bab 3 kebijakan pengarusutamaan dan lintas bidang 20111025152402 3351 3

65
BAB 3 KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG Pembangunan nasional direncanakan dan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya pencapaian pembangunan tersebut, dilaksanakan melalui pembangunan di masing-masing bidang, dengan upaya penguatan melalui pengarusutamaan dan koordinasi lintas bidang, yang satu sama lain saling terkait. Dalam pelaksanaan pembangunan, pengarusutamaan menjadi prinsip yang mewarnai berbagai kebijakan di setiap bidang pembangunan. Pelaksanaan prinsip-prinsip pengarusutamaan merupakan usaha sinergis yang diarahkan dan tercermin pada keluaran kebijakan pembangunan. Pengarusutamaan mencakup tiga isu besar yaitu: (1) Pembangunan Berkelanjutan, (2) Tata Kelola Pemerintahan yang Baik, dan (3) Gender. Kebijakan pengarusutamaan dilaksanakan secara terstruktur dengan kriteria: (1) Pengarusutamaan bukanlah merupakan upaya yang terpisah dari kegiatan pembangunan sektoral; (2) Pengarusutamaan tidak mengimplikasikan adanya tambahan pendanaan (investasi) yang signifikan; dan (3) Pengarusutamaan dilakukan pada semua sektor yang terkait, tetapi diprioritaskan pada sektor penting yang terkait langsung dengan isu-isu pengarustamaan. Selain kebijakan pengarusutamaan pelaksanaan pembangunan perlu pula dilakukan dengan pendekatan lintas bidang. Hal ini perlu dilakukan mengingat permasalahan dan isu-isu pembangunan

Upload: ame-faizal

Post on 13-Aug-2015

33 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Inter Agency main stream

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

BAB 3 KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN

DAN LINTAS BIDANG

Pembangunan nasional direncanakan dan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya pencapaian pembangunan tersebut, dilaksanakan melalui pembangunan di masing-masing bidang, dengan upaya penguatan melalui pengarusutamaan dan koordinasi lintas bidang, yang satu sama lain saling terkait.

Dalam pelaksanaan pembangunan, pengarusutamaan menjadi prinsip yang mewarnai berbagai kebijakan di setiap bidang pembangunan. Pelaksanaan prinsip-prinsip pengarusutamaan merupakan usaha sinergis yang diarahkan dan tercermin pada keluaran kebijakan pembangunan. Pengarusutamaan mencakup tiga isu besar yaitu: (1) Pembangunan Berkelanjutan, (2) Tata Kelola Pemerintahan yang Baik, dan (3) Gender.

Kebijakan pengarusutamaan dilaksanakan secara terstruktur dengan kriteria: (1) Pengarusutamaan bukanlah merupakan upaya yang terpisah dari kegiatan pembangunan sektoral; (2) Pengarusutamaan tidak mengimplikasikan adanya tambahan pendanaan (investasi) yang signifikan; dan (3) Pengarusutamaan dilakukan pada semua sektor yang terkait, tetapi diprioritaskan pada sektor penting yang terkait langsung dengan isu-isu pengarustamaan.

Selain kebijakan pengarusutamaan pelaksanaan pembangunan perlu pula dilakukan dengan pendekatan lintas bidang. Hal ini perlu dilakukan mengingat permasalahan dan isu-isu pembangunan

Page 2: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 2  

tertentu sifatnya sedemikian kompleks dan memerlukan keterlibatan berbagai bidang dan sektor pembangunan sehingga tidak dapat ditangani oleh kebijakan yang terfokus pada bidang tertentu saja. Permasalahan pembangunan yang bersifat lintas bidang tersebut perlu ditangani secara holistik dan tidak terfragmentasi sehingga dapat menyelesaikan persoalan yang sebenarnya dengan tepat sasaran. Untuk itu dalam RPJM 2010-2014 telah ditetapkan empat isu pembangunan yang ditangani dengan pendekatan lintas bidang, yaitu: (1) Penanggulangan Kemiskinan, (2) Perubahan Iklim, (3) Pembangunan Kelautan Berdimensi Kepulauan, (4) Perlindungan Anak, dan (5) Pembangunan Karakter Bangsa.

Kebijakan lintas bidang akan menjadi suatu rangkaian kebijakan antarbidang yang terpadu dan meliputi Prioritas, Fokus Prioritas serta Kegiatan prioritas lintas bidang; untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan yang semakin kompleks.

3.1 KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN 3.1.1 PENGARUSUTAMAAN PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN

Konsep pembangunan berkelanjutan telah dicanangkan sejak tahun 1987 oleh The World Commission on Environment and Development dalam dokumen laporan yang dikenal sebagai Brundlant Report dan terus berkembang sejak Earth Summit pada tahun 1992 di Rio de Janeiro. Di Indonesia penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dimulai pada tahun 1997 melalui penyusunan dokumen National Sustainable Development Strategy (Agenda 21) yang berisi rekomendasi kepada sektor dalam penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2020 yang selanjutnya ditetapkan pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu prinsip dalam Rencana Kerja Pemerintah setiap tahun pada RPJMN 2004-2009 dan 2010-2014.

Pembangunan berkelanjutan tidak hanya memprioritaskan kepentingan sesaat dalam periode tertentu saja, namun juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kepentingan bangsa khususnya generasi di masa yang akan datang. Untuk mencapai keberlanjutan yang menyeluruh, diperlukan keterpaduan antara 3

Page 3: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 3  

(tiga) pilar utama pembangunan, yaitu keberlanjutan dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berintegrasi dan saling memperkuat satu dengan yang lain. Selain ketiga pilar tersebut, untuk menjaga dan menjamin pencapaian pembangunan berkelanjutan, diperlukan pula aspek kelembagaan yang meliputi kerangka kerja kelembagaan dan kemampuan lembaga.

3.1.1.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah diupayakan melalui berbagai kebijakan dan program pembangunan, namun belum secara nyata mencapai tujuan yang diharapkan. Saat ini masih diperlukan metode yang efektif untuk melakukan pengintegrasian isu pembangunan berkelanjutan tersebut ke dalam implementasi program-program pembangunan secara terpadu dan terarah.

Penerapan pembangunan berkelanjutan menghadapi tantangan utama dalam memenuhi kebutuhan manusia akan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat; masalah kesenjangan dan pemerataan pembangunan, serta ketimpangan sosial; serta perilaku dominasi penggunaan sumber daya alam secara berlebihan. Adanya benturan kepentingan pemanfaatan ekonomi dan kepentingan pelestarian lingkungan merupakan hal yang dilematis bagi bangsa Indonesia. Permasalahan sumber daya alam tidak saja mengenai terkurasnya sumber daya alam untuk kepentingan ekonomi dan penggunaan teknologi yang belum efisien dan tidak ramah lingkungan, namun juga berkurangnya kemampuan lingkungan dalam menetralisir bahan-bahan pencemar, atau menyebabkan turunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan. Jika sumber daya alam dan lingkungan hidup tidak dikelola dengan baik, serta tidak memperhatikan keberlanjutan dan daya dukungnya, maka pada akhirnya kekayaan bangsa akan terus terkuras yang pada akhirnya kepentingan kesejahteraan rakyat tidak dapat terpenuhi.

Permasalahan lain yang dihadapi adalah belum adanya ukuran nasional yang dipakai untuk mengetahui perkembangan kondisi dan

Page 4: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 4  

kualitas lingkungan di Indonesia. Ukuran juga harus dapat mencerminkan keterkaitan antara proses pembangunan ekonomi dan sosial serta dampaknya terhadap lingkungan hidup. Meskipun telah disusun Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH), data serta konsep indikator, namun indeks yang bersifat komposit tersebut masih perlu dipertajam dan disederhanakan.

Banyaknya pemangku kepentingan yang berperan dalam pembangunan berkelanjutan, memerlukan koordinasi serta sinergi yang baik antar berbagai pihak agar memiliki peran dan fungsi dalam menggerakkan subsistem yang membentuk sistem pembangunan berkelanjutan. Langkah awal yang perlu ditekankan adalah konsep pembangunan berkelanjutan harus bersifat transparan dan membuka akses ke seluruh/bagi pemangku kepentingan (masyarakat, swasta dan pemerintah) untuk berperan aktif dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

3.1.1.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI

Langkah-langkah Kebijakan

Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam menyusun kerangka strategis, struktur kelembagaan, strategi dan kebijakan nasional, sektoral dan wilayah, serta dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan. Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan juga harus dilakukan dengan memperhatikan permasalahan strategis lingkungan dan sosial yang ada.

Langkah-langkah kebijakan dalam pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan antara lain: (1) Melanjutkan proses internalisasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam 3 (tiga) pilar utama pembangunan berkelanjutan; (2) Menjabarkan hal-hal konkrit dalam pilar kerangka kelembagaan terutama untuk memastikan berbagai pemangku kepentingan dalam kerangka kelembagaan yang tepat dan dapat mempercepat internalisasi 3 (tiga)

Page 5: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 5  

prinsip pembangunan berkelanjutan; dan (3) Menyepakati ukuran-ukuran untuk pembangunan berkelanjutan yang tepat dan dapat digunakan baik di tingkat nasional dan daerah sehingga prinsip pembangunan berkelanjutan dapat berjalan nyata di lapangan.

Ke depan, kebijakan pembangunan diarahkan untuk mendorong pembangunan ekonomi yang efisien dan adil dalam mendistribusikan sumber daya. Selain itu, upaya untuk memelihara ekosistem alam, dan upaya menekan ketergantungan pada bahan-bahan yang merugikan alam perlu terus ditingkatkan, sehingga perbaikan ekonomi nasional dapat tetap lestari dan berkelanjutan.

Hasil-hasil yang dicapai Berbagai upaya dalam penerapan prinsip pembangunan

berkelanjutan telah diupayakan mulai dari RPJMN tahap pertama (2004-2009), yang dilanjutkan dengan RPJMN tahap kedua (2010-2014), dimana pembangunan berkelanjutan menjadi prioritas untuk memperkuat sinergi antar bidang dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Adapun upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan, antara lain dilakukan dengan penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu kebijakan pengarusutamaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025, RPJMN 2004-2009, RPJMN 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunannya. Selain itu pada tahun 2011 Pemerintah Indonesia memfokuskan kebijakan pembangunannya yang selaras dengan arah pencapaian pembangunan berkelanjutan, yaitu dengan ditetapkannya 4 (four) track strategy: pembangunan yang pro-growth, pro-job, pro-poor dan pro-environment. Ini menunjukkan bahwa pilar-pilar pembangunan berkelanjutan mendapatkan perhatian yang sejajar dan perlu dilakukan secara sinergis.

Pada aspek ekonomi, pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan diupayakan dengan penerapan model pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan atau disebut sebagai Green Economy, yang menitikberatkan pada efisiensi penggunaan sumber

Page 6: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 6  

daya alam termasuk energi terutama sumber daya alam tidak terbarukan, penurunan emisi karbon serta pengembangan eko-produk dan teknologi bersih dan rendah karbon. Perubahan struktur ekonomi, pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan dilakukan untuk menerapkan konsep ini (penerapan efisiensi energi, pemakaian energi terbarukan, penerapan mekanisme pembangunan bersih, subsidi dan pajak lingkungan, peningkatan transportasi massal yang rendah karbon, penerapan penangkapan ikan berkelanjutan, penerapan pola pertanian berkelanjutan, serta pemanfaatan hasil hutan yang lestari).

Selanjutnya, pada aspek sosial telah diupayakan diprioritaskannya pembangunan kesehatan, pendidikan, perumahan, keamanan, dan kependudukan, dengan mengedepankan prinsip kesetaraan. Tujuan pembangunan berkelanjutan juga telah disinergikan dalam pencapaian 8 (delapan) tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) pada tahun 2015.

Pada aspek lingkungan hidup, aspek keberlanjutan dilakukan dengan upaya-upaya pengendalian daya dukung dan daya tampung lingkungan, yang juga meliputi upaya perlindungan terhadap atmosfer, pengendalian pencemaran dan kerusakan air, laut dan pesisir, udara, serta perlindungan terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity) dengan penyusunan serta evaluasi dokumen Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP). Selain itu telah disusun langkah-langkah konkrit untuk menurunkan dampak perubahan iklim dengan penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN), yang juga akan diikuti dengan Rencana Aksi Daerah (RAD) Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Penyusuan RAN/RAD GRK ini merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan konsep pembangunan berkelanjutan dalam bentuk upaya yang nyata.

3.1.1.3 TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Untuk melaksanakan dan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan tersebut di atas, diperlukan upaya tindak lanjut ke depan baik dalam bentuk kebijakan maupun langkah nyata yaitu: (1) Penyusunan sistem, serta mekanisme yang andal untuk

Page 7: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 7  

melakukan pengintegrasian isu pembangunan berkelanjutan ke dalam program-program pembangunan secara terarah; (2) Peningkatan sinergi antar pemangku kepentingan dalam menjalankan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan secara serasi dengan mengembangkan dan menerapkan instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di setiap sektor; (3) Perluasan kesempatan akses seluruh pihak atau subsistem pembangunan untuk menggerakkan dan membentuk sistem pembangunan berkelanjutan; (4) Penerapan konsep green economy dalam pembangunan nasional dan daerah; (5) Penerapan metode partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan dan program pembangunan, termasuk keterlibatan masyarakat terutama masyarakat marjinal (miskin, perempuan, pemuda dan anak-anak); (6) Penerapan pertimbangan struktur dan nilai sosial kemasyarakatan untuk pengentasan kemiskinan dan ketimpangan sosial dalam kegiatan/program pembangunan; (7) Penyusunan peraturan-peraturan operasional di bidang lingkungan hidup yang akan diprioritaskan pada: (a) pengelolaan lingkungan hidup yang terintegrasi mulai dari hulu ke hilir dan lintas sektoral, yang dititikberatkan pada penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan, (b) KLHS, (c) pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, serta (d) penyusunan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup dan indeks kualitas lingkungan hidup; dan (8) Penerapan sistem dan instrumen pengendalian dan pengelolaan lingkungan untuk menahan meningkatnya laju degradasi lahan, meningkatkan kualitas air dan udara, serta pelestarian struktur dan nilai-nilai masyarakat.

3.1.2 TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan tatanan manajemen pemerintahan yang ditandai dengan penerapan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi. Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik secara konsisten dan berkelanjutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi terwujudnya visi pembangunan nasional yaitu Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan. Terbangunnya tata kelola yang baik dalam manajemen pemerintahan, tercermin dari berkurangnya angka korupsi, meningkatnya

Page 8: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 8  

keberhasilan pembangunan di berbagai bidang, meningkatnya kualitas pelayanan publik, dan terbentuknya birokrasi pemerintahan yang profesional dan berkinerja tinggi. Selain itu, tata kelola pemerintahan yang baik mendesak untuk segera diimplementasikan mengingat beberapa permasalahan hingga saat ini belum juga dapat teratasi.

3.1.2.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Dalam upaya melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik masih dihadapi berbagai permasalahan baik dalam tataran perencanaan dan perumusan kebijakan, maupun dalam implementasinya. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu segera diatasi guna mendukung dan mempercepat pencapaian sasaran pembangunan nasional. Secara umum permasalahan yang dihadapi diuraikan berikut ini.

Dalam aspek penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, permasalahan yang muncul antara lain, belum tuntasnya peraturan yang mengatur pengawasan nasional, kualitas pengelolaan keuangan negara belum sepenuhnya akuntabel dan transparan sesuai standar akuntansi pemerintah, praktek pengadaan barang dan jasa pemerintah belum transparan; kualitas dan kompetensi aparat pengawas internal pemerintah belum memadai, dan masih rendahnya penerapan sistem integritas di lingkungan instansi pemerintah.

Dari sisi pelayanan publik, penyelenggaraan pelayanan publik belum berjalan secara maksimal, yang ditandai dengan sistem perizinan yang masih berbelit-belit; profesionalisme dan integritas SDM ujung tombak pelayanan masih rendah, belum diterapkannya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara optimal dalam manajemen pelayanan, belum diterapkannya standar pelayanan minimal (SPM) secara konsisten; dan belum ditindaklanjutinya berbagai pengaduan masyarakat sebagai bahan evaluasi guna perbaikan kualitas pelayanan.

