 1990. Dengan demikian pada tahun 2015 diharapkan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKABA) di Indonesia telah turun menjadi 23/1000 kelahiran hidup (KH) dan 32/1000 KH. Hasil SDKI 2012 untuk AKB dan AKABA berturut-turut sebesar 32/1000 KH, 40/1000 KH.

Menyikapi pencapaian penurunan AKB dan AKABA dalam dekade terakhir yang cenderung stagnan, maka perlu dilakukan pemantauan terhadap kematian neonatus, bayi dan anak balita melalui kegiatan surveilans kesehatan anak. Selain itu perlu juga dilakukan pemantauan terhadap kejadian penyebab utama kesakitan pada balita sebagai peringatan dini untuk pencegahan kematian pada balita. Surveilans kesehatan anak ini merupakan upaya yang terintegrasi dengan kegiatan surveilans terkait kesehatan anak lainnya. Diharapkan output dari kegiatan ini dapat menghasilkan rencana intervensi untuk perbaikan dan penguatan pelaksanaan program kesehatan anak agar sesuai dengan arah pencapaian target.

Meskipun masih ada kekurangan dan membutuhkan banyak masukan, namun diharapkan Pedoman Surveilans Kesehatan Anak Seri Balita ini dapat menjadi panduan dalam pelaksanaan surveilans kesehatan balita di tingkat kabupaten kota maupun tingkat provinsi.

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada semua pihak yang sudah memberikan kontribusi dalam penyusunan buku ini. Harapan kami buku pedoman ini dapat memberikan manfaat.

Jakarta, Oktober 2014

Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan RI

dr. Jane Soepardi, MPH, DSc.

Page 6: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

vSurveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Daftar Gambar Gambar 1 Konsep Umum Surveilans 11

Gambar 2 Konsep Surveilans Kesehatan Anak 13

Gambar 3 Mekanisme Pelaporan dan Umpan Balik Surveilans 33

Page 7: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................vi

Daftar Grafik Grafik 1 Proporsi Neonatus, Bayi dan Balita Sakit di Kabupaten X. 21

Grafik 2 Proporsi Neonatus Sakit per Kecamatan 22

Grafik 3 Proporsi Bayi Sakit per Kecamatan 22

Grafik 4 Proporsi Anak Balita Sakit per Kecamatan 22

Grafik 5 Distribusi Jumlah Neonatus, Bayi dan Anak Balita Sakit per Bulan di Kabupaten X dan Y

23

Grafik 6 Distribusi Penyakit pada Neonatus per Kecamatan 23

Grafik 7 Distribusi Penyakit pada Bayi per Kecamatan di Kab. X Tahun Y 24

Grafik 8 Distribusi Penyakit pada Anak Balita per Kecamatan 24

Grafik 9 Distribusi Jumlah Neonatus, Bayi dan Anak Balita Meninggal per Kelompok Umur

25

Grafik 10 Distribusi Jumlah Kematian Neonatus per Kecamatan 26

Grafik 11 Distribusi Jumlah Kematian Bayi per Kecamatan 26

Grafik 12 Distribusi Jumlah Kematian Anak Balita per Kecamatan 26

Grafik 13 Distribusi Jumlah Kematian Neonatus, Bayi, Anak Balita per Bulan 27

Grafik 14 Contoh Analisis Continuum of Care 30

Grafik 15 Bayi Sakit dan Meninggal di Kabupaten X Tahun Y 60

Grafik 16 Balita Sakit dan Meninggal di Kabupaten X Tahun Y 60

58

58

Page 8: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

viiSurveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Daftar Lampiran Lampiran 1 Defnisi Operasional 41

Lampiran 2 Definisi Kasus 43

Lampiran 3 Contoh Tindak Lanjut Hasil Analisis Data Kesehatan Anak 47

Lampiran 4a Rekapitulasi Data Dasar Kabupaten/Kota 48

Lampiran 4b Rekapitulasi Data Dasar Provinsi 49

Lampiran 5a Rekapitulasi Cakupan Program Kesehatan Anak di Kabupaten/Kota

50

Lampiran 5b Rekapitulasi Cakupan Program Kesehatan Anak di Provinsi 51

Lampiran 6a Pemilihan Data Untuk Analisis Surveilans Morbiditas di Kabupaten / Kota

52

Lampiran 6b Pemilihan Data Untuk Analisis Surveilans Morbiditas di Provinsi 53

Lampiran 7a Pemilihan Data Untuk Analisis Surveilans Mortalitas di Kabupaten / Kota

54

Lampiran 7b Pemilihan Data Untuk Analisis Surveilans Mortalitas di Provinsi 55

Lampiran 8 Formulir Pemantauan Kelengkapan dan Ketepatan Waktu Laporan

56

Lampiran 9 Analisis Analitik 57

Page 9: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................viii

Daftar Singkatan AKB Angka Kematian Bayi

AKABA Angka Kematian Balita

AKN Angka Kematian Neo- natal

BBLR Bayi Berat Lahir Rendah

KH Kelahiran Hidup

KIA Kesehatan Ibu dan Anak

KMS Kartu Menuju Sehat

KN Kunjungan Neonatal

LAM Local Area Monitoring

LB Laporan Bulanan

PWS Pemantauan Wilayah Setempat

RAN Rencana Aksi Nasional

Renstra Rencana Strategis

Riskesdas Riset Kesehatan Dasar

RL4a Rekapitulasi Laporan Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan

RL4b Rekapitulasi Laporan Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Inap

SDIDTK Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang

LT Laporan Tahunan

MDG Millenium Development Goals

MTBM Manajemen Terpadu Bayi Muda

MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit

PKM Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

PONED Pelayanan Obstetri & Neonatal Emergensi Dasar

PONEK Pelayanan Obstetri & Neonatal Emergensi Komprehensif

SDKI Survei Demograf dan Kesehatan Indonesia

SKRT Survei Kesehatan Rumah Tangga

SP2TP Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas

SPM Standar Pelayanan Minimal

Page 10: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

ixSurveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Daftar Isi Halaman :

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1 B. Tujuan ................................................................................................................... 2 C. Landasan Hukum .................................................................................................. 3 D. Ruang Lingkup ...................................................................................................... 3 E. Pengertian Umum ................................................................................................. 4

BAB 2. KEBIJAKAN UPAYA KESEHATAN ANAK ........................................................ 7

A. Kebijakan Upaya Kesehatan Anak ........................................................................ 7 B. Pelayanan Kesehatan Balita ................................................................................. 7

BAB 3. KEBIJAKAN SURVEILANS KESEHATAN ANAK ............................................. 11

A. Konsep Umum Surveilans ..................................................................................... 11 B. Konsep Surveilans kesehatan anak ...................................................................... 12 C. Kebijakan Operasional Surveilans kesehatan anak .............................................. 14 D. Pembagian Peran Dalam Surveilans kesehatan anak .......................................... 14

BAB 4. LANGKAH-LANGKAH SURVEILANS KESEHATAN ANAK ............................. 17

A. Indentifikasi Data Masalah Kesehatan Balita ........................................................ 17 B. Pengumpulan Data ............................................................................................... 18 C. Pengolahan dan Analisis Data Surveilans ............................................................ 20 D. Penyebaran Informasi ........................................................................................... 31 E. Tindak Lanjut ......................................................................................................... 31F. Mekanisme Pelaporan dan Umpan Balik .............................................................. 33

BAB 5. INDIKATOR KINERJA SURVEILANS ................................................................ 34

A. Kelengkapan Data dan Laporan .......................................................................... 34 B. Kualitas dan Validitas Data ................................................................................... 34 C. Ketepatan Waktu ................................................................................................... 34 D. Keterwakilan (Representativeness) ...................................................................... 35

BAB . PENUTUP .............................................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 37

Page 11: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................x

Page 12: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

1Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

2

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Status kesehatan anak merupakan salah satu indikator kesejahteraan bangsa, sehingga masalah kesehatan anak merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menjadi salah satu masalah nasional. Indikator keberhasilan program kesehatan anak mengacu pada dokumen Millennium Development Goals (MDGs) 2015. Target MDGs menetapkan angka kematian neonatus 14/1.000 kelahiran hidup (KH), angka kematian bayi 23/1.000 KH, dan angka kematian balita 32/1.000 KH. Sedangkan pada RPJMN 2010-2014, target indikator angka kematian bayi 24/1.000 KH. Target-target ini merupakan agenda yang belum selesai dan masih dilanjutkan setelah tahun 2015 (post MDGs) dan pada RPJMN 2015-2019. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, angka kematian balita masih mencapai 40/1.000 KH, angka kematian bayi 32/1.000 KH dan angka kematian neonatal 19/1.000 KH. Angka ini hanya turun 4 poin untuk kematian balita dan 2 poin untuk kematian bayi jika dibandingkan dengan angka 5 tahun sebelumnya, sedangkan angka kematian neonatal tidak mengalami penurunan. Data Riskesdas 2007 menunjukkan sekitar 56% kematian bayi dan 43% kematian balita terjadi pada periode neonatal (0-28 hari). Sebagian besar (78,5%) dari kematian neonatal ini terjadi dalam satu minggu pertama (0-6 hari) kehidupan bayi baru lahir, penyebab kematian neonatal terbanyak adalah BBLR, asfksia dan infeksi. Angka kesakitan (prevalensi) panyakit pada balita berdasarkan Riskesdas 2007 terbanyak adalah diare (55,5%), ISPA (42,5%), campak (3,4%), pneumonia (3,1%) dan tifoid (1,6%). Prevalensi penyakit-penyakit tersebut harus selalu diamati guna melakukan intervensi kesehatan masyarakat yang sesuai untuk menurunkan kejadian di masyarakat. Penyebab kematian neonatal masih banyak terjadi oleh karena banyak faktor penyebab yang berhubungan dengan kematian neonatus, baik faktor pada ibu, anak, lingkungan dan faktor pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut antara lain tingginya persalinan yang terjadi di rumah 43,2% (Riskesdas, 2010), persalinan yang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan 40,2% (Riskesdas, 2010), jumlah Puskesmas yang mampu melaksanakan MTBS 35.3% (Risfaskes, 2011). Telah dilakukan berbagai perencanaan dan pelaksanaan sebagai intervensi program kesehatan anak dalam pencapaian target-target tersebut. Namun demikian, perlu adanya upaya pemantauan agar perencanaan dan pelaksanaan intervensi ini sesuai dengan arah pencapaian target. Di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), sistem surveilans kesehatan anak merupakan bagian dari sistem informasi kesehatan nasional yang perlu dibangun untuk menjawab kebutuhan alat pemantauan tersebut. Lebih dari itu, surveilans kesehatan anak dapat digunakan untuk mengantisipasi permasalahan dengan mengenali hambatan dan mengendalikan faktor risiko. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap kejadian penyakit dan kematian serta kondisi yang telah terprediksi sebelumnya sehingga dapat dilakukan antisipasi segera.

Page 13: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................2

3

Intervensi yang dilakukan oleh beberapa program kesehatan juga sangat terkait dengan program kesehatan anak, termasuk sistem surveilans yang dibangun oleh masing-masing program kesehatan, antara lain surveilans program gizi, Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan diare. Surveilans kesehatan anak yang dilakukan adalah surveilans morbiditas dan mortalitas yang berdasarkan Riskesdas 2007 merupakan penyakit dan sebab kematian terbanyak, baik pada neonatus, bayi dan anak balita. Selain merupakan penyakit terbanyak seluruh penyakit tersebut juga memiliki program intervensi kesehatan masyarakat yang telah dilaksanakan (interveanable). Pengumpulan data terhadap penyakit tersebut telah dilakukan oleh petugas yang memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Beberapa surveilans tersebut selama ini telah dikelola oleh masing-masing program tertentu, dari tingkat pusat hingga puskesmas, namun belum terintegrasi dan dianalisis secara spesifk terhadap masalah kesehatan anak. Karena itu dibutuhkan suatu surveilans yang dapat menganalisis masalah kesehatan anak secara lebih komprehensif. Analisis yang komprehensif dapat menggali permasalahan kesehatan anak secara lebih dalam, sehingga dapat dilakukan intervensi yang lebih tepat. Pengelola program kesehatan anak perlu dibekali dengan kemampuan mengenali, menganalisis dan mengendalikan faktor risiko. Untuk menyelenggarakan surveilans kesehatan anak tersebut, maka dibutuhkan buku pedoman surveilans kesehatan anak bagi tenaga kesehatan anak di tingkat surveilans kesehatan anak.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum Tujuan surveilans kesehatan anak adalah menyediakan informasi secara berkala dan terus menerus tentang permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor yang mempengarhuinya sebagai dasar bagi pembuat keputusan untuk merumuskan kebijakan, menyusun perencanaan dan pengelolaan program yang lebih baik dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak.

2. Tujuan Khusus a. Tersedianya informasi secara berkala dan terus menerus tentang penyebab

utama kesakitan pada neonatal, bayi dan balita. b. Tersedianya informasi secara berkala dan terus menerus tentang penyebab

utama kematian pada neonatal, bayi dan balita. c. Tersedianya hasil analisis terintegrasi penyebab utama kesakitan dan kematian

pada neonatal, bayi dan balita. d. Tersedianya hasil analisis continuum of care pelayanan kesehatan anak e. Tersedianya rekomendasi dan rencana aksi penanggulangan terhadap

permasalahan yang ditemukan

3. Sasaran Pedoman Surveilans kesehatan anak Langsung: • Pengelola program kesehatan anak di Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota Tidak langsung • Pengelola program kesehatan anak di Dinas Kesehatan Provinsi • Pengelola program lain yang terkait kesehatan anak di Dinas Kesehatan kabupaten

dan kota

Page 14: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

3Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Dalam penyelenggaraan surveilans kesehatan anak memerlukan tim kerja yang melibatkan program terkait kesehatan anak, seperti: pengelola program gizi, imunisasi, surveilans penyakit (ISPA, diare, PD3I, dll), kesehtan ibu, kesehatan lingkungan, Sistem Informasi Kesehatan (SIK), dll.

C. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2014 tentang Sistem

Informasi Kesehatan6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem

Kesehatan Nasional 7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 949 tahun 2004

tentang Pedoman penyelenggaraan SKD–KLB8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 267 tahun 2008 tentang

Pedoman Teknis Pengorganisasian Dinas Kesehatan Daerah 9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten dan kota10. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun

2010 dan Nomor 162/Menkes/PB/I/2010 tentang Pelaporan kematian dan Penyebab kematian

11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Anak

12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan

13. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat

14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup surveilans kesehatan anak meliputi :1. Melakukan pengumpulan, dan pengolahan data kematian, penyebab kematian dan

peyakit tertentu pada neonatal, bayi dan balita 2. Melakukan analisis, interpretasi data terintegrasi dari hasil data kesakitan dan

kematian bayi dan balita serta PWS Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA), Gizi, Imunisasi dan data terkait lainnya

3. Melakukan penyebaran informasi serta umpan balik kepada lintas program dan lintas sektor terkait sehingga dapat melakukan tindakan (respon cepat/terencana) yang efektif dan efisien terhadap permasalahan yang ditemukan

4. Melakukan pemantauan penyelenggaraan surveilans kesehatan anak berdasarkan indikator kinerja surveilans

Page 15: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................4

5

E. Pengertian Umum

1. Surveilans Surveilans didefinisikan sebagai kegiatan pengamatan secara terus-menerus terhadap kondisi dan masalah kesehatan yang mempengaruhi risiko terjadinya penyakit melalui proses pengumpulan data yang sistematis, pengolahan, analisis, interpretasi data hingga menjadi informasi dan penyebaran informasi kepada penyelenggara program kesehatan dan pemangku kebijakan lainnya. Dengan dilakukannya penyebaran informasi kepada pemangku kebijakan dan penyelenggara program kesehatan tersebut diharapkan dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien terhadap masalah kesehatan tersebut. (CDC, 2009). Surveilans kesehatan anak merupakan suatu kegiatan pengamatan secara terus-menerus dan sistematis terhadap kesakitan dan kematian anak melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan interpretasi hingga menjadi informasi dan penyebarluasan informasi tersebut kepada penyelenggara program terkait kesehatan anak seperti pengelola program kesehatan ibu, gizi, imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pengendalian kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan. Selain itu, informasi tersebut juga dimanfaatkan untuk melakukan advokasi kepada pemangku kebijakan yaitu bupati, walikota, Bappeda, kepala dinas kesehatan, kepala dinas terkait, organisasi profesi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan harapan mendapatkan dukungan dan komitmen untuk dapat dilakukan intervensi terhadap masalah kesehatan anak tersebut. Sistem surveilans kesehatan anak merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans (pengelola program gizi, imunisasi, kesehatan ibu, pengendalian ISPA, pengendalian diare, pengendalian DBD, dll.), pusat penelitian dan kajian serta penyelenggara program terkait kesehatan anak, antar wilayah surveilans kesehatan anak, provinsi dan pusat. Sistem surveilans ini menjamin bahwa informasi yang didapatkan berkesinambungan dan diharapkan mendapat respon cepat dari pihak-pihak terkait yang memiliki kewenangan. Berbeda dari sistem pengumpulan data yang lain seperti survei, audit dan asesmen yang lebih bersifat sekuensial/berkala dan belum tentu berkesinambungan.

