bab 3

25
3. DASAR TEORI 3.1 Pengertian Pondasi Pembagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk menempatkan bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas (upper structure) ke tanah dasar pondasi yang cukup kuat menahannya tanpa terjadinya differential settlement pada sistem strukturnya disebut pondasi (Bowles, 1993). Untuk tujuan tersebut, pondasi harus diperhitungkan dengan tepat agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri dan beban yang bekerja pada bangunan tersebut yang meliputi beban berguna, tekanan angin dan beban gempa, serta beban lainnya. Dalam merencanakan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan ini didasarkan atas beberapa hal : 1. Fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi tersebut 2. Besarnya beban dan beratnya bangunan atas 3. Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan (tanah pendukung) 4. Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas 5. Waktu pengerjaan pondasi 3.2 Jenis – Jenis Pondasi 3.2.1 Pondasi Dangkal 8

Upload: rizki-yansyah

Post on 12-Aug-2015

43 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 3

3. DASAR TEORI

3.1 Pengertian Pondasi

Pembagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk menempatkan

bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas (upper

structure) ke tanah dasar pondasi yang cukup kuat menahannya tanpa terjadinya

differential settlement pada sistem strukturnya disebut pondasi (Bowles, 1993).

Untuk tujuan tersebut, pondasi harus diperhitungkan dengan tepat agar dapat

menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri dan beban yang bekerja

pada bangunan tersebut yang meliputi beban berguna, tekanan angin dan beban

gempa, serta beban lainnya.

Dalam merencanakan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan

beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan ini didasarkan atas beberapa hal :

1. Fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi

tersebut

2. Besarnya beban dan beratnya bangunan atas

3. Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan (tanah

pendukung)

4. Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas

5. Waktu pengerjaan pondasi

3.2 Jenis – Jenis Pondasi

3.2.1 Pondasi Dangkal

Pondasi dangkal dipakai bila tanah pendukung pondasi terletak pada

permukaan atau pada kedalaman maksimum 3 m serta memiliki kapasitas

dukungn yang memadai untuk memikul beban yang diterapkan. Beban – beban

struktur disalurkan secara langsung pada tanah pendukung.

Jenis Pondasi Dangkal :

a. Pondasi Setempat

b. Pondasi Kombinasi

c. Pondasi Jalur

d. Pondasi Mat (Pondasi Rakit)

8

Page 2: Bab 3

3.2.2 Pondasi Dalam

Pondasi dalam dipakai bila tanah permukaan atau dekat permukaan

memiliki kapasitas dukung yang rendah dan tanah keras dengan kapasitas dukung

yang baik terletak sangat dalam. Dalam hal ini, tahanan geser tanah sangat

mempengarugi kapasitas dukung tanah.

Jenis Pondasi Dalam, di bagi atas :

1. Pondasi Tiang Pancang

2. Pondasi Tiang bor

3. Pondasi Sumuran

3.3 Penggolongan Tiang Pancang

Penggolongan tiang pancang dibagi menjadi empat, yaitu :

1. Penggolongan berdasarkan bahan

2. Penggolongan berdasarkan pemindahan beban

3. Penggolongan berdasarkan teknik pemancangan

4. Penggolongan berdasarkan cara pengerjaan

3.3.1 Penggolongan Berdasarkan Bahan

1. Tiang Pancang Kayu (Timber Pile)

2. Tiang Pancang Beton (Concrete Pile)

3. Tiang Pancang Baja (Steel Pile)

4. Tiang Pancang Komposit

3.3.2 Penggolongan Berdasarkan Teknik Pemancangan

Pemancangan tiang hanya dikenal pada jenis tiang pancang yang dibuat

sebelumnya (precast pile), dengan prinsip memasukkan tiang ke dalam tanah

dengan menggunakan metode di bawah ini.