Terkait dengan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, beberapa permasalahan yang muncul sangat terkait dengan

Page 9: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 9  

kelembagaan dan ketatalaksanan. Dari sisi kelembagaan, masih terjadi tumpang tindih kewenangan, tugas pokok dan fungsi, dan pelaksanaan program/kegiatan antar Kementerian/Lembaga (K/L). Dari sisi ketatalaksanaan, bisnis proses instansi pemerintah belum disertai dengan standard operating procedure (SOP) utama yang mencerminkan tugas pokok dan pelayanan. Pada aspek SDM aparatur, penerapan sistem merit dalam manajemen kepegawaian belum diterapkan secara maksimal. Dari segi akuntabilitas kinerja, sistem yang ada sekarang, mulai dari proses perencanaan, penganggaran, penilaian kinerja, manajemen kinerja, hingga sistem ganjaran dan sanksi (reward and punishment) belum terintegrasi dengan baik.

3.1.2.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI

Langkah-langkah Kebijakan

Untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas dan dalam upaya untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, langkah kebijakan yang harus ditempuh oleh K/L adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN, melalui penegakan disiplin PNS di seluruh instansi pemerintah; penerapan pakta integritas bagi pejabat pemerintah; kepatuhan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), kebijakan antikorupsi, penyelenggaraan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP), pengembangan sistem e-procurement nasional; pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK, peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, serta pengembangan sistem pengaduan masyarakat.

2. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, melalui penerapan standar pelayanan pada unit penyelenggara pelayanan publik; penerapan maklumat pelayanan; penerapan pelayanan terpadu satu pintu; penerapan manajemen pengaduan; percepatan

Page 10: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 10  

peningkatan kualitas pelayanan publik; serta pelaksanaan evaluasi dan penilaian terhadap kinerja pelayanan publik.

3. Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi, melalui penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan instansi pemerintah; pemantapan kualitas manajemen SDM; pengembangan dan penerapan e-government; pengembangan sistem kearsipan dan dokumentasi berbasis TIK; serta penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja aparatur.

Hasil-hasil yang dicapai Dalam upaya untuk menciptakan tata kelola pemerintahan

yang baik, langkah-langkah strategis yang telah dan sedang dilaksanakan oleh setiap K/L, beserta hasil-hasil yang telah dicapai adalah sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN

Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah telah memperlihatkan kemajuan yang berarti. Terkait sistem pengendalian intern, sampai dengan Juni 2011, di tingkat pusat terdapat 6 K/L yang telah memiliki peraturan internal tentang SPIP, sedangkan di tingkat daerah terdapat 348 pemda yang telah memiliki Perkada tentang penerapan SPIP. Selanjutnya, untuk mengakselerasi implementasi SPIP di berbagai instansi, telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Negara. Selain itu, BPKP telah mengadakan diklat SPIP terhadap 7.170 peserta dari K/L/Pemda; penyusunan 26 pedoman teknis penyelenggaraan SPIP; sosialisasi SPIP kepada 432 K/L/Pemda; pemberian konsultasi dan bimbingan teknis SPIP kepada 48 K/L/Pemda; pemetaan (diagnostic assesment) pada 63 K/L/Pemda, serta pemberian bimbingan teknis penyusunan Perkada SPIP kepada 348 pemda. Terkait dengan sistem penegakan disiplin PNS, pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala BKN No. 21/2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Sedangkan terkait dengan mekanisme pengadaan barang dan jasa, pemerintah telah menerbitkan Perpres 54 Tahun 2010 tentang

Page 11: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 11  

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagai pengganti Keppres Nomor 80 Tahun 2003, yang kemudian akan diperkuat melalui penyusunan RUU Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang saat ini telah dibahas dengan Tim Antar Kementerian/Lembaga. Langkah-langkah untuk mengurangi praktek KKN dalam pengadaan barang dan jasa diperkuat dengan penerapan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), yang diatur melalui Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2010, dimana saat ini telah tersedia 262 LPSE yang tersebar di 32 provinsi dan melayani 445 instansi pusat dan daerah.

2. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Beberapa langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah, antara lain penyusunan peraturan turunan UU 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu PP tentang penerapan sistem pelayanan terpadu, standar pelayanan publik, tata cara peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dan manajemen pengaduan. Terkait standar pelayanan, sampai dengan tahun 2010 telah ditetapkan 8 SPM, yaitu SPM Bidang Kesehatan, SPM Bidang Lingkungan Hidup, SPM Bidang Sosial, SPM Bidang Perumahan Rakyat, SPM Bidang Pemerintahan Dalam Negeri, SPM Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, SPM Bidang Pendidikan dan SPM Bidang Keluarga Berencana. Selain itu, sampai dengan akhir 2010 telah terdapat 394 pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang telah membentuk unit pelayanan terpadu satu pintu (OSS). Jumlah hari yang dibutuhkan untuk memulai usaha di Indonesia juga telah mengalami peningkatan, dari 76 hari (2009) menjadi 46 hari pada tahun 2011.

3. Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi

Pemerintah telah menyusun berbagai RUU sebagai landasan penataan birokrasi pemerintah, yang meliputi RUU Administrasi Pemerintahan; RUU Etika Penyelenggara Negara; RUU SDM Aparatur; dan RUU Akuntabilitas Penyelenggara Negara. Seiring dengan hal tersebut, pada tahun 2011 akan diterbitkan Grand Design

Page 12: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 12  

Sistem Kelembagaan Pemerintah, yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi penataan kelembagaan di seluruh instansi pemerintah. Dari sisi akuntabilitas, berdasarkan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pusat tahun 2010, tercatat 50 K/L atau 63,29 persen mendapatkan kategori cukup dan baik. Persentase ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya 47,37 persen. Capaian tersebut memperlihatkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk senantiasa mendorong upaya-upaya meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas birokrasi, sebagai langkah untuk mengembangkan manajemen pemerintahan berbasis kinerja.

Untuk melihat perkembangan implementasi kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik pada K/L, pada awal tahun 2011 telah disampaikan edaran kepada seluruh K/L agar dapat menyampaikan data dan informasi kemajuan pelaksanaan kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik di masing-masing instansinya. Sampai dengan awal Juni 2011, terdapat 42 K/L (54 persen) yang telah menyampaikan kemajuannya. Ringkasan hasil implementasi kebijakan pengarusutamaan tata kelola yang baik sebagai berikut:

a) Implementasi indikator sasaran penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, rata-rata untuk seluruh K/L adalah sebesar 60 persen telah diimplementasikan baik dalam bentuk kebijakan yang harus diatur pada level instansi maupun penerapan dari kebijakan yang sifatnya nasional. Indikator yang diukur, antara lain penegakan disiplin, penerapan pakta integritas, kepatuhan penyampaian LHPKN, penerapan SPIP, dan lainnya.

b) Implementasi indikator sasaran peningkatan kualitas pelayanan publik, rata-rata untuk seluruh K/L adalah sebesar 41 persen. Indikator yang diukur antara lain penerapan standar pelayanan, penerapan maklumat pelayanan, penerapan manajemen pengaduan, dan lainnya.

c) Implementasi indikator sasaran peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, rata-rata untuk seluruh K/L

Page 13: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 13  

adalah sebesar 49 persen. Indikator yang diukur antara lain penataan kelembagaan, penyusunan SOP utama, manajemen SDM aparatur, penerapan SAKIP, dan lainnya.

Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa telah terdapat kemajuan dalam implementasi indikator-indikator dari kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik pada seluruh K/L, sesuai mandat RPJMN 2010-2014. Namun demikian, kemajuan tersebut harus terus ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya, mengingat tahun 2014 diharapkan seluruh K/L telah sepenuhnya mengimplementasikan indikator-indikator tersebut, sebagai salah satu upaya perluasan dan peningkatan kualitas reformasi birokrasi nasional.

3.1.2.3 TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Langkah-langkah tindak lanjut dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, khususnya implementasi pada seluruh K/L adalah menegakkan dan mengimplementasikan sistem disiplin PNS, mengembangkan dan menerapkan pakta integritas, mewajibkan pejabat untuk menyampaikan LHKPN dan melaporkan gratifikasi, meningkatkan penerapan SPIP, meningkatkan penerapan pelaksanaan e-procurement, menindaklanjuti temuan pemeriksaan BPK, meningkatkan akuntabilitas pengelolaan anggaran dan pelaporannya, dan meningkatkan penerapan sistem pengaduan masyarakat.

Tindak lanjut yang diperlukan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik, khususnya implementasi pada seluruh K/L, ialah meningkatkan penerapan standar pelayanan, meningkatkan penerapan maklumat pelayanan, memperluas penerapan pelayanan terpadu satu pintu di lingkungan pemda; meningkatkan penerapan manajemen pengaduan pada unit pelayanan publik di lingkungan K/L, menyusun dan melaksanakan rencana peningkatan kualitas pelayanan publik, serta menyusun dan mengimplementasikan sistem evaluasi kinerja pelayanan publik pada unit pelayanan di lingkungan K/L.

Tindak lanjut dalam peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, khususnya implementasi pada seluruh

Page 14: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 14  

K/L ialah meningkatkan upaya restrukturisasi organisasi dan tata kerja instansi pemerintah; menyusun SOP di tiap K/L sesuai dengan proses bisnis yang lebih sederhana; meningkatkan kualitas manajemen SDM melalui sistem rekrutmen pegawai yang transparan dan berbasis merit/kompetensi; sistem penilaian kinerja yang terukur; sistem promosi dan penempatan dalam jabatan struktural yang terbuka, transparan, berbasis merit/kompetensi; sistem diklat berbasis merit dan kompetensi; menyusun rencana penerapan e-government; serta menyediakan dan mengimplementasikan sistem kearsipan dan dokumentasi berbasis TIK.

3.1.3 PENGARUSUTAMAAN GENDER

Kesetaraan gender merupakan salah satu bagian penting dalam upaya pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam kaitan itu, pembangunan nasional harus memenuhi prinsip pemenuhan hak asasi manusia dan selayaknya memberikan akses yang memadai bagi orang dewasa dan anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki, untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan, serta turut mempunyai andil dalam proses pengendalian/kontrol pembangunan. Dengan demikian, pengarusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan merupakan strategi yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan. Penerapan pengarusutamaan gender ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk, baik laki-laki maupun perempuan.

3.1.3.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Upaya dalam mewujudkan kesetaraan gender Indonesia antara lain dapat diukur dengan Indeks Pembangunan Gender (IPG) atau Gender-related Development Index (GDI), yang merupakan indikator komposit yang diukur melalui variabel angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pendapatan,

Page 15: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 15  

yang dihitung berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP&PA), IPG Indonesia mengalami peningkatan dari 0,664 pada tahun 2008 menjadi 0,668 pada tahun 2009. Namun, jika dilihat dari indikator-indikator komposit penyusun IPG, akan terlihat adanya kesenjangan yang cukup signifikan antara laki-laki dan perempuan, khususnya dalam hal pendapatan karena jumlah upah pekerja perempuan hanya sekitar 50 persen dari jumlah upah yang diterima oleh pekerja laki-laki.

Di samping itu, kesetaraan gender juga dapat ditunjukkan dengan indikator Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) atau Gender Empowerment Measurement (GEM), yang diukur melalui partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan. Nilai IDG Indonesia berdasarkan data BPS-KPP&PA menunjukkan peningkatan, dari 0,623 pada tahun 2008 menjadi 0,635 pada tahun 2009. Walaupun demikian, peningkatan nilai IDG yang relatif kecil setiap tahunnya mengindikasikan bahwa peningkatan kesetaraan gender di bidang ketenagakerjaan, ekonomi, dan politik belum signifikan.

Kedua indikator di atas menunjukkan sebagian dari berbagai permasalahan yang masih dihadapi dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pembangunan di Indonesia, yakni sebagai berikut. Pertama, meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan. Rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, antara lain disebabkan oleh terjadinya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat, dan partisipasi dalam pembangunan, serta penguasaan terhadap sumber daya, terutama di bidang politik, jabatan-jabatan publik, dan di bidang ekonomi, baik di tatanan antarprovinsi dan antarkabupaten/kota; serta rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam dan konflik sosial, serta terjadinya penyakit.

Pada lembaga yudikatif, data tahun 2010 menunjukkan bahwa dari 7.974 hakim yang ada, terdapat 1.869 hakim perempuan (23,4 persen), dan dari 39 hakim agung, 6 diantaranya adalah perempuan (15,4 persen). Sementara itu, data Kejaksaan RI menunjukkan bahwa pada tahun 2010, jumlah jaksa perempuan sebanyak 2.357 orang (29,50 persen), sedangkan laki-laki sebanyak 5.632 orang (70,50

Page 16: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 16  

persen). Di lembaga eksekutif, walaupun terjadi peningkatan partisipasi perempuan yang menduduki jabatan eselon, namun jabatan yang diduduki perempuan masih berpusat pada eselon IV. Dari uraian tersebut terlihat bahwa posisi, komposisi, serta peran perempuan di lembaga yudikatif dan eksekutif masih relatif kecil. Di samping itu, marginalisasi perempuan di sektor informal merupakan masalah yang masih harus dihadapi, mengingat bahwa sektor informal ini menyerap perempuan tenaga kerja terbesar, dan telah terbukti menjadi 'sabuk pengaman' perekonomian keluarga.

Partisipasi politik aktif perempuan dalam lembaga perwakilan menghadapi tantangan berkenaan dengan masih belum optimalnya peran dan fungsi yang diberikan kepada perempuan dalam memperjuangkan aspirasi pada konstituennya. Tantangan yang dihadapi perempuan dalam politik adalah mengikis budaya patriakal yang masih berpotensi menghambat kemajuan bagi perempuan. Selain itu, perempuan juga masih belum dianggap sebagai kelompok yang berhak memiliki peran independen dalam melakukan aktualisasi diri di bidang sosial dan politik, serta masih belum memiliki akses yang memeadai terhadap sumber-sumber informasi publik.

Kedua, meningkatkan perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan. Hal ini terlihat dari masih belum memadainya jumlah dan kualitas tempat pelayanan bagi perempuan korban kekerasan karena banyaknya jumlah korban yang harus dilayani dan luasnya cakupan wilayah yang harus dijangkau. Data Susenas 2006 menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan terhadap perempuan sebesar 3,1 persen atau sekitar 3-4 juta perempuan mengalami kekerasan setiap tahun. Namun, hingga saat ini, pusat krisis terpadu (PKT) untuk penanggulangan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perdagangan perempuan hanya tersedia di 3 provinsi dan 5 kabupaten. Di samping itu, masih terdapat ketidaksesuaian antarproduk hukum yang dihasilkan, termasuk antara produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dengan daerah, sehingga perlindungan terhadap perempuan belum dapat terlaksana secara komprehensif.

Ketiga, meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan. Permasalahan yang muncul dalam

Page 17: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 17  

meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan serta perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan, antara lain, disebabkan oleh belum efektifnya kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan. Hal ini terlihat dari: (1) belum optimalnya penerapan piranti hukum, piranti analisis, dan dukungan politik terhadap kesetaraan gender sebagai prioritas pembangunan; (2) belum memadainya kapasitas kelembagaan dalam pelaksanaan PUG, terutama sumber daya manusia, serta ketersediaan dan penggunaan data terpilah menurut jenis kelamin dalam siklus pembangunan; dan (3) masih rendahnya pemahaman mengenai konsep dan isu gender serta manfaat PUG dalam pembangunan, terutama di kabupaten/kota.

3.1.3.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL YANG TELAH DICAPAI

Langkah-langkah Kebijakan Dengan memperhatikan berbagai permasalahan tersebut, maka

sasaran pembangunan pengarusutamaan gender yang hendak dicapai pada tahun 2011 adalah meningkatnya kesetaraan gender, yang ditandai oleh: a) meningkatnya kualitas hidup dan peran perempuan terutama di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi termasuk akses terhadap penguasaan sumber daya, serta politik dan pengambilan keputusan; (b) meningkatnya persentase cakupan perempuan korban kekerasan yang mendapat penanganan pengaduan; dan (c) meningkatnya efektivitas kelembagaan PUG dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan yang responsif gender di tingkat nasional dan daerah. Dalam mengupayakan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan tersebut, langkah-langkah kebijakan yang dilakukan adalah: (1) peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan, melalui peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas serta harmonisasi peraturan perundangan dan pelaksanaannya di semua tingkat pemerintahan, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan; (2) perlindungan perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan, melalui upaya-upaya

Page 18: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 18  

pencegahan, pelayanan, dan pemberdayaan; dan (3) peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan.