2. Monitoring

Monitoring adalah kegiatan pengumpulan informasi yang dilakukan secara rutin atau reguler dengan parameter yang jelas. Monitoring dapat juga diartikan sebagai penelusuran secara rutin dan pelaporan dari informasi yang menjadi prioritas dari program terhadap input, proses, output, outcome dan dampak dari suatu kegiatan atau program dengan tujuan melakukan asesmen terhadap pencapaian tujuan dari suatu program. Monitoring dapat menggunakan informasi dari pencatatan pelaporan rutin, PWS, surveilans, survei, observasi atau berbagai cara pengumpulan data lainnya. (UNAID-Worldbank, 2002).

3. Evaluasi

Evaluasi adalah upaya yang sistematik dan objektif, dalam melihat relevansi, adekuasi, efektivitas dan efisiensi dari suatu program/sistem pelayanan kesehatan atau komponen program/ sistem pelayanan kesehatan untuk melihat apakah tujuan dari program/ sistem pelayanan kesehatan tersebut tercapai. Dalam menilai dalam suatu evaluasi biasanya dilakukan dengan cara: i) melakukan perbandingan dengan nilai

Page 16: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

5Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

6

standar, ii) merujuk pada tujuan evaluasi dan iii) memahami mekanisme yang terjadi pada saat evaluasi. Evaluasi digunakan untuk mengukur kualitas dan integritas dari suatu program/sistem pelayanan kesehatan secara bertahap terhadap capaian/kinerja secara menyeluruh. (WHO, 2010)

4. Pemantauan Wilayah Setempat

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) atau Local Area Monitoring (LAM) adalah pemantauan secara rutin terhadap cakupan kegiatan program per wilayah (area tertentu). Pada PWS cakupan program dapat dipantau secara rutin (per minggu atau per bulan) mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan kota, provinsi hingga tingkat pusat. PWS progam kesehatan anak dapat dilakukan terhadap capaian program kesehatan anak (seperti: PWS Kunjungan Neonatal (KN),PWS K1-4 (kunjungan ANC) dan PWS cakupan Vit A (pada balita). PWS ini merupakan bagian dari PWS KIA.

5. Kohort Bayi dan Anak Balita Kohort bayi dan anak balita adalah suatu sistem registrasi atau pencatatan bayi dan anak balita yang digunakan untuk pengamatan secara berkesinambungan terhadap beberapa indikator kesehatan bayi dan anak balita (berat badan, status imunisasi dan lain-lain) yang dicatat di buku KIA atau catatan kohort bayi/anak balita oleh bidan desa. Kohort bayi dan anak balita digunakan dalam memantau seluruh sasaran di tingkat desa sesuai konsep wilayah kerja puskesmas. Suatu sistem registrasi biasanya berhubungan dengan sistem pelayanan kesehatan terhadap populasi yang diregistrasi.

6. Anak Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 1).

7. Neonatus

Adalah bayi yang berusia 0-28 hari setelah lahir, dibedakan menjadi neonatal dini (0-7 hari) dan neonatal lanjut (8-28 hari).

8. Bayi

Adalah anak yang berusia 29 hari sampai 11 bulan.

9. Anak Balita Adalah anak yang berusia 12 bulan sampai 59 bulan

10. Balita

Adalah anak yang berusia 0 tahun sampai 59 bulan

11. Kasus Morbiditas Balita Adalah kasus kesakitan tertentu pada balita berdasarkan diagnosis yang digunakan pada unit/pelayanan kesehatan yang melaporkan.

12. Kasus Mortalitas Balita

Adalah kasus kematian oleh sebab tertentu pada balita berdasarkan diagnosis kematian yang digunakan pada unit/pelayanan kesehatan yang melaporkan. Pada kasus morbiditas dan mortalitas, diagnosis kasus dapat berupa kasus suspect,

Page 17: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................6

7

probable dan confirmed.

13. Kasus Suspect Kasus morbiditas yang didiagnosis berdasarkan gejala klinis. Pada kasus mortalitas yang diagnosisnya hanya didasarkan pada autopsi verbal juga termasuk dalam kategori suspect.

14. Kasus Probable

Kasus morbiditas yang didiagnosis berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium sederhana sehingga diagnosis menjadi lebih spesifik/mengarah pada diagnosis yang pasti. Pada kasus-kasus mortalitas diagnosis berdasarkan autopsi fisik termasuk dalam kategori probable.

15. Kasus Confirmed

Kasus morbiditas yang didiagnosis berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yang dapat memastikan diagnosis suatu penyakit. Pada kasus-kasus mortalitas diagnosis berdasarkan autopsi lengkap (investigatif) termasuk dalam kategori pasti atau definitif.

Page 18: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

7Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

8

BAB 2

KEBIJAKAN UPAYA KESEHATAN ANAK

A. Kebijakan Upaya Kesehatan Anak Upaya pemenuhan hak anak terhadap kesehatan dilakukan melalui upaya peningkatan kelangsungan hidup anak, upaya peningkatan kualitas hidup anak dan upaya perlindungan kesehatan hidup anak. Kebijakan tersebut dioperasionalkan dengan menggunakan pendekatan continuum of care throughout the lifecycle dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan semua anak sejak janin di dalam kandungan hingga anak mencapai usia dewasa. Diharapkan semua anak mendapatkan akses pelayanan kesehatan sesuai standar pada setiap fase kehidupannya. Semua anak mempunyai jaminan mendapatkan penanganan sesuai standar atas masalah kesehatan yang dialaminya, kemudahan akses mendapatkan pelayanan kesehatan sejak di rumah, pelayanan kesehatan dasar hingga ke tingkat rujukan sehingga anak tidak terlambat mendapatkan penanganan terutama pada risiko tinggi atau kasus gawat darurat. Untuk memantau efektivitas pelayanan kesehatan dengan pendekatan continuum of care diperlukan sistem informasi dan surveilans yang dapat menyediakan data dan menganalisis kesenjangan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan esensial. Penguatan sistem informasi dan surveilans dimulai dengan pemantapan penggunaan register kohort bayi dan anak balita, PWS KIA, pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan kesehatan anak, dengan tujuan agar semua anak mendapat pelayanan kesehatan sesuai standar dan deteksi dini anak dengan risiko tinggi serta identifikasi permasalahan kesehatan pada anak. B. Pelayanan Kesehatan Balita

1. Pelayanan Kesehatan Neonatus Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 (tiga) kali, selama periode 0 (nol) sampai dengan 28 (dua puluh delapan) hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Neonatus : a. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6– 48 jam setelah

lahir b. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke-3 sampai

dengan hari ke 7 setelah lahir c. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke-8 sampai

dengan hari ke-28 setelah lahir Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar dan mengetahui sedini mungkin bila terdapat masalah kesehatan pada neonatus. Kunjungan neonatus dapat membantu menekan risiko kematian. Risiko terbesar kematian bayi terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas pelayanan kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas pelayanan

Page 19: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................8

9

kesehatan sedikitnya selama 24 jam pertama. Pelayanan kesehatan neonatal dasar harus dilakukan secara komprehensif. Pelayanan ini dilakukan dengan menggunakan standar pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir maupun dengan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Pelayanan tersebut meliputi: a. Pemeriksaan dan Perawatan Bayi Baru Lahir

1) Perawatan tali pusat 2) Inisiasi Menyusu Dini 3) Menjaga bayi tetap hangat 4) Konseling Menyusui 5) Memastikan bayi telah diberi injeksi Vitamin K1 6) Memastikan bayi telah diberi Salep Mata Antibiotik 7) Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0 8) Skrining bayi baru lahir (Skrining Hipotiroid Kongenital)

b. Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri ikterus, diare, berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.

c. Pemberian imunisasi dasar sesuai jadwal. Imunisasi Hepatitis B-0 diberikan bila belum mendapatkannya pada waktu pe-rawatan bayi baru lahir.

d. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir dirumah dengan menggunakan Buku KIA.

e. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan neonatus adalah dokter spesialis anak, dokter umum, bidan, dan perawat.

2. Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi

Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan morbiditas, kecacatan dan/atau mortalitas yang dilakukan oleh dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin dan rumah sakit pemerintah/swasta. Hari pertama kelahiran sangat penting bagi bayi karena terjadi banyak perubahan sebagai bagian dari penyesuaian diri terhadap lingkungan di luar rahim. Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak ditangani dengan adekuat dapat terjadi mortalitas. Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal. Penyediaan puskesmas mampu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) merupakan bagian dari kebijakan Kementerian Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan komplikasi neonatus. Target yang harus dicapai adalah tersedianya minimal 4 puskesmas mampu PONED setiap kabupaten/ kota. Puskesmas mampu PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap selama 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Layanan PONED meliputi pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas serta

Page 20: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

9Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

10

kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi, baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/RS Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) pada kasus yang tidak mampu ditangani. Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, RSU Surveilans kesehatan anak harus mampu melaksanakan PONEK yang siap selama 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Layanan PONEK meliputi pelayanan emergensi dasar dan pelayanan operasi seksio sesaria, perawatan neonatus level II serta transfusi darah. Ketersediaan puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK, kasus-kasus komplikasi kebidanan dan neonatal dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi mortalitas ibu dan neonatus.

3. Pelayanan Kesehatan Bayi

Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 (empat) kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bayi : a. Kunjungan Bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan b. Kunjungan Bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan c. Kunjungan Bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan d. Kunjungan Bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang, dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi. Pelayanan kesehatan bayi meliputi : a. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG 1 kali, Polio 4 kali, Hepatitis B-4

kali, DPT 3 kali, Hib 3 kali dan Campak 1 kali) b. Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) 4 kali setahun

(setiap 3 bulan) c. Pemberian Vitamin A 100.000 IU (6-11 bulan) d. Konseling menyusui, pemberian makanan pendamping ASI, tanda- tanda sakit dan

perawatan kesehatan bayi dirumah menggunakan buku KIA e. Pelayanan pada bayi sakit dengan pendekatan MTBS f. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan

4. Pelayanan Kesehatan Anak Balita Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keinderaan, berpikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan

Page 21: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................10

11

pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi adalah dokter spesialis anak, dokter umum, bidan, dan perawat. Bentuk pelaksanaan deteksi dini tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK). Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di puskesmas seperti dokter umum, bidan, perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat, maupun tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak. Mortalitas bayi dan anak balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab mortalitas bayi dan anak balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Pada tahun 1993, Bank Dunia melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah mortalitas balita yang disebabkan oleh ISPA, diare, campak, malaria, kurang gizi dan kombinasi dari keadaan tersebut. Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan harus sesuai standar, yaitu: a. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 4 kali setahun yang tercatat

dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan per- tumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah, harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan.

b. Pelaksanaan SDIDTK minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung.

c. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun. d. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita. e. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan

MTBS.

..................................................................................................................

Page 22: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

11Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

12

BAB 3 KEBIJAKAN SURVEILANS KESEHATAN ANAK

A.Konsep Umum SurveilansSurveilans merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, mulai dari pengumpulan data, pengolahan, analisis, interpretasi data hingga menjadi informasi. Selanjutnya informasi tersebut disebarluaskan kepada pihak yang membutuhkan dan diharapkan dilakukannya suatu aksi atau intervensi terhadap masalah. Dengan dilakukannya intervensi/aksi yang tepat diharapkan adanya perbaikan pada kejadian penyakit atau permasalahan kesehatan yang dipantau maupun cakupan program yang dikumpulkan oleh surveilans tersebut (lihat Gambar 1). Pada sistem pencatatan dan pelaporan, pengumpulan data berjalan vertikal, sedangkan sistem surveilans membentuk suatu siklus. Siklus dimulai dari pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi data hingga menjadi informasi. Dengan dilakukan diseminasi informasi diharapkan menghasilkan suatu rekomendasi dapat dilakukan sebagai bahan masukan dalam melakukan aksi/intervensi. Aksi atau intervensi ini merupakan salah satu yang membedakan antara sistem pencatatan dan pelaporan dengan surveilans, selain alur sistem yang berbeda. Dengan adanya aksi/intervensi ini, permasalahan kesehatan dapat segera ditanggulangi. Sistem pencatatan dan pelaporan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dan merupakan sumber data yang paling sering dimanfaatkan dalam sistem surveilans dibandingkan sumber data lainnya (seperti: data statistik vital, data survei dan data laboratorium). Sistem pencatatan dan pelaporan biasanya dilaksanakan secara rutin dan berjenjang mulai dari pelayanan kesehatan terdepan ke sistem pelayanan kesehatan diatasnya. Selanjutnya konsep surveilans dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1. Konsep Umum Surveilans

...............................................................................................................

Selanjutnya konsep umum surveilans dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Page 23: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................12

13

Kegiatan surveilans dimulai dengan pengumpulan data secara rutin atau terus-menerus dari semua sumber data, baik berupa data primer ataupun data sekunder, seperti data cakupan program kesehatan, data hasil laboratorium, data survei rutin, dan data dari statistik vital. Pengumpulan data adalah upaya yang sistematis secara terus menerus dari suatu sistem untuk mencatat dan mengumpulkan data dari suatu kejadian kesehatan yang akan diamati guna keperluan tertentu. Surveilans dapat menggunakan satu atau beberapa sumber data. Data yang dikumpulkan tersebut selanjutnya diolah untuk dianalisis sesuai dengan kebutuhan. Pengolahan data dapat dilakukan dalam satu tingkat atau dapat dari berbagai tingkat pelayanan kesehatan. Setelah data diolah, dilakukan analisis data baik deskriptif dan atau analitik. Analisis deskriptif adalah analisis data untuk melihat sebaran dari suatu variabel, baik berdasarkan variabel orang, tempat, waktu, dan lain-lain. Analisis analitik merupakan analisis lanjut yang dilakukan untuk membuktikan suatu hipotesis yang dikembangkan dengan menggunakan uji statistik tertentu. Hasil analisis tersebut selanjutnya diinterpretasi menjadi informasi. Untuk interpretasi yang benar diperlukan kemampuan khusus sehingga tidak menimbulkan bias yang bersifat subjektif. Data yang telah diinterpretasi akan bermanfaat bila disebarluaskan pada pihak yang berkepentingan (pemangku kebijakan). Pemangku kebijakan dapat melakukan aksi atau intervensi tertentu, sehingga kejadian kesehatan yang diamati pada surveilans tersebut mengalami perubahan sesuai dengan yang diharapkan. Kinerja sistem surveilans akan meningkat apabila ada umpan balik dari unit pengumpul data yang lebih tinggi ke unit pengumpul data dibawahnya. Tujuan umpan balik untuk menginformasikan tentang kualitas data dan hasil analisis yang diperoleh. Evaluasi terhadap hasil surveilans harus dilakukan guna melihat manfaat terhadap sasaran program kesehatan di tempat surveilans dilakukan. Kinerja sistem surveilans akan meningkat apabila semua langkah-langkah di atas dilaksanakan dengan baik.

B. Konsep Surveilans Kesehatan AnakProgram kesehatan anak, sebagai suatu sistem kesehatan dapat dipantau efektivitas penyelenggaraannya melalui komponen input (masukan), proses dan output (luaran) serta dampak (outcome/impact) seperti tampak pada gambar 2. Masing-masing komponen ini memiliki metode monitoring dan evaluasi yang berbeda sesuai data dan informasi yang dihasilkan. Informasi tentang data input ketenagaan, sarana dan prasarana dapat dimonitoring dengan melakukan evaluasi khusus secara berkala (setiap tahun) dengan melakukan evaluasi, asesmen atau audit program kesehatan anak. Komponen luaran atau cakupan program (kesehatan anak, kesehatan ibu, imunisasi, gizi, dll) dapat dimonitoring melalui Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) secara rutin. Sedangkan data morbiditas dan mortalitas sebagai outcome dan impact dari program kesehatan anak akan dimonitor melalui sistem surveilans kesehatan anak secara rutin.

..................................................................................................................

Page 24: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

13Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

14

Gambar .2. Konsep Surveilans Kesehatan Anak Faktor output, outcome dan impact program kesehatan anak dapat dipengaruhi juga oleh faktor eksternal lainnya seperti : faktor sosiodemografi, sosioekonomi, perilaku masyarakat, lingkungan dan faktor cakupan program kesehatan terkait lainnya. Surveilans dilakukan untuk memantau beberapa penyakit penyebab utama kesakitan (surveilans morbiditas) dan memantau penyebab utama kematian (surveilans mortalitas) pada neonatal, bayi dan balita. Surveilans morbiditas dilakukan untuk melihat kejadian morbiditas beberapa penyakit yang dianggap sebagai outcome dari program kesehatan anak, seperti asfiksia, pneumonia, diare, campak, malaria dan kelainan saraf pada balita. Surveilans mortalitas mengumpulkan beberapa penyebab mortalitas yang dianggap sebagai penyebab mortalitas yang paling sering di Indonesia, yaitu BBLR, asfiksia, tetanus, diare, pneumonia dan ikterus. Dengan melakukan surveilans morbiditas dan mortalitas pada anak tersebut, secara tidak langsung akan dapat melihat kinerja program kesehatan anak, khususnya pada balita, dengan tidak mengabaikan faktor lain yang berkontribusi pada morbiditas dan mortalitas anak tersebut.

...............................................................................................................

Page 25: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................14

15

Berdasarkan konsep surveilans kesehatan anak di atas, maka perlu dilakukan monitoring secara rutin komponen output, outcome dan impact dari program kesehatan anak, melalui PWS program kesehatan anak, surveilans morbiditas dan surveilans mortalitas (neonatus, bayi dan anak balita). Analisis data surveilans dilakukan terintegrasi, baik antara PWS program kesehatan anak, surveilans morbiditas, surveilans mortalitas dengan beberapa program yang terkait dengan program kesehatan anak lainnya seperti pada Gambar 2 di atas.