1. Metode Pukulan

a. Drophammer (Blok-pancang)

b. Single Acting Hammer (Palu Kerja Tunggal)

c. Double Acting Hammer (Palu Kerja Rangkap)

d. Diesel Hammer

2. Metode Getaran

3. Metode Semprotan Air

9

Page 3: Bab 3

3.4 Kapasitas Daya Dukung Tiang Tunggal

3.4.1 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Statis

Dalam menentukan kapasitas dukung tiang diperlukan klasifikasi tiang

dalam mendukung beban yang bekerja. Menurut Terzaghi, klasifikasi tiang

didasarkan pada pondasi tiang, yaitu:

Tiang gesek (friction pile),

Tiang lekat (cohesion pile),

Tiang mendukung di bagian ujung tiang (point/end bearing pile)

Dalam perhitungan daya dukung pondasi tiang pancang terdapat empat

metode dan rumusan, yaitu:

a) Mengunakan Formula Statis Analisis

Penentuan Daya Dukung Tiang Pancang dengan metoda ini berdasarkan

data hasil pengujian tanah di laboratorium .Pengujian di Laboratorium

berupa uji Triaxial. Hasil yang diperoleh dari pengujian Laboratorium ini

ialah Kohesi (C) dan Sudut Geser Tanah (ⱷ).

Rumusan yang mengacu pada metoda ini antara lain :

- Menurut Terzaghi

Qu = (Ap(1,3C .Nc+q Nq+ B.N.a)+( ad.Cu.As)

- Menurut Mayerhof

Qu = (Ap(C .N`c+n.q Nq)+( As.Xm.N)

- Menurut Tomlinson

Qu = (Ap(C .Nc+q Nq)+(α.Cn.As+0,5Kq tan()As)

dimana :

Qu = Daya Dukung Ijin Tiang Tunggal

Ap = Luas Penampang Tiang

As = Luas Selimut Tiang

C = Kohesi pada tanah

Nc,Nq,N = Faktor Daya Dukung

a = Faktor Penampang

α = Faktor Adhesi

10

Page 4: Bab 3

K = Koefisien Tekanan Tanah Lateral

= Sudut Geser Efektif antara tanah dan tiang pancang

b) Mengunakan Formula Statis Empiris

Daya Dukung yang diperoleh dengan metode ini didapat dari penyelidikan

lapangan secara langsung berupa data aktual di lapangan. Terdiri atas :

Data Cone Penetration Test (CPT) / Sondir

Pemeriksaan kekuatan tanah dengan sondir bertujuan untuk mengetahui

kekuatan suatu lapisan tanah berdasarkan pada perlawanan penetrasi konus

dan hambatan lekat. Perlawanan penetrasi konus adalah perlawanan tanah

terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Sedangkan

hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus

dalam gaya per satuan luas. Data-data ini sangat dibutuhkan dalam

perencanaan pondasi tiang.

Static Penetration Test di Indonesia lebih dikenal sebagai alat sondir

dengan kemampuan yang disesuaikan dengan beban yang nantinya akan

bekerja (20 kN atau 100 kN), sedang bentuk ujung alat (konis) dibedakan dua

tipe sebagai konis biasa dan bikonis.

1. Konis biasa

Konis biasa merupakan tipe alat yang mula-mula dibuat dan hanya tekanan

pada ujung konis saja yang dapat diukur.

2. Bikonis

Alat ini merupakan pengembangan dari alat konis biasa dan dapat

digunakan untuk menentukan besarnya nilai konis dan lekatan yang terjadi.

Pada prinsipnya cara pengujian tidak berbeda jauh dengan alat konis biasa.