Hasil-hasil yang dicapai Hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai dalam upaya

peningkatan kesetaraan gender sampai dengan Juni 2011 diuraikan di bawah ini.

1. Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan: (a) Di bidang pendidikan, kemajuan yang dicapai dapat dilihat

dari peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG) angka partisipasi murni (APM), yakni rasio nilai APM perempuan terhadap APM laki-laki. Pada tahun 2010, IPG APM pada tingkat sekolah dasar termasuk madrasah ibtidaiyah (SD/MI) adalah sekitar 99,86; di tingkat sekolah menengah pertama termasuk madrasah tsanawiyah (SMP/MTs) sebesar 102,03; di tingkat sekolah menengah atas termasuk madrasah aliyah (SMA/MA) sebesar 96,00; dan di tingkat perguruan tinggi 102,11. Hal ini menunjukkan semakin meratanya akses terhadap pendidikan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Demikian juga dengan angka melek huruf perempuan dan laki-laki berusia 15 tahun ke atas yang mengalami peningkatan, masing-masing sebesar 89,10 persen dan 95,38 persen pada tahun 2008, menjadi 99,52 persen dan 99,35 persen pada tahun 2010.

(b) Di bidang kesehatan, data BPS menunjukkan adanya peningkatan angka harapan hidup, baik laki-laki maupun perempuan, dari masing-masing 66,8 tahun dan 70,7 tahun pada tahun 2007 menjadi 67,5 tahun dan 71,4 tahun pada tahun 2009. Selain itu, terjadi penurunan yang signifikan pada angka kematian ibu melahirkan, dari 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian ibu,

Page 19: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 19  

antara lain melalui penerapan pedoman revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) di 294 kecamatan dari 147 kabupaten/kota di 33 provinsi. Di samping itu, yang perlu diperhatikan adalah peningkatan upaya pelibatan laki-laki untuk berperan aktif dalam upaya penurunan AKI, baik secara langsung maupun tidak, dalam proses penyelamatan ibu melahirkan. Hal yang sama juga perlu dicermati untuk kesehatan reproduksi, tidak hanya menyangkut kesehatan reproduksi perempuan, namun juga pentingnya partisipasi laki-laki. Data SDKI menunjukkan bahwa prevalensi pemakaian kontrasepsi laki-laki telah meningkat, dari 1,30 persen (2002/03) menjadi 1,50 persen (2007), sedangkan untuk perempuan telah meningkat dari 55,4 persen menjadi 55,9 persen pada periode yang sama.

(c) Di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, peningkatan akses lapangan kerja bagi perempuan ditunjukkan oleh penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan, dari 9,29 persen pada tahun 2008 menjadi 7,38 persen pada tahun 2011 (Sakernas, Februari). Hal yang sama juga terjadi pada TPT laki-laki, yang mengalami penurunan dari sebesar 7,94 persen pada tahun 2008 menjadi 6,42 persen pada tahun 2011. Di samping itu, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan juga mengalami peningkatan, dari 51,25 persen pada tahun 2008, menjadi 55,13 persen pada tahun 2011, walaupun jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan laki-laki, yaitu sebesar 84,86 persen (2011). Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya perempuan yang memilih untuk mengurus rumah tangga jika dibandingkan dengan laki-laki, sehingga perempuan lebih banyak berada di luar angkatan kerja. Sebagai gambaran, pada Februari 2011 perempuan yang mengurus rumah tangga mencapai sekitar 28,63 juta, sementara laki-laki hanya 1,4 juta orang.

(d) Dalam jabatan publik, terdapat peningkatan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan, terutama perempuan yang menduduki jabatan eselon II sampai eselon IV. Pada tahun 2009, persentase perempuan yang menjabat eselon II sampai eselon IV, masing-masing adalah 7,57

Page 20: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 20  

persen; 15,24 persen; dan 24,49 persen. Pada tahun 2010, persentase tersebut mengalami perubahan masing-masing menjadi 7,55 persen; 15,70 persen; dan 24,90 persen. Sedangkan persentase perempuan yang menduduki jabatan eselon I berubah dari 8,13 persen (51 orang dari total 627 orang) pada tahun 2009 menjadi 8,70 persen (47 orang dari total 540 orang) pada tahun 2010.

(e) Di bidang politik, kemajuan yang dicapai antara lain ditunjukkan dengan ditetapkan dan disosialisasikannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik   dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang tersebut mengamanatkan dengan jelas 30 persen keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik di tingkat pusat dan daerah dalam daftar yang diajukan untuk calon anggota legislatif, sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Ayat 2 UU No. 2/2011 dan Pasal 8 Ayat d UU No.10/2008. Di samping itu, hasil pemilu 2009 juga menunjukkan peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, yaitu dari 11,30 persen pada pemilu tahun 2004, menjadi 17,90 persen pada tahun 2009. Demikian pula halnya dengan anggota DPD perempuan, yang meningkat dari 19,80 persen pada tahun 2004 menjadi 27,30 persen pada tahun 2009.

2. Dalam rangka meningkatkan perlindungan perempuan.

Dari berbagai tindak kekerasan, kemajuan yang dicapai hingga saat ini antara lain adalah (a) Dibentuknya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di 20 provinsi dan 117 kabupaten/kota, (b) Pusat Krisis Terpadu (PKT) bagi perempuan korban kekerasan berbasis rumah sakit di 22 rumah sakit umum daerah dan vertikal, (c) Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di 42 rumah sakit Polri, (d) Selain itu, Kepolisian RI juga telah menyediakan 305 Unit Pelayanan

Page 21: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 21  

Perempuan dan Anak (UPPA) yang berlokasi di Polda dan Polres, dan (e) Selanjutnya, telah pula dibentuk dan berfungsinya Women Crisis Centre/Women Trauma Centre yang jumlahnya mencapai 42 buah, dan tersebar di seluruh Indonesia.

3. Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan serta perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan.

Melalui peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan, baik di tingkat nasional maupun daerah telah dilakukan berbagai kegiatan. Kemajuan yang telah dicapai antara lain adalah: (a) telah dibentuknya ASEAN Committee on Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC) dalam rangka memajukan dan melindungi HAM dan kebebasan fundamental perempuan dan anak serta mendukung, memajukan, melindungi, dan memenuhi hak-hak perempuan dan anak di ASEAN, (b) tersusunnya laporan Convention on the Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) VI dan VII periode 2004-2009, (c) Dalam hal perencanaan dan penganggaran yang responsif gender, sebagai kelanjutan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119/PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran K/L dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA Tahun Anggaran 2010, yang merupakan dasar penerapan Anggaran Responsif Gender (ARG) tahun 2010, telah ditetapkan pula PMK Nomor 104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011, sebagai dasar pelaksanaan ARG tahun 2011. Lebih lanjut, telah ditetapkan pula PMK Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, sebagai dasar pelaksanaan ARG tahun 2012 dan tahun-tahun selanjutnya.

Di samping itu, berbagai upaya peningkatan kapasitas kelembagaan-PUG telah dilakukan untuk mengintegrasikan perspektif gender ke dalam pendidikan agama, antara lain dengan

Page 22: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 22  

ditetapkannya Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG di Madrasah pada Kementerian Agama RI dan Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender pada Pendidikan Islam. Di bidang kesehatan, kemajuan yang telah dicapai adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui; Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 9 Tahun 2010 tentang Perencanaan dan Penganggaran dalam Pencegahan dan Penanggulangan HIV-AIDS yang Responsif Gender; Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 10 Tahun 2010 tentang Perencanaan dan Penganggaran Keluarga Berencana yang Responsif Gender; dan dikeluarkannya Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Kesehatan, yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1459/MENKES/SK/X/2010 tentang Panduan Perencanaan dan Anggaran Responsif Gender.

Selain itu, dalam upaya peningkatan kesetaraan gender di bidang politik dan pengambilan keputusan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 25 Tahun 2010 tentang Pedoman Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender di Kementerian PAN dan RB dan Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 27 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG dalam Pendidikan Politik pada Pemilihan Umum. Lebih lanjut, telah ditetapkan Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 1 Tahun 2011 tentang Strategi Nasional (Stranas) Sosial Budaya untuk Mewujudkan Kesetaraan Gender. Stranas tersebut dikeluarkan sebagai strategi pendukung keberhasilan strategi PUG dengan pendekatan kultural, yaitu mencari akar permasalahan ketidaksetaraan gender melalui aspek sosial budaya.

Berbagai upaya juga telah dilakukan untuk meningkatkan kesetaraan gender di bidang ekonomi, ketenagakerjaan, dan infrastruktur. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah (1) ditetapkannya Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Responsif

Page 23: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 23  

Gender (PPRG) di Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian; Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 16 Tahun 2010 tentang Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) di Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 17 Tahun 2010 tentang Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) di Bidang Perdagangan; Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 18 Tahun 2010 tentang Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) di Bidang Perindustrian; Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 19 Tahun 2010 tentang Model Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah Bidang Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah; (2) dikeluarkannya Pedoman Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP), Pedoman Penyusunan Model Penanggulangan Kemiskinan yang Responsif Gender di Wilayah Perdesaan; dan Pedoman Pengintegrasian Isu Gender dalam Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Pekerjaan Umum, Perhubungan, Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Keuangan.

Dalam rangka perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan, kemajuan yang dicapai adalah dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 20 Tahun 2010 tentang Panduan Umum Bina Keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Selain itu, telah ditetapkan pula Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 23 Tahun 2010 tentang Panduan Umum Pembentukan Pusat Informasi dan Konsultasi Bagi Perempuan Penyandang Cacat dan Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 24 Tahun 2010 tentang Model Perlindungan Perempuan Lanjut Usia yang Responsif Gender. Ditetapkannya peraturan perundang-undangan tersebut sekaligus menjadi dasar yang kuat bagi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk meningkatkan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan melalui upaya pencegahan, pelayanan, dan pemberdayaan. Upaya peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan juga telah melibatkan lembaga

Page 24: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 24  

masyarakat, baik dalam hal peningkatan kualitas hidup, maupun perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan.

3.1.3.3 TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang masih akan dihadapi, maka tindak lanjut yang akan dilaksanakan ke depan adalah:

1. meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan, antara lain melalui: (a) penyediaan layanan pendidikan masyarakat; (b) pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi; (c) penyehatan lingkungan; (d) peningkatan advokasi dan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program Kependudukan dan KB; (e) fasilitasi politik dalam negeri, termasuk di dalamnya peningkatan kualitas kemampuan perempuan dalam lembaga perwakilan dan peningkatan pelaksanaan pendidikan politik bagi perempuan; dan (f) bina ideologi dan wawasan kebangsaan;

2. meningkatkan perlindungan perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan, antara lain melalui: (a) penyusunan dan harmonisasi kebijakan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan; (b) peningkatan perlindungan dan pelayanan Warga Negara Indonesia (WNI)/Badan Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri; (c) peningkatan perlindungan pekerja perempuan dan penghapusan pekerja anak; serta (d) pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak korban; dan

3. meningkatkan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan, antara lain melalui: (a) penyusunan dan harmonisasi kebijakan bidang pendidikan yang responsif gender; (b) penyusunan dan harmonisasi kebijakan penyusunan data gender; dan (c) perancangan peraturan perundang-undangan.

Page 25: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 25  

3.2 KEBIJAKAN LINTAS BIDANG 3.2.1 PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 mengamanatkan bahwa pelaksanaan pembangunan harus dilaksanaan secara inklusif dan berkeadilan dalam upaya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan inklusif dan berkeadilan dilakukan dengan melibatkan sebanyak-banyaknya masyarakat, termasuk masyarakat miskin, serta berbagai pihak lainnya dalam proses pembangunan dan pemanfaatan hasil pembangunan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. Pembangunan inklusif dan berkeadilan dilaksanakan dengan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor growth). Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi harus dapat diterjemahkan kedalam berbagai kegiatan yang dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin serta memiliki dampak langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, yaitu melalui upaya menjaga kestabilan ekonomi serta upaya keberpihakan (affirmative action).

3.2.1.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Pemerintah melalui berbagai kebijakan dan upaya konkrit telah berhasil menurunkan angka kemiskinan. Akan tetapi diakui adanya pelambatan penurunan kemiskinan, dibandingkan tahun sebelumnya. Berbagai permasalahan dihadapi pemerintah dalam rangka percepatan upaya penanggulangan kemiskinan demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Permasalahan secara makro adalah menjaga stabilitas ekonomi makro agar dapat menjaga tingkat inflasi untuk tidak naik secara tajam, terutama untuk bahan-bahan pokok, yang dapat menurunkan daya beli masyarakat. Arus globalisasi juga menjadi tantangan yang tidak mudah untuk diatasi dalam rangka meningkatkan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Selain itu, perubahan iklim juga berpengaruh pada pendapatan petani dan nelayan yang sebagian besar adalah masyarakat miskin.

Page 26: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 26  

Dilain pihak, upaya keberpihakan Pemerintah kepada masyarakat miskin juga menghadapi permasalahan yang tidak sederhana. Dalam pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan di dalam Klaster I mengenai program bantuan sosial, keakuratan data sasaran program masih menjadi tantangan yang cukup berat. Penggunaan single database untuk rumah tangga sasaran program bantuan sosial sudah mulai dapat dilaksanakan akan tetapi pemutakhiran data secara kontinu agar dapat memperoleh gambaran kondisi riil di lapangan masih menjadi tantangan agar dapat dilaksanakan secara cepat, tepat waktu dan akurat, terutama mengingat perkembangan penduduk miskin yang sangat dinamis, serta keberagaman program bantuan sosial yang akan mempengaruhi target sasaran program. Peran aktif pemerintah daerah menjadi salah satu alternatif yang dapat ditawarkan untuk meningkatkan keakuratan pendataan. Selain itu, koordinasi antar program maupun didalam pelaksanaan di pusat maupun daerah juga masih menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan program bantuan sosial, agar dapat meningkatkan efektivitas program dalam menurunkan kemiskinan. Pelayanan dan penyediaan jaminan sosial khususnya bagi masyarakat lanjut usia yang tidak produktif juga menjadi hal yang masih perlu diperhatikan, demikian juga dalam hal penyediaan fasilitas dan lapangan kerja bagi masyarakat penyandang cacat.

Pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang tergabung dalam Klaster II, juga menghadapi permasalahan yang tidak sederhana. Sinkronisasi program-program sektoral yang berbasis pemberdayaan termasuk juga program-program di daerah dengan PNPM Mandiri, walaupun sudah mulai dijalankan, tetapi masih belum terlaksana secara optimal. Pemanfaatan kelembagaan di tingkat masyarakat yang telah terbentuk melalui PNPM mandiri juga masih belum optimal dilakukan oleh program-program sektoral atau daerah berbasis pemberdayaan masyarakat. Selain itu, integrasi perencanaan partisipatif melalui PNPM Mandiri dengan perencanaan reguler juga masih belum berjalan baik, sehingga sinkronisasi antara kegiatan yang menjadi usulan masyarakat dengan program/kegiatan di daerah masih sangat terbatas. Kegiatan dalam PNPM Mandiri juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat salah satunya melalui penciptaan lapangan kerja. Akan tetapi lapangan

Page 27: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 27  

kerja yang tercipta masih belum berkelanjutan bagi masyarakat miskin di perdesaan dan perkotaan, sehingga menjadi tantangan bagi Pemerintah agar PNPM Mandiri dapat memberikan kesempatan kerja yang berkelanjutan melalui kegiatan ekonomi produktif. Selanjutnya, PNPM Mandiri memberikan dampak yang relatif signifikansinya lebih kecil pada kecamatan-kecamatan yang tidak miskin dan juga proses pembangunan partisipasi masyarakat belum seutuhnya berjalan secara optimal terutama bagi masyarakat di daerah terpencil maupun tertinggal. Dengan demikian, menjadi tantangan Pemerintah untuk terus memperbaiki rancangan PNPM Mandiri khususnya untuk dapat mengakomodasi berbagai hal tersebut.