C. Kebijakan Operasional Surveilans Kesehatan Anak 1. Surveilans kesehatan anak merupakan bagian dari program kesehatan anak yang

wajib dilaksanakan oleh petugas kesehatan mulai di tingkat surveilans kesehatan anak, provinsi serta pusat dengan menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan yang bersumber dari desa/kelurahan, puskesmas dan pelayanan kesehatan lainnya pada program kesehatan anak.

2. Surveilans kesehatan anak merupakan bagian dari monitoring dan evaluasi program kesehatan anak, terhadap morbiditas dan mortalitas pada anak.

3. Pada proses analisis surveilans kesehatan anak memerlukan analisis integrasi data surveilans dari program kesehatan ibu, gizi, imunisasi dan program terkait lainnya, untuk memberikan informasi yang lebih komprehensif.

4. Kohort Bayi dan Anak Balita merupakan sistem registrasi terhadap bayi dan anak balita di tingkat desa/ kelurahan yang merupakan instrumen pemantauan kesehatan bayi dan anak balita secara individu dan kontinu serta merupakan salah satu sumber data surveilans kesehatan anak.

5. Pendanaan kegiatan surveilans kesehatan anak dibiayai oleh anggaran surveilans kesehatan anak, provinsi, pusat, serta sumber dana lainnya.

6. Kegiatan surveilans kesehatan anak merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan standar minimal pelayanan bidang kesehatan dalam upaya peningkatan kelangsungan dan kualitas hidup bayi dan anak balita.

7. Surveilans kesehatan anak dilakukan oleh tenaga kesehatan secara berjenjang dimulai dari tingkat surveilans kesehatan anak, provinsi dan pusat.

8. Surveilans kesehatan anak dilakukan secara rutin dan berjenjang setiap bulan mulai dari tingkat dinas kesehatan kabupaten dan kota, provinsi dan pusat.

9. Surveilans dapat dilaksanakan melalui surveilans berbasis masyarakat (Community Based Surveillance) dan surveilans berbasis pelayanan kesehatan (Health Facility Based Surveillance/HFBS). Dalam penyelenggaraan surveilans kesehatan anak inidilakukan dengan pendekatan sumber data berbasis pelayanan kesehatan (HFBS).

D. Pembagian Peran Dalam Surveilans Kesehatan Anak1. Kementerian Kesehatan

Kementerian Kesehatan sebagai pemerintah pusat, dalam hal ini Direktorat Bina Kesehatan Anak merupakan unit yang bertanggung jawab terhadap program kesehatan anak (termasuk surveilans kesehatan anak) secara nasional. Memiliki peran sebagai berikut :

..................................................................................................................

Page 26: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

15Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

16

a. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan surveilans kesehatan anak di tingkat provinsi.

b. Menganalisis dan interpretasi data serta menyebarkan informasi hasil analisis data surveilans kesehatan anak tingkat pusat.

c. Melakukan bimbingan teknis, evaluasi dan umpan balik hasil analisis data surveilans kesehatan anak ke provinsi.

d. Melakukan intervensi kesehatan sesuai hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

e. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk pengumpulan data, analisis, dan intervensi/tindak lanjut hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

2. Dinas Kesehatan Provinsi Dinas kesehatan provinsi sebagai pemerintah daerah penanggung jawab program kesehatan anak (termasuk surveilans kesehatan anak) di tingkat provinsi berperan dalam hal : a. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan surveilans

kesehatan anak di tingkat surveilans kesehatan anak. b. Mengumpulkan data surveilans kesehatan anak yang bersumber dari laporan dinas

kesehatan surveilans kesehatan anak. c. Menganalisis dan interpretasi data serta menyebarkan informasi hasil surveilans

kesehatan anak tingkat provinsi. d. Melakukan bimbingan teknis, evaluasi dan umpan balik hasil analisis data

surveilans ke kabupaten dan kota. e. Melakukan intervensi kesehatan sesuai hasil analisis data surveilans kesehatan

anak. f. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk pengumpulan

data, analisis, dan interensi/tindak lanjut hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

g. Melaporkan data surveilans/program kesehatan anak ke pusat. 3. Dinas Kesehatan Kabupaten dan kota

Dinas kesehatan kabupaten dan kota sebagai pemerintah daerah penanggung jawab program kesehatan anak dan surveilans kesehatan anak di kabupaten dan kota memiliki peran sebagai berikut a. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan surveilans

kesehatan anak di tingkat puskesmas. b. Mengumpulkan data surveilans kesehatan anak yang bersumber dari laporan

fasilitas pelayanan kesehatan c. Menganalisis dan interpretasi data serta menyebarkan informasi hasil surveilans

kesehatan anak tingkat kabupaten dan kota. d. Melakukan bimbingan teknis, evaluasi dan umpan balik hasil analisis data

surveilans ke puskesmas.

...............................................................................................................

Page 27: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................16

17

e. Melakukan intervensi kesehatan sesuai hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

f. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk pengumpulan data, analisis, dan intervensi/tindak lanjut hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

g. Melaporkan data surveilans/program kesehatan anak ke dinas kesehatan provinsi.

4. Rumah Sakit Provinsi, Kabupaten dan Kota Merupakan unit pelayanan kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten dan kota yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna terhadap pelayanan kesehatan anak di rumah sakit memiliki peran: a. Melakukan pencatatan pelayanan kesehatan anak ke dalam format pencatatan

dan pelaporan. b. Melaporkan data pelayanan kesehatan anak ke dinas kesehatan atau puskesmas

yang menjadi penanggung jawab kesehatan di mana rumah sakit tersebut berlokasi

c. Melakukan intervensi kesehatan di tingkat RS sesuai hasil analisis data surveilans kesehatan anak berdasarkan hasil/umpan balik dinas kesehatan surveilans kesehatan anak.

5. Puskesmas Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama di wilayah kerjanya akan berperan dalam hal: a. Melakukan pencatatan pelayanan kesehatan anak ke dalam format pencatatan

dan pelaporan. b. Melaporkan data rutin pelayanan kesehatan anak ke dinas kesehatan

kabupaten dan kota. c. Menganalisis data sederhana program kesehatan anak seperti PWS KIA d. Membantu Dinas Kesehatan kabupaten dan kota dalam melakukan intervensi

kesehatan di tingkat puskesmas bila diperlukan sesuai umpan balik hasil analisis data surveilans kesehatan anak.

..................................................................................................................

Page 28: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

17Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

BAB 4 LANGKAH-LANGKAH SURVEILANS KESEHATAN ANAK

A. Identifikasi Data Masalah Kesehatan Anak Langkah awal dalam kegiatan surveilans kesehatan anak (seri balita) adalah mengidentifikasi masalah kesehatan neonatal, bayi dan balita, serta data yang mewakili masalah tersebut yang dapat dikumpulkan. Masalah kesehatan anak adalah masih tingginya kesakitan dan kematian, oleh karena itu data yang dikumpulkan sebagai berikut : 1. Indikator Outcome

Sebagai outcome dari upaya kesehatan balita adalah morbiditas (kesakitan) yang terjadi pada balita. Data yang dikumpulkan dan dilakukan surveilans adalah: a. Jumlah neonatus sakit/berobat ke Puskesmas/Rumah Sakitb. Jumlah neonatus dengan kasus:

1) Tetanus neonatorum2) Pneumonia3) Ikterus4) Diare5) Kelainan bawaan6) Lainnya

c. Jumlah bayi sakit/berobat ke Puskesmas/Rumah Sakitd. Jumlah bayi dengan kasus:

1) Diare2) Pneumonia3) Campak4) Difteri5) Malaria6) Lainnya

e. Jumlah anak balita sakit/berobat ke Puskesmas/Rumah Sakitf. Jumlah anak balita dengan kasus :

1) Diare2) Pneumonia3) Campak4) Malaria5) Difteri6) DBD7) Lainnya

2. Indikator Impact (Dampak)Dampak akhir dari upaya kesehatan anak adalah jumlah kematian anak sehingga jumlah dan penyebab kematian pada anak yang akan dikumpulkan dan disurveilans adalah data :

...............................................................................................................

Page 29: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................18

a. Jumlah kematian neonatusb. Jumlah dan penyebab kematian neonatus, penyebab kematian neonatus yang

akan diamati adalah:1) Asfiksia (gagal nafas)2) BBLR3) Sepsis neonatorum4) Kelainan bawaan5) Tetanus neonatorum6) Lainnya

c. Jumlah kematian bayid. Jumlah dan penyebab kematian bayi, penyebab kematian bayi yang akan

diamati adalah:1) Diare2) Pneumonia3) Tetanus 4) Malaria5) Kelainan saluran cerna6) Kelainan saraf7) Lainnya

e. Jumlah kematian anak balitaf. Jumlah dan penyebab kematian pada anak balita, penyebab kematian anak balita

yang akan diamati disesuaikan dengan jenis penyakit (MTBS)1) Pneumonia2) Diare3) Malaria4) Campak5) DBD6) Difteri7) Lainnya

B. Pengumpulan DataData yang dikumpulkan pada surveilans kesehatan anak terdiri dari data dasar dan data surveilans. Data dasar adalah data jumlah populasi (penduduk), jumlah bayi dan jumlah balita yang dikumpulkan setiap tahun. Data surveilans adalah data morbiditas dan mortalitas neonatal, bayi dan balita yang bersumber dari :1. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Kesehatan Anak

a. Buku KIAb. Kohort Bayic. Kohort Anak Balitad. LB3 PWS

2. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmasa. Pencatatan pelaporan kesakitan dan kematian balita dikumpul kan dari SP2TP

atau SP3 yaitu pada formulir LB1, LB2, LB3 Gizi KIA, LB2, dan lain-lain.b. Sistem surveilans terpadu Puskesmas (STP)c. Laporan kematian Puskesmas

3. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit (SP2RS) / Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)a. Laporan Kematian RSb. RL4a/RL4b

..................................................................................................................

Page 30: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

19Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Pengumpulan data dari fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan formulir laporan yang pada umumnya mengikuti formulir generik pada buku pedoman unit terkait di Kementerian Kesehatan, namun dapat pula menggunakan formulir laporan yang sudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan daerah. Hal tersebut masih dimungkinkan sepanjang memenuhi data yang dibutuhkan seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Sumber dan Frekuensi Pengumpulan Data

Data Kesakitan Sumber Frekuensi

Jumlah neonatus sakit LB1 Setiap bulanJumlah bayi sakit LB1 Setiap bulanJumlah anak balita sakit LB1 Setiap bulan

Morbiditas neonatus per penyakit tertentu sesuai formulir pada lampiran

LB1 Setiap bulan

Morbiditas bayi per penyakit tertentu sesuai formulir pada lampiran

LB1 Setiap bulan

Morbiditas anak balita per penyakit tertentu sesuai formulir pada lampiran

LB1 Setiap bulan

Data Kematian Sumber FrekuensiJumlah Kematian Neonatal Form F1-7* Setiap bulanJumlah Kematian Bayi Form F1-7* Setiap bulanJumlah Kematian Anak Balita Form F1-7* Setiap bulan

Jumlah Kematian Neonatal per sebab kematian tertentu sesuai formulir pada lampiran

Kohort Bayi, dan Laporan kematian puskesmas

Setiap bulan

Jumlah Kematian Bayi per sebab kematian tertentu sesuai formulir pada lampiran

Kohort Bayi dan Laporan kematian puskesmas

Setiap bulan

Kematian Anak Balita per sebab kematian tertentu sesuai formulir pada lampiran

Kohort Bayi dan Anak Balita, dan Laporan kematian puskesmas

Setiap bulan

Keterangan : * Formulir laporan kematian neonatus, bayi dan anak balita bervariasi tergantung kebijakan daerah masing-masing (dapat menggunakan formulir LB3 Gizi KIA atau formulir lainnya)

Penyebab kematian tertentu pada neonatus, bayi dan balita didapat dari form F1-7surveilans mortalitas (data kematian), laporan Audit Maternal Perinatal (AMP) untuk kematian perinatal (neonatal) dan laporan kematian balita berdasarkan Autopsi Verbal (AV). Sebab kematian dapat juga didapatkan dari laporan bidan desa dan puskesmas untuk semua kematian neonatus, bayi, dan balita yang memiliki catatan medis tentang sebab kematiannya, baik yang tercatat di puskesmas atau bidan desa. Data kematian neonatus, bayi dan balita j uga berasal dari laporan kematian RS. Data dari rumah sakit biasanya dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten dan kota atau provinsi. Sehingga pada rekapitulasi data kematian yang berasal dari rumah sakit ini, dinas kesehatan kabupaten dan kota atau provinsi perlu mengelompokkan kematian tersebut sesuai dengan wilayah kerja puskesmas / kabupaten / kota sesuai yang tertulis di Laporan Kematian RS.Definisi kasus pada surveilans morbiditas dan mortalitas kesehatan balita berdasarkan diagnosis pelayanan kesehatan yang melaporkan kasus tersebut (bisa merupakan kasus suspect, probable dan confirmed).

...............................................................................................................

Page 31: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................20

21

C. Pengolahan dan Analisis Data Surveilans 1. Pengolahan Data Pengolahan merupakan kegiatan yang dimulai dari pembersihan data,

pengelompokkan data menurut unit analisis yang akan dilakukan. Pembersihan data bertujuan untuk mengidentifikasi data yang tidak dapat dikelompokkan dalam data yang akan dianalisis. Selanjutnya dilakukan analisis dan interpretasi data.

2. Analisis Data Surveilans Data dapat dianalisis secara deskriptif atau analitik. Analisis deskriptif bertujuan

mendistribusikan data (baik data morbiditas dan mortalitas) berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu. Dari Variabel orang akan didapatkan kelompok yang rentan terhadap morbiditas dan mortalitas tertentu, dari variabel tempat akan didapatkan daerah prioritas untuk dilakukan pembinaan wilayah kemudian dari variabel waktu dapat diperoleh kecenderungan kejadian morbiditas dan mortalitas antar waktu. Sedangkan pada analisis data yang bersifat analitik adalah analisis yang mencoba menjawab dugaan adanya hubungan antara faktor (program-program kesehatan anak) dengan data morbiditas atau mortalitas anak. Untuk analisis yang bersifat analitik hanya dianjurkan pada daerah yang mempunyai SDM yang mempunyai kapasitas tersebut.

a. Analisis Deskriptif1) Analisis Data Deskriptif Surveilans Morbiditas

Contoh analisis data secara deskriptif y a i t u distribusi data morbiditas anak berdasarkan kelompok umur (neonatus, bayi dan balita), jenis kelamin, lokasi/wilayah kerja atau berdasarkan bulan (waktu) untuk melihat kecenderungan morbiditas atau mortalitas balita berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu. Berikut ini adalah c o n t o h data morbiditas jumlah bayi dan anak balita sakit di kabupaten X dengan jumlah populasi 805.000 orang. Kabupaten tersebut memiliki 6 kecamatan dengan data sebagai berikut :

Tabel 2. Contoh Distribusi Bayi dan Anak Balita Sakit per Kecamatan

Kecamatan Jumlah

Neonatus Sakit

Jumlah Bayi Sakit

Jumlah Anak Balita

Sakit Populasi Jumlah

NeonatusJumlah

Bayi Jmlah

Anak Balita

Prev Neo Sakit

Prev Bayi Sakit

Prev Anak Balita Sakit

A 62 85 174 120,000 500 12,000 48,000 0.124 0.007 0.004

B 51 94 178 130,000 600 13,000 52,000 0.085 0.007 0.003

C 51 86 170 125,000 400 12,500 50,000 0.128 0.007 0.003

D 53 97 175 140,000 200 14,000 56,000 0.265 0.007 0.003

E 42 93 167 210,000 300 21,000 84,000 0.140 0.004 0.002

F 40 88 165 80,000 200 8,000 32,000 0.200 0.011 0.005

Total 299 543 1,029 805,000 2,200 80,500 322,000 0.157 0.007 0.003

..................................................................................................................

Page 32: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

21Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

22

Kec. Neonatus Bayi Anak BalitaJan Feb Mar Apr Total Jan Feb Mar Apr Total Jan Feb Mar Apr Total

A 20 13 14 15 62 21 22 21 21 85 42 43 44 45 174

B 16 12 11 12 51 22 23 24 25 94 46 45 44 43 178

C 20 10 10 11 51 21 22 21 22 86 41 43 42 44 170

D 15 14 13 11 53 22 24 25 26 97 43 43 44 45 175

E 11 10 11 10 42 21 24 22 26 93 42 42 41 42 167

F 10 10 10 10 40 21 22 22 23 88 41 41 42 41 165

Total 92 69 69 69 299 128 137 135 143 543 255 257 257 260 1,029

Cara menghitung prevalensi sakit pada kelompok neonatus adalah dengan membagi jumlah neonatus yang sakit dengan jumlah total neonatus pada wilayah yang sama. Hal yang sama dapat dilakukan untuk kelompok bayi dan balita. Untuk membandingkan data morbiditas sebaiknya digunakan prevalensi atau proporsi penyakit per jumlah target populasi (kelompok umur) sehingga dapat dibandingkan secara proporsional terhadap semua wilayah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten atau provinsi) karena jumlah target populasi untuk setiap wilayah berbeda-beda. Untuk neonatus, menggunakan sasaran yang sama dengan sasaran bayi (sesuai dengan Pedoman PWS KIA). Sehingga jumlah populasi neonatus dapat menggunakan jumlah populasi kelompok bayi untuk mendapatkan prevalensi atau proporsi penyakit di suatu wilayah pada periode tertentu. Distribusi penyakit tersebut berdasarkan waktu dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. Contoh Distribusi Bayi dan Balita Sakit per Kecamatan per Bulan

a). Distribusi berdasarkan variabel orang Dari Tabel di atas, dapat dilihat prevalensi bayi sakit dan balita sakit dengan menghitung bayi/anak balita yang sakit dibagi dengan populasi bayi/ balita.