Sementara untuk menghitung daya dukung terhadap tahanan ujung (end

bearing) maupun berdasarkan perlekatan antara tiang dan tanah (friction pile)

digunakan rumus sebagai berikut :

Qu=( NK . A )

3+

(JHP .O )5

. . . . . . . . . (3.1)

11

Page 5: Bab 3

dimana:

Qu = Daya dukung ijin tiang tunggal (kg)

NK = Nilai konus rata-rata pada ujung tiang (kg/cm2)

A = Luas penampang tiang (cm2)

O = Keliling tiang (cm)

JHP = Jumlah hambatan pelekat rata-rata (Kg/cm)

Data N-SPT (Standard Penetration Test)

Metode ini menggunakan jenis alat yang sederhana, berupa tabung standar

dengan diameter 5 cm dan panjang 56 cm. Pelaksanaan dilakukan di dasar

lubang bor.

a. Tiang berpenampang bundar

Pu=40 N . Ap+0,2 N . AS . . . . . . . . . . . . (3.2)

b. Tiang berpenampang H atau I

Pu=40 N . Ap+0,1 N . AS . . . . . . . . . . . . (3.3)

dimana:

Pu = nilai standar penetrasi pada ujung tiang

N = nilai rata-rata standar penetrasi pada ujung tiang

N = nilai rata-rata standar penetrasi sepanjang tiang

Ap = luas penampang ujung tiang (m2)

As = luas selimut tiang (m2)

3.4.2 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Dinamis

Perhitungan kapasitas tiang pancang secara dinamis dilakukan dengan

menganalisis kapasitas ultimit dengan data yang diperoleh dari pemancangan

tiang. Untuk menentukan daya dukung tiang pancang, formula dinamis

merupakan metode yang paling tua. Formula dinamis ini biasa disebut formula

tiang pancang rasional yang bergantung pada prinsip-prinsip impuls-momentum.

Formula dinamis yang sering digunakan sekarang ini, didasarkan pada persamaan

yang berasal dari prinsip-prinsip tersebut dan dengan anggapan-anggapan yang

disederhanakan.

12

Page 6: Bab 3

a. Formula Tiang Pancang Rasional

Formula dinamik telah banyak digunakan untuk meramalkan kapasitas

tiang pancang. Diperlukan suatu cara di lapangan untuk menentukan apakah

sebuah tiang pancang telah mencapai nilai dukung yang cukup selain hanya

dengan pemancangannya ke kedalaman yang telah ditentukan sebelumnya.

1. Formula Janbu (1953)

Qu=eh .Eh

Ku . S

Cd=0,75+0,15W p

W r

λ=eh . Eh . L

A . E s2

Ku=Cd (1+√1+ λCd

) . . . . . . . . . . . . . (3.4)

Qi=Qu

SF

2. Formula Hiley

Qu=eh .W r . h

s+ 12

(k 1+k2+k3 )

W r+n2 W p

W r+W p

Qi=Qu

SF ................. (3.5)

3. Formula Kobe

Qu=2W r . hs+K

W r+e2 W p

W r+W p

13

; SF = 4

; SF = 4

; SF = 4

Page 7: Bab 3

Qi=Qu

SF . . . . . . . . . (3.6)

Satuan-satuan untuk simbol berada dalam kurung, yakni (FTL) satuan-

satuan gaya, waktu, dan panjang.

A = luas penampang tiang pancang L2

E = modulus elastisitas FL-2

eh = efisiensi palu

Eh = tenaga palu pabrik yang dipakai persatuan waktu (LF)

g = percepatan gravitasi (LT-2)

h = tinggi jatuhnya balok besi panjang (L)

I = jumlah implus yang menyebabkan kompresi atau perubahan momentum

(FT)

k 1 = kompresi blok topi elastic dan topi tiang pancang yang betuknya adalah

PuL / AE (L)

k 2 = pemampatan tiang pancang elastic dan bentuknya adalah PuL / AE (L)

k 3 = pemampatan tanah elastis, disebut juga gempa analisa persamaan

gelombang (L)

L = panjang tiang pancang (L)

m = massa (berat/g) (FT L)

n = koefisien restitusi

Qu = kapasitas daya dukung ultimit (F)

s = banyaknya penetrasi titik per pukulan (L)

