bab 2 tinjauan pustaka

41
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERTIAN Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut, biasanya disebabkan oleh infeksi (Jeremy, 2007). Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan. 2006). Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi (Price, 1995). Pnemonia merupakan Peradangan paru atau infeksi yang mengenai saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkin paru yang di sebabkan oleh infeks bakteri,virus maupun jamur (Junaidi,2010) Jadi pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus atau fungi yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. 2.2. ANATOMI FISIOLOGI

Upload: timothy-elliott

Post on 02-Oct-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gfgvv

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN

Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut, biasanya disebabkan oleh infeksi (Jeremy, 2007). Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan. 2006). Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi (Price, 1995).

Pnemonia merupakan Peradangan paru atau infeksi yang mengenai saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkin paru yang di sebabkan oleh infeks bakteri,virus maupun jamur (Junaidi,2010)

Jadi pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus atau fungi yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

2.2. ANATOMI FISIOLOGI

ANATOMI

Sistem organ yang terkait dengan penyakit ini adalah sistem pernafasan. Sistem pernafasan terdiri dari :

a. Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh epitelium gergaris. Terdapat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi oleh bulu kasar. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior di dalam sistem pernafasan di bagian bawah menuju ke faring. Dari sini lapisan mukus akan tertekan atau dibatukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir bekas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%.

b. Faring

Terdapat di bawah dasar tengkorak di belakang rongga hidung dan rongga mulut, dan di depan ruas tulang leher.

Merupakan pipa yang menghubungkan rongga mulut dengan esofagus. Faring terbagi atas 3 bagian : nasofaring di belakang hidung, orofaring di belakang mulut, dan faring laringeal di belakang laring. Rongga ini dilapisi oleh selaput lendir yang bersilia. Di bawa selaput lendir terdapat jaringan kulit dan beberapa folikel getah bening. Kumpulan folikel getah bening ini disebut adenoid. Adenoid akan membesar bila terjadi infeksi pada faring.

c. Laring

Terletak di depan bagian terendah faring. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan di sana terdapat pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trakea dan dinamakan glotis. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun, berperanan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu untuk melampaui glotis, maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan.

d. Trakea dan cabang-cabangnya

Panjangnya kurang lebih 9 centimeter. Trakea berawal dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima, trakea bercabang menjadi dua bronkus. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa. Letaknya tepat di depan esofagus. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia. Tempat percabangan bronkus disebut karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan spasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Struktur bronkus sama dengan trakea. Bronkus-bronkus tersebut tidak simetris.

Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal, sebaliknya bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam.

Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkiolus dikelilingi oleh otot polos bukan tulang rawan sehingga bentuknya dapat berubah. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : 1) bronkiolus respiratorius, 2) duktus alveolaris, 3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru. terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis. Alveoli terdiri dari satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan di sinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan total seluas sebuah lapangan tenis.

e. Paru-paru

Merupakan alat pernafasan utama. Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya di dalam rongga dada. Karena paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang di dalamnya terdapat jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru memiliki apeks (puncak paru-paru) dan basis. Paru-paru ada dua. Paru-paru kanan lebih besar dari pada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris, paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula.

Paru-paru dilapisi suatu lapisan tipis membran serosa rangkap dua yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang disebut pleura.

Yang melapisi rongga dada dan disebut pleura parietalis dan yang menyelubungi tiap paru-paru disebut pleura viseralis. Di antara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang memudahkan kedua permukaan tersebut bergerak dan mencegah gesekan antara paru-paru dan dinding dada yang pada saat bernapas bergerak (cairan surfaktan). Dalam keadaan sehat, kedua lapisan tersebut satu dengan yang lain erat bersentuhan. Tetapi dalam keadaan tidak normal, udara atau cairan memisahkan kedua pleura tersebut dan ruang diantaranya menjadi jelas.

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, mencegah kolaps paru-paru.

FISIOLOGI PERNAPASAN Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi 3 stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. stadium kedua adalah transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :

a. Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.

b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar.

c. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah.

Stadium terakhir adalah respirasi sel atau respirasi interna, yaitu pada saat metabolik dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.

Jumlah udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali bernapas disebut volume tidal yaitu sekitar 500 ml. Kapasitas vital paru-paru, yaitu jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasi sesudah inspirasi maksimal sekitar 4500 ml. Volume residu, yaitu jumlah udara yang tertinggal dalam paru-paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar 1500 ml.