Adapun permasalahan utama dalam pelaksanaan Klaster Ketiga Program Penanggulangan Kemiskinan yang berupa pemberdayaan UMKM adalah jangkauan program-program Pemerintah yang masih terbatas. Meskipun jangkauan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah diperluas baik dari sisi bank penyalur maupun keterlibatan aktif Pemerintah Daerah, namun masih banyak UMKM dan koperasi yang belum bisa mengakses KUR, terutama UMKM dan koperasi di sektor-sektor produktif seperti pertanian, perikanan, kehutanan, dan industri kecil. Hal ini di satu sisi disebabkan kelayakan UMKM di sektor-sektor tersebut yang masih rendah, di sisi lain disebabkan oleh persepsi resiko kredit yang tinggi dari perbankan dan keterbatasan informasi. Kurangnya sosialisasi mengenai KUR juga menyebabkan masyarakat belum memiliki pemahaman mengenai KUR yang lengkap. Penyediaan bantuan dana bagi UMKM juga belum mampu meningkatkan akses UMKM kepada sumber permodalan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, khususnya untuk usaha baru. Oleh sebab itu, program-program dukungan akses pembiayaan di dalam Klaster Ketiga Penanggulangan Kemiskinan juga perlu dipadukan dengan upaya-upaya peningkatan kapasitas dan kelembagaan sehingga mampu mendorong peningkatan skala usaha dan pendapatan usaha mikro dan kecil secara berkelanjutan.

Pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat. Akan tetapi, permasalahan yang dihadapi dan perlu menjadi perhatian adalah peningkatan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia yang masuk ke pasar kerja

Page 28: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 28  

rendah sehingga belum mampu bersaing di dalam era globalisasi. Oleh sebab itu, upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi calon pekerja menjadi hal penting untuk diperhatikan.

3.2.1.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL YANG TELAH DICAPAI

Langkah-langkah Kebijakan

Berbagai kebijakan telah dilaksanakan untuk menjaga kestabilan ekonomi dan hal ini telah berhasil mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,5 persen pada triwulan pertama tahun 2011 (year on year) dari 6,1 persen pada tahun 2010 dan 4,5 persen tahun 2009. Selanjutnya, pada bulan Februari 2011, tingkat pengangguran terbuka telah berhasil diturunkan menjadi 6,8 persen dari 7,41 persen pada bulan Februari 2010. Penurunan tingkat pengangguran ini dapat menjadi indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi telah berhasil meningkatkan kesempatan kerja.

Selain kebijakan yang bersifat makro ekonomi, Pemerintah juga telah menyusun kebijakan yang berpihak kepada masyarakat miskin atau pro-poor, melalui 3 (tiga) Klaster Program Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2010. Upaya pengelompokan program penanggulangan kemiskinan ditujukan untuk mengefektifkan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan. Ketiga Klaster program penanggulangan kemiskinan ini adalah: (i) klaster program bantuan sosial berbasis keluarga, meliputi Program Keluarga Harapan (PKH), jaminan kesehatan masyarakat miskin (Jamkesmas), beasiswa miskin, program subsidi beras untuk masyarakat miskin (Raskin) dan program bantuan sosial lainnya; (ii) klaster program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang tergabung dalam payung kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri; dan (iii) klaster program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan UMKM, melalui penyaluran Kredit Untuk Rakyat (KUR) dan

Page 29: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 29  

program-program untuk peningkatan akses pada pemodalan lainnya. Melalui pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan serta didukung dengan upaya menjaga stabilitas ekonomi makro, angka kemiskinan telah berhasil diturunkan menjadi 12,49 persen pada bulan Maret 2011, dari 13,33 persen pada tahun 2010. Selanjutnya, melalui Perpres ini, juga diupayakan untuk meningkatkan sinkronisasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, serta harmonisasi antar pelaku dan para pihak terkait baik di pusat maupun di daerah agar efektif dalam menurunkan angka kemiskinan dan menyejahterakan masyarakat.

Hasil-hasil yang dicapai

Upaya keberpihakan yang dilakukan Pemerintah telah berhasil memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat. Dalam satu tahun terakhir, jumlah lapangan kerja yang tercipta mencapai 3,87 juta orang, sehingga jumlah pengangguran terbuka telah berhasil diturunkan sekitar 472.000 orang. Sebagian besar lapangan kerja yang tercipta adalah lapangan kerja sektor jasa (3,57 juta orang) dan disusul oleh sektor industri (657 ribu orang), sedangkan lapangan kerja sektor pertanian berkurang 355 ribu orang. Selain kuantitasnya meningkat, kualitas lapangan kerja yang tercipta pun membaik. Jumlah lapangan kerja formal meningkat 4,36 juta orang, sedangkan lapangan kerja informal menurun 485 ribu orang. Dari sisi pendidikan, 49,53 persen orang yang bekerja masih berpendidikan SD dan SD ke bawah, dan persentase ini cenderung tidak berubah.

Program-program bantuan sosial telah dilaksanakan secara terpadu dengan menggunakan basis data yang seragam, yaitu data rumah tangga sasaran hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2008 dan saat ini sedang dimutakhirkan melalui PPLS 2011 oleh Badan Pusat Statistik. Koordinasi antar kementerian dan lembaga maupun antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan program bantuan sosial juga telah diupayakan untuk ditingkatkan salah satunya melalui pelaksanaan Program Keluarga Harapan dan program subsidi beras untuk masyarakat miskin (Raskin) yang ditujukan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin. PKH yang ditujukan untuk menurunkan angka

Page 30: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 30  

kemiskinan dengan sasaran rumah tangga sangat miskin (RTSM) dan melalui pendekatan pada sektor pendidikan dan kesehatan telah berhasil diperluas ke 88 kabupaten/kota pada 20 provinsi dengan penerima sebanyak 772.830 RTSM pada tahun 2010. Direncanakan untuk tahun 2011, PKH akan dilaksanakan di 118 kabupaten/kota pada 25 provinsi dengan penerima manfaat sebanyak 1.116.000 RTSM. Secara umum, PKH telah memberikan dampak berupa peningkatan daya beli RTSM untuk komponen kesehatan dan pendidikan, peningkatan kesehatan RTSM berupa peningkatan cakupan imunisasi dan penurunan status malnutrisi, serta peningkatan siswa miskin yang terdaftar di satuan pendidikan setingkat SMP. Selanjutnya, Raskin pada tahun 2010 telah disalurkan kepada 17.488.007 rumah tangga sasaran dengan alokasi 15 kg per rumah tangga selama 12 bulan. Realisasi penyaluran Raskin pada tahun 2010 mencapai 98,67 persen meningkat dari tahun 2009 yang hanya 97,74 persen. Bahkan pada tahun 2010 juga telah dibagikan Raskin ke-13 dalam rangka mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin akibat lojakan harga. Untuk tahun 2011, realisasi Raskin sampai dengan Juni 2011 yang diberikan kepada 17.488.007 rumah tangga sasaran telah mencapai 50,87 persen.

Selain PKH, Pemerintah juga menyelenggarakan kegiatan bantuan dan pelayanan sosial bagi anak, lanjut usia, dan penyandang cacat telantar. Hasil evaluasi Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) tahun 2010, telah berhasil meningkatkan kesejahteraan anak-anak yang sebelumnya berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan, termarjinalkan dan tidak memiliki akses ke dalam sistem pelayanan sosial dasar. Beberapa kegiatan pelayanan sosial bagi lanjut usia dilaksanakan dalam bentuk pemberian Jaminan Sosial Lanjut Usia (JSLU), bantuan kebutuhan dasar, pendampingan dan perawatan bagi lanjut usia, dan peningkatan keterampilan, serta bantuan pengembangan usaha. Untuk meningkatkan kualitas hidup dan akses, serta perlindungan sosial para penyandang cacat atau orang dengan kecacatan berat, dilaksanakan pemberian bantuan JSPC (Jaminan Sosial Penyandang Cacat) sejak tahun 2006, saat ini telah mencapai 19.500 orang.

Page 31: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 31  

Upaya keberpihakan pemerintah kepada masyarakat miskin tidak hanya dilakukan melalui pemberian bantuan sosial, tetapi juga dengan melakukan pemberdayaan masyarakat miskin sehingga mereka memiliki keberdayaan dan kemandirian untuk terlibat aktif di dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, pemerintah telah memberikan bantuan langsung masyarakat (BLM) melalui kecamatan dan kelurahan untuk menjadi insentif bagi pembangunan modal sosial maupun untuk memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat setempat. Pada tahun 2011, PNPM Mandiri telah menjangkau seluruh kecamatan sebanyak 6.622 kecamatan dengan alokasi pendanaan sebesar Rp 14,98 triliun, meningkat dari alokasi tahun 2010 yang sebesar Rp 11,41 triliun. Penambahan anggaran dilakukan untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan PNPM Mandiri melalui pemenuhan BLM bagi lokasi-lokasi PNPM Perdesaan dan Perkotaan, serta untuk meningkatkan kesempatan kerja melalui usaha ekonomi produktif terutama di kecamatan-kecamatan dengan potensi tenaga kerja Indonesia yang tinggi. Melalui pelaksanaan PNPM Mandiri pada tahun 2010 telah terserap 5,22 juta tenaga kerja dengan jumlah sebesar 66,72 juta hari orang kerja (HOK), sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Kesinambungan pelaksanaan PNPM Mandiri juga sudah dilakukan dengan mulai mengintegrasikan program-program sektoral kedalam PNPM Mandiri Inti sebagai PNPM Penguatan, diantaranya adalah PNPM Mandiri Keluatan dan Perikanan, PNPM PUAP, PNPM Pariwisata, PNPM Permukiman, PNPM SANIMAS, PNPM LMP, PNPM Generasi, dan PNPM integrasi (P2SPP). Diharapkan dengan integrasi PNPM Penguatan dengan PNPM Mandiri Inti akan semakin meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program-program sektoral berbasis pemberdayaan masyarakat.

Percepatan pertumbuhan ekonomi yang inklusif juga ditunjukkan oleh semakin berkembangnya usaha-usaha produktif sehingga pendapatan masyarakat ikut meningkat. Kemajuan ini dicapai sebagai hasil dari keberpihakan Pemerintah dalam mendorong pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta koperasi, sebagai basis dari sebagian besar kegiatan ekonomi masyarakat. Salah satu keberpihakan Pemerintah tersebut

Page 32: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 32  

diwujudkan dalam penyediaan penjaminan kredit/pembiayaan bagi UMKM dan koperasi melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Volume penyaluran KUR sejak tahun 2007 terus meningkat sehingga sampai semester satu tahun 2011 telah mencapai Rp 48,99 triliun. Dengan jumlah debitur KUR mencapai 4,80 juta debitur, KUR saat ini merupakan salah satu program penjaminan kredit bagi usaha mikro dan kecil terbesar di dunia. Namun peningkatan akses UMKM dan koperasi kepada sumber pembiayaan belum cukup untuk memampukan UMKM dan koperasi untuk semakin produktif dan berdaya saing. Oleh karena itu, Pemerintah juga mengupayakan perbaikan iklim usaha bagi UMKM dan koperasi, penyediaan dukungan untuk meningkatkan keterampilan berwirausaha dan manajemen, peningkatan jangkauan pasar, serta perbaikan kualitas kelembagaan koperasi.

3.2.1.3 TINDAK LANJUT YANG MASIH DIPERLUKAN

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan serta mendukung percepatan penurunan kemiskinan, Pemerintah telah menetapkan untuk melakukan perluasan program-program pro-rakyat melalui pelaksanaan 6 (enam) program di bawah Klaster IV program pro-rakyat, meliputi: 1) pembangunan rumah murah dan sangat murah bagi masyarakat sangat miskin dan miskin, 2) penyediaan angkutan umum murah, 3) penyediaan air bersih untuk rakyat, 4) penyediaan listrik murah dan hemat serta terjangkau bagi masyarakat miskin, 5) peningkatan kehidupan nelayan yang diarahkan pada sejumlah pangkalan pendaratan ikan (PPI), dan 6) peningkatan kehidupan masyarakat terpinggirkan perkotaan. Perluasan program pro-rakyat ini ditujukan untuk melengkapi berbagai program dan kegiatan yang telah dijalankan melalui tiga klaster program penanggulangan kemiskinan. Melalui program pro-rakyat, diharapkan akan semakin memperdalam fokus program-program sektoral bagi upaya penurunan kemiskinan termasuk memperluas cakupan sasaran, program dan kegiatan yang akan dimasukkan serta keterlibatan berbagai pihak dalam pendanaan dan pelaksanaannya. Selain itu, diharapkan pula akan terjadi koordinasi dan sinkronisasi program dan kegiatan. Untuk tahun 2012 telah

Page 33: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 33  

dianggarkan dana sebesar Rp 5,3 triliun untuk pelaksanaan program pro-rakyat di bawah Klaster IV. Dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan program Klaster 4, telah ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 1 tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan Program Pro-Rakyat yang diketuai oleh Menko Perekonomian dengan wakil, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Tim ini bertugas untuk: (1) menyusun kebijakan dan Rencana Aksi (Renaksi) Nasional Peningkatan dan Perluasan Program Pro-Rakyat; (2) mengsinkronisasikan kebijakan dan Rencana Aksi Nasional Peningkatan dan Perluasan Program Pro-Rakyat; (3) menyiapkan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Peningkatan dan Perluasan Program Pro-Rakyat; dan (4) memastikan pelaksanaan seluruh Rencana Aksi Nasional Peningkatan dan Perluasan Program Pro-Rakyat, berjalan sesuai kebijakan yang telah ditetapkan.

Pelaksanaan bantuan sosial melalui berbagai program dan kegiatan akan terus dilaksanakan dengan memperbaiki data dasar penerima program melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang saat ini sedang dilaksanakan. Diharapkan melalui perbaikan data penerima, ketepatan sasaran program dapat ditingkatkan. Selain itu, upaya koordinasi antar sektor dan antara Pusat dan daerah akan terus ditingkatkan termasuk juga peningkatan kualitas para pelaksana program dan kegiatan sehingga diharapkan dapat semakin meningkatkan efektivitas pelaksanaan program-program bantuan sosial. Perluasan sasaran dan lokasi program bantuan sosial juga akan ditingkatkan, salah satunya adalah PKH yang akan dilaksanakan di 166 Kabupaten/Kota di 33 Provinsi dengan jumlah peserta meningkat menjadi 1.516.000 RTSM.

Pemberdayaan masyarakat tetap masih mejadi fokus dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan melalui peningkatan kualitas pelaksanaan PNPM Mandiri. Perbaikan disain PNPM Mandiri akan dilakukan agar dapat benar-benar menjadi media bagi peningkatan keberdayaan dan kemandirian masyarakat serta memiliki dampak yang signifikan bagi pengurangan kemiskinan. Sikronisasi dan koordinasi antar sektor juga akan ditingkatkan dan dalam hal ini peran Tim Pengendali PNPM maupun Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD)

Page 34: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 34  

perlu terus ditingkatkan. Integrasi PNPM Mandiri dengan PNPM Penguatan akan terus dilakukan secara selektif, terutama bagi sektor-sektor yang memiliki program berbasis pemberdayaan masyarakat. Pemerintah juga terus melakukan upaya untuk mensinkronkan perencanaan partisipatif dengan perencanaan reguler melalui beberapa kegiatan uji coba yang memberikan gambaran positif. Sehingga diharapkan usulan dari masyarakat dapat diakomodasi dalam perencanaan sektoral di daerah dan pusat. Untuk meningkatkan keberlanjutan dari kelembagaan yang telah terbentuk di tingkat masyarakat, khususnya kelembagaan keuangan di tingkat masyarakat masih perlu dilakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan kelembagaan keuangan mikro lainnya. Upaya untuk mengaitkan program dan kegiatan pada Klaster II dengan Klaster III, terkait dengan peningkatakan usaha ekonomi produktif akan terus dilakukan sehingga terjadi kesinambungan program penanggulangan kemiskinan.