Wr = berat tiang pancang termasuk berat topi tiang pancang, sepatu pemancang,

dan blok topi (juga termasuk landasan untuk palu uap kerja rangkap) (F)

Wp = berat balok besi panjang (untuk palu kerja rangkap termasuk berat kosen

kotak) (F)

b. Formula Dinamik Lain dan Pertimbangan Umum

Semua formula yang disajikan dalam tabel di bawah ini kecuali formula

Gates diturunkan dengan menggunakan berbagai asumsi. Karena tafsiran

pengalaman pemakai tidak subyektif serta dipasangkan dengan variabilitas kondisi-

kondisi tanah dan palu, maka formula dinamik tidak mempunyai korelasi yang

14

Page 8: Bab 3

sangat baik dengan pengalaman lapangan, khususnya bila digunakan oleh orang-

orang lain dalam kawasan geografis yang berbeda atau untuk perbandingan statistik.

Jika kita mendefinisikan suku tumbukan dalam persamaan Hilley (1930)

sebagai,

C1=W p+n2 W r

W r+W p

…………. (3.7 )

dengan mengambil nilai n2 Wr / Wp≅ 0, maka kita dapatkan,

C1=1

1+W r/W p

……………… (3.8 )

yang menjadi titik tolak untuk beberapa faktor formula.

Tabel III.1 Beberapa formula tiang pancang dinamik

15

Page 9: Bab 3

16

Kode Bangunan Nasional Kanada (gunakan SF = 3)

Pu=eh EhC1

s+C2C3

C1=W r+n2(0,5W p )

W r+W p

C2=Pu

2 AC3=

LE

+0 , 0001

Perhatikan bahwa satuan-satuan dari C2C3 sama seperti s .Rumus Denmark (Olsen dan Flaate (1967)) (gunakan SF = 3 sampai 6)

Pu=eh Eh

s+C1

C1=√ eh . Eh . L

2 AE (satuan dari s)

Rumus Eytelwein (gunakan SF = 6) ( Chellis (1941))

Pu=eh Eh

s+0,1(W p /W r )Rumus Gates (Gates (1957)) (gunakan SF = 3)

Pu=a√eh . Eh( b−log s )Pu = kips atau kN Eh = kips, kaki atau kN.ms = inchi atau mm a = 27 Fps; 104,5 SI b = 1.0 Fps; 2,4 SIeh = 0,75 untuk drop hammer dan 0,85 untk semua palu yang lain.Janbu (lihat Olsen dan Flaate (1967), Mansur dan Hunter (1970)) (gunakan

SF = 3 sampai 6) Pu=

eh Eh

Ku . sCd=0 , 75+0 ,15

W p

W r

Ku=Cd (1+√1+ λCd

) λ=eh. . Eh . L

AEs2

Gunakan satuan-satuan yang sesuai untuk menghitung Pu . Ada

ketaksepakatan dalam penggunaan eh karena eh tersebut muncul dalam Cd ; tapi, kecocokan statistik cenderung menggunakan eh seperti yang diperhatikan.Rumus-rumus ENR yang diubah (gunakan SF = 6)

Pu=1,25 . eh Eh

s+0,1

W r+n2 .W p

W r+W p (ENR (1965)Menurut AASTHO (bagian 2.3.6 dan SF = 6; terutama untuk tiang pancang kayu)

Pu=eh .h (W r+A r . p )

s+0,1Tabel III.1 Beberapa formula tiang pancang dinamik

Untuk palu uap kerja rangkap ambil Ar = luas penampang blok besi

panjang dan ρ = tekanan uap (atau udara); untuk yang kerja tunggal dan

gravitas Ar . p = 0. Gunakan satuan yang sesuai. Ambil eh¿ 1,0. Rumus di atas dan rumus lain dapat digunakan untuk baja dan tiang pancang beton.