2.3. ETIOLOGI

1. Bakteri Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.

2. Virus Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.

3. Jamur Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.

4. Protozoa Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)

Infeksi BakteriInfeksi AtipikalInfeksi Jamur

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza Klebsiella pneumoniae Pseudomonas aeruginosaGram-negatif (E. Coli)Mycoplasma pneumoniaeLegionella pneumophillia Coxiella burnetii Chlamydia psittaciAspergillusHistoplasmosis Candida Nocardia

Infeksi VirusInfeksi ProtozoaPenyebab Lain

Influenza

Coxsackie

Adenovirus

Sinsitial respiratoriPneumocytis cariniiToksoplasmosis

AmebiasisAspirasi

Pneumonia lipoid Bronkiektasis Fibrosis kistik

(Jeremy 2007)

2.4. PATOFISIOLOGI

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.

Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya. Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.

Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/ viremia generalisata.

Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.

Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia (Engram 1998).

Diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu:

a. Mekanisme pertahanan paruParu berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup seperti partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa bentuk mekanisme ini antara lain bentuk anatomis saluran napas, reflex batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel yag mencapai permukaan alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi infeksi serius.. Infeksi saluran napas berulang terjadi akibat berbagai komponen sistem pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.b. Kolonisasi bakteri di saluran pernapasan Di dalam saluran napas atau cukup banyak bakteri yang bersifat komnesal. Bila jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman ini kemudian masuk ke saluran napas bawah dan paru, dan akibat kegagalan mekanisme pembersihan saluran napas, keadaan ini bermanifestasi sebagai penyakit. Mikroorganisme yang tidak menempel pada permukaan mukosa saluran anaps akan ikut dengan sekresi saluran napas dan terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi.c. Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius

Saluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai mikroorganisme dari saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini menunjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga dapat menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan paru terhadap bahan- bahan berbahaya dan infeksius berupa reflex batuk, penyempitan saluran napas, juga dibantu oleh respon imunitas humoral

Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang berurutan:

1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.

2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).

3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.

4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000).

2.5. KLASIFIKASI

Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu (Price, 2005):

a. Pneumonia lobaris

Seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat terutama terdapat intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella merupakan organism penyebab tersering.

b. Pneumonia nekrotisasi

Disebabkan oleh jamur dan infeksi tuberkel. Granuloma dapat mengalami nekrosis kaseosa dan membentuk kavitas.

c. Pneumonia lobular/bronkopneumonia

Adanya penyebaran daerah infeksi yang bebercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm yang mengelilingi. Staphylococcus dan Streptococcus adalah penyebab infeksi tersering.

d. Pneumona interstitial

Adanya peradangan interstitial yang disertai penimbunan infiltrate dalam dinding alveolus, walaupun rongga alveolar bebas dari eksudat dan tidak ada konsolidasi. disebabkan oleh virus atau mikoplasma.

Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2 ISPA antara lain :

a. Pneumonia sangat berat

Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum, harus dirawat di rumah sakit.

b. Pneumonia berat

Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat minum, di rawat rumah sakit dan diberi antibiotic.

c. Pneumonia sedang

Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan cepat, tidak perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral.

d. Bukan pneumonia

Hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik.

Berdasarkan penyebabnya, pneumonia dibagi menjadi :

a. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP): pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari.b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006). Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan menderita pneumonia.c. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan.d. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikobakteri, selain organisme bakteria lain.

e. Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkietaksis (Jeremy, 2007).2.6. MANIFESTASI KLINIS

Gejala

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).

TandaMenurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain :

a. Batuk nonproduktifb. Ingus (nasal discharge)c. Suara napas lemahd. Penggunaan otot bantu napas

e. Demamf. Cyanosis (kebiru-biruan)g. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar

h. Sakit kepalai. Kekakuan dan nyeri otot

j. Sesak napask. Menggigill. Berkeringat

m. Lelahn. Terkadang kulit menjadi lembab

o. Mual dan muntah2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan antara lain :

1. Kajian foto thorak diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan dengan oksigenasi3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba5. Tes kulit untuk tuberkulin mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak berespons terhadap pengobatan6. Jumlah leukosit leukositosis pada pneumonia bakterial7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya seperti virus dan bakteri10. Kultur cairan pleura spesimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan agens penyebab seperti bakteri dan virus11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji diagnostik, secara terapeutik digunakan untuk menetapkan dan mengangkat benda asing.12. Biopsi paru selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian diagnostik.Sedangkan menurut Engram (1998) pemeriksaan penunjang meliputi

1. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.2. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.3. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat menyokong diagnosa.4. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.Pemeriksaan mikrobiologik1. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.2. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.Pemeriksaan imunologis

1. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepa2. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.3. Spesimen: darah atau urin.4. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex agglutination, atau latex coagulation.Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme penyebab pneumonia.

a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Anak dan anak-anak gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan. b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan penyakit. Infiltrat mula-mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.2.8. PENATALAKSANAAN

Menurut Misnadiarly (2008) penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup:

a. Oksigen 1 2 L/menit

b. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan

c. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikkan suhu, dan status hidrasi

d. jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip

e. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier

f. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community base:

Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital base:

Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

Amikasin 10 15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

Penatalaksanaan keperawatan:

Seringkali pasien pneumonia yang dirawat di rumah sakit datang sudah dalam keadaan payah, sangat dispnea, pernapasan cuping hidung, sianosis, dan gelisah. Masalah yang perlu diperhatikan ialah:

a. Menjaga kelancaran pernafasan.

b. Kebutuhan istirahat.

c. Kebutuhan nutrisi dan cairan.

d. Mengontrol suhu tubuh.

e. Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.

f. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

2.9. KOMPLIKASI

a. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat

b. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi

c. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)

d. Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)

e. Delirium terjadi karena hipoksia

f. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex: penisiling. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.

h. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.

i. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

2.10. ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien. Merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tidakan keperawatan yang telah dilaksanakan

A. Pengkajian.

Pengumpulan data.

1. Identitas pasien.

Pneumonia dapat menyerang semua usia tergantung kuman penyebabnya diantaranya adalah pneumonia bakterialis dapat terjadi pada semua usia, pneumonia atipikal sering pada anak dan dewasa muda, dan pneumonia virus sering pada bayi dan anak.

2. Keluhan utama.

Keluhan didahului dengan infeksi saluran pernafasan, kemudian mendadak panas tinggi disertai batuk yang hebat, nyeri dada dan sesak nafas.3. Riwayat kesehatan sekarang.

Pada pasien pneumonia yang sering dijumpai pada waktu anamnese adalah pasien mengeluh mendadak panas tinggi (38(C 41(C) disertai menggigil, kadang-kadang muntah, nyeri pleura dan batuk pernafasan terganggu (takipnea), batuk yang kering akan menghasilkan sputum seperti karat dan purulen.

4. Riwayat penyakit dahulu.

Pneumonia sering diikuti oleh suatu infeksi saluran pernafasan atas, pada penyakit PPOM, tuberkulosis, DM, pasca influenza dapat mendasari timbulnya pneumonia.

5. Riwayat penyakit keluarga.

Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien atau asma bronkiale, tuberkulosis, DM, atau penyakit ISPA lainnya. Pola-pola kesehatan.

Aktifitas/istirahat.

Gejala: Kelemahan, kelelahan.

Insomnia.

Tanda : Letargi.

Penurunan toleransi terhadap aktifitas.

Sirkulasi.

Gejala: Riwayat adanya gejala kronis.

Tanda : Takikardi.

Penampilan kemerahan/pucat.

Intergritas ego.

Gejala: Banyaknya stressor.

Masalah finanssial.

Makanan/cairan.

Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah.

Riwayat diabetes militus.

Tanda : Distensi abdomen.

Hiperaktif bunyi usus.

Kulit kering dengan turgor buruk.

Penampilan kakeksia (mal nutrisi).

Neurosensori.

Gejala: Sakit kepala daerah (influenza).

Tanda : Perubahan mental (bingung, somnolen).

Kenyamanan.

Gejala: Sakit kepala.

Nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada substernal (influenza).

Mialgia, atralgia.

Tanda : Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).

Pernafasan.

Gejala: Takipnea, dispnea progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.

Riwayat adanya isk kronis, PPOM, merokok sigaret.

Tanda : Sputum : merah muda, berkarat, atau purulen.

Perkusi : pekak diatas area yang konsolidasi.

Fremitus : taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi.

Gesekan friksi pleural.

Bunyi nafas : menurun atau tak ada diatas area yang terlibat atau nafas bronchial.

Warna : pucat, atau sianosis bibir/kuku.

Keamanan.

Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis SLE, AIDS, penggunaan steroid atau kemoterapi stitusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam.

Tanda : Berkeringat.

Menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada ksusu rebula atau varisela.

Pemeriksaan fisik.