Kebijakan pembangunan yang inklusif perlu diperkuat melalui pengembangan usaha-usaha produktif yang dijalankan oleh rakyat miskin yang difasilitasi dalam kelembagaan koperasi. Upaya ini juga perlu didukung dengan penyediaan kesempatan usaha sehingga mampu mendorong tumbuhnya usaha baru skala mikro dan kecil yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi usaha yang lebih besar. Dukungan juga perlu diberikan dalam rangka perbaikan kebijakan perijinan dan perlindungan usaha, serta penguatan struktur usaha UMKM dan koperasi baik dari aspek kapasitas sumber daya manusia, produksi, pemasaran, maupun sistem pendukungnya. Pemerintah juga menyediakan pendampingan dan bantuan usaha bagi usaha mikro yang masih tergolong kelompok masyarakat miskin agar usahanya dapat tumbuh menjadi usaha yang layak dan berkelanjutan.

3.2.2 PERUBAHAN IKLIM

Perubahan iklim saat ini telah menjadi isu penting yang mendapat perhatian besar di kalangan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Perhatian terhadap perubahan iklim tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan nasional. Hal ini karena perubahan iklim akan sangat berpengaruh secara signifikan terhadap

Page 35: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 35  

target-target pembangunan nasional seperti ancaman terhadap ketahanan pangan, ancaman terhadap penduduk terutama di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, meningkatnya ancaman bencana seperti banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan, serta menurunnya keanekaragaman hayati dan munculnya berbagai penyakit akibat perubahan iklim, dan lain-lain. Perubahan iklim akan berpengaruh sangat negatif terhadap target pembangunan nasional apabila tidak diantisipasi secara optimal.

3.2.2.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Permasalahan yang dihadapi dalam penanggulangan dampak perubahan iklim sangat erat kaitannya dengan kapasitas lembaga pengelola sumber daya manusia yang terlibat, kebijakan dibidang perubahan iklim. Berkaitan dengan kapasitas lembaga pengelola permasalahan yang dihadapi rendahnya kesiapan institusi dalam penanggulangan perubahan iklim, penanganan yang bersifat parsial dan belum adanya panduan yang bersifat nasional, serta rendahnya koordinasi antarpemangku kepentingan dalam penanggulangan dampak perubahan iklim. Berkaitan dengan kapasitas sumber daya manusia, masih dihadapi permasalahan antara lain rendahnya kapasitas sumber daya manusia dan masih kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap upaya penanganan perubahan iklim. Sedangkan di bidang instrumen penerapan, permasalahan yang dihadapai adalah masih kurangnya kebijakan dan peraturan yang berpihak pada pelaksana kegiatan di bidang perubahan iklim, masih terbatasnya sumber-sumber pendanaan bagi kegiatan penanganan dampak perubahan iklim, serta belum terciptanya sistem dan mekanisme insentif/disinsentif.

3.2.2.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI

Langkah-langkah Kebijakan

Langkah-langkah kebijakan untuk mengantisipasi dampak dan mengendalikan laju perubahan iklim adalah sebagai berikut: (1) Menyusun kelengkapan instrumen dan peraturan dasar pelaksanaan

Page 36: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 36  

penurunan emisi gas rumah kaca, antara lain dengan menyusun, melakukan sosialisasi dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), menyusun pedoman penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK), dan menyiapkan inventarisasi GRK sebagai basis data dalam menurunkan emisi GRK; (2) Meningkatkan upaya mitigasi terutama di sektor kehutanan dan energi; (3) Meningkatkan upaya adaptasi pada sektor pertanian dan perikanan, terutama pengamanan produksi pangan; (4) Meningkatkan riset dan menerapkan teknologi mutakhir dan rendah emisi dalam rangka adaptasi terhadap perubahan iklim; (5) Sosialisasi dan diseminasi mengenai perubahan iklim kepada masyarakat luas secara langsung maupun melalui media massa/ elektronik, untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas terutama di daerah-daerah; dan (6) Melakukan pemantauan secara melekat terhadap pelaksanaan upaya mitigasi dan adaptasi untuk mengukur capaian target penanganan perubahan iklim.

Hasil-hasil yang Dicapai

Dalam menerapkan kebijakan lintasbidang dalam menghadapi perubahan iklim global, telah dilaksanakan upaya-upaya antara lain sebagai berikut:

Sebagai wujud komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada tahun 2020, pada tahun 2010 Indonesia telah menyusun Rancangan Peraturan Presiden mengenai RAN-GRK 2020 yang dalam tahun 2011 ini akan segera disahkan dalam bentuk Peraturan Presiden. Selanjutnya, untuk lebih membantu pelaksanaan penurunan emisi GRK di daerah-daerah, saat ini sedang disusun pedoman untuk Penyusunan RAD-GRK yang akan membantu sinergi antara program tingkat nasional dan daerah untuk mempercepat pencapaian target penurunan emisi. Selain itu, telah disusun pula Rancangan Peraturan Presiden tentang Inventarisasi Gas Rumah Kaca yang merupakan bagian dari pelaksanaan RAN-GRK agar inventarisasi dapat menghasilkan program pengurangan emisi GRK yang terukur, terlaporkan dan terverifikasi (measurable, reportable and verifiable/MRV). Salah

Page 37: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 37  

satu upaya yang dilakukan untuk menunjang penurunan emisi GRK adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan.

Dalam hal pendanaan, telah dibentuk wadah pengelolaan dana perubahan iklim dalam Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF). Dana dalam ICCTF disepakati untuk digunakan bagi tiga kegiatan, yaitu: (1) pengembangan pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, (2) langkah-langkah konservasi energi, dan (3) penyadaran publik, pelatihan dan pendidikan untuk upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Berkaitan dengan upaya mitigasi perubahan iklim, di sektor kehutanan, telah dilakukan upaya penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan (Sustainable Forest Management/ SFM) yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan penyerapan gas karbon dioksida. Pada sektor energi, telah dilakukan upaya penerapan program efisiensi energi dan pemanfaatan energi terbarukan untuk mengurangi emisi karbon serta perencanaan penerapan program Reducing Emission from Fossil Fuel Burning (REFF-Burn) pengembangan bahan bakar nabati, serta pelaksanaan desa mandiri energi.

Selanjutnya, untuk melakukan tindakan adaptasi di bidang perubahan iklim, diperlukan upaya menanggulangi kerentanan yang dapat menghindarkan kesalahan dalam tindakan adaptasi. Untuk itu, telah dilakukan Kajian Kerentanan dan Adaptasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Upaya tersebut bertujuan untuk memperkirakan tingkat kerentanan sektor-sektor prioritas yang dihadapi suatu daerah, dan pada kebijakan adaptasi yang diperlukan untuk dimasukkan ke dalam RPJM Daerah. Pengembangan upaya tersebut dilakukan dalam tiga tingkatan, yaitu: makro (nasional), meso (provinsi), dan mikro (kabupaten/kota). Pada tingkat kabupaten/kota, uji coba dilakukan di Lombok dan Mataram, yang hasilnya direplikasi di Tarakan dan Malang, serta untuk tingkat provinsi, direplikasi di Sumatera Selatan.

Upaya adaptasi pada sektor kelautan dilakukan melalui pengembangan kapasitas masyarakat di bidang mitigasi bencana,

Page 38: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 38  

adaptasi dampak perubahan iklim dan mitigasi pencemaran melalui sosialisasi, penyadaran masyarakat dan pelatihan, serta Gerakan Bersih Pantai dan Laut. Sedangkan pengembangan upaya adaptasi dampak perubahan iklim di bidang pertanian dan peternakan, serta perikanan antara lain dilakukan melalui pengembangan Sistem Intensifikasi Beras (System of Rice Intensification–SRI), pengembangan penelitian sumber daya lahan pertanian, penyiapan kalender tanam semi dinamik untuk Kalimantan dan Sulawesi, pengembangan pola integrasi tanaman-ternak, pengembangan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Perubahan Iklim, pengelolaan sumberdaya ikan, serta pengembangan sistem kesehatan ikan dan lingkungan pembudidayaan ikan.

Dalam rangka peningkatan kualitas informasi, dilakukan penguatan jaringan untuk mengembangkan informasi dini di bidang iklim dan cuaca secara cepat dan akurat, serta kerjasama dengan media massa/elektronik dan daerah sebagai instrumen untuk mengambil langkah-langkah antisipasi perubahan iklim.

3.2.2.3 TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Memperhatikan permasalahan dan hasil pencapaian tersebut diatas, maka kebijakan lintas bidang untuk mengantisipasi dampak serta laju perubahan iklim ke depan perlu diarahkan untuk mewujudkan peningkatan kapasitas penanganan dampak dan laju perubahan iklim yang tepat dan akurat, dengan upaya-upaya meliputi: (1)0peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di berbagai sektor pembangunan dan penguatan kelembagaan; (2) pengurangan emisi di sektor energi, kehutanan dan limbah; (3) peningkatan kapasitas adaptasi sektor dan daerah terutama dalam bidang pertanian, kelautan dan perikanan, kesehatan dan sumber daya air; (4) penyediaan dana alternatif untuk pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengendalian perubahan iklim; serta (5) pengembangan kebijakan dan peraturan perundangan mengenai perubahan iklim.

Page 39: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 39  

3.2.3 PEMBANGUNAN KELAUTAN BERDIMENSI KEPULAUAN

Sebagai negara kepulauan, tata kelola pembangunan Indonesia masih bias ke daratan. Hal ini mengakibatkan pendekatan archipelagic state sebagai kerangka pembangunan nasional belum secara optimal dilaksanakan. Laut yang memisahkan pulau-pulau Indonesia masih dipandang sebagai kendala pembangunan dari pada sebagai tantangan yang harus diselesaikan, sementara potensi besar yang ada didalamnya menjadi terabaikan.

3.2.3.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan pembangunan kelautan berdimensi kepulauan antara lain adalah, pertama: belum selesainya batas wilayah laut Indonesia dengan negara tetangga. Indonesia memiliki batas laut dengan sepuluh negara tetangga. Penyelesaian batas wilayah Indonesia masih merupakan isu penting yang perlu mendapat perhatian karena tidak hanya menyangkut keutuhan wilayah NKRI, namun juga berkaitan dengan pemerataan pembangunan di daerah perbatasan.

Kedua, permasalahan terkait dengan pelanggaran kedaulatan, gangguan keamanan di wilayah laut, yurisdiksi nasional. Tantangan yang masih dihadapi antara lain: terbatasnya sarana dan prasarana penjagaan dan pengawasan wilayah perairan yurisdiksi nasional yang menyebabkan keterbatasan cakupan pengawasan dan operasi keamanan di laut. Sementara, teknologi kapal illegal semakin modern dan kemampuan operator kapal ilegal semakin berkembang yang berpotensi pelanggaran hukum di laut semakin bervariasi dan semakin sulit untuk diatasi. Selain itu, sebagai negara kepulauan dengan 3 (tiga) ALKI (alur laut kepulauan Indonesia), Indonesia mempunyai kewajiban menyediakan pengamanan terhadap jalur pelayaran internasional di jalur ALKI tersebut. Sesuai Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1816 pada tanggal 2 Juni 2008, apabila permasalahan keamanan laut tidak ditangani dengan baik dapat berpotensi pada masuknya pihak/negara asing yang ikut melakukan pengamanan di wilayah yurisdiksi nasional sebagaimana

Page 40: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 40  

dilakukan di perairan Somalia. Pada sisi lain, dunia pelayaran internasional masih menempatkan Selat Malaka dan beberapa wilayah perairan internasional Indonesia lainnya sebagai wilayah yang belum cukup jaminan keamanannya. Penilaian ini dapat memunculkan kekhawatiran bagi para pelintas di wilayah perairan Indonesia dan dapat menimbulkan pandangan negatif bagi dunia pelayaran di Indonesia.

Wilayah perbatasan laut, terutama pulau-pulau kecil terdepan/terluar kondisinya masih tertinggal. Kesenjangan ekonomi antara masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil terdepan/terluar dengan penduduk di negara tetangga dapat berdampak bagi penurunan rasa kebangsaan atau nasionalisme. Pulau-pulau kecil terdepan/terluar, selain terdapat kesenjangan ekonomi di masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut, juga merupakan daerah yang rawan terhadap pelanggaran wilayah kedaulatan dan pelanggaran hukum, serta merupakan daerah yang rentan terhadap kerusakan alam dan dampak perubahan iklim.

Ketiga, permasalahan terkait keterbatasan sarana prasarana di wilayah kepulauan terpencil dan terluar. Untuk wilayah kepulauan, permasalahan interkoneksi antarwilayah sangat terkait erat dengan transportasi antarpulau dan berpengaruh pada distribusi logistik antarpulau. Dalam upaya penguatan konektivitas nasional, permasalahan yang masih dihadapi dalam transportasi laut yang berperan sebagai penghubung antarpulau adalah terbatasnya jumlah kapal dan rute pelayanan penyediaan transportasi angkutan laut dan penyeberangan perintis. Selain itu, peningkatan demand pada pelabuhan utama belum dimbangi dengan peningkatan kapasitas sarana dan prasarana serta kualitas pelayanan yang diperlukan, antara lain: kapasitas pelabuhan, waktu tunggu di pelabuhan, sistem jaringan transportasi inter dan antar moda di pelabuhan. Luasnya wilayah perairan Indonesia, juga berpengaruh pada lambatnya tingkat pemenuhan rasio kecukupan dan keandalan keselamatan dan keamanan pelayaran. Kemampuan profesionalisme, jumlah SDM dan perlengkapan dalam pengawasan dan patroli keselamatan pelayaran masih sangat rendah. Demikian juga untuk informasi meteorologi maritim juga masih menghadapi masalah terkait distribusi informasi cuaca dan prakiraan tinggi gelombang untuk keselamatan pelayaran

Page 41: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 41  

melalui stasiun radio pantai belum menjangkau ke pelabuhan umum, pelabuhan-pelabuhan perikanan dan pelabuhan lokal. Berdasarkan Inpres No. 5 tahun 2005 tentang pemberdayaan industri pelayaran nasional, pemenuhan asas cabotage juga masih belum tercapai.

Keempat, permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan kelautan adalah menurunnya kualitas ekosistem pesisir dan laut, yang dapat berakibat pada menurunnya ketersediaan sumber daya plasma nutfah. Bertambahnya jumlah penduduk dan bertambahnya kegiatan-kegiatan pembangunan di sektor lain menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem pesisir dan laut, seperti pencemaran lingkungan laut dan pesisir akibat limbah hasil samping kegiatan pertambangan, manufaktur dan agroindustri, limbah aktivitas kehutanan, dan pencemaran akibat tumpahan minyak, serta kerusakan pada mangrove dan padang lamun akibat perubahan penggunaan lahan, serta kerusakan pada terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut. Selain itu, kerusakan lingkungan juga berpotensi semakin meningkat akibat adanya pemanasan global yang menyebabkan meningkatnya muka air laut yang menyebabkan terjadinya banjir, abrasi dan intrusi air laut, serta terjadinya pemutihan terumbu karang (coral bleaching) akibat perubahan iklim. Praktik penangkapan ikan yang merusak dan penambangan terumbu karang juga telah memperparah kondisi ekosistem pesisir dan laut.

Kelima, permasalahan yang terkait dengan proses perencanaan dan pembangunan kelautan, terutama masih terbatasnya berbagai informasi geospasial sumber daya kelautan yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi.

3.2.3.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI

Langkah-langkah Kebijakan

Dalam rangka mengatasi pemasalahan yang dihadapi pembangunan kelautan berdimensi kepulauan telah disusun langkah-langkah kebijakan yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan program dan kegiatan seluruh sektor pembangunan terkait. Langkah-langkah kebijakan tersebut adalah: (1) Akselerasi

Page 42: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 42  

penyelesaian batas laut dengan negara tetangga; (2) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pelanggaran di laut, serta menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI; (3) Meningkatkan sarana dan prasarana dasar di pulau-pulau kecil, termasuk pulau terluar; serta peningkatan sarana dan prasarana penghubung antarpulau dalam rangka menjadikan laut sebagai perekat NKRI; dan (4) Meningkatkan upaya pelestarian lingkungan pesisir dan laut dalam rangka menjaga dan mempertahankan fungsinya sebagai pendukung kehidupan, serta (5) penguatan data dan informasi kelautan.