Grafik 1. Proporsi Neonatus, Bayi dan Anak Balita Sakit di Kab X

Dari Grafk 1 dapat dilihat bahwa proporsi neonatus sakit merupakan kelompok umur yang memiliki proporsi paling tinggi diantara kelompok umur lainnya (bayi dan balita). Dapat disimpulkan bahwa neonatus pada kabupaten X merupakan kelompok umur paling rentan terhadap penyakit.

...............................................................................................................

Page 33: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................22

24

d). Distribusi Berdasarkan Variabel Waktu Berdasarkan distribusi menurut waktu dapat dilihat pola penyakit pada neonatus, bayi dan balita, kecenderungannya menurut waktu meningkat atau menurun.

Grafik 5. Distribusi Jumlah Neonatus, Bayi dan Anak Balita Sakit per Bulan di Kabupaten X dan Y

Berdasarkan Grafik 5, jumlah neonatus, bayi dan anak balita sakit memiliki kecenderungan meningkat dan jumlah neonatus sakit memiliki kecenderungan menurun. Jumlah anak balita sakit lebih besar dibandingkan bayi dan jumlah neonatus sakit memiliki jumlah paling kecil setiap bulannya. Distribusi jumlah anak balita sakit di atas hanya dapat dilihat untuk melihat tren (kecenderungan). Data tersebut tidak dapat digunakan untuk melihat besar masalah kelompok mana (neonatus, bayi dan anak balita) yang memiliki proporsi atau prevalensi sakit paling tinggi. Bila akan melihat prevalensi atau proporsi harus menghitung prevalensi atau proporsi sakit untuk setiap kelompok umur tersebut.

Informasi distribusi berdasarkan orang, tempat dan waktu tersebut dapat ditelusuri lebih lanjut dengan melihat jenis penyakit yang paling banyak di antara neonatus, bayi dan anak balita atau per kecamatan dengan contoh jenis penyakit pada neonatus, bayi dan anak balita per kecamatan sebagai berikut:

Grafik 6. Distribusi Penyakit pada Neonatus per Kecamatan

23

b) Distribusi Berdasarkan Variabel Tempat

Proporsi neonatus, bayi dan balita sakit didistribusikan menurut tempat (berdasarkan kecamatan) dapat dilihat pada grafik 2, 3 dan 4 di bawah ini:

Grafik 2. Proporsi Neonatus Sakit per Kecamatan

Grafik 3. Proporsi Bayi Sakit per Kecamatan

Grafik 4. Proporsi Anak Balita sakit per Kecamatan

Dari grafik distribusi tersebut dapat diketahui bahwa kecamatan B memiliki proporsi neonatus sakit paling tinggi, kecamatan C memiliki proporsi bayi dan balita sakit paling tinggi diantara 6 kecamatan yang ada di kabupaten X.

..................................................................................................................

Page 34: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

23Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

24

d). Distribusi Berdasarkan Variabel Waktu Berdasarkan distribusi menurut waktu dapat dilihat pola penyakit pada neonatus, bayi dan balita, kecenderungannya menurut waktu meningkat atau menurun.

Grafik 5. Distribusi Jumlah Neonatus, Bayi dan Anak Balita Sakit per Bulan di Kabupaten X dan Y

Berdasarkan Grafik 5, jumlah neonatus, bayi dan anak balita sakit memiliki kecenderungan meningkat dan jumlah neonatus sakit memiliki kecenderungan menurun. Jumlah anak balita sakit lebih besar dibandingkan bayi dan jumlah neonatus sakit memiliki jumlah paling kecil setiap bulannya. Distribusi jumlah anak balita sakit di atas hanya dapat dilihat untuk melihat tren (kecenderungan). Data tersebut tidak dapat digunakan untuk melihat besar masalah kelompok mana (neonatus, bayi dan anak balita) yang memiliki proporsi atau prevalensi sakit paling tinggi. Bila akan melihat prevalensi atau proporsi harus menghitung prevalensi atau proporsi sakit untuk setiap kelompok umur tersebut.

Informasi distribusi berdasarkan orang, tempat dan waktu tersebut dapat ditelusuri lebih lanjut dengan melihat jenis penyakit yang paling banyak di antara neonatus, bayi dan anak balita atau per kecamatan dengan contoh jenis penyakit pada neonatus, bayi dan anak balita per kecamatan sebagai berikut:

Grafik 6. Distribusi Penyakit pada Neonatus per Kecamatan

...............................................................................................................

Page 35: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................24

25

Berdasarkan Grafik 6 diatas tampak bahwa jenis penyakit yang banyak pada kecamatan A dan D adalah diare sedangkan kecamatan E penyakit terbanyaknya diare dan ISPA dan p n e u m o n i a .

Grafik 7. Distribusi Penyakit pada Bayi per Kecamatan di Kabupaten X Tahun Y

Pada Grafik 7, penyakit terbanyak pada bayi di kecamatan D, E dan F adalah diare. Di Kecamatan A, B, dan C penyakit terbanyaknya adalah ISPA dan pneumonia.

Grafik 8. Distribusi Penyakit pada Anak Balita per Kecamatan

Dari data di atas dapat dilihat distribusi jumlah anak balita sakit per kelompok penyakit dan kecamatan. Berdasarkan data tersebut dapat diidentifkasi kecamatan mana yang memiliki masalah dengan kelompok penyakit tertentu, yaitu: kecamatan A memiliki masalah kesehatan diare, sedangkan kecamatan lainnya memiliki masalah kesehatan ISPA dan pneumonia sebagai masalah kesehatan utama dan diare menempati masalah kesehatan kedua di seluruh kecamatan lainnya.

Dari data di atas, dapat diketahui juga bahwa masalah kesehatan kelainan bawaan didapat cukup banyak di Kecamatan A dan B. Sedangkan malaria menjadi masalah kesehatan hanya pada anak balita di Kecamatan A. Dengan melihat distribusi penyakit diantara anak balita per kecamatan, maka dapat diidentifkasi, masalah

..................................................................................................................

Page 36: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

25Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

26

Kec Neonatus Bayi Anak Balita

Jan Feb Mar Apr Total Jan Feb Mar Apr Total Jan Feb Mar Apr Total

A 2 3 4 5 14 1 2 1 1 5 2 3 4 5 14

B 1 2 1 2 6 2 3 4 5 14 6 5 4 3 18

C 0 0 0 1 1 1 2 1 2 6 1 3 2 4 10

D 5 4 3 1 13 2 4 5 6 17 3 3 4 5 15

E 1 0 1 0 2 1 4 2 6 13 2 2 1 2 7

F 0 0 0 0 0 1 2 2 3 8 1 1 2 1 5

Total 9 9 9 9 36 8 17 15 23 63 15 17 17 20 69

kesehatan apa saja yang menjadi masalah kesehatan di kabupaten tersebut dan lokasi di mana masalah kesehatan tersebut terjadi. Hal tersebut selanjutnya dapat dikaitkan dengan program kesehatan anak (balita) yang berkontribusi terhadap kondisi morbiditas tersebut.

Dengan mengikuti contoh di atas, distribusi berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu lainnya dapat dilakukan baik terhadap data morbiditas maupun data mortalitas.

2) Analisis Data Deskriptif Surveilans Mortalitas

Untuk data kematian analisis menggunakan data absolut, dengan tujuan agar membangkitkan kewaspadaan/kepedulian terhadap besarnya jumlah kematian. Data kematian di kabupaten X terlihat seperti Tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4. Distribusi Neonatus, Bayi dan Anak Balita Meninggal per Kecamatan per Bulan

a) Distribusi Berdasarkan Variabel Orang

Dari tabel di atas dapat dibuat analisis berdasarkan variabel orang dengan melihat jumlah kematian per kelompok umur (neonatus, bayi dan anak balita). Sebaran jumlah kematian per kelompok umur dapat dilihat seperti gambar di bawah ini:

Grafik 9. Distribusi Jumlah Neonatus, Bayi dan Anak Balita Meninggal per Kelompok Umur

Berdasarkan analisis data tersebut ternyata jumlah kematian anak balita paling tinggi dibandingkan dengan jumlah kematian bayi dan neonatus. Karena yang dilihat adalah jumlah kematian untuk melakukan interpretasi harus dilakukan secara hati-hati. Jumlah kematian tersebut harus dibandingkan dengan jumlah kematian per kelompok umur dibandingkan periode sebelumnya atau dibandingkan dengan kabupaten lain yang dijadikan standar atau yang memiliki angka kematian bayi atau anak balita tinggi

...............................................................................................................

Page 37: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................26

Distribusi jumlah kematian neonatus, bayi dan anak balita dapat dibandingkan secara langsung pada setiap wilayah karena ketiganya memiliki denominator yang sama yaitu: jumlah kelahiran hidup atau jumlah populasi balita yang jumlahnya pada setiap wilayah memiliki variasi yang tidak terlalu berbeda. Jumlah kematian tersebut juga memiliki jumlah yang relatif kecil, sehingga bila dibandingkan proporsinya juga akan menghasilkan proporsi yang terlalu kecil untuk dibandingkan untuk di setiap wilayah. Sehingga dapat dibandingkan secara langsung dengan segala keterbatasannya.

b) Distribusi Berdasarkan Variabel Tempat

Grafik 10. Distribusi Jumlah Kematian Neonatus per Kecamatan

Grafik 11. Distribusi Jumlah Kematian Bayi per Kecamatan

Grafik 12. Distribusi Jumlah Kematian Anak Balita per Kecamatan

..................................................................................................................

Page 38: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

27Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Berdasarkan analisis data tersebut ternyata jumlah kematian anak balita paling tinggi dibandingkan dengan jumlah kematian bayi dan neonatus. Karena yang dilihat adalah jumlah kematian untuk melakukan interpretasi harus dilakukan secara hati-hati. Jumlah kematian tersebut harus dibandingkan dengan jumlah kematianper kelompok umur dibandingkan periode sebelumnya atau dibandingkan dengan kabupaten lain yang dijadikan standar atau yang memiliki angka kematian bayi atau anak balita tinggi.

Distribusi jumlah kematian neonatus, bayi dan anak balita dapat dibandingkan secara langsung pada setiap wilayah karena ketiganya memiliki denominator yang sama yaitu: jumlah kelahiran hidup atau jumlah populasi balita yang jumlahnya pada setiap wilayah memiliki variasi yang tidak terlalu berbeda. Jumlah kematian tersebut jugamemiliki jumlah yang relatif kecil, sehingga bila dibandingkan proporsinya juga akan menghasilkan proporsi yang terlalu kecil untuk dibandingkan untuk di setiap wilayah. Sehingga dapat dibandingkan secara langsung dengan segala keterbatasannya.

c) Distribusi Berdasarkan Variabel Waktu

Grafik 13. Distribusi Jumlah Kematian Neonatus, Bayi, Anak Balita per Bulan

Bila dilihat jumlah kematian neonatus, bayi dan anak balita berdasarkan waktu setiap bulannya jumlah kematian neonatus memiliki kecenderungan tetap, bayi dan anak balita memiliki kecenderungan memiliki jumlah kematian yang meningkat.

Selanjutnya dari data di atas, perlu ditelusuri penyebab kematian neonatus, bayi dan anak balita pada masing-masing kelompok umur pada kecamatan yang memiliki masalah dengan jumlah kematian tersebut. Sebagai contoh gambaran sebab kematian pada seluruh kecamatan di atas dapat dilihat pada tabel di bawah:

...............................................................................................................

Page 39: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................28

Penyakit Kecamatan

Neonatus A B C D E F

Tetanus Neonatorum 5 2 1 1 1 0

Pneumonia 4 1 0 4 1 0

Ikterus 1 0 0 2 0 0

Diare 2 2 0 3 0 0

Kelainan bawaan 2 1 0 3 0 0

Total 14 7 1 13 2 0

Bayi A B C D E F

Tetanus 3 5 3 6 4 3

Diare 0 1 1 0 0 0

Pneumonia 0 0 0 3 0 0

Campak 2 5 2 4 4 3

Difteri 0 2 0 2 4 1

Malaria 0 1 3 0 0 0

Lainnya 0 0 0 1 1 1

Total 5 15 9 17 13 8

Anak Balita A B C D E F

Diare 6 5 3 5 3 2

Pnemonia 4 6 2 5 2 2

Campak 0 0 2 2 0 0

Malaria 1 2 0 1 0 0

Difteri 3 3 0 0 1 0

DBD 0 2 3 2 1 1

Lainnya 4 2 6 1 3 3

Total 18 20 16 16 10 8

Tabel 5. Distribusi Sebab Kematian per Kelompok Umur per Kecamatan

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa kecamatan yang memiliki masalah jumlah kematian neonatus terbanyak (kecamatan A) memiliki kematian neonatus terbanyak yang disebabkan oleh asfksia. Bila kondisi ini dihubungkan dengan program kesehatan anak atau ibu yang berhubungan dengan asfiksia, maka dapat dilakukan intervensi yang tepat dan cepat untuk menurunkan kematian neonatus di kecamatan A.

Begitu juga dengan kecamatan yang memiliki masalah dengan jumlah kematian bayi terbanyak (kecamatan D). Ternyata dari data didapatkan bahwa kematian bayi di kecamatan D banyak disebabkan oleh pneumonia. Dengan melihat program kesehatan anak yang mempengaruhi kematian bayi akibat pneumonia, kematian bayi dikecamatan D dapat diturunkan. Begitu pula dengan kecamatan yang memiliki jumlah kematian anak balita paling banyak (kecamatan B). Penyebab kematian terbanyak di kecamatan B disebabkan oleh diare. Bila kematian diare dapat diintervensi dengan tepat, maka jumlah kematian balita di kecamatan B dapat diturunkan.

Distribusi sebab kematian menurut kelompok umur tersebut di atas, menunjukkan sebab kematian per kelompok umur (neonatus, bayi dan anak balita). Dengan melihat data tersebut dapat diketahui sebab kematian terbanyak pada setiap kelompok umur tersebut, sehingga dapat dilakukan intervensi yang berbeda pada setiap kelompok umur tersebut.

...............................................................................................................................................................................................................................................

Page 40: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

29Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

b. Analisis AnalitikAnalisis analitik pada data surveilans adalah analisis yang menggunakan analisis uji statistik tertentu seperti: uji korelasi, uji beda 2 mean (uji t dan uji z, uji beda 2 proporsi (uji chi-square dan uji anova/uji F) yang bertujuan untuk melihat hubungan antara kejadian tertentu dengan kejadian morbiditas atau mortalitas pada balita.

Dengan analisis analitik ini dapat dilihat hubungan antara capaian program (dari data PWS) tertentu dengan morbiditas dan mortalitas balita (dari data surveilans balita). Dengan analisis analitik ini juga dapat dilihat faktor (sosiodemograf dan sosio ekonomi) yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas anak balita. Namun untuk melakukan analisis ini diperlukan pengetahuan dasar yang cukup untuk dapat menggunakan dan mengintepertasikan hasilnya. Oleh karena itu analisis analitik data surveilains pada buku ini dapat dilihat pada lampiran buku ini.

c. Analisis Terintegrasi

Analisis terintegrasi adalah analisis dari data surveilans (morbiditas dan mortalitas) yang terintegrasi dengan program lintas sektor terkait. Analisis dimaksudkan untuk mengetahui latar belakang/penyebab masalah kesehatan balita, mengetahui intervensi yang perlu dilakukan terhadap masalah kesehatan balita, dan mengetahui kesiapan dalam menangani masalah kesehatan balita.Sebagai contoh, analisis surveilans morbiditas dan mortalitas anak dilakukan terintegrasi (lintas program) dengan analisis PWS KIA dan PWS gizi serta PWS imunisasi, sehingga didapatkan informasi yang komprehensif tentang kesehatan anak yang berhubungan dengan kesehatan ibu, gizi dan imunisasi sesuai dengan konsep surveilans pada buku ini.

Analisis terintegrasi perlu dilakukan oleh guna melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas anak (termasuk faktor cakupan program kesehatan anak, ibu, gizi atau imunisasi). Contoh hubungan antara program imunisasi (cakupan imunisasi) dengan kejadian penyakit ISPA pada anak. Dapat dilakukan analisis korelasi atau analisis yang bersifat analitik dari kejadian di atas. Dengan melakukan analisis terintegrasi ini maka informasi-informasi yang berhubungan dengan kesehatan anak seperti tersebut di atas, akan lebih memberikan informasi yang lebih komprehensif, sehingga intervensi yang akan dilakukan akan lebih tepat sasaran.

Analisis terintegrasi dapat dilakukan secara deskriptif dan analitik pada setiap indikator/variabel program kesehatan anak, juga dapat dilakukan pada setiap tingkat atau jenjang pelayanan, baik di tingkat puskesmas, kabupaten, kota, provinsi dan tingkat pusat. Analisis terintegrasi dapat juga menggunakan pendekatan continuum of care.