1. Keadaan umum.

Pasien pneumonia kondisi umumnya lemah, expresi muka menahan rasa sakit karena nyeri dada yang menusuk-nusuk.

2. Sistem integumen.

Pada inspeksi adanya kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

3. Sistem respirasi.

Pada pemeriksaan fisik sistem pernafasan akan dijumpai tanda dan gejala sebagai berikut :Inspeksi :

Nafas sesak dan cepat lelah (pernafasan diafragma dan perut meningkat)

Batuk yang mula-mula non produktif menjadi produktif.

Pergerakan pada thorax pada bagian yang sakit tertinggal.

Timbul sianosis terutama jika bagian yang terkena radang cukup luas.

Perapasan cuping hidung

Hiperventilasi

sputum banyak,

penggunaan otot bantu pernafasan,

Palpasi : Fremitus vokal (getaran suara) akan meningkat intensitasnya pada sisi yang sakit (lebih padat).

Perkusi : Pada bagian yang sehat akan terdengar sonor dan bagian yang sakit akan terdengar redup (nada lebih tinggi dengan waktu terdengarnya suara lebih singkat).

Auskultasi : Didapatkan suara bronkial, suara bisik jelas, kadang-kadang terdengar suara gesek pleura.

4. Sistem Kardiovaskuler

sakit kepala, Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun

5. Sistem Neurosensori

Gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

6. Sistem gastro intestinal.Pada pasien Pneumonia dijumpai adanya konsolidasi abdomen.

7. Sistem genitourinariaProduksi urine menurun/normal,

8. Sistem muskuloskeletalPada pasien Pneumonia sering terjadi kelemahan otot yang dapat mengganggu sistem pernafasan.

Pemeriksaan penunjang.

1. Pemeriksaan laboratorium.

Analisa darah : Untuk mengetahui jumlah darah seluruhnya dan jumlah leukosit. (acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal) Analisa urine : Untuk mengetahui peningkatan bilirubin / penurunan kadar natrium.

2. Pemeriksaan lain.

Foto thoraks.

Pemeriksaan ECG.

Pemeriksaan gram / kultur sputum.

Pemeriksaan serogi : kultur virus.

Analisa data

Data yang terkumpul pada anamnesa dinalisa atau dikelompok untuk menentukan masalah pasien. Analisa merupakan kegiatan yang meliputi pengesahan data, pengelompokan data, membandingkan dengan standart / nilai moral, menentukan kesenjangan, menginterpretasi kesenjangan dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasilnya merupakan, masalah keperawatan

B. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan Infeksi Paru

2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan pemupukan sekret.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar (efek inflamasi).

4. Gangguan rasa nyaman (nyeri otot) berhubungan dengan peradangan parenkim paru, akibat batuk yang menetap.

5. Gangguan rasa nyaman (peningkatan suhu tubuh) berhubungan dengan peradangan parenkim paru.

C. Perencanaan.

Setelah pengumpulan data, menganalisa data, dan menetapkan diagnosa keperawatan, maka tahap berikutnya adalah perencanaan pada tahap ini terdiri dan penetapan prioritas masalah. Menentukan tujuan dan kriteria hasil serta merumuskan rencana tindakan keperawatan.

1. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan Infeksi Paru

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan pasien mengalami pola nafas efektif Kriteria hasil :

Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi

Suhu tubuh dalam batas 36,5 37,2OC

Laju nafas dalam rentang normal

Karakteristik : batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis, Tidak terdapat batuk, cyanosisi, haluaran hidung, retraksi dan diaphoresis

Intervensi :

a. Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas

b. Lakukan Fisioterapi dada secara terjadwal

c. Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi

d. Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam, diare)

e. Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks

f. Lakukan suction secara bertahap

g. Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 4 jam

Rasional :a. Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan

b. Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi

c. Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru

d. Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan

e. Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru

f. Membantu pembersihan jalan nafas

g. Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan nafas.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan Jalan nafas kembali efektif

Kriteria Hasil :

Pasien menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan nafas (mis : batuk efektif dan mengeluarkan sekret)

Frekuensi pernafasan 16 24 x/menit.

Tidak ada suara tambahan paru.

Intervensi :a. Kaji status pernafasan (kecepatan, kedalaman, serta pergerakan dada).

b. Auskultasi adanya suara nafas tambahan (mis : mengi, krekels)

c. Ajarkan pada pasien untuk berlatih nafas tambahan dalam dan batuk efektif.

d. Berikan pasien minuman hangat sedikitnya 2500 cc/hari.

e. Lakukan vibrasi dan dopping pada punggung. f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian, terapi oksigen, nebulizer, suction juga pemberian expectorant dan broncodilatos.