Hasil-hasil yang dicapai

Dalam rangka akselerasi penyelesaian batas dengan negara tetangga, telah dilakukan perundingan dengan negara tetangga untuk membuat kesepakatan tentang penetapan garis batas laut teritorial, landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif. Penetapan batas secara tuntas telah dilakukan dengan Papua Nugini berupa batas laut serta Australia berupa batas LK dan ZEE. Ketetapan batas maritim sudah tercapai pada sebagian segmen batas laut wilayah dengan Malaysia dan Singapura, Landas Kontinen dengan India, Thailand, Malysia, Vietnam, Australia, dan Papua Nugini. Hingga tahun 2011 telah terdapat 16 (enam belas) perjanjian perbatasan laut Indonesia dengan negara tetangga.

Dalam rangka peningkatan pengamanan dan pengendalian pelanggaran di laut, serta pengamanan dan menjaga kedaulatan wilayah NKRI, upaya yang ditempuh adalah meningkatkan harmonisasi peran dan fungsi berbagai lembaga pengamanan dan pengawasan di laut, serta kerja sama operasi bersama pengawasan yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), TNI-AL, TNI-AU, Polisi Air, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perhubungan. Hasil yang dicapai antara lain terlaksananya Operasi Gurita 16 dan 17, operasi kapal pengawas, dua kali operasi bersama, pembangunan sistem informasi keamanan laut berbasis realtime, serta peningkatan pengawasan jalur ALKI, utamanya Selat Malaka melalui operasionalisasi sarana dan prasarana radar Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) di Selat Malaka dan Sulawesi,

Page 43: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 43  

pemantauan ketaatan kapal di pelabuhan, pengawasan usaha budidaya, verifikasi kapal perikanan, dan pengawasan sumber daya kelautan pada ekosistem pesisir serta pencemaran laut, serta peningkatan pemantauan melalui Vessel Monitoring System dan peningkatan penanganan tindak pidana perikanan.

Masalah perbatasan tidak hanya menyangkut keutuhan wilayah NKRI, tetapi juga berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan, terutama di daerah-daerah yang berbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terdepan/terluar. Upaya yang telah dilakukan antara lain melalui peningkatan sarana dan prasarana penghubung antarpulau dalam rangka menjadikan laut sebagai perekat NKRI, serta membangun fasilitas dasar (listrik, air, dan telekomunikasi) di pulau-pulau kecil terdepan/terluar, dan penetapan peraturan perundangan tentang pulau-pulau kecil, antara lain PP No 62 tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Peningkatan penyediaan transportasi laut juga telah dilakukan melalui pembangunan kapal-kapal angkutan laut perintis tipe coaster yang sesuai untuk angkutan penumpang dan barang beserta penyediaan subsidi operasinya. Sebagai hasilnya, pada tahun tahun anggaran 2011, pemerintah telah mengoperasikan kapal tipe coaster sebanyak 28 unit kapal yang melayani 61 (enam puluh satu) trayek. Selanjutnya, dalam rangka mempercepat Pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2005 dilakukan peningkatan dan pemberdayaan jumlah armada serta kemudahan pendirian perusahaan pelayaran nasional melalui penerbitan Surat Izin Usaha dan Operasi. Sesuai dengan tuntutan standar pelayanan dalam rangka keselamatan yang makin meningkat, untuk penyediaan informasi cuaca, telah dilakukan otomatisasi pengamatan dengan pembangunan Automatic Weather Observation System (AWOS), pembangunan pos pelayanan informasi meteorologi dan sejumlah 56 pelabuhan telah memperoleh pelayanan informasi cuaca maritim dan prakiraan tinggi gelombang laut.

Selanjutnya, dalam rangka mempertahankan fungsi ekosistem pesisir dan laut sebagai pendukung kehidupan, dan mewujudkan pembangunan wilayah pesisir dan laut yang berkelanjutan, dilakukan upaya pendekatan pesisir dan laut secara terpadu, baik dengan koordinasi dan sinergi yang kuat antara pelaku pembangunan di

Page 44: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 44  

sektor lainnya, maupun dengan peningkatan kualitas ekosistem dan keanekaragaman hayati laut dengan pelibatan masyarakat secara aktif. Upaya yang dilakukan antara lain melalui pengelolaan kawasan konservasi perairan yang mencapai 13,95 juta ha, rehabilitasi dan pemeliharaan terumbu karang pada 16 kabupaten/kota di 8 provinsi, peningkatan penanaman dan rehabilitasi mangrove, pemetaan kawasan padang lamun (sea grass), rehabilitasi daerah sempadan pantai, serta peningkatan pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah dan pusat, serta peningkatan kerja sama internasional dalam rangka konservasi laut melalui Coral Triangle Initiative (CTI), Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion (SSME), dan Bismarck Solomon Seas Ecoregion (BSSE), pelaksanaan Program Pantai dan Laut Lestari, penyusunan rencana strategis pengelolaan lingkungan pesisir dan laut (Rencana Strategis Pengelolaan Lingkungan Pesisir, antara lain di Kawasan Teluk Tomini, Kawasan Teluk Jakarta). Selain itu, dalam rangka pengendalian pencemaran laut, dilakukan pula upaya identifikasi dan pemetaan 412 titik pembuangan air limbah, pengaturan perijinan pembuangan air limbah, serta penanganan kasus pencemaran laut akibat tumpahan di Indramayu dan tumpahan minyak Montara Well di Laut Timor, Nusa Tenggara Timur.

Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi geospasial sumber daya alam, telah dilakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan informasi geospasial untuk matra laut. Pada tahun 2011 akan dilaksanakan Pemetaan Sumber daya Pesisir dan Pulau Kecil sebanyak 72 NLP, Pemetaan Neraca dan Valuasi Ekonomi Sebagian Pesisir Pulau Jawa dan Pulau Kecil Lainnya sebanyak 40 NLP, pembinaan basis data di 4 kabupaten dan kajian kesesuaian budidaya pesisir dan laut di 4 kabupaten/kota.

3.2.3.3 TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Secara garis besar, dalam rangka mendorong pembangunan kelautan, perlu dilakukan pemanfaatan potensi laut secara optimal, termasuk dengan mengembangkan industri perikanan, mineral dan energi, maritim, wisata bahari, dengan tetap menjaga keseimbangan ekologi, meningkatkan pengawasan dan mempercepat penetapan batas laut.

Page 45: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 45  

Terkait batas laut, tindak lanjut yang akan dilakukan adalah mempercepat penyelesaian batas laut serta pengembangan kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar masih menjadi salah satu perhatian utama Indonesia. Prioritas kebijakan luar negeri terkait border diplomacy adalah: 1) Prioritas pertama adalah perundingan penetapan perbatasan laut dengan Malaysia (batas laut dan darat), Singapura (batas laut wilayah segmen timur), Filipina (batas ZEE dan LK), Palau (batas LK dan ZEE), Vietnam (batas ZEE), Thailand (batas ZEE), dan India (Batas ZEE); 2) Prioritas kedua adalah perundingan penetapan perbatasan dengan Timor Leste (batas laut wilayah, ZEE, LK).

Pengawasan wilayah laut dan daerah perbatasan perlu dilakukan dengan meningkatkan kegiatan pengamanan dan penjagaan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI melalui (a) memperkuat sistem Monitoring, Controlling, and Surveilance termasuk peningkatan sarana dan prasarana pengawasan, (b) peningkatan ekstensifikasi dan intensifikasi patroli atau operasi bersama yang melibatkan seluruh pemangku kewenangan keamanan di laut, (c) melanjutkan pembangunan sistem informasi keamanan laut berbasis realtime sehingga pengawasan (surveillance) keamanan laut dapat diselenggarakan setiap saat dengan cakupan di seluruh wilayah laut yurisdiksi nasional Indonesia, (d) pengembangan SDM pengawasan dan pembinaan kelompok masyarakat pengawas, dan (e) peningkatan penaatan dan penegakan hukum dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.

Peningkatan kehidupan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terdepan/terluar akan dilanjutkan dengan penguatan paradigma pembangunan wilayah perbatasan sebagai halaman depan negara (outward looking), identifikasi potensi dan pemetaan pulau-pulau kecil, akselerasi dan promosi investasi, dan penyediaan infrastruktur pelayanan dasar masyarakat seperti perhubungan dan komunikasi, transportasi, air bersih, listrik, irigasi, kesehatan, pendidikan, pertanian, perikanan dan pelayanan lainnya, serta peningkatan koordinasi pusat, daerah dan pemangku kepentingan untuk mendayagunakan pulau-pulau kecil.

Page 46: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 46  

Dalam rangka meningkatkan akses masyarakat dan meningkatkan keterkaitan antarwilayah, perlu didukung oleh sistem logistik nasional yang handal yang meliputi ketersediaan prasarana dan sarana transportasi antarpulau yang memadai. Untuk itu, tindak lanjut yang diperlukan adalah mengembangkan sarana dan prasarana transportasi antarpulau; mengembangkan dan meningkatkan jumlah lintas pelayanan transportasi perintis serta membangun beberapa kapal perintis dengan tipe dan jenis yang sesuai untuk angkutan penumpang dan barang sesuai dengan kebutuhan daerah, peningkatan pengamanan dan pengawasan serta pembangunan kapal patroli secara berkesinambungan untuk memenuhi percepatan penanganan keselamatan pelayaran. Selain itu, perlu dilakukan pembangunan sarana analisis cuaca dan sistem diseminasi informasi cuaca maritim dan prakiraan tinggi gelombang, dimana sampai dengan tahun 2014 diprogramkan sejumlah 120 pelabuhan akan memperoleh pelayanan informasi cuaca maritim dan prakiraan tinggi gelombang laut.

Dalam rangka peningkatan kualitas ekosistem pesisir dan laut, perlu melanjutkan upaya untuk: (1) peningkatan pengelolaan kawasan konservasi perairan, (2) pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang, mangrove, padang lamun, estuaria, dan teluk, antara lain melalui rehabilitasi ekosistem terumbu karang di 16 kabupaten/kota pada 8 provinsi; (3) pemetaan dan pemantauan kualitas lingkungan dan ekosistem termasuk kawasan pesisir rawan banjir rob; (4) peningkatan koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait dengan pemanfaatan lahan di daerah pesisir dan pengelolaan ekosistem laut dan peningkatan pemahaman masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove dan terumbu karang, serta pelibatan masyarakat untuk pelaksanaan rehabilitasi ekosistem pesisir.

Selanjutnya dalam rangka peningkatan perencanaan dan pembangunan kelautan perlu terus dilakukan berbagai peningkatan baik kualitas maupun kuantitas data dan informasi sumber daya kelautan.

Page 47: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 47  

3.2.4 PERLINDUNGAN ANAK

Kualitas sumber daya manusia dimasa depan ditentukan oleh kualitas tumbuh kembang anak. Oleh sebab itu, sangat penting untuk diperhatikan bagaimana mereka disiapkan, dibentuk, dilindungi, dan dijamin pemenuhan hak-haknya. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sudah menetapkan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Upaya untuk membangun anak menjadi sumber daya manusia yang berkualitas sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, masih ada sejumlah Undang-Undang yang memberi arahan untuk pembangunan anak. Sebagian merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan pada bidang tertentu, dan sebagian lainnya merupakan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang anak. Semua acuan hukum tersebut merupakan bentuk komitmen untuk pembangunan anak, yang dipusatkan pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak anak.

Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut harus digunakan untuk membangun sinergi, sementara itu tugas pokok dan fungsi berbagai instansi pemerintah dan daerah juga harus dijadikan sebagai komponen kesatuan fungsi yang saling mendukung. Namun demikian, pembangunan anak dan penanganan masalah yang mereka hadapi banyak dilakukan secara terpisah-pisah dan belum dalam suatu keterpaduan yang sinergis. Pada tingkat nasional, sesuai dengan fungsi pemerintah, penanganan masalah anak dilakukan dalam berbagai bidang pembangunan melalui lembaga pemerintah yang terkait. Hal yang sama juga terjadi pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan pelaksana pembangunan secara langsung. Sementara pada sisi lain, anak adalah sebuah entitas atau manusia seutuhnya, yang penanganannya harus dilakukan secara holistik dan terintegrasi. Oleh karenanya, dan atas dasar mempertimbangkan kepentingan terbaik untuk anak, sangat

Page 48: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 48  

diperlukan keterpaduan yang sinergis antarpemangku kepentingan dalam pembangunan anak.

3.2.4.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Permasalahan yang dihadapi terkait perlindungan anak pada tahun 2011 adalah sebagai berikut. Pertama, masih belum optimalnya akses terhadap layanan pemenuhan hak tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh masih rendahnya cakupan layanan pengembangan anak usia dini yang holistik dan integratif. Data Kemendiknas menunjukkan bahwa hampir separuh anak usia 0-6 tahun belum mengenyam pendidikan anak usia dini, yakni sekitar 49,38 persen anak pada tahun 2008. Angka partisipasi sekolah (APS) anak semakin menurun pada kelompok usia anak yang lebih tinggi (APS anak usia 7-12 tahun > APS 13-15 tahun > APS 16-18 tahun).

Di bidang kesehatan, permasalahan terkait anak antara lain masih banyaknya anak yang lahir dengan berat badan rendah (BBLR); masih tingginya prevalensi anak yang pendek (stunting) sebagai indikasi kekurangan gizi kronis; dan adanya tantangan baru keadaan gizi berlebih yang menyebabkan obesitas (kegemukan) akibat asupan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, perilaku merokok semakin memburuk dengan makin mudanya usia awal perokok. Pemberian ASI eksklusif juga menurun, yang antara lain disebabkan oleh besarnya pengaruh dari luar seperti pemberian susu formula gratis pada saat ibu melahirkan. Pada tahun 2005, cakupan bayi 0-6 bulan yang disusui secara ekslusif baru mencapai 58, 2 persen.

Kedua, masih tingginya jumlah anak yang mengalami berbagai bentuk kekerasan dan ekploitasi. Data Susenas 2006 menunjukkan bahwa sekitar 4 juta anak mengalami kekerasan setiap tahun. Sementara itu, data Bareskrim POLRI menunjukkan bahwa dalam periode tahun 2004 sampai dengan Oktober 2009 terdapat 538 anak dari 1.722 korban perdagangan orang. Perdagangan anak biasanya ditujukan untuk menjadi pembantu rumah tangga, pekerja seks komersial atau pengemis di jalan, pengedar narkoba, atau

Page 49: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 49  

dieksploitasi di tempat-tempat kerja berbahaya seperti jermal, pertambangan, dan perkebunan. Hasil Survei Pekerja Anak (SPA) tahun 2009 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 4,1 juta anak yang bekerja atau sekitar 6,9 persen dari 58,8 juta anak usia 5-17 tahun. Dari total anak yang bekerja tersebut, sekitar 1,8 juta atau 43,3 persen tergolong pekerja anak karena mereka bekerja pada satu atau lebih kegiatan yang termasuk ke dalam salah satu bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dan umurnya belum mencapai umur minimal yang diperbolehkan secara hukum untuk bekerja (> 15 tahun).

Upaya untuk mencegah anak-anak menjadi korban kekerasan, eksploitasi, dan perdagangan orang juga belum optimal. Hal ini antara lain tercermin dari masih banyaknya anak yang belum mempunyai akta kelahiran, yaitu sekitar 57,18 persen (Supas 2005). Faktor penyebabnya antara lain, rendahnya kesadaran dan pengetahuan orang tua akan pentingnya akta kelahiran bagi anak, tingkat kompleksitas persyaratan pengurusan akta kelahiran, inkonsistensi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengenai jangka waktu pembebasan biaya pengurusan akta kelahiran, terbatasnya akses masyarakat ke kantor pelayanan pencatatan kelahiran karena berada di tingkat kabupaten/kota, dan belum adanya insentif dari kepemilikan akta kelahiran.