Rumus Navy-McKay (gunakan SF = 6)

Pu=eh Eh

s (1+0,3C1 )C1=

W p

W r

Kode Bangunan Uniform Pantai Pasifik (PCUBC) (dari Kode Bangunan Uniform, Bab 28) (gunakan SF = 4)

Pu=eh EhC1

s+C2

C1=W r+k . W p

W r+W p = 0,25 untuk tiang pancang baja

Page 10: Bab 3

Sumber : Bowles, 1993

Formula Engineering News Record (ENR) didapat dengan mengumpulkan

semua kehilangan menjadi sebuah faktor tunggal serta dengan mengambil eh = 1

untuk mendapatkan blok pancang/drop hammer,

Pu=W r h

s+1,0 ………… (3.9 )

dan palu uap,

Pu=W r h

s+0,1 ……… (3.10 )

Sebuah modifikasi ENR yang terakhir (dan kira-kira seperti yang digunakan

dalam tabel) adalah,

Pu=ehW p hs+0,1

W r+n2W p

W r+W p

… .…… (3.11 )

dimana,

Pu = nilai standar penetrasi pada ujung tiang

Wp = berat balok besi panjang (untuk palu kerja rangkap termasuk berat kosen

kotak) (F)

Wr = berat tiang pancang termasuk berat topi tiang pancang, sepatu pemancang,

dan blok topi (juga termasuk landasan untuk palu uap kerja rangkap) (F)

h = tinggi jatuhnya balok besi panjang (L)

n = koefisien restitusi

eh = efisiensi palu

s = banyaknya penetrasi titik per pukulan (L)

Nilai-nilai k1 yang digunakan disajikan dalam tabel. Nilai efisiensi palu

tergantung pada kondisi palu dan blok topi serta mungkin juga tanah (khususnya

untuk palu diesel).

Tabel III.2 Nilai efisiensi palu

Jenis Efisiensi eh

17

Page 11: Bab 3

Blok pancang / drop hammerPalu kerja tunggalKerja rangkap atau diferensialPalu diesel

0,75 – 1,000,75 – 0,85

0,850,85- 1,00

Sumber : Bowles, 1993

Tabel III.3 Nilai-nilai k 1

Tegangan pemancang P/A pada kepala tiang pancang atau topi, MPa (ksi) 3,5 (0,5) 7,0 (1,0) 10,5 (1,5) 14 (2,0)Bahan tiang pancangTiang pancang baja atau pipaLangsung di atas kepalaLangsung di atas kepalaTiang pancang kayu

0

1,0 (0,05)

0

2,0 (0,10)

0

3,0 (0,15)

0

5,0 (0,20)

Tiang pancang beton pracetakDengan paking 75 – 100 mm di dalam topi

3,0 6,0 (0,25) 9,0 (0,37) 12,5 (0,50)

Topi bertutup baja yang mengandung paking kayu untuk baja H atau tiang pancang pipa

1,0 2,0 3,0 4,0 (0,16)

Lingkaran serat 5 mm diantara dua plat baja 10 mm

0,5 (0,02) 1,0 1,5 (0,06) 2,0

Sumber : Bowles, 1993

Tabel III.4 Nilai koefisien restitusiBahan n

18

Page 12: Bab 3

Kayu gerukTiang pancang kayu (ujung tidak mengerut)Bantalan kayu pampat di atas tiang pancang bajaBantalan kayu pampat pada tiang pancang bajaLandasan baja di atas baja, baik di atas baja maupun tiang pancang betonPalu besi cor di atas tiang pancang beton tanpa topi

00,250,320,400,50

0,40

Sumber : Bowles, 1993

Tabel III.5 Tabel ram stroke (H) Pada Alat Pancang Kobe SteelTinggi Ram Stroke

K13 K25 K35 K45

OABCDEFGH

1,1951,7291,8041,9622,0622,118

-2,6952,787

1,0671,7421,8621,9922,0972,1972,2973,0973,197

1,0481,7161,8662,0162,0662,1662,2662,9662,066

1,1731,7751,9502,1252,1952,2952,3952,9553,055

3.5 Kapasitas Daya Dukung Kelompok Tiang

3.5.1 Jarak Antara Tiang dalam Kelompok

Berdasarkan perhitungan daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga

Departemen Kimpraswil disyaratkan jarak antar tiangadalah:

Keterangan :

S = Jarak antara sumbu tiang dalam kelompok

B = Lebar atau diameter tiang

Ketentuan tersebut di atas berdasarkan pertimbangan berikut :

1. Bila S < 2,5 B

· Tanah di sekitar kelompok tiang kemungkinan akan naik berlebihan karena

terdesak oleh tiang yang dipancang terlalu berdekatan.

· Tiang yang telah dipancang terlebih dahulu di sekitarnya kemungkinan

akan terangkat.

2. Bila S > 3,0 B

19

S = (2,5-3,0)B ; dimana: Smin= 0,6 meter ; Smaks = 2,0 meter

Page 13: Bab 3

· Tidak ekonomis karena akan memperbesar ukuran atau dimensi dari poer

(footing)

3.5.2 Efisiensi Kelompok Tiang

η=1−θ [ (n−1 )m+(m−1 ) n tukansebelumnya .90mn ] …………… (3.12 )

dimana:

m = jumlah tiang dalam deretan baris

n = jumlah tiang dalam deretan kolom

θ = arc tan (d/s) dalam derajat

s = jarak antar tiang (as ke as)

d = diameter tiang

3.5.3 Kapasitas Daya Dukung Tiang Kelompok

Qg = Qt x η x Ntiang ...................... (3.13)

dimana :

Qg = Daya dukung tiang kelompok

Qt = Daya dukung tiang tunggal berdasarkan hasil pengujian sondir

(Qall)

20

Gambar 3.10 Pola-Pola Kelompok Tiang Pancang

Page 14: Bab 3

η = Faktor efisiensi

Ntiang = Jumlah tiang dalam kelompok

3.5.3 Daya Dukung Tiang Individu dalam Kelompok

Qsp=Qt xη ……………. (3.1 4 )

dimana:

Qsp = daya dukung tiang tunggal dalam kelompok

Qt = daya dukung tiang tunggal berdasarkan hasil pengujian sondir

η = faktor efisiensi

Dari hasil perhitungan ini maka nilai Qsp yang didapat harus lebih

besar dari nilai beban luar maksimum yang diizinkan.

3.6 Pilecap

Pilecap adalah merupakan elemen struktur yang berfungsi untuk

menerima beban dari kolom yang kemudian diteruskan ke tiang pancang dan

untuk menyatukan kelompok tiang pancang.

Sedangkan Tie Beam adalah elemen struktur yang bertumpu pada tanah

dan berfungsi untuk penghubung antar pilecap dan dengan plat lantai.

Dalam perhitungan-perhitungan Pile Cap dianggap atau dibuat kaku

sempurna sehingga :

· Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang tersebut

menimbulkan penurunan maka setelah penurunan bidang pile cap tetap

akan merupakan bidang datar.

· Gaya-gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan

tiang-tiang tersebut.

3.6.1 Jenis-Jenis Pile Cap

Meskipun pada tiang berdiameter besar atau untuk beban yang ringan

sering digunakan pondasi tiang tunggal untuk memikul kolom atau beban struktur,

21

Page 15: Bab 3

pada lazimnya beban kolom struktur atas dipikul oleh kelompok tiang atau pile

cap. Tetapi dalam hal pengelompokan tiang baik pada ujung maupun keliling

tiang akan terjadi overleping daerah yang mengalami tegangan-tegangan akibat

beban kerja struktur.

Di berikut ini adalah gambar dari beberapa tipe pile cap.

3.6.2 Design Pilecap

Pada perhitungan pile cap yang akan di bahas adalah mengenai

perhitungan pembebanan pada kolom dan perhitungan rencana tulangan pile.