Rasionala. Dengan mengkaji status pernafasan maka akan diketahui tingkat pernafasan dan adanya kelainan pada sistem pernafasan.

b. Bunyi nafas bertambah sering terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan, sekret kental dan spasme jalan nafas obstruksi.

c. Pernafasan dalam membatu expansi paru maksimal dan batuk efektif merupakan mekanisme pembersihan silla.

d. Cairan terutama yang hangat membantu di dalam mengencerkan sekret (bronkadilator).

e. Untuk membantu mengeluarkan sekret pada jalan nafas.

f. Terapi O2 diperlukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien dan bronchadilator dan expectorani membantu mengurangi spasme pada bronchus sehingga pengeluaran sekret menjadi lancar.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar (efek inflamasi).

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan pernapasan normal kembali

Kriteria Hasil1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan Analisa Gas Darah dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan

2. Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen

Intervensi

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, RRb. Kaji adanya sianosisc. Auskultasi bunyi napasd. Dorong pengeluaran sputume. Kolaborasi: berikan oksigenasi tambahanRasional

a. Mencegah memburuknya hipoksiab. Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguanpertukaran gasc. Bunyi napas mungkin redup karena adanya penurunan aliran udara atauarea konsolidasid. Untuk mengetahui adanya indikasi hipoksiae. Untuk mengetahui derajat distress pernapasan dan kronisnya penyakit4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan paradangan parenkim paru.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan Nyeri berkurang, hilang

Kriteria Hasil :

Klien mengatakan nyeri berkurang.

Ekspresi wajah dan gerakan tubuh relaks.

Klien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi.

Pola pernafasan mengalami peningkatan.

Intervensi

a. Kaji status nyeri (tipe, lokasi, skala serta perubahan intensitasnya).

b. Jelaskan sebab terjadinya nyeri.

c. Anjurkan pada klien untuk menahan dada saat batuk.

d. Berikan tindakan rutin untuk memberikan rasa nyaman, misalnya dengan distraksi, stimulasi dan latihan relaksasi otot pernafasan, musik yang disukai atau bercakap-cakap.

e. Monitor tanda-tanda vital (tensi, suhu, nadi dan pernafasan).

f. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang, misalnya dengan pencahayaan temaram, batasi pengunjung.

g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik dan atutusif jika diperlukan.

Rasional.

a. Dengan mengkaji dapat mengidentifikasikan masala yang timbul untuk menentukan intervensi selanjutnya.

b. Nyeri disebabkan peradangan pada paru.

c. Untuk membantu mengurangi gangguan dada serta untuk mengetahui keefektifan batuk.

d. Teknik relaksasi dapat menekan sistem pusat syaraf, sehingga nyeri dapat dikurangi.

e. Perubahan pada nadi dan tensi mungkin menunjukkan klien mengalami nyeri.

f. Lingkungan yang nyaman diharapkan klien lebih tenang sehingga dapat mengurangi nyeri.

g. Alternatif untuk mengurangi batuk dan memberikan rasa nyaman karena nyeri dapat berkurang.

5. Gangguan rasa nyaman (peningkatan suhu tubuh) berhubungan dengan peradangan parenkim paru.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan suhu tubuh pasien normal.

Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal

Intervensi

a. Monitor suhu dan tanda vital

b. Monitor intake dan output cairan

c. Beri kompres

d. Anjurkan untuk minum banyak

e. Kolaborasi pemberian obat penurun panas sesuai indikasi

Rasional

a. Untuk menurunkan panas

b. Untuk mengganti cairan yang hilang

c. Supaya terjadi pertukaran suhu, sehingga suhu dapat turun

d. Untuk mengetahui balance

e. Untuk mengetahui VS klien

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Zul. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai pemerbit FKUI

Doenges. E Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Underwood, J.C.E. 2000. Patologi Umum dan Sistemik. Vol.2. 2nd ed. Jakarta: EGC

Price, S.A. and Wilson, L. Mc Carty. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis. Edisi 4. Alih Bahasa Peter Anugerah. Jakarta : EGC.

Enggram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Balita,

Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Betz, C. L., & Sowden, L. A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: RGC.

Reeves J Charlen. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Junaidi, I. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Nafas. Jakarta: Gramedia

Jeremy, P.T. 2007. At Glance Sistem Respirasi, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga Medical Series.

Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1. Jakarta: EGC.