Contoh analisis terintegrasi dengan menggunakan data pada surveilans morbiditas dan mortalitas pada anak balita di atas adalah sebagai berikut :

Kec Penyakit SebabKematian

Capaian ProgramImunisasi Campak

Capaian KNLengkap

Capaian ProgramGizi(N/S)

Capaian ProgramPKM

A ISPA Pneumonia 80% 85% 60% 80%

B Diare Diare 85% 80% 50% 80%

C ISPA Pneumonia 76% 75% 80% 70%

D ISPA Pneumonia 65% 60% 70% 75%

E ISPA Pneumonia 57% 56% 75% 75%

F ISPA Pneumonia 60% 54% 65% 65%

Tabel 6. Contoh Analisis Terintegrasi

.........................................................................................................................................................................................................................................

Page 41: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................30

Dari data di atas dapat diamati bahwa untuk permasalahan di setiap kecamatan program apa saja yang harus diperhatikan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas pada anak balita untuk yang menjadi masalah kesehatan di setiap kecamatan berbeda-beda, seperti:

• Pada kecamatan A dan B perlu ditingkatkan cakupan pelayanan gizi untuk meningkatkan indikator N/S

• Pada kecamatan C perlu ditingkatkan program imunisasi campak KN lengkap dan penyuluhan kesehatan terutama tentang ISPA

• Sedangkan untuk kecamatan D, E dan F perlu meningkatan cakupan semua program di atas (imunisasi campak, KN lengkap, gizi dan penyuluhan kesehatan).

Contoh di atas hanya melihat capaian 4 program terkait dengan morbiditas dan mortalitas anak balita. Hal itu dapat dilakukan terhadap program terkait lainnya. Hal yang sama dapat dilakukan juga terhadap morbiditas dan mortalitas neonatus dan bayi untuk melihat seluruh pencapaian program terkait (termasuk program kesehatan ibu pada neonatus) secara terintegrasi seperti di atas.

d. Analisis Continuum of Care Analisis berdasarkan analisis pelayanan yang berkelanjutan adalah analisis surveilans morbiditas dan mortalitas kesehatan anak (balita) yang memperhatikan kontinuitas dari pelayanan kesehatan yang berkesinambungan terhadap kondisi morbiditas atau mortalitas bayi atau anak balita. Dengan demikian analisis terhadap kualitas dan kesinambungan pelayanan kesehatan bayi atau anak balita dilakukan dengan menganalisis pelayanan dasar yang seharusnya didapatkan sejak janin di dalam kandungan sampai dengan balita (continuum of care).

Grafik 14. Contoh Analisis Continuum of Care

Data tersebut dapat dikaji dari pengelola program kesehatan ibu, imunisasi, gizi, dan pengendalian penyakit menular dan penye- hatan lingkungan. Dengan melihat cakupan per indikator program tersebut, jika terdapat suatu kesenjangan, maka dapat dilakukananalisis secara berkesinambungan sehingga dapat diidentifkasi pada tahap mana terjadi perbedaan cakupan dan adanya missed opportunity pelayanan kesehatan yang menyebabkan tingginya suatu permasalahan morbidtas atau mortalitas bayi atau anak balita.

Di Kabupaten W didapatkan angka cakupan pelayanan kesehatan ibu dan balita tahun 2011 dan 2012 seperti pada Gambar 14. Terlihat peningkatan cakupan K4, tetapi cakupan TT2 menurun. Disini terlihat missed opportunity dan pelayanan yang memenuhi standar K4 seharusnya termasuk pemberian imunisasi TT. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan mencapai 83,03% namun imunisasi HBO hanya 19,6%.

..................................................................................................................

Page 42: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

31Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Terlihat bahwa tenaga kesehatan yang menolong persalinan sebagian besar tidak memberikan imunisasi HBO kepada bayinya.

Penurunan cakupan tersebut dapat dibahas antar program untuk digali permasalahannya baik dari segi ketersediaan obat, alat dan vaksin, penganggaran, sumber daya tenaga kesehatan, manajemen ataupun masalah yang berasal dari tingkat masyarakat. Selain itu, dengan melihat continuum of care dapat terlihat adanya missed opportunity atau validitas suatu data. Cakupan K4 tahun 2012 mencapai 80,1% sedangkan cakupan TT2 ibu hamil hanya 46,6%. Seharusnya cakupan K4 sudah memenuhi kriteria ibu hamil mendapatkan imunisasi TT2. Pada kasus ini, terlihat adanya missed opportunity. Ibu hamil yang diperiksa tidak mendapatkan imunisasi TT.

Begitu juga untuk kunjungan neonatal pertama (KN1). Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan mencapai 83,03% namun neonatal yang dikunjungi atau kontak kembali dengan tenaga kesehatan hanya 71,70%, apalagi ASI eksklusif yang hanya mencapai 44,6%. Masalah ini perlu dianalisis lebih mendalam.

D. Penyebaran InformasiPenyebaran informasi merupakan tahapan setelah dilakukan analisis data. Informasi ini disampaikan kepada semua pihak yang dapat melakukan intervensi masalah kesehatan yang ditemukan dari hasil analisis.penyebaran informasi dapat dilakukan dalam bentuk pemberian umpan balik dan sosialisasi advokasi pada pertemuan lintas program dan lintas sektor. Umpan balik bulanan berisikan hasil analisis dan interpretasi data surveilans dan kelengkapan dan ketepatan waktu laporan serta saran-saran untuk tindaklanjut.

Output dari penyebaran informasi ini adalah dilakukannya aksi (tindak lanjut) atau respon tertentu yang dapat berkonstribusi pada peningkatan pelayanan kesehatan balita yang pada akhirnya akan meningkatkan derajat kesehatan balita.

E. Tindak Lanjut Setelah data diinterpretasi dan disebarluaskan selanjutnya dapat dilakukan tindak lanjut sesuai dengan temuan dari data surveilans kesakitan atau kematian yang di dapatkan.

Tindak lanjut dapat berupa: 1. Intervensi program kesehatan seperti peningkatan program imunisasi, gizi, kesehatan

anak, dan lain-lain; 2. Perbaikan penatalaksanaan kasus (perbaikan penatalaksanaan kasus pneumonia, demam

berdarah, diare pada anak, dan lain- lain); 3. Perbaikan kebijakan program kesehatan anak;

Tindak lanjut dilakukan pada setiap level pelaksanaan program kesehatan anak baik pada tingkat puskesmas, kabupaten dan kota, provinsi atau pusat. Tindak lanjut tersebut sangat tergantung pada hasil temuan pada surveilans morbiditas dan mortalitas kesehatan anak yang dilakukan. Bila pada hasil didapatkan tingkat kematian yang tinggi pada puskesmas tertentu, maka dengan menggunakan data pada kohort bayi dan anak balita, dapat dilakukan investigasi dan penelusuran lebih lanjut. Investigasi kasus akan dilakukan terhadap kasus-kasus tertentu sesuai dengan pedoman pada program dengan menggunakan pedoman investigasi kasus pada masing-masing program, seperti:

1. Mortalitas Perinatal dengan melakukan Review Maternal Perinatal (RMP).2. Mortalitas anak balita, melakukan autopsi verbal sesuai pedoman autopsi verbal yang telah

dikembangkan pada program.3. Kasus mortalitas bayi yang disebabkan oleh tetanus neonatorum (TN), maka investigasi

...............................................................................................................

Page 43: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................32

menggunakan form investigasi wabah TN dan dilakukan Audit Maternal Perinatal (AMP)4. Gizi buruk melakukan investigasi gizi buruk untuk mendapatkan penyebab gizi buruk dan

melakukan koreksi atau perbaikan gizi terhadap kasus gizi buruk tersebut.5. Status imunisasi bila terjadi efek samping atau kasus imunisasi spesifik lainnya (seperti:

zero immunization, poliomyelitis kasus, difteri, dan lain-lain). Investigasi kasus bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab dari kasus dan melakukan koreksi atau pengobatan pada kasus tersebut.

6. Kasus DBD, melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) untuk mengidentifikasi adanya fokus disekitar kasus dan melakukan koreksi bila ditemukan fokus.

7. Kasus pneumonia, untuk mengidentifikasi penyebab dari kasus dan melakukan koreksi atau pengobatan pada kasus tersebut.

8. Kasus lainnya sesuai dengan pedoman masing-masing program.

Dengan diketahui sebab pada kasus maka dapat dilakukan intervensi tertentu baik secara individu atau secara komunal bila penyebab pada kasus-kasus yang di investigasi sama atau memerlukan intervensi yang sama.Contoh: Aksi/intervensi pada tingkat puskesmas

Bila diketahui pada salah satu puskesmas didapatkan banyak bayi/balita yang sakit dan atau yang meninggal, maka puskesmas dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

• Melakukan evaluasi terhadap semua desa yang berada di wilayah kerja puskesmas tersebut dengan melakukan analisis deskriptif pada data surveilans dan PWS kesehatan anak dan program terkait lainnya.

• Mengidentifikasi desa di wilayah kerja dan program kesehatan anak yang memiliki potensi yang mengakibatkan tingkat kesakitan dan kematian bayi atau anak balita di wilayah kerjanya tinggi.

• Melakukan intervensi kesehatan tertentu dengan meningkatkan kinerja program kesehatan anak yang telah diidentifikasi di atas atau melakukan koordinasi lintas program bila diperlukan untuk menurunkan tingkat kesakitan dan kematian bayi atau anak balita di wilayahkerjanya.

Sebagai contoh pada suatu puskesmas didapatkan tingkat kesakitan dan kematian akibat penyakit diare tinggi, yang disebabkan oleh perilaku masyarakat yang buruk dan kurangnya sarana air bersih di wilayah kerja puskesmas tersebut. Untuk itu puskesmas sebaiknya meningkatkan program penyuluhan kesehatan tentang diare di desa- desa yang diidentifkasi pada wilayah kerjanya yang memiliki tingkat kesakitan dan kematian akibat diare tinggi dan melakukan kerjasama lintas sektor dengan pemerintah daerah setempat dalam pengadaan air bersih.

Contoh : Aksi/intervensi pada tingkat kabupaten dan kota dan provinsi. Bila diketahui pada salah satu kabupaten dan kota atau provinsi didapatkan banyaknya bayi/balita yang sakit dan atau yang meninggal, maka kabupaten dan kota dan provinsi dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

• Melakukan evaluasi terhadap semua puskesmas/kecamatan atau kabupaten dan kota (bagi provinsi) yang berada di wilayah kerja kabupaten dan kota atau provinsi tersebut dengan melakukan analisis deskriptif dan analitik atau analisis terintegrasi pada data surveilans dan PWS kesehatan anak dan program terkait lainnya.

• Mengidentifikasi kecamatan/puskesmas atau kabupaten dan kota (bagi provinsi) di wilayah kerja dan program kesehatan anak yang memiliki potensi yang mengakibatkan tingkat kesakitan dan kematian bayi atau anak balita di wilayah kerjanya tinggi.

• Melakukan intervensi kesehatan tertentu dengan meningkatkan kinerja program kesehatan anak yang telah diidentifkasi di atas atau melakukan koordinasi lintas program bila diperlukan untuk menurunkan tingkat kesakitan dan kematian bayi atau anak balita di wilayah kerjanya.

Apa yang dilakukan di tingkat puskesmas di atas dapat juga dilakukan pada tingkat kabupaten dan kota atau provinsi.

..................................................................................................................

Page 44: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

33Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Contoh-contoh beberapa intervensi yang dapat dilakukan bila didapatkan beberapa permasalahan kesehatan dari hasil analisis data surveilans dapat dilihat pada lampiran 3 buku ini.

F. Mekanisme Pelaporan dan Umpan Balik Kegiatan pelaporan surveilans bertujuan untuk mencatat dan melaporkan data surveilans kesehatan anak secara berjenjang. Pencatatan menggunakan formulir terlampir pada pedoman atau menggunakan formulir baku yang telah ada. Pelaporan data surveilan dilakukan rutin secara berjenjang setiap bulan. Pencatatan dan pelaporan tersebut dilaksanakan di semua unit pelayanan kesehatan, termasuk rumah sakit, rumah bersalin, puskesmas serta untuk program/sektor terkait lainnya Hasil analisis surveilan diumpanbalikkan secara rutin dan berjenjang setiap tiga bulan. Mekanisme pelaporan dan umpan balik dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 3. Mekanisme Pelaporan dan Umpan Balik Surveilans

...............................................................................................................

Page 45: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................34

BAB 5. INDIKATOR KINERJA SURVEILANS

Kinerja suatu surveilans kesehatan masyarakat seperti surveilans kesehatan anak ini ditentukan oleh beberapa indikator kinerja surveilans seperti kesederhanaan, fleksibilitas, kualitas data, kelengkapan data, ketepatan waktu, keterwakilan, akseptabilitas, dan sensitivitas serta spesifisitas. Tidak semua indikator kinerja surveilans di atas dapat dievaluasi atau dinilai dengan mudah di lapangan. Sehingga pada uraian di bawah ini hanya indikator kinerja yang mudah dinilai dilapangan yang diuraikan lebih rinci.

A. Kelengkapan Data dan Laporan

Kelengkapan data pada sistem surveilans amat penting dan mempengaruhi kualitas data. Kelengkapan data menunjukkan kelengkapan dari isian form (data) yang digunakan pada sistem surveilans tersebut. Kelengkapan data ini harus dipertimbangkan pada saat melakukan analisis data surveilans dan evaluasi sistem surveilans, karena kelengkapan data tersebut dapat mempengaruhi validitas dan kualitas data surveilans.

Kelengkapan laporan adalah kelengkapan dari unit yang melaporkan isian formulir (data) yang digunakan pada isstem surveilans. Pada kelengkapan laporan ini menunjukkan jumlah unit yang melaporkan isian formulir yang lengkap.

B. Validitas dan Kualitas Data Kualitas data dicerminkan oleh kelengkapan dan validitas data yang tercatat dalam sistem surveilans kesehatan masyarakat. Persentase data "kosong" pada sistem surveilans merupakan ukuran kualitas yang langsung mudah dilihat. Data berkualitas tinggi akan memiliki persentase data “kosong” yang rendah pada sistem surveilans yang baik.

Kualitas data surveilans dipengaruhi oleh ketepatan penentuan diagnosis kasus yang digunakan pada sistem suveilans tersebut. Kualitas pelatihan dan supervisi pada sistem surveilans juga akan mempengaruhi kualitas data pada surveilans. Data yang dikumpulkan pada sistem surveilans pada umumnya meliputi : karakteristik sosiodemografi kasus (baik kasus kesakitan, kematian atau kecacatan) dan faktor risiko penyakit tersebut. Kualitas data ini tergantung pada kelengkapan dan validitasnya. Selain itu, sistem surveilans secara akurat dapat mewakili peristiwa yang terkait dengan masalah kesehatan yang ada di wilayah dimana surveilans tersebut dilaksanakan.

C. Ketepatan Waktu

Ketepatan waktu mencerminkan ketepatan waktu dalam tahapan pelaksanaan kegiatan pada sistem surveilans. Tahapan pertama ketepatan waktu dalam sistem surveilans adalah jumlah waktu antara onset (awal infeksi) dari suatu peristiwa terjadi hingga didiagnosis/asesmen disebut ketepatan diagnosis. Tahapan ketepatan waktu kedua adalah interval waktu dari diagnosis/asesmen hingga mendapat pengobatan/intervensi dilakukan dan tahapan ketepatan waktu ketiga adalah interval waktu hingga laporan dibuat atau kasus dilaporkan.

Yang paling sering dinilai pada ketepatan waktu pada sistem pencatatan pelaporan adalah ketepatan waktu yang ketiga yaitu interval waktu hingga laporan dibuat atau kasus dilaporkan. Ketepatan waktu berhubungan dengan indikator akseptabilitas dan ini juga akan mempengaruhi kelengkapan data bila interval waktu keterlambatannya melebihi dari waktu saat analisis data tersebut.

Page 46: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

35Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Aspek lain dari ketepatan waktu adalah waktu yang diperlukan untuk identifikasi tren, wabah, atau efek dari tindakan pengendalian. Ketepatan waktu dari sistem surveilans terhadap penyakit akut berbeda dengan penyakit kronis, karena interval waktu pada setiap tahapan dari kedua penyakit berbeda dan kecepatan terjadinya wabah pada kedua penyakit tersebut juga berbeda. Ketepatan waktu laporan adalah tersedianya data surveilans pada unit yang memanfaatkan data tersebut tepat waktu pada saat data tersebut dipergunakan. Secara operasional, ketepatan waktu laporan sering diartikan sebagai tanggal waktu laporan harus sudah diterima. Misal, laporan bulanan data kesakitan puskesmas diterima di Dinas Kesehatan Kabupaten dan kota selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya.

D. Keterwakilan (Representativeness)

Keterwakilan menunjukkan bahwa kasus yang ditangkap pada suatu sistem surveilans mencerminkan jumlah kasus yang ada di wilayah dimana surveilans tersebut dilaksanakan. Keterwakilan suatu sistem surveilans amat tergantung pada jenis surveilans yang dilakukan. Ada 2 jenis sistem surveilans yaitu: i) Sistem surveilans yang berbasis pada komunitas (Community Based Surveillance) adalah sistem surveilans dimana kasus ditangkap langsung di masyarakat. dan ii) Sistem surveilans yang berbasis pelayanan kesehatan (Health Facility Based Surveillance) adalah sistem yang menangkap kasus di pelayanan kesehatan. Sistem surveilans berbasis masyarakat memiliki nilai representativeness yang lebih baik dibandingkan dengan sistem surveilans berbasis pelayanan kesehatan.

Bila terjadi ketidaklengkapan data suatu sistem surveilans, maka akan mempengaruhi keterwakilan baik pada sistem surveilans yang berbasis masyarakat atau pada sistem surveilans yang berbasis pelayanan kesehatan.

Pelaksana surveilans anak minimal menilai kelengkapan data dan laporan, serta ketepatan waktu pelaporan sebagai indikator kinerja surveilans jika ditemukan data yang tidak logis atau diragukan, dapat dilakukan validitas data.

Page 47: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................36

BAB 6. PENUTUP

Buku ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan surveilans morbiditas dan mortalitas khususnya Balita. Buku ini dapat digunakan sebagai acuan bagi para pelaksana surveilans kesehatan anak mulai dari dinas kesehatan kabupaten dan kota, provinsi dan pusat.

Dengan adanya buku acuan ini diharapkan surveilans kesehatan anak khususnya balita dapat dilaksanakan dengan baik dan sistematis sehingga surveilans kesehatan anak akan memberikan informasi yang akurat, tepat waktu dan dapat digunakan sebagai bahan dalam melakukan evaluasi dan perencanaan program-program kesehatan anak khusus balita.

Semoga buku pedoman ini akan memberikan manfaat yang besar bagi program kesehatan anak khususnya balita.

Page 48: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

37Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

CDC, Public Health Surveillance, Center for Diseases Control (CDC), Atlanta, 2009

Depkes RI, Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Kesehatan Ibu, Jakarta, 2009.

Depkes RI, Pedoman Audit Maternal Perinatal di Tingkat Kabupaten/ Kota, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Jakarta, 2010.

Depkes RI, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatan Esensial, Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Jakarta, 2010.

Kementerian Kesehatan 2010, Riset Kesehatan Dasar 2010, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Jakarta, 2010

Kementerian Kesehatan 2013, Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan, Jakarta, 2013

Kementerian Kesehatan 2014, Pedoman Surveilans Gizi, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan, Jakarta, 2014

Munro, BH, Statistical Method for Health Care Research, Fifth edition, Lippincot William and Wilkins, Boston, 2005

WHO, 2009, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten dan kota, World Health Organization,Jakarta, 2009.

World Bank, Monitoring and Evaluation Operational Manual, Worl Bank, collaboration with UNICEF, UNDP, UNAIDS, UNDCP, UNESCO and WHO, Geneva, Switzerland, 2002

Page 49: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................38

Tim Penyusun

Penasihatdr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH, DSc (Direktur Bina Kesehatan Anak)

Penanggung Jawab dr. Nancy Dian Anggraeni, M. Epid

(Kasubdit Bina Kewaspadaan Penanganan Balita Berisiko)

Kontributor Pusat dr. Kirana Pritasari, MQIH DR. dr. Tri Yunis Miko W, MSc, DR. Besral, SKM, M.Sc,

dr. Yovsyah, M.Kes Fajar Hardianto, SKM, M.Kes, dr. Sholah Imari, M.Epid dr. Eni Gustina, MPH dr. Nida Rohmawati, MPH

Iwan Kurniawan, SE Trisno Mulyono, SKM, MA Nur Sadji, SKM, M.Epid dr. Nindya Savitri, MKM dr. Maria Sondang Margaret dr. Farsely Mranani drg. Siti Kadarsih

Ika Permatasari, Amd. Robbuatun Najihah, SKM Nabila Salsabila, Amd. Lintas Program di Kemenkes RI FKM UI

Kontributor Daerah FKM UGM

Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten dan kota/Puskesmas di : Bengkulu Sumatera Selatan DKI Jakarta Jawa Barat

Banten Kalimantan Barat Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan

Page 50: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

39Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Page 51: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................40

Lampiran 1

DEFINISI OPERASIONAL No INDIKATOR DEFINISI OPERASIONAL/

DEFINISI KASUSRUMUS SUMBER DATA

1 Jumlah Sasa- Jumlah anak yang berumur 0 - 11 CBR X Jumlah penduduk Badan Pusat Statistikran Bayi bulan di suatu wilayah pada kurun --------------------- Kabupaten dan kota/

waktu tertentu. 1.000 Provinsi

Jumlah sasaranbayi

Jumlah anak yang berumur 0 tahun sesuai perhitungan BPS untuk sasaran jumlah penduduk umur tunggal

3 CakupanKN 1

Cakupan neonatus yang telah mem- peroleh 1 kali pelayanan Kunjungan Neonatal pada 6-48

jam, setelah lahir sesuai standar di satu wilayah kerja pada satu

tahun.

Jumlah bayi baru lahir (umur 6 jam -

48 jam) yang memperoleh pelayanan

kesehatan sesuai standar di satu

wilayah kerja pada waktu tertentu

x100%

Seluruh sasaran bayi di satu

1) SIMPUS (Kohort Bayi, LB3, PWS-KIA)2) SIRS termasuk pe- layanan yang dilakukan

oleh swasta (akan direvisi)

4 Cakupan KNLengkap

Cakupan neonatus yang telahmemperoleh pelayanan

Kunjungan Neonatal minimal 3 kali, yaitu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali pada 3-7 hari, 1 kali pada 8-

28 hari sesuai standar di satu wilayah kerja pada satu tahun.

Jumlah neonatus yang telah

memper- oleh 3 kali pelayanan

Kunjungan Neonatal pada 6-

48 jam,3-7 hari, 8-28 harisesuai standar di satu wilayah kerja pada satu tahun

x100%

Seluruh sasaran

1) SIMPUS (Kohort Bayi, LB3, PWS-KIA)2) SIRS termasuk pelayanan yang dilakukan

oleh swasta (akan direvisi)

5 Cakupanpenanganan

neonatus komplikasi

Cakupan neonatus dengan kom-plikasi disatu wilayah kerja pada

kurun waktu tertentu yang ditangani sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan terlatih di

seluruh sarana pelayanan kesehatan.

Neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat

menyebab- kan morbiditas, kecacatan dan mortalitas.

Neonatus dengan komplikasi seperti asfksia, ikterus, hipotermia,

tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR

(bayi berat lahir rendah< 2500 gr ), sindroma

gangguan pernapasan, kelainan kongenital maupun yang

termasuk klasifkasi merah dan kuning pada MTBS

Jumlah neonatus dengan

komplikasi yang tertangani

x100%

15% x sasaran bayi dalam 1

tahun

1) SIMPUS2) SIRS

3) Laporan pelaksanaan Audit Maternal-Perinatal

Jumlah anak yang berumur 0-28 hari di suatu wilayah pada waktu tertentu

Jumlah sasaran neonatal

2

Are we shooting in the dark?

“the consequences of inadequate systems for civil registration – that is, counting births and deaths

and recording the cause of death...

Without these fundamental health data, we are working in the dark.

We may also be shooting in the dark, without this data, we have no reliable way of knowing whether

interventions are working, and whether development aid is producing

the desired health outcomes.”

Dr. Margret Chan Director-General, World Health Organization

12 November 2007

..................................................................................................................

Page 52: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

41Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Lampiran 1

DEFINISI OPERASIONAL No INDIKATOR DEFINISI OPERASIONAL/

DEFINISI KASUSRUMUS SUMBER DATA

1 Jumlah Sasa- Jumlah anak yang berumur 0 - 11 CBR X Jumlah penduduk Badan Pusat Statistikran Bayi bulan di suatu wilayah pada kurun --------------------- Kabupaten dan kota/

waktu tertentu. 1.000 Provinsi

Jumlah sasaranbayi

Jumlah anak yang berumur 0 tahun sesuai perhitungan BPS untuk sasaran jumlah penduduk umur tunggal

3 CakupanKN 1

Cakupan neonatus yang telah mem- peroleh 1 kali pelayanan Kunjungan Neonatal pada 6-48

jam, setelah lahir sesuai standar di satu wilayah kerja pada satu

tahun.

Jumlah bayi baru lahir (umur 6 jam -

48 jam) yang memperoleh pelayanan

kesehatan sesuai standar di satu

wilayah kerja pada waktu tertentu

x100%

Seluruh sasaran bayi di satu

1) SIMPUS (Kohort Bayi, LB3, PWS-KIA)2) SIRS termasuk pe- layanan yang dilakukan

oleh swasta (akan direvisi)

4 Cakupan KNLengkap

Cakupan neonatus yang telahmemperoleh pelayanan

Kunjungan Neonatal minimal 3 kali, yaitu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali pada 3-7 hari, 1 kali pada 8-

28 hari sesuai standar di satu wilayah kerja pada satu tahun.

Jumlah neonatus yang telah

memper- oleh 3 kali pelayanan

Kunjungan Neonatal pada 6-

48 jam,3-7 hari, 8-28 harisesuai standar di satu wilayah kerja pada satu tahun

x100%

Seluruh sasaran

1) SIMPUS (Kohort Bayi, LB3, PWS-KIA)2) SIRS termasuk pelayanan yang dilakukan

oleh swasta (akan direvisi)

5 Cakupanpenanganan

neonatus komplikasi

Cakupan neonatus dengan kom-plikasi disatu wilayah kerja pada

kurun waktu tertentu yang ditangani sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan terlatih di

seluruh sarana pelayanan kesehatan.

Neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat

menyebab- kan morbiditas, kecacatan dan mortalitas.

Neonatus dengan komplikasi seperti asfksia, ikterus, hipotermia,

tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR

(bayi berat lahir rendah< 2500 gr ), sindroma

gangguan pernapasan, kelainan kongenital maupun yang

termasuk klasifkasi merah dan kuning pada MTBS

Jumlah neonatus dengan

komplikasi yang tertangani

x100%

15% x sasaran bayi dalam 1

tahun

1) SIMPUS2) SIRS

3) Laporan pelaksanaan Audit Maternal-Perinatal

Jumlah anak yang berumur 0-28 hari di suatu wilayah pada waktu tertentu

Jumlah sasaran neonatal

2

...............................................................................................................

Page 53: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................42

No INDIKATOR DEFINISI OPERASIONAL/DEFINISI KASUS

RUMUS SUMBER DATA

6 CakupanPelayananKesehatan Bayi

Cakupan bayi post neonatal (29hari – 11 bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, dan per - awat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 4 kali (1 kali pada umur 29 hari - 2 bulan,1 kali pada umur 3-5 bulan, 1 kali pada umur 6-8 bulan, 1 kali pada umur 9-11 bulan) disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Jumlah bayi (29hari – 11 bulan)yang memperolehpelayanan kesehatan sesuai standar di satu wilayah kerja padakurun waktu tertentu------------------------- x 100 %

Seluruh Sasaran Bayi disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

1) SIMPUS (Kohort Bayi,PWS-KIA)

2) SIRS termasukpelayanan yang dilakukan oleh swasta (akan direvisi)

7 Jumlah Anak Balita

Jumlah anak yang berumur 12-59 bulan di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu.

7,27 % X Jumlah penduduk Badan Pusat Statistik Kabupaten dan kota/Provinsi

8 Cakupan

Pelayanan

Anak Balita

Cakupan pelayanan kesehatan

anak

- alita (12 - 59 bulan) yang mem

peroleh pelayanan sesuai standar,

meliputi pemantauan

pertumbuhan minimal 8 x setahun,

pemantauan perkembangan

minimal 2 x setahun, pemberian

vitamin A 2 x setahun

Jumlah anak balita

(12-59 bulan) yang

memperoleh

pelayanan

kesehatan sesuai

standar di satu

wilayah kerja pada

kurun waktu tertentu

--------------------------- x 100 %

Seluruh Sasaran Anak

Balita di satu wilayah

kerja pada kurun waktu

tertentu

1. Kohort Anak Balita dan

anak prasekolah

2. LaporanrutinSKDN

3. Buku KIA

4. KMS

5. Laporan pelayanan

SDIDTK

6. Laporan pemberian Vit. A

7. Pencatatan pemantauan

tumbuh kembang di Pos

PAUD (Pendidikan Anak

Usia Dini), Taman Bermain,

Play Group, Taman

Penitipan Anak, Taman

Kanak-kanak, Raudatul

Athfal, dan lain-lain.

..................................................................................................................

Page 54: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

43Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Lampiran 2

DEFINISI KASUS

1. Morbiditas Neonatus, Bayi dan Balita

No KASUS DEFINISI KASUS DIAGNOS pada LB1

Kode ICD10

SUMBERDATA

1 TetanusNeonatorum

Adalah kasus tetanus yang terjadi pada bayi usia 0-28 hari dengan gejala bayi rewel, sulit menyusui, mulut mencucu, otot mengalami kekakuan dan kejang yang biasanya terjadi pada usia 3-14 hari setelah kelahiran.

Tetanus neonatorum -(A33) LB1

2 Pneumonia Adalah kasus pada bayi dan balita dengan gejala, batuk, nyeri tenggorok, demam dan sesak nafas yang menunjukkan gejala infeksi pernapasan akut

Pneumonia -(J12-J16) -(J18.9)

LB1

3 PD3I Adalah kasus pada bayi dan balita yang mengalami gejala penyakit seperti di bawah ini: - Campak: demam, batuk pilek, bercak

kemerahan (ruam) pada kulit dengan penyebaran khusus, mata merah dan bercak koplik.

- Difteri: infeksi saluran pernapasan atas (nasofaring) yang ditandai dengan selaput berwarna keabuan, dapat mengenai laring atau trakea dan menimbulkan gejala sekret berwarna kemerahan, stridor, serta paralisis otot dan miokarditis akibat toksin dari bakteri penyebabnya.

- Hepatitis B: kuning/ikterik yang disebabkan oleh virus hepatitis B

- Pertusis: batuk menggonggong, batuk berlendir (keluar sekret), bia disertai demam, kadang disertai perdarahan konjungtiva.

- Poliomyelitis: gejala kelumpuhan (lumpuh layu) secara akut yang disebabkan oleh virus polio

- Tetanus: bayi rewel, sulit menyusui, mulut mencucu, otot mengalami kekakuan dan kejang

- Tuberkulosis: batuk lebih dari 3 minggu serta badan

- Kurus, kontak dgn penderita TB, dan tes tuberculin positif.

- Campak- Difteri- Hepatitis B - Pertusis- Poliomyelitis - Tetanus - Tuberkulosis

- (B05) -(A36) -(B15-B19) -(A37) -(A80) -(A35) -(A15-A19)

LB1

4 Diare - Diare adalah kasus pada bayi dan balita yang mengalami buang air besar cair lebih dari 3 kali dalam sehari.

- Disentri : diare disertai, mual, sakit perut, buang air besar sedikit-sedikit, sering, tinja bercampur lender atau darah, anus terasa sakit

- Kolera: Diare mendadak terus, muntah terus menerus, diare cair seperti cucian beras, berbau amis dan dapat menimbulkan dehidrasi.

- Diare - Disentri- Kolera

- (A09) -(A03&A06) -(A00)

LB1

5 Kelainanbawaan

Adalah bayi yang mengalami kelainan bawaan sejak lahir berupa seluruh kelainan bawaan yang terlihat secara fisik atau tidak terlihat tetapi dapat didiagnosis oleh Puskesmas atau Rumah sakit. Biasanya penyakit ini didiagnosis saat lahir atau diderita pada bayi usia 0-7 hari.

Kelainan bawaan (congenitalanomaly)

-(Q35-Q38) LB1

6 Malaria Adalah kasus pada bayidanbalita yang mengalami gejala demam, menggigil dan pemeriksaan apusan darah atau RDT positif

Malaria (klinis dan apusan darah jari positif)

- (B50, B51, B54)

LB1

Page 55: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................44

7 DemamBerdarah Dengue

Adalah kematian balita yang disebebkan oleh penyakit demam berdarah yang biasanya ditandai dengan : demam, tanda-tanda perdarahan (bercak kemerahan pada kulit, perdarahan gusi, dll), dan atau adanya tanda-tanda syok (kesadaran menurun, penurunan tekanan darah, dll)

Demam berdarah dengue

-(A91) LB1

8 Ikterus ─ -(P58, P59,9) LB1

9 Lainnya Adalah kasus pada neonates, bayi dan balita yang bukan TN, pneumonia, ikterus,diare, kelainan bawaan, campak, malaria, difteri, DBD

Bukan TN, pneumonia, ikterus,diare,kelainan bawaan, campak, malaria, difteri, DBD

LB1

.............................................................................................................................

Adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena peningkatan bilirubin

Page 56: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

45Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

2. Mortalitas Neonatus, Bayi dan Balita

No KASUS DEFINISI KASUS DIAGNOSIS pada F1-7

Kode ICD10

SUMBERDATA

1 Asfiksia Adalah kematian neonatus yang disebabkan oleh akibat terganggunya suplai oksigen ke seluruh organ tubuh bayi sehingga sebelum mengalami kematian akan timbul gejala-gejala sbb: sulit bernapas, kejang, susah menyusu(lemah), tungkai lemah atau kaku (spastic) dan apneu (berhenti bernapas).

Asfiksia -(P20-P21) Form F1-7

2 BBLR Adalah kematian neonatus yang disebabkan oleh karena bayi saat lahir memiliki berat badan lahir dari yang seharusnya (kurang dari 2250 gram).

BBLR -(P05-P07) Form F1-7

3 SepsisNeonatorum

-(36.1)

4 Prematur Adalah kematian neonatus yang disebabkan oleh karena bayi saat lahir memiliki memiliki usia gestasi kurang dari 37 minggu

Prematur -(O60) Form F1-7

5 Kelainanbawaan

Adalah bayi yang mengalami kelainan bawaan sejak lahir berupa seluruh kelainan bawaan yang terlihat secara fisik atau tidak terlihat tetapi dapat didiagnosis oleh Puskesmas atau Rumah sakit. Biasanya penyakit ini didiagnosis saat lahir atau diderita pada bayi usia 0-7 hari.

Kelainan bawaan (congenitalanomaly)

-(Q35-Q38) Form F1-7

6 Pneumonia Adalah kasus dengan gejala, batuk, nyeri tenggorok, demam dan sesak nafas yang menunjukkan gejala infeksi pernapasan akut

Pneumonia -(J12-J16), -(J18.9)

Form F1-7

7 Diare -Diare : adalah kasus pada anak balita yang mengalami buang air besar cair lebih dari 3 kali dalam sehari. -Disentri : diare disertai, mual, sakit perut, buang air besar sedikit-sedikit, sering, tinja bercampur lender atau darah, anus terasa sakit -Kolera: Diare mendadak terus, muntah terus menerus, diare cair seperti cucian beras, berbau amis dan dapat menimbulkan dehidrasi.

- Diare - Disentri- Kolera

- (A09) -(A03&A06) -(A00)

Form1-7

8 Malaria Adalah kasus pada bayidanbalita yang mengalami gejala demam, menggigil dan pemeriksaan apusan darah atau RDT positif

Malaria (klinis dan apusan darah jari positif)

- (B50, B51, B54)

Form F1-7

9 PD3I Adalah kasus pada bayi dan balita yang mengalami gejala penyakit seperti di bawah ini: - Campak: demam, batuk pilek, bercak

kemerahan (ruam) pada kulit dengan penyebaran khusus, mata merah dan bercak koplik.

- Difteri: infeksi saluran pernapasan atas (nasofaring) yang ditandai dengan selaput berwarna keabuan, dapat mengenai laring atau trakea dan menimbulkan gejala sekret berwarna kemerahan, stridor, serta paralisis otot dan miokarditis akibat toksin dari bakteri penyebabnya.

- Hepatitis B: kuning/ikterik yang disebabkan oleh virus hepatitis B

- Pertusis: batuk menggonggong, batuk berlendir (keluar sekret), bia disertai demam, kadang disertai perdarahan konjungtiva.

- Poliomyelitis: gejala kelumpuhan (lumpuh layu) secara akut yang disebabkan oleh virus polio

- Tetanus: bayi rewel, sulit menyusui, mulut mencucu, otot mengalami kekakuan dan kejang

- Campak- Difteri- Hepatitis B - Pertusis- Poliomyelitis - Tetanus - Tuberkulosis

- (B05) -(A36) -(B15-B19) -(A37) -(A80) -(A35) -(A15-A19)

Form F1-7

7 DemamBerdarah Dengue

Adalah kematian balita yang disebebkan oleh penyakit demam berdarah yang biasanya ditandai dengan : demam, tanda-tanda perdarahan (bercak kemerahan pada kulit, perdarahan gusi, dll), dan atau adanya tanda-tanda syok (kesadaran menurun, penurunan tekanan darah, dll)

Demam berdarah dengue

-(A91) LB1

8 Ikterus ─ -(P58, P59,9) LB1

9 Lainnya Adalah kasus pada neonates, bayi dan balita yang bukan TN, pneumonia, ikterus,diare, kelainan bawaan, campak, malaria, difteri, DBD

Bukan TN, pneumonia, ikterus,diare,kelainan bawaan, campak, malaria, difteri, DBD

LB1

..........................................................................................................................

Adalah sindroma klinis dengan gejala infeksi sistemik yang disebabkan oleh beredar dan berkembangbiak-nya mikroorganisme dan produknya di dalam darah pada bulan pertama kehidupan

Sepsis Neonatorum Form F1-7

Page 57: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................46

- Tuberkulosis: batuk lebih dari 3 minggu serta badan

- Kurus, kontak dgn penderita TB, dan tes tuberculin positif.

10 DemamBerdarah Dengue

Adalah kematian balita yang disebebkan oleh penyakit demam berdarah yang biasanya ditandai dengan : demam, tanda-tanda perdarahan (bercak kemerahan pada kulit, perdarahan gusi, dll), dan atau adanya tanda-tanda syok (kesadaran menurun, penurunan tekanan darah, dll)

─ Demam berdarah dengue

-(A91) Form F1-7

11 KelainanSaluranCerna

Adalah kematian bayi yang disebabkan oleh kelainan saluran cerna dengan gejala-gejala sebelum meninggal adalah gangguan pencernaan: sulit buang air besar, perut membesar, perut kembung, dll

─ Gangguan saluran cerna (lihat ICD 10)

-(P35-P38) Form F1-7

12 KelainanSaraf

Penyakit radang susunan saraf adalah kematian bayi yang disebabkan oleh penyakit oleh peradangan susunan saraf seperti yang ditandai dengan gejala demam, kesadaran menurun, kaku kuduk, dan kejang dan muntah (contoh: meningitis, encephalitis,dll)

─ Penyakit radang susunan saraf

-(G00-G09) Form F1-7

13 TetanusNeonatorum

Adalah kasus tetanus yang terjadi pada bayi usia 0-28 hari dengan gejala bayi rewel, sulit menyusui, mulut mencucu, otot mengalami kekakuan dan kejang yang biasanya terjadi pada usia 3-14 hari setelah kelahiran.

Tetanus neonatorum -(A33) Form F1-7

14 Lainnya Adalah kasus pada neonates, bayi dan balita yang bukan asfiksia, BBLR, sepsis neonatorum, prematur, kelainan bawaan, pneumonia, siare, malaria, campak, DBD, difteri, tetanus neonatorum, kelainan saluran cerna, kelainan saraf

Bukan asfiksia, BBLR, sepsis neonatorum, prematur, kelainan bawaan, pneumonia, siare, malaria, campak, DBD, difteri, tetanus neonatorum, kelainan saluran cerna, kelainan saraf

Form F1-7

Page 58: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

47Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Lampiran 3 CONTOH TINDAK LANJUT HASIL ANALISIS DATA KESEHATAN ANAK 1. Morbiditas Neonatus

INDIKATOR/ DATA

SUMBER

DATA

MASALAH

TINDAK LANJUT

KELUARGA/ PUSKESMAS/ DESA/ KECAMATAN POSYANDU

KABUPATEN dan KOTA

Cakupan KN1 - Kartu bayi- Kohort bayi

- PWS KIA- Data continuum of Care

1.Bayi lahir bukan ditolong oleh tenaga kesehatan 2.Cakupan KN1 rendah 3.Kesenjangan cak - upan Pn dan KN1

1.Mengaktifkan kader untuk melaporkan kelahiran bayi 2.Kunjungan rumah untuk melakukan KN1 3.Konseling

1. Pemanfaatan kantong persalinan untuk mengidentifkasi kelahiran bayi 2. Pemanfaatan dana BOK untuk melakukan kunjungan rumah

Cakupan KN Lengkap - Kartu bayi- Kohort bayi

- PWS KIA-Data continuum of Care

1. Cakupan KN Lengkap rendah 2. Kesenjangan cakupan KN1dan KN Lengkap

1. Kunjungan rumah untuk melakukan KN 3 kali sesuai standar 2. Pemanfaatan dana BOK u- ntuk melaku kan kunjungan rumah

Cakupan Neonatus Komplikasi yang ditangani

Cakupan imunisasi

Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita

- Kartu bayi

- Kohort bayi - PWS KIA

1. Orientasi pedoman kader seri kesehatan anak

2. MTBS-M di daerah yang tidak memiliki tenaga kesehatan

1. Penggunaan formulir MTBM dalam melakukan kunjungan neonatal 2. Kalakarya MTBS

1. Penyediaan formulir MTBM 2. Pelatihan MTBS bagi bidan dan perawat

- Kohort Bayi - Data continnuum of Care

- Kartu bayi- Kohort bayi

- PWS KIA

- Kohort Anak Balita - Data continuum of Care

1. Ada bayi/ anak balita yang tidak datang ke posyandu 2. Cakupan D/S rendah 3.Cakupan SDIDTK rendah 4.Cakupan Vit. A rendah

Page 59: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................48

1

Lampiran 4.a.

REKAPITULASI DATA DASAR KABUPATEN / KOTA

Nomor

Urut Kode

Wilayah PUSKESMAS Jumlah Penduduk Neonatus Bayi Anak Balita

Lk Pr Jumlah Lk Pr Jumlah Lk Pr Jumlah Lk Pr Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

TOTAL

Page 60: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

49Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

2

Lampiran 4.b.

REKAPITULASI DATA DASAR PROVINSI

Nomor

Urut Kode

Wilayah PUSKESMAS Jumlah Penduduk Neonatus Bayi Anak Balita

Lk Pr Jumlah Lk Pr Jumlah Lk Pr Jumlah Lk Pr Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

TOTAL

Page 61: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................50

3

La

mpi

ran

5.a.

REK

APIT

ULA

SI C

AKU

PAN

PR

OG

RAM

KES

EHAT

AN A

NAK

D

I KAB

UPA

TEN

DAN

KO

TA

No

Ke

cam

atan

/ Pu

skes

mas

DAT

A C

AKU

PAN

PR

OG

RAM

Cak

upan

KN

Cak

upan

Neo

natu

s Ko

mpl

ikas

i yan

g di

tang

ani

Cak

upan

Kun

jung

an B

ayi

Cak

upan

Pel

ayan

an

Ana

k Ba

lita

∑ B

alita

(0-5

9 bu

lan)

yang

mem

puny

ai

buku

KIA

KN

1

KN le

ngka

p

∑ A

bsol

ut

Cak

upan

(%)

∑ A

bsol

ut

Cak

upan

(%)

∑ A

bsol

utC

akup

an (%

) ∑

Abs

olut

Cak

upan

(%)

∑ A

bsol

utC

akup

an (%

)

1 2

3 4

5 6

7 8

9 10

11

12

13

TO

TAL

4

Lam

pira

n 5.

b.

R

EKAP

ITU

LASI

CAK

UPA

N P

RO

GR

AM K

ESEH

ATAN

AN

AK

DI P

RO

VIN

SI

No

K

abup

aten

/ K

ota

DAT

A C

AKU

PAN

PR

OG

RAM

Cak

upan

KN

Cak

upan

Neo

natu

s Ko

mpl

ikas

i ya

ng d

itang

ani

Cak

upan

Kun

jung

an B

ayi

Cak

upan

Pel

ayan

an

Anak

Bal

ita

∑ B

alita

(0-5

9 bu

lan)

yan

g m

empu

nyai

bu

ku K

IA

KN

1

KN le

ngka

p

∑ A

bsol

ut

Cak

upan

(%)

∑ A

bsol

utC

akup

an (%

)∑

Abs

olut

Cak

upan

(%)

∑ A

bsol

ut

Cak

upan

(%)

∑ A

bsol

ut

Cak

upan

(%)

1 2

3 4

5 6

7 8

9 10

11

12

13

TOTA

L

Page 62: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

51Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

4

Lam

pira

n 5.

b.

R

EKAP

ITU

LASI

CAK

UPA

N P

RO

GR

AM K

ESEH

ATAN

AN

AK

DI P

RO

VIN

SI

No

K

abup

aten

/ K

ota

DAT

A C

AKU

PAN

PR

OG

RAM

Cak

upan

KN

Cak

upan

Neo

natu

s Ko

mpl

ikas

i ya

ng d

itang

ani

Cak

upan

Kun

jung

an B

ayi

Cak

upan

Pel

ayan

an

Anak

Bal

ita

∑ B

alita

(0-5

9 bu

lan)

yan

g m

empu

nyai

bu

ku K

IA

KN

1

KN le

ngka

p

∑ A

bsol

ut

Cak

upan

(%)

∑ A

bsol

utC

akup

an (%

)∑

Abs

olut

Cak

upan

(%)

∑ A

bsol

ut

Cak

upan

(%)

∑ A

bsol

ut

Cak

upan

(%)

1 2

3 4

5 6

7 8

9 10

11

12

13

TOTA

L

Page 63: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................52

5

Lam

pira

n 6.

a

PEM

ILIH

AN D

ATA

UN

TUK

ANAL

ISIS

SU

RVE

ILAN

S M

OR

BID

ITAS

D

I KAB

UPA

TEN

DAN

KO

TA

No

Pusk

esm

as

Jum

lah

Neo

natu

s

Jum

lah

Neo

natu

ssa

kit

bero

bat

Jum

lah

Neo

natu

sSa

kitp

erPe

nyak

itJu

mla

hBa

yi

Jum

lah

Ba

yi

Saki

t Be

roba

t

Jum

lah

Bayi

Sak

it pe

rPen

yaki

t

Jum

lah

Balita

Jum

lah

anak

bal

itaSa

kit

Jum

lah

Anak

Balit

aSa

kitp

erPe

nyak

it

Teta

nus

Neo

nato

rum

Pneu

mon

iaIk

teru

sD

iare

Kela

inan

Bawa

anLa

inny

aPn

eum

onia

Diar

eC

ampa

k M

alar

iaD

ifter

iLa

inny

aPn

eum

onia

Diar

eC

ampa

kM

alar

iaD

ifter

i D

BD

Lain

nya

1 2

3 4

5 6

78

910

1112

1314

15

1617

1819

2021

2223

2425

26

27

TO

TAL

6

Lam

pira

n 6.

b.

PE

MIL

IHAN

DAT

A U

NTU

K AN

ALIS

IS S

UR

VEIL

ANS

MO

RBI

DIT

AS

DI P

RO

VIN

SI

No

Kabu

pate

n /

Kota

Ju

mla

h

Neo

natu

s

Jum

lah

Neo

natu

ssa

kit

bero

bat

Jum

lah

Neo

natu

sSa

kitp

erPe

nyak

itJu

mla

hBa

yi

Jum

lah

Ba

yi

Saki

t Be

roba

t

Jum

lah

Bayi

Sak

it pe

rPen

yaki

t

Jum

lah

Balita

Jum

lah

anak

bal

ita

Saki

t

Jum

lah

Anak

Balit

aSa

kitp

erPe

nyak

it

Teta

nus

Neo

nato

rum

Pneu

mon

iaIk

teru

sD

iare

Kela

inan

Bawa

anLa

inny

aPn

eum

onia

Diar

eC

ampa

k M

alar

iaD

ifter

iLa

inny

aPn

eum

onia

Diar

eC

ampa

kM

alar

iaD

ifter

i D

BD

Lain

nya

1 2

3 4

5 6

78

910

1112

1314

15

1617

1819

2021

2223

2425

26

27

TOTA

L

Page 64: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

53Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

6

Lam

pira

n 6.

b.

PE

MIL

IHAN

DAT

A U

NTU

K AN

ALIS

IS S

UR

VEIL

ANS

MO

RBI

DIT

AS

DI P

RO

VIN

SI

No

Kabu

pate

n /

Kota

Ju

mla

h

Neo

natu

s

Jum

lah

Neo

natu

ssa

kit

bero

bat

Jum

lah

Neo

natu

sSa

kitp

erPe

nyak

itJu

mla

hBa

yi

Jum

lah

Ba

yi

Saki

t Be

roba

t

Jum

lah

Bayi

Sak

it pe

rPen

yaki

t

Jum

lah

Balita

Jum

lah

anak

bal

ita

Saki

t

Jum

lah

Anak

Balit

aSa

kitp

erPe

nyak

it

Teta

nus

Neo

nato

rum

Pneu

mon

iaIk

teru

sD

iare

Kela

inan

Bawa

anLa

inny

aPn

eum

onia

Diar

eC

ampa

k M

alar

iaD

ifter

iLa

inny

aPn

eum

onia

Diar

eC

ampa

kM

alar

iaD

ifter

i D

BD

Lain

nya

1 2

3 4

5 6

78

910

1112

1314

15

1617

1819

2021

2223

2425

26

27

TOTA

L

Page 65: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................54

7

La

mpi

ran

7.a.

PEM

ILIH

AN D

ATA

UN

TUK

ANAL

ISIS

SU

RVE

ILAN

S M

OR

TALI

TAS

D

I KAB

UPA

TEN

DAN

KO

TA

No

Pus

kesm

as/

keca

mat

an

Kem

atia

n N

eona

tal

Seb

ab K

emat

ian

Neo

nata

l Ju

mla

h

kem

atia

n Ba

yi

(29

hr –

11 b

ulan

)

Seba

b Ke

mat

ian

Bayi

Ju

mla

h

Kem

atia

n An

ak B

alita

(1

2-59

bul

an)

Seba

b Ke

mat

ian

Anak

Bal

ita

∑ L

ahir

mat

i ∑

kem

atia

n(0

-6 h

ari)

∑ L

ahir

mat

i BB

LR

Asfik

sia

Seps

is

Neo

nato

rum

Ke

lain

an

Kong

enita

lPr

emat

ur

Lain

-la

in

Pneu

mon

ia

Diar

e Ke

lain

an

Salu

ran

Cer

na

Teta

nus

Neo

nato

rum

M

alar

iaKe

lain

anSa

raf

Lain

-la

in

Pne

umon

iaDi

are

Mal

aria

C

ampa

k D

ifter

i D

BD

Lain

- lai

n

1 2

3 4

5 6

7 8

9 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

TO

TAL

8

La

mpi

ran

7.b.

PEM

ILIH

AN D

ATA

UN

TUK

ANAL

ISIS

SU

RVE

ILAN

S M

OR

TALI

TAS

D

I PR

OVI

NSI

No

Kab

upat

en/

Kot

a

Kem

atia

n N

eona

tal

Seb

ab K

emat

ian

Neo

nata

l Ju

mla

h

kem

atia

n Ba

yi

(29

hr –

11 b

ulan

)

Seba

b Ke

mat

ian

Bayi

Ju

mla

h

Kem

atia

n An

ak B

alita

(1

2-59

bul

an)

Seba

b Ke

mat

ian

Anak

Bal

ita

∑ L

ahir

mat

i ∑

kem

atia

n(0

-6 h

ari)

∑ L

ahir

mat

i BB

LR

Asfik

sia

Seps

is

Neo

nato

rum

Ke

lain

an

Kong

enita

lPr

emat

ur

Lain

-la

in

Pneu

mon

ia

Diar

e Ke

lain

an

Salu

ran

Cer

na

Teta

nus

Neo

nato

rum

M

alar

iaKe

lain

anSa

raf

Lain

-la

in

Pne

umon

iaDi

are

Mal

aria

C

ampa

k D

ifter

i D

BD

Lain

- lai

n

1 2

3 4

5 6

7 8

9 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

TO

TAL

Page 66: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

55Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

8

La

mpi

ran

7.b.

PEM

ILIH

AN D

ATA

UN

TUK

ANAL

ISIS

SU

RVE

ILAN

S M

OR

TALI

TAS

D

I PR

OVI

NSI

No

Kab

upat

en/

Kot

a

Kem

atia

n N

eona

tal

Seb

ab K

emat

ian

Neo

nata

l Ju

mla

h

kem

atia

n Ba

yi

(29

hr –

11 b

ulan

)

Seba

b Ke

mat

ian

Bayi

Ju

mla

h

Kem

atia

n An

ak B

alita

(1

2-59

bul

an)

Seba

b Ke

mat

ian

Anak

Bal

ita

∑ L

ahir

mat

i ∑

kem

atia

n(0

-6 h

ari)

∑ L

ahir

mat

i BB

LR

Asfik

sia

Seps

is

Neo

nato

rum

Ke

lain

an

Kong

enita

lPr

emat

ur

Lain

-la

in

Pneu

mon

ia

Diar

e Ke

lain

an

Salu

ran

Cer

na

Teta

nus

Neo

nato

rum

M

alar

iaKe

lain

anSa

raf

Lain

-la

in

Pne

umon

iaDi

are

Mal

aria

C

ampa

k D

ifter

i D

BD

Lain

- lai

n

1 2

3 4

5 6

7 8

9 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

TO

TAL

Page 67: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................56

9

Pusk

esm

asTa

hun

Peny

erah

an L

apor

anJu

mla

h

Lapo

ran

/ tah

unJu

mla

h La

pora

n Te

pat W

aktu

Ja

nFe

bM

arAp

rM

eiJu

niJu

liAg

ust

Sept

Okt

Nov

Des

12

34

56

78

910

1112

1314

15Pu

skes

mas

A

Pusk

esm

asB

Pusk

esm

asC

Pusk

esm

asD

Pusk

esm

asE

Pusk

esm

asF

Jum

lah

Lapo

ran

Pusk

esm

as /

bula

n

Jum

lah

lapo

ran

Pusk

esm

as T

epat

wak

tu /

bula

n

Lam

pira

n 8

FO

RM

ULI

R P

EM

AN

TAU

AN

KE

LEN

GKA

PA

N D

AN

KE

TEP

ATA

N W

AK

TU L

AP

OR

AN

Page 68: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

57Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Lampiran 9

Analisis Analitik

Analisis analitik merupakan suatu analisis data berdasarkan adanya uji hipotesis atau uji melihat hubungan antara variabel dependen (outcome) dan variabel independen (faktor). Analisis data secara analitik dapat dilakukan dengan melihat hubungan faktor (program kesehatan anak) dengan outcome/impact (data morbiditas/mortalitas) balita. Hubungan antara kedua faktor tersebut dapat dilihat dengan melihat hubungan secara korelasional atau dengan melakukan uji statistik tertentu seperti Chi-square Test, atau T-Test atau Z-Test untuk variabel yang bersifat numerik. Hubungan antara faktor dan outcome tersebut dapat dilihat secara bivariat atau multivariat bila memungkinkan.(Munro BH, 2005)

Tabel 7. Daftar Uji Statistik untuk Melihat Hubungan Antar Variabel

Variabelindependen

Variabeldependen

Uji Indikator

Data kontinu Data kontinu Korelasi Rho

Data kontinu Data kualitatif Uji beda 2 rata-rata (mean)

T testZ testAnova

Nilai p

Data kualitatif Data kontinu Uji beda 2 rata-rata (mean)

T testZ testAnova

Nilai p

Data kualitatif Data kualitatif Uji beda 2proporsi

-Chi-square

Nilai p

Data kontinu adalah data yang bersifat numerik atau angka yang memiliki satuan aritmatik contoh: berat badan, suhu, kelembaban udara, jarak, jumlah penduduk, dan lain-lain. Sedangkan data kualitatif adalah data yang bersifat dikotomi atau hanya memiliki 2 atau 3 kategori, contoh: sakit dan tidak sakit, tinggi dan rendah, jauh dan dekat, tinggi, sedang dan rendah, dan lain-lain.

Uji korelasi menunjukkan adanya korelasi antara dua variabel (dependen dan independen). Pada uji korelasi ini dapat dilihat adanya hubungan yang bersifat linear dari kedua variabel tersebut. Kedua variabel bisa memiliki hubungan yang searah bila nilai rho positif atau hubungan yang berlawanan arah bila nilai rho negatif. Hubungan kedua variabel kuat bila nilai rho >0,8 sedang bila nilai rho 0,4-0,8 dan rendah bila nilai rho <0,4.

Uji beda 2 rata-rata (mean) menujukkan adanya perbedaan pada 2 kelompok atau lebih. Bila nilai p dari uji tersebut kurang dari derajat kemaknaan yang digunakan (<0,05), maka terdapat perbedaan antara kelompok-kelompok tersebut pada nilai rata-ratanya (mean) dari nilai variabel yang dibandingkan.

...............................................................................................................

Page 69: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................58

Uji chi-square adalah uji yang digunakan untuk melihat adalanya perbedaan proporsi pada 2 kelompok atau lebih dari nilai proporsi variabel yang dibandingkan. Bila nilai p dari uji tersebut kurang dari derajat kemaknaan yang digunakan (<0,05), maka terdapat perbedaan antara kelompok-kelompok tersebut pada nilai variabel yang dibandingkan.

Pada uji statistik di atas dapat menggunakan tes yang bersifat parametrik (bila nilai populasi diketahui). Biasanya untuk melakukan tes parametrik dibutuhkan jumlah subyek minimal sebesar 30. Bila jumlah subjek kurang dari 30 dapat dilakukan tes non parametrik. Pada tes parametrik biasanya dapat dilakukan generalisasi, sebaliknya pada tes non parametrik tidak dapat dilakukan generalisasi terhadap populasi. Contoh pada uji korelasi dikenal tes spearman (non parametrik) dan tes pearson (parametrik). Pada uji chi-square dikenal tes pearson (parametrik) dan uji Fisher exact (non parametrik).

Sebagai contoh analisis secara analitik dilakukan analisis korelasi terhadap data prevalensi bayi sakit dan insiden bayi yang meninggal serta prevalensi balita sakit dan balita yang meninggal seperti pada contoh dalam diagram garis (Grafik 15 dan 16) di bawah:

Grafik 15. Bayi Sakit dan Meninggal di Kabupaten X Tahun Y

Grafik 16. Balita Sakit dan Meninggal di Kabupaten X Tahun Y

..................................................................................................................

Page 70: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

59Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Pada Grafik 15 dan 16 pola prevalensi bayi sakit dan meninggal serta balita sakit dan meninggal dapat dilihat dengan melakukan analisis korelasi (spearman rank correlation) untuk melihat apakah ada hubungan korelasi antara kedua kejadian tersebut.

Hasil tes korelasi antara prevalensi bayi sakit dan bayi meninggal didapatkan dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 8. Hasil Tes Korelasi Antara Prevelensi Bayi Sakit dan Insiden Bayi Meninggal

Tes Korelasi Nilai

Spearman's rho Correlation Coeffcient (rho) 0.085714

Nilai P (2-tailed) 0.435872

Catatan: rho=0-0,4 (lemah) rho=0,4-0,8 (sedang) rho>0,8 (kuat)

Dari Tabel 8, didapatkan bahwa prevalensi bayi sakit memiliki hubungan korelasi positif yang rendah dengan insiden kematian bayi (rho=0,085). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi bayi yang sakit tidak berkorelasi dengan peningkatan kematian bayi. Nilai signifkan (nilai P) lebih dari 0,05 menunjukkan bahwa hubungan korelasi tersebut secara statistik tidak bermakna atau tidak memiliki bukti yang cukup terjadi di populasi.

Tabel 9. Hasil Tes Korelasi Antara Prevelensi Balita Sakit dan Insiden Balita Meninggal

Tes Korelasi Nilai

Spearman's rho Correlation Coeffcient (rho) 0.542857

Nilai P (2-tailed) 0.132851

Dari Tabel 9, didapatkan bahwa prevalensi balita sakit memiliki hubungan korelasi positif yang sedang dengan insiden kematian balita (rho=0,54). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi balita yang sakit berkorelasi (sedang) dengan peningkatan kematian bayi. Nilai signifkan (nilai P) lebih dari 0,05 menunjukkan bahwa hubungan korelasi tersebut secara statistik tidak bermakna atau tidak memiliki bukti yang cukup terjadi di populasi.

Prevalensi kesakitan dan atau insidens kematian tersebut juga dapat dihubungkan dengan program kesehatan pada bayi atau pada balita. Sebagai contoh dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

...............................................................................................................

Page 71: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................60

Tabel 10. Hubungan Korelasi Antara Prevalensi Bayi Sakit dengan Imunisasi Lengkap dan Cakupan Vitamin A

Kecamatan Prev PD3IBayi

Imun Leng-kap

Cak Vit A Hubungan Korelasi

A 0.0038 50% 50% Prevalensi -ImunLengkap

B 0.0062 40% 60% Rho= 0,334

C 0.0072 40% 65% Nilai P: 0,259

D 0.0043 60% 70% Prev.Bayi-Cak.Vit A

E 0.0014 30% 75% Rho= -0,580

F 0.0025 40% 75% Nilai P: 0,114

Pada tabel di atas, analisis data surveilans secara analitik mencoba melihat hubungan korelasi antara prevalensi bayi sakit dengan program imunisasi lengkap dan cakupan vitamin A. Dari hasil tes statistik didapatkan bahwa terdapat hubungan rendah korelasi positif antara prevalensi bayi sakit dengan imunisasi lengkap. Dan terdapat hubungan korelasi negatif sedang antara prevalensi bayi dengan cakupan vitamin A. Hubungan korelasi negatif antara prevalensi bayi sakit dan cakupan vitamin A merupakan hubungan korelasi diharapkan sesuai dengan harapan program, yaitu apabila cakupan vitamin A meningkat, maka diharapkan prevalensi bayi yang sakit akan menurun. Hal yang berbeda dengan imunisasi lengkap terjadi hubungan korelasi positif. Maka selanjutnya perlu dikaji tentang cakupan imunisasi lengkap dan juga prevalensi bayi sakit per penyakitnya. Nilai signifikan (nilai P) lebih dari 0,05 menunjukkan bahwa hubungan korelasi tersebut secara statistik tidak bermakna atau tidak memiliki bukti yang cukup terjadi di populasi.

Tabel 11. Hubungan Korelasi Antara Insiden Kematian Neonatus dengan KN Lengkap dan Linakes

Kecamatan Prev PD3I

Imun Leng-kap

Cak Vit A Hubungan Korelasi

A 0.0038 60% 80% Insiden -KN Lengkap

B 0.0062 70% 70% Rho= 0,261

C 0.0072 65% 75% Nilai P: 0,309

D 0.0043 80% 65% Insiden-Linakes

E 0.0014 60% 60% Rho= -0,889

F 0.0025 75% 75% Nilai P: 0,007

..................................................................................................................

Page 72: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

61Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita)...............................................................................................................

Pada Tabel 11, analisis data surveilans secara analitik mencoba melihat hubungan korelasi antara insidens kematian neonatus dengan program KN lengkap dan linakes. Dari hasil tes statistik didapatkan bahwa terdapat hubungan korelasi rendah positif antara insidens kematian neonatus dengan KN lengkap. Dan terdapat hubungan korelasi negatif sedang antara prevalensi bayi dengan cakupan vitamin A. Hubungan korelasi negatif antara insidens kematian neonatus dan cakupan linakes merupakan hubungan korelasi diharapkan sesuai dengan harapan program, yaitu apabila cakupan linakes meningkat, maka diharapkan insiden kematian bayi akan menurun. Hal yang berbeda dengan KN lengkap terjadi hubungan korelasi positif. Maka selanjutnya perlu dikaji tentang cakupan KN lengkap dan sebab kematian pada neonatus. Nilai signifikan (nilai P) kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa hubungan korelasi tersebut secara statistik bermakna atau memiliki bukti yang cukup di populasi.

Analisis deskriptif dapat dilakukan oleh petugas kesehatan yang telah mendapat pelatihan khusus atau petugas yang mendapat pendidikan sarjana di bidang kesehatan. Sedangkan analisis secara analitik bisa dilakukan dengan petugas kesehatan yang mendapat pendidikan sarjana bidang kesehatan yang mendapat pelatihan khusus atau petugas kesehatan yang mendapat pendidikan pasca sarjana

Bila pada kabupaten tersebut di atas, didapatkan 30 desa dengan cakupan imunisasi campak rendah (kurang dari 80%) dan 50 desa lebih dari 80% (cakupan tinggi). Dari seluruh desa yang memiliki cakupan rendah dan tinggi tersebut didapatkan distribusi desa yang prevalensi penyakit campak seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 12. Hubungan Antara Cakupan Imunisasi dan Prevalensi Campak

Cakupan Campak Prevalensi Campak

TotalRendah Tinggi

Rendah 10 20 30

Tinggi 35 15 50

Total 45 25 60

Catatan : Nilai Pearson Chi-Square : 10,24 Nilai p : 0,0014

Dari nilai p diketahui bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara desa dengan cakupan imunisasi campak rendah dan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi penyakit campak di kabupaten tersebut dipengaruhi oleh cakupan imunisasi campak di setiap desanya.

Tabel 10. Hubungan Korelasi Antara Prevalensi Bayi Sakit dengan Imunisasi Lengkap dan Cakupan Vitamin A

Kecamatan Prev PD3IBayi

Imun Leng-kap

Cak Vit A Hubungan Korelasi

A 0.0038 50% 50% Prevalensi -ImunLengkap

B 0.0062 40% 60% Rho= 0,334

C 0.0072 40% 65% Nilai P: 0,259

D 0.0043 60% 70% Prev.Bayi-Cak.Vit A

E 0.0014 30% 75% Rho= -0,580

F 0.0025 40% 75% Nilai P: 0,114

Pada tabel di atas, analisis data surveilans secara analitik mencoba melihat hubungan korelasi antara prevalensi bayi sakit dengan program imunisasi lengkap dan cakupan vitamin A. Dari hasil tes statistik didapatkan bahwa terdapat hubungan rendah korelasi positif antara prevalensi bayi sakit dengan imunisasi lengkap. Dan terdapat hubungan korelasi negatif sedang antara prevalensi bayi dengan cakupan vitamin A. Hubungan korelasi negatif antara prevalensi bayi sakit dan cakupan vitamin A merupakan hubungan korelasi diharapkan sesuai dengan harapan program, yaitu apabila cakupan vitamin A meningkat, maka diharapkan prevalensi bayi yang sakit akan menurun. Hal yang berbeda dengan imunisasi lengkap terjadi hubungan korelasi positif. Maka selanjutnya perlu dikaji tentang cakupan imunisasi lengkap dan juga prevalensi bayi sakit per penyakitnya. Nilai signifikan (nilai P) lebih dari 0,05 menunjukkan bahwa hubungan korelasi tersebut secara statistik tidak bermakna atau tidak memiliki bukti yang cukup terjadi di populasi.

Tabel 11. Hubungan Korelasi Antara Insiden Kematian Neonatus dengan KN Lengkap dan Linakes

Kecamatan Prev PD3I

Imun Leng-kap

Cak Vit A Hubungan Korelasi

A 0.0038 60% 80% Insiden -KN Lengkap

B 0.0062 70% 70% Rho= 0,261

C 0.0072 65% 75% Nilai P: 0,309

D 0.0043 80% 65% Insiden-Linakes

E 0.0014 60% 60% Rho= -0,889

F 0.0025 75% 75% Nilai P: 0,007

...............................................................................................................

Page 73: bab 3 kebijakan surveilans kesehatan anak

Surveilans Kesehatan Anak (Seri Balita) ..................................................................................................................62 ..................................................................................................................