22

Gambar 3.7 Jenis-jenis Pilecap

Page 16: Bab 3

a. Perhitungan beban yang bekerja pada kolom

Analisa struktur kolom pada bangunan ditinjau dengan analisa struktur

program SAP 2000. Analisa ini memperhitungkan pembebanan akibat :

pembebanan pelat, pembebanan angin, pembebanan atap yang dijadikan input

SAP 2000. Pada perhitungan pembesian kolom ini akan menggunakan

perhitungan momen dan gaya aksial yang didapat dari output program SAP 2000.

Perhitungan pembebanan pada struktur bangunan

· Pembebanan pada plat Atap

· Pembebanan pada lantai 4

· Pembebanan pada lantai 3

· Pembebanan pada lantai 2

· Pembebanan pada lantai 1 (basement)

Dari hasil analisa diatas maka di dapat hasil Pmax, Mmax.

b. Perhitungan tulangan pile cap

Di atas pondasi tiang, terutama jika menggunakan kelompok tiang diberi

pengikat yang diberi nama pile cap. Tulangan pile cap ini diperhitungkan dengan

memperhatikan tegangan pons atau tegangan geser. Adapun tahap-tahap

perhitungannya yaitu:

Intensitas beban rencana =

pu kolom

A pilecap

. . . . . . . . . . . . (3.15)

Hitung jarak pelimpahan geser dari kolom ke pile cap (B)

B = lebar kolom + (1/2 d).2 . . . (Rumus 3.11)

Gaya geser terfaktor yang bekerja pada penampang adalah :

. . . (Rumus 3.12)

23

Vu = Pu (A-B2

)

Page 17: Bab 3

Vc = ( 4√ f ' c ) bo . d Kuat geser adalah :

. . . (Rumus 3.13)

Vn = Vc /φ = Vc / 0,8

Bila Vc > Vn maka pile cap memenuhi persyaratan geser

Kemudian dilanjutkan dengan mencari berat sendiri dari pile cap yaitu volume

ukuran pile cap.

Setelah didapat beban sendiri pile cap dicari beban per tiang pancang :

· Beban per tiang pancang

= Pkolom+beratsendiritiangjumlahtiang

· Beban merata pilecap (q) = lebar pilecap x tinggi pilecap x γ beton

Pada rencana pile cap dicari momen maksimum, yang dilanjutkan dengan mencari

jarak dari serat tepi tekan terluar terhadap titik berat tulangan tarik (d) :

D = h – ( h selimut beton + tulangan sengkang + 1/2φ tulangan utama

Momen maksimum digunakan untuk mencari k

. . . (Rumus 3.14)

2 . . . (Rumus 3.15)

24

K= Mu

φ⋅b⋅d2

K= Mu

φ⋅b⋅d2

m= fy0 ,85 fc

Page 18: Bab 3

ρ= 1m (1−√1−2 mRn

fy ) ... (Rumus 3.16)

Kemudian dicari luas tulangan dengan rumus

As= ρ⋅b⋅d

......( Rumus 3.17)

Dari luas tulangan yang didapat akan diperoleh rencana tulangan melalui

tabel hubungan antara luas penampang tulangan dengan diameter tulangan.

Menurut SKSNI 03-2847-2002, pasal 12.9(1) :

Luas Tulangan minumum struktur Tekan

As min= 0,01 Ag ........... (Rumus 3.18)

Ag = Luas Penampang Bersih Struktur

Tulangan Pengikat

Menurut SKSNI 03-2847-2002 ,pasal 9.10(5) :

Tulangan Pengikat minimum untuk D16 adalah D10

Menurut SKSNI 03-2847-2002 ,pasal 9.10(5)(2) :

Spasi antar tulangan sengkang (s) harus :

s < 16Diameter tulangan utama

s < 48Diameter tulangan sengkang

Tulangan Susut

Dapat diambil 30% dari tulangan utama

25