Selain itu, jumlah anak yang berhadapan dengan hukum dan ditahan di penjara semakin meningkat, bahkan karena alasan yang sepele seperti mencuri ayam, berkelahi dengan teman, dan lain-lain. Padahal pemenjaraan merupakan pilihan terakhir dalam menangani kasus anak yang berhadapan dengan hukum, mengingat dampak buruknya bagi anak. Berdasarkan data dari Mahkamah Agung, pada tahun 2010, perkara perlindungan anak menempati urutan kedua setelah perkara tindak pidana korupsi yakni sekitar 617 perkara dari 3.291 keseluruhan perkara pidana khusus yang telah diterima. Selain itu, data Kemenhukham tahun 2010 menunjukkan ada sekitar 2.736 anak yang berada di penjara. Oleh karena belum semua provinsi mempunyai Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA), maka mengakibatkan anak yang sedang mengalami proses pemenjaraan dapat digabungkan dengan tahanan orang dewasa, sehingga semakin

Page 50: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 50  

memberikan dampak yang tidak baik bagi perkembangan jiwa anak tersebut. Jumlah LPA di seluruh Indonesia sampai dengan bulan Juli 2010 adalah sebanyak 16 UPT. Selain itu, mekanisme/prosedur penegakan hukum pada anak yang berhadapan dengan hukum masih belum ramah anak.

Ketiga, masih rendahnya kapasitas kelembagaan perlindungan anak. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh: (1) masih terdapatnya peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang tidak konsisten dengan kelangsungan hidup anak (KHA) dan Undang-Undang Perlindungan Anak yang berpotensi merugikan dan menghambat pemenuhan hak-hak anak; (2) belum adanya mekanisme komprehensif yang berlaku dari pusat ke daerah yang ditujukan untuk melindungi anak. Mekanisme yang ada masih bersifat sektoral dan belum memadai sehingga belum dapat menciptakan lingkungan yang aman bagi anak, dan belum memberikan wadah bagi setiap anggota masyarakat, termasuk anak-anak, untuk berpartisipasi dalam upaya pemenuhan hak anak; dan (3) belum tersedianya data dan informasi perlindungan anak yang mutakhir dan mudah diakses secara berkelanjutan.

3.2.4.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI

Langkah-langkah Kebijakan

Dengan memperhatikan permasalahan tersebut di atas, maka sasaran perlindungan anak adalah meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan, dan perlindungan anak yang ditandai dengan: (a) meningkatnya akses dan kualitas layanan perlindungan anak, yang antara lain diukur dengan meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), APS 7-12 tahun, APS 13-15 tahun, APS 16-18 tahun, dan cakupan kunjungan neonatal, serta menurunnya persentase balita gizi buruk; (b) meningkatnya persentase cakupan anak korban kekerasan yang mendapat penanganan pengaduan; dan (c) meningkatnya efektivitas kelembagaan perlindungan anak, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Page 51: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 51  

Dalam mengupayakan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan tersebut, langkah-langkah kebijakan yang dilakukan adalah: (1) peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas, peningkatan partisipasi anak dalam pembangunan, dan upaya penciptaan lingkungan yang ramah anak dalam rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak; (2) peningkatan perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi; dan (3) peningkatan efektivitas kelembagaan perlindungan anak.

Hasil-hasil yang dicapai

Hasil-hasil yang dicapai dalam upaya peningkatan perlindungan anak sampai dengan bulan Juli tahun 2011 adalah sebagai berikut.

Pertama, peningkatan layanan untuk tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak, yang ditandai oleh peningkatan akses anak terhadap layanan pendidikan, peningkatan derajat kesehatan dan gizi anak, serta peningkatan partisipasi anak.

Dari aspek peningkatan akses anak terhadap layanan pendidikan ditandai dengan meningkatnya berbagai angka partisipasi pendidikan, baik angka partisipasi sekolah (APS), angka partisipasi kasar (APK), dan angka partisipasi murni (APM). Data SUSENAS menunjukkan proporsi anak usia 7-12 tahun yang duduk di bangku sekolah (APS 7-12 tahun) meningkat dari 97,95 persen pada tahun 2009 menjadi 98,02 persen pada tahun 2010. Pada kelompok usia 13-15 tahun, APS meningkat dari 85,43 persen pada tahun 2009 menjadi 86,24 persen pada tahun 2010. Pada periode tahun yang sama, APS 16-18 tahun juga mengalami peningkatan dari 55,05 persen menjadi 56,01 persen. Data Kemendiknas menyebutkan bahwa anak yang mengikuti pendidikan usia dini (APK PAUD) pada tahun 2009/2010 sebesar 53,70 persen. Pada periode tahun 2009/2010 – 2010/2011, proporsi anak usia 7-12 tahun yang sedang bersekolah di SD/MI/sederajat (APM SD/MI/sederajat) juga meningkat 95,23 persen menjadi 95,41 persen, sedangkan proporsi anak usia 13-15 tahun yang sedang bersekolah di SMP/MTs/sederajat (APM SMP/MTs/sederajat) meningkat dari 74,52 persen menjadi 75,64 persen. Sementara itu, proporsi anak usia 16-18 yang bersekolah di

Page 52: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 52  

SMA/SMK/MA/sederajat (APM SMA/SMK/MA/sederajat) juga mengalami peningkatan dari 55,73 persen persen menjadi 56,52 persen.

Peningkatan derajat kesehatan dan gizi anak, tercermin dari menurunnya angka kematian bayi (AKB) dari 35 kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2007) dan angka kematian anak balita (AKBA) dari 46 kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) menjadi 44 kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2007). Selain itu, keadaan gizi anak juga semakin membaik yang ditandai oleh menurunnya prevalensi kurang gizi pada anak balita dari 18,4 menurut Riskesdas 2007 menjadi 17,9 menurut Riskesdas 2010 dan menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting) dari 36,8 persen (Riskesdas 2007) menjadi 35,6 persen (Riskesdas 2010). Peningkatan derajat kesehatan dan gizi anak tersebut didukung oleh meningkatnya persentase anak usia 12-23 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap dari 46,2 persen menjadi 53,8 persen, dan frekuensi penimbangan meningkat dari 45,4 persen menjadi 49,4 (Riskesdas 2007 dan 2010). Pada tahun 2010, cakupan pelayanan kesehatan bayi mencapai 84,01 persen dan cakupan pelayanan kesehatan balita mencapai 78,11 persen (Data Kemenkes, 2010). Sementara itu, promosi kesehatan di tingkat keluarga untuk penanganan balita sakit dan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan makanan pelengkap yang sesuai, dan upaya perbaikan gizi masyarakat, antara lain dilakukan melalui pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI), pemberian ASI eksklusif, pemberian kapsul vitamin A pada balita,dan pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil terus ditingkatkan.

Meningkatnya partisipasi anak dalam pembangunan ditandai dengan terbentuk dan aktifnya Forum Anak Nasional (FAN) dan Forum Anak Daerah (FAD) di 15 Provinsi, yaitu: Nusa Tenggara Timur, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Riau, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat. Forum anak tersebut turut berpartisipasi pada 2nd International Conference on Child Friendly Asia Pacific di Kota Solo pada tanggal 30 Juni – 2 Juli 2011. Sampai dengan tahun 2011 telah terbentuk

Page 53: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 53  

kota layak anak (KLA) di 76 kabupaten/kota, yang tersebar di 15 provinsi.

Kedua, peningkatan perlindungan anak dari tindak kekerasan, eksploitasi ekonomi ataupun seksual, penelantaran, diskriminasi, dan berbagai bentuk perlakuan salah lainnya. Hasil yang telah dicapai adalah dilaksanakannya peningkatan dan penguatan lembaga pelayanan untuk perempuan dan anak korban kekerasan, antara lain: (1) sebanyak 305 Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di tingkat Polres yang tersebar di seluruh Indonesia; (2) sebanyak 22 Pusat Krisis Terpadu (PKT) di Rumah Sakit Umum Daerah dan Vertikal, serta 43 Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di Rumah Sakit Polri; (3) sebanyak 29 Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) di 23 provinsi dan 15 Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA); (4) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di 20 provinsi dan 117 kabupaten/kota; dan (5) mekanisme pengaduan bagi anak melalui telepon yang disebut Telepon Sahabat Anak (TESA) 129 di 14 kabupaten/kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Makasar, Bandar Lampung, Pontianak, Surakarta, Sidoarjo, Banda Aceh, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gowa, Serang, Yogyakarta, Semarang, dan Kabupaten Lamongan.

Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi anak dan perempuan korban kekerasan, telah dikembangkan model puskesmas/rumah sakit yang mampu tatalaksana kasus kekerasan terhadap Perempuan (KtP)/kekerasan terhadap anak (KtA). Sedangkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi anak yang berhadapan dengan hukum (baik sebagai pelaku, korban maupun saksi) telah dikembangkan model penanganan anak berhadapan dengan hukum (ABH) dengan pendekatan restorative justice di beberapa propinsi. Sebagai kelanjutan penyusunan RUU tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pada tahun 2011 telah ditetapkan 3 K/L yang bertugas dalam pembahasan RUU tersebut dengan DPR, yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA).

Walaupun sampai pada saat ini jumlah anak di dalam penjara masih cukup besar, karena belum disyahkannya RUU tentang Sistem peradilan Pidana Anak, namun Kemenhukham telah melakukan

Page 54: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 54  

upaya perbaikan dalam penanganan anak yang dipenjara. Saat ini, sekitar 352 anak telah mendapatkan pendidikan dan 580 anak telah memperoleh pendampingan, pembimbingan, dan serta perawatan dan pelayan kesehatan sesuai dengan standar kesehatan.

Sebagai upaya untuk meningkatkan perlindungan bagi anak dari keluarga miskin, Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) telah menyalurkan bantuan sosial (tabungan tunai bersyarat) kepada 147.321 anak pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 160.485 anak pada tahun 2011. Anak yang menjadi sasaran dari PKSA tersebut terdiri dari anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak dengan kecacatan, anak berhadapan dengan hukum, dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Bantuan PKSA ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak dan balita, mengakses layanan sosial (pengurusan akte kelahiran, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya), serta penguatan tanggung jawab orang tua/keluarga. Selain itu, telah dilaksanakan pula peningkatan bantuan tunai bersyarat untuk mengakses pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk anak dan balita dari 772.000 Rumah Tangga Sangat Miskin/RTSM di 20 provinsi pada tahun 2010 menjadi 1.116.000 RTSM di 25 provinsi pada tahun 2011 melalui Program Keluarga Harapan (PKH).

Sementara itu, menurut Susenas 2009 cakupan anak balita yang telah memiliki akte kelahiran meningkat menjadi sekitar 52,5 persen. Untuk percepatan kepemilikan Akta Kelahiran, pada tahun 2011 telah ditandatangani Nota Kesepahaman 8 Menteri, yaitu: Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Sosial, Menteri Agama, dan Menteri Negara PP dan PA tentang Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran dalam rangka Perlindungan Anak. Selain itu, pada tahun 2011, telah terdapat 278 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Akte Kelahiran Bebas Bea di seluruh Indonesia.

Di bidang ketenagakerjaan, data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan penurunan jumlah pekerja anak usia 10-17 tahun, dari 1.713,2 ribu pada tahun 2008 menjadi 1.679,1 ribu pada tahun 2009. Dalam upaya menurunkan jumlah pekerja anak tersebut, pada tahun 2010 telah dilaksanakannya penarikan

Page 55: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 55  

sekitar 3.000 pekerja anak dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (BPTA) dalam rangka Program Keluarga Harapan dan direncanakan meningkat menjadi sekitar 3.560 pekerja anak pada tahun 2011. Pekerja anak yang telah ditarik tersebut diusahakan masuk dalam satuan pendidikan, baik pendidikan formal, kesetaraan, maupun non-formal.

Ketiga, peningkatan kelembagaan perlindungan anak. Dalam rangka meningkatkan kapasitas para pelaksana Program Perlindungan Anak, telah dilaksanakan pelatihan secara berjenjang tentang pembangunan berbasis sistem (system building approach) dalam Program Perlindungan Anak bagi para pengambil kebijakan dan staf teknis perlindungan anak dari kementerian/lembaga terkait di tingkat pusat dan SKPD terkait dari 7 propinsi, yaitu Aceh, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Pelatihan tersebut juga bermanfaat untuk meningkatkan komitmen dan koordinasi diantara kementerian/lembaga dan SKPD terkait.

Dari segi penyediaan data dan informasi perlindungan anak, telah dilaksanakan kajian untuk menilai kondisi sistem informasi perlindungan anak di Indonesia dan penyusunan indikator komposit perlindungan anak. Selain itu, telah dikembangkan pula database pencatatan dan pelaporan perempuan dan anak korban kekerasan. Selanjutnya, sedang direncanakan pelaksanaan survei prevalensi kekerasan terhadap anak.

Sedangkan untuk penguatan dasar hukum dan kebijakan yang mendukung peningkatan perlindungan anak, telah disusun/diterbitkan/ditandatangani: (1) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 02 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Anak (PPKTA) 2010-2014; (2) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak Tingkat Provinsi; (3) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Kabupaten/Kota Layak Anak di Desa/Kelurahan; (4) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penanganan ABH; (5) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 2 Tahun 2011 tentang Panduan Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di

Page 56: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 56  

Lingkungan Keluarga, Masyarakat dan Lembaga Pendidikan; (6) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 03 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pemenuhan Hak Partisipasi Anak; (7) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 4 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kebijakan Pemenuhan Hak Partisipasi Anak; (8) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Kebijakan Pemenuhan Hak Pendidikan Anak; (9) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan; (10) Peraturan Menteri Negara PP dan PA Nomor 7 Tahun 2011 tentang Kebijakan Peningkatan Ketahanan Keluarga Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (AMPK); (11) Surat Edaran Menteri Negara PP dan PA Nomor 03/KPPPA/Dep.IV/1/2011 tanggal 10 Januari 2011 untuk mensosialisasikan/menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 472.11/5111/SJ tentang Perpanjangan Masa Berlaku Dispensasi Pelayanan Pencatatan Kelahiran; (12) Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Sosial RI, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum; (13) Pedoman Advokasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini di Bidang Kesehatan; dan (14) Pedoman Antisipasi terhadap Dampak Perubahan Global bagi Kesehatan.

3.2.4.3 TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang masih dihadapi di masa yang akan datang, maka tindak lanjut yang akan dilaksanakan ke depan adalah: (1) peningkatan kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak, antara lain, melalui peningkatan aksesibilitas dan kualitas program pengembangan anak usia dini, peningkatan kualitas kesehatan anak, dan peningkatan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja; (2) perlindungan anak dari segala bentuk tindak kekerasan dan diskriminasi, antara lain, melalui peningkatan rehabilitasi dan pelindungan sosial anak, peningkatan perlindungan bagi pekerja anak dan penghapusan pekerja terburuk anak, dan peningkatan perlindungan bagi anak yang

Page 57: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 57  

berhadapan dengan hukum antara lain dengan melakukan upaya perbaikan dalam sarana dan prasarana yang mendukung hak-hak perlindungan anak; (3) peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak, antara lain, melalui penyusunan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait perlindungan anak, peningkatan kapasitas pelaksanaan perlindungan anak, peningkatan penyediaan data dan informasi perlindungan anak, dan peningkatan koordinasi dan kemitraan antarpemangku kepentingan terkait pemenuhan hak-hak anak, baik lokal, nasional, maupun internasional.

3.2.5 PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

Pembangunan karakter bangsa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005−2025 yaitu mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang maju, mandiri, dan adil, serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika dan berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.

3.2.5.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Berbagai upaya pembangunan karakter bangsa sampai dengan sejauh ini masih menghadapi beberapa permasalahan dan tantangan, antara lain: Pertama, belum optimalnya pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi dan ideologi bangsa. Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi ideologi dan dasar negara, merupakan kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersumber dari nilai-nilai luhur budaya Indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup dijiwai oleh moral dan etika yang dimanifestasikan dalam sikap perilaku dan kepribadian, baik dalam hubungan manusia dengan yang Maha Pencipta, hubungan antara manusia, maupun hubungan manusia dengan lingkungannya. Namun kaidah tersebut

Page 58: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 58  

belum dapat terlaksana dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga terjadi pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dengan menumbuhkembangkan watak, perilaku, dan etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kedua, semakin memudarnya ketahanan budaya luhur bangsa. Semakin derasnya arus globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi telah membuka peluang terjadinya interaksi budaya antarbangsa. Proses interaksi budaya tersebut di satu sisi berpengaruh positif terhadap perkembangan dan perubahan orientasi nilai dan perilaku bangsa Indonesia, namun di sisi lain, dapat menimbulkan pengaruh negatif, seperti semakin memudarnya penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, rasa cinta tanah air, kurangnya penghargaan terhadap produk dalam negeri, serta berbagai perilaku yang tidak sesuai dengan nilai, norma, dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Dengan demikian tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan upaya pelestarian dan penanaman nilai-nilai luhur budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air sebagai identitas budaya yang berfungsi sebagai perekat persatuan bangsa.

Ketiga, masih rendahnya daya saing dan kemandirian bangsa. Kemampuan bangsa yang berdaya saing tinggi adalah kunci untuk membangun kemandirian bangsa. Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Daya saing dan kemandirian suatu bangsa antara lain tercermin pada (a) ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu memenuhi kebutuhan dan kemajuan pembangunan; (b) kemandirian aparatur pemerintahan dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya; (c) kemampuan pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri; dan (d) kemampuan memenuhi kebutuhan pokok. Namun hingga saat ini daya saing dan kemandirian bangsa belum sepenuhnya memenuhi keempat ciri-ciri di atas. Dengan demikian tantangan yang dihadapi adalah

Page 59: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 59  

mewujudkan bangsa yang mandiri, berdaya saing, memiliki etos kerja melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta kemandirian aparatur pemerintahan dan aparatur penegak hukum.

3.2.5.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-

HASIL YANG DICAPAI

Langkah-langkah Kebijakan

Kebijakan pembangunan karakter bangsa pada tahun 2011 dilaksanakan sesuai dengan Prioritas Pembangunan yang tertuang dalam RPJMN 2010-2014, terutama yang memuat upaya-upaya strategis dalam membangun karakter bangsa seperti prioritas pembangunan di bidang Pendidikan; Kesehatan; Sarana dan Prasarana (Komunikasi dan Informatika), Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi; Kesejahteraan Rakyat Lainnya (Agama, Pemuda dan Olahraga); Politik, Hukum dan Keamanan (Politik dan Komunikasi, Pertahanan dan Keamanan), serta Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola (Hukum dan Aparatur).

Hasil-hasil yang dicapai

Hasil-hasil yang dicapai dalam upaya pembangunan karakter bangsa sampai dengan bulan Juli tahun 2011 adalah sebagai berikut.

Di bidang pendidikan, hasil-hasil yang dicapai antara lain: (1) meningkatnya kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata, (2) meningkatnya akses, kualitas, dan relevansi pendidikan menengah, (3) meningkatnya kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi, (4) meningkatnya profesionalisme dan pemerataan distribusi guru dan tenaga kependidikan, (5) meningkatnya kualitas pendidikan agama dan keagamaan, (6) terlaksananya sistem pendidikan nasional, serta (7) meningkatnya pengembangan karakter bangsa pada peserta didik termasuk internalisasi nilai-nilai budaya ke dalam proses pembelajaran, kurikulum, dan kegiatan ekstrakurikuler, serta peningkatan mutu bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan teknologi dan seni serta bahasa perhubungan luas antara bangsa. Adapun di bidang kesehatan dan gizi masyarakat, hasil yang dicapai salah satunya

Page 60: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 60  

adalah: meningkatnya persentase tumah tangga yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat

Di bidang pemuda dan olahraga, hasil-hasil yang dicapai antara lain: (1) meningkatnya partisipasi dan peran aktif pemuda dalam berbagai bidang pembangunan melalui peningkatan character building, (2) terlaksananya revitalisasi dan konsolidasi gerakan kepemudaan, dan revitalisasi gerakan pramuka, dan (3) meningkatnya budaya dan prestasi olahraga dengan upaya penyelenggaraan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi dan olahraga prestasi. Sedangkan di bidang agama, hasil-hasil yang dicapai antara lain adalah: (1) meningkatnya kualitas kerukunan umat beragama dengan upaya penguatan peran agama dalam pembentukan karakter dan peradaban bangsa, (2) meningkatnya kualitas kerukunan umat beragama yang inklusif dan toleran, serta (3) terlaksananya pengembangan wawasan multikultur bagi guru-guru agama, penyuluh agama, siswa, mahasiswa dan para pemuda calon pemimpin agama.

Di bidang kebudayaan, hasil-hasil yang dicapai antara lain adalah: (1) pembangunan karakter dan pekerti bangsa, antara lain dengan meningkatnya peran masyarakat dalam membangun karakter dan pekerti bangsa siswa dan mahasiswa, tokoh masyarakat, budayawan, tokoh agama, tokoh adat, LSM, akademisi dan masyarakat umum yang peduli dengan kebudayaan; (2) meningkatnya pemahaman tentang kesejarahan dan wawasan kebangsaan; (3) meningkatnya upaya pelestarian, pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalam rangka memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa; (4) meningkatnya upaya pemberdayaan masyarakat adat; dan (5) terlaksananya upaya promosi kebudayaan dengan pengiriman misi kesenian, pameran, dan pertukaran budaya. Sementara itu, di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai hasil yang dicapai antara lain: (1) terbangunnya tata kelola litbang yang efisien dan efektif, yang mampu mendorong kreativitas dan profesionalisme masyarakat iptek, serta yang mampu membangun kesadaran iptek dan partisipasi masyarakat, dan (2) meningkatnya penelitian, pengembangan dan penerapan iptek yang mendukung ketahanan pangan, ketahanan energi, penciptaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan

Page 61: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 61  

komunikasi, penyediaan teknologi transportasi, kebutuhan teknologi pertahanan, teknologi kesehatan, serta pengembangan teknologi material maju.

Di bidang sarana dan prasarana, hasil-hasil yang dicapai dalam pembangunan karakter bangsa antara lain adalah: (1) meningkatnya pelayanan sarana dan prasarana komunikasi dan informasi; (2) meningkatnya meningkatnya dukungan sarana dan prasarana komunikasi dan informatika bagi peningkatan daya saing sektor riil, dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang tekbologi, informasi dan komunikasi (TIK), meningkatkan e-literasi masyarakat serta mendorong pemanfaatan TIK dalam kegiatan produktif. Sedangkan di bidang politik dan komunikasi, berbagai hasil yang dicapai antara lain adalah: (1) terciptanya iklim kondusif yang menjamin kebebasan sipil dan dan penghormatan terhadap hak-hak politik rakyat dan perkembangan domokrasi di Indonesia, melalui pelaksanaan pendidikan pemilih, pendidikan kebangsaan dan cinta tanah air, serta pendidikan kewarganegaraan dan pengembangan budaya dan etika politik demokrasi berdasarkan empat pilar bangsa, (2) meningkatnya peran informasi dan komunikasi dengan peningkatan kualitas dan efektifitas konten informasi publik, pemantapan strategi penyebaran informasi publik, pelaksanaan penyebaran informasi publik, serta peningkatan dialog dan kapasitas lembaga kemasyarakatan bidang komunikasi dan informasi termasuk lembaga adat dan media komunitas, (3) meningkatnya citra positif Indonesia melalui pemajuan demokrasi dengan penyelenggaraan Bali Democracy Forum Ke-4, (4) terlaksananya upaya dialog dan kerjasama yang konstruktif antara negara-negara dalam pembahasan isu HAM, (5) meningkatnya peran Indonesia dalam percepatan terbentuknya rezim internasional yang dapat memberikan perlindungan kekayaan budaya Indonesia, dan (6) meningkatnya pelayanan sarana dan prasarana komunikasi dan informatika sesuai standar pelayanan minimum (SPM) melalui pemberdayaan informasi untuk menumbuhkan demand pada masyarakat dan menciptakan nilai tambah pada layanan untuk mendukung produktivitas masyarakat.

Di bidang pertahanan dan keamanan, hasil-hasil yang dicapai antara lain adalah: (1) terlaksananya percepatan pembentukan

Page 62: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 62  

komponen bela negara, dan (2) terlaksananya ekstensifikasi dan intensifikasi pencegahan penyalahgunaan narkotika, penyediaan fasilitas terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkotika yang terjangkau seluruh lapisan masyarakat, dan pemberantasan jaringan narkotika. Sedangkan di bidang hukum dan aparatur, berbagai hasil yang dicapai antara lain adalah: (1) meningkatnya kinerja lembaga penegak hukum, melalui pelaksanaan akuntabilitas penegakan hukum, dan perbaikan pelayanan hukum yang lebih baik dan berkualitas, (2) meningkatnya penghormatan terhadap HAM, melalui pembaruan materi hukum, dan (3) meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN melalui penegakan hukum yang kuat dan dipercaya, penegakan sistem integritas aparatur negara, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan.

3.2.5.3 TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya pembangunan karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa, tindak lanjut yang diperlukan di masing-masing bidang adalah:

Di bidang pendidikan, upaya pemantapan pendidikan karakter bangsa antara lain dilakukan melalui (a) penguatan pelaksanaan proses belajar mengajar dengan iklim sekolah yang mendukung tumbuhnya sikap saling menghargai, sportif, kerjasama, kepemimpinan, kemandirian, partisipatif, kreatif, dan inovatif (soft skills), jiwa kewirausahaan serta memperkuat pendidikan akhlak mulia, kewarganegaraan, dan pendidikan multikultural serta toleransi beragama guna mewujudkan peserta didik yang bermoral, beretika, berbudaya, beradab, toleran, dan memahami keberagaman; (b) menanamkan pendidikan karakter bangsa termasuk kewirausahaan ke dalam semua mata pelajaran, bahan ajar, ekstrakurikuler, maupun pengembangan diri; dan (c) mengembangkan kurikulum pendidikan yang memberikan muatan pendidikan karakter bangsa yang mampu meningkatkan pemahaman tentang kedisiplinan, kreatif, kerja keras,

Page 63: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 63  

kepemimpinan, inovatif, menumbuhkan jiwa dan karakter wirausaha serta menumbuhkan kemampuan berwirausaha.

Di bidang kesehatan dan gizi masyarakat, upaya pembangunan karakter bangsa antara lain dilakukan melalui peningkatan pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan persentase tumah tangga yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.

Di bidang pemuda dan olahraga, upaya pembangunan karakter bangsa antara lain dilakukan melalui: (a) peningkatan partisipasi dan peran aktif pemuda dalam berbagai bidang pembangunan melalui peningkatan character building, (b) revitalisasi dan konsolidasi gerakan kepemudaan, dan revitalisasi gerakan pramuka, serta (c) peningkatan budaya dan prestasi olahraga dengan upaya penyelenggaraan olahraga pendidikan, olahraga rekreasi dan olahraga prestasi.

Di bidang agama, upaya pembangunan karakter bangsa antara lain dilakukan melalui (a) peningkatan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam ajaran agama; (b) peningkatan ketahanan umat beragama terhadap ekses negatif ideologi-ideologi yang tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa; (d) pengembangan sikap dan perilaku keberagamaan yang inklusif dan toleran; serta (e) pengembangan wawasan multikultur bagi guru-guru agama, penyuluh agama, siswa, mahasiswa, dan para pemuda calon pemimpin agama.

Di bidang kebudayaan, upaya pembangunan karakter bangsa antara lain dilakukan melalui: (a) pembangunan karakter dan pekerti bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal; (b) pemahaman tentang kesejarahan dan wawasan kebangsaan; (c) pelestarian, pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalam rangka memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa; (d) pemberdayaan masyarakat adat; dan (e) pengembangan promosi kebudayaan dengan pengiriman misi kesenian, pameran, dan pertukaran budaya.

Di bidang kependudukan dan keluarga berencana, upaya pembangunan karakter bangsa dilakukan melalui pembinaan dan pengasuhan tumbuh kembang balita dan anak serta pembinaan

Page 64: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

3 - 64  

remaja berkaitan dengan perencanaan keluarga dan kesehatan reproduksi.

Di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi upaya pembangunan karakter bangsa antara lain dilakukan melalui: (a) penguatan Sistem Inovasi Nasional (SIN) yang diantaranya diprioritaskan pada penataan kelembagaan iptek dengan hasil yang diharapkan adalah terbangunnya tata kelola litbang yang efisien dan efektif, yang mampu mendorong kreativitas dan profesionalisme masyarakat iptek, serta yang mampu membangun kesadaran iptek dan partisipasi masyarakat, dan (b) peningkatan penelitian, pengembangan dan penerapan iptek yang diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan, ketahanan energi, penciptaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyediaan teknologi transportasi, kebutuhan teknologi pertahanan, teknologi kesehatan, serta pengembangan teknologi material maju.

Di bidang sarana dan prasarana, khususnya sub bidang komunikasi dan informatika antara lain dilakukan melalui: (a) penyediaan infrastruktur dasar untuk mendukung peningkatan kesejahteraan melalui peningkatan aksesibilitas terhadap infrastruktur dan layanan komunikasi dan informatika, serta peningkatan jangkauan dan mempertahankan keberlanjutan layanan komunikasi dan informatika di wilayah perbatasan, perdesaaan, terpencil, dan wilayah non-komersial lainnya, dan (b) meningkatkan e-literasi melalui peningkatan kualitas SDM di bidang TIK termasuk aparatur pemerintah serta mendukung pengembangan industri manufaktur TIK dalam negeri.

Di bidang politik dan komunikasi, upaya pembangunan karakter bangsa antara lain dilakukan melalui: (a) penciptaan iklim kondusif yang menjamin kebebasan sipil dan dan penghormatan terhadap hak-hak politik rakyat dan perkembangan domokrasi di Indonesia, diantaranya melalui pelaksanaan pendidikan pemilih, pendidikan kebangsaan dan cinta tanah air, serta pendidikan kewarganegaraan dan pengembangan budaya dan etika politik demokrasi berdasarkan empat pilar bangsa, (b) peningkatan peran informasi dan komunikasi dengan peningkatan kualitas dan efektifitas konten informasi publik, pemantapan strategi penyebaran informasi publik, dan pelaksanaan penyebaran informasi publik,

Page 65: Bab 3 Kebijakan Pengarusutamaan Dan Lintas Bidang 20111025152402 3351 3

 

 

3 - 65  

serta peningkatan dialog dan kapasitas lembaga kemasyarakatan bidang komunikasi dan informasi termasuk lembaga adat dan media komunitas, dan (c) peningkatan citra positif Indonesia melalui pemajuan demokrasi, memperkuat upaya dialog dan kerjasama yang konstruktif antara negara-negara dalam pembahasan isu HAM, serta meningkatkan peran Indonesia untuk mempercepat terbentuknya rezim internasional yang dapat memberikan perlindungan kekayaan budaya Indonesia; (d) peningkatan pelayanan sarana dan prasarana komunikasi dan informatika sesuai standar pelayanan minimum (SPM) yang diantaranya dilaksanakan melalui pemberdayaan informasi untuk menumbuhkan demand pada masyarakat dan menciptakan nilai tambah pada layanan untuk mendukung produktivitas masyarakat; dan (e) peningkatan dukungan sarana dan prasarana komunikasi dan informatika bagi peningkatan daya saing sektor riil, yang antara lain dilakukan dengan mendorong kreativitas dan inovasi di bidang TIK, peningkatan kualitas sumber daya manusia TIK, serta mendorong pemanfaatan TIK untuk bisnis (e-bisnis) dan pemanfaatan produktif lainnya.

Di bidang pertahanan dan keamanan, upaya pembangunan karakter bangsa antara lain dilakukan melalui: (a) percepatan pembentukan komponen bela negara, dan (b) ekstensifikasi dan intensifikasi pencegahan penyalahgunaan narkotika, penyediaan fasilitas terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkotika yang terjangkau seluruh lapisan masyarakat, dan pemberantasan jaringan narkotika.

Di bidang hukum dan aparatur, upaya pembangunan karakter bangsa antara lain dilakukan melalui: (a) peningkatan kinerja lembaga penegak hukum, diantaranya dilaksanakan melalui pelaksanaan akuntabilitas penegakan hukum, dan perbaikan pelayanan hukum yang lebih baik dan berkualitas, (b) peningkatan penghormatan terhadap HAM, diantaranya dilaksanakan melalui pembaruan materi hukum, (c) peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, diantaranya dilaksanakan melalui penegakan hukum yang kuat dan dipercaya, pencegahan KKN melalui penegakan sistem integritas aparatur negara, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan.